wanita hamil secara teratur dan tertentu dengan tujuan ...
Transcript of wanita hamil secara teratur dan tertentu dengan tujuan ...
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antenatal Care
2.1.1. Pengertian Antenatal care (ANC)
Antenatal Care (ANC) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
ibu hamil secara berkala untuk menjaga keselamatan ibu dan janin (Saifuddin,
2006).Pemeriksaan ANC adalah suatu program terencana berupa observasi, edukasi
dan penanganan medik pada ibu hamil, guna memperoleh suatu proses kehamilan
dan persalinan yang aman dan memuaskan (Wibowo, 2013).
Menurut Wignjosastro (2012) Antenatal care(ANC) merupakan pengawasan
wanita hamil secara teratur dan tertentu dengan tujuan menyiapkan fisik dan
mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan nifas.
Dari definisi- definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Antenatal care atau
pemeriksaan kehamilan adalah pelayanan yang diberikan kepada wanita hamil
dengan melakukan pemeriksaan dan pengawasan kehamilan untuk
mengoptimalisasi kesehatan mental dan fisik ibu hamil sehingga mampu
menghadapi persalinan, nifas, persiapan memberikan air susu ibu (ASI) dan
kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Wibowo, 2013).
2.2.2. Tujuan Antenatal Care (ANC)
Pelayanan Antenatal care dikemukakan beberapa tujuan antara lain :
1. Memantau kondisi kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh
kembang bayi.
11
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, sosial, ibu dan
bayi.
3. Menganalisa secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang
mungkin terjadi selama kehamilan termasuk riwayat penyakit secara umum
yaitu pembedahan dan kebidanan.
4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat baik
ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI
eksklusif.
6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar
tumbuh dan berkembang secara normal.
7. Memberikan nasehat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan,
persalinan, nifas dan aspek keluarga berencana.
8. Menurunkan angka kesakitan dan kematian maternal perinatal (Sarwono,
2012).
Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi
setiap saat. Itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama
kehamilannya. Kebijakan teknis pelayanan pemeriksaan kehamilan menurut
Saifuddin, 2006, secara keseluruhan meliputi komponen- komponen sebagai berikut
1. Mengupayakan kehamilan yang sehat.
2. Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta
rujukan bila diperlukan.
3. Persiapan persalinan yang bersih dan aman.
12
4. Perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika
terjadi komplikasi.
2.2.3. Pelaksana kunjungan Antenatal Care (ANC)
Menurut Kemenkes RI (2010) pelaksana pelayanan Antenatal Care (ANC)
terdiri dari :
1. Tenaga medis meliputi dokter umum dan dokter spesialis obstetrik dan
ginekologi.
2. Tenaga perawatan meliputi : bidan, pembantu bidan, perawat bidan, dan
perawat wanita yang sudah dilatih dalam pemeriksaan kehamilan.
2.2.4 Lokasi pelayanan Antenatal Care (ANC) atau pemeriksaan kehamilan
Menurut Kemenkea RI (2010) tempat pemberian pelayanan Antenatal Care
dapat status aktif meliputi :
1. Puskesmas
2. Puskesmas pembantu
3. Pondok bersalin desa
4. Posyandu
5. Rumah penduduk (pada kunjungan kegiatan puskesmas) Rumah sakit
pemerintah atau swasta
6. Rumah sakit bersalin
7. Tempat praktek swasta (bidan, dokter).
13
2.1.5 Jadwal Pemeriksaan ANC
Memperhatikan batasan dan tujuan pelayanan ANC, maka jadwal
pemeriksaan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan pertama Pemeriksaan pertama dilakukan segera setelah
diketahui terlambat haid atau tidak menstruasi.
2. Pemeriksaan ulang Pemeriksaan ulang dilakukan setiap bulan sampai usia
kehamilan 7 bulan, setiap 2 minggu sekali sampai usia kehamilan 9 bulan
dan setiap 1 minggu sekali sejak usia kehamilan 9 bulan sampai melahirkan.
3. Pemeriksaan khusus Pemeriksaan khusus dilakukan bila ada keluhan
tertentu yang dirasakan oleh ibu hamil (Manuaba, 2013).
2.2.6 Standar Pelaksanaan Pelayanan Antenatal Care
Menurut Kemenkes RI (2010), ditingkat pelayanan dasar, pemeriksaan
antenatal hendaknya memenuhi tiga aspek pokok, yaitu:
1. Aspek medik, meliputi: diagnosis kehamilan, penemuan kelainan secara dini,
pemberian terapi sesuai dengan diagnosis.
2. Penyuluhan komunikasi dan motivasi ibu hamil, antara lain mengenai :
penjagaan kesehatan dirinya dan janinnya, pengenalan tanda-tanda bahaya
dan faktor risiko yang dimilikinya, pencarian pertolongan yang memadai
secara tepat waktu.
3. Rujukan, ibu hamil dengan risiko tinggi harus dirujuk ketempat pelayanan
yang mempunyai fasilitas yang lebih lengkap.
