Masalah Pembelajaran Matematika

28
17 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Masalah Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah. Beberapa ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Namun tidak setiap pertanyaan otomatis merupakan suatu masalah. Suatu pertanyaan disebut masalah tergantung kepada pengetahuan yang dimiliki penjawab. Dapat terjadi bahwa bagi seseorang, pertanyaan itu dapat dijawab dengan menggunakan prosedur rutin tetapi bagi orang lain untuk menjawab pertanyaan tersebut memerlukan pengorganisasian pengetahuan yang telah dimiliki secara tidak rutin. Jadi suatu pertanyaan dapat menjadi masalah bagi seseorang tetapi bisa hanya menjadi pertanyaan biasa bagi orang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Transcript of Masalah Pembelajaran Matematika

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Masalah

Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang

untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang

harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan

kepada seorang anak dan anak tersebut langsung mengetahui cara

menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan

sebagai masalah.

Beberapa ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah

merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Namun tidak setiap

pertanyaan otomatis merupakan suatu masalah. Suatu pertanyaan disebut

masalah tergantung kepada pengetahuan yang dimiliki penjawab. Dapat

terjadi bahwa bagi seseorang, pertanyaan itu dapat dijawab dengan

menggunakan prosedur rutin tetapi bagi orang lain untuk menjawab

pertanyaan tersebut memerlukan pengorganisasian pengetahuan yang telah

dimiliki secara tidak rutin.

Jadi suatu pertanyaan dapat menjadi masalah bagi seseorang tetapi bisa

hanya menjadi pertanyaan biasa bagi orang lain. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Schoenfeld (1985) yaitu bahwa definisi masalah selalu relatif bagi

setiap individu. Kategori pertanyaan menjadi masalah atau pertanyaan

hanyalah pertanyaan biasa ditentukan oleh ada atau tidaknya tantangan serta

belum diketahuinya prosedur rutin pada pertanyaan tersebut.

Hal ini dikatakan oleh Cooney, 1975 bahwa suatu pertanyaan akan

menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya tantangan

yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui

oleh si pelaku.

Suatu pertanyaan akan merupakan suatu masalah hanya jika seseorang

tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang dapat segera dipergunakan

untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut.

Suatu pertanyaan merupakan masalah bergantung kepada individu dan

waktu. Artinya, suatu pertanyaan merupakan suatu masalah bagi seorang

anak, tetapi mungkin bukan suatu masalah bagi anak lain. Demikian juga

suatu pertanyaan merupakan suatu masalah bagi seorang anak pada suatu

saat, tetapi bukan merupakan suatu masalah lagi bagi anak tersebut pada saat

berikutnya, bila anak tersebut sudah mengetahui cara dan proses penyelesaian

masalah tersebut.

Syarat suatu masalah bagi seorang siswa adalah :

1. Pertanyaan yang dihadapkan kepada seorang siswa haruslah dapat

dimengerti oleh siswa tersebut, namun pertanyaan itu harus

merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya.

2. Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang

telah diketahui siswa. Karena itu, faktor waktu untuk menyelesaikan

masalah janganlah dipandang sebagai hal yang esensial.

Pertanyaan yang dihadapkan kepada siswa disebut soal. Soal-soal

matematika dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Latihan yang diberikan pada saat belajar matematika adalah bersifat

berlatih agar terampil atau sebagai aplikasi dari pengertian yang baru

saja diajarkan

2. Untuk menyelesaikan suatu masalah, siswa tersebut harus menguasai

hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya yaitu mengenai

pengetahuan, keterampilan dan pemahaman.

Menurut Polya (1973), terdapat dua macam masalah, yaitu :

1. Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak atau

konkrit, termasuk teka-teki. Bagian utama dari masalah ini adalah :

a. Apakah yang dicari?

b. Bagaimana data yang diketahui?

c. Bagaimana syaratnya?

Ketiga bagian utama tersebut sebagai landasan untuk dapat

menyelesaikan masalah jenis ini.

