Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

34
STRATEGI HEURISTIC MODEL POLYA PADA PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representasi Matematik. ENERAPAN METODE IMPROVE DALAM PEMBELAJARAN MATEMAT IKA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP (Penelitian Tindakan Kelas terhadap Siswa Kelas IXH di SMPN 26 Bandung) KEMAMPUAN PEMAHAMAN, PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SERTA PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MAKALAH Diajukan Sebagai Bahan Kajian pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika Oleh: Rudy Kurniawan  NIDN.0414126601

Transcript of Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 1/34

STRATEGI HEURISTIC MODEL POLYA PADA PEMBELAJARAN PEMECAHAN

MASALAH MATEMATIKA

Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa

Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan pada

Representasi Matematik.

ENERAPAN METODE IMPROVE DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN

MENGGUNAKAN MEDIA KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUANKOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP (Penelitian Tindakan Kelas terhadap Siswa Kelas

IXH di SMPN 26 Bandung)

KEMAMPUAN PEMAHAMAN, PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK 

SERTA PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

MAKALAH

Diajukan Sebagai Bahan Kajian pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika

Oleh:

Rudy Kurniawan

 NIDN.0414126601

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 2/34

 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

SEKOLAH TINGGI KEGURURAN DAN PENDIDIKAN YASIKA

MAJALENGKA2009http://rudyks3-majalengka.blogspot.com/2009/01/kemampuan-pemahaman-dan-pemecahan.html

BAB IPEMAHAMAN MATEMATIK 

A. Pemahaman Matematik 

Pengertian pemahaman matematik dapat dipandang sebagai proses dan tujuan dari suatu pembelajaran matematika. Pemahaman matematik sebagai proses berarti pemahaman matematik 

adalah suatu proses pengamatan kognisi yang tak langsung dalam menyerap pengertian dari

konsep/teori yang akan dipahami, mempertunjukkan kemampuannya di dalam menerapkankonsep/teori yang dipahami pada keadaan dan situasi-situasi yang lainnya. Sedangkan sebagai

tujuan, pemahaman matematik berarti suatu kemampuan memahami konsep, membedakan

sejumlah konsep-konsep yang saling terpisah, serta kemampuan melakukan perhitungan secara

 bermakna pada situasi atau permasalahan-permasalahan yang lebih luas. Dengan demikiankemampuan pemahaman matematik merupakan suatu kekuatan yang harus diperhatikan dan

diperlakukan secara fungsional dalam proses dan tujuan pembelajaran matematika, terlebih lagi

sense memperoleh pemahaman matematik pada saat pembelajaran, hal tersebut hanya bisadilakukan melalui pembelajaran dengan pemahaman.

Menurut Anderson dan Krathwohl (2001) ketika tujuan primer pengajaran adalah

mempromosikan retensi pengulangan maka fokus objek materi pengajarannya menekankan pada

kemampuan ingatan. Namun ketika tujuan pengajaran bertujuan untuk mempromosikan pentransferan/transfer pemindahan, maka bagaimanapun juga fokus objek materi

 pembelajarannya menekankan pada lima proses kognitif yang lainnya (pemahaman hingga

kreasi). Selain itu, salah satu katagori utama dari dasar transfer materi pendidikan di sekolahmenekankan pada pemahaman. Menurut Alfeld (2004) seseorang memahami matematika maka

ia dapat melakukan hal sbb :

1. Explain mathematical concepts and facts in terms of simpler concepts and facts.2. Easily make logical connections between different facts and concepts.

3. Recognize the connection when you encounter something new (inside or outside of 

mathematics) that's close to the mathematics you understand.