14
Menurut Kemenkes RI (2010) terdapat enam standar dalam pelayanan
antenatal seperti berikut ini :
1. Identifikasi ibu hamil bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi
dengan masyarakat secara berkala untuk memberi penyuluhan dan
memotivasi ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini secara teratur.
2. Pemeriksaan dan pemantauan antenatal bidan memberikan sedikit 4 kali
pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesa dan pemantauan ibu
dan janin dengan seksama untuk apakah perkembangan berlangsung
normal.
3. Palpasi abdomen bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama
dan melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan, serta bila
umur kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah janin dan
masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelainan
serta melakukan rujukan tepat waktu.
4. Pengelolaan anemia pada kehamilan bidan melakukan tindakan
pencegahan, penemuan, penanganan dan atau rujukan semua kasus anemia
pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan bidan menemukan secara dini
setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengambil tindakan
yang tepat dan merujuknya.
6. Persiapan persalinan bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil,
suami serta keluarganya pada trimester ketiga, untuk mempersiapkan
bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang
15
menyenangkan akan direncanakan dengan baik, disamping persiapan
transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba terjadi keadaan gawat
darurat.
2.1.7. Frekuensi kunjungan ANC
Pemeriksaan kehamilan yang ideal untuk pertama kalinya adalah sedini
mungkin ketika haidnya terlambat satu bulan. Hasil penelitian telah menunjukkan
berulang kali bahwa wanita yang datang lebih dini dan teratur untuk pemeriksaan
pra lahir mempunyai komplikasi yang lebih sedikit dan bayi yang lebih sehat dari
pada wanita yang mendapat perawatan pra lahir tidak teratur atau terlambat
periksa kehamilan. Kelainan-kelainan yang mungkin ada atau akan timbul pada
kehamilan tersebut lekas diketahui dan segera dapat diatasi, sebelum berpengaruh
tidak baik terhadap kehamilan (Wiknjosastro, 2013).
Sesuai dengan kebijakan program saat ini kunjungan antenatal sebaiknya
dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan yaitu satu kali pada trimester
pertama, satu kali pada trimester kedua dan dua kali trimester tiga (Sarwono,
2012).
2.2 Kunjungan K-4
2.2.1 Pengertian Kunjungan K-4
Kunjungan ibu hamil adalah pertemuan antara ibu hamil dan petugas
kesehatan yang memberi pelayanan antenatal untuk mendapatkan pemeriksaan
kehamilan. Istilah kunjungan tidak mengandung arti bahwa selalu ibu hamil yang
datang ke fasilitas pelayanan, tetapi dapat juga sebaliknya yaitu ibu hamil yang
16
dikunjungi petugas kesehatan di rumahnya ataupun di puskesmas (Kemenkes RI,
2015).
Kunjungan K-4 adalah kontak ibu hamil yang keempat atau lebih dengan
petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan, dengan distribusi
kontak sebagai berikut : minimal 1 kali pada triwulan I, minimal 1 kali pada triwulan
II, dan minimal 2 kali pada triwulan III (Kemenkes RI, 2015).
2.2.2. Cakupan Pelayanan Ibu Hamil (Cakupan K-4)
Dengan indikator cakupan pelayanan ibu hamil (K-4) dapat diketahui
cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan
menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu
hamil di suatu wilayah, disamping menggambarkan kemampuan manajemen
ataupun kelangsungan program KIA (Kemenkes RI, 2015) Rumusnya adalah sebagai
berikut :
Cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan Antenatal sesuai
dengan standar, paling sedikit empat kali syarat kunjungan selama periode
antenatal yaitu:
1. Satu kali kunjungan selama trimester pertama ( sebelum 14 minggu)
2. Satu kali kunjungan selama trimester kedua ( antara minggu 14-28)
3. Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28-36 minggu
dan sesudah minggu ke-36).
17
Dewi (2011) menyatakan bahwa pada saat ibu hamil melakukan
kunjungan kehamilan, ibu hamil tersebut akan mendapatkan pelayanan sesuai
kebutuhan ibu.
1. Kunjungan I (<14 minggu) bertujuan untuk hal- hal berikut ini:
1) Penapisan dan Pengobatan Anemia
2) Pencegahan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatan
3) Perencanaan persalinan
2. Kunjungan II (15-28 minggu) dan III (29-36 minggu) bertujuan untuk hal-hal
berikut ini:
1) Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
2) Penapisan preeklamsi, gemeli, infeksi alat reproduksi dan saluran
perkemihan
3) Mengulang perencanaan persalinan
3. Kunjungan IV (36 minggu) sampai lahir bertujuan untuk hal-hal berikut ini:
1) Sama seperti kunjungan II dan III
2) Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi
3) Mengenali tanda-tanda persalinan
2.2.3. Penyebab Ibu Tidak Memeriksakan Kehamilannya
Beberapa penyebab ibu tidak memeriksakan kehamilannya (kunjungan K4)
yaitu (Prawirohardjo, 2012):
1. Ibu seringkali tidak berhak memutuskan sesuatu; karena hal itu hak suami
atau mertua, sementara mereka tidak mengetahui perlunya memeriksakan
kehamilan dan hanya mengandalkan cara-cara tradisional.