2. Masalah untuk membuktikan adalah untuk membuktikan bahwa

suatu pernyataan itu benar atau salah atau tidak kedua-duanya.

Bagian utama dari masalah ini adalah hipotesa dan konklusi dari

sebuah teorema yang harus dibuktikan kebenarannya.

Kedua bagian utama tersebut sebagai landasan untuk dapat

menyelesaikan masalah jenis ini.

Masalah untuk menemukan lebih penting dalam matematika elementer,

sedangkan masalah untuk membuktikan lebih penting dalam matematika

lanjut.

B. Pengertian Pemecahan Masalah

Pada awal abad ke sembilan belas, pemecahan masalah dipandang

sebagai kumpulan keterampilan bersifat mekanis, sistematik, dan seringkali

abstrak sebagaimana keterampilan yang digunakan pada penyelesaian soal

sistem persamaan. Penyelesaian masalah seperti ini seringkali hanya

berlandaskan pada solusi logis yang bersifat tunggal (Kirkley, 2003).

Menurut Garofalo dan Lester (dalam Kirkley, 2003), pemecahan

masamasah mencakup proses berpikir tingkat tinggi seperti proses visualisasi,

asosiasi, abstraksi, manipulasi, penalaran, analisis, sintesis, dan generalisasi

yang masing-masing perlu dikelola secara terkoordinasi.

Menurut NCTM (2000) memecahkan masalah berarti menemukan cara

atau jalan mencapai tujuan atau solusi yang tidak dengan mudah menjadi

nyata. Sedangkan menurut Polya (dalam Hudoyo, 1979) definisi pemecahan

masalah adalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan,

mencapai tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai.

Pemecahan masalah merupakan suatu proses untuk mengatasi kesulitan

yang dihadapi untuk mencapai suatu tujuan yang hendak dicapai.

Memecahkan suatu masalah matematika itu bisa merupakan kegiatan

menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin,

mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain

dan membuktikan atau menciptakan atau menguji konjektur.

Menurut Polya (Dardiri, 2007 : 28) menjelaskan bahwa pemecahan

masalah merupakan suatu aktivitas intelektual yang sangat tinggi sebab dalam

pemecahan masalah siswa harus dapat menyelesaikan dan menggunakan

aturan-aturan yang telah dipelajari untuk membuat rumusan masalah.

Aktivitas mental yang dapat dijangkau dalam pemecahan masalah antara lain

adalah mengingat, mengenal, menjelaskan, membedakan, menerapkan,

menganalisis dan mengevaluasi.

Selain itu, Dahar (Furqon, 2006 : 40) mengungkapkan bahwa pemecahan

masalah merupakan kegiatan manusia yang mengaplikasikan konsep-konsep

dan aturan-aturan yang diperoleh sebelumnya. Bila seorang siswa

memecahkan masalah secara tidak langsung terlibat dalam perilaku berpikir.

Proses belajar menggunakan pemecahan masalah memungkinkan siswa

membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya sendiri didasarkan

pengetahuan yang telah dimilikinya sehingga proses belajar yang dilakukan

akan berjalan aktif dan dinamis.

Berdasarkan uraian tersebut, pemecahan masalah dalam matematika

dipandang sebagai proses dimana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan

atau prinsip-prinsip matematika yang telah dipelajari sebelumnya yang

digunakan untuk memecahkan masalah.

Menurut Polya (1971), solusi soal pemecahan masalah memuat empat

langkah fase penyelesaian, yaitu memahami masalah, merencanakan

penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan

pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.

Fase pertama adalah memahami masalah. Tanpa adanya pemahaman

terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu

menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Setelah siswa dapat

memahami masalahnya dengan benar, selanjutnya mereka harus mampu

menyusun rencana penyelesaian masalah. Kemampuan melakukan fase kedua

ini sangat tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah.

Pada umumnya, semakin bervariasi pengalaman mereka, ada kecenderungan

siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian suatu masalah. Jika

rencana penyelesaian suatu masalah telah dibuat, baik secara tertulis atau

tidak, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana

yang dianggap paling tepat. Dan langkah terahir dari proses penyelesaian

masalah menurut Polya adalah melakukan pengecekan atas apa yang telah

dilakukan mulai dari fase pertama sampai fase penyelesaian ketiga. Dengan

cara seperti ini maka berbagai kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi

kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan

masalah yang diberikan.

