Meningitis

33
TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Meningitis Meningitis adalah penyakit infeksi yang menyerang meningen yaitu selaput lapisan yang berisi cairan serebro spinal yang menyelimuti otak, otak kecil dan sumsum tulang belakang yang dapat terjadi secara akut atau kronis disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau zat kimia. 2. Epidemiologi Meningitis Meningitis tuberkulosa (TB) terjadi pada 7–12% penderita tuberkulosis. Insidensi meningitis TB secara langsung berhubungan dengan prevalensi infeksi tuberkulosis yang dipengaruhi oleh keadaan sosio- ekonomi dan higeinitas. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara endemis meningitis tuberkulosis. Penelitian di Bandung, yang merupakan wilayah pandemi meningitis menunjukkan bahwa sebagian besar pasien dibawa ke Rumah Sakit setelah 1

description

Meningitis

Transcript of Meningitis

Page 1: Meningitis

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Meningitis

Meningitis adalah penyakit infeksi yang menyerang meningen yaitu selaput

lapisan yang berisi cairan serebro spinal yang menyelimuti otak, otak kecil dan

sumsum tulang belakang yang dapat terjadi secara akut atau kronis disebabkan

oleh bakteri, virus, jamur atau zat kimia.

2. Epidemiologi Meningitis

Meningitis tuberkulosa (TB) terjadi pada 7–12% penderita tuberkulosis.

Insidensi meningitis TB secara langsung berhubungan dengan prevalensi infeksi

tuberkulosis yang dipengaruhi oleh keadaan sosio-ekonomi dan higeinitas. World

Health Organization (WHO) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara

endemis meningitis tuberkulosis. Penelitian di Bandung, yang merupakan wilayah

pandemi meningitis menunjukkan bahwa sebagian besar pasien dibawa ke Rumah

Sakit setelah mempunyai gejala meningitis lebih dari 14 hari dan 50% di

antaranya datang dalam berbagai tingkat penurunan kesadaran. Meningitis tidak

hanya disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis, tapi juga infeksi virus

dan infeksi bakteri lain, seperti meningokokus. Meningitis viral sering terjadi pada

anak-anak dan bayi sedangkan meningitis meningokokus sering terjadi pada

jemaah haji.

1

Page 2: Meningitis

2

3. Klasifikasi Meningitis

3.1 Meningitis Bakterialis

Meningitis bakterialis seringkali digunakan bersamaan dengan meningitis

bakterialis akut atau meningitis purulenta, yaitu infeksi meningitis yang terjadi

dalam waktu kurang dari 3 hari. Penyebab paling sering adalah Neisseria

meningitides (meningokokus), Streptococcus pneumonia (pneumokokus), dan

Hemophylus influenza.

Pada orang dewasa gejala diawali dengan infeksi saluran napas atas yang

ditandai dengan panas badan dan keluhan-keluhan pernapasan diikuti dengan

munculnya gejala-gejala SSP seperti nyeri kepala dan kaku kuduk yang nyata.

Gejala lain yang mungkin ada adalah muntah, penurunan kesadaran

(drowsy,bingung), kejang dan fotofobia.

3.2 Meningitis Tuberkulosis

Meningitis TB merupakan meningitis subakut/kronis yang paling sering

didapatkan pada pasien. Seringkali pasien dibawa berobat setelah timbulnya

gejala akibat komplikasi kenaikan tekanan intrakranial (kejang, penurunan

kesadaran), hemiparese/hemiplegi dan lain-lain.

British Medical Research Counsil (BMRC) pada tahun 1948 membuat

klasifikasi meningitis TB berdasarkan penampilan klinik. Klasifikasinya adalah

sebagai berikut:

Page 3: Meningitis

3

Stadium I Gejala dan tanda meningitis tanpa penurunan kesadaran atau defisit neurologi yang lain. Gejala yang sering didapatkan adalah nyeri kepala, fotofobia dan kaku kuduk.

