Epilepsi pada wanita hamil

27
Page | 1 KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia dan rahmat-  Nya saya dapat menyelesaikan referat ini dengan judul “Pemilihan Obat Anti Epilepsi pada Wanita Hamil” tepat pada waktunya. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepanitraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Daerah d r. Soeselo Slawi. Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Fachry Uzer, Sp.S selaku pembimbing dan konsule saraf si RSUD dr. Soeselo Slawi yang telah memberikan  bimbingan dan kesempatan dalam penyusunan referat ini. Selain itu saya juga ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini. Saya menyadari dalam pembuatan referat ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan referaat ini sangat saya harapkan. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama dalam bidang ilmu penyakit saraf. Slawi, 26 Juni 2014 Penulis

description

Referat

Transcript of Epilepsi pada wanita hamil

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan referat ini dengan judul Pemilihan Obat Anti Epilepsi pada Wanita Hamil tepat pada waktunya.Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepanitraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soeselo Slawi.Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Fachry Uzer, Sp.S selaku pembimbing dan konsule saraf si RSUD dr. Soeselo Slawi yang telah memberikan bimbingan dan kesempatan dalam penyusunan referat ini. Selain itu saya juga ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini.Saya menyadari dalam pembuatan referat ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan referaat ini sangat saya harapkan. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama dalam bidang ilmu penyakit saraf.

Slawi, 26 Juni 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....1Daftar Isi..2BAB I: Pendahuluan3BAB II: Tinjauan PustakaEpilepsi4Definisi4Etiologi4Klasifikasi5Patofisiologi.8Gambaran Klinis..9Diagnosis10Penatalaksanaan.12Komplikasi.17Prognosis19Pencegahan19BAB III: PembahasanTeratogenisitas Obat Anti Epilepsi pada Kehamilan.20BAB IV : Kesimpulan25Daftar Pustaka26BAB IPENDAHULUAN