Tingkat kesulitan soal pemecahan-masalah harus disesuaikan dengan

tingkat kemampuan anak. Berdasarkan hasil penelitian Driscoll (1982), pada

anak usia sekolah dasar kemampuan pemecahan masalah erat sekali

hubungannya dengan kemampuan pemecahan-masalah. Sedangkan pada anak

yang lebih dewasa, misalkan siswa SMU, kaitan antar kedua hal tersebut

sangat kecil.

C. Jenis-jenis Masalah dalam Matematika Beserta Contohnya

Masalah dalam matematika dapat dibagi atas beberapa macam. Para ahli

membagi masalah tersebut dalam berbagai jenis berdasarkan sudut pandang

masing-masing.

Menurut Polya (1957) (dalam Dindyal, 2005: 70), masalah dibagi atas

dua macam, yaitu masalah rutin dan masalah tidak rutin. Hal ini sejalan

dengan pendapat Sternberg dan Ben-Zeev (1996: 32) bahwa masalah

matematika terbagi atas masalah rutin dan masalah tidak rutin.

Masalah rutin adalah suatu masalah yang semata-mata hanya merupakan

latihan yang dapat dipecahkan dengan menggunakan beberapa perintah atau

algoritma. Contoh: (54 - 45) + (74 – 65) = ___. Ini Adalah masalah rutin

untuk semua siswa sekolah menengah karena apa yang hendak dilakukan

sudah jelas dan secara umum siswa tahu bagaimana menghitungnya.

Masalah tidak rutin lebih menantang dan diperlukan kemampuan

kreativitas dari pemecah masalah. Menurut Sternberg dan Ben-Zeev (1996:

32), masalah yang tidak rutin muncul ketika pemecah masalah mempunyai

suatu masalah tetapi tidak segera mengetahui bagaimana memecahkannya.

Contoh:

Dalam sebuah pesta rakyat, banyak pengunjung pria dibandingkan

pengunjung wanita adalah 5 : 2. Bila di antara pengunjung pria itu ada 6

orang yang meninggalkan pesta sebelum pesta usai, maka perbandingan

pengunjung pria dan pengunjung wanita menjadi 2 : 1. Tentukan banyak

pengunjung pesta rakyat itu?

Soal di atas merupakan soal yang tidak rutin karena apa yang dilakukan

tidak jelas. Siswa dapat saja menyelesaikan soal ini dengan jelas tapi salah

dalam merepresentasikan masalahnya.

Menurut Sternberg dan Ben-Zeev (1996: 32), beberapa masalah dapat

disebut rutin untuk seorang pemecah masalah tetapi tidak rutin untuk orang

lain. Jika siswa mengetahui rumus jarak = kecepatan x waktu, dan familiar

dengan masalah jarak-kecepatan-waktu, maka soal berikut adalah soal rutin:

Jarak pulau Siompu dan pulau Kabaena adalah 240 mil. Seorang nelayan

menggunakan sebuah perahu motor berangkat dari pulau Siompu pukul 04.30

WITA menuju pulau Kabaena dengan kecepatan rata-rata 75 mil/jam. Di

tengah diperjalanan ia beristirahat 40 menit sambil memancing ikan. Pada

pukul berapakah nelayan tersebut tiba di pulau Kabaena?

Contoh terakhir di atas menjadi soal yang tidak rutin jika siswa tidak

mengetahui atau belum memahami secara baik hubungan antara jarak,

kecepatan, dan waktu atau belum familiar terhadap hubungan ketiganya.

Contoh-contoh masalah yang dikemukakan dalam bentuk soal-soal di atas itu

disebut juga masalah dunia nyata dan merupakan salah satu jenis dari masalah

matematika. Di dalam Wikipedia (2008: 1) disebutkan bahwa masalah

matematika dapat dibagi atas dua macam, yaitu: (1) masalah dunia nyata (real

world problem) atau masalah alami yang lebih abstrak (a problem of a more

abstract nature); dan (2) masalah matematika murni itu sendiri (nature

mathematics).

