materi infeksi nosokomial

15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat selama masa perawatan atau pemeriksaan di rumah sakit tanpa adanya tanda tanda infeksi sebelumnya dan minimal terjadi 48 jam sesudah masuknya kuman (Depkes, 2003). Penularan dapat terjadi melalui cara silang ( cross infection ) dari satu pasien ke pasien yang lainnya atau infeksi diri sendiri dimana kuman sudah ada pada pasien kemudian melalui suatu migrasi ( gesekan ) pindah tempat dan ditempat baru menyebabkan infeksi. Tidak hanya pasien rawat yang dapat tertular tetapi seluruh personil rumah sakit yang berhubungan dengan pasien ( ilmu penyakit dalam, edisi ketiga ). Penyebaran penyakit di rumah sakit pada dasarnya ada 3 unsur pokok yakni : 1. Sumber infeksi Penyakit menular yang berasal dari pasien, pengunjung atau petugas dan termasuk orang yang menderita penyakit yang aktif yaitu masa inkubasi atau carrier panyakit. 2. Cara transmisi dari kuman ( Depkes RI, 2007 ) Cara penularan dapat melalui : a. Melalui Kontak 1) Transmisi kontak langsung dapat terjadi pada kontak kulit dengan kulit dan berpindahnya organisme selama kegiatan perawatan pasien. Transmisi kontak langsung juga bisa terjadi antar dua pasien. 2) Transmisi kontak tidak langsung dapat terjadi bila ada kontak seseorang yang rentan dengan obyek tercemar yang berada di lingkungan pasien. b. Melalui Percikan ( droplet ) Transmisi droplet terjadi melalui kontak dengan konjungtiva, membran mukosa hidunng atau mulut individu yang rentan oleh percikan partikel besar yang

description

arsip stase ikm

Transcript of materi infeksi nosokomial

Page 1: materi infeksi nosokomial

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Nosokomial

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat selama masa perawatan atau

pemeriksaan di rumah sakit tanpa adanya tanda tanda infeksi sebelumnya dan minimal

terjadi 48 jam sesudah masuknya kuman (Depkes, 2003).

Penularan dapat terjadi melalui cara silang ( cross infection ) dari satu pasien ke

pasien yang lainnya atau infeksi diri sendiri dimana kuman sudah ada pada pasien

kemudian melalui suatu migrasi ( gesekan ) pindah tempat dan ditempat baru

menyebabkan infeksi. Tidak hanya pasien rawat yang dapat tertular tetapi seluruh

personil rumah sakit yang berhubungan dengan pasien ( ilmu penyakit dalam, edisi

ketiga ).

Penyebaran penyakit di rumah sakit pada dasarnya ada 3 unsur pokok yakni :

1. Sumber infeksi

Penyakit menular yang berasal dari pasien, pengunjung atau petugas dan termasuk

orang yang menderita penyakit yang aktif yaitu masa inkubasi atau carrier

panyakit.

2. Cara transmisi dari kuman ( Depkes RI, 2007 )

Cara penularan dapat melalui :

a. Melalui Kontak

1) Transmisi kontak langsung dapat terjadi pada kontak kulit dengan kulit dan

berpindahnya organisme selama kegiatan perawatan pasien. Transmisi kontak

langsung juga bisa terjadi antar dua pasien.

2) Transmisi kontak tidak langsung dapat terjadi bila ada kontak seseorang yang

rentan dengan obyek tercemar yang berada di lingkungan pasien.

b. Melalui Percikan ( droplet )

Transmisi droplet terjadi melalui kontak dengan konjungtiva, membran mukosa

hidunng atau mulut individu yang rentan oleh percikan partikel besar yang

Page 2: materi infeksi nosokomial

mengandung mikroorganisme. berbicara, batuk bersin dan tindakan sperti

penghisapan lendir dan broknkoskopi dapat menyebarkan organisme.

c. Melalui Udara ( airborne )

Transmisi airborne terjadi melalui penyebaran partikel partikel kecil ke udara,

baik secara langsung atau melalui partikel debu yang mengandung

mikroorganisme infeksius. Partikel infeksius dapat menetap di udara selama

beberapa jam dan dapat disebarkan secara luas dalam suatu ruangan atau dalam

jarak yang lebih jauh.

d. Melalui perantara

Organisme yang ditularkan oleh benda benda terkontaminasi seperti makanan,

air dan peralatan.

e. Melalui vektor

Terjadi ketika vektor seperti nyamuk, lalat, tikus dan binatang pengerat lain

menularkan mikroorganisme.

