materi infeksi nosokomial
-
Upload
aflifia-birruni-sabila -
Category
Documents
-
view
82 -
download
2
description
Transcript of materi infeksi nosokomial
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat selama masa perawatan atau
pemeriksaan di rumah sakit tanpa adanya tanda tanda infeksi sebelumnya dan minimal
terjadi 48 jam sesudah masuknya kuman (Depkes, 2003).
Penularan dapat terjadi melalui cara silang ( cross infection ) dari satu pasien ke
pasien yang lainnya atau infeksi diri sendiri dimana kuman sudah ada pada pasien
kemudian melalui suatu migrasi ( gesekan ) pindah tempat dan ditempat baru
menyebabkan infeksi. Tidak hanya pasien rawat yang dapat tertular tetapi seluruh
personil rumah sakit yang berhubungan dengan pasien ( ilmu penyakit dalam, edisi
ketiga ).
Penyebaran penyakit di rumah sakit pada dasarnya ada 3 unsur pokok yakni :
1. Sumber infeksi
Penyakit menular yang berasal dari pasien, pengunjung atau petugas dan termasuk
orang yang menderita penyakit yang aktif yaitu masa inkubasi atau carrier
panyakit.
2. Cara transmisi dari kuman ( Depkes RI, 2007 )
Cara penularan dapat melalui :
a. Melalui Kontak
1) Transmisi kontak langsung dapat terjadi pada kontak kulit dengan kulit dan
berpindahnya organisme selama kegiatan perawatan pasien. Transmisi kontak
langsung juga bisa terjadi antar dua pasien.
2) Transmisi kontak tidak langsung dapat terjadi bila ada kontak seseorang yang
rentan dengan obyek tercemar yang berada di lingkungan pasien.
b. Melalui Percikan ( droplet )
Transmisi droplet terjadi melalui kontak dengan konjungtiva, membran mukosa
hidunng atau mulut individu yang rentan oleh percikan partikel besar yang
mengandung mikroorganisme. berbicara, batuk bersin dan tindakan sperti
penghisapan lendir dan broknkoskopi dapat menyebarkan organisme.
c. Melalui Udara ( airborne )
Transmisi airborne terjadi melalui penyebaran partikel partikel kecil ke udara,
baik secara langsung atau melalui partikel debu yang mengandung
mikroorganisme infeksius. Partikel infeksius dapat menetap di udara selama
beberapa jam dan dapat disebarkan secara luas dalam suatu ruangan atau dalam
jarak yang lebih jauh.
d. Melalui perantara
Organisme yang ditularkan oleh benda benda terkontaminasi seperti makanan,
air dan peralatan.
e. Melalui vektor
Terjadi ketika vektor seperti nyamuk, lalat, tikus dan binatang pengerat lain
menularkan mikroorganisme.
3. Host atau manusia yang rentan
Adalah orang yang terkena sasaran penyakit menular, kondisi host dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh terhadap penyakit, keadan gizi, pola hidup . Semakin rentan
seseorang maka semakin mudah dia terkena penyakit, demikian pula sebaliknya
semakin kuat daya tahan tubuh seseorang maka semakin sulit terkena penyakit
menular.
Tindakan – tindakan pencegahan infeksi melalui ( Depkes RI, 2007 ) :
1. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan ini dirancang untuk perawatan bagi semua orang, petugas, pasien
atau pengunjung tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi atau tidak.