Masalah matematika dunia nyata adalah suatu pertanyaan yang dikaitkan

dengan keadaan konkrit (Wikipedia, 2008: 1). Masalah dunia nyata

digunakan dalam pendidikan matematika untuk mengajarkan kepada siswa

keterkaitan situasi dunia nyata dengan bahasa matematika yang abstrak.

Keterkaitan matematika dengan dunia nyata yang tampak pada setiap

pernyataan atau soal matematika yang diberikan akan berdampak pada

banyak aspek dalam diri siswa seperti lebih tertarik untuk mempelajari

matematika dan meningkatkan kemampuan berpikirnya. Oleh karena itu,

siswa perlu diarahkan untuk memahami bagaimana menyelesaikan masalah

dunia nyata secara lebih baik.

Sehubungan dengan masalah yang tidak rutin ini, menurut Polya (1973)

(dalam Hudojo, 2001: 164), di dalam matematika terdapat dua macam

masalah, yaitu: (1) masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis,

abstrak atau konkret, termasuk teka-teki; dan (2) masalah untuk membuktikan

adalah untuk menunjukkan bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah -

tidak kedua-duanya. Bagian utama dari masalah menemukan adalah: ”Apakah

yang dicari? Bagaimana data yang diketahui? Bagaimana syaratnya?”,

sehingga masalah seperti ini lebih penting dalam matematika elementer,

sedangkan masalah membuktikan lebih penting dalam matematika lanjut.

Kedua macam masalah ini merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan

siswa mempelajari matematika. Setiap masalah dalam matematika

memerlukan pemecahan dan pemecahan itu harus dapat dibuktikan atau dapat

dikomunikasikan sehingga dapat diterima oleh orang lain.

Jenis masalah dalam pembelajaran SD ada 4 yaitu:

1. Masalah Translasi

Masalah translasi adalah masalah yang berhubungan aktivitas

sehari-hari siswa.

Contoh : Ade membeli permen Sugus 12 buah. Bagaimana cara Ade

membagikan kepada 24 orang temannya agar semua kebagian

dengan adil?

2. Masalah Aplikasi

Masalah aplikasi adalah masalah yang menerapkan suatu

konsep,rumus matematika dalam sebuah soal-soal matematika.

Contoh : suatu kolam berbentuk persegipanjang yang berukuran

panjang 20 meter dan lebar 10 meter. Berapa luas kolam tersebut?

3. Masalah Proses/Pola

Masalah proses/pola adalah masalah yang memiliki pola,

keteraturan dalam penyelesainnya.

Contoh : 2   4   6   8   ... Berapa angka berikutnya?

4. Masalah Teka-teki

Masalah teka-teki adalah masalah yang sifat menerka atau dapat

berupa permainan namun tetap mengacu pada konsep dalam

matematika.

Contoh : Aku adalah anggota bilangan Asli, aku adalah bilangan

perkasa, jika kelipatannku dijumlahkan angka-angkanya hasilnya

adalah aku, siapakah aku?

Masalah di dalam matematika dapat diklasifikasi dalam dua jenis (Pusat

Kurikulum, 2002 a, b, dan c), yaitu :

1. Penemuan (Problem to find), yaitu mencari, menentukan, atau

mendapatkan nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dari soal serta

memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal.

2. Pembuktian (Problem to prove), yaitu prosedur untuk menentukan

apakah suatu pernyataan benar atau tidak benar. Soal membuktikan

terdiri atas bagian hipotesis dan kesimpulan. Untuk membuktikan kita

harus membuat atau memproses pernyataan yang logis dari hipotesis

menuju kesimpulan, sedangkan untuk membuktikan bahwa suatu

pernyataan tidak benar kita harus memberikan contoh penyangkalnya

sehingga pernyataan tersebut menjadi tidak benar.

