MATERI PENYULUHAN
Transcript of MATERI PENYULUHAN
LAMPIRAN
LANDASAN TEORI TOPIK PENYULUHAN
ASI DAN MP-ASI
Definisi ASI Eksklusif
ASI adalah sutu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik,
psikologis, social, maupun spiritual.
ASI Eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah lahir sampai bayi berumur 6
bulan tanpa pemberian makanan lain. Tindakan ini akan terus merangsang produksi ASI
sehingga pengeluaran ASI dapat mencukupi kebutuhan bayi dan bayi akan terhindar dari
diare.
ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi
ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan
tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan
tim (Roesli U, 2005).
ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan faktor pertumbuhan, anti alergi, serta
anti inflasi.
Pengelompokan ASI
Macam – macam ASI :
1.Kolostrum
Merupakan cairan yang pertama kali keluar, berwarna kekuning – kuningan. Banyak
mengandung protein, antibody (kekebalan tubuh),
2. Air Susu Masa Peralihan
Merupakan ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI matur. Terjadi pada hari ke 4-
10, berisi karbohidrat dan lemak dan volume Asi meningkat.
3. Air Susu Matur
Merupakan cairan yang berwarna putih kekuningan, mengandung semua nutrisi.
Terjadi pada hari ke 10 – seterusnya.
Waktu Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4
bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus mulai
diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2
tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun (Roesli U, 2005).
Komponen-komponen ASI Eksklusif
Unsur nutrisi ASI
1. Hidrat arang
Merupakan nutrisi yang fital untuk pertumbuhan sel saraf otak dan pemberi kalori untuk kerja
sel-sel saraf, memudahkan penyerapan kalsium, mempertahankan factor bifidus dalam usus,
dan mempercepat pengeluaran kolostrum sebagai antibody bayi.
2. Protein
Protein dalam ASI jumlahnya lebih rendah disbanding protein dalam ASS. Protein ASi
merupakan bahan baku untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Protein ASI sangat
cocok karena unsure protei didalamnya hamper seluruhnya terserap oleh system pencernaan
bayi. Berbagai unsure protein (gugus asam amino) yang ada dalam ASI merupakan bahan
baku yang tidak dapat diganti oleh susu sapi. Unsure protein ini secara fisiologis telah
dibentuk baik jenis maupun jumlah sesuai dengan kebutuhan bayi. Misalnya protein dalam
ASI bayi premature berbeda dengan protein pada ASI bayi matur.
3. Lemak
Jenis lemak yang ada didalam ASI mengandung lemak rantai panjang yang merupakan lemak
kebutuhan sel jaringan otak dan sangat mudah dicerna serta mempunyai jumlah yang cukup
tinggi. Dalam bentuk omega3, omega6, DHA, acachidonid acid merupakan komponen
penting untuk mielinasi. Seluruh asam lemak dapat dibuat oleh tubuh dari protein dan
karbohidrat, kecuali asam linoleat. Tanpa asam linoleat otak tidak dapat memperbaiki myelin
dan dapat mengakibatkan hilanhnya koordinasi, daya ingat, gangguan paranoia, apatis,
gemetar dan halusinasi. Asam linoleat ada di dalam ASI dengan jumlah yang cukup tinggi.
Lemak ASI mudah dicerna dan diserap oleh bayi, karena ASI juga mengandung enzim lipase
yang mencerna lemak trigliserida menjadi digliserida, sehingga sedikit sekali lemak yang
tidak diserap oleh system pencernaan bayi
4. Mineral
ASI mengandung mineral yang lengkap walaupun kadarnya relative rendah, tetapi cukup
untuk bayi berumur 6 bulan. Kadar mineral yang tidak diserap akan memperberat kerja usus
bayi untuk mengeluarkan, mengganggu keseimbangan (ecologi) dalam usus bayi, dan
meningkatkan pertumbuhan bakteri merugikan yang akan mengakibatkan kontraksi usus bayi
tidak normal, sehingga bayi kembung, dan gelisah karena konstipasi atau gangguan
metaboisme.
5. Vitamin
ASI mengandung vitamin yang lengkap. Vitamin cukup uuntuk 6 bulan sehingga tidak perlu
ditambah kecuali vitamin K, karena bayi baru lahir ususnya belum mamapu membentuk
vitamin K, oleh karena itu perlu tambahan vit.K pada hari ke-1, -3, dan-7. Vit.K diberikan
secara oral.
6. Vitamin K
Pada minggu pertama, usus bayi belum mampu membuat vit.K, sedangkan bayi setelah
persalinan mengalami perdarahan periver yang perlu dibantu dengan pemberian vit.K untuk
proses pembekuan darah. Dalam ASI vitamin A, D, dan C ada dalam jumlah cukup,
sedangkan golongan vitamin B kecuali ribloflavin dan patotenik sangat kurang, tetapi tidak
perlu ditambahkan karena kebutuhan bayi akan dicukupi oleh makanan (menu) yang
dikonsumsi ibu menyusui.
Manfaat ASI Eksklusif untuk Bayi
Berikut manfaat ASI untuk bayi :
1. Pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik, terutama pada bayi
umur kurang dari 6 bulan, selain juga bermanfaat bagi ibu. ASI mengandung semua zat gizi
dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh gizi bayi pada 6 bulan pertama
kehidupannya.
2. Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi, karena
mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, perlu
ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).
3. Setelah umur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30% dari kebutuhan bayi, akan
tetapi pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih memberikan manfaat.
4. ASI disesuaikan secara unik bagi bayi manusia, seperti halnya susu sapi adalah yang
terbaik untuk sapi
5. Komposisi ASI ideal untuk bayi
6. Dokter sepakat bahwa ASI mengurangi resiko infeksi lambung-usus, sembelit, dan alergi
7. Bayi ASI memiliki kekebalan lebih tinggi terhadap penyakit. Contohnya, ketika si ibu
tertular penyakit (misalnya melalui makanan seperti gastroentretis atau polio), antibodi sang
ibu terhadap penyakit tersebut diteruskan kepada bayi melalui ASI
8. Bayi ASI lebih bisa menghadapi efek kuning (jaundice). Level bilirubin dalam darah bayi
banyak berkurang seiring dengan diberikannya kolostrum dan mengatasi kekuningan, asalkan
bayi tersebut disusui sesering mungkin dan tanpa pengganti ASI.
9. ASI selalu siap sedia setiap saat bayi menginginkannya, selalu dalam keadaan steril dan
suhu susu yang pas
10. Dengan adanya kontak mata dan badan, pemberian ASI juga memberikan kedekatan antara
ibu dan anak. Bayi merasa aman, nyaman dan terlindungi, dan ini mempengaruhi kemapanan
emosi si anak di masa depan.
11. Apabila bayi sakit, ASI adalah makanan yang terbaik untuk diberikan karena sangat mudah
dicerna. Bayi akan lebih cepat sembuh.
12. Bayi prematur lebih cepat tumbuh apabila mereka diberikan ASI perah. Komposisi ASI akan
teradaptasi sesuai dengan kebutuhan bayi, dan ASI bermanfaat untuk menaikkan berat badan
dan menumbuhkan sel otak pada bayi prematur.
13. Beberapa penyakin lebih jarang muncul pada bayi ASI, di antaranya: kolik, SIDS (kematian
mendadak pada bayi), eksim, Chron’s disease, dan Ulcerative Colitis.
14. IQ pada bayi ASI lebih tinggi 7-9 point daripada IQ bayi non-ASI. Menurut penelitian pada
tahun 1997, kepandaian anak yang minum ASI pada usia 9 1/2 tahun mencapai 12,9 poin
lebih tinggi daripada anak-anak yang minum susu formula.
Menyusui bukanlah sekadar memberi makan, tapi juga mendidik anak. Sambil menyusui,
eluslah si bayi dan dekaplah dengan hangat. Tindakan ini sudah dapat menimbulkan rasa
aman pada bayi, sehingga kelak ia akan memiliki tingkat emosi dan spiritual yang tinggi. Ini
menjadi dasar bagi pertumbuhan manusia menuju sumber daya manusia yang baik dan lebih
mudah untuk menyayangi orang lain.
Manfaat ASI Eksklusif untuk Ibu
Berikut manfaat ASI untuk ibu menyusui :
1. Hisapan bayi membantu rahim menciut, mempercepat kondisi ibu untuk kembali ke masa
pra-kehamilan dan mengurangi risiko perdarahan
2. Lemak di sekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa kehamilan pindah ke dalam
ASI, sehingga ibu lebih cepat langsing kembali
3. Penelitian menunjukkan bahwa ibu yang menyusui memiliki resiko lebih rendah terhadap
kanker rahim dan kanker payudara.
4. ASI lebih hemat waktu karena tidak usah menyiapkan dan mensterilkan botol susu, dot, dsb
5. ASI lebih praktis karena ibu bisa jalan-jalan ke luar rumah tanpa harus membawa banyak
perlengkapan seperti botol, kaleng susu formula, air panas, dsb
6. ASI lebih murah, karena tidak usah selalu membeli susu kaleng dan perlengkapannya
7. ASI selalu bebas kuman, sementara campuran susu formula belum tentu steril
8. Penelitian medis juga menunjukkan bahwa wanita yang menyusui bayinya mendapat
manfaat fisik dan manfaat emosional
9. ASI tak bakalan basi. ASI selalu diproduksi oleh pabriknya di wilayah payudara. Bila
gudang ASI telah kosong. ASI yang tidak dikeluarkan akan diserap kembali oleh tubuh ibu.
Jadi, ASI dalam payudara tak pernah basi dan ibu tak perlu memerah dan membuang ASI-
nya sebelum menyusui
Peran ASI Pada Kecerdasan Anak
Komposisi ASI dan berbagai factor pertumbuhan yang ada didalam ASI sangat
menentukan proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan otak bayi. Oleh karena itu,
penting untuk mempertimbangkan manajemen pemberiannya. ASI mengandung taurin dari
gugus protein sebagai bahan pokok pertumbuhan sel otak dan lemak dengan rantai panjang,
seperti omega -3, -6, dan DHA sebagai bahan kedua pembentuk sel saraf otak. Kedua nutrisi
ini sangat sedikit kandungannya pada susu buatan. Laktosa menghasilkan galaktosa sebagai
sumber makanan pada pertumbuhan sel saraf otak sehingga jaringan serabut saraf otak dapat
tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin bahkan dapat menggantikan kekurangan
pertumbuhan selam masa dalam kandungan. Karena pada masa ini masih berlangsung
hiperplasi kedua jaringan otak.
Pertumbuhan dan perkembangan yang optimal sejak masa janin sampai usia balita
merupakan masa kritis yang tidak dapat diganti oleh kesempatan lain. Pada
kurunwaktutersebut terjadi perkembangan dan peryumbuhan sel-sel otak yang cepat sekali
yang akan menentukan kualitas otak pada masa dewasa nanti.
Inteligansia atau tingkat kecerdasan selain ditentukan oleh kondisi gizi juga
dipengaruhi oleh genetic (unsure pembawaaan sifat keturunan) dan mempengaruhi faktor
lingkungan. Faktor penentu intelegensia di atas yang dapat diusahakan oleh manusia agar
mendapat tingkat kecerdasan yang optimal adalah faktor gizi dan lingkungan.
Dengan mempelajari dan mengetahui jenis dan susunan makanan (gizi) yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel otak serta kapan nutrisi itu sangat
dibutuhkan, ibu dan bidan dapat melakukan intervensi dari luar terhadap kecerdasa seorang
anak. Intervensi dari luar ini dapat dilakukan dengan meningkatkan asupan kebutuhan zat
pembentuk sel yang semuanya harus tersedia cukup dan dalam waktu yang tepat. Dan
kebutuhan ini sebenarnya telah dipenuhi oleh ASI.
Struktur Perkembangan Otak
Otak terdiri dari otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum) dan batang otak.
Semuanya tersusun dari sel-sel neuron yang jumlahnya ratusan juta. Sel syaraf itu sendiri
terbagi 2 yaitu aksin dan dendrite. Akson berfungsi sebagai penghantar rangsanggan kedalam
otak, sedangkan dendrite sebaliknya, selain itu juga terdapat sel glia yang terdiri dari jaringan
ikat yang bersifat non-communicating. Zat-zat dalam sel otak itu sendiri terdiri dari protein,
lemak dan air (H2O).
Otak mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejak fase mudigah (embrio)
sampai periode tertentu kehidupan manusia. Pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak
membutuhkan zat gizi tertentu. Ukuran zat gizi mengakibatkan kelainan baik yang bersifat
permanen atau tidak bias pulih. Pada anak usia 0-1 tahun (bayi), ASI merupakan makanan
yang terpenting bagi perkembangan otak. ASI merupakan sumber taurin dan folasin, asam
linoleat (asam lemak rantai panjang), dan laktosa yang hanya sedikit sekali ada pada susu
sapi. Semua unsur nutrisi ini merupakan bahan penting dalam pertumbuhan syaraf otak.
Jaringan otak bayi yang mendapatkan ASI eksklusif akan tumbuh optimal dan terbebas dari
rangsangan kejang sehingga menjadikan anak lebih cerdas dan terhindar dari kerusakan sel
syaraf otak.
Peran ASI Pada Kesehatan
Kadar kolesterol dalam ASI sangat tinggi. Tingginya kolesterol dalam ASI sangat
menguntungkan bayi karena sejak dini bayi sudah terbiasa mengelola kolesterol sehingga
sistem pencernaan dan sistem peredaran darah bayi telah beradaptasi dengan asupan
kolesterol.Keuntungan kedua tubuh bayi dengan faktor pertumbuhan yang ada didalam ASI
dapat menyintessi enzim untuk metabolisme lemak.Enzim ini juga berperan mengendalikan
kadar kolesterol dalam darah,sehingga dapat mencegah penebalan dinding pembuluh darah
dan dapat mengurangi angka serangan jantung.Hal ini berbeda dengan bayi yang mendapat
susu buatan.Susu buatan mengndung kolesterol hanya sedikit atau tidak ada sama sekali
sehingga tubuh tidak bisa menerima asupan kolesterol.Dengan tidak mendapat ASI berarti
enzim pengendali lemak tidak disintesis oleh tubuh.
Dua belas jenis imunoglobin terdapat dalam ASI.Dalam tubuh bayi teridentifikasi 30
jenis imunoglobin, diantaranya 18 jenis imunoglobin berasal dari serum darah ibu dan 12
jenis hanya ditemukan dalam ASI. Imunoglobin G dapat menembus plasenta. Konsentrasi
tinggi cukup lama sejak janin dalam kandungan sampai beberapa bulan setelah bayi lahir dan
konsentrasi meningkat dalam ASI pada minggu pertama. Imunoglobin G mampu memberi
perlindungan terhadap penyakit campak, rubela, difteri, dan salmonela.
Imunoglobin A disintesis oleh sel-sel alveoli dalam kelennjar payudara dan
dilepaskan oleh limfosit kedalam ASI.Imunoglobin A kadarnya tinggi didalam ASI matur
yang berfungsi menutup lumen mukosa usus bayi sehingga mencegah kuman atau virus
melekat pada mokosa. Bersama makrofag dapat memfagositosis berbagai kuman dalam usus.
Dengan memperoleh berbagai imunoglobin dari serum ibu maupun ASI, bayi
mendapat perlindungan terhadap serangan kuman Cloostridium tetani, difteri, pneumonia,
E.coli, salmonela, sigela, influenza, steptokokus, stafilokokus, virus polio, rotavirus, dan
vibrio colera. Oleh karena itu, bayi yang mendapat ASI eksklusif akan terhindar dari berbagai
penyakit infeksi,penyakit sistem pencernaan, serta berbagai penyakit yang disebabkan oleh
virus. Penelitian membuktikan bahwa bayi yang tidak mendapat ASI memiliki peluang 14,3
kali untuk meninggal karena serangan berbagai penyakit.