Penatalaksanaan wanita dengan epilepsi tidak sama dengan pasien laki-laki. Epilepsi dapat siklus menstruasi, fertilitas, fungsi reproduksi pada wanita. Terdapat sekitar 2,5 juta wanita dengan epilepsi di India, 52% di antaranya adalah usia reproduktif. Di Indonesia belum ada data yang pasti. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), pasien epilepsi wanita yang berusia reproduktif (16-40 tahun) sebesar 61,7%. Dibandingkan populasi secara umum, presentase wanita dengan epilepsi yang menikah lebih rendah, yaitu sekitar 59%. Penggunaan obat anti epilepsi (OAE) selam usia reproduktif pada wanita dapat berpengaruh pada sikslus menstruasi, pada saat kehamilan yaitu dapat meningkatkan risiko malformasi kongenital pada janin, dan juga berpengaruh selama masa menopause.Wanita dengan epilepsi yang mengalami kehamilan seringkali bertanya apakah OAE yang mereka konsumsi aman untuk janin. Telah banyak diketahui bahwa paparan OAE pada janin selama kehamilan dapat meningkatkan risiko kelainan malformasi kongenital dan rendahnyanilai IQ pada anak yang sedang dikandung.Penilaian di Eropa mengumpulkan pertanyaan yang sering diajukan oleh wanita dengan epilepsi (WDE) yang sedang hamil dan menyusui.1 Pertanyaan tersebut antara lain: a. Risiko malformasi kongenital mayor (MKM) pada janin akibat OAE (35%); b. Data keamanan OAE terbaru terhadap janin (13%); c. Apakah OAE mempengaruhi bayi saat masa menyusui? (9%); d. OAE apa yang mempunyai risiko MKM yang rendah? (8%); e. Apakah konsumsi asam folat dan vitamin dapat mencegah MKM? (5%); f. Risiko perkembangan kognitif pada anak (5%); g. Risiko komplikasi kehamilan (5%); h. Apakah risiko MKM menurun jika dosis OAE diturunkan? (4%). Terlihat bahwa pertanyaan yang paling sering adalah tentang keamanan OAE pada janin.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAEPILEPSIDefinisiEpilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh adanya bangkitan (seizure) yang terjadi secara berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermitten, yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik abnormal dan berlebihan pada neuraon secara paroksismal yang disebabkan oleh beberapa penyebab.2Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) merupakan manifestasi klinik dari bangkitan serupa (stereotipik) yang berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut.3Sedangkan sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan, jenis bangkitan, factor pencetus dan kronisitas.4EtiologiBerdasarkan penyebabnya epilepsi dibagi menjadi dua tipe yaitu epilepsy primer dan epilepsi sekunder. Epilepsi primer adalah epilepsy yang penyebabnya tidak diketahui secara pasti. Epilepsi primer juga disebut dengan idiopatik epilepsi. Beberapa hal yang berhubungan dengan epilepsi primer yaitu: Adanya episode aktivitas listrik yang abnormal didalam otak yang menyebabkan kejang Ada beberapa area tertentu pada otak yang dipengaruhi oleh aktivitas listrik yang abnormal yang menyebabkan beberapa tipe kejang Jika semua area otak dipengaruhi oleh aktivitas listrik yang abnormal maka kejang menyeluruh mungkin terjadi. Hal ini berarti bahwa kesadaran mungkin hilang atau berkurang. Seringnya semua tangan dan kaki akan menjadi kaku kemudian menyentak secara berirama. Satu tipe kejang mungkin berkembang menjadi kejang tipe lain. Sebagai contoh, kejang mungkin berawal sebagian meliputi muka atau tangan. Kemudian aktivitas otot akan menyebar keseluruh tubuh. Pada saat ini, kejang akan menjadi menyeluruh. Kejang yang disebabkan oleh demam tinggi pada anak mungkin tidak dipertimbangkan sebagai epilepsy.Epilepsi sekunder adalah kejang yang penyebabnya telah diketahui. Epilepsi sekunder disebut juga sebagai epilepsi simtomatik. Ada beberapa penyebab yang biasa di temukan pada epilepsi sekunder yaitu: Tumor Ketidakseimbangan metabolism seperti hipoglikemi Trauma kepala Penggunaan obat-obatan Kecanduan alkhohol Stroke termasuk perdarahan Trauma persalinanKlasifikasiKlasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsy (ILAE) terdiri dari dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk sindrom epilepsi.Klasifikasi ILAE 1981 untuk jenis bangkitan epilepsi.51. Bangkitan parsiali. Bangkitan parsial sederhana Motorik Sensorik Otonom Psikisii. Bangkitan parsial kompleks Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran saat awal bangkitaniii. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder Parsial sederhana yang menjadi umum tonik-klonik Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi umum tonik-klonik2. Bangkitan umumi. Lena (absence)ii. Mioklonikiii. Klonikiv. Tonikv. Tonik-klonikvi. Atonik3. Tak tergolongkanKlasifikasi ILAE 1989 untuk sindrom epilepsi.61. Berkaitan dengan lokasi kelainan (localized related)a) Idiopatik (primer) Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal (childhood epilepsy with centrotemporal spikes) Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah oksipital Epilepsi membaca primer (primary reading epilepsy)b) Simtomatik (sekunder) Epilepsi parsial kontinua yang kronik pada anak-anak (sindrom Kojenikow) Sindrom dengan bangkitan yang di presipitasi oleh suatu rangsangan (kurang tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi, epilepsi refleks, stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca) Epilepsi lobus temporal Epilepsi lobus frontal Epilepsi lobus parietal Epilepsi lobus oksipitalc) Kriptogenik2. Epilepsi umum dan berbagai sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan peningkatan umura) Idiopatik (primer) Kejang neonatus familial benigna Kejang neonatus benigna Kejang epilepsi mioklonik pada bayi Epilepsi lena pada anak Epilepsi lena pada remaja Epilepsi mioklonik pada remaja Epilepsi dengan bangkitan tonik-klonik pada saat terjaga Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas Epilepsi tonik-klonik yang di presipitasi dengan aktivasi tertentub) Kriptogenik atau simtomatik berurutan sesuai dengan peningkatan usia Sindrom West (spasme infantil dan spasme salam) Sindrom Lennox-Gastaut Epilepsi mioklonik astatik Epilepsi lena mioklonikc) Simtomatik Etiologi non spesifik Ensefalopati mioklonik dini Ensefalopati infantil dini dengan burst suppression Epilepsi simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk di atas Etiologi spesifik Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umuma) Bangkitan umum dan fokal Bangkitan neonatal Epilepsi mioklonik berat pada bayi Epilepsi dengan gelombang paku (spike wave) kontinyu selama tidur dalam Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau-Kleffner) Epilepsi yang tidak terklasifikasikan selain yang di atasb) Tanpa gambaran tegas fokal atau umum4. Sindrom khususBangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu Kejang demam Bangkitan kejang/status epileptikus yang timbul hanya sekali (isolated) Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolik akut, atau toksis, alkohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi non ketotik Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik) PatofisiologiSecara umum epilepsi terjadi karena menurunnya potensial membran sel saraf akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik atau toksik, yang selanjutnya menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari sel saraf tersebut.Beberapa penelitian menunjukkan peranan asetilkolin sebagai zat yang menurunkan potensial membran postsinaptik dalam hal terlepasnya muatan listrik yang terjadi sewaktu-waktu saja sehingga manifestasi klinisnya pun muncul sewaktu-waktu. Bila asetilkolin sudah cukup terimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik sel-sel saraf kortikal dipermudah. Asetilkolin diproduksi oleh sel-sel saraf kolinergik dan merembes keluar dari permukaan otak.Pada kesadaran awas-waspada lebih banyak asetilkolin yang merembes keluar dari permukaan otak daripada selama tidur. Pada jejas otak ditemukan lebih banyak asetilkolin daripadadalam otak sehat.Pada tumor serebri atau adanya sikatriks setempat pada permukaan otak sebagai gejala sisa dari meningitis, ensefalitis, kontusio serebri atau trauma lahir, dapat terjadi penimbunansetempat dari asetilkolin. Oleh karena itu, pada tempat itu akan terjadi lepas muatan listrik sel-sel saraf. Penimbunan asetilkolin setempat harus mencapai konsentrasi tertentu untuk dapat menurunkan potensial membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi. Hal ini merupakan mekasisme epilepsi fokal yang biasanya simtomatik.Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sifatnya sebentar dapat kuat atau lemah, terjadi pada sebagian otot atau semua otot, kejadiannya sekali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur. Kejang mioklonik tidak menyebabkanhilang kesadaran tetapi bias terjadi berulang-ulang pada satu atau beberapa ekstremitas.7Gambaran KlinisBentuk bangkitan4,8a) Bangkitan umum lena Gangguan kesadaran secara mendadak (absence), berlangsung beberapa detik Selama bangkitan kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tanpa reaksi Mata memandang jauh ke depan Mungkin terdapat automatisme Pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingung Sesudah itu pasien melanjutkan aktivitas semulab) Bangkitan umum tonik-klonik Dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan, mioklonik Pasien kehilangan kesadaran, kaku (fase tonik) selama 10-30 detik, diikuti gerakan kejang kelojotan pada kedua tangan dan tungkai (fase klonik) selama 30-60 detik, dapat disertai mulut berbusa Selesai bangkitan pasien menjadi lemas (fase flaksid) dan tampak bingung Pasien sering tidur setelah bangkitanc) Bangkitan parsial sederhana Tidak terjadi perubahan kesadaran Bangkitan dimulai dari tangan, kaki atau muka (unilateral/fokal) kemudian menyebar pada sisi yang sama (Jacksonian march) Kepala mungkin berpaling kea rah bagian tubuh yang mengalami kejang (adversif)d) Bangkitan parsial kompleks Bangkitan fokal disertai gangguan kesadaran Sering diikuti oleh automatisme yang stereotipik seperti mengunyah, menelan, tertawa dan kegiatan motorik lainnya tanpa tujuan yang jelas Kepala mungkin berpalin kea rah bagian tubuh yang mengalami kejang (adversif)e) Bangkitan umum sekunder Berkembang dari bangkitan parsial sederhana atau kompleks yang dalam waktu singkat menjadi bangkitan umum Bangkitan parsial dapat berupa aura Bangkitan umum yang terjadi biasanya bersifat kejang tonik-klonikDiagnosisAda 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu:81. Memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal menunjukkan bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi2. Apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukanlah bangkitan yang ada termasuk jenis bangkitan apa3. Pastikan sindrom epilepsi apa yang ditunjukkan oleh bangkitan tadi, atau epilepsi apa yang diderita oleh pasien, dan tentukan etiologinyaDiagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam bentuk bangkitan epilepsi berulang (minimum 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai berikut:9a. Anamnesis (auto atau allo-anamnesis) Pola/bentuk bangkitan Lama bangkitan Gejala sebelum, selama dan setelah bangkitan Frekuensi bangkitan Faktor pencetus Ada/tidak adanya penyakit lain yang diderita sekarang Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama Riwayat pada saat dalam kandungan, persalinan/kelahiran dan perkembangan bayi/anak Riwayat terapi epilepsi sebelumnya Riwayat penyakit epilepsi dalam keluargab. Pemeriksaan fisik umum dan neurologikHal-hal yang perlu diperiksa antara lain adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduan alkohol atau obat terlarang, dan kanker.c. Pemeriksaan penunjang dilakukansesuai dengan bukti-bukti klinik dan atau indikasi, serta bila keadaan memungkinkan untuk pemeriksaan penunjang.i. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan darah meliputi hemoglobin, leukosit, hematokrit, trombosit, SADT, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium), kadar gula, fungsi hati (SGOT, SGPT, Gamma GT, alkali fosfatase), ureum, kreatinin, dan lain-lain atas indikasi Pemeriksaan cairan serebrospinal bila dicurigai adanya infeksi SSPii. Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)Indikasi: Membantu menegakkan diagnosis epilepsi Menentukan prognosis pada kasus tertentu Pertimbangan dalam penghentian obat anti epilepsi Membantu dalam menentukan letak fokus Bila ada perubahan bentuk bangkitan (berbeda dengan bangkitan sebelumnya)iii. Pemeriksaan pencitraan otak (brain imaging)Indikasi: Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural Adanya perubahan bentuk bangkitan Terdapat deficit neurologik fokal Epilepsi dengan bangkitan parsial Bangkitan pertama di atas usia 25 tahun Untuk persiapan tindakan pembedahanPenatalaksanaanObat generasi pertamaPhenytoinPhenytoin adalah salah satu obat yang biasa digunakan untuk terapi anti kejang. Phenitoin sering dipertimbangkan sebagai obat pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang tonik-klonik (grand mal) dan status epileptikus.Phenitoin bekerja dengan menekan aktivitas listrik pada sel saraf otak. Obat ini saat pertama kali digunakan dapat secara oral atau intravena. Bentuk oral obat ini memiliki manfaat yang baik untuk terapi dosis tunggal per hari.Tingkat penggunaan phenitoin harus diawasi dengan pemeriksaan fungsi hati dan pemeriksaan darah lengkap. Dosis terapi yang dianjurkan adalah 10-20 mg/L.Efek samping dari penggunaan phenitoin adalah: Anemia Pertumbuhan rambut yang berlebihan Letargi Hyperplasia gusi Neuropati jika digunakan dalam jangka waktu lamaCarbamazepinObat ini biasa diresepkan untuk terapi kejang parsial dan kejang tonik-klonik (grand mal). Obat ini bekerja dengan mekanisme yang kurang dapat dimengerti. Dalam bentuk oral, carbamazepin dapat diminum 2 sampai 3 kali.Tingkat penggunaan karbamazepin harus diawasi. Dosis terapi yang dianjurkan adalah 8-12 mg/L. Pemeriksaan fungsi hati dan pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan secara rutin.Efek samping dari karbamazepin dapat menyebabkan rasa mengantuk, mual, anemia, neutropenia.PhenorbitalObat ini digunakan untuk terapi kedua jenis kejang yaitu kejang umum dan kejang parsial. Obat ini juga digunakan pada protokol setelah penggunaan phenitoin pada status epileptikus pada bayi yang menderita epilepsi. Obat ini dapat digunakan dalam bentuk oral atau intravena.Tingkat penggunaan obat ini harus diawasi. Dosis terapi yang dianjurkan adalah 15-40 mg/L. Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan secara rutin.Efek samping dari phenorbital adalah mengantuk, kerusakan kognitif dan menyebabkan mudah marah.ValproatObat ini digunakan untuk terapi kejang parsial, kejang tonik-klonik (grand mal), kejang absence (petit mal) dan kejang mioklonik. Obat ini juga diakui dapat mencegah sakit kepala migren. Mekanisme aksi dari obat ini berhubungan dengan substansi otak yang disebut GABA (Gamma Aminobutyric Acid). Obat ini dapat digunakan dalam bentuk oral dan harus diminum 2 sampai 3 kali sehari untuk mendapatkan dosis yang adekuat.Tingkat penggunaan obat ini harus diawasi, seperti pada pemeriksaan fungsi hati dan pemeriksaan darah. Efek samping dari obat ini adalah kerusakan hati (hepatotoksik) mual, penambahan berat badan, alopesia dan tremor.EthosuximideObat ini digunakan untuk terapi kejang absence (petit mal). Obat ini bekerja dengan menekan aktivitas sel otak yang berhubungna dengan hilangnya kesadaran. Obat ini diberikan secara oral, dapat berbentuk tablet atau syrup.Tingkat penggunaan obat ini harus diawasi untuk memastikan dosis terapi yang digunakan adalah 40-100 mcg/mL. Pemeriksaan darah lengkap, urinalisis dan pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan secara rutin untuk mengawasi kemungkinan efek samping yang tidak diharapkan.Efek samping yang dapat ditimbulkan ethosuximide yaitu: Gastrointestinal (mual, muntah, nyeri perut, diare, berkurangnya berat badan) Genitourinary (perdarahan vagina dan hematuria) Hematologi (penekanan pada sumsumtulang) Integument (pertumbuhan rambut yang berlebihan, rash kulit, sistemik lupus eritematous) Neurologi (sakit kepala, berkunang-kunang, sulit tidur, agresif, bingung, kesulitan berkonsentrasi)PrimidoneObat ini adalah barbiturate yang mengandung phenorbital. Obat ini digunakan untuk terapi kejang umum tonik-klonik (grand mal) dan kejang parsial. Obat ini digunakan pada orang dewasa dan anak-anak yang berusia lebih dari 8 tahun.Dosis efektif pada tubuh adalag 5-12 mcg/mL. obat ini tersedia dalam tablet 250 mg yang dapat diminum 3 sampai 4 kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan tetapi tidak melebihi 500 mg yang diminum 4 kali sehari.Efek samping dari primidone adalah: Pandangan kabur Bingung Mual dan muntah Impotensi Vertigo Hilangnya berat badanPenderita epilepsi yang alergi terhadap phenorbital sebaiknya tidak menggunakan primidone. Obat ini muncul dalam asi dan berhubungan perdarahan neonatal dan gangguan koagulasi karena kekurangan vitamin K.