18
2. Fasilitas untuk pelayanan antenatal tidak memadai, tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, tidak memungkinkan kerahasiaan, harus menunggu
lama atau perlakuan petugas yang kurang memuaskan (petugas tidak
melakukan asuhan sayang ibu)
3. Beberapa ibu tidak mengetahui mereka harus memeriksakan kehamilannya,
maka ibu tidak melakukannya.
4. Transportasi yang sulit, baik bagi ibu untuk memeriksakan kehamilan
maupun bagi bidan untuk mendatangi mereka.
5. Kurangnya dukungan tradisi dan keluarga yang mengizinkan seorang wanita
meninggalkan rumah untuk memeriksakan kehamilannya.
6. Takhyul atau keraguan untuk memeriksakan kehamilan kepada petugas
kesehatan.
7. Ketidakpercayaan dan ketidaksenangan pada tenaga kesehatan secara
umum beberapa anggota masyarakat tidak mempercayai semua petugas
kesehatan pemerintah.
8. Ibu dan atau anggota keluarganya tidak mampu membayar atau tidak
mempunyai waktu untuk memeriksakan kehamilan.
2.2.4 Progaram K4
1. Menyediakan sarana pelayanan antenatal yang sesuai dengan standar
pelayanan kebidanan.
2. Setiap ibu hamil dibuatkan kartu ibu atau buku KIA untuk mencatat hasil
pemeriksaan kehamilan.
19
3. Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama
kehammilan.
a. Satu kali kunjungan pada triwulan pertama
b. Satu kali pada triwulan kedua
c. Dua kali pada triwulan ketiga
Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap
saat, itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan kehamilannya.
Penatalaksanaan ibu hamil secara keseluruhan meliputi kompenen-komponen
sebagai berikut :
1. Mengupayakan kehamilan yang sehat.
2. Melakukan deteksi dini kompolikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta
rujukan bila diperlukan.
3. Persiapan persalinan yang bersih dan aman.
4. Perencanaan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika
terjadi komplikasi
2.3 Epidemiologi
Kebijakan program kemenkes (2014) peraturan menteri kesehatan republik
Indonesia Nomor 97 tahun 2014 tentang pelayanan kesehatan masa sebelum
hamil, masa hamil, persalinan, dan masa sesudah melahirkan, penyelenggaraan
pelayanan kontrasepsi, serta pelayanan kesehatan seksual, menganjurkan ibu hamil
melaksanakan kunjungan ANC minimal sebanyak 4 kali, yaitu sebagai berikut :
20
1. Kunjungan 1/K1 (Trimester 1)
K1 / kunjungan baru ibu hamil yaitu kunjungan ibu hamil yang pertama kali
pada masa kehamilan. Pemeriksaan pertama kali yang ideal adalah sedini mungkin
ketika haidnya terlambat sekurang-kurangnya satu bulan. K1 dibedakan menjadi 2
yaitu K1 murni (kunjungan pertama kali dilakukan pada waktu trimester satu
kehamilan) dan K1 akses (kunjungan pertama kali diluar trimester satu selama masa
kehamilan, dilakukan di trimester II maupun di trimester III).
Adapun tujuan pemeriksaan pertama pada perawatan antenatal adalah
sebagai berikut:
1) Mendiagnosis dan menghitung umur kehamilan.
2) Mengenali dan menangani penyulit-penyulit yang mungkin dijumpai dalam
kehamilan, persalinan dan nifas.
3) Mengenali dan mengobati penyakit-penyakit yang mungkin diderita sedini
mungkin.
4) Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak.
5) Memberikan nasehat-nasehat tentang cara hidup sehari-hari dan keluarga
berencana, kehamilan, persalinan, nifas dan laktasi. Pada kunjungan pertama
adalah kesempatan untuk mengenalifaktor risiko ibu dan janin. Ibu diberitahu
tentang kehamilannya, perencanaan tempat persalinan, juga perawatan bayi
dan menyusui.
21
Informasi yang diberikan sebagai berikut :
1) Kegiatan fisik dapat dilakukan dalam batas normal.
2) Kebersihan pribadi khususnya daerah genitalia harus lebih dijaga karena selama
kehamilan terjadi peningkatan sekret vagina.
3) Pemilihan makan sebaiknya yang bergizi dan serat tinggi.
4) Pemakaian obat harus dikonsultasikan dahulu dengan tenaga kesehatan.
5) Wanita perokok atau peminum harus menghentikan kebiasaannya. Cakupan K1
dibawah 70% (dibanding jumlah sasaran ibu hamil dalam kurun waktu satu
tahun) menunjukkan keterjangkauan pelayanan antenatal yang rendah, yang
mungkin disebabkan oleh pola pelayanan yang belum cukup aktif. Rendahnya K1
menunjukan bahwa akses petugas kepada ibu masih perlu ditingkatkan.