Peranan ASI terhadap alergi terjadi karena ASI mengandung alfa tokoferol, sistim
dan vitamin C yang berfungsi menghalau oksigen radikal bebas juga sebagai anti-oksidan.
Histaminase mencegah degradasi histamin. Antitripsin menetralkan enzim dalam proses
inflamasi. Lemak ASI menetralkan virus.
Didalam ASI, hidrat arang terbentuk laktosa yang memiliki kadar lebih tinggi, yaitu
20% sampai 30% lebih banyak dari pada kadar hidrat arang yang ada didalam susu sapi
sehungga ASI terasa lebih manis dan segar. Laktosa akan menghasilkan galaktosa. Dalam
proses metabolisme, laktosa ini menimbulkan suasana asam. Suasana asam ini akan menjadi
media yang baik untuk pembiakan bakteri bifidobakterri (bakteri yang menguntungkan)
dimukosa usus bayi yang disebut faktor bifidus dan akan mematikan bakteri yang jahat.
Suasana asam ini akan memberi kesempatan bifidobakteri untuk berkembanngbiak dan
menghasilkann vitamin B1, B2, B5, vitamin K, asam folat, dan asam asetat yang mampu
meningkatkan daya tahan anak terhadap infeksi. Faktor bifidus ini akan memberi
perlindungan pada sistem pencernaan bayi. Taurin dalam ASI selain membangun sel otak
bayi berperan juga membangun kornea mata sehingga anak yang mendapat Asi eksklusif
matanya lebih sehat dibanding dengan kelompok bayi yang tidak mendapat ASI.
Kesimpulan, bayi yang mendapat ASI eksklusif memiliki sistem peredaran darah
yang lebih baik sehingga kemungkinan kecil terserang antriosklerosis atau penyakit
jantung,dapat terlindung dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh kuman, bakteri, virus
maupun alergi dan akan memiliki kornea mata yang sehat.
Definisi MP-ASI
Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada anak usia 6–24
bulan. Peranan makanan tambahan sama sekali bukan untuk menggantikan ASI
melainkan untuk melengkapi ASI. Jadi, makanan pendamping ASI harus tetap
diberikan kepada anak, paling tidak sampai usia 24 bulan (Yesrina, 2000).
Makanan Pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi
diberikan kepada bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya (Utami, 2006).
Tujuan Pemberian MP-ASI
Tujuan pemberian makanan pendamping ASI adalah untuk menambah energi dan zat-
zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi
secara terus menerus. (Yesrina, 2000). Dengan demikian makanan tambahan
diberikan untuk mengisi kesenjangan antara kebutuhan nutrisi total pada anak dengan
jumlah yang didapatkan dari ASI (WHO, 2003).
Dampak Memberikan MP-ASI Terlalu Dini
a. Risiko jangka pendek
Pengenalan makanan selain ASI kepada diet bayi akan menurunkan frekuensi dan
intensitas pengisapan bayi, yang akan merupakan risiko untuk terjadinya penurunan
produksi ASI.
Pengenalan serealia dan sayur-sayuran tertentu dapat mempengaruhi penyerapan zat
besi dari ASI sehingga menyebabkan defisiensi zat besi dan anemia.
Resiko diare meningkat karena makanan tambahan tidak sebersih ASI.
Makanan yang diberikan sebagai pengganti ASI sering encer, buburnya berkuah atau
berupa sup karena mudah dimakan oleh bayi. Makanan ini memang membuat
lambung penuh, tetapi memberi nutrient lebih sedikit daripada ASI sehingga
kebutuhan gigi/nutrisi anak tidak terpenuhi.
Anak mendapat faktor pelindung dari ASI lebih sedikit, sehingga resiko infeksi
meningkat.
Anak akan minum ASI lebih sedikit, sehingga akan lebih sulit untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi anak
Defluk atau kolik usus yaitu istilah yang digunakan bagi kerew
elan atau tangisan yang terus menerus bagi bayi yang dipercaya karena adanya kram
di dalam usus.
b. Risiko jangka panjang
1.Obesitas
Kelebihan dalam memberikan makanan adalah risiko utama dari pemberian makanan
yang terlalu dini pada bayi. Konsekuensi pada usia-usia selanjutnya adalah terjadi
kelebihan berat badan ataupun kebiasaan makan yang tidak sehat.
2.Hipertensi
Kandungan natrium dalam ASI yang cukup rendah (± 15 mg/100 ml). Namun,
masukan dari diet bayi dapat meningkatkan drastis jika makanan telah dikenalkan.
Konsekuensi dikemudian hari akan menyebabkan kebiasaan makan yang
memudahkan terjadinya gangguan/hipertensi.
3.Arteriosklerosis
Pemberian makanan pada bayi tanpa memperhatikan diet yang mengandung tinggi
energi dan kaya akan kolesterol serta lemak jenuh, sebaliknya kandungan lemak tak
jenuh yang rendah dapat menyebabkan terjadinya arteriosklerosis dan penyakit
jantung iskemik.
4.Alergi Makanan
Belum matangnya sistem kekebalan dari usus pada umur yang dini dapat
menyebabkan alergi terhadap makanan. Manifestasi alergi secara klinis meliputi
gangguan gastrointestinal, dermatologis, dan gangguan pernapasan, dan sampai
terjadi syok anafilaktik.(Cox, 2006).
Tanda Bayi Sudah Siap Diberi MP-ASI
1. Dapat mengendalikan lidahnya lebih baik
2. Mulai melakukan gerakan mengunyah keatas dan ke bawah
3. Suka memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya
4. Berminat terhadap rasa yang baru
5. Pada usia ini juga sistem pencernaan sudah cukup matang untuk mencerna berbagai
makanan
Waktu Pemberian MP-ASI
Makanan pendamping ASI harus mulai diberikan ketika bayi tidak lagi mendapat
cukup energi dan nutrient dari ASI saja. Untuk kebanyakan bayi, makanan tambahan
mulai di berikan pada usia 6 bulan. Pada usia ini otot dan saraf di dalam mulut bayi
cukup berkembang untuk memamah. Sebelum usia 4 bulan, bayi akan mendorong
makanan keluar dari mulutnya karena mereka belum bisa mengendalikan gerakan
lidahnya dengan baik (WHO, 2003).
Jenis MP-ASI
Jenis makanan pendamping ASI yang diberikan oleh menurut WHO, adalah sebagai
berikut :
1. Bubur / sup dari makanan pokok (serealia, umbi-umbian dan buah-buahan yang
bertepung )
2. Kacang-kacangan (Misalnya merah, kacang polong dan kacang hijau)
3. Sumber makanan hewani (makanan dari hewan)
4. Sayuran berdaun hijau dan buah-buahan
5. Minyak, lemak dan gula.
Jadwal Pemberian MP-ASI
Jadwal makan bayi sebaiknya disesuaikan dengan jadwal makan keluarga yaitu, 3x
makanan pokok (sarapan pagi, makan siang, makan malam), 2x makanan selingan
(jam 10.00 dan 16.00), serta 3x ASI (saat bagun pagi, sebelum tidur siang dan
malam).
Jadwal pemberian makanan tambahan menurut umur, jenis makanan, frekuensi
pemberian dapat dilihat pada berikut :
Umur Jenis Makanan Berapa kali sehari
6 – 7 bulan:
1. ASI Kapan diminta
2. Bubur lunak/sari buah
3. Bubur : bubur havermoot/ bubur tepung beras merah 1 – 2 kali sehari
7 – 9 bulan:
1. ASI Kapan diminta
2. Buah-buahan
3. Hati ayam atau kacang-kacangan
4. Beras merah atau ubi
5. Sayuran (wortel, bayam)
6. Air tajin 3 – 4 kali sehari
9 – 12 bulan:
1. ASI Kapan diminta
2. Buah-buahan
3. Bubur atau roti
4. Daging/kacang-kacangan/ayam/ikan
5. Beras merah/kentang/labu/jagung
6. Sari buah 4 – 6 kali sehari. (Krisnatuti D, Yenrina, 2000)
Karakteristik Ibu
1). Tingkat Pendidikan Dalam Pemberian MP-ASI
Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh seseorang
tingkat pendidikan merupakan suatu wahana untuk mendasari seseorang berprilaku
secara ilmiah.
Tingkat pendidikan yang rendah akan susah mencerna pesan atau informasi yang
disampaikan (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan diperoleh melalui proses belajar yang
khusus diselenggarakan dalam waktu tertentu, tempat tertentu dan kurikulum tertentu,
namun dapat diperoleh dari bimbingan yang diselenggarakan sewaktu-waktu dengan
maksud mempertinggi kemampuan atau ketrampilan khusus. Dalam garis besar ada
tiga tingkatan pendidikan yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan tinggi.
Masing-masing tingkat pendidikan tersebut memberikan tingkat pengetahuan tertentu
yang sesuai dengan tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal
yang diperoleh, semakin tinggi pula pengetahuan tentang pemberian MP-ASI yang
tepat (Tarmudji, 2003).
2). Umur Ibu
Umur adalah lama hidup individu terhitung saat mulai dilahirkan sampai berulang
tahun (Nursalam, 2003). Semakin cukup umur, tingkat kematangan seseorang akan
lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang
yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari pada orang yang belum cukup tinggi
kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa
(Nursalam, 2003).
3). Pengetahuan
Dari hasil penelitian (FKUI) tampak bahwa ibu yang berpendidikan rendah sampai
menengah lebih cepat memberikan susu botol daripada ibu yang tidak berpendidikan
formal. Ibu yang tidak formal sebagian telah mengetahui apa dampak dari pemberian
MP-ASI dini sehingga mendorong ibu untuk menyusui bayinya sendiri (Notoatmodjo,
2005).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang
dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya
sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan – kegiatan kesehatan dan
berperan aktif dalam kegiatan–kegiatan kesehatan di masyarakat. PHBS di Rumah Tangga
adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu
melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan
di masyarakat. PHBS di Rumah Tangga dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga Sehat.
Rumah tangga sehat berarti mampu menjaga, meningkatkan, dan melindungi kesehatan setiap
anggota rumah tangga dari gangguan ancaman penyakit dan lingkungan yang kurang
kondusif untuk hidup sehat. PHBS merupakan salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk
menghasilkan kemandirian di bidang kesehatan baik pada masyarakat maupun pada keluarga,
artinya harus ada komunikasi antara kader dengakeluarga/masyarakat untuk memberikan
informasi dan melakukan pendidikan kesehatan
Tujuan PHBS
Tujuan Umum :
Meningkatnya rumah tangga sehat di desa kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Tujuan Khusus :
1) Meningkatkan pengetahuan, kemauan dan kemampuan anggota rumah tangga
untuk melaksanakan PHBS.
2) Berperan aktif dalam gerakan PHBS di masyarakat.
Manfaat PHBS
Manfaat PHBS bagi rumah tangga:
a) Setiap rumah tangga meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit.
b) Anak tumbuh sehat dan cerdas.
c) Produktivitas kerja anggota keluarga meningkat dengan meningkatnya
kesehatan anggota rumah tangga maka biaya yang dialokasikan untuk
kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi seperti biaya pendidikan,
pemenuhan gizi keluarga dan modal usaha untuk peningkatan pendapatan
keluarga.
Manfaat PHBS bagi masyarakat:
a) Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan yang sehat.
b) Masyarakat mampu mencegah dan menanggulangi masalah-masalah
kesehatan.
c) Masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.
d) Masyarakat mampu mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber
Masyarakat (UKBM) seperti posyandu, jaminan pemeliharaan kesehatan,
tabungan bersalin (tabulin), arisan jamban, kelompok pemakai air, ambulans
desa dan lain-lain.
Sasaran PHBS
Sasaran PHBS di Rumah Tangga adalah seluruh anggota keluarga yaitu:
a) Pasangan Usia Subur
b) Ibu Hamil dan Ibu Menyusui
c) Anak dan Remaja
d) Usia Lanjut
e) Pengasuh Anak
Indikator dan Definisi Operasional PHBS
Pembinaan PHBS di rumah tangga dilakukan untuk mewujudkan Rumah Tangga
Sehat. Rumah Tangga Sehat adalah rumah tangga yang memenuhi 7 indikator PHBS dan 3
indikator Gaya Hidup Sehat sebagai berikut:
7 Indikator PHBS di Rumah Tangga:
1) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
Adalah pertolongan persalinan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan (bidan, dokter, dan tenaga para medis lainnya).
2) Bayi diberi ASI eksklusif
Adalah bayi usia 0-6 bulan hanya diberi ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan.
3) Penimbangan bayi dan balita
Penimbangan balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan balita setiap bulan
dan mengetahui apakah balita berada pada kondisi gizi kurang atau gizi buruk.
4) Mencuci tangan dengan air dan sabun
Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab
penyakit. Bila digunakan, kuman berpindah ke tangan. Pada saat makan,
kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh yang bisa menimbulkan penyakit.
Sabun dapat mengikat lemak, kotoran dan membunuh kuman. Tanpa sabun,
kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan.
5) Menggunakan air bersih
Air yang kita pergunakan sehari-hari untuk minum, memasak, mandi,
berkumur,membersihkan lantai, mencuci alat-alat dapur, mencuci pakaian, dan
sebagainya haruslah bersih, agar kita tidak terkena penyakit atau terhindar dari
penyakit.
6) Menggunakan jamban sehat
Setiap rumah tangga harus memiliki dan menggunakan jamban leher angsa dan tangki
septic atau lubang penampungan kotoran sebagai penampung akhir.
7) Rumah bebas jentik
Adalah rumah tangga yang setelah dilakukan pemeriksaan jentik berkala tidak
terdapat jentik nyamuk.
3 Indikator Gaya Hidup Sehat:
a) Makan buah dan sayur setiap hari
Adalah anggota keluarga umur 10 tahun ke atas yang mengkomsumsi minimal 3 porsi
buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya setiap hari.
b) Melakukan aktivitas fisik setiap hari
Adalah anggota rumah tangga umur 10 tahun ke atas melakukan aktivitas fisik 30
menit setiap hari.
c) Tidak merokok dalam rumah
Anggota rumah tangga umur 10 tahun ke atas tidak boleh merokok di dalam rumah
ketika berada bersama dengan anggota keluarga yang lainnya.
Dari ketujuh indikator PHBS di atas yang berhubungan dengan kejadian diare adalah:
Menggunakan air bersih, dan Menggunakan jamban sehat, dan Cuci tangan dengan air dan
sabun.
CUCI TANGANTangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan hewan, ataupun
cairan tubuh lain seperti ingus dan air ludah dapat terkontaminasi oleh kuman-kuman
penyakit seperti bakteri, virus dan parasit yang dapat menempel pada permukaaan kulit. Oleh
karena itu tangan sangat berperan dalam penularan penyakit, khususnya penyakit yang
ditularkan melalui mulut, misalnya diare. Menurut Depkes (2009) tangan akan bebas dari
kuman penyakit apabila cuci tangan dengan baik dan benar.
Pengertian Cuci Tangan Pakai Sabun dan Air Mengalir
Menurut Depkes (2009) cuci tangan pakai sabun adalah salah satu tindakan sanitasi
dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk
menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun dikenal
juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit. Mencuci tangan dengan air saja tidak
cukup. Penggunaan sabun selain membantu singkatnya waktu cuci tangan, dengan
menggosok jemari dengan sabun menghilangkan kuman yang tidak tampak minyak/ lemak/
kotoran di permukaan kulit, serta meninggalkan bau wangi. Perpaduan kebersihan, bau wangi
dan perasaan segar merupakan hal positif yang diperoleh setelah menggunakan sabun.
