meningitis

44
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi berminggu-minggu hingga berbulan- bulan. Pada banyak kasus, gejala klinik meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi. Meningitis juga dapat dibagi berdasarkan etiologinya. Meningitis bakterial akut merujuk kepada bakteri sebagai penyebabnya. Meningitis jenis ini memiliki onset gejala meningeal dan pleositosis yang bersifat akut. Penyebabnya antara lain Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae. Jamur dan parasit juga dapat menyebabkan meningitis seperti Cryptococcus, Histoplasma, dan amoeba. Meningitis aseptik merupakan sebutan umum yang menunjukkan respon selular nonpiogenik yang disebabkan oleh agen etiologi yang berbeda-beda. Penderita biasanya menunjukkan gejala meningeal akut, demam, pleositosis LCS yang didominasi oleh limfosit. Setelah beberapa pemeriksaan laboratorium, didapatkan peyebab 1

description

nain

Transcript of meningitis

BAB 1PENDAHULUAN 1.1 Latar BelakangMeningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala klinik meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi.Meningitis juga dapat dibagi berdasarkan etiologinya. Meningitis bakterial akut merujuk kepada bakteri sebagai penyebabnya. Meningitis jenis ini memiliki onset gejala meningeal dan pleositosis yang bersifat akut. Penyebabnya antara lain Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae. Jamur dan parasit juga dapat menyebabkan meningitis seperti Cryptococcus, Histoplasma, dan amoeba.Meningitis aseptik merupakan sebutan umum yang menunjukkan respon selular nonpiogenik yang disebabkan oleh agen etiologi yang berbeda-beda. Penderita biasanya menunjukkan gejala meningeal akut, demam, pleositosis LCS yang didominasi oleh limfosit. Setelah beberapa pemeriksaan laboratorium, didapatkan peyebab dari meningitis aseptik ini kebanyakan berasal dari virus, di antaranya Enterovirus, Herpes Simplex Virus (HSV).Pada referat ini akan dibahas mengenai meningitis bakterialis. Meningitis bakterialis merupakan penyakit yang mengancam jiwa disebabkan oleh infeksi lapisan meningen oleh bakteri. Insidensi meningitis bakterialis di Amerika Serikat sudah menurun sejak diterapkannya penggunaan rutin vaksin Haemophilus influenzae tipe B (HIB). Umumnya penderita berusia di bawah 5 tahun dan pada 70% kasus terjadi pada anak-anak usia 2 tahun

1.2 Tujuan1.2.1 Tujuan UmumTujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui dan mmemahami konsep penyakit meningitis dan asuhan keperawatan pada sistem persarafan dengan penyakit Meningitis.

1.2.2 Tujuan Khusus1. Mengetahui dan memahami Definisi, Klasifikasi, Etiologi, Pathway, Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Komplikasi, Penatalaksanaan, Pemeriksaan Diagnostik, Pemeriksaan Laboratorium dari penyakit Meningitis.2. Mengetahui dan memahami Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi sampai Evaluasi dari Asuhan Keperawatan pada Sistem Persarafan dengan Penyakit Meningitis.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi MeningitisGambar 2.1 Anatomi MeningenMeningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi kapita selekta,1996).Meningitis adalah suatu inflamasi di arachnoid dan piamater pada otak dan spinal cord, yang disebabkan oleh infeksi pada cairan serebrospinal (Lewis, 2005).Meningitis adalah suatu inflamasi di piameter , arakhnoid dan subararakhnoid infeksi biasanya menyebabkan meningitis dan chemical meningitis juga dapat menjadi meningitis bisa akut atau kronik yang disebabkan karena bakteri,virus, jamur atau parasit. (Lemone. 2004). Meningitis adalah inflamasi meningen yang juga dapat menyerang arakhonoid dan subarakhonoid, infeksi menyebar sampai subarakhonoid melalui cairan serebrospinal sekitar otak dan spinal cord (Joyce M black,2005).