Perhatikan beberapa contoh soal berikut :

a. Apa langkah pertama yang harus dilakukan dalam mengerjakan 3

1/2: 5 1/4?

b. Tentukan hasilnya bila 1/4 x 6 : 2 1/2 ?

c. Manakah yang lebih luas, kebun yang berbentuk persegipanjang

dengan panjang 314 m dan lebar 12 m atau kolam renang yang

berbentuk lingkaran dengan jari-jari lingkaran 12 m?

d. Ani lebih tua dari Budi, Budi lebih tua daripada Chandra, Chandra

lebih muda daripada Deni. Siapakah yang paling muda di antara

mereka?

e. Diketahui sejumlah bangun geometri datar, yaitu persegi,

persegipanjang, segitiga, lingkaran, belahketupat, jajargenjang,

laying-layang, dan trapesium. Buatlah hubungan di antara mereka

dalam bentuk diagram peta konsep!

f. Dengan cara bagaimana kita menunjukkan 6 dibagi 3 adalah 2?

g. Jelaskan mengapa ?

h. Mengapa bilangan-bilangan ganjil dikalikan dengan bilangan genap

selalu menghasilkan bilangan genap?

i. Mengapa setiap persegi adalah pesegi panjang?

j. Mengapa sebuah relasi belum tentu merupakan fungsi?

Dari soal-soal di atas soal no a-e merupakan masalah penemuan,

sedangkan soal no 6-10 merupakan masalah pembuktian, karena :

a. Pada soal poin a siswa akan menentukan langkah pertama untuk

mendapatkan nilai dari 3 ½ : 5 ¼ (masalah penemuan).

b. Pada soal poin b siswa akan mencari nilai dari 1/4 x 6 : 2

1/2 (masalah penemuan).

c. Pada soal poin c siswa akan menentukan mana yang lebih luas

dengan mencari luas kebun dan kolam renang dengan ukuran

masing-masing yang sudah di tentukan (masalah penemuan).

d. Pada soal poin d siswa akan menentukan kondisi yang sesuai soal

dengan yang diberikan (masalah penemuan).

e. Pada soal poin e siswa akan mencari, menentukan, dan mendapatkan

hubungan bangun geometri datar yang diberikan dalam diagram peta

konsep (masalah penemuan).

f. Pada soal poin f siswa akan menunjukkan bahwa 6 dibagi 3 adalah 2

merupakan pernyataan yang bernilai benar (masalah pembuktian).

g. Pada soal poin g siswa akan menunjukkan bahwa  adalah

benar (masalah pembuktian).

h. Pada soal poin h, i dan j merupakan masalah pembuktian diserahkan

kepada Anda sebagai latihan.

Pemecahan masalah memerlukan strategi dalam menyelesaikannya.

Kebenaran, ketepatan, keuletan dan kecepatan adalah suatu hal yang

diperlukan dalam penyelesaian masalah. Keterampilan siswa dalam

menyusun suatu strategi adalah suatu kemampuan yang harus dilihat oleh

guru. Jawaban benar bukan standar ukur mutlak, namun proses yang lebih

penting darimana siswa dapat mendapatkan jawaban tersebut. Variasi strategi

yang diharapkan muncul dalam pembelajaran siswa SD.

D. Jenis-jenis Pemecahan Masalah Beserta Contohnya

Berikut ini beberapa adalah jenis pemecahan masalah yang diterapkan

dalam pembelajaran siswa sekolah dasar :

1. Bekerja Mundur

Cara ini digunakan ketika pemecah masalah mendapati suatu masalah

yang memiliki titik akhir (end-point) namun mendapati terlalu

banyak/rumit cara untuk menyelesaikan masalah ketika melalui titik

awal permasalahan.

Contoh :

Evelyn, Henry, dan Al bermain suatu permainan. Pemain yang kalah

pada setiap rondenya harus memberikan uang sebanyak uang lawan

pada saat itu kepada masing-masing pemain tersebut. Pada ronde

pertama, Evelyn kalah dan memberi Henry dan Al uang sejumlah

yang mereka punya. Pada ronde kedua, Henry kalah, dan memberi

Evelyn dan Al uang sebanyak yang mereka punya masing-masing. Al

kalah pada ronde ketiga, dan memberi Evelyn dan Henry uang

sebanyak yang mereka punya. Mereka memutuskan untuk berhenti

bermain pada saat itu dan menemukan bahwa uang mereka masing-

masing adalah $24.