Waktu Yang Tepat Cuci Tangan
Menurut Depkes (2009) waktu yang tepat untuk cuci tangan pakai sabun adalah:
1) Sebelum makan
2) Sesudah membersihkan anak BAB
3) Sebelum menyiapkan makanan
4) Sebelum memegang bayi
5) Sesudah buang air besar
Cara Cuci Tangan Yang Benar
Mencuci tangan yang benar harus menggunakan sabun dan di bawah air yang
mengalir. Sedangkan menurut Depkes (2009) langkah-langkah teknik mencuci tangan yang
benar adalah sebagai berikut.
a) Basahi tangan dengan air di bawah kran atau air mengalir.
b) Ambil sabun cair secukupnya untuk seluruh tangan.
c) Gosokkan kedua telapak tangan. Gosokkan sampai ke ujung jari.
d) Telapak tangan kanan menggosok punggung tangan kiri (atau sebaliknya) dengan jari-
jari saling mengunci (berselang-seling) antara tangan kanan dan kiri. Gosok sela-sela
jari tersebut. Lakukan sebaliknya.
e) Letakkan punggung jari satu dengan punggung jari lainnya dan saling mengunci.
f) Usapkan ibu jari tangan kanan dengan telapak kiri dengan gerakan berputar. Lakukan
hal yang sama dengan ibu jari tangan kiri.
g) Gosok telapak tangan dengan punggung jari tangan satunya dengan gerakan ke depan,
ke belakang dan berputar. Lakukan sebaliknya.
h) Pegang pergelangan tangan kanan dengan tangan kiri dan lakukan gerakan memutar.
Lakukan pula untuk tangan kiri.
i) Bersihkan sabun dari kedua tangan dengan air mengalir.
j) Keringkan tangan dengan menggunakan tissue dan bila menggunakan kran, tutup kran
dengan tissue.
JAMBAN SEHAT
Pengertian Jamban
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan tinja (kotoran)
manusia yang tediri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa
leher angsa (jamban cemplung) yang dilengkapi dengan unti penompang kotoran dan air
untuk membersihkannya.
Tujuan Jamban
Tujuan dari di buatnya jamban yaitu :
a) Menjaga lingkungan bersih, sehat dan tidak berbau.
b) Tidak mencemari sumber air yang ada di sekitamya.
c) Tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penular penyakit
Diare, Kolera Disentri, Thypus, kecacingan, penyakit saluran pencernaan, penyakit kulit dan
keracuanan.
Manfaat Jamban
Manfaat dibuatnya jamban bagi manusia, yaitu :
a) Mencegah pencemaran dari kotoran/tinja manusia.
b) Mencegah penularan penyakit.
Jenis-Jenis Jamban
a) Jamban cemplung
Merupakan jamban yang penampungannya berupa lubang yang berfungsi menyimpan dan
meresapkan cairan kotoran/tinja ke dalam tanah dan mengendapkan kotoran ke dasar lubang.
Untuk jamban cemplung diharuskan ada penutup agar tidak berbau. Jamban ini digunakan
untuk daerah yang sulit air.
b) Jamban tangki septik/leher angsa
Merupakan jamban berbentuk leher angsa yang penampungannya berupa tangki septik kedap
air yang berfungsi sebagai wadah proses penguraian/dekomposisi kotoran manusia yang
dilengkapi dengan resapannya. Pilihan leher angsa yang terbuat dari keramik, porselin atau
kaca serat (fiber glass). Tempat air perapat harus terbuat dari kaca serat atau keramik karena
permukaanya licin dan cukup kuat sehingga mudah dibersihkan.
Selain itu juga tidak berbau dan tidak mengundang serangga. Jamban ini digunakan untuk
daerah yang cukup air dan daerah padat penduduk, karena dapat menggunakan multiple
latrine yaitu suatu lubang penampungan tinja yang digunakan oleh beberapa jamban (satu
lubang dapat menampung kotoran/tinja dari 3-5 jamban).
Petunjuk pemakaian dan pemeliharaan jamban yang dilengkapi dengan leher angsa, antara
lain :
1. Sebelum dipakai plat jongkok disiram terlebih dahulu dengan air supaya najis tidak
melekat dan penggelontorannya lancar.
2. Jika tidak ada bak penampung air di dalam jamban, sediakan tempat/ember dengan isi 2
sampai 3 liter.
3. Air hujan jangan dialirkan langsung ke dalam jamban, demikian juga air dari kamar
mandi. Hal ini untuk menghindarkan gangguan terhadap Tangki Septik atau Cubluk yang
digunakan sebagai tempat pengolahan.
4. Pelat jongkok harus dibersihkan dengan sikat yang khusus untuk itu (yang bertangkai).
Untuk membersihkan dipakai sedikit air dan bubuk sabun atau abu gosok. Demikian juga
lantai kakus/jamban harus dibersihkan setiap hari.
5. Untuk menghindarkan tersumbatnya perangkap air, jangan membuang sampah dan
kotoran rumah tangga lainnya ke dalam lubang jamban.
6. Jangan membuang puntung rokok yang masih menyala ke lubang jamban, karena dapat
mengakibatkan adanya tanda yang berbekas.
7. Perangkap air yang tersumbat dibersihkan dengan belahan bambu dari arah lubang
jamban atau jika ada dari lubang/bak pemeriksa di belakang kakus/jamban.
8. Jika ada bau busuk dari kakus/jamban, periksalah apakah perangkap air kosong atau
rusak. Jika perangkap air kosong, siramkan air kedalam lubang jamban.
c) Jamban Empang
Merupakan jamban yang dibuat diatas empang, dengan tujuan tinja/kotorannya dapat
langsung dimakan oleh hewan ternak, seperti ikan.
Syarat-Syarat Jamban
Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dalam membuat jamban sehat. Ada tujuh
kriteria yang harus diperhatikan, antara lain :
a) Tidak mencemari air
1. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar lubang kotoran tidak
mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang
kotoran harus dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.
2. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya 10 meter.
3. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang
kotoran tidak merembes dan mencemari sumur.
4. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar (tinja) ke dalam selokan, empang,
danau, sungai, dan laut.
b) Tidak mencemari tanah permukaan.
1. Tidak buang air besar di sembarang tempat, seperti : kebun, pekarangan, dekat sungai,
dekat mata air, atau pinggir jalan.
2. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, kemudian
kotoran ditimbun di lubang galian.
c) Bebas dari serangga
1. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal
ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah.
2. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang
nyamuk.
3. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang
kecoa atau serangga lainnya.
4. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering.
5. Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup.
d) Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan.
1. Jika menggunakan jamban cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai
digunakan.
2. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh
air.
3. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang
bau dari dalam lubang kotoran.
4. Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus dilakukan
secara periodik.
e) Aman digunakan oleh pemakainya.
Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran dengan
pasang batu atau selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain yang terdapat di daerah
setempat.
f) Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya.
1. Lantai jamban rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran.
2. Jangan membuang plastik, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran karena
dapat menyumbat saluran.
3. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat
penuh.
4. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa berdiameter
minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100.
g) Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan.
1. Jamban harus berdinding dan berpintu.
2. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari
kehujanan dan kepanasan.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan jarak jamban dan sumber
air bersih adalah sebagai berikut :
1. Kondisi daerah, datar atau miring.
2. Tinggi rendahnya permukaan air.
3. Arah aliran air tanah.
4. Sifat, macam dan struktur tanah
Cara Memelihara Jamban
Untuk memelihara jamban yang sehat, antara lain :
a) Lantai jamban selalu bersih dan tidak ada genangan air.
b) Bersihkan jamban secara teratur sehingga ruang jamban dalam keadaan bersih.
c) Di dalam jamban tidak ada kotoran yang terlihat.
d) Tidak ada serangga (kecoa, lalat) dan tikus yang berkeliaran.
e) Tersedia alat pembersih (sabun, sikat dan air bersih).
f) Bila ada kerusakan segera diperbaiki.
Kriteria Tempat Jamban
a) Pelat Jongkok
Pelat jongkok harus selalu bersih dan licin. Untuk itu pilihlah pelat jongkok yang terbuat dari
bahan yang mudah dibersihkan, misalnya keramik, kaca serat, porselin, dan sebagainya.
b) Pondasi
Umumnya tebal pondasi jamban 20-40 cm dan dalamnya 40 cm, terbuat dari batu kali, bata
atau batako.
Adukannya terdiri dari semen : pasir = 1 : 6. Jika semen diganti dengan kapur dan semen
merah : pasir = 1 : 3 : 4
c) Lantai
Lantai beton setebal 10 cm, kedap air, awet, dan mudah dibersihkan. Lantai tegel dapat
dipasang dengan adukan semen : pasir = 1 : 3
d) Pintu
Pintu dapat dibuat dari bambu atau kayu yang dilapisi seng atau aluminium sehingga tidak
mudah lapuk. Jarak tepi bawah pintu dari lantai sekitar 5-7,5 cm.
Ukuran :
1. Tinggi 1,80 m.
2. Lebar 0,65 m.
e) Dinding
Dinding dapat dibuat dari bata/batako, kayu/papan, dan atau anyaman bambu. Tinggi dinding
: 1,00 - 2,00 m. Dinding depan 20 cm lebih tinggi supaya atapnya miring ke belakang.
f) Untuk menghemat biaya, dinding dapat dibagi dua:
1. Bagian bawah dibuat dari bata setinggi 1,5 m supaya pemakaiannya terlindung.
2. Bagian atas dapat dari anyaman bambu atau papan.
3. Dinding bawah setinggi 40-50 cm harus diplester dengan kedap air agar tidak lembab
dan mudah dibersihkan.
g) Lubang Angin
Lubang angin sangat diperlukan agar selalu terjadi pergantian udara di dalam jamban.
h) Atap
Atap jamban berguna sebagai pelindung di waktu hujan dan mencegah air hujan masuk ke
dalam pelat jongkok. Bahan atap misalnya genting, seng gelombang, ijuk, atap plastik tembus
cahaya, daun bambu, alang-alang, dan sebagainya. Kemiringan atap minimum 15 derajat.
i) Jarak Cubluk atau Resapan dari Tangki Septik ke Sumur
Bila letak cubluk atau resapan dan tangki septik berdekatan dengan sumur, maka jarak
minimum antara cubluk dan sumur tersebut harus 10 m.
BAHAYA MEROKOK
Pengertian Rokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm
(bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun
tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan
membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya.
Menurut WHO, merokok akan menciptakan beban ganda, karena merokok akan
menganggu kesehatan sehingga lebih banyak biaya harus dikeluarkan untuk mengobati
penyakitnya. Disamping itu meropok juga menghabiskan uang yang seharusnya digunakan
untuk membeli makanan yang bergizi.
Jenis rokok
Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan atas bahan
pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan
filter pada rokok.
Rokok berdasarkan bahan pembungkus.
Klobot : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung.
Kawung : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren.
Sigaret : rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas.
Cerutu : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau.
Rokok berdasarkan bahan baku atau isi.
Rokok Putih: rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi
saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
Rokok Kretek: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan
cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
Rokok Klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh,
dan kemenyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
Rokok berdasarkan proses pembuatannya.
Sigaret Kretek Tangan (SKT): rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling
atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana.
Sigaret Kretek Mesin (SKM): rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin.
Sederhananya, material rokok dimasukkan ke dalam mesin pembuat rokok. Keluaran
yang dihasilkan mesin pembuat rokok berupa rokok batangan. Saat ini mesin pembuat
rokok telah mampu menghasilkan keluaran sekitar enam ribu sampai delapan ribu
batang rokok per menit. Mesin pembuat rokok, biasanya, dihubungkan dengan mesin
pembungkus rokok sehingga keluaran yang dihasilkan bukan lagi berupa rokok
batangan namun telah dalam bentuk pak. Ada pula mesin pembungkus rokok yang
mampu menghasilkan keluaran berupa rokok dalam pres, satu pres berisi 10 pak.
Sayangnya, belum ditemukan mesin yang mampu menghasilkan SKT karena terdapat
perbedaan diameter pangkal dengan diameter ujung SKT. Pada SKM, lingkar pangkal
rokok dan lingkar ujung rokok sama besar.
Sigaret Kretek Mesin sendiri dapat dikategorikan kedalam 2 bagian :
1. Sigaret Kretek Mesin Full Flavor (SKM FF): rokok yang dalam proses pembuatannya
ditambahkan aroma rasa yang khas. Contoh: Gudang Garam International, Djarum
Super dan lain-lain.
2. Sigaret Kretek Mesin Light Mild (SKM LM): rokok mesin yang menggunakan
kandungan tar dan nikotin yang rendah. Rokok jenis ini jarang menggunakan aroma
yang khas. Contoh: A Mild, Clas Mild, Star Mild, U Mild, L.A. Lights, Surya Slims
dan lain-lain.
Rokok berdasarkan penggunaan filter.
Rokok Filter (RF) : rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.
Rokok Non Filter (RNF) : rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat
gabus.
Dilihat dari komposisinya :
1. Bidis: Tembakau yang digulung dengan daun temburni kering dan diikat dengan
benang.Tar dan karbon monoksidanya lebih tinggi daripada rokok buatan pabrik.
Biasaditemukan di Asia Tenggara dan India.
2. Cigar: Dari fermentasi tembakau yang diasapi, digulung dengan daun tembakau.
Adaberbagai jenis yang berbeda di tiap negara. Yang terkenal dari Havana, Kuba.
3. Kretek: Campuran tembakau dengan cengkeh atau aroma cengkeh berefek mati rasa
dan sakit saluran pernapasan. Jenis ini paling berkembang dan banyak di Indonesia.
4. Tembakau langsung ke mulut atau tembakau kunyah juga biasa digunakan di
AsiaTenggara dan India. Bahkan 56 persen perempuan India menggunakan jenis
kunyah. Adalagi jenis yang diletakkan antara pipi dan gusi, dan tembakau kering yang
diisap denganhidung atau mulut.
5. Shisha atau hubbly bubbly: Jenis tembakau dari buah-buahan atau rasa buah-
buahanyang disedot dengan pipa dari tabung. Biasanya digunakan di Afrika Utara,
TimurTengah, dan beberapa tempat di Asia. Di Indonesia, shisha sedang menjamur
seperti dikafe-kafe
Alasan Rokok Berbahaya
Dalam satu batang rokok mengandung sekitar 7.000 zat kimia, 200 jenis diantaranya
bersifat karsinogenik, yaitu zat yang merusak gen dalam tubuh sehingga memicu terjadinya
kanker, seperti kanker paru, emfisema, dan bronkitis kronik. Atau juga kanker lain, seperti
kanker nasofarings, mulut, esofagus, pankreas, ginjal, kandung kemih, dan rahim.
Aterosklerosis atau pangerasan pembuluh darah bisa menyebabkan penyakit jantung,
hipertensi, risiko stroke, menopause dini, osteoporosis, kemandulan, dan impotensi.
Racun rokok terbesar dihasilkan oleh asap yang mengepul dari ujung rokok yang
sedang tak dihisap. Sebab asap yang dihasilkan berasal dari pembakaran tembakau yang tidak
sempurna. Asap rokok mengandung sejumlah zat yang berbahaya seperti benzen, nikotin,
nitrosamin, senyawa amin, aromatik, naftalen, ammonia, oksidan sianida, karbon monoksida
benzapirin, dan lain-lain. Partikel ini akan mengendap di saluran napas dan sangat berbahaya
bagi tubuh. Endapan asap rokok juga mudah melekat di benda- benda di ruangan dan bisa
bertahan sampai lebih dari 3 tahun, dengan tetap berbahaya.