2.2. Klasifikasi1. Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)

Gambar 2.2 bakteri StreptococcusSering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernafasan. Jenis organisme yang sering menyebabkan meningitis bacterial adalah streptokokus pneumonia dan neisseria meningitis.Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial yang sering terjadi pada daerah penduduk yang padat, spt: asrama, penjara.Klien yang mempunyai kondisi seperti : otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis . Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, seperti : AIDS dan defisiensi imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat.Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.2. Meningitis Virus (Meningitis aseptic)

Gambar 2.3 Virus VariselaMeningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler.Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps, herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.3. Meningitis Jamur

Gambar 2.4 Jamur CryptococcalMeningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental.2.3. Manifestasi KlinikManifestasi klinik Pada dewasa yaitu :1. Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku.2. Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor.3. Sakit kepala4. Sakit pada otot-otot5. Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien6. Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI7. Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan bisa terjadi hemipareses, hemiplegia, dan penurunan tonus otot.8. Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak terdapat pada virus meningitis.9. Nausea10. Vomiting11. Demam12. Takikardia13. Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau hiponatremia14. Pasien merasa takut dan cemas.Manifestasi klinik pada anak-anak/remaja1. Demam tinggi2. Sakit kepala berat3. Nausea4. Vomiting5. Kekakuan leher6. Sensitive terhadap cahaya7. Mengatuk/sulit bangun8. Ruam kulit (pada kasus meningococcal meningitis)9. Bingung10. Kejang11. Berkurang/hilang kesadaran.Manifestasi klinik pada bayi :1. Iritasi2. Tangisan melengkung (nada tinggi)3. Anoreksia4. Vomiting5. Febris6. Kejang7. Ubun agak membesar8. (Terdapat soft spot pada tengkorak) atau leher kaku (lebih jarang).

2.4. Etiologi1. BakteriMerupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang secara umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah:a. Haemophillus influenzab. Nesseria meningitides (meningococcal)c. Diplococcus pneumoniae (pneumococcal)d. Streptococcus, grup Ae. Staphylococcus aureusf. Escherichia colig. Klebsiellah. Proteusi. Pseudomonas2. VirusMerupakan penyebab sering lainnya selain bakteri. Infeksi karena virus ini biasanya bersifat self-limitting, dimana akan mengalami penyembuhan sendiri dan penyembuhan bersifat sempurna. Beberapa virus secara umum yang menyebabkan meningitis adalah:a. Coxsacqyb. Virus herpesc. Arbo virusd. Campak dan varicela3. JamurKriptokokal meningitis adalah serius dan fatal. Bentuk penyakit pada pasien HIV/AIDS dan hitungan CD< 200.Candida dan aspergilus adalah contoh lain jamur meningitis.2.5. PatofisiologiMeningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.

2.6. Pathway

Faktor2 predisposisi : ISPA,otitis media,matoiditis,anemia sel sabit,dan hemoglobinopatis lain,prosedur bedah saraf baru,trauma kepala,dan pengaruh imunologis

Invasi kuman ke jaringan serebralvia saluran vena nasovaring posterior,telinga bagian tengah, dan saluran mastoid

Reaksi peradangan jaringan serebral

hipoperfusiGg.metabolism serebralEksudat meningen

Thrombus daerah korteks dan aliran darah serebral

Kerusakan adrenal,kolaps sirkulasi, kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah

Infeksi/septikimia jaringan otak

Iritasi meningen

Perubahan fisiologis intrakranialSakit kepala & demam

3.Hipertermi7.NyeriPeningkatan permealitas darah otakEdema serebral & peningkatan TIK

Bradikardia Perubahan sist.Pernafasan : cheyne stokesPerubahan gastrointestinalPerubahan tingkat kesadaran. Perubahan perilaku disorientasi fotofobia peSekresi ADHAdhesiKelumpuhan sarafPenekanan rasa fokal kortikal

MualmuntahRagiditas nukal,tanda kerning (+),tanda brudzinski

4.ketidakefektifan pola pernapasan5.ketidakefektifan jalan nafaskoma

6.resiko deficit cairankematiankejang

11.Takut12.kecemasan

Pe permeabilitas kapiler dan retensi cairanKelemahan fisik 8.Resiko injuryProsedur invasive, lumbal fungsi

