Menikahi Wanita Yang Sedang Hamil

download Menikahi Wanita Yang Sedang Hamil

of 3

Transcript of Menikahi Wanita Yang Sedang Hamil

  • 8/3/2019 Menikahi Wanita Yang Sedang Hamil

    1/3

    MENIKAHI WANITA YANG SEDANG HAMIL

    Untuk menghindari aib maksiat hamil di luar nikah, terkadang orang justru sering menutupinyadengan maksiat lagi yang berlipat-lipat dan berkepanjangan. Bila seorang laki-laki menghamili

    wanita, dia menikahinya dalam keadaan si wanita sedang hamil atau meminjam orang untuk menikahi-nya dengan dalih untuk menutupi aib, nah apakah pernikahan yang mereka lakukan itusah dan apakah anak yang mereka akui itu anak sah atau dia itu tidak memiliki ayah ? Mari kitasimak pembahasannya !!

    Status Nikahnya :

    Wanita yang hamil karena perbuatan zina tidak boleh dinikahkan, baik dengan laki-laki yangmenghamilinya atau pun dengan laki-laki lain kecuali bila memenuhi dua syarat :*1

    Pertama; Dia dan si laki-laki taubat dari perbuatan zinanya.*2 Hal ini dikarenakan Allah Subhanahuwa Ta'ala telah mengharamkan menikah dengan wanita atau laki-laki yang berzina, Dia Subhanahuwa Ta'ala berfirman,

    Artinya Laki-laki yang berzina tidak mengawini, kecuali perempuan yang berzina, atau perempuanyang musyrik dan perempuan yang berzina tidak dikawini, melainkan oleh laki-laki yang berzinaatau laki-laki musyrik dan yang demikian itu, diharamkan atas orang-orang yang mumin.3

    Syaikh Al-Utsaimin berkata, Kita mengambil dari ayat ini satu hukum yaitu haramnya menikahiwanita yang berzina dan haramnya menikahkan laki-laki yang berzina, dengan arti, bahwaseseorang tidak boleh menikahi wanita itu dan si laki-laki itu tidak boleh bagi seseorang (wali)menikahkannya kepada putri-nya.4

    Bila seseorang telah mengetahui, bahwa pernikahan ini haram dilakukan namun dia memaksakandan melang-garnya, maka pernikahannya tidak sah dan bila melakukan hubungan, maka hubunganitu adalah perzinah-an.5 Bila terjadi kehamilan, maka si anak tidak dinasabkan kepada laki-laki ituatau dengan kata lain, anak itu tidak memiliki bapak.6 Orang yang menghalalkan pernikahansemacam ini, padahal dia tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengharamkannya, makadia dihukumi sebagai orang musyrik. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,Artinya, Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan (sekutu) selain Allah yangmensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? 7

    Di dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan orang-orang yang membuat syariat bagihamba-hamba-Nya sebagai sekutu, berarti orang yang menghalalkan nikah dengan wanita pezinasebelum taubat adalah orang musyrik.*8

    Namun, bila sudah bertaubat, maka halal menikahinya, tentunya bila syarat ke dua berikutterpenuhi.*9

    Ke dua : Dia harus beristibra (menu-nggu kosongnya rahim) dengan satu kali haidl, bila tidak hamil, dan bila ternyata hamil, maka sampai melahir-kan kandungannya.*10

    Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda :

    Artinya, Tidak boleh digauli (budak) yang sedang hamil, sampai ia melahir-kan dan (tidak bolehdigauli) yang tidak hamil, sampai dia beristibra dengan satu kali haid.*11

    Di dalam hadits di atas, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang menggauli budak daritawanan perang yang sedang hamil sampai melahirkan dan yang tidak hamil ditunggu satu kalihaidl, padahal budak itu sudah menjadi miliknya.