Beberapa penyelidikan membuktikan bahwa anak-anak yang orang tuanya merokok
lebih mudah menderita penyakit pernafasan daripada anak-anak yang orang tuanya tidak
merokok. Orang tua yang menderita penyakit infeksi pernafasan, anaknya dua kali lebih
banyak menderita bronkitis dan pneumonia pada umur dibawah satu tahun. Anak-anak dari
ibu yang merokok tidak saja mengalami risiko pada masa sebelum dilahirkan, tetapi selama
berumur kurang dari satu tahun juga dalam risiko yang lebih besar untuk menderita penyakit
serius. Meningkatnya kalangan perokok pada wanita, memperlihatkan intensitas kanker paru
di kalangan wanita makin meningkat. Lebih memprihatinkan lagi merokok pada waktu hamil
berpengaruh buruk pada janin dan bayi yang dilahirkan dan dapat menyebabkan kelahiran
dini – prematur.
Bahaya Perokok Pasif
Perokok pasif merupakan seorang penghirup asap rokok dari orang yang sedang
merokok. Akibatnya lebih berbahaya dibandingkan perokok aktif. Bahkan bahaya yang harus
ditanggung perokok pasif tiga kali lipat dari bahaya perokok aktif.
Konsentrasi zat berbahaya di dalam tubuh perokok pasif lebih besar karena racun
yang terhisap melalui asap rokok perokok aktif tidak terfilter. Sedangkan racun rokok dalam
tubuh perokok aktif terfilter melalui ujung rokok yang dihisap. "Namun konsentrasi racun
perokok aktif bisa meningkat jika perokok aktif kembali menghirup asap rokok yang ia
hembuskan."
Racun rokok terbesar dihasilkan oleh asap yang mengepul dari ujung rokok yang
sedang tak dihisap. Sebab asap yang dihasilkan berasal dari pembakaran tembakau yang tidak
sempurna.
Perokok pasif lebih berbahaya dibandingkan perokok aktif. Bahkan bahaya perokok
pasif tiga kali lipat dari bahaya perokok aktif. Dokter Budhi Antariksa, Spesialis Paru dari
Rumah Sakit Royal Taruma mengatakan, sebanyak 25 persen zat berbahaya yang terkandung
dalam rokok masuk ke tubuh perokok, sedangkan 75 persennya beredar di udara bebas yang
berisiko masuk ke tubuh orang di sekitarnya.
Konsentrasi zat berbahaya di dalam tubuh perokok pasif lebih besar karena racun
yang terhisap melalui asap rokok perokok aktif tidak terfilter. Sedangkan racun rokok dalam
tubuh perokok aktif terfilter melalui ujung rokok yang dihisap. Namun konsentrasi racun
perokok aktif bisa meningkat jika perokok aktif kembali menghirup asap rokok yang ia
hembuskan. “Namun karena perokok aktif sekaligus menjadi perokok pasif maka dengan
sendirinya risiko perokok aktif jauh lebih besar daripada perokok pasif,” ujar dr.Budhi
Antariksa.
Selain itu, berbagai hasil penelitian juga menyimpulkan perokok wanita berisiko 25
persen lebih tinggi daripada perokok pria. Perokok wanita memiliki risiko ganda terhadap
penyakit jantung dan kanker paru-paru bila dibandingkan dengan perokok pria. Penyebabnya
karena wanita memiliki berat badan dan saluran darah yang lebih kecil dari pria.
Bahaya merokok pada wanita antara lain: Merusak kulit, mengganggu sistem
reproduksi, menganggu siklus menstruasi termasuk timbulnya rasa nyeri, menurunkan
kesuburan, meningkatkan risiko terkena kanker payudara, rahim, dan kanker paru-paru,
menganggu pertumbuhan janin dalam rahim, menganggu kelancaran ASI, keguguran, hingga
kematian janin.
Zat-Zat Berbahaya Pada Rokok
Rokok dengan bahan pokoknya, tembakau : Tembakau berasal dari kata Indian
‘tobago’ mengandung sekitar 2.000 unsur kimiawi. Yang sepuluh (10) diantaranya berbahaya
bagi kesehatan, yakni : Tar [belangkin], karbon monoksida, nikotin, hidrogen sianida,
benzopyrene, dimethyl nitrosamine, N-Nitrosonor nikotin, catechol, phenol dan acrolein. Di
beberapa negara telah dikenakan ketentuan-ketentuan pembatasan kadar tar, nikotin dalam
pembuatan rokok. Disini ada 15 macam zat berbahaya yang bisa anda ketahui yaitu :
1. ACROLEIN ; zat berbentuk cair tidak berwarna diperoleh dengan mengambil cairan dari
glyceril atau dengan mengeringkannya. Pada dasarnya zat ini mengandung alkohol yang pasti
sangat mengganggu kesehatan.
2. KARBON MONOXIDA ; gas yang tidak berbau. Karbon monoksida adalah bahan kimia
beracun ditemukan dalam asap buangan mobil. Hal inilah yang kemudian bisa menurunkan
jumlah oksigen dalam darah dan menghalangi semua kinerja organ pensuply oksigen di
dalam tubuh. Karena tubuh kurang oksigen membuat jantung mengalami penebalan dan
bekerja lebih keras memompa darah. Inilah penyebab utama seorang perokok bisa mengalami
serangan jantung secara mendadak. Zat ini dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna
dari unsur zat karbon. Jika karbon monoxida ini masuk ke dalam tubuh dan dibawa oleh
hemoglobin ke dalam otot-otot tubuh. Satu molekul hemoglobin dapat membawa empat
molekul oksigen. Apabila didalam hemoglobin itu terdapat karbon monoxida, berakibat
seseorang akan kekurangan oksigen.
3. NIKOTIN ; cairan berminyak tidak berwarna. Zat ini bisa menghambat rasa lapar. Jadi
menyebabkan seseorang merasa tidak lapar karena mengisap rokok.
4. AMMONIA ; gas yang tidak berwarna, terdiri dari nitrogen dan hidrogen. Memiliki bau
yang sangat tajam dan merangsang. Zat ini sangat cepat memasuki sel-sel tubuh dan kalau
disuntikkan sedikit saja pada aliran darah akan membuat pingsan atau koma.
5. FORMIC ACID ; cairan tidak berwarna, tajam baunya, bisa bergerak bebas dan dapat
membuat lepuh.
6. HYDROGEN CYANIDE ; gas tidak berwarna, tidak berbau dan tidak ada rasa. Zat ini
paling ringan dan mudah terbakar. Cyanide mengandung racun berbahaya dan jika
dimasukkan langsung ke dalam tubuh akan berakibat kematian.
7. NITROUS OXIDE ; gas tidak berwarna dan jika diisap dapat menyebabkan hilangnya
pertimbangan dan membuat rasa sakit. Zat ini awalnya adalah untuk zat pembius pada saat
operasi.
8. FORMALDEHYDE ; gas tidak berwarna dan berbau tajam. Gas ini bersifat pengawet dan
pembasmi hama.
9. PHENOL ; zat ini terdiri dari campuran kristal yang dihasilkan dari distilasi zat-zat organik
misalnya kayu dan arang. Phenol bisa terikat didalam protein dan menghalangi kerja enzyme.
10. ACETOL ; zat ini adalah hasil dari pemanasan aldehyde dan menguap dengan alkohol.
11. HYDROGEN SULFIDE ; gas yang mudah terbakar dan berbau keras. Zat ini menghalangi
oxidasi enxym (zat besi berisi pigmen).
12. PYRIDINE ; cairan tidak berwarna dan berbau tajam. Zat ini mampu mengubah alkohol
sebagai pelarut dan pembunuh hama.
13. METHYL CHLORIDE : merupakan campuran zat-zat bervalensa satu atas mana hidrogen
dan karbon sebagai unsur utama. Zat ini merupakan compound organis yang sangat beracun
dan uapnya bersifat sama dengan pembius.
14. METHANOL ; cairan ringan yang mudah menguap dan terbakar. Jika diminum dan diisap
dapat berakibat pada kebutaan dan kematian.
15. TAR ; cairan kental berwarna coklat tua atau hitam didapatkan dengan cara distilasi kayu
dan arang juga dari getah tembakau. Tar itu sendiri mengandung banyak bahan beracun ke
dalam tubuh. Ini adalah substansi, tebal lengket, dan ketika menghirup itu melekat pada
rambut-rambut kecil di paru-paru. Organ ini melindungi paru-paru dari kotoran dan infeksi,
tapi ketika tertutup tar organ ini tidak dapat melakukan fungsinya. Tar juga melapisi dinding
sistem respirasi secara keseluruhan, mempersempit tabung yang transportasi udara (yang
bronchioles) dan mengurangi elastisitas paru-paru. Yang pada akhirnya menyebabkan kanker
paru-paru dan penyakit pernafasan kronis.
Kandungan Zat Pada Rokok Beserta Efeknya Terhadap Kesehatan
Rokok mengandung kurang lebih 4000 lebih elemen-elemen dan setidaknya 200
diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, dan
karbon monoksida. Selain itu, dalam sebatang rokok juga mengandung bahan-bahan kimia
lain yang tak kalah beracunnya.
No Nama zat Defenisi & efek terhadap kesehatan
1 ACROLEIN
C3H4O
Zat berbentuk cair tidak berwarna diperoleh
dengan mengambil cairan dari glyceril atau
dengan mengeringkannya. Pada dasarnya zat
ini mengandung alkohol yang pasti sangat
mengganggu kesehatan.
2 KARBON MONOXIDA
CO
Gas yang tidak berbau. Zat ini dihasilkan dari
pembakaran yang tidak sempurna dari unsur
zat karbon. Jika karbon monoxida ini masuk
ke dalam tubuh dan dibawa oleh hemoglobin
ke dalam otot-otot tubuh. Satu molekul
hemoglobin dapat membawa empat molekul
oksigen. Apabila didalam hemoglobin itu
terdapat karbon monoxida, berakibat
seseorang akan kekurangan oksigen.
3 NIKOTIN
C10H14N2
Cairan berminyak tidak berwarna. Zat ini bisa
menghambat rasa lapar. Jadi menyebabkan
seseorang merasa tidak lapar karena
mengisap rokok.
4 AMMONIA
NH3
Gas yang tidak berwarna, terdiri dari nitrogen
dan hidrogen. Memiliki bau yang sangat
tajam dan merangsang. Zat ini sangat cepat
memasuki sel-sel tubuh dan kalau disuntikkan
sedikit saja pada aliran darah akan membuat
pingsan atau koma
5 FORMIC ACID
HCO2H
Cairan tidak berwarna, tajam baunya, bisa
bergerak bebas dan dapat membuat lepuh.
6 HYDROGEN CYANIDE
HCN
Gas tidak berwarna, tidak berbau dan tidak
ada rasa. Zat ini paling ringan dan mudah
terbakar. Cyanide mengandung racun
berbahaya dan jika dimasukkan langsung ke
dalam tubuh akan berakibat kematian.
7 NITROUS OXIDE
N2O
Gas tidak berwarna dan jika diisap dapat
menyebabkan hilangnya pertimbangan dan
membuat rasa sakit. Zat ini awalnya adalah
untuk zat pembius pada saat operasi.
8 FORMALDEHYDE
CH2O
Gas tidak berwarna dan berbau tajam. Gas ini
bersifat pengawet dan pembasmi hama.
9 PHENOL
C6H5OH
Zat ini terdiri dari campuran kristal yang
dihasilkan dari distilasi zat-zat organik
misalnya kayu dan arang. Phenol bisa terikat
didalam protein dan menghalangi kerja enzim
10 ACETOL
C2H4O2
Zat ini adalah hasil dari pemanasan aldehyde
dan menguap dengan alkohol.
11 HYDROGEN SULFIDE
H2S
Gas yang mudah terbakar dan berbau keras.
Zat ini menghalangi oxidasi enxym (zat besi
berisi pigmen).
12 PYRIDINE
C5H5N
Cairan tidak berwarna dan berbau tajam. Zat
ini mampu mengubah alkohol sebagai pelarut
dan pembunuh hama.
13 METHYL CHLORIDE
CH2=CHCl
Merupakan campuran zat-zat bervalensa satu
atas mana hidrogen dan karbon sebagai unsur
utama. Zat ini merupakan compound organis
yang sangat beracun dan uapnya bersifat
sama dengan pembius.
14 METHANOL
CH3OH
Cairan ringan yang mudah menguap dan
terbakar. Jika diminum dan diisap dapat
berakibat pada kebutaan dan kematian.
15 TAR
C6H6
Cairan kental berwarna coklat tua atau hitam
didapatkan dengan cara distilasi kayu dan
arang juga dari getah tembakau. Zat inilah
yang menyebabkan kanker paru-paru.
Bahaya Merokok Bagi Tubuh
Masih ada banyak bahaya merokok bagi tubuh manusia dan sangat berpengaruh negatif
terhadap kesehatan tubuh.
1. Merokok mengurangi kesuburan pasangan suami istri.
2. Merokok dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.
3. Merokok dapat menyebabkan asma akut.
4. Asap rokok dapat menyebabkan iritasi mata dan membuat merah mata.
5. Perokok dapat meningkatkan risiko katarak .
6. Merokok menyebabkan noda dan membuat gigi kuning.
7. Merokok meningkatkan risiko penyakit periodontal , yang menyebabkan gusi
bengkak , bau mulut dan gigi rontok .
8. Perokok dapat meningkatkan keriput dan cepat tua.
9. Merokok dapat menyebabkan impoten.
IMUNISASI
Defenisi
Imunisasi adalah : suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak anak terpajan pada antigen yang serupa tidak
terjadi penyakit.
Tujuan
1. Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan
penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan
penyakit tertentu dari dunia.
2. Apabila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang dapat
menimbulkan cacat atau kematian.
3. Melindungi seseorang terhadap penyakit tertentu.
Jadwal Pemberian 5 Imunisasi Dasar Lengkap
Umur Jenis
0 bulan
1 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
9 bulan
Hepatitis B0
BCG, Polio 1
DPT-HB-Hib 1, Polio 2
DPT-HB-Hib 2, Polio 3
DPT-HB-Hib 3, Polio 4
Campak
Imunisasi Booster
Umur Jenis
18 bulan
24 bulan
DPT-HB-Hib
Campak
Manfaat Imunisasi
1. BCG mencegah penularan TBC.
2. Hepatitis B mencegah penularan hepatitis B dan kerusakan hati.
3. Polio mencegah penularan polio yang dapat menyebabkan lumpuh layu
pada tungkai dan atau lengan.
4. Campak mencegah penularan campak yang dapat mengakibatkan komplikasi
radang paru, radang otak dan kebutaan.
5. DPT-HB-Hib mencegah penularan difteri yang menyebabkan penyumbatan jalan
nafas, batuk rejan (batuk 100 hari), tetanus, dan hepatitis B.
DIARE
Pengertian
Menurut Haroen N.S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer
lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja. Sedangkan menurut
C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa
lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan di mana
terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi
buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari dengan konsistensi cair dengan atau tanpa
disertai darah dan atau lendir.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih
dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah
atau lendir sebagai akibat dari terjadinya suatu proses inflamasi pada lambung atau usus.
Patofisiologi
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non
inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di
kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah.
Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik,
mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja
rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel
leukosit polimorfonuklear.
Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan
diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya
minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama
pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak
ditemukan leukosit.
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi
kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik terjadi bila
ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air
dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat
defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang
berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang
dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai
pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive
intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik.
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus
maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau bersifat
non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat
radiasi.
Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu tansit
usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel
atau diabetes melitus.
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak
ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus.
Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan
terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit
dalam feses.
Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi
penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan
produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih
mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus.
Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria
atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas
lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering
ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC).
Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC),
yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi
kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi
intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga
like toksin.
Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis
kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC.
Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di
dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi
dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi
inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat
vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan
sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa
lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella.
Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella
dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah
Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis
hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus.
Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara
biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu
subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase,
meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan
klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa
usus.
ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama dengan
CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan
protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan
sekresi klorida.
Peranan Enteric Nervous System (ENS)
Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan reseptor
neural 5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus mienterikus, neuron
nitrergik serta neuron sekretori VIPergik.
Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian melibatkan refleks
neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron sensorik aferen kolinergik,
interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik tipe 1 VIPergik. CT juga
menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok seperti 5-HT, neurotensin, dan prostaglandin.
Hal ini membuka kemungkinan penggunaan obat antidiare yang bekerja pada ENS selain
yang bersifat antisekretorik pada enterosit.
Diagnosis
Pendekatan Umum Diare Akut Infeksi Bakteri
Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan pemeriksaan yang
sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar belakang dan
lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik, riwayat perjalanan,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,
tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat
dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan
renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang
lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata
menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi
serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan
penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi
nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk
mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis
metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base
excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien
mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena
kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul
anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus
ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan
asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan
pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat
menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses
adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai
penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah,
sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi
patogen (Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses
bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya.
Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin adalah
glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya dalam feses menunjukkan
inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi,
laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia secara
komersial, sensitifitas 83 – 93 % dan spesifisitas 61 – 100 % terhadap pasien dengan
Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi dengan biakan kotoran.
Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare inflammasi
berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin positip, atau keduanya.
Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan kultur feses untuk EHEC O157 :
H7.
Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus
diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah dan
pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan
lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.
Beberapa Penyebab Diare Akut Infeksi Bakteri
1. Infeksi non-invasif.
Stafilococcus aureus
Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan makanan yang
mengandung toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang tidak tepat cara
pengawetannya. Enterotoksin stafilokokus stabil terhadap panas.
Gejala terjadi dalam waktu 1 – 6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi. Sekitar
75 % pasien mengalami mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang kemudian diikuti diare
sebanyak 68 %. Demam sangat jarang terjadi. Lekositosis perifer jarang terjadi, dan sel darah
putih tidak terdapat pada pulasan feses. Masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam.
Diagnosis ditegakkan dengan biakan S. aureus dari makanan yang terkontaminasi,
atau dari kotoran dan muntahan pasien.
Terapi dengan hidrasi oral dan antiemetik. Tidak ada peranan antibiotik dalam
mengeradikasi stafilokokus dari makanan yang ditelan.
Bacillus cereus
B. cereus adalah bakteri batang gram positip, aerobik, membentuk spora. Enterotoksin
dari B. cereus menyebabkan gejala muntah dan diare, dengan gejala muntah lebih dominan.
Gejala dapat ditemukan pada 1 – 6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi, dan
masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam. Gejala akut mual, muntah, dan nyeri
abdomen, yang seringkali berakhir setelah 10 jam. Gejala diare terjadi pada 8 – 16 jam
setelah asupan makanan terkontaminasi dengan gejala diare cair dan kejang abdomen. Mual
dan muntah jarang terjadi. Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.
Clostridium perfringens
C perfringens adalah bakteri batang gram positip, anaerob, membentuk spora. Bakteri
ini sering menyebabkan keracunan makanan akibat dari enterotoksin dan biasanya sembuh
sendiri . Gejala berlangsung setelah 8 – 24 jam setelah asupan produk-produk daging yang
terkontaminasi, diare cair dan nyeri epigastrium, kemudian diikuti dengan mual, dan muntah.
Demam jarang terjadi. Gejala ini akan berakhir dalam waktu 24 jam.
Pemeriksaan mikrobiologis bahan makanan dengan isolasi lebih dari 105 organisma
per gram makanan, menegakkan diagnosa keracunan makanan C perfringens . Pulasan cairan
fekal menunjukkan tidak adanya sel polimorfonuklear, pemeriksaan laboratorium lainnya
tidak diperlukan.
Vibrio cholerae
V cholerae adalah bakteri batang gram-negatif, berbentuk koma dan menyebabkan
diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi setelah 3 – 4 jam pada pasien
yang tidak dirawat. Toksin kolera dapat mempengaruhi transport cairan pada usus halus
dengan meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan. Penyebaran kolera
dari makanan dan air yang terkontaminasi.
Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat menjadi diare
berat, diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan elektrolit dan volume darah. Demam
ringan dapat terjadi.
Kimia darah terjadi penurunan elektrolit dan cairan dan harus segera digantikan yang
sesuai. Kalium dan bikarbonat hilang dalam jumlah yang signifikan, dan penggantian yang
tepat harus diperhatikan. Biakan feses dapat ditemukan V.cholerae.
Target utama terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang agresif. Kebanyakan
kasus dapat diterapi dengan cairan oral. Kasus yang parah memerlukan cairan intravena.
Antibiotik dapat mengurangi volume dan masa berlangsungnya diare. Tetrasiklin 500 mg
tiga kali sehari selama 3 hari, atau doksisiklin 300 mg sebagai dosis tunggal, merupakan
pilihan pengobatan. Perbaikan yang agresif pada kehilangan cairan menurunkan angka
kematian ( biasanya < 1 %). Vaksin kolera oral memberikan efikasi lebih tinggi dibandingkan
dengan vaksin parenteral.
Escherichia coli patogenE. coli patogen adalah penyebab utama diare pada pelancong. Mekanisme patogen
yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Ada beberapa agen penting, yaitu :
1. Enterotoxigenic E. coli (ETEC).
2. Enterophatogenic E. coli (EPEC).
3. Enteroadherent E. coli (EAEC).
4. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)
5. Enteroinvasive E. Coli (EIHEC)
Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC mengalami gejala ringan yang
terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Diare berat jarang terjadi, dimana pasien
melakukan BAB lima kali atau kurang dalam waktu 24 jam. Lamanya penyakit ini rata-rata 5
hari. Demam timbul pada kurang dari 1/3 pasien. Feses berlendir tetapi sangat jarang terdapat
sel darah merah atau sel darah putih. Lekositosis sangat jarang terjadi. ETEC, EAEC, dan
EPEC merupakan penyakit self limited, dengan tidak ada gejala sisa.
Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk E coli, lekosit feses jarang
ditemui, kultur feses negatif dan tidak ada lekositosis. EPEC dan EHEC dapat diisolasi dari
kultur, dan pemeriksaan aglutinasi latex khusus untuk EHEC tipe O157.
Terapi dengan memberikan rehidrasi yang adekuat. Antidiare dihindari pada penyakit
yang parah. ETEC berespon baik terhadap trimetoprim-sulfametoksazole atau kuinolon yang
diberikan selama 3 hari. Pemberian antimikroba belum diketahui akan mempersingkat
penyakit pada diare EPEC dan diare EAEC. Antibiotik harus dihindari pada diare yang
berhubungan dengan EHEC.
2. Infeksi Invasif
Shigella
Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air. Organisme Shigella
menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon melalui
enterotoksin dan invasi bakteri.
Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen, demam, BAB
berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen, dan diare cair
tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3 – 5 hari kemudian. Lamanya gejala rata-rata
pada orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih parah menetap selama 3 – 4 minggu.
Shigellosis kronis dapat menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat terjadi.
Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi, termasuk gejala pernapasan, gejala
neurologis seperti meningismus, dan Hemolytic Uremic Syndrome. Artritis oligoartikular
asimetris dapat terjadi hingga 3 minggu sejak terjadinya disentri.
Pulasan cairan feses menunjukkan polimorfonuklear dan sel darah merah. Kultur feses
dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi dan sensitivitas antibiotik.
Terapi dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau intravena, tergantung dari
keparahan penyakit. Derivat opiat harus dihindari. Terapi antimikroba diberikan untuk
mempersingkat berlangsungnya penyakit dan penyebaran bakteri. Trimetoprim-
sulfametoksazole atau fluoroquinolon dua kali sehari selama 3 hari merupakan antibiotik
yang dianjurkan.
Salmonella nontyphoid
Salmonella nontipoid adalah penyebab utama keracunan makanan di Amerika Serikat.
Salmonella enteriditis dan Salmonella typhimurium merupakan penyebab. Awal penyakit
dengan gejala demam, menggigil, dan diare, diikuti dengan mual, muntah, dan kejang
abdomen. Occult blood jarang terjadi. Lamanya berlangsung biasanya kurang dari 7 hari.
Pulasan kotoran menunjukkan sel darah merah dan sel darah putih se. Kultur darah
positip pada 5 – 10 % pasien kasus dan sering ditemukan pada pasien terinfeksi HIV.
Terapi pada Salmonella nonthypoid tanpa komplikasi dengan hidrasi adekuat.
Penggunaan antibiotik rutin tidak disarankan, karena dapat meningkatan resistensi bakteri.
Antibiotik diberikan jika terjadi komplikasi salmonellosis, usia ekstrem ( bayi dan berusia >
50 tahun), immunodefisiensi, tanda atau gejala sepsis, atau infeksi fokal (osteomilitis, abses).
Pilihan antibiotik adalah trimetoprim-sulfametoksazole atau fluoroquinolone seperti
ciprofloxacin atau norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 – 7 hari atau Sephalosporin generasi
ketiga secara intravena pada pasien yang tidak dapat diberi oral.
Salmonella typhi
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi adalah penyebab demam tiphoid. Demam
tiphoid dikarakteristikkan dengan demam panjang, splenomegali, delirium, nyeri abdomen,
dan manifestasi sistemik lainnya. Penyakit tiphoid adalah suatu penyakit sistemik dan
memberikan gejala primer yang berhubungan dengan traktus gastrointestinal. Sumber
organisme ini biasanya adalah makanan terkontaminasi.
Setelah bakterimia, organisma ini bersarang pada sistem retikuloendotelial,
menyebabkan hiperplasia, pada lymph nodes dan Peyer pacthes di dalam usus halus.
Pembesaran yang progresif dan ulserasi dapat menyebabkan perforasi usus halus atau
perdarahan gastrointestinal.
Bentuk klasik demam tiphoid selama 4 minggu. Masa inkubasi 7-14 hari. Minggu
pertama terjadi demam tinggi, sakit kepala, nyeri abdomen, dan perbedaan peningkatan
temperatur dengan denyut nadi. 50 % pasien dengan defekasi normal. Pada minggu kedua
terjadi splenomegali dan timbul rash. Pada minggu ketiga timbul penurunan kesadaran dan
peningkatan toksemia, keterlibatan usus halus terjadi pada minggu ini dengan diare kebiru-
biruan dan berpotensi untuk terjadinya ferforasi. Pada minggu ke empat terjadi perbaikan
klinis.
Diagnosa ditegakkan dengan isolasi organisme. Kultur darah positif pada 90% pasien
pada minggu pertama timbulnya gejala klinis. Kultur feses positif pada minggu kedua dan
ketiga.
Perforasi dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama jangka waktu penyakit.
Kolesistitis jarang terjadi, namun infeksi kronis kandung empedu dapat menjadi karier dari
pasien yang telah sembuh dari penyakit akut.
Pilihan obat adalah klorampenikol 500 mg 4 kali sehari selama 2 minggu. Jika terjadi
resistensi, penekanan sumsum tulang, sering kambuh dan karier disarankan sepalosporin
generasi ketiga dan flourokinolon. Sepalosforin generasi ketiga menunjukkan effikasi sangat
baik melawan S. Thypi dan harus diberikan IV selama 7-10 hari, Kuinolon seperti
ciprofloksasin 500 mg 2 kali sehari selama 14 hari, telah menunjukkan efikasi yang tinggi
dan status karier yang rendah. Vaksin thipoid oral (ty21a) dan parenteral (Vi)
direkomendasikan jika pergi ke daerah endemik.
Campylobakter
Spesies Campylobakter ditemukan pada manusia C. Jejuni dan C. Fetus, sering ditemukan
pada pasien immunocompromised.. Patogenesis dari penyakit toksin dan invasi pada mukosa.
Manifestasi klinis infeksi Campylobakter sangat bervariasi, dari asimtomatis sampai
sindroma disentri. Masa inkubasi selama 24 -72 jam setelah organisme masuk. Diare dan
demam timbul pada 90% pasien, dan nyeri abdomen dan feses berdarah hingga 50-70%.
Gejala lain yang mungkin timbul adalah demam, mual, muntah dan malaise. Masa
berlangsungnya penyakit ini 7 hari.
Pulasan feses menunjukkan lekosit dan sel darah merah. Kultur feses dapat ditemukan
adanya Kampilobakter. Kampilobakter sensitif terhadap eritromisin dan quinolon, namun
pemakaian antibiotik masih kontroversi. Antibiotik diindikasikan untuk pasien yang berat
atau pasien yang nyata-nyata terkena sindroma disentri. Jika terapi antibiotik diberikan,
eritromisin 500 mg 2 kali sehari secara oral selama 5 hari cukup efektif. Seperti penyakit
diare lainnya, penggantian cairan dan elektrolit merupakan terapi utama.
Vibrio non-kolera
Spesies Vibrio non-kolera telah dihubungkan dengan mewabahnya gastroenteritis. V
parahemolitikus, non-01 V. kolera dan V. mimikus telah dihubungkan dengan konsumsi
kerang mentah. Diare terjadi individual, berakhir kurang 5 hari. Diagnosa ditegakkan dengan
membuat kultur feses yang memerlukan media khusus. Terapi dengan koreksi elektrolit dan
cairan. Antibiotik tidak memperpendek berlangsungnya penyakit. Namun pasien dengan
diare parah atau diare lama, direkomendasikan menggunakan tetrasiklin.
Yersinia
Spesies Yersinia adalah kokobasil, gram-negatif. Diklasifikasikan sesuai dengan antigen
somatik (O) dan flagellar (H). Organisme tersebut menginvasi epitel usus. Yersinia
menghasilkan enterotoksin labil. Terminal ileum merupakan daerah yang paling sering
terlibat, walaupun kolon dapat juga terinvasi.
Penampilan klinis biasanya terdiri dari diare dan nyeri abdomen, yang dapat diikuti
dengan artralgia dan ruam (eritrema nodosum atau eritema multiforme). Feses berdarah dan
demam jarang terjadi. Pasien terjadi adenitis, mual, muntah dan ulserasi pada mulut.
Diagnosis ditegakkan dari kultur feses. Penyakit biasanya sembuh sendiri berakhir dalam 1-3
minggu. Terapi dengan hidrasi adekuat. Antibiotik tidak diperlukan, namun dapat
dipertimbangkan pada penyakit yang parah atau bekterimia. Kombinasi Aminoglikosid dan
Kuinolon nampaknya dapat menjadi terapi empirik pada sepsis.
Enterohemoragik E Coli (Subtipe 0157)
EHEC telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis hemoragik. Wabah ini terjadi akibat
makanan yang terkontaminasi. Kebanyakan kasus terjadi 7-10 hari setelah asupan makanan
atau air terkontaminasi. EHEC dapat merupakan penyebab utama diare infeksius. Subtipe
0157 : H7 dapat dihubungkan dengan perkembangan Hemolytic Uremic Syndrom (HUS).
Centers for Disease Control (CDC) telah meneliti bahwa E Coli 0157 dipandang sebagai
penyebab diare berdarah akut atau HUS. EHEC non-invasif tetapi menghasilkan toksin shiga,
yang menyebabkan kerusakan endotel, hemolisis mikroangiopatik, dan kerusakan ginjal.
Awal dari penyakit dengan gejala diare sedang hingga berat (hingga 10-12 kali perhari).
Diare awal tidak berdarah tetapi berkembang menjadi berdarah. Nyeri abdomen berat dan
kejang biasa terjadi, mual dan muntah timbul pada 2/3 pasien. Pemeriksaan abdomen didapati
distensi abdomen dan nyeri tekan pada kuadran kanan bawah. Demam terjadi pada 1/3
pasien. Hingga 1/3 pasien memerlukan perawatan di rumah sakit. Lekositosis sering terjadi.
Urinalisa menunjukkan hematuria atau proteinuria atau timbulnya lekosit. Adanya tanda
anemia hemolitik mikroangiopatik (hematokrit < 30%), trombositopenia (<150 x 109/L), dan
insufiensi renal (BUN >20 mg/dL) adalah diagnosa HUS.