9.Resiko berlebihnya volume cairan10.Gg. ADL

1.perubahan perfusi jar.otak2.resiko Gg.perfusi perifer

Gambar 2.5 Patofisiologi Meningitis (Modifikasi Arif Muttaqin, 2005 dari berbagai sumber)2.7. Komplikasi1. Hidrosefalus obstruktif2. Meningococcal Septicemia ( mengingocemia )3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )5. Efusi subdural6. Kejang7. Edema dan herniasi serebral8. Cerebral palsy9. Gangguan mental10. Gangguan belajar11. Attention deficit disorder2.8. Penatalaksanaan medisPenatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis, secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis meliputi : Pemberian antibiotic yang mampu melewati barier darah otak keruang subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri. Biasanya menggunakan sefaloposforin generasi ke empat sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar pemberia antimikroba lebih efektif digunakan.Obat anti infeksi (meningitis tuberkola)1. Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24jam, oral 2xsehari maksimal 500mg selama 1tahun.2. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24jam, oral 1xsehari selama 1 tahun.3. Streptomisin sulfat 20-40mg/kgBB/24jam, IM 1-2xsehari selama 3 bulan.Obat anti infeksi (meningitis bakterial)1. Sefalosporin generasi ketiga2. Amfisilin 150-200mg (400mg)/kgBB/24jam, IV 4-6xsehari3. Kloramfenikol 50mg/kgBB/24jam IV 4xsehariPengobatan asimtomatik1. Antikonvulsi, diazepam IV 0,2-0,5 mg/kgBB/dosis atau rectal 0,4-0,6 mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24jam 3xsehari atau fenobarbital 5-7mg/kgBB/24jam 3xsehari2. Antipiretik : paracetamol/asam salisilat 10mg/kgBB/dosis3. Antiedema serebri : diuretic osmotic (seperti monitol) dapat digunakan untuk mengobati edema serebri4. Pemenuhan oksigenasi dengan O25. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik : pemberian tambahan volume cairan intravena.2.9. Pemeriksaan DiagnostikPemeriksaan diagnostic pada klien meningitis meliputi laboratorium klinik rutin (Hb, leukosit, LED, trombosit, retikulosit, glukosa). Pemeriksaan faal hemostasis diperlukan untuk mengetahui secara awal adanya DIC. Serum elektrolit dan serum glukosa di nilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremia.2.10. Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisis cairan otak. Lumbal fungsi tidak bisa dikerjakan pada klien dengan peningkatan TIK. Analisis cairan otak diperiksa untuk mengetahui jumlah sel, protein dan konsentrasi glukosa. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya, kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada klien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.Untuk spesifik mengetahui jenis mikroba, maka organism penyebab infeksi dapat di indentifikasi melalui kultur kuman pada cairan serebrospinal dan darah. Counter immune electrophoresis (CIE) digunakan secara luas untuk mendeteksi antigen bakteri pada cairan tubuh, umumnya cairan serebrospinal dan urine.Pemeriksaan lainnya adalah sesuai klinis meliputi foto rontgen paru, CT-scan kepala, CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema serebri atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah parah.