Stadium II Didapatkan penurunan kesadaran ringan dan/atau defisit neurologi fokal.

Stadium III Stupor atau koma dengan hemiplegi atau paraplegi.

3.3 Meningitis Viral

Gejala meningitis viral tidak seberat meningitis bakterialis. Gejalanya dapat

sedemikian ringannya sehingga terdiagnosis sebagai influenza karena gejalanya

seringkali serupa (nyeri kepala, demam, menggigil, nyeri otot/sendi). Meningitis

viral banyak dijumpai pada anak-anak dan bayi.

Tidak ada gejala spesifik dari meningitis viral, temuan CSS pada meningitis

viral seringkali menunjukkan kenaikan ringan pada sel dengan protein yang tidak

terlalu tinggi dan tidak dijumpai kuman penyebab di dalam CSS.

4. Etiologi Meningitis

Meningitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus maupun jamur.

Berikut ini merupakan penyebab tersering dari meningitis yaitu:

1. Bakteri : Neisseria meningitides (meningokokus), Streptococcus pneumonia

(pneumokokus), Hemophylus influenza, dan Mycobacterium tuberculosa.

2. Virus : Herpes virus, Enterovirus, HIV, Mumps, dan arbovirus.

3. Jamur : Cryptococcus neoformans dan Cryptococcus gatii.

Page 4: Meningitis

4

5. Patofisiologi Meningitis

a. Meningitis Tuberkulosa

Infeksi menyebabkan meningen meradang & proses inflamasi merangsang

reseptor nyeri yang ada pada selaput sehingga timbul nyeri & kaku kuduk. Infeksi

SSP dimulai dengan inhalasi droplet yang infeksius. Setelah 2- 4 minggu infeksi

dengan respon imun (-) akan menyebabkan penyebaran hematogen ke seluruh

tubuh. Organ yang tidak termasuk pada sistem RES (otak & meningen). Tubuh

menangkap organism tersebut sehingga terbentuk tuberkel yaitu, makrofag,

limfosit, sel-sel lain yang mengelilingi daerah kaseosa nekrotik. Host dengan

gangguan imunitas menjadi terjadinya proliferasi infeksi primer tuberkuler

sehingga tuberkel pecah dan organisme menyebar ke jaringan. Fokus ‘rich’

tersering pecah di fokus subependima/ sub pial atau fokus intraserebral yang

terbentuk selama penyebaran hematogen M. tuberculosis dan masuk ke rongga

Page 5: Meningitis

5

subarachnoid menjadi meningitis TB. Sumber Meningitis TB kadang-kadang

berasal dari infeksi ekstraneural (vertebra, telinga, sinus mastoid). Host yang

imunokompeten (bayi/<5 thn), focus ‘rich’ pecah bersamaan dengan infeksi

primer sehingga terjadi infeksi pulmonal & meningeal / miliar & meningeal.

Eksudat dasar otak menyebabkan kelumpuhan saraf cranial, dapat terjadi

Hidrosefalus obstruktif, tuberkuloma & oklusi vaskular menyebabkan defisit

neurologis & kejang. Keterlibatan meningen di spinal menyebabkan paraplegia

(spastik atau flasid).

b. Meningitis Bakterial

Patofisiologi meningitis bakterial dapat terjadi karena 1), invasi bakteri ke

pembuluh darah (2), survival dan multiplikasi bakteri (3) karena jumlah bakteri

dalam darah meningkat, bakteri dapat melewati blood–brain barrier (4), dan

menginvasi meningen dan sistem saraf (5). Kemudia, bakteri dapat menyebabkan

peningkatan permeabilitas blood–brain barrier (BBB) 6) dan pleocytosis (7),

Page 6: Meningitis

6

menyebabkan oedema dan meningkatkan tekanan intrakranial (8), dan terjadi

pengeluaran komponen proinflamasi dari infiltrat sel darah putih dan sel host

lainnya (9). Akhirnya, terjadi proses kerusakan sel saraf (10).