HUS terjadi pada 5-10% pasien dan di diagnosa 6 hari setelah terkena diare. Faktor
resiko HUS, usia (khususnya pada anak-anak dibawah usia 5 tahun) dan penggunaan anti
diare.Penggunaan antibiotik juga meningkatkan resiko. Hampir 60% pasien dengan HUS
akan sembuh, 3-5% akan meninggal, 5% akan berkembang ke penyakit ginjal tahap akhir dan
30% akan mengalami gejala sisa proteinuria. Trombosit trombositopenik purpura dapat
terjadi tetapi lebih jarang dari pada HUS.
Jika tersangka EHEC, harus dilakukan kultur feses E. coli. Serotipe biasanya dilakukan
pada laboratorium khusus.
Terapi dengan penggantian cairan dan mengatasi komplikasi ginjal dan vaskuler.
Antibiotik tidak efektif dalam mengurangi gejala atau resiko komplikasi infeksi EHEC.
Nyatanya pada beberapa studi yang menggunakan antibiotik dapat meningkatkan resiko
HUS. Pengobatan antibiotik dan anti diare harus dihindari. Fosfomisin dapat memperbaiki
gejala klinis, namun, studi lanjutan masih diperlukan.
Aeromonas
Spesies Aeromonas adalah gram negatif, anaerobik fakultatif. Aeromonas menghasilkan
beberapa toksin, termasuk hemosilin, enterotoksin, dan sitotoksin.
Gejala diare cair, muntah, dan demam ringan. Kadang-kadang feses berdarah. Penyakit
sembuh sendiri dalam 7 hari. Diagnosa ditegakkan dari biakan kotoran.
Antibiotik direkomendasikan pada pasien dengan diare panjang atau kondisi yang
berhubungan dengan peningkatan resiko septikemia, termasuk malignansi, penyakit
hepatobiliar, atau pasien immunocompromised. Pilihan antibiotik adalah trimetroprim
sulfametoksazole.
Plesiomonas
Plesiomanas shigelloides adalah gram negatif, anaerobik fakultatif. Kebanyakan
kasus berhubungan dengan asupan kerang mentah atau air tanpa olah dan perjalanan ke
daerah tropik, Gejala paling sering adalah nyeri abdomen, demam, muntah dan diare
berdarah. Penyakit sembuh sendiri kurang dari 14 hari. Diagnosa ditegakkan dari kultur feses.
Antibiotik dapat memperpendek lamanya diare. Pilihan antibiotik adalah tritoprim
sulfametoksazole.
Penatalaksanaan
A. Penggantian Cairan dan elektrolit
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan
keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana
harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare
hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa.Idealnya, cairan rehidrasi
oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium
klorida, dan 20 g glukosa per liter air.Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam
paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara
komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½
sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua
pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium.Pasien harus minum cairan
tersebut sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya.Jika terapi intra vena
diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan
dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus
dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan
penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera
mungkin.
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari
badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara :
BD plasma, dengan memakai rumus :
Kebutuhan cairan = BD Plasma – 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml
0,001
Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :
- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
Kebutuhan cairan = Skor X 10% X KgBB X 1 liter
15
Goldbeger (1980) mengemukakan beberapa cara menghitung kebutuhan cairan :
Cara I :
- Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya, maka
kehilangan cairan kira-kira 2% dari berat badan pada waktu itu.
- Bila disertai mulut kering, oliguri, maka defisit cairan sekitar 6% dari berat badan
saat itu.
- Bila ada tanda-tanda diatas disertai kelemahan fisik yang jelas, perubahan mental
sepertibingung atau delirium, maka defisit cairan sekitar 7 -14% atau sekitar 3,5 – 7
liter pada orang dewasa dengan berat badan 50 Kg.
Cara II :
Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 Kg pada fase
akut sama dengan defisit air sebanyak 4 liter.
B. Anti biotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.
Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare
infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan
kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada
pelancong, dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik secara empiris dapat
dilakukan (tabel 2), tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan
resistensi kuman.
C. Obat anti diare
Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas
racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim enkephalinase sehingga
enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi
dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia
saat ini tersedia di bawah nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare
yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak.
Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi
difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari,
loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat
tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat
memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara
yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila
diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan
atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin.
Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang
dapat merangsang sekresi elektrolit.
Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya
(Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan
dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat
mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari
dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan
memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna.
Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam
jumlah yang adekuat.
Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama
pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui
feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis
Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi
bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang
optimal.
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak
oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC
dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih
kontroversi.
Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan
komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari
pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu
sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi
mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan
Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
Prognosis
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan
mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits
berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan
mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.
Pencegahan
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah
dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar
dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari
daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian
khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang
digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang
keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus
dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus
diperingatkan untuk tidak menelan air.
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air
rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak
diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging
dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh
dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak
dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan
ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V.
colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak
direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi
imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering
memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya
memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral
telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan
efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.
ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT)
Pengertian ISPA
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut, istilah ini diadaptasi
dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi
tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut :
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikro organisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus – sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara
anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernafasan, bagian bawah
(termaksud jaringan paru – paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan
batasan ini, jaringan paru termaksud dalam saluran pernafasan (respiratory tract).
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang
dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
Etiologi ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek dan
heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi ISPA terdiri dari 300 lebih jenis
virus, bakteri, riketsia dan jamur. Virus penyebab ISPA antara lain golongan mikrovirus
(termasuk di dalamnya virus influenza, virus pra-influensa dan virus campak), dan
adenovirus. Bakteri penyebab ISPA misalnya: streptokokus hemolitikus, stafilokokus,
pneumokokus, hemofils influenza, bordetella pertusis dan karinebakterium diffteria
(Achmadi, dkk., 2004 dalam Arifin, 2009). Bakteri tersebut di udara bebas akan masuk dan
menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya
bakteri tersebut menyerang anak-anak yang kekebalan tubuhnya lemah.
Golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus (termasuk di
dalamnya virus para-influenza, virus influenza, dan virus campak) dan adenovirus. Virus
para-influenza merupakan penyebab terbesar dari sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan
penyakit demam saluran nafas bagian atas. Untuk virus influenza bukan penyebab terbesar
terjadinya sidroma saluran pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja. Pada bayi dan
anak-anak, virus influenza merupakan penyebab terjadinya lebih banyak penyakit saluran
nafas bagian atas dari pada saluran nafas bagian bawah.
Jumlah penderita infeksi pernapasan akut sebagian besar terjadi pada anak. Infeksi
pernapasan akut mempengaruhi umur anak, musim, kondisi tempat tinggal, dan masalah
kesehatan yang ada.
Tanda Dan Gejala ISPA
Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernafasan dapat berupa batuk, kesulitan
bernafas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit kepala. Sebagian besar dari gejala
saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan,
pilek, demam dan sakit kepala tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Namun
sebagian anak yang menderita radang paru (pneumonia), bila infeksi paru ini tidak diobati
dengan anti biotik akan menyebabkan kematian.
Patofisiologi ISPA
Terjadinya infeksi antara bakteri dan flora normal di saluran nafas. Infeksi oleh
bakteri, virus dan jamur dapat merubah pola kolonisasi bakteri. Timbul mekanisme
pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi udara inspirasi di rongga hidung, refleksi batuk,
refleksi epiglotis, pembersihan mukosilier dan fagositosis. Karena menurunnya daya tahan
tubuh penderita maka bakteri pathogen dapat melewati mekanisme sistem pertahanan tersebut
akibatnya terjadi invasi di daerah-daerah saluran pernafasan atas maupun bawah.
Klasifikasi ISPA
1mengklasifikasikan penyakit Infeksi saluran Pernapasan Akut (ISPA) atas infeksi saluran
pernapasan akut bagian atas dan infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah.
1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Bagian Atas
Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur saluran nafas
di sebelah atas laring. Kebanyakan penyakit saluran nafas mengenai bagian atas dan
bawah secara bersama-sama atau berurutan, tetapi beberapa di antaranya adalah
Nasofaringitis akut (salesma), Faringitis akut (termasuk Tonsilitis dan
Faringotositilitis) dan rhinitis.
2. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Bagian Bawah
Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur saluran nafas
bagian bawah mulai dari laring sampai dengan alveoli. Penyakit-penyakit yang
tergolong Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) bagian bawah : Laringitis, Asma
Bronchial, Bronchitis akut maupun kronis, Broncho Pneumonia atau Pneumonia
(Suatu peradangan tidak saja pada jaringan paru tetapi juga pada brokioli.
Berdasarkan Kelompok Umur
1. Kelompok Pada Anak Umur kurang dari 2 Bulan, Dibagi Atas :
a. Pneumonia berat
Pada kelompok umur ini gambaran klinis pneumonia, sepsis dan meningitis
dapat disertai gejala klinis pernapasan yang tidak spesifik untuk masing-masing
infeksi, maka gejala klinis yang tampak dapat saja diduga salah satu dari tiga infeksi
serius tersebut, yaitu berhenti menyusu, kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau rasa
sulit bangun, stidor pada anak yang tenang, mengi (wheezing), demam (38°C) tau
suhu tubuh yang rendah (dibawah 35,5 °C), pernapasan cepat, penarikan dinding
dada, sianosis sentral, serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen tegang.
b. Bukan pneumonia
Jika bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali permenit dan tidak terdapat
tanda pneumonia.
2. Kelompok Pada Anak Umur 2 Bulan Hingga 5 Tahun, Dibagi Atas :
a. Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas, tarikan dinding dada, tanpa disertai sianosis
dan tidak dapat minum.
b. Pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa disertai penarikan
dinding dada.
c. Bukan Pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan dinding
dada.
Pencegahan ISPA
1. Berhati-hati dalam mencuci tangan dengan melakukannya ketika merawat anak yang terinfeksi pernapasan.
2. Anak dan keluarga diajarkan untuk menggunakan tisu atau tangannya untuk menutup hidung dan mulutnya ketika batuk/bersin.
3. Anak yang sudah terinfeksi pernafasan sebaiknya tidak berbagi cangkir minuman, baju cuci atau handuk.
4. Peringatan perawat : untuk mencegah kontaminasi oleh virus pernapasan, mencuci tangan dan jangan menyentuh mata atau hidungmu.
5. Mencegah anak berhubungan terlalu dekat dengan saudaranya atau anggota keluarga lainnya yang sedang sakit ISPA. Tindakan semi isolasi mungkin dapat dilakukan seperti anak yang sehat tidur terpisah dengan dengan anggota keluarga lainyang sedang sakit ISPA.
6. Upayakan ventilasi yang cukup dalam ruangan / rumah.
7. Hindari anak dari paparan asap rokok
Penatalaksanaan ISPA
Kriteria yang digunakan untuk pola tatalaksana panderita ISPA pada anak adalah anak
dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas yaitu:
1. Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan untuk mengidentifikasi gejala yang ada pada
penderita.
2. Penentuan ada tidaknya tanda bahaya
Tanda bahaya, pada bayi umur kurang dari 2 bulan adalah tidak bisa minum,
kejang, kesadaran menurun, Stridor, Wheezing, Demam atau dingin. Tanda bahaya
pada umur 2 bulan sampai < 5 tahun adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran
menurun, Stridor dan gizi buruk.
3. Tindakan dan Pengobatan
Pada penderita umur < 2 bulan yang terdiagnosa pneumonia berat, harus
segera dibawah ke sarana rujukan dan diberi antibiotik 1 dosis.
Pada penderita umur 2 bulan sampai < 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia
dapat dilakukan perawatan rumah, pemberian antibiotik selama 5 hari, pengontrolan
dalam 2 hari atau lebih cepat bila penderita memburuk, serta pengobatan demam dan
yang ada.
Penderita di rumah untuk penderita Pneumonia umur 2 bulan sampai kurang
dari 5 tahun, meliputi :
1. Pemberian makanan yang cukup selama sakit dan menambah jumlahnya setelah
sembuh.
2. Pemberian cairan dengan minum lebih banyak dan meningkatkan pemberian Asi.
3. Pemberian obat pereda batuk dengan ramuan, yang aman dan sederhana.
Penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa
pneumonia berat segera dikirim ke rujukan, diberi antibiotik 1dosis serta analgetik
sebagai penurun demam dan wheezing yang ada.
Penderita yang diberi antibiotik, pemeriksaan harus kembali dilakukan 2 hari.
Jika keadaan penderita membaik, pemberian antibiotik dapat diteruskan. Jika keadaan
penderita tidak berubah, antibiotik harus diganti atau penderita dikirim ke sarana
rujukan.
Obat yang digunakan untuk penderita pneumonia adalah tablet kotrimoksasol
480 mg, kotrimoksasol 120 mg, tablet parasetamol 500 mg dan sablet parasetamol
100 mg.
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam
mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu
hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa petechie, purpura, echymosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopeni, dan kesadaran
menurun atau renjatan.
Agent Infeksius
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grup B
Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family flaviviridae, yang
terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Masing-masing saling
berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan sakit pada manusia. Keempat tipe virus ini
telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling
sering ditemui selama terjadinya KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN
3 juga merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan
penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal.
Vektor Penular
Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan virus
dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk Aedes aegypti
merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan daerah pedesaan
(daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut berperan dalam penularan.
Penularan Virus Dengue
1. Mekanisme Penularan
Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia. Virus
dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. Oleh
karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod borne diseases. Virus
dengue berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh
manusia dan nyamuk. Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuh
nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian virus
dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus yang infeksius. Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue
(infektif) merupakan sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7
hari mulai 1-2 hari sebelum demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD
digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam
lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh
bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu minggu setelah
menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut siap untuk
menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk
sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus
dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap
kali nyamuk menggigit (menusuk), sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur
melalui saluran alat tusuknya (probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku.
Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Hanya
nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue. Nyamuk betina
sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada darah binatang. Kebiasaan
menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00 dan sore hari jam 16.00-18.00.
Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali
dari satu individu ke individu lain (multiple biter). Hal ini disebabkan karena pada siang
hari manusia yang menjadi sumber makanan darah utamanya dalam keadaan aktif
bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai
kenyang pada satu individu. Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD
menjadi lebih mudah terjadi.
II. Tempat Potensial Bagi Penularan Penyakit DBD
Penularan penyakit DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk
penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah :
a. Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis)
b. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang
dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe
virus dengue cukup besar.
Tempat-tempat umum itu antara lain :
1. Sekolah
2. Rumah Sakit/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya
3. Tempat umum lainnya seperti : Hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat-tempat
ibadah dan lain-lain.
c. Pemukiman baru di pinggiran kota
Karena di lokasi ini, penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah, maka
kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa tipe virus
dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi awal.
Tempat Perkembangbiakan Aedes aegypti
Tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti ialah pada tempat-tempat
penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau\ bejana di dalam
atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari
rumah. Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
a) Tempat Penampungan Air (TPA), yaitu tempat-tempat untuk menampung air guna
keperluan sehari-hari, seperti: tempayan, bak mandi, ember, dan lain-lain.
b) Bukan tempat penampungan air (non TPA), seperti : tempat minum hewan
peliharaan (ayam, burung, dan lain-lain), barang bekas (kaleng, botol, ban, pecahan
gelas, dan lain-lain), vas bunga,perangkap semut, penampung air dispenser, dan lain-
lain.
c) Tempat penampungan air alami, seperti : Lubang pohon, lubang batu, pelepah daun,
tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu, dan lain-
lain.
Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit DBD
Penularan penyakit DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu agent (virus), host
(pejamu), dan lingkungan, yaitu :
1. Agent (penyebab penyakit) adalah semua unsur atau elemen hidup atau mati yang
kehadirannya. Dalam hal ini yang menjadi agent dalam penyebaran DBD adalah
virus dengue.