    Juga sabdanya Shallallaahu alaihi wa Sallam :Artinya, Tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dia menuangkan air (maninya) pada semaian orang lain.*12

  • 8/3/2019 Menikahi Wanita Yang Sedang Hamil

    2/3

    Mungkin sebagian orang mengata-kan, bahwa yang dirahim itu adalah anak yang terbentuk dari air mani si laki-laki yang menzinainya yang hendak menikahinya. Jawabnya adalah apa yang dikatakanoleh Al Imam Muhammad Ibnu Ibrahim Al Asyaikh , Tidak boleh menikahi-nya sampai dia taubatdan selesai dari iddahnya dengan melahirkan kandung-annya, karena perbedaan dua air (mani),najis dan suci, baik dan buruk dan karena bedanya status menggauli dari sisi halal dan haram. 13

    Ulama-ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah menga-takan, Dan bila dia (laki-lakiyang menzinainya setelah dia taubat) ingin menikahinya, maka dia wajib menung-gu wanita itu

    beristibra dengan satu kali haidl sebelum melangsungkan akad nikah dan bila ternyata dia hamil,maka tidak boleh melangsungkan akad nikah dengannya, kecuali setelah dia melahirkankandungannya, berdasar-kan hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam yang melarang seseorangmenuangkan air (maninya) di persemaian orang lain.14

    Bila seseorang nekad menikahkan putrinya yang telah berzina tanpa beristibra terlebih dahulu,sedangkan dia tahu bahwa pernikahan itu tidak boleh dan si laki-laki serta si wanita jugamengetahui bahwa itu adalah haram, maka pernikahannya itu tidak sah. Bila keduanya melakukanhubung-an badan maka itu adalah zina. Dia harus taubat dan pernikahannya harus diulangi, bilatelah selesai istibra dengan satu kali haidh dari hubungan badan yang terakhir atau setelahmelahirkan.

    Status Anak Hasil Hubungan di Luar Nikah.

    Semua madzhab yang empat (Madzhab Hanafi, Malikiy, Syafii dan Hambali) telah sepakat bahwaanak hasil zina itu tidak memiliki nasab dari pihak laki-laki, dalam arti dia itu tidak memiliki bapak,meskipun si laki-laki yang menzinahinya dan yang mena-burkan benih itu mengaku bahwa dia ituanaknya. Pengakuan ini tidak dianggap, karena anak tersebut hasil hubungan di luar nikah. Didalam hal ini, sama saja baik si wanita yang dizinai itu bersuami atau pun tidak bersuami.15 Jadianak itu tidak berbapak.

    Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam :Artinya Anak itu bagi (pemilik) firasy dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan

    penyesalan). 16

    Firasy adalah tempat tidur dan di sini maksudnya adalah si istri yang pernah digauli suaminya atau budak wanita yang telah digauli tuannya, keduanya dinamakan firasy karena si suami atau si tuanmenggaulinya atau tidur bersamanya. Sedangkan makna hadits tersebut yakni anak itu dinasab-kankepada pemilik firasy. Namun karena si pezina itu bukan suami maka anaknya tidak dinasabkan

    kepadanya dan dia hanya mendapatkan kekecewaan dan penyesalan saja.17Dikatakan di dalam kitab Al-Mabsuth, Seorang laki-laki mengaku berzina dengan seorang wanita

    merdeka dan (dia mengakui) bahwa anak ini anak dari hasil zina dan si wanita membenarkannya,maka nasab (si anak itu) tidak terkait dengannya, berdasarkan sabda Rasulullah n :

    Artinya Anak itu bagi pemilik firasy, dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan) 18

    Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah menjadikan kerugian dan penyesalan bagi si laki-laki pezina, yaitu maksudnya tidak ada hak nasab bagi si laki-laki pezina, sedangkan penafian

    (peniadaan) nasab itu adalah murni hak Allah Subhanahu wa Ta'ala.19

    Ibnu Abdil Barr berkata, Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, Dan bagi laki-laki pezinaadalah batu (kerugian dan penyesalan) Maka beliau menafikan (meniadakan) adanya nasab anak zina di dalam Islam. 20

    Oleh karena itu anak hasil zina itu tidak dinasabkan kepada laki-laki yang berzina maka :

    Anak itu tidak berbapak.

  • 8/3/2019 Menikahi Wanita Yang Sedang Hamil

    3/3

    Anak itu tidak saling mewarisi de-ngan laki-laki itu.

    Bila anak itu perempuan dan di kala dewasa ingin menikah, maka walinya adalah wali hakim,karena dia itu tidak memiliki wali.

    Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda,

    Artinya Maka sulthan (pihak yang berwenang) adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali21

    Satu masalah lagi yaitu bila si wanita yang dizinahi itu dinikahi sebelum beristibra dengan satu kalihaidh, lalu digauli dan hamil terus melahirkan anak, atau dinikahi sewaktu hamil, kemudian setelahanak hasil perzinahan itu lahir, wanita itu hamil lagi dari pernikahan yang telah dijelaskan di muka

    bahwa pernikahan ini adalah haram atau tidak sah, maka bagaimana status anak yang baru terlahir itu ?