2. Kunjungan 2 (Trimester II)
Pada periode ini pemeriksaan dilakukan minimal 1 kali. Hendrawan (2008)
menuturkan mengingat manifestasi klinik kasus kegawat daruratan obstetrik yang
berbeda-beda dalam rentang yangcukup luas, maka perlu dilakukan kunjungan ANC
yang teratur. Pada trimester II, ibu hamil diajurkan periksa kehamilan 1 bulan sekali
sampai umur kehamilan 28 minggu. Adapun tujuan pemeriksaan kehamilan di
trimester II menurut Saifuddin (2012) ialah sebagai berikut:
1) Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya.
2) Penapisan pre-eklamsi gemelli, infeksi alat reproduksi dan saluran perkemihan.
3) Mengulang perencanaan persalinan.
22
3. Kunjungan 3 dan 4 (Trimester III)
Pada periode ini pemeriksaan dilakukan setiap 2 minggu jika klien tidak
mengalami keluhan yang membahayakan dirinya dan atau kandungannya sehingga
membutuhkan tindakan segera. Rancangan pemeriksaan meliputi anamnesa
terhadap keadaan normal dan keluhan ibu hamil trimester III, pemeriksaan fisik
(umum, khusus, dan tambahan pada bulan ke-9 dilakukan pemeriksaan setiap
minggu). Kelahiran dapat terjadi setiap waktu oleh karena itu perlu diberikan
petunjuk kapan harus datang ke rumah sakit. Menurut Wignjosastro (2013), jadwal
kunjungan ulang selama hamil trimester III adalah setiap dua minggu dan sesudah
36 minggu setiap satu minggu. Menurut Saifuddin (2012) menuturkan tujuan
kunjungan pemeriksaan kehamilan trimester III yaitu :
1) Sama seperti kunjungan 2.
2) Mengenali adanya kelainan letak.
3) Memantapkan rencana persalinan.
4) Mengenali tanda-tanda persalinan.
Pertolongan pertama atau penanganan kegawat daruratan obstetri neonatal
merupakan komponen penting dan bagian tak terpisahkandari pelayanan
maternitas di setiap tingkat pelayanan. Bila hal tersebut dapat diwujudkan maka
angka kematian ibu dapat diturunkan. Persalinan sesungguhnya merupakan hal
fisiologis yang terjadi pada wanita. Namun, proses normal dalam daur hidup wanita
ini (persalinan) dapat berubah menjadi komplikasi dan mengalami ketidak lancaran
persalinan apabila ditemui komplikasi penyakit atau kelainan mekanis baik dari bayi
maupun ibu dan perubahan psikologis ibu karena kurang siap dalam menghadapi
23
persalinan. Begitu pula pendapat Arikunto (2012) bahwa sebenarnya, kelancaran
persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik siibu. Faktor fisik berkaitan
dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi. Sedangkan
faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya dalam
melahirkan. Bila ia takut dan cemas bisa saja persalinannya jadi tidak lancar hingga
harus dioperasi. Ibu dengan mental yang siap bisa mengurangi rasa sakit yang
terjadi selama persalinan.
Oleh karena itulah pembangunan pola pikir pada ibu hamil terutama ibu
primigravida untuk menyambut kehamilannya dan menjalani kehamilannya dengan
bahagia untuk menekan kecemasan dan tingkat stress yang dapat mempengaruhi
kelancaran persalinan sejak awal kehamilan sangat diperlukan. Dengan pendidikan
kesehatan, pemeriksaan dan informasi yang diberikan selama kehamilan diharapkan
ibu dapat melewati persalinannya dengan psikologis yang stabil sehingga mampu
memperlancar persalinannya. Hal ini menunjukan pentingnya ANC.
Ketepatan kunjungan pertama menentukan kepatuhan ibu untuk kunjungan
selanjutnya. Saifuddin (2012) mengemukakan bahwa penilaian klinik merupakan
proses berkelanjutan yang dimulai pada kontak pertama antara petugas kesehatan
dengan ibu hamil dan secara optimal berakhir pada pemeriksaan 6 minggu setelah
persalinan. Pada setiap kunjungan antenatal, petugas mengumpulkan dan
menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis, pemeriksaan fisik untuk
mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterin, dan ada tidaknya masalah atau
komplikasi, serta kunjungan berikutnya agar proses persalinan dapat dilalui tanpa
24
komplikasi. Untuk itulah ketepatan kunjungan ANC memegang peranan penting
dalam persiapan persalinan untuk mencapai kelancaran persalinan.
Pendekatan risiko yang mempunyai rasionalisasi bahwa asuhan antenatal
adalah melakukan screening untuk memprediksi faktor-faktor resiko untuk
memprediksi suatu penyakit, tetapi berdasarkan hasil study di Zaire membuktikan
bahwa 71% persalinan macet tidak bisa diprediksi, 90% ibu yang diidentifikasi
beresiko tidak pernah mengalami komplikasidan 88% dari wanita yang mengalami
perdarahan pasca persalinan tidak memiliki riwayat yang prediktif.