Gambar 2.6 CT-Scan meningitis

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT MENINGITIS3.1 Pengkajian3.1.1 Pengumpulan Data1. Identitas kliena. Namab. Umurc. Jenis Kelamind. Status maritale. Pendidikanf. Pekerjaang. Agamah. Suku Bangsai. Tanggal masuk RSj. Tanggal Pengkajiaank. Diagnosa Medisl. Alamat2. Identitas Penanggung Jawaba. Namab. Umurc. Jenis Kelamind. Pekerjaane. Alamatf. Hubungan dengan klien 3. Riwayat penyakit / keluhan utamaMuntah, gelisah nyeri kepala, letargi, lelah, apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.4. Riwayat penyakit dahuluPengkajian penyakit yang pernah di alami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit, dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya. Riwayat sakit TB perlu ditanyakan pada klien teruama apabila ada keluhan batuk produktf dan pernah menjalani pengobatan obat anti tubekulosis yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberkola, pengkajian pengobatan yang sering di gunakan klien, seperti pemakaian obat kortikosteroid, pemakaian jenis-jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotik) dapat menambah konprehensifnya pengkajian. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.5. Riwayat PerkembanganKelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras atau tidak.Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku.Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.Keluhan sakit perut.6. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa TTV (tanda-tanda vital). Pada klien meningitis biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal yaitu : 38-41C, di mulai dari fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini di hubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernafasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada system pernafasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah biasanya nrormal atau meningkat karena tanda-tanda peningkatan TIK.Pemeriksaan per sistem (B1-B6) pada kasus meningitisa. B1 (Breathing)Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot-otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering di dapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya gangguan pola system pernapasan.Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila terdapat deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi plura massif (jarang terjadi pada klien meningitis).Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.b. B2 (Blood)Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami renjatan (syok). Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% klien dengan meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda septikimia, demam tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ektremitas) syok dan tanda-tanda koagulasi intravaskuler diseminata (disseminated intravascular koagulan-DIC). Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksic. B3 (Brain)Pengkajian merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan pada pengkajian sebelumnya.1) Tingkat kesadaranKualitas kesaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system persarafan. Beberapa system digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan kesadaran.Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan keperawatan

2) Fungsi serebriStatus mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang ada pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.3) Pemeriksaan saraf cranial

Gambar 3.1 sistem koordinasi persarafan pada meningitisa) Saraf IBiasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.b) Saraf IITes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subduralyang menyebabjan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama.c) Saraf III,IV dan VPemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang tidak disertai penurunan kesadarn biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu kesadarn, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alas an yang tidak diketahui, klien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.

d) Saraf VPada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan reflex kornea biasanya tidak ada kelainan.e) Saraf VIIPersepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetrisf) Saraf VIIITidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsig) Saraf IX dan XKemampuan menelan baikh) Saraf XITidak ada atrofi otot stenokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari klien untuk melakukan fiksasi leher dan kaku kuduk (rigiditas nukal).i) Saraf XII Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi, indra pengecapan normal.4) Sistem motorikKekuatan otot menurun, control keseimbangan dan koodinasi pada meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.5) Pemeriksaan reflexPemeriksaan reflex dalam, pengetukn pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat reflex pada respons normal. Reflex patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya reflex babinski (+) merupakan tanda adanya lesi UMN.6) Gerakan involunterTidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikol yang peka.7) Sistem sensorikPemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri dan sushu normal, tidak ada pemeriksaan abnormal dipermukaan tubuh, sensasi proprioseptifdan diskriminatif normal.Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang berhubungan dengan peningkatan TIK. Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebri terdiri atas perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulse dan bradikardia), pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran.Adanya ruam merupakan salah satu cirri yang menyolok pada meningitis meningokokal (neisseria meningitis). Sekitar setengah dan semua klien dengan tipe meningitis mengalami lesi-lesi pada kulit diantaranya ruang petekia dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah yang luas.Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut adalah ragiditas nukal, tanda kernig (+) dan adanya tanda brudzinski. Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.Tanda kernig positif : ketika klien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kea rah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.Tanda brudzinski : tanda ini didapatkan apabila leher klien difleksikan, maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul, bila dilakukan fleksi pasif pada ektremitas bahwa pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.

d. B4 (Bladder)Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume haluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjale. B5 (Bowel)Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.f. B6 (Bone)Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan kaki). Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah dan ekstremitas. Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari-hari (ADL).7. Riwayat Kesehatan Sekaranga. AktivitasGejala :Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan,gerakan involunter.b. SirkulasiGejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK.Tanda:tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, takikardi, disritmia.c. EliminasiTanda:Inkontinensi dan atau retensi.d. Makanan/cairanGejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.e. HigyieneTanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.f. NeurosensoriGejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena,kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda:letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki. Tes Kernig dalam pengkajian meningitisg. Nyeri/keamananGejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.h. PernafasanGejala : riwayat infeksi sinus atau paru.Tanda : peningkatan kerja pernafasan.