6. Faktor Risiko

Faktor risiko yang dapat mempengaruhi meningitis yaitu :

a. Berhubungan dengan waktu & tempat endemis infeksi. Kejadian

meningitis pada lebih dari 3 anak suspek meningitis

meningokokus; jemaah haji satu kloter

b. Kemiskinan

c. Lingkungan hidup yang tidak higienis

d. Malnutrisi

e. Drug abuse, terutama narkoba suntik

f. Seks bebas

g. Imigrasi

h. Riwayat penyakit sebelumnya : HIV

7. Anamnesis

Hal yang harus digali pada anamnesis antara lain gejala klinis klasik seperti

demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk dan gejala tingkat lanjut, seperti penurunan

kesadaran, kejang, muntah, dan tanda defisit neurologis. Onset meningitis TB

biasanya lebih lama daripada meningitis bakterialis yang onsetnya kurang dari 3

hari.

Page 7: Meningitis

7

Riwayat menggunakan narkoba suntik, seks bebas, dan infeksi Human

Immunodeficiency Virus (HIV) sangat membantu dalam menentukan faktor risiko

dari meningitis. Gejala infeksi tuberkulosis berupa demam keringat malam

disertai batuk lama dapat mengarahkan diagnosis meningitis TB. Biasanya

terdapat riwayat infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) pada meningitis

bakterialis. Gejala meningitis viral tidak seberat meningitis bakterialis atau

meningitis TB sehingga kadang-kadang terdiagnosis sebagai influenza biasa.

8. Pemeriksaan Fisik dan Neurologi

Pemeriksaan fisik yang bermanfaat dalam menegakkan diagnosis meningitis

adalah tanda-tanda infeksi secara umum seperti peningkatan suhu tubuh,

penurunan kesadaran atau perubahan tingkat kesadaran, parese saraf otak, tanda –

tanda perangsangan meingen seperti kaku kuduk positif, atau ditemukan adanya

gangguan motorik seperti paralisis atau plegia. Defisit neurologis seperti parese

saraf otak, gangguan motorik atau sensorik menunjukkan adanya komplikasi

vaskulitis/arteritis yang dapat menyebabkan infark. Lesi kulit berupa eksantema

atau ptekiae yang disebut Sindrom Waterhouse sering ditemukan pada infeksi

meningokokus.

9. Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan hitung jenis leukosit pasien meningitis bakterial biasanya

leukositosis, sedangkan hasil hitung jenis leukosit pasien meningitis TB

Page 8: Meningitis

8

limfositosis absolut dan hasil hitung jenis leukosit pasien meningitis viral

limfositosis relatif.

Diagnosis definitif meningitis TB didapatkan dengan ditemukannya basil

tahan asam (BTA) tetapi hasil positifnya sangat sulit dan kultur memerlukan

waktu yang lama. Pewarnaan Ziehl Neelssen positif pada kurang lebih 25% pasien

meningitis TB.

Pemeriksaan foto polos paru dilakukan untuk menemukan tanda infeksi

paru. Gambaran TB paru hanya didapatkan pada kurang lebih 50% pasien

meningitis TB. Foto polos tengkorak dilakukan untuk menemukan tanda

mastoiditis, infeksi sinus nasalis, dan periodontal sebagai fokus infeksi.

Komplikasi infark akibat vaskulitis, perubahan inlaasi perivaskuler, hidrosefalis

dan gambaran hiperintens meningitis TB dapat ditemukan pada pemeriksaan CT

scan.

Penurunan tingkat kesadaran dapat terjadi pada tingkat lanjut. Perubahan

tanda vital yang sering ditemukan adalah suhu febris. Perubahan nadi, respirasi,

dan tekanan darah menujukkan adanya syok septik atau septikemi. Rangsang

meningen terutama kaku kuduk biasanya positif. Defisit neurologis seperti parese

saraf otak, gangguan motorik atau sensorik menunjukkan adanya komplikasi

vaskulitis/arteritis yang dapat menyebabkan infark.