Penerapan ditujukan untuk mengurangi resiko penyebaran mikroorganisme dari
sumber infeksi yang diketahui ataupun tidak diketahui dalam sistem pelayanan
kesehatan seperti pasien, benda yang tercemar,jarum atau spuit yang telah
digunakan. penggunaan pelindung ( barrier ) antara mikroorganisme dengan
individu baik untuk pasien atau petugas kesehatan adalah cara yang efektif untuk
mencegah penyebaran infeksi. Pelindung berfungsi untuk memutuskan rantai
penularan penyakit. Adapun komponen utama kewaspdaan standar adalah :
a. Mencuci tangan
Mencuci tangan dengan baik merupakan unsur satu satunya yang paling efektif
dan untuk mencegah penularan infeksi. Tujuan mencuci tangan adalah untuk
menghilangkan kotoran dari kulit secara mekanis dan mengurangi jumlah
mikroorganisme sementara. Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan
sesudah memeriksa dan kontak langsung dengan pasien, memakai dan melepas
sarung tangan, menyiapkan dan mengkonsumsi makanan, saat situasi yang
membuat tangan menjadi terkontaminasi,masuk dan keluar ruang isolasi.
Langkah langkah mencuci tangan :
1) Basahi kedua tangan
2) Gunakan sabun
3) Gosok dengan keras seluruh bidang permukaan tangan dan jari jari bersama
sekurang kurangnya selama 10 hingga 15 detik, dengan memperhatikan
bidang dibawah kuku tangan dan diantara jari jari.
4) Bilas kedua tangan seluruhnya dengan air bersih
5) keringkan tangan dengan lap kertas atau pengering dan gunakan lap untuk
mematikan kran.
b. Memakai alat perlindungan diri.
Alat pelindung diri mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung mata, topi,
gaun, apron dan pelindung yang lainnya. Jenis jenis alat pelindung diri :
1. Sarung tangan
Sarung tangan merupakan penghalang (barrrier) fisik paling penting untuk
mencegah penyebaran infeksi dan melindungi tangan dari bahan yang
mengandung mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan.
Sarung tangan harus selalu diganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien
yang lainnya. Langkah langkah :
a) Perawat membuka bungkkus sarung tangan steril dan taruh di tempat yang
bersih.
b) Pegang sarung tangan steril tersebut dengan tangan yang bersarung tangan
dan pasang dengan cara biasa.
2. Masker
Masker harus cukup besar untuk menutupi mulut, hidung, bagian bawah dagu
dan jenggot. Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu
petugas kesehatan berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan
darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas
kesehatan.
3. Alat pelindung mata
Alat ini untuk melindungi petugas kesehatan dari percikan darah dan cairan
tubuh lainnya dengan cara melindungi mata. Alat pelindung mata mencakup
goggles, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor.
4. Topi
digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit
dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan. Topi harus
cukup besar untuk menutupi semua rambut. Meskipun top dpat memberikan
sejumlah perlindungan pada pasien tetapi tujuan utamanya adalah melindungi
pemakainya dari percikan darah atau cairan tubuh.
5. Gaun pelindung
Pemakaian gaun pelindung terutama untuk melindungi baju dan kulit petugas
kesehatan dari percikan darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi.
6. Apron
Digunakan ketika melakukan perawatan langsung pada pasien,
membersuhkan pasien, melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan
darah,cairan tubuh datau sekresi.
7. Pelindung kaki
Digunakan untuk melindungi kaki dari cidera benda tajam atau benda berat
yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Sebaiknya
menggunakan sepatu boot atau sepatu kulit tertutup dan harus dijaga
kebersihannya.
c. Kebersihan lingkungan.
Pembersihan rutin dilakukan setiap hari. Sembilan puluh persen mikroorganisme
berada dalam kotoran yang kasat mata, dimana tujuan pembersihan rutin adalah
untuk menghilangkan kotoran.
d. Pengelolaan sampah benda tajam.
Benda benda tajam sekali pakai memerlukan penanganan yang khusus karena
benda banda ini dapat melukai petugas kesehatan dan juga masyarakat
sekitarnya. Cara pembuangan sampah benda benda tajam :
1) Enkapsulasi
Merupakan cara termudah membung benda benda tajam. Benda benda tajam
dikumpulkan dalam wadah anti bocor dan tahan tusuk, setelah penuh
masukan semen dan pasir sampai padat kemudian lakukan penimbunan.
2) Insenerasi
Proses dengan suhu tinggi untuk mengurangi isi dan berat sampah.