Pendekatan risiko mempunyai nilai prediksi lebih buruk, oleh karena itu
tidak dapat membedakan mereka yang akan mengalami dan yang mengalami
komplikasi, juga keamanan palsu oleh karena banyak ibu yang dimasukan dalam
risiko rendah mengalami komplikasi, namun mereka tidak pernah mendapat
informasi mengenai komplikasi kehamilan dan cara penanganannya. Bila terpaku
pada ibu risiko tinggi maka pelayanan kehamilan (pada wanita hamil) yang
sebetulnya bisa berisiko akan terabaikan.
Dapat dikatakan bahwa wanita hamil mempunyai risiko untuk mengalami
komplikasi dan harus mempunyai akses terhadap asuhan ibu bersalin yang
berkualitas. Bahkan wanita yang digolongkan dalam risiko rendah bisa saja
mengalami komplikasi
25
2.4 Faktor-faktor Yang Berhubungan dengan Cakupan K4
2.4.1 Karaktristik Responden
1. Pendidikan
Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu
kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara
yang negara yang baik (menurut GBHN). Menurut Depdiknas (2005) Pendidikan
adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dulu
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses,
cara dan perbuatan mendidik.
Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan
perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan
berupaya agar masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara
kesehatan mereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikan
kesehatan mereka dan kesehatan orang lain (Maulana, 2013).
Pendidikan ibu memiliki pengaruh yang kuat dan penting dalam hal
pelayanan kesehatan diantaranya pada pelaksanaan program ANC. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seorang ibu semakin mudah menerima informasi sehingga
banyak pengetahuan yang dimiliki dan kesadaran ibu untuk posyandui bayi akan
meningkat (Maulana, 2013).
Menurut Depdiknas (2005), Pendidikan dibagi menjadi tiga kategori :
1. Tinggi : jika pendidikan terakhir responden tamat D-III /PT.
2. Menengah : jika pendidikan terakhir responden tamat SMA /Sederajat.
3. Dasar : jika pendidikan terakhir responden tamat SD /SMP/Sederajat
26
Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah dialami
seseorang dan berijazah. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang dalam
kesehatan terutama pada pola asuh anak, alokasi sumber zat gizi serta utilisasi
informasi lainnya (Maulana, 2013).
Rendahnya tingkat pendidikan ibu menyebabkan berbagai keterbatasan
dalam menangani masalah posyandu dan keluarga serta anak balitanya. Pendidikan
ibu merupakan modal utama dalam menunjang ekonomi keluarga juga berperan
dalam penyusunan makan keluarga, serta pengasuhan dan perawatan anak. Bagi
keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah menerima
informasi kesehatan sasat kunjungan ANC, sehingga dapat menambah
pengetahuannya dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari (Maulana,
2013).
Menurut Suwarno (2012) pendidikan seseorang dibimbing menuju
perkembangan tertentu dan memiliki kesempatan untuk menerima informasi/
pengetahuan tertentu, dalam pendidikan ini sebaikanya dapat diberikan informasi
tentang pencegahan kekurangan gizi, karena kekurangan gizi pada ibu hamil akan
berdampak pada pertumbuhan dan perkembangannya.
2. Pekerjaan
Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadi KEP adalah para Ibu yang
menerima pekerjaan tetap sehingga harus meninggalkan balitanya dari pagi sampai
dengan sore. Anak-anak terpaksa ditinggalkan di rumah sehingga tidak
mendapatkan perhatian dan pemberian makanan tidak dilakukan dengan
semestinya. Oleh karena itu alangkah baiknya balita yang ditinggalkan di tampung di
27
badan sosial atau yang lain untuk dirawat dan diberi konsumsi makan yang baik
(Pudjiadji, 2010).
Banyak Ibu-Ibu bekerja mencari nafkah, baik untuk kepentingan sendiri
maupun keluarga. faktor bekerja saja nampak berpengaruh pada Ibu sebagai
timbulnya suatu masalah pada ketidakaktifan Ibu berkunjung ke pelayanan ANC,
karena mereka mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan yang belum cukup,
yang berdampak pada tidak adanya waktu para Ibu balita untuk aktif pada
kunjungan ANC.
3. Pendapatan
Pendapatan merupakan suatu hasil yang diterima oleh seseorang atau
rumah tangga dari berusaha atau bekerja. Jenis masyarakat bermacam ragam,
seperti bertani, nelayan, beternak, buruh, serta berdagang dan juga bekerja pada
sektor pemerintah dan swasta (Pitma, 2015).
Pada konsep ekonomi, menurut Adam Smith penghasilan adalah jumlah
yang dapat dikonsumsi tanpa harus mengakibatkan penurunan modal, termasuk
modal tetap (fixed capital) dan modal berputar (circulating capital). Hicks
mengatakan bahwa penghasilan adalah jumlah yang dikonsumsi oleh seseorang
selama jangka waktu tertentu. Sementara itu, Henry C Simon yang memandang dari
sudut penghasilan perorangan, mendefenisikan penghasilan sebagai jumlah dari
nilai pasar barang dan jasa yang dikonsumsi dan perubahan nilai kekayaan yang ada
pada awal dan akhir satu periode (Siswanto, 2010).