Pemeriksaan penunjang yang paling penting untuk menegakkan adanya

meningitis adalah pemeriksaan cairan serebrospinalis (CSS). Peningkatan jumlah

sel yang bersamaan dengan penurunan kadar glukosa dan peningkatan protein

dapat ditemukan pada CSS. Hal yang harus diperiksa pada analisis CSS, antara

Page 9: Meningitis

9

lain tekanan likuor, warna likuor, kekeruhan likuor, pemeriksaan Nonne dan

Pandy, hitung jenis likuor, kadar glukosa, dan jumla protein dalam likuor.

Perbedaan gambaran likuor dari ketiga agen penyebab meningitis dapat dilihat

pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Gambaran CSS meningitis

Normal Meningitis Viral Meningitis TBMeningitis Bakterialis

Tekanan CSS

70–200 mmH2O

Normal meningkat Meningkat

Warna Jernih Jernih Xantokrom KeruhNonne - - -/+ ++/+++Pandy - - -/+ ++/+++

Sel 0–5/mm3 5–100/mm3 100–500/mm3 1000–10000/mm3

Hitung jenis <5 MN MN>PMN MN>PMN MN<PMNGlukosa >45 mg/dl >45 mg/dl <40 mg/dl 0–40 mg/dlProtein <45 mg/dl <45 mg/dl >75 mg/dl 100–500 mg/dl

10. Diagnosis

10.1 Diagnosis Meningitis Bakterialis

a. Gejala dan tanda klinis: demam, kaku kuduk, penurunan kesadaran.

b. Pemeriksaan CSS:

1. Jumlah sel meningkat, kadang bisa mencapai puluhan ribu

2. Pada hitung jenis biasanya didapatkan predominansi neutrofil, sebagai

tanda infeksi akut. Pada meningitis bakterialis yang sempat diobati

namun tidak sempurna (partially treated) dapat dijumpai predominansi

monosit.

Page 10: Meningitis

10

3. Kadar glukosa CSS rendah, umumnya kurang dari 30% dari kadar

gula darah sewaktu lumbal pungsi dikerjakan.

4. Pewarnaan gram dan kultur umumnya dapat menemukan kuman

penyebab (80% pewarnaan gram mendapatkan kuman penyebab,

keberhasilan kultur tergantung cara transportasi CSS setelah diambil

dan keterampilan laboratorium mikrobiologi untuk menanam bakteri).

5. Jika tersedia, dapat dilakukan pemeriksaan tes aglutinasi latex

terhadap 3 kuman penyebab yang sering atau dilakukan PCR.

c. Kultur darah positif pada 30-80% kasus dan dapat positif sekalipun di dalam

CSS negatif.

d. Pertimbangkan CT scan / MRI pada keadaan-keadaan tertentu yang

berisiko.

e. Pendekatan diagnostik meningitis bakterialis:

1. Segera lakukan pemeriksaan fisik umum dan neurologi pada

kecurigaan meningitis bakterialis untuk menemukan sumber infeksi,

penyakit yang mendasari dan kontraindikasi tindakan LP.

2. Segera ambil darah untuk pemeriksaan rutin dan kultur bakteri.

3. Lakukan pemeriksaan CT scan / MRI jika ada indikasi. Jika

diputuskan akan dilakukan CT scan / MRI, berikan dahulu antibiotika

empirik (sesuai umur dan kecurigaan bakteri penyebab).

Page 11: Meningitis

11

4. Berikan deksametason sebelum atau bersamaan dengan pemberian

dosis pertama antibiotika.

5. Jika LP tertunda, sedapat mungkin LP dilakukan dalam 2-3 jam

setelah pemberian antibiotik agar masih dapat menjumpai bakteri atau

gambaran CSS yang khas.

6. Antibiotika yang diberikan sesuai dengan panduan yang ada.

10.2 Diagnosis Meningitis Viral

a. Pemeriksaan CSS:

1. Secara umum gambaran inflamasi pada CSS lebih ringan daripada

meningitis bakterialis.