Obat generasi keduaTopiramate Obat ini digunakan dengan obat anti kejang lain pada terapi kejang parsial dan kejang umum tonik-klonik pada orang dewasa dan anak-anak yang berusia 2 sampai 16 tahun. Obat ini juga diakui sebagai pencegah sakit kepala migraine. Obat ini tersedia dalam bentuk orang yang dapat diminum dua kali sehari.Pada maret 2011, U.S. Food and Drug Administration mengumumkan informasi yang mengindikasikan bahwa topiramate meningkatkan risiko kelainan pada bayi seperti labiokisis dan palatokisis ketika obat ini digunakan pada trisemester pertama kehamilan.Efek samping dari obat ini adalah rasa mengantuk, mual, berkunang-kunang, gangguan koordinasi dan keseimbangan, afasia, hilangnya berat badan, dan batu ginjal. Pada anak-anak mungkin akan menyebabkan gangguan konsentrasi dan mungkin menjadi agresif. Glaukoma akut dan abnormalitas visual adalah komplikasi yang Sirius dan telah dilaporkan pada beberapa kasus.GabapentinObat ini di indikasikan sebagai terapi tambahan pada kejang parsial dengan atau tanpa kejang umum sekunder. Obat ini tersedia dalam bentuk oral dan diminum tiga kali sehari.Tidak ada pemeriksaan laboraturium seperti pemeriksaan fungsi hati dan darah yang diperlukan. Efek samping dari gabapentin adalah bingung, berkunang-kunang dan gangguan keseimbangan.LamotrigineObat ini di indikasikan sebagai terapi tambahan pada kejang parsial dan untuk terapi dosis tunggal pada penderita epilepsi dewasa dengan kejang parsial. Obat ini tersedia dalam bentuk oral dan diminum dua kali sehari. Tidak ada pemeriksaan laboraturium yang diperlukan.Efek samping dari lamortrigine adalah sakit kepala, mual, berkunang-kunang dan rash kulit.LacosamideLacosamide digunakan sebagai obat tambahan pada terapi kejang parsial pada penderita yang berusia lebih dari 17 tahun. Obat ini tersedia dalam bentuk oral dan injeksi dan biasanya diminum dua kali sehari. Efek samping dari lacosamide adalah: Vertigo Diplopia Somnolen Bingung Sakit kepala Mual dan muntahTiagabineObat ini digunakan sebagai terapi tambahan pada kejang parsial. Mekanisme aksi dari obat ini mungkin berhubungan dengan efek substansi GABA pada otak. Obat ini tersedia dalam bentu oral dan harus diberikan pada dosis yang sudah dibagi sebanyak 2 sampai 4 kali sehari.Tidak ada pemeriksaan laboraturium yang diperlukan. Efek sampingnya adalah berkunang-kunang dan somnolen.LevetiracetamObat ini digunakan sebagai obat tambahan pada terapi kejang parsial pada penderita epilepsi anak-anak yang berusia 4 tahun ke atas dan dewasa. Obat ini tersedia dalam bentuk tablet dan cairan oral yang digunakan pada anak-anak yang tidak bisa menelan tablet, diminum dua kali sehari. Efek samping dari levetiracetam adalah bingung, gangguan keseimbangan dan perubahan kepribadian yang biasanya menghilang setelah satu bulan pertama terapi.OxcarbazineObat ini di indikasikan untuk terapi dosis tunggal dan terapi tambahan pada penderita epilepsi dewasa dengan kejang parsial dan sebagai terapi tambahan pada anak-anak yang berusia 4 tahun ke atas dengan kejang parsial.Efek samping dari oxcarbazine adalah Nyeri perut, mual muntah Berkunang-kunang Diplopia Mengantuk, bingung Hiponatremia Gangguan gaya berjalanZonisamideObat ini digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita epilepsi kejang parsial dewasa. Obat ini digunakan dua kali sehari. Efek samping dari obat ini adalah berkunang-kunang, gangguan keseimbangan, berkurangnya berat badan, dan bingung.PregabalinObat ini digunakan sebagai terapi tambahan pada kejang parsial pada pensderita epilepsi dewasa. Obat ini dapat digunakan 2 sampai 3 kali sehari.Efek samping dari obat ini adalah Pandangan kabur Sulit berkonsentrasi Berkunang-kunang Mulut kering Sulit menelan Somnolen