28
Kemampuan ekonomi juga menjadi salah satu faktor penting yang
mempengaruhi orang memanfaatkan fasilitas kesehatan. Hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa bagi orang yang berkemampuan ekonomi terbatas, pergi
ke pelayanan ANC merupakan pilihan terakhir karena tidak ada dana. Bila seseorang
bekerja terlalu keras dengan kondisi perekonomian yang terbatas serta
berpendidikan rendah dimana pengertian tentang kesehatan sangat kurang dan
akses terhadap informasi juga terbatas (Sulistyani, 2012).
4. Umur Ibu
Dalam kamus Bahasa Indonesia(1995) umur adalah lama waktu hidup atau
ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Sedangkan menurut Hastono (2009), bahwa
pada ibu yang berumur muda dan baru memiliki anak akan cenderung memberikan
perhatian yang lebih besar terhadap anak mereka, seiring bertambah usia,
bertambah kesibukan dan bertambah jumlah anak maka ini akan mempengaruhi
motivasi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang baik untuk anak.
2.4.2 Hubungan Pengetahuan ibu dengan Cakupan K4
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melaui indera yang dimilikinya. Pengetahuan adalah hasil dari tahu
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu (Meliono, 2010).
Kognitif atau pengetahuan merupakan domain terpenting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis
dalam menumbuhkan sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan
29
bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang (Meliono,
2010).
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman dari berbagai
sumber misalnya media massa, buku petunjuk, teman, pengawas di perusahaan
maupun tenaga kesehatan yang tersedia di perusahaan. Seseorang yang
mempunyai pendidikan tinggi diperkirakan dapat memahami informasi yang
disampaikan. Jadi, pada umumnya semakin tinggi pendidikan formal yang diterima,
maka responden tentu semakin baik pemahaman responden dalam menerima
sebuah informasi baru. Pengetahuan merupakan resultan dari penginderaan
terhadap suatu objek melalui dari indera penglihatan dan pendengaran yang
mempengaruhi pengetahuan dan perilaku seseorang. Sehingga pengetahuan bisa
didapatkan setiap saat dalam kehidupan sehari-hari (Azwar, 2011).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (Azwar, 2011).
Pengetahuan mencakup akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan
dalam ingatan. Hal-hal itu dapat meliputi fakta, kaidah dan prinsip serta metode
yang diketahui. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan, digali pada saat
dibutuhkan melalui bentuk ingatan, mengingat (recall) atau mengenal kembali
(recognition).
30
Pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yaitu sebagai berikut:
1. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya (recall) dan merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (comprehention), diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
4. Analisis (analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintasis (synthesis), menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek atau materi.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
disesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut (Meliono, 2010).
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” penginderaan manusia terhadap suatu
objek tertentu. Proses penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan melalui kulit. Pengetahuan atau
31
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (overt behavior) (Azwar, 2011).
Pengetahuan responden tentang kehamilan dan pemeriksaan kehamilan
memberikan pemahaman ibu hamil tentang pentingnya kunjungan antenatal care.
Pengetahuan yang dimiliki responden meliputi informasi-informasi yang
meningkatkan keyakinan responden tentang pentingnya kunjungan antenatal care,
serta dengan pengetahuan yang mereka miliki mampu mengerakkan mereka untuk
melakukan kunjungan antenatal care. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh
Hoy dan Miskel yang mengemukakan bahwa pengetahuan (knowledge atau ilmu)
adalah bagian yang esensial-aksiden manusia. Pengetahuan manusia diperoleh
melalui persepsinya terhadap stimulus dengan menggunakan alat indra, hasil
persepsi berupa informasi akan disimpan dalam sistem
2.4.3 Hubungan Sikap ibu dengan Cakupan K4
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak dan juga merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Gerungan (2012), sikap merupakan pendapat maupun pandangan seseorang
tentang suatu objek yang mendahului tindakannya.
Sikap tidak mungkin terbentuk sebelum mendapat informasi, melihat atau
mengalami sendiri suatu objek. Manusia dilahirkan dengan sikap pandangan atau
sikap perasaan tertentu, tetapi sikap terbentuk sepanjang perkembangan. Peranan
sikap dalam kehidupan manusia sangat besar. Bila sudah terbentuk pada diri
manusia, maka sikap itu akan turut menentukan cara tingkahlakunya terhadap
32
objek–objek sikapnya. Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara
khas terhadap objeknya (Azwar, 2011).
Menurut Ahmadi (2011) Sikap dapat dibedakan menjadi :
a. Sikap Sosial
Suatu sikap sosial yang dinyatakan dalam kegiatan yang sama dan berulang-
ulang terhadap objek sosial. Karena biasanya objek sosial itu dinyatakan tidak hanya
oleh seseorang saja tetapi oleh orang lain yang sekelompok atau masyarakat.
b. Sikap Individu
Sikap individu dimiliki hanya oleh seseorang saja, dimana sikap individual
berkenaan dengan objek yang bukan merupakan objek perhatian sosial. Sikap
individu dibentuk karena sifat pribadi diri sendiri.