2. Hitung jenis menunjukkan predominansi MN, kecuali jika LP

dikerjakan pada 6-24 jam pertama infeksi virus.

3. Kadar glukosa CSS pada umumnya normal (kurang lebih 2/3 dari

kadar glukosa darah sewaktu).

4. Protein seringkali normal, walaupun dapat dijumpai protein yang

meninggi.

5. Kultur virus dan PCR dapat menemukan virus penyebab pada 40-70%

kasus, namun teknisnya sulit dan tidak tersedia di Indonesia.

b. Kultur dari darah, tinja atau apus tenggorok dapat mengeluarkan hasil

positif pada beberapa jenis infeksi virus, namun seringkali harus

Page 12: Meningitis

12

dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi (didapatkan IgM dan/atau

kenaikan titer IgG lebih dari sama dengan 4 kali lipat dalam jangka waktu 4

minggu) untuk memastikan diagnosis.

10.3 Diagnosis Meningitis Tuberkulosa

a. Pasien meningitis TB biasanya mempunyai perjalanan penyakit yang lebih

lama dari meningitis bakteialis. Defisit neurologi fokal seringkali ditemukan

pada pemeriksaan pertama pasien meningitis TB, bahkan dikatakan jika kita

menemukan defisit neurologi fokal pada pasien dengan gejala dan tanda

meningitis, maka kecurigaan pertama kita adalah meningitis TB sampai

dibuktikan yang lain.

b. Pemeriksaan CT scan / MRI menunjukkan adanya hidrosefalus dan

penyangatan meningeal, kadang disertai dengan tuberkuloma atau gambaran

infark menyerupai infark karena stroke.

c. Pemeriksaan CSS:

1. Jumlah leukosit 100-500 /uL, biasanya predominan limfosit.

2. Protein 100-500 mg/dL.

3. Glukosa < 40 mg/dL atau rasio glukosa CSS glukosa darah sewaktu <

50%.

4. Diagnosis definitif didapatkan dengan ditemukannya Basil Tahan

Asam (BTA), namun hasil positifnya sangat sulit dan kultur

memerlukan waktu yang lama. Pewarnaan Ziehl Nielssen positif pada

Page 13: Meningitis

13

kurang lebih 25% pasien. Kultur TB menunjukkan hasil yang

bervariasi tergantung teknik dan jumlah sampel yang dikumpulkan.

5. Beberapa metoda pemeriksaan bakteriologi lain seperti PCR atau

MODS diperkirakan dapat memperpendek waktu untuk mendapatkan

hasil positif, namun tekniknya sulit dan memerlukan peralatan yang

lebih canggih.

6. Gambaran TB paru hanya didapatkan pada kurang lebih 50% pasien

meningitis TB.

7. PPD test positif pada 50-80% kasus, namun pemeriksaan ini tidak

sensitif pada daerah endemis TB seperti di Indonesia.

8. Pasien HIV mempunyai risiko mendapat meningitis TB lebih dari 10

kali dari orang yang tidak menderita HIV. Gambaran klinis dan CSS

meningitis TB pada pasien HIV tidak berbeda secara bermakna

dibanding yang non-HIV.

Kriteria Meningitis TB menurut Ogawa (1987) :

1. Definite: bakteri tahan asam (BTA) ditemukan di LCS (dari

kultur/biopsy/keduanya)

2. Probable :

a. LCS pleositosis

b. Pewarnaan gram dan yeast : negatif

c. Diikuti salah satu dari criteria berikut ini :

Tes tuberculin positif

Page 14: Meningitis

14

Bukti adanya Tuberkulosis diluar SSP atau TB paru aktif, atau

paparan Tuberkulosis yang signifikan sebelumnya

Glukosa LCS : <40 mg%

Protein LCS : >60 mg%

Kriteria Meningitis TB menurut Thwaites (2005) :

1. Definite : klinis meningitis ( kaku kuduk, LCS abnormal) dan BTA di LCS

(mikroskopis) dan/atau kultur positif M. tuberkulosis.