4. Identify the principles in the given piece of mathematics that make everything work.Dengan demikian pemahaman mempunyai tingkat kedalaman yang berbeda, misalnya bila

seorang ahli matematika mengatakan ia memahami suatu teori/konsep matematika, maka berarti

ia mengetahui banyak hal tentang teori/konsep tersebut. Ia tentu mengetahui aspek-aspek 

 pembuktian deduktif teori tersebut, selain itu ia tentu mengetahui contoh-contoh dan koneksiantara teori itu dengan teori lainnya, ia mengetahui aplikasi-aplikasi teori tersebut maupun

 prasyarat-prasyarat untuk menggunakan teori itu. Artinya, ahli tersebut mengetahui teori

matematika secara mendetail, terperinci hingga sekecil-kecilnya. Tetapi, sebaliknya bila seorangsiswa sekolah dasar memahami suatu teori/konsep matematik, maka tentu tingkat kedalaman

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 3/34

 pemahamannya tentang teori tersebut akan berbeda dengan ahli matematika. Hal tersebut sesuai

dengan pendapat Polya (Utari, 1987 : 23) yang mengemukakan empat tingkat pemahaman suatu

hukum, yaitu pemahaman mekanikal, pemahaman induktif, pemahaman rasional dan pemahaman intuitif. Seeorang memiliki pemahaman mekanikal, berarti ia dapat mengingat dan

menerapkan hukum itu secara benar, dan bila seseorang memiliki pemahaman induktif berarti ia

telah mencobakan hukum itu kedalam kasus sederhana dan yakin bahwa hukum berlaku untuk kasus-kasus yang serupa. Selanjutnya, bila sesorang memiliki pemahaman rasional berarti iadapat membuktikan hukum itu, dan bila ia telah memiliki pemahaman intuitif berarti ia telah

yakin hukum itu tanpa ragu-ragu, ia dapat dengan segera memberikan suatu prediksi yang tepat

dan kemudian terbukti kebenarannya.Menurut Mastie dan Johson (Wanhar, 2000), pemahaman terjadi ketika orang mampu mengenali,

menjelaskan dan menginterpretasikan suatu masalah. Bila seseorang akan menjelaskan suatu

situasi maka ada tiga aspek kemampuan yang harus diperhatikan untuk memahaminya, yaitu

kemampuan mengenal, kemampuan menjelaskan dan kemampuan untuk menarik kesimpulan.Sebagai contoh, bila seorang siswa akan memahami suatu objek secara mendalam,

maka menurut Michener (Utari, 1987 : 24) ia harus mengenal : (1) Objek itu sendiri, (2)

Mengenal relasinya dengan objek lain yang sejenis, (3) Mengenal relasinya dengan objek lainyang tidak sejenis, (4) Relasi-dual dengan objek lain yang sejenis, (5) Relasi-dual dengan objek 

lain yang tidak sejenis (dengan teori lain).

Skemp (Utari, 1987 : 24-25) menyatakan bahwa pemahaman ada dua jenis, yaitu pemahaman

instrumental dan pemahaman relasional. Pemahaman instrumental suatu konsep matematik  berarti suatu pemahaman atas membedakan sejumlah konsep sebagai pemahaman konsep yang

saling terpisah dan hanya hafal rumus dengan perhitungan sederhana. Sedangkan pemahaman

relasional berarti dapat melakukan perhitungan secara bermakna pada permasalahan- permasalahan yang lebih luas. Misalnya siswa dapat menyelesaikan kasus persamaan kuadrat

2x2 -3x + 1 = 0 dengan menggunakan rumus a, b, c, dan ia dapat menyelesaikan dengan cara

yang sama untuk persamaan kuadrat bx2 + cx + a = 0. Berbeda dengan siswa yang hanya

memiliki pemahaman instrumental ia hanya mampu menyelesaiakan pada kasus pertama dantidak mampu pada kasus kedua.

Pemahaman (understanding) merupakan bagian dari the cognitive process dimension pada

Taksonomi Bloom. Menurut Anderson dan Krathwohl (2001), jika siswa memahami suatu objek materi matematika maka ia mampu “Construct meaning from instructional messages, including

oral, written, and graphic communication”. 

Dari pengertian ini ada 7 aspek yang termuat dalam kemampuan pemahaman, yaitu interpreting(menginterpretasikan/menafsirkan), exemplifying (memberikan contoh), classsifying

(mengklasifikasikan), summarizing (merangkumkan), inferring (pendugaan), comparing

(membandingkan) dan explaining (menjelaskan).