KomplikasiKomplikasi kejang parsial komplek dapat dengan mudah dipicu oleh stress emosional. Pasien mungkin mengalami kesulitan kognitif dan kepribadian seperti: Personalitas : sedikit rasa humor, mudah marah, hiperseksual Hilang ingatan : hilang ingatan jangka pendek karena adanya gangguan pada hippocampus, anomia (ketidakmampuan untuk mengulang kata atau nama benda) Kepribadian keras : agresif dan defensiveKomplikasi yang berhubungan dengan kejang tonik klonik meliputi: Aspirasi atau muntah Fraktur vertebra atau dislokasi bahu Luka pada lidah, bibir atau pipi karena tergigit Status epileptikus

Status EpileptikusStatus epileptikus adalah suatu kedaruratan medis dimana kejang berulang tanpa kembalinya kesadaran diantara kejang. Kondisi ini dapat berkembang pada setiap tipe kejang tetapi yang paling sering adalah kejang tonik klonik. Status epileptikus mungkin menyebabkan kerusakan pada otak atau disfungsi kognitif dan mungkin fatal.Komplikasi meliputi: Aspirasi Kardiakaritmia Dehidrasi Fraktur Serangan jantung Trauma kepala dan oral

Sudden unexplained death in epilepsy (SUDEP)SUDEP terjadi pada sebagian kecil orang dengan epilepsy . Dengan alasan yang sangat sulit untuk dimengerti, orang sehat dengan epilepsy dapat meninggal secara mendadak. Ketika hal ini terjadi, orang dengan epilepsy simtomatik memiliki risiko yang lebih tinggi.Dari hasil autopsy tidak ditemukan penyebab fisik dari SUDEP. Hal ini mungkin terjadi karena edem pulmo atau cardiac aritmia. Beberapa orang memiliki risiko yang lebih tinggi dari yang lain seperti dewasa muda dengan kejang umum tonik klonik yang tidak dapat dikontrol sepenuhnya dengan pengobatan. Pasien yang menggunakan dua atau lebih obat anti kejang mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk SUDEP.