3.2 Diagnosa Keperawatan1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak.2. Resiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intracranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri.3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, penurunan kemampuan batuk, dan perubahan tingkat kesadaran.4. Ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran, depresi pusat nafas di otak.5. Gangguan perfusi jaringan perifer yang berhubungan dengan infeksi meningokokus.6. Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.7. Hipertermia yang berhubungan dengan inflamasi pada meningen dan peningkatan metabolism umum8. Resiko tinggi deficit cairan tubuh yang berhubungan dengan muntah dan demam.9. Resiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik10. Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan adanya kejang berulang, fiksasi kurang optimal.11. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik umum.12. Resiko tinggi koping individu dan keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan psiko-sosial, perubahan persepsi kognitif, perubahan actual dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan, dan merasa tidak ada harapan.13. Cemas yang berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit dan perubahan kesehatan.3.3 Intervensi1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otakData penunjang :Malaise, pusing,nausea, muntah, iritabilitas, kejang, kesadaran menurun bingung, delirium, koma. Perubahan reflex-refleks, tanda-tanda neurologis, fokal pada meningitis, tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial (bradikardia, tekanan darah meningkat), nyeri kepala hebat.TujuanDalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi perfusi jaringan otak meningkatEvaluasi :a. Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadarb. Disorientasi negativec. Konsentrasi baikd. Perfusi jaringan dan O2 baike. Tanda-tanda vital dalam batas normalf. Dan syok dapat dihindari.Rencana TindakanINTERVENSIRASIONALISASI

Monitor klien dengan ketat terutama setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien berbaring minimal 4-6 jam setelah lumbal pungsi.Untuk mencegah nyeri kepala yang menyertai perubahan tekanan intracranial.

Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial selama perjalanan penyakit (nadi lambat, tekanan darah meningkat, kesadaran menurun, napas ireguler, reflex pupil menurun, kelemahan).Untuk mendeteksi tanda-tanda syok, yang harus dilaporkan ke dokter untuk intervensi awal.

Monitor tanda-tanda vital dan neurologis tiap 5-30 menit. Catat dan laporkan segera perubahan-perubahan tekanan intracranial ke dokterPerubahan-perubahan ini menandakan ada perubahan tekanan intracranial dan penting untuk intervensi awal.

Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan-gerakan klien, anjurkan untuk tirah baringUntuk mencegah peningkatan tekanan intracranial.

Tinggikan sedikit kepala klien dengan hati-hati, cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi leher.Untuk mengurangi tekanan intracranial.

Bantu seluruh aktifitas dan gerakan-gerakan klien. Beri petunjuk BAB (jangan enema). Anjurkan klien untuk menghembuskan nafas dalam bila miring dan bergerak di tempat tidur. Cegah posisi fleksi pada lutut.Untuk mencegah ketegangan otot yang dapat menimbulkan peningkatan tekanan intracranial

Waktu prosedur perawatan disesuaikan dan diatur tepat waktu dengan periode relaksasi, hindari rangsangan lingkungan yang tidak perluUntuk mencegah eksitasi yang merangsang otak yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan kejang.

Beri penjelasan kepada keadaan lingkungan pada klien.Untuk mengurangi disorientasi dan untuk klarifikasi persepsi sensorik yang terganggu

Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap gangguan motorik, sensorik, dan intelektualUntuk merujuk ke rehabilitasi

Kolaborasi pemberian steroid osmoticUntuk menurunkan tekanan intracranial.

30

2. Resiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intracranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebriTujuanTidak terjadi peningkatan TIK pada klien dalam waktu 3x24 jamEvaluasi :a. Klien tidak gelisahb. Klien tidak mengeluh nyeri kepalac. Mual-mual dan muntahd. GCS : 4,5,6e. Tidak terdapat papiledemaf. TTV dalam batas normalRencana Tindakan INTERVENSIRASIONALISASI

MandiriKaji faktor penyebab dari situasi/ keadaan individu/penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji sattus neurologis/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan

Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jamSuatu keadaan normal bila sirkulasi serebri terpelihara dengan bak atau fluktuasi di tandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari otoregulator kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi local vaskularisasi darah serebri. Dengan peningkatan tekanan darah intracranial. Adanya peningkatan tekanan darah, bradikardia, disritmia, dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.

Evaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman, dan reaksi terhadap cahayaReaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan saraf jika batang otak terkoyak. Reaksi pupil di atur oleh saraf ketiga cranial (okulomorik) yang menunjukkan keutuhan batang otak, ukuran pupil menunjukkan keseimbangan antara parasimpatis dan simpatis. Respons terhadap cahaya merupakan kombinasi fungsi dari saraf cranial II dan III.

Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.Panas merupakan reflex dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolism dan O2 akan menunjang peningkatan TIK.

Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan penggunaan yang tinggi pada kepala.Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularisdan menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada vena serebri), sehingga dapat meningkatkan tekanan intrakranial

Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedurTindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan kumulatif.

Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti masase(massage) punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah, dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduhMemberikan suasana yang tenang (colming effect) dapat mengurangi respons psikologis dan memberikan istirahat untuk pertahankan TIK yang rendah

Cepat/hindari terjadinya valsava maneuverMengurangi tekanan intratorakal dan intraabdominal sehingga menghindari peningkatan TIK

Bantu klien jika batuk, muntahAktivitas ini dapat meningkatkan intratorakal dan intraabdominal yang dapat meningkatkan tekanan TIK

Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hariTingkah laku non verbal ini dapat merupakan indikasi peningkatan TIK atau memberikan reflex nyeri (klien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal), nyeri yang tidak menurun dapat meningkatkan TIK.

palpasi pada pembesaran/pelebaran kandung kemih, pertahankan drainase urine secara paten jika digunakan dan juga monitor adanya konstipasiDapat meningkatkan respons automatic yang potensial meningkatkan TIK.

Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga tentang sebab-akibat TIK meningkatMeningkatkan kerjasama dalam meningkatkan perawatan dan mengurangi kecemasan klien.

Observasi tingkat kesadaran dengan GCSPerubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit

Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasiMeurunkan hipoksemia dapat meningkatkan vasodilatasi serebri, volume darah, dan menurunkan TIK

Berikan cairan intravena sesuai dengan yang di indikasikanPemberian cairan IV apat menurunkan edema serebri, peningkatan minimum pada pembuluh darah, dapat menurunkan tekanan darah dan TIK.

Berikan obat osmotic diuresis seperti monitol, furosid Diuretic dapat digunakan pada fase akut untuk mengalirkan cairan dari sel otak serta menurunkan edema serebri dan TIK.

Berikan steroid seperti deksametason, metilprednisolonUntuk menurunkan imflamasi (radang), mengurangi edema jaringan

Berikan analgetik narkotik seperti kodeinMungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negative pada TIK tetapi dapt digunakan dengan tujuan untuk mencegah dan menurunkan sensasi nyeri

Berikan antipiretik seperti asetaminofenMenurunkan metabolism serebri oksigen

Monitor hasil laboratorium sesuai dengan indikasi seperti prothrombinMembantu memberikan informasi tentang efektivitas pemberian obat.

3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, penurunan kemampuan batuk, dan perubahan tingkat kesadaranTujuan:Dalam waktu 3x24 jam setelah di berikan tindakan, jalan nafas kembali efektif.Evaluasi :Secara subyektif sesak nafas (-), frekuensi nafas 16-20x/menit, tidak menggunakan otot bantu nafas, retraksi ICS (-), ronkhi(-/-), mengi(-/-), dapat mendemostrasikan cara batuk efektifRencana Tindakan INTERVENSIRASIONALISASI

Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori, warna dan kekentalan sputumMemantau dan mengatasi komplikasi potensial, pengkajian fungsi pernafasan dengan interval yang teratur adalah penting karena pernafasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan, akibat adanya kelemahan atau paralisis pada otot-otot interkostal dan diafragma berkembang dengan cepat

Atur posisi fowler dan semi fowlerPeninggian kepala tempat tidur memudahkan pernafasan, meningkatkan ekspansi dada dan meningkatkan batuk lebih efektif