Berapa banyak uang mereka masing-masing pada awal permainan?

Penyelesaian :

Pemecah masalah biasanya memulai mengerjakan soal ini dengan

membuat sistem persamaan tiga variabel. Namun, soal menuntut

banyak peran dari pengurangan dan penyederhanaan tanda kurung

sehingga dikhawatirkan kemungkinan terjadi kesalahan menjadi lebih

besar.

Lain halnya jika dikerjakan dengan cara mundur. Pemecah masalah

tidak perlu berhadapan dengan sistem aljabar.

Evelyn Henry Al

Akhir ronde 3 24 24 24

Akhir ronde 2 12 12 48

Akhir ronde 1 6 42 24

Awal Bermain 39 21 12

2. Mencari Pola

Salah satu kecantikan matematika adalah kelogisan dan keteraturan

yang menjadi sifat alaminya. Kelogisan tersebut dapat terlihat secara

‘fisik’ sebagai pola maupun serangkaian pola.

Bergitupula permasalahan matematika, dengan meluangkan sedikit

waktu untuk berpikir, pola dari permasalahan akan muncul dan

memberi jalan bagi pemecah masalah untuk menyelesaikan soal

tersebut.

Contoh :

Tentukan besar digit satuan dari jumlah 1325 + 481 + 5411 !

Penyelesaian :

Untuk perpangkatan dari 13, ditemukan:

Nilai satuan dari perpangkatan bilangan 13 akan berulang yaitu

3,9,7,1,3,9,7,1,. . . setiap 4 periode. Oleh karena itu 135 akan sama

bilangan satuannya dengan 131 yaitu 3.

Untuk perpangkatan dari 4, ditemukan:

Nilai bilangan satuan dari perpangkatan bilangan 4 akan terulang,

yaitu 4,6,4,6,4,6 . . . Setiap 2 periode. Oleh karena itu, 481 akan sama

bilangan satuannya dengan 41, yaitu 4.

Nilai satuan dari perpangkatan 5 pastilah 5. ( 5, 25, 125, 625, . . .)

Jadi nilai satuan dari 1325 + 481 + 5411 adalah 3 + 4 + 5 = 12, yang

mempunyai nilai satuan 2.

3. Mengadopsi Sudut Pandang yang Berbeda

Mengerjakan soal matematika dengan menyelesaikan secara langsung

memang memberikan solusi tetapi belum tentu cara tersebut efesien.

Terkadang, akan sangat menguntungkan bagi pemecah masalah

ketika mencoba mengadopsi sudut pandang yang berbeda dari suatu

permasalahan.

Contoh :

Pada gambar dibawah, ABCD adalah sebuah persegi, P dan Q adalah

titik tengah dari sisi-sisinya. Berapakah perbandingan dari luas

segitiga DPQ terhadap luas persegi.

Penyelesaian :

Penyelesaian umum terhadap permasalahan ini yaitu dengan

meninjau sebuah persegi dengan sisi x, kemudian mencari luas

daerah dari 3 segitiga siku-siku dan menjumlahkannya serta

mengurangkannya dengan luas persegi untuk memperoleh luas

segitiga DPQ.

Namun, jika kita lihat dari sudut pandang yang lain, soal ini akan

lebih mudah dikerjakan.

Pilihlah E dan F sebagai titik tengah dari CD dan AD,

Luas segitiga APD = 14

Luas ABCD

Luas segitiga QCD =

14

Luas

ABCD

Luas segitiga PBQ = 18

Luas ABCD

Jumlah luas ketiga segitiga tersebut adalah

14+ 1

4+ 1

8=5

8 .

Sehingga, luas DPQ adalah 38

dari luas persegi.