3. Host atau manusia yang rentan

Adalah orang yang terkena sasaran penyakit menular, kondisi host dipengaruhi oleh

daya tahan tubuh terhadap penyakit, keadan gizi, pola hidup . Semakin rentan

seseorang maka semakin mudah dia terkena penyakit, demikian pula sebaliknya

semakin kuat daya tahan tubuh seseorang maka semakin sulit terkena penyakit

menular.

Tindakan – tindakan pencegahan infeksi melalui ( Depkes RI, 2007 ) :

1. Kewaspadaan Standar

Kewaspadaan ini dirancang untuk perawatan bagi semua orang, petugas, pasien

atau pengunjung tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi atau tidak.

Penerapan ditujukan untuk mengurangi resiko penyebaran mikroorganisme dari

sumber infeksi yang diketahui ataupun tidak diketahui dalam sistem pelayanan

kesehatan seperti pasien, benda yang tercemar,jarum atau spuit yang telah

digunakan. penggunaan pelindung ( barrier ) antara mikroorganisme dengan

individu baik untuk pasien atau petugas kesehatan adalah cara yang efektif untuk

mencegah penyebaran infeksi. Pelindung berfungsi untuk memutuskan rantai

penularan penyakit. Adapun komponen utama kewaspdaan standar adalah :

Page 3: materi infeksi nosokomial

a. Mencuci tangan

Mencuci tangan dengan baik merupakan unsur satu satunya yang paling efektif

dan untuk mencegah penularan infeksi. Tujuan mencuci tangan adalah untuk

menghilangkan kotoran dari kulit secara mekanis dan mengurangi jumlah

mikroorganisme sementara. Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan

sesudah memeriksa dan kontak langsung dengan pasien, memakai dan melepas

sarung tangan, menyiapkan dan mengkonsumsi makanan, saat situasi yang

membuat tangan menjadi terkontaminasi,masuk dan keluar ruang isolasi.

Langkah langkah mencuci tangan :

1) Basahi kedua tangan

2) Gunakan sabun

3) Gosok dengan keras seluruh bidang permukaan tangan dan jari jari bersama

sekurang kurangnya selama 10 hingga 15 detik, dengan memperhatikan

bidang dibawah kuku tangan dan diantara jari jari.

4) Bilas kedua tangan seluruhnya dengan air bersih

5) keringkan tangan dengan lap kertas atau pengering dan gunakan lap untuk

mematikan kran.

b. Memakai alat perlindungan diri.

Alat pelindung diri mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung mata, topi,

gaun, apron dan pelindung yang lainnya. Jenis jenis alat pelindung diri :

1. Sarung tangan

Sarung tangan merupakan penghalang (barrrier) fisik paling penting untuk

mencegah penyebaran infeksi dan melindungi tangan dari bahan yang

mengandung mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan.

Sarung tangan harus selalu diganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien

yang lainnya. Langkah langkah :

a) Perawat membuka bungkkus sarung tangan steril dan taruh di tempat yang

bersih.

b) Pegang sarung tangan steril tersebut dengan tangan yang bersarung tangan

dan pasang dengan cara biasa.

2. Masker

Page 4: materi infeksi nosokomial

Masker harus cukup besar untuk menutupi mulut, hidung, bagian bawah dagu

dan jenggot. Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu

petugas kesehatan berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan

darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas

kesehatan.

3. Alat pelindung mata

Alat ini untuk melindungi petugas kesehatan dari percikan darah dan cairan

tubuh lainnya dengan cara melindungi mata. Alat pelindung mata mencakup

goggles, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor.

4. Topi

digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit

dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan. Topi harus

cukup besar untuk menutupi semua rambut. Meskipun top dpat memberikan

sejumlah perlindungan pada pasien tetapi tujuan utamanya adalah melindungi

pemakainya dari percikan darah atau cairan tubuh.

5. Gaun pelindung

Pemakaian gaun pelindung terutama untuk melindungi baju dan kulit petugas

kesehatan dari percikan darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi.

6. Apron

Digunakan ketika melakukan perawatan langsung pada pasien,

membersuhkan pasien, melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan

darah,cairan tubuh datau sekresi.