2. Probable : klinis meningitis (kaku kuduk , LCS abnormal) dan minimal 1

dari berikut ini :

a. Curiga TB paru aktif pada rontgen thorax.

b. BTA ditemukan pada sample selain LCS.

c. Bukti klinis adanya TB extra paru.

3. Possible : klinis meningitis (kaku kuduk , LCS abnormal) dan minimal 4

dari criteria berikut :

a. Riwayat TB.

b. LCS predominan limfosit.

c. Lama sakit >5 hari

d. Ratio LCS : gula darah <0.5

e. Gangguan kesadaran.

f. LCS kuning xanthochrom.

g. Tanda neurologis fokal.

Page 15: Meningitis

15

11. Diagnosis banding

Meningitis dan ensefalitis merupakan infeksi sistem saraf pusat (SSP) yang

dapat menimbulkan gejala demam dan nyeri kepala namun kejang dan penurunan

kesadaran lebih dominan pada ensefalitis. Beberapa infeksi ssp memberikan

gambaran klinis seperti abses otak atau empiema subdural. Meningitis dapat

dibedakan apakah gejala terjadi secara akut atau subakut. Gejala akut biasanya

terjadi pada meningitis bakterialis atau meningitis viral, sedangkan gejala subakut

terjadi pada meningitis TB, kriptokokus, atau lues.

12. Penatalaksanaan Meningitis

12.1 Meningitis Bakterialis

Terapi empirik sesuai dengan usia, kondisi klinis dan pola resistensi

antibiotik. Sesuaikan terapi antibiotik segera setelah hasil kultur didapatkan.

Deksametason diberikan sebelum atau bersamaan dengan dosis pertama

antibiotik. Dosis yang dianjurkan 0,15 mg/kgBB (10 mg per pemberian

pada orang dewasa) setiap 6 jam selama 2-4 hari.

Tabel 2. Terapi empirik pada meningitis bakterialisPasien Bakteri penyebab yang sering Antibiotika

Page 16: Meningitis

16

Neonatus Streptokokus grup BListeria monocytogenesE. coli

Ampisilin + sefotaksim.

2 bulan-18 tahun Neisseria meningitidisStreptococcusPneumoniaHemophilus influenza

Seftriakson atauSefotaksim, dapat ditambah vankomisin

18-50 tahun S. pneumoniaN. meningitidis

Seftriakson, dapat ditambahkan vankomisin

>50 tahun S. pneumoniaL. MonocytogenesBakteri gram negatif

Vankomisin, ditambah ampisilin ditambah seftriakson

Pertimbangkan merawat pasien di ruang isolasi, terutama jika

diperkirakan penyebabnya adalah H. influenza atau N. meningitides. Pada

kecurigaan infeksi N. meningitides berikan kemoprofilaksis kepada orang

yang tinggal serumah, orang yang makan dan tidur di tempat yang sama

dengan pasien, orang yang menggunakan sarana umum bersama dengan

pasien dalam 7 hari terakhir, murid yang sekelas dengan pasien dan petugas

kesehatan yang ada kontak langsung dengan secret mulut dan hidung pasien

dalam 7 hari terakhir.

Tabel 3. Rejimen profilaksis pada infeksi N. meningitidisNama obat Dosis sesuai umurRifampin ≤1 bulan: 5mg/kgBB p.o

q12h untuk 2 hari>1 bulan: 10mg/kgBB (maksimum 600mg), p.o q12h untuk 2 hari

Seftriakson ≤12 tahun: 125mg IM dosis tunggal

>12 tahun: 250mg IM dosis tunggal

Siprofloksasin <18 tahun: tidak direkomendasikan

≥18 tahun: 500mg p.o dosis tunggal

12.2 Meningitis TB

Page 17: Meningitis

17

Pengobatan meningitis TB masih mengikuti pola pengobatan TB.