4. Menyelesaikan dengan analogi yang lebih sederhana

Sekarang kita telah mengetahui bahwa terdapat banyak cara dalam

memecahkan masalah matematika. Namun, yang menjadi fokus

dalam setiap permasalahan adalah bagaimana menemukan dan

menentukan metode yang terbaik, dan paling efesien.

Salah satu metode yang kadangkala dapat memunculkan jawaban

adalah dengan mengubah soal dalam bentuk yang lebih mudah untuk

dikerjakan. Dengan mengerjakan soal ini diharapkan pemecahan

masalah mendapatkan pengetahuan untuk mengerjakan soal yang

sebenarnya. Metode ini digunakan ketika suatu masalah tidak

menuntut jawaban yang exact.

Contoh :

Diberikan 4 bilangan berikut:

7895

13127

51873

7356

Berapa persen kah rata-rata bilangan tersebut terhadap jumlah

bilangannya?

Penyelesaian :

Misalkan jumlah bilangan adalah S

sehingga rata-rata bilangan tersebut adalah S4

Untuk mencari persen, kita membagi S /4

S=1

4.

Kemudian konversi 14

menjadi persen, didapat 25%.

5. Meninjau Kasus Ekstrim

Beberapa soal dapat dipecahkan dengan mudah dengan meninjau

kasus ekstrim dalam soal tersebut. Dengan meninjau kasus ekstrim

kita mungkin merubah variabel tetapi hanya variabel yang tidak

mempengaruhi soal awal.

Contoh :

Sebuah mobil berjalan dengan kecepatan konstan 55 km/jam.

Pengemudi itu mendapati bahwa mobil kedua tepat 12

km di

belakangnya. Mobil kedua tersebut berhasil mendahului mobil

pertama, tepat 1 menit kemudian. Berapakah kecepatan mobil kedua

berjalan?

Penyelesaian :

Asumsikan bahwa mobil pertama berjalan dengan kecepatan sangat

lambat, yaitu 0 km/jam. Dalam kondisi ini, mobil kedua berjalan 12

km dalam 1 menit untuk mendahului mobil pertama. Maka, mobil

kedua berjalan dengan kecepatan 30 km/jam. Ketika mobil pertama

beranjak dari 0 km/jam, maka mobil kedua akan berjalan 30 km/jam

lebih cepat. Sehingga, jika mobil pertama melintas dengan kecepatan

55 km/jam, maka mobil kedua akan melintas pada kecepatan 85

km/jam.

6. Membuat Gambar (Visualisasi Masalah)

Membuat gambar/visualisasi dalam geometri bukanlah suatu hal yang

baru. Namun bagaimana jika dibuat untuk jenis soal lain?

Gambar/visualisasi akan berfungsi sebagai fasilitator untuk

menyelesaikan masalah dibanding sebagai unsur-unsur dari

permasalahan.

Contoh :

Seorang ahli perhiasan membuat anting perak dari lempengan-

lempengan perak. Setiap lempengan dapat dibuat 1 anting. Hasil sisa

dari 6 lempengan kemudian dapat dilelehkan dan disatukan kembali

membentuk 1 lempengan perak. Ahli perhiasan tersebut memesan 36

lempengan perak untuk memenuhi permintaan pelanggannya. Berapa

banyak anting yang dapat dibuat dari 36 lempengan perak ?

Penyelesaian :

Untuk mempermudah pengerjaan,

penggunaan visualisasi layak

untuk dipertimbangkan.

Sehingga didapat bahwa terdapat

43 anting perak dapat dibuat.

7. Terkaan Cerdas dan Pengujian

Dalam strategi ini kita akan membuat terkaan kemudian mengetesnya

ke dalam soal. Meskipun demikian, metode ini cukup berbeda dengan

trial-and-error karena terjadi pembatasan nilai variabel yang pada

akhirnya terfokus kepada jawaban yang dicari. Dalam metode ini,

jawaban akan terlihat lebih teratur.

Contoh :

Jumlah dari suatu bilangan bulat, kuadratnya dan akar kuadratnya

adalah 276. Tentukan bilangan tersebut !