2. Karakteristik host (pejamu) adalah manusia yang kemungkinan terjangkit penyakit
DBD. Faktor-faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia yaitu :
a. Mobilitas penduduk akan memudahkan penularan dari suatu tempat ke tempat
yang lainnya.
b. Pendidikan akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan
dan cara pemberantasan yang dilakukan, hal ini berkaitan dengan pengetahuan.
c. Kelompok umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit
DBD.
3. Lingkungan, lingkungan yang terkait dalam penularan penyakit DBD adalah :
a. Tempat penampungan air / keberadaan kontainer, sebagai tempat perindukan
nyamuk Aedes aegypti.
b. Ketinggian tempat suatu daerah mempunyai pengaruh terhadap
perkembangbiakan nyamuk dan virus DBD. Di wilayah dengan ketinggian lebih
dari 1.000 meter diatas permukaan laut tidak ditemukan nyamuk Aedes aegypti.
c. Curah hujan, pada musim hujan (curah hujan diatas normal) tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak
terisi air, mulai terisi air.
d. Kebersihan lingkungan / sanitasi lingkungan
Manifestasi Klinis
Infeksi oleh virus dengue dapat bersifat asimtomatik maupun simtomatik yang
meliputi demam biasa (sindrom virus), demam dengue, atau demam berdarah dengue
termasuk sindrom syok dengue (DSS). Penyakit demam dengue biasanya tidak menyebabkan
kematian, penderita sembuh tanpa gejala sisa. Sebaliknya, DHF merupakan penyakit demam
akut yang mempunyai ciri-ciri demam, manifestasi perdarahan, dan berpotensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian. Gambaran klinis bergantung
pada usia, status imun penjamu, dan strain virus.
DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 terdiri dari
kriteria klinis dan laboratorium.
1. Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : uji tourniquet positif,
petechie, echymosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis dan malena.
c. Hepatomegali
d. Syok yang ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan gelisah.
2. Kriteria Laboratorium
a. Trombositopeni ( < 100.000 sel/ml)
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.
3. Derajat Penyakit DBD, menurut WHO tahun 1997
Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat, yaitu :
a. Derajat I, Demam disertai dengan gejala umum nonspesifik, satu-satunya
manifestasi perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniquet yang positif.
b. Derajat II, Selain manifestasi yang dialami pasien derajat I, perdarahan spontan
juga terjadi, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan atau perdarahan
lainnya.
c. Derajat III, Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi nadi
yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi
disertai kulit lembab dan dingin serta gelisah.
d. Derajat IV, Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala syok (renjatan) yang sangat berat dengan
tekanan darah dan denyut nadi yang tidak terdeteksi.
Pencegahan
Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk
Gerakan PSN adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dan
pemerintah untuk mencegah penyakit DBD yang disertai pemantauan hasil hasilnya secara
terus menerus. Gerakan PSN DBD merupakan bagian terpenting dari keseluruhan upaya
pemberantasan penyakit DBD, dan merupakan bagian dari upaya mewujudkan kebersihan
lingkungan serta prilaku sehat dalam rangka mencapai masyarakat dan keluarga sejahtera.
Dalam membasmi jentik nyamuk penularan DBD dengan cara yang dikenal dengan istilah
3M, yaitu :
1. Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan peliharaan
minimal sekali dalam seminggu.
2. Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat
diterobos oleh nyamuk dewasa.
3. Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang semuanya dapat
menampung air hujan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti.
Pengobatan
Pengobatan penderita DBD pada dasarnya bersifat simptomatik dan suportif, yaitu
pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
1. Penatalaksanaan DBD tanpa komplikasi :
Istirahat total di tempat tidur.
Diberi minum 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau air ditambah
garam/oralit). Bila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum,
muntah atau nyeri perut berlebihan, maka cairan inravena harus diberikan.Berikan
makanan lunak
Medikamentosa yang bersifat simptomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan
kompres, antipiretik yang bersifat asetaminofen, eukinin, atau dipiron dan jangan
diberikan asetosal karena dapat menyebabkan perdarahan.
Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.
2. Penatalaksanaan pada pasien syok : Pemasangan infus yang diberikan dengan diguyur,
seperti NaCl, ringer laktat dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah syok diatasi.
HIPERTENSI
Definisi dan Klasifikasi Hipertensi
Definisi Hipertensi
· Hipertensi adalah peningkatan tekanan pada sistole, yang tingginya tergantung umur
individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas – batas tertentu, tergantung
pada posisi tubuh, umur dan tingkat stress. Hipertensi juga dapat digolongkan sebagai ringan,
sedang atau berat, berdasarkan diastole. Hipertensi ringan apabila tekanan diastole 95 – 104
mmHg, hipertensi sedang apabila tekanan diastole 105 – 114 mmHg, hipertensi berat apabila
tekanan diastole > 115 mmHg.
· Menurut WHO (1978) batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90
mmHg dan tekanan darah sama dengan atau di atas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai
hipertensi. Hipertensi adalah peningkatan tekana darah di atas normal yaitu bila tekanan
sistolik (atas) 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolic (bawah) 90 mmHg atau lebih.
Klasifikasi Hipertensi
1. Menurut Kausanya :
a. Hipertensi esensial (Hipertensi Primer)
Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak/belum diketahui penyebabnya
(terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi). Hipertensi primer kemungkinan
memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada jantung dan pembulu darah
kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
b. Hipertensi sekunder : Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh
adanya penyakit lain. Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Sekitar
5-10% penderita hipertensi disebabkan oleh penyakit ginjal.
2. Menurut Gangguan tekanan darah
a. Hipertensi Sistolik: Peninggian tekanan darah sistolik saja
b. Hipertensi Diastolik : Peninggian tekanan darah diastolik.
3. Menurut beratnya atau tingginya peningkatan tekanan darah
a. Hipertensi Ringan
b. Hipertensi Sedang
c. Hipertensi Berat
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Klasifikasi Hipertensi Menurut Joint National Committee 7
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Faktor Resiko Penyakit Hipertensi
Menurut Ade Dian Anggraini, dkk (2009), faktor resiko hipertensi adalah :
a. Faktor genetic
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai
risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium
intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua
dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada
orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. 14 Selain itu didapatkan
70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.
b. Umur
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang berumur di
atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90
mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah
usianya. Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi
berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat.
Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur
menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh
darah besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan
tekanan darah diastolik meningkat sampai decade kelima dan keenam kemudian menetap
atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan
fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik.
Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah
berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju
filtrasi glomerulus menurun.
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari
penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai
penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita
mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh
darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah
kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada
wanita umur 45-55 tahun.
d. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang berkulit putih.
Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun pada orang kulit hitam
ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopressin lebih besar.
e. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan kelompok
etnik di semua umur. Menurut National Institutes for Health USA (NIH,1998), prevalensi
tekanan darah tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah
38% untuk pria dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan
17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar
internasional). Menurut Hall (1994) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara
kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin dan
hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik
pada ginjal.
f. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO) merekomendasikan pola
konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang
direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram
garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam
cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar,
sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler
tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi. Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber
natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan
monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur (mengandung
iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh.
Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak-memasak masyarakat kita
yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG.
g. Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan
peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang
mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman
dari Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya
tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula,
5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15
batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam
penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan
merokok lebih dari 15 batang perhari.
h. Tipe kepribadian
Secara statistik pola perilaku tipe A terbukti berhubungan dengan prevalensi hipertensi. Sifat
tersebut akan mengeluarkan katekolamin yang dapat menyebabkan prevalensi kadar
kolesterol serum meningkat, hingga akan mempermudah terjadinya aterosklerosis. Stress
akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan
menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan,
kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.
Patofisiologis Hipertensi
Menurut Ade Dian Anggraini, dkk (2009), Mekanisme terjadinya hipertensi adalah
melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme
(ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah
mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin
(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-
paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki
peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik
cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.
Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek.
Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat
meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler,
viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis
hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam
dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi.
Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadangkadang
muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi
persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target
di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat. Progresifitas
hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya
curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana
tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan
akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun.
Diagnosis Hipertensi
Hipertensi biasanya didiagnosis selama pemeriksaan fisik umum check up, atau
kunjungan ke dokter untuk beberapa keluhan lain - kadang-kadang seseorang mungkin
didiagnosis mengalami stroke atau serangan jantung dan kemudian ditemukan memiliki
tekanan darah tinggi. Tekanan darah diukur adalah dengan menggunakan alat yang disebut
sphygmomanometer, yang memiliki manset karet yang dibungkus di sekitar lengan atas dan
ditiup dengan udara melalui bola karet yang berulang kali diperas. Ketika tekanan dalam
manset mendapat cukup tinggi, itu memotong aliran darah pada arteri utama dari lengan atas
- udara ini kemudian perlahan-lahan dilepaskan dari manset melalui katup dan sebagai
tekanan dalam manset turun suara darah mengalir deras melalui arteri didengar melalui
stetoskop ditempatkan di atas arteri. Tekanan di mana pertama kali mendengar suara seperti
manset dilepaskan adalah tekanan sistolik dan tekanan di mana suara terakhir adalah
mendengar seperti darah kembali ke alirannya diam, tanpa hambatan - adalah tekanan
diastolik. Otomatis alat ukur elektronik melakukan hal yang sama tetapi lebih akurat, lebih
mudah digunakan, dan dapat digunakan oleh pasien untuk pemantauan tekanan darah di
rumah.
Seorang dokter tidak akan mendiagnosa hipertensi berdasarkan satu membaca abnormal
karena tekanan darah berfluktuasi dan biasanya memakan waktu tiga bacaan abnormal tinggi
berturut-turut, yang diambil pada kesempatan yang berbeda, sebelum diagnosis hipertensi
dapat dibuat. Titik di mana pembacaan tekanan darah tinggi dianggap abnormal akan
tergantung pada usia seseorang - ahli menyarankan bahwa orang di bawah usia 65 tahun
harus memiliki tekanan darah pada sisa tidak lebih dari 130/85 mm Hg - dan mereka lebih
dari 65 tahun harus bertujuan untuk pembacaan tekanan darah tidak lebih dari 140/90 mm
Hg. Ketika tekanan darah seseorang dipandang tinggi secara konsisten, dokter akan
melakukan pemeriksaan fisik untuk memeriksa apakah ada penyakit yang mendasarinya bisa
pelakunya dan juga memeriksa apakah ada tanda-tanda kerusakan pada organ-organ tubuh
seperti pulsa absen di anggota badan, bukti dari penyakit arteri di retina mata, atau jejak
mikroskopis darah dalam urin (tanda penyakit ginjal).
Bahkan jika tekanan darah menjadi normal ditemukan setelah tiga cek itu masih harus
diperiksa secara teratur karena dapat berubah dan hipertensi sebelumnya didiagnosa dan
dikendalikan, semakin sedikit kerusakan akan ada pada, otak jantung, ginjal dan organ
lainnya.
Mereka yang tidak memiliki riwayat pribadi atau keluarga dari kondisi harus memiliki
memeriksa setiap dua tahun dan selama kunjungan rutin ke dokter - mereka yang memiliki
riwayat pribadi atau keluarga tekanan darah tinggi Stroke, atau serangan jantung harus
diperiksa lebih sering.
Untuk anak-anak, tekanan darah tinggi ditentukan dengan membandingkan tekanan darah
anak dengan distribusi tekanan darah untuk anak-anak yang sama, usia jenis kelamin dan
tinggi.
Penatalaksanaan Hipertensi
Menurut Pharmaceutical Care untuk penyakit hipertensi Departemen Kesehatan RI
(2006), Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan:
1. Terapi nonfarmakologi
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk mencegah
tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi.
Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi,
modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada
pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi. Modifikasi gaya hidup yang penting yang
terlihat menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes
atau gemuk; mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang
kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi
alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik
dengan terapi satu obat antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat
membebaskan pasien dari menggunakan obat. Program diet yang mudah diterima adalah
yang didisain untuk menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk
dan obes disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol.
JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan buah, sayur, dan
produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium yang
direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari. Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah.
Olah raga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal
untuk kebanyakan pasien.
2. Terapi farmakologi
Ada 9 kelas obat antihipertensi yakni Diuretikm, Tiazid, Loop, Penahan kalium,
Antagonis Aldosteron, ACE inhibitor, Penyekat reseptor angiotensin, Penyekat beta,
Antagonis kalsium. Obat-obat antihipertensi alternatif yakni : Penyekat alfa-1, Agonis
sentralα-2, Antagonis Adrenergik, Perifer, Vasodilator arteri langsung.
Obat-obat ini baik sendiri atau dikombinasi, harus digunakan untuk mengobati
mayoritas pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan keuntungan dengan kelas obat
ini. Beberapa dari kelas obat ini (misalnya diuretik dan antagonis kalsium) mempunyai
subkelas dimana perbedaan yang bermakna dari studi terlihat dalam mekanisme kerja,
penggunaan klinis atau efek samping. Penyekat alfa, agonis alfa 2 sentral, penghambat
adrenergik, dan vasodilator digunakan sebagai obat alternatif pada pasien-pasien tertentu
disamping obat utama.
Terapi Kombinasi
Fixed-dose combination yang paling efektif adalah sebagai berikut:
1. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan diuretik
2. Penyekat reseptor angiotensin II (ARB) dengan diuretik
3. Penyekat beta dengan diuretik
4. Diuretik dengan agen penahan kalium
5. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI) dengan antagonis kalsium
6. Agonis α-2 dengan diuretik
7. Penyekat α-1 dengan diuretic
Prognosis Hipertensi
Tanpa pengobatan maka hipertensi akan berakibat lanjut sesuai dengan target organ
yang diserangnya. Factor-faktor yang mempengaruhi prognosis seorang penderita hipertensi
adalah :
1. Etiologi hipertensi; hipertensi sekunder yang ditemukan pada tahap dini akan lebih baik
prognosisnya
2. Komplikasi; adanya komplikasi memperberat prognosis
Pencegahan Hipertensi
Menurut Bustan (2007), upaya pencegahan terhadap Hipertensi meliputi :
1. Pencegahan primodial, yaitu upaya pencegahan munculnya factor predisposisi terhadap
hipertensi dalam suatu wilayah dimana belum tampak adanya factor yang menjadi resiko
Hipertensi.
2. Promosi Kesehatan berkaitan dengan penyakit Hipertensi
3. Proteksi spesifik yakni dengan : kurangi mengkonsumsi garam sebagai salah satu factor
risiko.
4. Diagnosis dini dengan melakukan screening dan pemeriksaan check-up
5. Pengobatan tepat : segera mendapatkan pengobatan komprehensif dan kausal awal keluhan
6. Rehabilitasi : upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak bisa diobati.
DIABETES MELLITUS
Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus adalah:
a.Suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh adanya
peningkatan kadar glukosa dalam darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif (Subekti, et al.., 1999).
b. Suatu kelompok penyakit metabolik dengan karateristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes Association,
2003; Soegondo, 1999).
c. Keadaan hiperglikemia kronis sebagai akibat dari berbagai faktor lingkungan dan genetik,
sering keduanya bersama-sama (WHO, 1980, disadur dari Wiyono, 2000)
Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus Menurut ADA 2003
a. Diabetes Melitus Tipe 1(destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut)
(1).Melalui proses imunologik
(2).Idiopatik
b. Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin)
c. Diabetes Melitus Tipe Lain
1) Defek genetik fungsi sel beta:
2) Kromosom 12, HNF-1 alfa (dahulu MODY 3)
3) Kromosom 7, Glukokinase (dahulu MODY 2)
4) Kromosom 20, HNF-4 alfa (dahulu MODY 1)DNA mitochondria.