Penanganan ini untuk menangani sampah yang tidak dapat di daur ulang.
2. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi (Depkes RI, 2003).
Kewaspadaan berdasarkan transmisi diperuntukan bagi pasien yang menunjukan
gejala atau dicurigai terinfeksi atau mengalami kolonisasi dengan kuman yang
sangat mudah menular atau sangat patogen dimana perlu upaya pencegahan
tambahan selain kewaspadaan standar untuk memutuskan rantai penyebaran
infeksi. kewaspadaan transmisi terdiri dari 3 jenis :
a. Airborn Precautions ( kewaspadaan penularan lewat udara)
Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan penularan penyakit melalui
udara, baik yang berupa bintik percikan di udara atau pertikel debu yang berisi
agen infeksi. Pencegahannya dengan cara :
1) Penempatan pasien
Tempatkan pasien pada ruangan dengan tekanan negatif termonitor, minimal
pergantian udara enam kali setiap jam, pembuangan udara yang keluar yang
memadai atau penggunaan filter tingkat tinggi termonitor sebelum udara
beredar ke seluruh rumah sakit, jaga agar pintu tetap tertutup dan pasien
tetap dalam ruangan, bila tidak ada ruangan tersendiri maka tempatkan
pasien dalam ruangan dengan pasien lain yang terinfeksi mikroorganisme
yang sama.
2) Proteksi respirasi
Gunakan pelindung pernapasan (masker) waktu masuk ke ruangan pasien,
tidak diperbolehkan masuk ruangan pasien bagi orang yang rentan terhadap
penyakit infeksi.
3) Pengangkutan pasien
Batasi pemindahan pasien atau pengangkutan pasien hanya untuk hal hal
yang penting saja. Bila pemindahan atau pengangkutan pasien memang
diperlukan, hindari penyebaran infeksi dengan memberikan pasien masker
chirurgis.
b. Droplet Precautions ( kewaspadaan penularan lewat droplet)
Kewaspadaan ini ditujukan untuk menurunkan penularan droplet dari kuman
patogen yang infeksius. Penularan terjadi bila partikel yang besar (diameter > 5
mikrometer) dari orang yang terinfeksi mengenai lapisan mukosa, hidung, mulut
atau konjungtiva mata dari orang yang rentan.Droplet dapat terjadi pada waktu
seseorang berbicara, batuk, bersin ataupun pada saat pemeriksaan jalan napas
seperti intubasi. Penularan droplet memerlukan kontak yang dekat antara sumber
dan penerima penularan, karena percikan besar tidak bisa bertahan lama di udara
dan hanya dapat berpindah dari dan ke tempat yang dekat. cara pencegahannya :
1) Penempatan pasien
Pasien harus ditempatkan di ruangan tersendiri. Bila tidak ada ruangan
tersendiri maka pasien dengan mikroorganisme yang penyebab infeksi yang
sama dapat di rawat di ruang yang sama atau cohort.
2) Pemakaian masker
Masker dipakai bila berada dengan jarak kurang dari 3 kaki dari pasien.
3) Transportasi pasien
Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk keperluan mendesak.
Bila terpaksa memindahkan pasien gunakan masker chirurgis untuk pasien.
c. Contact Precautions
Kewaspadaan yang ditujukan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita
penyakit yang secara epidemologis penting dan ditularkan melalui kontak
langsung (kontak tangan atau kulit ke kulit) yang terjadi selama perawatan rutin,
atau kontak tak langsung (persinggungan) bnda di lingkungan pasien. Cara
pencegahannya :
1) Penempatan pasien
Pasien harus ditempatkan di ruang tersendiri. Bila tidak tersedia dapat
dengan kohort.
2) Sarung Tangan dan Cuci Tangan
pakailah sarung tangan waktu masuk atau selama dalam ruang pasien,
lepaskan waktu akan meninggalkan ruangan, kemudian cuci dan gosok
tangan dengan anti kuman. Setelah membuka sarung tangan dan cuci tangan
usahakan agar tidak menyentuh permukaan atau barang apapun yang
berpotensi terkontaminasi.