Penyelesaian :

Kita dapat menggunakan pendekatan dengan cara “meneka dengan

cerdas dan pengujian”.

Perhatikan bahwa kita mencoba menggunakan bilangan kuadrat

terbesar yang kurang dari 276. Kemungkinannya adalah 256. Jika

bilangan ini adalah bilangan kuadrat yang dimaksudkan soal maka

bilangan tersebut adalah 16 dan akar kuadratnya adalah 4.

Dan hasil pengujiannya sebagai berikut:

x+x2+√x=276 ,ternyata 16+256+4=276.

8. Menghitung Semua Kemungkinan

Strategi ini seringkali disebut dengan “mengeliminasi/menghilangkan

kemungkinan” yakni strategi di mana pemecah masalah

menghilangkan kemungkinan jawaban sampai menyisakan jawaban

yang benar.

Tentunya cara ini membutuhkan waktu lebih lama daripada cara-cara

lainnya. Tapi ada kalanya suatu permasalahan lebih baik diselesaikan

dengan cara ini ketika cara yang lain tidak menjanjikan sebuah

jawaban atau terlalu abstrak.

Terkadang proses pengeliminasian kemungkinan jawaban dapat

terjadi secara mental (tanpa melibatkan tulisan).

Contoh :

Jika 4 koin dilempar, berapakah peluang bahwa paling sedikit 2

angka muncul ?

Penyelesaian :

Satu-satunya cara yang dapat dilakukan adalah dengan mendata

semua kemungkinan kejadian karena akan terlalu rumit untuk

mencoba memformulasi permasalahan ini. Adapun semua

kemungkinannya adalah sebagai berikut:

AAAA AAAG AAGA AGAA

GAAA GGAA AGAG GAAG

AGGA GAGA GGAA AGGG

GAGG GGAG GGGA GGGG

Terdapat 11 kemungkinan kejadian bahwa minimal 2 angka muncul.

Oleh karena itu, peluang kejadiannya adalah 11/16.

9. Mengorganisasi Data

Beberapa orang kadang kebingungan mengerjakan soal yang memuat

atau mengandung unsur-unsur informasi seperti data dsb.

Mengorganisasi ulang data yang diberikan mungkin bisa menjadi

alternatif dalam memandang suatu soal/permasalahan secara visual.

Contoh :

Berapa banyak segitiga pada gambar berikut :

Penyelesaian :

Mulai dengan segitiga ABC, terdapat 1 segitiga.

Kemudian perhatikan segitiga ABC dengan 1 garis dalam, AD.

Terdapat 2 segitiga. (ABD, ADC)

Kemudian tambahkan garis BE, maka terdapat 5 segitiga. (ABG,

BGD, AGE, BEC, ABE)

Lanjutkan dengan menambahkan garis CF, maka terdapat 9. (FBH,

AFC, BHC, AFK, KDC, AKC, FBC, HKG, EHC)

Sehingga total segitiga adalah 17

10. Penalaran LogisTanpa kita sadari kita sering melakukan penalaran secara logis.

Kemampuan melakukan penalaran logis bergantung pada banyak

latihan maupun pengalaman yang telah didapat. Karena materi

matematika salng berhubungan, maka dalam permasalahan

matematika, valid-nya suatu penalaran akan sangat bergantung

terhadap keluwesan dan penguasaan materi-materi matematika

tersebut.

Contoh :

Kerjakan persamaan berikut, dan tentukan nilai x dan y, dimana x dan

y adalah bilangan real :

(x− y2)2+(x− y−2)2=0

Penyelesaian :Dengan penalaran logis dan pengetahuan kita terhadap sistem

bilangan. Sebuah persamaan yang berbentuk a2+b2=0(dimana a dan

b bilangan real) adalah benar jika dan hanya jika a = 0 dan b = 0,

maka:

x− y2=0 dan x− y−2=0

x= y2 dan x= y+2

Dengan mensubtitusikan x didapat:

y2− y−2=0

( y−2 ) ( y+1 )=0

y=2 y=−1

x=4 x=1