5) Defek genetik kerja insulin
6) Penyakit eksokrin pangkreas:
a) Pangkreatitis
b) Trauma/pangkreatektomi
c) Neoplasma
d) Cystic Fibrosis
e) Hemochromatosis
f) Pangkreatopati fibro kalkulus
7) Endokrinopati
8) Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidine, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon
tiroid, tiazid, dilantin, interferon alfa
Infeksi : 9) Imunologi (jarang) : antibodi anti reseptor insulin
10) Sindroma genetik lain : Sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington Chorea,
Sindroma Prader Willi.
Epidemiologi
Secara epidemiologi DM seringkali tidak terdeteksi. Berbagai faktor genetik,
lingkungan dan cara hidup berperan dalam perjalanan penyakit diabetes. Ada kecenderungan
penyakit ini timbul dalam keluarga. Disamping itu juga ditemukan perbedaan kekerapan dan
komplikasi diantara ras, negara dan kebudayaan.
Dari segi epidemiologi, ada beberapa jenis diabetes. Dulu ada yang disebut diabetes
pada anak, atau diabetes juvenilis dan diabetes dewasa atau “maturity-onset diabetes”.
Karena istilah ini kurang tepat, sekarang yang pertama disebut DM tipe 1 dan yang kedua
disebut DM tipe 2. Ada pula jenis lain, yaitu diabetes melitus gestasional yang timbul hanya
pada saat hamil, dan diabetes yang disebabkan oleh karena kerusakan pankreas akibat kurang
gizi disebut MRDM (Malnutrition Related DM) atau Diabetes Melitus Terkait Malnutrisi
(DMTM).
Kekerapan DM tipe 1 di negara Barat ± 10% dari DM tipe 2. Bahkan di negara tropik
jauh lebih sedikit lagi. Gambaran kliniknya biasanya timbul pada masa kanak-kanak dan
puncaknya pada masa akil balik. Tetapi ada juga yang timbul pada masa dewasa.
DM tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%). Timbul
makin sering setelah umur 40 dengan catatan pada dekade ke 7 kekerapan diabetes mencapai
3 sampai 4 kali lebih tinggi daripada rata-rata orang dewasa.
Pada keadaan dengan kadar glukosa darah tidak terlalu tinggi atau belum ada
komplikasi, biasanya pasien tidak berobat ke rumah sakit atau ke dokter. Ada juga yang
sudah di diagnosis sebagai diabetes tetapi karena kekurangan biaya biasanya pasien tidak
berobat lagi. Hal ini menyebabkan jumlah pasien yang tidak terdiagnosis lebih banyak
daripada yang terdiagnosis. Menurut penelitian keadaan ini pada negara maju sudah lebih
dari 50% yang tidak terdiagnosis dan dapat dibayangkan berapa besar angka itu di negara
berkembang termasuk Indonesia (Slamet Suyono Dalam Pusat Diabetes dan Lipid, 2007).
Penelitian lain menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi DM tipe 2 akan
meningkat menjadi 5 – 10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku rural-tradisional
menjadi urban. Faktor resiko yang berubah secara epidemiologis adalah bertambahnya usia,
jumlah dan lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktivitas jasmani dan
hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang
berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2 (Soegondo, 1999).
Tanpa intervensi yang efektif, kekerapan DM tipe 2 akan meningkat disebabkan oleh
berbagai hal misalnya bertambahnya usia harapan hidup, berkurangnya kematian akibat
infeksi dan meningkatnya faktor resiko yang disebabkan oleh karena gaya hidup yang salah
seperti kegemukan, kurang gerak/ aktivitas dan pola makan tidak sehat dan tidak teratur
(Slamet Suyono Dalam Pusat Diabetes dan Lipid, 2007).
Gambaran Klinis
Kejadian DM diawali dengan kekurangan insulin sebagai penyebab utama. Di sisi lain
timbulnya DM bisa berasal dari kekurangan insulin yang bersifat relatif yang disebabkan oleh
adanya resistensi insulin (insuline recistance). Keadaan ini ditandai dengan ketidakrentanan/
ketidakmampuan organ menggunakan insulin, sehingga insulin tidak bisa berfungsi optimal
dalam mengatur metabolisme glukosa. Akibatnya, kadar glukosa darah meningkat
(hiperglikemi) (M.N Bustan, 2007).
Gejala klasik DM adalah rasa haus yang berlebihan, sering kencing terutama pada
malam hari , banyak makan serta berat badan yang turun dengan cepat. Disamping itu
kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-
gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu
sering melahirkan bayi diatas 4 kg. Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak
merasakan adanya keluhan. Mereka mengetahui adanya DM hanya pada saat chek up
ditemukan kadar glukosa darahnya tinggi (Suyono Dalam Pusat Diabetes dan Lipid, 2007).
Patofisiologi
Seperti suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan
mengganti sel yang rusak. Disamping itu juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat
berfungsi dengan baik. Energi sebagai bahan bakar itu berasal dari bahan makanan yang
terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak.
Di dalam saluran pencernaan makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu.
Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak.
Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk kedalam pembuluh darah
dan diedarkan ke seluruh untuk dipergunakan oleh organ-organ didalam tubuh sebagai bahan
bakar. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus masuk dulu
kedalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar
melalui proses kimia yang rumit, yan hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini
disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin (suatu zat/ hormon yang
dikeluarkan oleh sel beta pankreas) memegang peranan yang sangat penting yaitu bertugas
memasukan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
yang dikeluarkan oleh sel beta dalam pulau-pulau Langerhans (kumpulan sel yang berbentuk
pulau di dalam pankreas dengan jumlah ± 100.000) yang jumlahnya sekitar 100 sel beta tadi
dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa kedalam
sel, untuk kemudian dimetabolisir menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak
dapat masuk sel. Dan akibatnya glukosa akan tetap berada didalam pembuluh darah, yang
artinya kadarnya didalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti ini tubuh akan menjadi
lemas karena tidak ada sumber energi di dalam sel. Inilah yang terjadi pada DM tipe 1. Tidak
adanya insulin pada DM tipe 1 karena pada jenis ini timbul reaksi otoimun yang disebabkan
karena adanya peradangan pada sel beta (insulitis). Insulitis bisa disebabkan karena macam-
macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubela, CMV, herpes, dan lain-lain.
Kerusakan sel beta tersebut dapat terjadi sejak kecil ataupun setelah dewasa (Suyono, 1999).
Sedangkan pada DM tipe2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak.
Tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor ini
dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk kedalam sel. Pada keadaan tadi jumlah
lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi
karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit
sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah
akan meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan pada DM tipe 1. Perbedaanya
adalah pada DM tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi, juga kadar insulin tinggi atau normal.
Keadaan ini disebut resistensi insulin (Suyono, 1999).
Penyebab resistensi insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi
faktor-faktor di bawah ini banyak berperan, antara lain:
1) Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)
2) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
3) Kurang gerak badan
4) Faktor keturunan (herediter)
Baik pada DM tipe 1 maupun pada DM tipe 2 kadar glukosa darah jelas meningkat
dan bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urin.
Mungkin inilah sebabnya penyakit ini disebut juga penyakit kencing manis (Suyono, 1999).
Diagnosa
Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat
ditegakan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosa DM harus
diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk
diagnosa DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara
enzimatik dengan bahan darah kapiler (Perkeni, 1998).
Diagnosis diabetes dipastikan bila:
a. Terdapat keluhan khas diabetes (poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya) disertai dengan satu nilai pemeriksaan glukosa darah
tidak normal (glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl).
b. Terdapat keluhan khas yang tidak lengkap atau terdapat keluhan tidak khas (lemah,
kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, pruritus vulvae) disertai dengan dua nilai
pemeriksaan glukosa darah tidak normal (glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl dan atau
glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl yang diperiksa pada hari yang sama atau pada hari yang
berbeda).
Komplikasi
Apabila glukosa darah tidak terkontrol dengan baik, beberapa tahun kemudian hampir
selalu akan timbul komplikasi. Komplikasi akibat diabetes dapat dibagi dalam dua kelompok
besar:
a. Komplikasi akut
Timbul secara mendadak. Ini merupakan keadaan gawat darurat. Keadaan ini bisa
menjadi fatal apabila tidak ditangani dengan segera. Termasuk dalam kelompok ini adalah
hipoglikemia(glukosa darah terlalu rendah), hiperglikemia(glukosa darah terlalu tinggi), dan
terlalu banyak asam dalam darah (ketoasidosis diabetik).
b. Komplikasi kronis
Timbul secara perlahan, kadang tidak diketahui, tetapi akhirnya berangsur menjadi
makin berat dan membahayakan. Misalnya, komplikasi pada saraf (neoropati), mata
(retinopati, katarak, glaukoma), ginjal (nefropati), jantung (angina, serangan jantung, tekanan
darah tinggi, PJK), pembuluh darah, hati(hepatitis, perlemakan hati/ fatty liver, batu empedu),
tuberkulosis paru, gangguan saluran makan, infeksi sehingga mengganggu fungsi kekebalan
tubuh dan penyakit kulit(Bruise,vitiligo, necrobiosis lipoidica, xanthelasma, alopecia,
lipohypertrophy/ hipertropi insulin, lipoatropi insulin, kulit kering karena kerusakan saraf
otonom sehingga keringat menjadi berkurang, infeksi jamur seringkali diantara jari kaki,
acanthosis nigricans/ penimbunan pigmen gelap dibelakang leher dan ketiak, kulit yang
menebal pada penderita DM yang lebih dari 10 tahun).
Pengobatan
Pemberian obat kepada pasien sesuai petunjuk dokter merupakan suatu tindakan/
praktek kesehatan yang dilakukan dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
sebagai bagian dari perilaku seseorang terhadap stimulus atau objek kesehatan (yang dalam
hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit DM yang diderita seseorang), yang
kemudian dalam proses selanjutnya akan melaksanakan atau mempraktekkan sesuai apa yang
diketahuinya dan disikapi/ dinilainya baik untuk dilakukan ( Notoadmodjo S, 2007).
Menurut Sidartawan Soegondo, prinsip pemberian obat/ pengobatan terhadap pasien
DM terdiri atas 2 yaitu:
a. Pengobatan dengan insulin dan,
b. Pengobatan dengan Obat Hipoglikemik Oral.
a. Pengobatan dengan Insulin
Indikasi pemberian obat bagi pasien dengan terapi insulin, diberikan untuk:
1) Semua orang dengan diabetes tipe 1 yang memerlukan insulin eksogen karena produksi
insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.
2) Orang dengan diabetes tipe 2 tertentu yang mungkin membutuhkan insulin bila terapi
jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah atau apabila mengalami stres
fisiologi seperti pada tindakan pembedahan.
3) Orang dengan diabetes kehamilan (diabetes yang timbul selama kehamilan)
membutuhkan insulin bila diet tidak saja dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
4) Orang yang diabetes dengan ketoasidosis.
5) Orang dengan diabetes yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan
suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap
akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati
normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
6) Pengobatan sindroma hiperglikemi non-ketotik-hiperosmolar
b. Cara Penggunaan Insulin
Sekresi insulin dapat dibagi menjadi sekresi insulin basal (saat puasa atau sebelum
makan) dan insulin prandial (setelah makan).
Insulin basal ialah insulin yang diperlukan untuk mencegah hiperglikemia puasa
akibat glukoneogenesis dan juga mencegah ketogenesis yang tidak terdeteksi.
Insulin Prandial ialah jumlah insulin yang dibutuhkan untuk mengkonversi bahan
nutrien ke dalam bentuk energi cadangan sehingga tidak terjadi hiperglikemia postprandial.
Insulin Koreksi (supplement) ialah insulin yang diperlukan akibat kenaikan kebutuhan
insulin yang disebabkan adanya penyakit atau stres. Pemberian insulin tergantung pada
kondisi pasien dan fasilitas yang tersedia. Untuk pasien yang non-emergensi, pemberian
suntikan subkutan atau intramuskular (jarang dilakukan). Pada pasien dengan kondisi
kegawatan diberikan dengan pompa infus atau secara bolus intra vena. Insulin dapat juga
diberikan secara subkutan dengan menggunakan pompa insulin atau yang dikenal dengan
continuous subcutaneous insulin infusion (CSII).
Sebelum menyuntikan insulin, kedua tangan dan daerah yang harus disuntik haruslah
bersih. Tutup vial insulin harus diusap dengan isopropil alkohol 70%. Untuk semua macam
insulin kecuali kerja cepat, harus digulung-gulung secara perlahan-lahan dengan kedua
telapak tangan (Jangan dikocok) untuk melarutkan kembali suspensi. Ambilah udara
sejumlah insulin yang akan diberikan dan suntikanlah kedalam vial untuk mencegah terjadi
ruang vakum dalam vial. Hal ini terutama diperlukan bila akan dipakai campuran insulin.
Bila mencampur insulin kerja cepat dengan kerja menengah atau panjang, maka insulin yang
jernih atau kerja cepat harus diambil terlebih dahulu. Setelah insulin masuk ke alat suntik,
periksalah apa mengandung gelembung udara. Satu atau dua ketukan pada alat suntik dalam
posisi tegak akan dapat mengurangi gelembung tersebut. Gelembung tersebut sebenarnya
tidaklah terlalu berbahaya tetapi dapat mengurangi dosis insulin.
Penyuntikan dilakukan pada jaringan subkutan. Pada umumnya disuntikan dengan sudut 90
derajat. Pada pasien kurus dan anak-anak, setelah kulit dijepit dan insulin disuntikan dengan
sudut 45 derajat agar tidak terjadi penyuntikan intra muskular. Aspirasi tidak perlu dilakukan
secara rutin. Bila suntikan terasa sakit atau mengalami perdarahan setelah proses penyuntikan
maka daerah tersebut sebaiknya ditekan selama 5-8 detik.
c. Karateristik Insulin Berdasarkan Waktu Kerja
Tabel 1. Karateristik Insulin Berdasarkan Waktu Kerja
Sediaan Insulin Awal Kerja Puncak
Kerja
Lama
Kerja
Insulin Prandial
Insulin Kerja cepat
Regular (Actrapid; Humulin R)
Insulin analog, kerja sangat
cepat
Insulin glulisine (apidra*)
Insulin aspart (Novo Rapid *)
Insulin lispro (Humalog)
30-60 mnt
5-15 mnt
5-15 mnt
5-15 mnt
30-90 mnt
30-90 mnt
30-90 mnt
30-90 mnt
5-8 jam
3-5 jam
3-5 jam
3-5 jam
Insulin Kerja Menengah
NPH (Insulatard, Humulin N)
Lente
2-4 jam
3-4 jam
4-10 jam
4-12 jam
10-16 jam
12-18 jam
Insulin Kerja Panjang
Insulin glargine (Lantus)
Ultralente*
Insulin detemir (Levemir*)
2-4 jam
6-10 jam
2-4 jam
Tdk ada
puncak
8-10 jam
Tdk ada
puncak
Insulin Campuran
(kerja cepat dan menengah)
70%NPH/ 30% reguler )Mixtard:
Humulin 70/30)
70%NPH/ 30% analog rapid
(NovoMix 30)
30-60 mnt Dual 10-16 jam
Sumber: Soegondo S dalam Penatalaksanaan DM Terpadu, 2007
d. Pengobatan dengan OHO (Obat Hipoglikemik Oral)
Menurut Tjokroprawiro Askandar, dkk, 2007, syarat OHO berhasil baik bila diet dan
latihan fisik harus dilaksanakan dengan benar (3J), Jumlah-Jadwal-Jenis dan diberikan pada
penderita yang:
a) Umur > 40 tahun.
b) Lama DM-nya kurang dari 5 tahun.
c) Belum pernah suntik insulin, atau bila pernah suntik insulin, kebutuhan insulin kurang
dari 20 unit/ hari.