    Bila si orang itu meyakini bahwa pernikahannya itu sah, baik karena taqlid kepada orang yangmemboleh-kannya atau dia tidak mengetahui bahwa pernikahannya itu tidak sah, maka status anak yang terlahir akibat pernikahan itu adalah anaknya dan dinasabkan kepadanya, sebagaimana yangdiisyaratkan oleh Ibnu Qudamah tentang pernikahan wanita di masa iddahnya di saat mereka tidak mengetahui bahwa pernikahan itu tidak sah atau karena mereka tidak mengetahui bahwa wanita itusedang dalam masa iddahnya, maka anak yang terlahir itu tetap dinisbatkan kepada-nya padahal

    pernikahan di masa iddah itu batal dengan ijma para ulama, berarti penetapan nasab hasil pernikahan di atas adalah lebih berhak.22

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan hal serupa, beliau berkata, Barangsiapamenggauli wanita dengan keadaan yang dia yakini pernikahan (yang sah), maka nasab (anak)diikutkan kepadanya, dan dengannya berkaitanlah masalah mushaharah (kekerabatan) dengankesepakatan ulama sesuai yang saya ketahui, meskipun pada hakikatnya pernikahan itu batil dihadapan Allah dan Rasul-Nya, dan begitu juga setiap hubungan badan yang dia yakini tidak haram

    padahal sebenarnya haram, (maka nasabnya tetap diikutkan kepadanya).23

    Semoga orang yang keliru menya-dari kekeliruannya dan kembali taubat kepada Allah Subhanahuwa Ta'ala, sesungguhnya Dia Maha luas ampunannya dan Maha berat siksanya. (Abu Sulaiman).

    Endnote :

    (1)Minhajul Muslim. (2)Taisiril Fiqhi Lijami'il Ikhtiyarat Al Fiqhiyyah Li Syaikhil Islam IbnuTaimiyyah, Ahmad Muwafii 2/584, Fatawa Islamiyyah 3/247, Al Fatawa Al Jami'ah Lil Mar'ah Al

    Muslimah 2/5584. (3)An Nur : 3. (4)Fatawa Islamiyyah 3/246. (5)Ibid. (6)Ibid 33/245. (7)AsySyruraa : 21. (8)Syiakh Al Utsaimin di dalam Fatawa Islamiyyah 3/246. (9)Ibid 3/247. (10)TaisirilFiqhi Lijami'il Ikhtiyarat Al Fiqhiyyah Li Syaikhil Islam Ibnu Taimiyyah, Ahmad Muwafii 2/583,Majmu Al Fatawa 32/110. (11)Lihat Mukhtashar Ma'alimis Sunan 3/74, Kitab Nikah, Bab :Menggauli Tawanan (yang dijadikan budak), Al Mundziriy berkata : Di Dalam isnadnya adaSyuraik Al Qadliy, dan Al Arnauth menukil dari Al Hafidz Ibnu Hajar dalam At Talkhish : Bahwaisnadnya hasan, dan dishahihkan oleh Al Hakim sesuai syarat Muslim. Dan hadits ini banyak

    jalurnya sehingga dengan semua jalan-jalannya menjadi kuat dan shahih.( Lihat Taisir Fiqhi catatankakinya 2/851.) (12)Abu Dawud, lihat, Artinya: 'alimus Sunan 3/75-76. (13)Fatawa Wa Rasail AsySyaikh Muhammad Ibnu Ibrahim 10/128. (14)Majallah Al Buhuts Al Islamiyyah 9/72. (15)AlMabsuth 17/154, Asy Syarhul Kabir 3/412, Al Kharsyi 6/101, Al Qawanin hal : 338, dan Ar

    Raudlah 6/44. dikutip dari Taisiril Fiqh 2/828. (16)Al-Bukhari dan Muslim. (17)Taud-lihul Ahkam5/103. (18)Al Bukhari dan Muslim. (19)Al Mabsuth 17/154. (20)At Tamhid 6/183 dari At Taisir.(21)Hadits hasan Riwayat Asy Syafi'iy, Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah.(22)Al-Mughniy 6/455. (23)Dinukil dari nukilan Al Bassam dalam Taudlihul Ahkam 5/104.