Sikap juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk kecenderungan untuk
bertingkah laku, dapat diartikan suatu bentuk respon evaluative yaitu suatu respon
yang sudah dalam pertimbangan oleh individu yang bersangkutan. Sikap
mempunyai beberapa karakteristik yaitu :
1. Selalu ada objeknya.
2. Biasanya bersifat evaluative.
3. Relatif mantap.
4. Dapat dirubah (Azwar, 2011).
Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian
reaksi terhadap stimulus tertentu (Yussiana, 2010).
33
Sikap mempunyai 3 komponen pokok yaitu (Azwar, 2011):
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak.
Ketiga komponen yang disebutkan di atas akan membentuk sikap yang
utuh (total attitude), dalam penentuan, berfikir, keyakinan, dan emosi
memegang peranan penting.
Sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negatif
terhadap orang lain, objek atau situasi. Sikap tidak sama dengan perilaku dan
kadang-kadang sikap tersebut baru diketahui setelah seseorang itu berperilaku.
Tetapi sikap selalu tercermin dari perilaku seseorang.
Menurut Ahmadi (2011), sikap dibedakan menjadi :
1. Sikap negatif yaitu sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak
menyetujui terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berada.
2. Sikap positif yaitu sikap yang menunjukkan menerima terhadap norma yang
berlaku dimana individu itu berada.
Menurut Notoatmodjo (2012), sikap mempunyai beberapa tingkatan :
1) Menerima (receiving). Menerima (receiving) dapat diartikan bahwa orang
atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.
2) Merespon (responding). Merespon (responding) adalah memberi jawaban
apabila ditolak, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan
adalah suatu indikasi dari suatu sikap, karena dengan suatu usaha untuk
34
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan lepas
pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.
3) Bertanggung jawab (responsible). Bertanggung jawab (responsible) atas
sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko atau merupakan sikap
yang paling tinggi.
4) Menghargai (valuing). Menghargai (valuing) adalh mengajak orang lain
untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung,
melalui pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek secara tidak
langsung dilakukan dengan pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat
responden.
2.4.4 Hubugan Jarak Ke Pelayanan Kesehatan dengan Cakupan K4
Akses berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan
geografis, sosial, ekonomi, budaya, organisasi atau hambatan bahasa. Akses
umumnya diukur dengan jarak tempuh (waktu bepergian) ke fasilitas pelayanan
kesehatan terdekat dalam suatu masyarakat. Faktor demografi sangat kuat
hubungannya dengan kunjungan ke pelayanan kesehatan umum. Penduduk yang
hidup di daerah terpencil maupun di daerah pedesaan merasakan bahwa tidak
mempunyai akses yang bervariasi dari penyedia pelayanan yang kompeten yang
diberikan pada penghuninya. Hatta GR, 2016, mengatakan bahwa jarak merupakan
alasan terkuat penduduk dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan karena jarak
merupakan tambahan beban bagi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kesulitan
transport merupakan hal yang tidak dapat ditolerir (Hatta GR, 2016).
35
Sulitnya pelayanan kesehatan yang dicapai secara fisik menentukan
permintaan terhadap pelayanan kesehatan. Jarak fisik adalah jarak antara tempat
tinggal responden dengan puskesmas hal ini juga mempunyai pengaruh yang sangat
besar dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Makin besar jumlah kunjungan
ke pusat pelayanan tersebut. Begitu pula sebaliknya makin jauh rumah dari pusat
pelayanan kesehatan, maka kecil pula jumlah kunjungan kepusat pelayanan
kesehatan (Azwar, 2011).
Tingkat pendapatan yang memadai akan memberikan kemungkinan-
kemungkinan yang lebih besar untuk datang kepasilitas kesehatan, memeriksakan
diri, serta mengambil obat. Hal ini dapat dihubungkan dengan biaya transport yang
dimiliki. Jadi dari tingkat pendapatan yang memadai dapat diharapkan penderita
akan berobat secara teratur walaupun jarak ketempat pelayanan kesehatan jauh
(Arsyad, 2012).
2.4.5 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Cakupan K4
Dukungan keluarga didefinisi dari dukungan sosial. Dukungan sosial (Social
Support) didefenisikan sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan
yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan
subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang
dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku
penerimanya dukungan sosial suami ada 5 yaitu: Dukungan emosional, dukungan
informasi, dukungan instrumental, dukungan penghargaan, dukungan dari
kelompok sosial.
36
Dukungan keluarga merupakan bantuan yang dapat diberikan kepada
keluarga lain berupa barang, jasa, informasi dan nasehat, yang mana membuat
penerima dukungan akan merasa disayang, dihargai, dan tentram. Dukungan
tersebut berupa dorongan, motivasi, empati, ataupun bantuan yang dapat
membuat individu yang lainnya merasa lebih tenang dan aman. Dukungan
didapatkan dari keluarga yang terdiri dari suami, orang tua, ataupun keluarga dekat
lainnya. Dukungan keluarga dapat mendatangkan rasa senang, rasa aman, rasa
puas, rasa nyaman dan membuat orang yang bersangkutan merasa mendapat
dukungan emosional yang akan mempengaruhi kesejahteraan jiwa manusia.