PrognosisKetika pasien telah berhasil bebas kejang untuk beberapa tahun, hal ini mungkin untuk menghentikan pengobatan anti kejang, tergantung pada umur pasien dan tipe epilepsi yang diderita. Hal ini dapat dilakukan dibawah pengawasan dokter yang berpengalaman. Hampir seperempat pasien yang bebas kejang selama tiga tahun akan tetap bebas kejang setelah menghentikan pengobatan yang dilakukan dengan mengurangi dosis secara bertahap. Lebih dari setengah pasien anak-anak dengan epilepsi dapat menghentikan pengobatan tanpa perkembangan pada kejang.PencegahanJika kejang berhubungan dengan kondisi medis tertentu, identifikasi dan terapi pada kondisi medis tersebut adalah kunci dari pencegahan terjadinya kejang. Jika pengobatan anti kejang telah diberikan oleh dokter, minum obat sesuai jadwal yang telah direkomendasikan oleh dokter dan tidak lupa minum obat adalah hal yang penting dalam pencegahan kejang. Beberapa orang dengan epilepsi sensitive terhadap alkhohol. Mungkin ada beberapa orang yang mengalami kejang setelah meminum sedikit alkhohol sehingga kunci utama dalam pencegahan kejang adalah dengan menghindari alkhohol. Kurang tidur dan stress mungkin meningkatkan frekuensi terjadinya kejang pada beberapa orang tertentu.

BAB IIIPEMBAHASAN

TERATOGENISITAS OAE PADA KEHAMILANMalformasi Kongenital MayorTelah banyak diketahui bahwa paparan OAE pada janin saat kehamilan dapat meningkatkan risiko kelainan malformasi kongenital. Pada tahun 2009, American Academy Neurology (AAN) menyimpulkan bahwa OAE yang sangat berisiko meningkatkan angka kejadian malformasi kongenital mayor (MKM) adalah Asam Valproat (VPA) dibandingkan dengan Carbamazepin (CBZ), Lamotrigin (LTG) dan Phenytoin (PHT). VPA meningkatkan meningkatkan risiko MKM tidak hanya digunakan sebagai politerapi melainkan juga sebagai monoterapi.10 Risiko MKM meningkat pada penggunaan OAE sebagai politerapi, tidak hanya pada VPA melainkan pada seluruh OAE.Secara umum berbagai penelitian menunjukkan bahwa risiko MKM sekitar 3% pada penggunaan OAE sebagai monoterapi (sedikit di atas risiko MKM pada populasi normal) dan risiko meningkat menjadi 17% jika menggunakan OAE sebagai politerapi, yaitu dua atau lebih jenis OAE.11 Sebagai contoh, risiko MKM pada penggunaan LTG sebagai monoterapi di trimester pertama adalah 2,9% (Cl 1,6-6,1), namun jika digunakan bersamaan dengan VPA risiko MKM meningkat menjadi 12,5% (Cl 6,7-21,7).12CBZ, LTG, PHT, Levetiracetam (LEV) kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko MKM jika dibandingkan dengan wanita hamil yang tidak terpapar OAE. Tabel 1 menunjukkan risiko MKM beberapa OAE jika dibandingkan dengan wanita yang tidak terpapar.10 Pada Tabel 1 terlihat bahwa lima macam OAE yang dapat digunakan sebagai monoterapi yang paling kecil risiko relatifnya (RR) terhadap MKM berturut-turut adalah LTG (RR 1,8), Oxcarbazepine/OXC (RR 2), LEV (RR2,2), PHT (RR 2,6), CBZ (RR 2,7). RR yang paling tinggi adalah VPA yaitu 9. Gabapentin (GBP) menunjukkan angka RR yang paling kecil yaitu 0,6 namun sayangnya sampai saat ini belum digunakan sebagai monoterapi pada epilepsi.10 LTG memiliki angka RR paling rendah, oleh karena itu Tabel 2 menunjukkan perbandingan OAE lain dibandingkan LTG terhadap kejadian MKM. Terlihat bahwa OAE monoterapi yang memiliki RR yang rendah adalah LEV (1,2), PHT (1,5), CBZ (1,5), sedangkan RR GBP adalah 0,3.Penelitian Massachussets General AED Pregnancy Registry menunjukkan bahwa RR Topiramat (TPM) untuk menimbulkan MKM adalah 2,8 (Cl 1-8,1), lebih tinggi dibandingkan LTG (RR 1,3; Cl 0,5-3,5) dan CBZ (RR 2,1; Cl 0,8-5,4). Risiko Relatif TPM terhadap MKM lebih rendah dibandingkan VPA dan Phenobarbital (PHB). TPM meningkatkan risiko berat bayi lahir rendah (lebih rendah 300 gram dibandingkan bayi pada umumnya) dan cleft palate.13,14Risiko MKM semakin meningkat dengan meningkatnya dosis (dose-dependent). Dosis median VPA pada wanita yang melahirkan bayi dengan MKM adalah 1000 mg/hari, sedangakan pada wanita yang tidak melahirkan bayi dengan MKM adalah 750 mg/hari. Dari data ini dapat diambil kesimpulan bahwa pada risiko MKM pada penggunaan VPA dengan dosis 750 mg/hari tidak setinggi pada dosis > 750 mg/hari.10 Penggunaan dosis VPA 1000 mg/hari mempunyai risiko MKM dua kali lipat dibandingkan dosis < 1000 mg/hari.15 Pada beberapa OAE lain, risiko MKM juga meningkat dengan meningkatnya dosis. Risiko MKM pada CBZ dosi < 400 mg/hari lebih rendah dibandingkan dengan dosis > 400 mg/hari dan dosis > 1000 mg/hari (berturut-turut 1,3%, 3,2%, 7,7%). RR MKM pada penggunaan LTG dosis < 300 mg/hari adalah 1,7% dibandingkan dosis 300 mg/hari yaitu 3,6%. Penggunaan PHB dosi < 150 mg/hari mempunyai RR MKM 4,2% dibandingkan dosis 150 mg/hari dengan RR 13,7%.16Beberapa OAE berperan pada terjadinya MKM tertentu. PHT, CBZ dan TPM berperan pada risiko terjadinya palatal cleft, sedangkan VPA berperan pada risiko defek penutupan neural tube (neural tube defect) dan facial cleft. PHB berperan pada terjadinya malformasi jantung.13,17