7. Pelindung kaki

Digunakan untuk melindungi kaki dari cidera benda tajam atau benda berat

yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Sebaiknya

menggunakan sepatu boot atau sepatu kulit tertutup dan harus dijaga

kebersihannya.

c. Kebersihan lingkungan.

Page 5: materi infeksi nosokomial

Pembersihan rutin dilakukan setiap hari. Sembilan puluh persen mikroorganisme

berada dalam kotoran yang kasat mata, dimana tujuan pembersihan rutin adalah

untuk menghilangkan kotoran.

d. Pengelolaan sampah benda tajam.

Benda benda tajam sekali pakai memerlukan penanganan yang khusus karena

benda banda ini dapat melukai petugas kesehatan dan juga masyarakat

sekitarnya. Cara pembuangan sampah benda benda tajam :

1) Enkapsulasi

Merupakan cara termudah membung benda benda tajam. Benda benda tajam

dikumpulkan dalam wadah anti bocor dan tahan tusuk, setelah penuh

masukan semen dan pasir sampai padat kemudian lakukan penimbunan.

2) Insenerasi

Proses dengan suhu tinggi untuk mengurangi isi dan berat sampah.

Penanganan ini untuk menangani sampah yang tidak dapat di daur ulang.

2. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi (Depkes RI, 2003).

Kewaspadaan berdasarkan transmisi diperuntukan bagi pasien yang menunjukan

gejala atau dicurigai terinfeksi atau mengalami kolonisasi dengan kuman yang

sangat mudah menular atau sangat patogen dimana perlu upaya pencegahan

tambahan selain kewaspadaan standar untuk memutuskan rantai penyebaran

infeksi. kewaspadaan transmisi terdiri dari 3 jenis :

a. Airborn Precautions ( kewaspadaan penularan lewat udara)

Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan penularan penyakit melalui

udara, baik yang berupa bintik percikan di udara atau pertikel debu yang berisi

agen infeksi. Pencegahannya dengan cara :

1) Penempatan pasien

Tempatkan pasien pada ruangan dengan tekanan negatif termonitor, minimal

pergantian udara enam kali setiap jam, pembuangan udara yang keluar yang

memadai atau penggunaan filter tingkat tinggi termonitor sebelum udara

beredar ke seluruh rumah sakit, jaga agar pintu tetap tertutup dan pasien

tetap dalam ruangan, bila tidak ada ruangan tersendiri maka tempatkan

Page 6: materi infeksi nosokomial

pasien dalam ruangan dengan pasien lain yang terinfeksi mikroorganisme

yang sama.

2) Proteksi respirasi

Gunakan pelindung pernapasan (masker) waktu masuk ke ruangan pasien,

tidak diperbolehkan masuk ruangan pasien bagi orang yang rentan terhadap

penyakit infeksi.

3) Pengangkutan pasien

Batasi pemindahan pasien atau pengangkutan pasien hanya untuk hal hal

yang penting saja. Bila pemindahan atau pengangkutan pasien memang

diperlukan, hindari penyebaran infeksi dengan memberikan pasien masker

chirurgis.

b. Droplet Precautions ( kewaspadaan penularan lewat droplet)

Kewaspadaan ini ditujukan untuk menurunkan penularan droplet dari kuman

patogen yang infeksius. Penularan terjadi bila partikel yang besar (diameter > 5

mikrometer) dari orang yang terinfeksi mengenai lapisan mukosa, hidung, mulut

atau konjungtiva mata dari orang yang rentan.Droplet dapat terjadi pada waktu

seseorang berbicara, batuk, bersin ataupun pada saat pemeriksaan jalan napas

seperti intubasi. Penularan droplet memerlukan kontak yang dekat antara sumber

dan penerima penularan, karena percikan besar tidak bisa bertahan lama di udara

dan hanya dapat berpindah dari dan ke tempat yang dekat. cara pencegahannya :

1) Penempatan pasien

Pasien harus ditempatkan di ruangan tersendiri. Bila tidak ada ruangan

tersendiri maka pasien dengan mikroorganisme yang penyebab infeksi yang

sama dapat di rawat di ruang yang sama atau cohort.

2) Pemakaian masker

Masker dipakai bila berada dengan jarak kurang dari 3 kaki dari pasien.

3) Transportasi pasien

Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk keperluan mendesak.