Kortikosteroid dianjurkan untuk diberikan pada setiap kecurigaan meningitis TB,

tanpa memperhatikan stadium penyakit. Pemberian steroid ini terbukti

menurunkan angka kematian, namun tidak mengurangi sekuele meningitis jika

sudah sempat terbentuk defisit neurologi pada perjalanan klinisnya.

Tabel 4. Pengobatan meningitis TBNama Obat Dosis CatatanIsoniazid (H) 2 bulan pertama:

5mg/kg p.o (maksimum 450mg) plus 7bulan: 450mg p.o

Berikan piridoksin 50 mg/hari

Rifampisin (R) 2 bulan pertama: 10 mg/kg p.o (maksimum 600mg) plus 7bulan: 600mg p.o

Paling sering menyebabkan hepatitis

Pirazinamid (Z) 2 bulan pertama: 25mg/kg p.o (maksimum 2 g/hari)

Etambutol (E) 2 bulan pertama: 20mg/kg p.o (maksimum 1,2 g/hari)

Streptomisin (S) 20 mg/kg i.m (maksimum 1 g/hari)

Hanya diberikan pada pasien yang mempunyai riwayat pengobatan TB sebelumnya.

12.3 Meningitis Viral

Meningitis viral seringkali sembuh dengan sendirinya, pengobatan hanya

ditujukan kepada pengobatan simtomatik. Manfaat obat antiviral tidak diketahui

secara pasti.

13. Komplikasi Meningitis

Page 18: Meningitis

18

1. Komplikasi neurologis : edema otak, hidrosefalus, herniasi, vaskulitis,

thrombosis sinus otak, abses/efusi subdural, gangguan pendengaran,

gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada pasien anak, epilepsi.

2. Komplikasi nonneurologi : bronkopneumoni, ISK, dekubitus, kontraktur.

14. Prognosis

Kenaikan tekanan intrakranial dapat dijumpai pada fase akut meningitis

viral tetapi, umumnya meningitis viral dapat sembuh sendiri dalam 3–5 hari.

Prognosis meningitis bakterialis tergantung pada kecepatan mendiagnosis dan

ketepatan pemberian antibiotika. Kematian paling banyak ditemukan pada pasien

yang terinfeksi S. Pneumoniae dan yang mengalami penurunan kesadaran.

Deksametason terbukti menurunkan kematian dan gejala sisia neurologi pada

pasien anak dan dewasa.

Hidrosefalus dan herniasi serebri seringkali menyebabkan kematian pada

meningitis TB. Pemasangan shunt ventrikel sementara atau permanen dapat

menurunkan angka kematian. Mortalits meningitis TB secara umum 30% tetapi

penelitian di Bandung mendapatkan tingkat kematian yang tinggi, yaitu 50% pada

minggu pertama perawatan, dan 67% pada bulan pertama. Pasien yang datang

pada stadium lebih lanjut mempunyai risiko kematian yang lebih besar. Sekuele

neurologi yang dapat dijumpai jika pasien meningitis TB bertahan hidup

bermacam-macam, seperti hemiparesis, paraparesis, hemiplegi, gangguan kognisi,

dan lain-lain. Sekuele ini berhubungan dengan stadium penyakit saat pasien

Page 19: Meningitis

19

masuk dalam perawatan. Outcome pasien meningitis TB berdasarkan stadiumnya

dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Outcome pasien meningitis TB berdasarkan stadium Stadium Angka Kematian Sekuele Neurologis

I <10% MinimalII 20–30 % 40%III 60–70 % Sering didapatkan

15. Rehabilitasi Medik dan Aspek Psikososial

Kecacatan fisik dan mental dapat terjadi pada pasien meningitis sehingga

memerlukan program rehabilitasi yang dilakukan oleh tim rahabilitasi medik,

fisioterapis, okupasi terapis, psikolog, dan petugas sosio medik. Tujuan

rehabilitasi medik yaitu untuk mengoptimalkan kemampuan fungsional pasien

berdasarkan sisa kemampuan yang dimiliki. Diharapkan pasien dapat mandiri dan

kualitas hidupnya akan meningkat. Program rehabilitasi medik dapat dibagi dalam

3 tahap, yaitu:

1. Stadium akut

Kondisi pasien umumnya masih belum stabil. Kesadaran pasien dapat

komposmentis sampai koma, umumnya terdapat gangguan motorik. Pada

kondisi ini rehabilitasi medik preventif dapat dilakukan agar tidak terjadi

komplikasi akibat penyakit utama atau imobilisasi pasien.

2. Stadium pemulihan neurologis

Kondisi pasien telah stabil dan terjadi pemulihan neurologis.

Rehabilitasi medik dilakukan untuk mengendalikan dan mengontrol agar

timbulnya reflex ataupun tonus otot yang tidak berlebihan. Sebagian pasien

Page 20: Meningitis

20

pada umumnya dapat sembuh sempurna dan tidak memerlukan program

rehabilitasi medik.

3. Stadium pemulihan fungsional

Program ini difokuskan pada pelatihan gerakan fungsional yang

bertujuan. Tujuan latihan gerak adalah mempertahankan atau memperbaiki

serta mengembalikan stabilitas sendi dengan melakukan peregangan otot,

tendon, ligamen, dan sampai sendi.

16. Pencegahan Meningitis

16.1 Pencegahan primer

Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko

meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan

melaksanakan pola hidup sehat.

Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian vaksin. Terdapat vaksin

untuk pencegahan meningitis diantaranya yaitu vaksin Haemophilus influenzae

type b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal

polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine (MCV4), dan

MMR (Measles dan Rubella), pemberian vaksin ini dianjurkan diberikan pada

bayi atau anak.

Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian

kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah

dengan penderita. meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem

kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi

Page 21: Meningitis

21

BCG. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene

seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.

16.2 Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat

masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan

perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini

dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik

petugas kesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis.

16.3 Pencegahan tersier

Pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah komplikasi dan kecacatan

akibat meningitis, serta membantu penderita untuk melakukan penyesuaian

terhadap kondisi yang tidak dapat diobati lagi dan mengurangi kemungkinan

dampak neurologis jangka panjang.

Page 22: Meningitis

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Shankar P, Manjunath N, Mohan KK, Shiriniwas MKK, Prasad K, Behari M. Rapid diagnosis of tuberculous meningitis by polymerase chain reaction. Lancet 1991; 337: 5-7.

2. Molavi A, Le-Froch JL. Tuberculous meningitis. Med Clin North Am 1985; 69: 315-31.

3. World Health Organization. Global Tuberculosis Control: Estimated burden of TB in 2005. Available from URL: http://www.who.int/tb/publications/ global_report/2007/xls/global.xls.

4. Ganiem AR. Kapan mencurigai suatu meningitis. In: Basuki A, Dian S, editors. Neurologi dalam praktek sehari-hari. 3rd ed. Bandung: Bagian/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UNPAD Rumah Sakit Hasan Sadikin; 2012. p.7-28.

5. Gunawan D. Mengenal tanda-tanda infeksi susunan saraf pusat. In: Basuki A, Dian S, editors. Neurologi dalam praktek sehari-hari. 3rd ed. Bandung: Bagian/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UNPAD Rumah Sakit Hasan Sadikin; 2012. p.1-6.

6. Ganiem AR, Parwati I, Wisaksana R, Zanden VD, Beek VD, Sturme P, et al. The effect of HIV infection on adult meningitis in Indonesia: a prospective cohort study. AIDS 2009, 23: 2309-16.

7. Dian S. Ensefalitis dan acute demyelinating encephalomyelitis. In: Basuki A, Dian S, editors. Neurologi dalam praktek sehari-hari. 3rd ed. Bandung: Bagian/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UNPAD Rumah Sakit Hasan Sadikin; 2012. p.1-6.