Perkembangan KognitifPengaruh OAE tidak hanya terhadap MKM pada janin, namun dapat mempengaruhi perkembangan otak janin selama kehamilan. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa penurunan kognitif pada anak yang lahir dari wanita epilepsi meningkat pada penggunaa VPA dan PHB saat kehamilan.Sebuah penelitian menunjukkan bahwa paparan VPA in utero berhubungan dengan penurunan IQ anak lebih besar dibandingkan paparan terhadap PHT, CBZ, atau LTG. Penelitian lain yang membandingkan VPA dan LEV menunjukkan bahwa anak yang terpapar LEV saat dalam kandungan memiliki angka insiden keterlambatan tumbuh kembang (development delay) dan nilai IQ yang sama dengan anak yang lahir dari populasi control. Anak yang terpapar VPA in utero mempunyai nilai IQ jauh lebih rendah dibandingkan kelompok LEV dan control.14

Tata Laksana Epilepsi pada KehamilanMKM terutama terjadi pada paparan OAE di tahap awal kehamilan dan bahkan sebelum wanita epilepsi mengetahui bahwa dirinya hamil. Namun paparan OAE pada tahap akhir kehamilan juga dapat menimbulkan abnormalitas kongenital minor atau kesulitan belajar pada anak yang dikandung.11

Sebelum konsepsi, penggunaan OAE pada wanita denga epilepsi (WDE) harus diperhatikan. WDE yang ingin hamil sebaiknya telah bebas bangkitan atau frekuensi bangkitan seminimal mungkin. Jika WDE telah bebas bangkitan selama 2-3 tahun, maka OAE dapat dipertimbangkan untuk dihentikan karena terdapat risiko teratogenik. Jika OAE tidak dapat dihentikan, maka sebaiknya OAE digunakan dengan dosis efektif seminimal mungkin dan sedapat mungkin monoterapi. Asam valproat sebaiknya dihindari bahkan sejak sebelum konsepsi. Namun jika WDE telah menggunakan LTG, CBZ atau LEV maka OAE tidak perlu diubah.11,18 Beberapa WDE tidak mengalami peningkatan frekuensi bangkitan selama masa kehamilan. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan frekuensi bangkitan pada beberapa wanita (8-46%). Peningkatan frekuensi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kepatuhan konsumsi OAE, penurunan dosis OAE yang tidak seharusnya, penurunan kadar obat dalam plasma selama kehamilan (phenytoin, carbamazepine, phenobarbital, lamotrigin).11 Beberapa ahli menyarankan untuk memeriksa kadar obat dalam plasma selama kehamilan. Beberapa OAE mengalami penurunan kadar dalam plasma pada trimester II dan III, misalnya LTG, PHT, OXC, LEV. Sedangkan CBZ paling sedikit dipengaruhi kehamilan.17 Selain kadar obat dalam plasma, kadar obat yang tidak terikat protein juga harus diukur karena terdapat perubahan ikatan obat terhadap protein selama kehamilan. Sehingga pemeriksaan kadar obat dalam plasma kadang tidak menunjukkan kadar obat yang sesungguhnya. Oleh karena itu pemantauan intensitas frekuensi serangan harus ketat.Walaupun OAE mempunyai efek teratogenisitas terhadap janin, namun efek kejang (bangkitan) berulang yang sering pada WDE yang hamil terhadap risiko MKM janin lebih tinggi. Wanita epilepsi yang hamil dengan kejang (bangkitan) yang tidak terkontrol akan melahirkan bayi yang premature, berat bayi lahir rendah. Sementara janin yang lahir dari wanita epilepsi yang hamil dengan bangkitan yang terkontrol mempunyai risiko MKM yang lebih rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa efek bangkitan yang tidak terkontrol terhadap risiko MKM lebih tinggi dibandingkan risiko teratogenisitas OAE.Risiko MKM pada bayi dapat dikurangi dengan pemberian suplemen asam folat.11,19 Asam folat diberikan sebelum konsepsi dan selama kehamilan dengan dosis yang dianjurkan adalah 5 mg/hari. Pada WDE yang menggunakan OAE enzyme-inducer selama kehamilan, bayi yang dilahirkan mempunyai risiko perdarahan. Profilaksis vitamin K diberikan dengan dosis 1 mg intramuskular pada bayi yang baru lahir.11,19Konseling pada WDE yang ingin hamil dan selama kehamilan sangat penting dilakukan. Hal-hal yang perlu disampaikan saat konseling adalah sebagai berikut. (1) Informasi efek epilepsi dan OAE selama kehamilan harus diberikan kepada semua WDE usia reproduktif. (2) Jika OAE akan diganti, maka penggantian OAE tersebut harus sudah selesai sebelum konsepsi. (3) OAE monoterapi lebih diutamakan dengan dosis rendah yang seefektif mungkin. (4) Risiko MKM meningkat pada WDE yang menggunakan OAE, risiko tersebut lebih meningkat pada penggunaan OAE politerapi. Risiko tertinggi MKM adalah penggunaan VPA. (5) Sebagian besar MKM terjadi pada tahap awal kehamilan, bahkan sering saat WDE belum mengetahui dirinya hamil. (6) WDE yang merencanakan kehamilan harus mengkonsumsi asam folat 5 mg/hari sebelum konsepsi dan selama kehamilan.