3) Pemakaian gaun
Pakailah gaun waktu masuk kamar pasien dan lepaskan gaun saat akan
meninggalkan ruangan. Setelah membuka gaun usahakan agar pakaian tidak
lagi menyentuh permukaan yang berpotensi terkontaminasi.
4) Transport pasien
Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk hal yang penting. Bila
terpaksa harus memindahkan keluar kamar usahakan tetap melaksanakan
precautions.
5) Perawatan lingkungan
Usahakan peralatan baik itu peralatan perawatan, peralatan yang ada
disekitar tempat tidur pasien dan permukaan lain yang sering tersentuh
dibersihkan setiap hari.
6) Peralatan Perawatan pasien
gunakan peralatan pasien non kritis dan peralatan seperti stetoskop,
tensimeter, rektal termometer masing masing satu untuk satu atau
sekelompok pasien kohort untuk menghindari pemakaian bersama. Bila
pemakaian bersama tidak dapat dihindari maka peralatan tersebut harus
selalu dibersihkan dan didesinfeksi sebelum dipakai untuk satu atau
sekelompok pasien lain.
Komponen utama kewaspadaan transmisi adalah :
a. Pemakaian sarung tangan.
b. Pemakaian Alat Perlindungan Diri.
c. Pengelolaan linen dan peralatan makan pasien.
d. Pemrosesan peralatan yang aman.
Terhadap penyakit yang menular atau kondisi yang memungkinkan tertular maka perawat
harus mampu melakukan pencegahan untuk diri sendiri danterjadinya infeksi nosokomial.
Oleh sebab itu perawat dituntut harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang infeksi
nosokomial.
B. Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan ini terjadi
melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba. Sebagian basar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep dan
pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan isinya termasuk manusia dan
kehidupannya. Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan dan pemahaman
manusia tentang segala sesuatu. Juga mencakup praktek dan kemampuan teknis
dalam memecahkan berbagai persoalan hidup yang belum dibakukan secara
sistematis dan metodis ( Karnisius, 2001 ).
Pengetahuan adalah hasi tahu manusia terhadap sesuatu atau segala perbuatan
manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya, atau hasil usaha manusia
untuk memahami suatu objek tertentu (Surajiyo,2007).
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang. Dari pengalaman penelitian tertulis bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan.
Pengetahuan yang ingin dicari oleh penulis adalah pengetahuan perawat tentang
pencegahan infeksi nosokomial. Dalam pendidikan keperawatan pengetahuan
tentang pencegahan infeksi nosokomial sudah pernah disampaikan sehingga
perawat seharusnya mampu untuk melakukan tindakan pencegahan infeksi
nosokomial
2. Faktor faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan
Faktor faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah umur,
pendidikan, pekerjaan, lingkungan sosial, ekonomi, informasi dan pengalaman.
Umur berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan karena kemampuan mental
yang diperlukan untuk mempelajari dan menyusun diri pada situasi situasi baru
seperti mengingat hal hal yang dulu pernah dipelajari, penalaran analogi dan
berpikir kreatif dan bisa mencapai puncaknya.
Faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan, sumber
informasi dan pengalaman. Menurut Notoatmodjo ( 2002 ) menyatakan bahwa
pendidikan memberikan suatu nilai nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam
membuka pikiran nya serta menerima hal hal yang baru. Pengetahuan juga
diperoleh dari kenyataan dengan melihat dan mendengar sendiri serta melalui alat
alat komunikasi misalnya membaca, mendengar radio, melihat televisi. Selain itu
pengetahuan diperoleh sebagai akibat pengaruh dari hubungan orang tua, kakak
adik, tetangga dan kawan kawan.