Bila terpaksa memindahkan pasien gunakan masker chirurgis untuk pasien.

c. Contact Precautions

Page 7: materi infeksi nosokomial

Kewaspadaan yang ditujukan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita

penyakit yang secara epidemologis penting dan ditularkan melalui kontak

langsung (kontak tangan atau kulit ke kulit) yang terjadi selama perawatan rutin,

atau kontak tak langsung (persinggungan) bnda di lingkungan pasien. Cara

pencegahannya :

1) Penempatan pasien

Pasien harus ditempatkan di ruang tersendiri. Bila tidak tersedia dapat

dengan kohort.

2) Sarung Tangan dan Cuci Tangan

pakailah sarung tangan waktu masuk atau selama dalam ruang pasien,

lepaskan waktu akan meninggalkan ruangan, kemudian cuci dan gosok

tangan dengan anti kuman. Setelah membuka sarung tangan dan cuci tangan

usahakan agar tidak menyentuh permukaan atau barang apapun yang

berpotensi terkontaminasi.

3) Pemakaian gaun

Pakailah gaun waktu masuk kamar pasien dan lepaskan gaun saat akan

meninggalkan ruangan. Setelah membuka gaun usahakan agar pakaian tidak

lagi menyentuh permukaan yang berpotensi terkontaminasi.

4) Transport pasien

Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk hal yang penting. Bila

terpaksa harus memindahkan keluar kamar usahakan tetap melaksanakan

precautions.

5) Perawatan lingkungan

Usahakan peralatan baik itu peralatan perawatan, peralatan yang ada

disekitar tempat tidur pasien dan permukaan lain yang sering tersentuh

dibersihkan setiap hari.

6) Peralatan Perawatan pasien

gunakan peralatan pasien non kritis dan peralatan seperti stetoskop,

tensimeter, rektal termometer masing masing satu untuk satu atau

sekelompok pasien kohort untuk menghindari pemakaian bersama. Bila

pemakaian bersama tidak dapat dihindari maka peralatan tersebut harus

Page 8: materi infeksi nosokomial

selalu dibersihkan dan didesinfeksi sebelum dipakai untuk satu atau

sekelompok pasien lain.

Komponen utama kewaspadaan transmisi adalah :

a. Pemakaian sarung tangan.

b. Pemakaian Alat Perlindungan Diri.

c. Pengelolaan linen dan peralatan makan pasien.

d. Pemrosesan peralatan yang aman.

Terhadap penyakit yang menular atau kondisi yang memungkinkan tertular maka perawat

harus mampu melakukan pencegahan untuk diri sendiri danterjadinya infeksi nosokomial.

Oleh sebab itu perawat dituntut harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang infeksi

nosokomial.

B. Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan ini terjadi

melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa

dan raba. Sebagian basar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku

seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep dan

pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan isinya termasuk manusia dan

kehidupannya. Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan dan pemahaman

manusia tentang segala sesuatu. Juga mencakup praktek dan kemampuan teknis

dalam memecahkan berbagai persoalan hidup yang belum dibakukan secara

sistematis dan metodis ( Karnisius, 2001 ).

Pengetahuan adalah hasi tahu manusia terhadap sesuatu atau segala perbuatan

manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya, atau hasil usaha manusia

untuk memahami suatu objek tertentu (Surajiyo,2007).

Page 9: materi infeksi nosokomial

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang. Dari pengalaman penelitian tertulis bahwa perilaku yang

didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan yang ingin dicari oleh penulis adalah pengetahuan perawat tentang

pencegahan infeksi nosokomial. Dalam pendidikan keperawatan pengetahuan

tentang pencegahan infeksi nosokomial sudah pernah disampaikan sehingga

perawat seharusnya mampu untuk melakukan tindakan pencegahan infeksi

nosokomial

2. Faktor faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan

Faktor faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah umur,

pendidikan, pekerjaan, lingkungan sosial, ekonomi, informasi dan pengalaman.

Umur berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan karena kemampuan mental

yang diperlukan untuk mempelajari dan menyusun diri pada situasi situasi baru

seperti mengingat hal hal yang dulu pernah dipelajari, penalaran analogi dan

berpikir kreatif dan bisa mencapai puncaknya.

Faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan, sumber

informasi dan pengalaman. Menurut Notoatmodjo ( 2002 ) menyatakan bahwa

pendidikan memberikan suatu nilai nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam

membuka pikiran nya serta menerima hal hal yang baru. Pengetahuan juga

diperoleh dari kenyataan dengan melihat dan mendengar sendiri serta melalui alat

alat komunikasi misalnya membaca, mendengar radio, melihat televisi. Selain itu

pengetahuan diperoleh sebagai akibat pengaruh dari hubungan orang tua, kakak

adik, tetangga dan kawan kawan.

Sosial ekonomi akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perilaku seseorang

di bidang kesehatan, sehubungan dengan kesepakatan memperoleh informasi

karena adanya fasilitas atau media informasi

( Notoatmodjo, 2002 ).

3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo ( 2005 ) ada beberapa cara memperoleh pengetahuan

yaitu :

Page 10: materi infeksi nosokomial

a. Cara coba coba ( trial and error )

Cara ini menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila

kemungkinan tersebut tidak berhasil maka dicoba kemungkinan yang lain.

Apabila kemungkinan kedua masih salah maka dicoba lagi dengan kemungkinan

yang ketiga dan seterusnya sampai masalah dapat dipecahkan. Itu sebabnya cara

ini disebut metode trial ( coba ) and error

( gagal atau salah ) atau metode coba salah atau coba coba.

b. Kekuasaan atau otoritas

Pengetahuan diperoleh berdasarkan tradisi pada otoritas atau kekuasaan, baik

tradisipemerintah, otoritas pemimpin agama maupun ahli ahli pengetahuan. pada

prinsipnya bahwa orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang

yang mempunyai otoritas tanpa terlebih dahulu membuktikan kebenarannya baik

berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.

c. Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman merupakan guru yang terbaik, pepatah ini mengandung maksud

bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman

pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh pengetahuan.

d. Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan manusia maka cara berpikir manusia juga ikut

berkembang. Manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam

memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain bahwa dalam memperoleh

pengetahuannya manusia telah menggunakan jalan pikirannya baik melalui

induksi maupun deduksi.

e. Cara moderen dalam memperoleh pengetahuan

Cara yang terbaru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih

sistematis, logis dan ilmiah. Cara yang seperti ini disebut dengan metode

penelitian ilmiah atau lebih populer dengan metodelogi penelitian.

4. Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau dengan

angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian

Page 11: materi infeksi nosokomial

atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ukur dapat disesuaikan

dengan tingkat domain di atas ( Notoatmodjo, 2003 ).

Adapun pertanyaan yang dapat digunakan untuk pengukuran pengetahuan secara

umum dapat dikelompokan menjadi dua yaitu :

a. Pertanyaan subyektif, misalnya jenis pertanyaan esay. Pertanyaan esay disebut

dengan pertanyaan subyektif karena penilaian untuk pertanyaan ini melibatkan

faktor subyektif dari penilai sehingga akan berbeda antara penilaian seseorang

dengan yang lainnya dari satu waktu ke waktu yang lainnya.

b. Pertanyaan obyektif misalnya pertanyaan pilihan ganda , betul salah dan

pertanyaan menjodohkan. Pertanyaan pilihan ganda lebih disukai untuk

dijadikan sebagai alat ukur dalam pengukuran pengetahuan karena lebih mudah

disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur dan penilainnya akan lebih

cepat ( Arikunto, 2001 ).

Kategori pengetahuan dibagi dalam tiga kelompok yaitu baik, sedang dan kurang.

Cara pengkatagorian dilakukan dengan menetapkan cut off point dari skor yang

telah dijadikan persen (Khomsan, 2000). Katagori pengetahuan sebagai berikut :

a. Pengetahuan baik jika skor 80% - 100%

b. Pengetahuan cukup jika skor 60% - 80%

c. Pengetahuan kurang jika skor < 60%.

C. Tindakan atau Praktek

Praktek otomatis tewujud dalam suatu tindakan ( overt behavior ). Untuk

mewujudkan tindakan menjadi nyata maka diperlukan faktor pendukung atau

suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas. Disamping fasilitas

diperlukan faktor pendukung (support ) dari pihak lain ( Notoatmodjo, 2003 ).

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau obyek kesehatan, kemudian

mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses

selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekan apa yang

diketahui atau disikapinya. Inilah yang yang disebut praktek ( Notoatmodjo, 2003

).