BAB IVKESIMPULAN

Risiko malformasi kongenital mayor meningkat pada wanita dengan epilepsi yang menggunakan obat anti epilepsi. Risiko malformasi kongenital mayor terbesar adalah penggunaan asam valproat. Risiko relatif malformasi kongenital mayor yang relatif rendah adalah pada penggunaan Lamotrigin, Phenytoin, Carbamazepine, Levetiracetam, Gabapentin. Penggunaan obat anti epilepsi politerapi mempunyai risisko malformasi kongenital mayor lebih tinggi dibandingkan monoterapi. Sedapat mungkin menggunakan obat anti epilepsi dengan dosis rendah yang efektif. Penggunaan asam folat dapat mengurang risiko malformasi kongenital mayor. Sangat penting diberikan konseling sebelum konsepsi pada wanita dengan epilepsi usia reproduktif.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rapcency AE, Lindhout D and Bulk D, 2012. Frequently asked questions on epilepsy, pregnancy and lactation: A EURAP-NL report, Seizure, 21:606-92. Pellegrino TR. Seizures and Status Epilepticus in Adult. in Tintinali JE, Ruiz E, Krome RL. Emergency Medicine. 4ed. New York: Mc Graw Hill 19963. Shorvon S. Handbook od Epilepsy Treatment. Toronto. Blackwell Science Ltd. 20004. Panayiotopoulos CP. General Aspects on The Diagnosis of Epileptic Seizures and Epileptic Syndromes in A Clinical Guide to Epileptic Syndrome and their Treatment. Based on the new ILAE diagnostic cheme. Oxfordshire: Blandon Medical Publishing, 20025. The Commission on Classification and Terminology of the International League Against Epilepsy. Proposal for revised clinical and electroencephalographic classification of epileptic seizures. Epilepsia 1981; 22:489-5016. The Commission on Classification and Terminology of the International League Against Epilepsy. Proposal for revised classification of epilepsies and epileptic syndromes. Epilepsia 1989; 30:389-997. Anonymous. Patofisiologi dan gejala klinis epilepsi. Availabe at: http://www.infokedokteran.com/info-penyakit/referat-kedokteran-patofisiologi-dan-gejala-klinis-epilepsi.html. Accessed on 25 June 20148. Panayiotopoulos CP. The Epilepsies: Seizures, Syndromes, and Management. Oxfordshire: Blandon Medical Publishing, 20059. MOH Clinical Practice Guidelines. Diagnosis and Management of Epilepsy in Adults. 199910. Hernandez-Diaz S, Smith CR, Shen A, Mittendorf R, Hauser WA, Yerby M, Holmes LB, 2012. Comparity safety of antiepileptic drugs during pregnancy. Neurology, 78: 1692-9911. Crawford P, 2005. Best practice guideline for the management of women with epilepsy, Epilepsia, 46(9): 117-2412. Cunnington M dan Tennis P, 2005. Lamotrigine and the risk of malformations in pregnancy, Neurology, 64(6): 955-6013. Margulis AV, Mitchell AA, Gilboa SM, Werler MM, Mittleman MA, Glynn RJ, Hernandez-Diaz S, 2012. Use of topiramate in pregnancy and risk of oral clefts. American Journal of Obstetric & Gynecology, 207: 405.e1-714. Mintzer S, 2013. Antiepileptic drugs adverse effects and teratogenicity. in 2013 AAN Timeline: Neuro Flash: Epilepsy, ed. MR Sperling, AAN Institute, USA15. Mawhinney E, Campbell J, Craig J, Russel A, Smithson W, Parsons L, et al, 2012. Valproate and the risk for congenital malformations: is formulation and dosage regime important? Seizure, 21: 215-816. Tomson T, Battino D, Bonizzoni E, Craig J, Lindhout D, Sabers A, Perucca E dan Vajda F, 2011. De=ose-dependent risk of malformations with antiepileptic drugs: an analysis of data form the EURAP epilepsy and pregnancy registry. Lance Neurol, 10: 609-1717. Harden CL, Hopp J, Ying TY, Pennel PB, French JA, Hauser WA, et al, 2009. Practice parameter update: management issues for women epilepsy focus on pregnancy (an evidence-based review): Obstetrical complications and change in seizure frequency. Neurology, 73: 126-3218. Meador KJ, Pennel PB, Harden CL, Gordon JC, Tomson T, Kaplan PW, et al, 2008. Pregnancy registries in epilepsy: a consensus statement on health outcomes. Neurology, 71(14): 1109-1719. Harden CL, Pennell PB, Koppel BS, Hovinga CA, Gidal B, Meador KJ, et al, 2009. Practice parameter update: management issues for women epilepsy focus on pregnancy (an evidence-based review): vitamin K, folic acid, blood levels, and breastfeeding. Neurology, 73: 142-9

Page | 1