Sosial ekonomi akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perilaku seseorang
di bidang kesehatan, sehubungan dengan kesepakatan memperoleh informasi
karena adanya fasilitas atau media informasi
( Notoatmodjo, 2002 ).
3. Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo ( 2005 ) ada beberapa cara memperoleh pengetahuan
yaitu :
a. Cara coba coba ( trial and error )
Cara ini menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila
kemungkinan tersebut tidak berhasil maka dicoba kemungkinan yang lain.
Apabila kemungkinan kedua masih salah maka dicoba lagi dengan kemungkinan
yang ketiga dan seterusnya sampai masalah dapat dipecahkan. Itu sebabnya cara
ini disebut metode trial ( coba ) and error
( gagal atau salah ) atau metode coba salah atau coba coba.
b. Kekuasaan atau otoritas
Pengetahuan diperoleh berdasarkan tradisi pada otoritas atau kekuasaan, baik
tradisipemerintah, otoritas pemimpin agama maupun ahli ahli pengetahuan. pada
prinsipnya bahwa orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang
yang mempunyai otoritas tanpa terlebih dahulu membuktikan kebenarannya baik
berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.
c. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman merupakan guru yang terbaik, pepatah ini mengandung maksud
bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman
pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh pengetahuan.
d. Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan manusia maka cara berpikir manusia juga ikut
berkembang. Manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam
memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain bahwa dalam memperoleh
pengetahuannya manusia telah menggunakan jalan pikirannya baik melalui
induksi maupun deduksi.
e. Cara moderen dalam memperoleh pengetahuan
Cara yang terbaru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih
sistematis, logis dan ilmiah. Cara yang seperti ini disebut dengan metode
penelitian ilmiah atau lebih populer dengan metodelogi penelitian.
4. Pengukuran pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau dengan
angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian
atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ukur dapat disesuaikan
dengan tingkat domain di atas ( Notoatmodjo, 2003 ).
Adapun pertanyaan yang dapat digunakan untuk pengukuran pengetahuan secara
umum dapat dikelompokan menjadi dua yaitu :
a. Pertanyaan subyektif, misalnya jenis pertanyaan esay. Pertanyaan esay disebut
dengan pertanyaan subyektif karena penilaian untuk pertanyaan ini melibatkan
faktor subyektif dari penilai sehingga akan berbeda antara penilaian seseorang
dengan yang lainnya dari satu waktu ke waktu yang lainnya.
b. Pertanyaan obyektif misalnya pertanyaan pilihan ganda , betul salah dan
pertanyaan menjodohkan. Pertanyaan pilihan ganda lebih disukai untuk
dijadikan sebagai alat ukur dalam pengukuran pengetahuan karena lebih mudah
disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan penilainnya akan lebih
cepat ( Arikunto, 2001 ).
Kategori pengetahuan dibagi dalam tiga kelompok yaitu baik, sedang dan kurang.
Cara pengkatagorian dilakukan dengan menetapkan cut off point dari skor yang
telah dijadikan persen (Khomsan, 2000). Katagori pengetahuan sebagai berikut :
a. Pengetahuan baik jika skor 80% - 100%
b. Pengetahuan cukup jika skor 60% - 80%
c. Pengetahuan kurang jika skor < 60%.
C. Tindakan atau Praktek
Praktek otomatis tewujud dalam suatu tindakan ( overt behavior ). Untuk
mewujudkan tindakan menjadi nyata maka diperlukan faktor pendukung atau
suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas. Disamping fasilitas
diperlukan faktor pendukung (support ) dari pihak lain ( Notoatmodjo, 2003 ).
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau obyek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses
selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekan apa yang
diketahui atau disikapinya. Inilah yang yang disebut praktek ( Notoatmodjo, 2003
).
Ada beberapa tingkatan tindakan menurut Notoatmodjo :
1. Persepsi ( perception )
Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. Misalnya seorang ibu
dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.
2. Respon terpimpin (guided respon)
Dapat melakukan sesuatu dengan benar seperti contoh merupakan indikator
pratek tingkat kedua.
3. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang dapat melakukan sesuatu yang benar secarabotomatis atau
sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek
tingkat ketiga.
4. Adopsi (adoption)
Adapsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik artinya bahwa tindakan itu sudah di modifikasinya sendiri tanpa
mengurangi tindakan tersebut.
Adaptasi tindakan mempunyai beberapa faktor indikator antara lain (
Notoatmodjo, 2003 ) :
a. Tindakan sehubungan dengan penyakit mencakup :
1) mencegah penyakit misalnya mengimunisasikan anak
2) menyenbuhkan penyakit misalnya meminumkan obat sesuai dengan
petunjuk dokter.
b. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, tindakan atau perilaku
ini mencakup antara lain : mengkonsumsi makanan yang bergisi seimbang,
melakukan olah raga yang teratur, praktek perawatan kesehatan.
c. Tindakan kesehatan lingkungan
Perilaku ini mencakup buang air besar di jamban, membuang sampah pada
tempatnya.
Pengukuran tindakan dilakukan dengan cara wawancara atau observasi
tindakan atau kegiatan responden. Pemberian nilai ( skor ) pada kuisioner
dengan klasifikasi praktek sebagai berikut :
Baik 80 % - 100 %
Cukup 60 % - 80 %
Kurang < 60 %
D. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Pencegahan Infeksi
Nosokomial
Tindakan perawat terhadap pencegahan infeksi nosokomial dipengaruhi oleh
faktor predisposisi yaitu pengetahuan. Pengetahuan yang tinggi dapat peroleh
dari pendidikan, seminar dan pelatihan tentang infeksi nosokomial serta
pengalaman tentang pencegahan infeksi nosokomial yang di dapat selama
bertugas. Apabila perawat tidak memiliki pengetahuan mengenai bagaimana
cara pencegahan infeksi nosokomial maka dikawatirkan akan menyebabkan
terjadinya infeksi nosokomial baik pada diri perawat sendiri, pasien ataupun
orang lain.
Disamping itu ketersedian fasilitas fasilitas kesehatan menjadi faktor
pendukung yang mempengaruhi perawat dalam melakukan tindakan pencegahan
infeksi nosokomial. Selain itu sikap perawat merupakan tindakan terhadap
dukungan atau dorongan untuk melakukan tindakan pencegahan infeksi
nosokomial yang baik.
Seorang perawat tidak melakukan tindakan pencegahan infeksi nosokomial
misalnya mencuci tangan karena perawat tersebut belum mengetahui tentang
bahaya infeksi nosokomial bagi dirinya maupun bagi orang lain (presdiposing
factors), tetapi barangkali juga karena fasilitas untuk mencuci tangan tidak
tersedia di tempat dimana perawat tersebut bekerja (enabling factors). Sebab
lain mungkin karena para petugas kesehatan yang lain tidak pernah mencuci
tangan saat melakukan asuhan keperawatan (reinforcing factors).
E. Kerangka Teori
Faktor Presdisposisi
Pengetahuan
1.Pendidikan
2. Sumber informasi
3. Pengalaman
Faktor Pendukung Tindakan Pencegahan
Fasilitas dan sarana Infeksi Nosokomial
kesehatan
Faktor Pendorong
1. Sikap
Sumber : Lowrence Green( 1988 ) dalam Notoatmodjo(2003).
F. Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel Dependent
Pengetahuan Perawat Tentang Tindakan Perawat terhadap
Infeksi Nosokomial Pencegahan infeksi nosokomial
G. Variabel Penelitian
1. Vabel Independent : Pengetahuan perawat tentang infeksi nosokomial
2. Variabel Dependent : Tindakan perawat terhadap pencegahan infeksi
nosokomial
F. Hipotesis
Ada hubungan antara pengetahuan perawat tentang infeksi nosokomial dengan
tindakan perawat terhadap pencegahan infeksi nosokomial.