Ada beberapa tingkatan tindakan menurut Notoatmodjo :

Page 12: materi infeksi nosokomial

1. Persepsi ( perception )

Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. Misalnya seorang ibu

dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.

2. Respon terpimpin (guided respon)

Dapat melakukan sesuatu dengan benar seperti contoh merupakan indikator

pratek tingkat kedua.

3. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang dapat melakukan sesuatu yang benar secarabotomatis atau

sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktek

tingkat ketiga.

4. Adopsi (adoption)

Adapsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan

baik artinya bahwa tindakan itu sudah di modifikasinya sendiri tanpa

mengurangi tindakan tersebut.

Adaptasi tindakan mempunyai beberapa faktor indikator antara lain (

Notoatmodjo, 2003 ) :

a. Tindakan sehubungan dengan penyakit mencakup :

1) mencegah penyakit misalnya mengimunisasikan anak

2) menyenbuhkan penyakit misalnya meminumkan obat sesuai dengan

petunjuk dokter.

b. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, tindakan atau perilaku

ini mencakup antara lain : mengkonsumsi makanan yang bergisi seimbang,

melakukan olah raga yang teratur, praktek perawatan kesehatan.

c. Tindakan kesehatan lingkungan

Perilaku ini mencakup buang air besar di jamban, membuang sampah pada

tempatnya.

Pengukuran tindakan dilakukan dengan cara wawancara atau observasi

tindakan atau kegiatan responden. Pemberian nilai ( skor ) pada kuisioner

dengan klasifikasi praktek sebagai berikut :

Baik 80 % - 100 %

Page 13: materi infeksi nosokomial

Cukup 60 % - 80 %

Kurang < 60 %

D. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Pencegahan Infeksi

Nosokomial

Tindakan perawat terhadap pencegahan infeksi nosokomial dipengaruhi oleh

faktor predisposisi yaitu pengetahuan. Pengetahuan yang tinggi dapat peroleh

dari pendidikan, seminar dan pelatihan tentang infeksi nosokomial serta

pengalaman tentang pencegahan infeksi nosokomial yang di dapat selama

bertugas. Apabila perawat tidak memiliki pengetahuan mengenai bagaimana

cara pencegahan infeksi nosokomial maka dikawatirkan akan menyebabkan

terjadinya infeksi nosokomial baik pada diri perawat sendiri, pasien ataupun

orang lain.

Disamping itu ketersedian fasilitas fasilitas kesehatan menjadi faktor

pendukung yang mempengaruhi perawat dalam melakukan tindakan pencegahan

infeksi nosokomial. Selain itu sikap perawat merupakan tindakan terhadap

dukungan atau dorongan untuk melakukan tindakan pencegahan infeksi

nosokomial yang baik.

Seorang perawat tidak melakukan tindakan pencegahan infeksi nosokomial

misalnya mencuci tangan karena perawat tersebut belum mengetahui tentang

bahaya infeksi nosokomial bagi dirinya maupun bagi orang lain (presdiposing

factors), tetapi barangkali juga karena fasilitas untuk mencuci tangan tidak

tersedia di tempat dimana perawat tersebut bekerja (enabling factors). Sebab

lain mungkin karena para petugas kesehatan yang lain tidak pernah mencuci

tangan saat melakukan asuhan keperawatan (reinforcing factors).

Page 14: materi infeksi nosokomial

E. Kerangka Teori

Faktor Presdisposisi

Pengetahuan

1.Pendidikan

2. Sumber informasi

3. Pengalaman

Faktor Pendukung Tindakan Pencegahan

Fasilitas dan sarana Infeksi Nosokomial

kesehatan

Faktor Pendorong

1. Sikap

Sumber : Lowrence Green( 1988 ) dalam Notoatmodjo(2003).

Page 15: materi infeksi nosokomial

F. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Pengetahuan Perawat Tentang Tindakan Perawat terhadap

Infeksi Nosokomial Pencegahan infeksi nosokomial

G. Variabel Penelitian

1. Vabel Independent : Pengetahuan perawat tentang infeksi nosokomial

2. Variabel Dependent : Tindakan perawat terhadap pencegahan infeksi

nosokomial

F. Hipotesis

Ada hubungan antara pengetahuan perawat tentang infeksi nosokomial dengan

tindakan perawat terhadap pencegahan infeksi nosokomial.