Ajarkan cara batuk efektifKlien berada pada resiko tinggi bila tidak dapat batuk dengan efektif untuk membersihkan jalan nafas dan mengalami kesulitan dalam menelan, sehingga menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan gagal napas akut

Lakukan fisioterapi dada, vibrasi dadaTerapi fisik dada membantu meningkatkan batuk lebih efektif

Penuhi hidrasi cairan via oral seperti minum air putih dan pertahankan asupan cairan 2500ml/hariPemenuhan cairan dapat mengencerkan mucus yang kental dan dapat membantu pemenuhan cairan yang banyak keluar dari tubuh.

Lakukan pengisapan lender dijalan napasPengisapan mungkin perlu di lakukan untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas menjadi bersih

4. Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otakTujuan :Dalam waktu 3x24 jam keluhan nyeri berkurang/rasa sakit terkendaliEvaluasi :Klien dapat tidur dengan tenang, wajah rileks, dank lien memverbalisasikan penurunan rasa sakit.IntervensiRasionalisasi

Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenangMenurunkan reaksi terhadap rangsangan eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan klien untuk beristirahat

Kompres dingin (es) pada kepalaDapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak

Lakukan penatalaksanaan nyeri dengan metode distraksi dan relaksasi nafas dalamMembantu menurunkan (memutuskan) stimulasi sensasi nyeri

Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hatiDapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan nyeri/rasa tidak nyaman

Kolaborasi pemberian analgesicMungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan : narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk dikaji.

5. Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan adanya kejang berulang, fiksasi kurang optimalTujuan :Dalam waktu 3x24 jam perawatan, klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaranEvaluasi :Klien tidak mengalami cedera apabila ada kejang berulangRencana tindakanIntervensiRasionalisasi

Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut, dan otot-otot muka lainnyaGambaran iritabilitas system saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Persiapan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat klienMelindungi klien bila kejang

Pertahankan bedrest total selama fase akutMengurangi resiko jatuh/cedera jika terjadi vertigo dan ataksia

Kolaborasi pemberian terapi : diazepam, fenobarbitalUntuk mencegah atau mengurangi kejang.Catatan : fenobarbital dapat menyebabkan depresi pernapasan dan sedasi

BAB IVPENUTUP4.1. KesimpulanSecara khusus meningen menyelimuti otak dan medulla spinalis. Selaput otak terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu dua mater, arakhnoid, dan pia meter. Dua mater terdiri atas lapisan yang berfungsi kecuali di dalam tulang tengkorak,dimana lapisan terluarnya melekat pada tulang dan terdapat sinus venosus.Fals serebri adalah lapisan vertical dura meter yang memisahkan kedua hemisfer serebri pada garis tengah. Tentoriu serebri adalah ruang horizontal dari dura meter yang memisahkan lobus oksipitalis dari serebellum. Arakhnoid merupakan membrane lembut yang bersatu di tempatnya dengan pia meter, di antaranya terdapat ruang subarachnoid dimana terdapat arteri dan vena serebri dan di penuhi oleh cairan serebrospinal. Sisterna magna adalah bagian terbesar dari ruang subarachnoid di sebelah belakang otak belakang, memenuhi celah di antara serebellum dan medulla oblongata.4.2. Saran-saranMudah-mudahan dengan adanya makalah ini kita semua dapat memperkaya pengetahuan kita, terutama tentang ilmu konsep dasar dan asuhan keperawatan dengan meningitis dan semoga dapat bermanfaat dalam meningkatkan asuhan keperawatan di instansi kesehatan.Kami sebagai penulis mengharapkan umpan balik yang membangun demi penyempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKAMuttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.Doenges, Marilyn E, dkk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa, N Made Sumarwati. Editor Edisi Bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin Asih. Ed.3. Jakarta : EGC.Harsono.(1996).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Alih Bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor Edisi Bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.Tucker, Susan Martin et al. Patient Care Standards : Nursing Process, Diagnosis, And Outcome. Alih Bahasa Yasmin Asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998.Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994.Long, Barbara C. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan; 1996.