Dukungan keluarga berkaitan dengan pembentukan keseimbangan mental dan
kepuasan psikologis (Radmacher, 2008).
Menurut Kepmenkes RI, (2009) dukungan keluarga adalah bantuan yang
bermanfaat secara emosional dan memberikan pengaruh positif yang berupa
informasi, bantuan instrumental, emosi, maupun penilaian yang diberikan oleh
anggota keluarga yang terdiri dari suami, orang tua, mertua, maupun saudara
lainnya. (Ali, 2011), menyatakan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang
dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adaptasi dan kelahiran yang bertujuan
menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan
perkembangan fisik, mental dan emosional serta sosial individu yang ada
didalamnya, dilihat dari interaksi yang reguler dan ditandai dengan adanya
ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan umum secara tradisional
keluarga dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
37
1. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu dan
anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
2. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga
lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi)
(Suprajitno, 2014).
Sarafino (1994, dalam Suprajitno, 2014) mengklasifikasikan dukungan ke
dalam empat bentuk yang terdiri dari:
1. Dukungan emosional, yaitu perasaan subjek bahwa lingkungan memperhatikan
dan memahami kondisi emosional. Orang yang menerima dukungan sosial
semacam ini merasa tentram, aman damai yang ditujukan dengan sikap tenang
dan berbahagia. Sumber dukungan ini paling sering dan umum adalah
diperoleh dari pasangan hidup atau anggota keluarga, teman dekat, dan sanak
saudara yang akrab dan memiliki hubungan harmonis.
2. Dukungan penilaian, yaitu perasaan subjek bahwa dirinya diakui oleh
lingkungan mampu berguna bagi orang lain dan dihargai usaha-usahanya.
Sumber dukungan ini dapat bersumber dari keluarga, masyarakat atau instansi
(lembaga) tempat penderita pernah bekerja.
3. Dukungan instrumental, yaitu perasaan subjek bahwa lingkungan sekitarnya
memberikan fasilitas-fasilitas yang diperlukan, seperti alat-alat atau uang yang
dapat meringankan penderitanya. Dukungan seperti ini umumnya berasal dari
keluarga.
Dukungan Informatif, yaitu perasaan subjek bahwa lingkungan memberikan
keterangan yang cukup jelas mengenai hal-hal yang harus diketahuinya. Dukungan
38
informatif ini dapat diperoleh dari dokter, perawat dan juga tenaga kesehatan
lainnya.
Menurut Taylor (2008, Website), ada 5 dukungan sosial suami yaitu:
1. Dukungan emosional adalah mencakup ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian orang yang bersangkutan.
2. Dukungan informasi adalah dukungan yang diberikan apabila individu tidak
mampu menyelesaikan masalah dengan memberikan informasi, nasihat dan
petunjuk tentang cara-cara pemecahan masalah.
3. Dukungan instrumental adalah dukungan yang bersifat nyata dan dalam bentuk
materi yang bertujuan untuk meringankan beban bagi individu yang
membutuhkan orang lain untuk memenuhinya.
4. Dukungan penghargaan (penilaian) adalah dukungan yang terjadi lewat
ungkapan hormat (penghargaan positif) untuk orang lain contohnya pujian,
persetujuan orang lain.
Dukungan dari kelompok sosialBentuk dukungan ini akan membuat individu
merasa anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktifitas
sosial dengannya. Dengan begitu individu akan merasa memiliki teman senasib.
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain. Kehidupan seseorang tidak
serta merta hidup secara individu, adanya bantuan dari orang lain. Keluarga
merupakan orang yang paling terdekat untuk membantu dan saling menolong
terutama saat ibu hami.
39
2.6 Kerangka Teoritis
Tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh hal-hal berikut ini : usia,
jenis kelamin, pendidikan, informasi dan paritas. Dalam menganalisis faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap perilaku, konsep umum yang sering digunakan dalam
berbagai kepentingan program dan beberapa \ penelitian yang dilakukan adalah
teori yang dikemukakan oleh Green (1980) dalam Notoatmodjo (2014), menyatakan
bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh 3 faktor yaitu faktor predisposisi, faktor
pendukung, dan faktor pendorong. Seperti yang digambarkan dikerangka teori
dibawah ini :
Gambar 2.3. Kerangka Teoritis
Cakupan K4
Ali, 20151. Dukungan Keluarga
Hatta GR, 20161. Jarak Ke Pelayanan
Keehatan
Lowrence W. Green (1980)dalam Notoatmodjo (2014)
1. Predisposing factora. Pendidikanb. Pengetahuanc. Sikapd. Norma/kebiasaan2. Enambling factora. Ketersediaan fasilitas
kesehatanb. Sarana dan prasarana3. Reinforcing factora. Peranan petugas kesehatanb. Peran tokoh masyarakat dan
tokoh agama