Interpreting/menginterpretasikan/menafsirkan yaitu suatu kemampuan menafsirkan suatu objek yang diawali dengan proses perubahan representasi (numerik) yang satu ke representasi yang

lainnya (secara verbal). Misalnya, menguraikan sesuatu dengan kata-katanya sendiri,

menafsirkan gambar-gambar dengan kata-kata, menafsirkan kalimat/kata-kata dengan gambar,

menafsirkan bilangan-bilangan dengan kata-kata atau sebaliknya. Sebagai contoh soal mengenaiinterpreting/menginterpretasikan adalah : Putri membeli sebuah meja belajar untuk anaknya, jika

harga yang ditawarkan penjual Rp 600.000,- dengan diskon 20%, berapa harga yang harus bayar 

Putri?Exemplifying/memberikan contoh terjadi ketika seseorang memberikan sebuah contoh khusus

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 4/34

yang instan dari suatu konsep umum. Misalnya, mengidentifikasikan suatu kejadian/contoh-

contoh definisi dari suatu konsep umum (seperti segitiga sama kaki harus memiliki dua sisi yang

sama panjang) dan menggunakan keistimewaan untuk memilih atau membangun suatuspesifikasi contoh tersebut (dapat memilih suatu segitiga sama kaki dari sekumpulan segitiga).

 Nama lain pemberian contoh ini, yaitu pengilustrasian dan penginisialisasian.

Classsifying/mengklasifikasikan, terjadi jika seorang siswa merekognisi terhadap suatucontoh/kejadian menjadi suatu katogiri/konsep/prinsip tertentu. Misalnya mendeteksi contoh-contoh bentuk yang relevan antara contoh khusus dan konsep. Mengklasifikasikan adalah sebuah

 proses komplementer yang mendorong terjadinya pemberian contoh. Dimana pemberian contoh

dimulai dengan sebuah konsep umum dan mendorong siswa untuk menemukan sebuah contohinstan yang khusus, dengan demikian mengklasifikasikan dimulai dengan sebuah contoh khusus

dan mendorong siswa untuk menemukan sebuah konsep umum. Misalnya, sebuah objek dapat

ditetapkan menjadi sejumlah katagori-katagori (siswa ditanya tentang semua bilangan-bilangan

yang ada dalam daftar dan memiliki kategori yang sama). Nama lain mengklasifikasikan, yaitumengkatagorisasikan dan menggolongkan.

Summarizing/merangkumkan, terjadi ketika siswa memberi kesan sebuah statemen tunggal yang

mewakili suatu informasi yang disajikan, atau abstrak dari sebuah tema umum. Yang termasuk merangkum adalah membangun sebuah representasi suatu informasi dari suatu peran.

Mengabstraksi sebuah rangkuman berarti seperti menentukan sebuah tema utama. Nama lain

merangkum adalah menggeneralisasikan dan mengabstraksikan. Sebagai contoh indikatornya,

yaitu siswa dapat menentukan jumlah sudut dalam sebuah segitiga yang berkaitan dengan sudutluarnya.

Inferring/menduga/pendugaaan, yaitu menemukan sebuah bentuk dari sejumlah contoh-contoh

yang serupa, menduga suatu objek terjadi ketika seseorang dapat membuat suatu abstrak darisebuah konsep/sejumlah contoh-contoh melalui hubungan pengkodean contoh-contoh yang

relevan. Sangatlah penting menggunakan hubungan penotasian diantara contoh-contoh tersebut,

diberikan pada siswa di setiap jenjang pendidikan. Sebagai contoh, ketika siswa diberikan

sejumlah bilangan berurut seperti 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, …, maka siswa dapat memfokuskan padanilai-nilai bilangan pada masing-masing contoh yang tidak relevan seperti digit yang ganjil atau

genap. Infering terjadi ketika siswa dapat membedakan bentuk dari sejumlah bilangan yang satu

dengan bilangan sebelumnya, bilangan berikutnya adalah jumlah dua bilangan sebelumnya.Proses pendugaan suatu objek termasuk membuat perbandingan diantara sekumpulan konteks

tertentu. Dari contoh di atas, jika siswa dapat menetapkan bilangan apa yang akan terbentuk 

selanjutnya, maka ia harus mengidentifikasi pola bilangan tersebut. Sebuah proses yang berhubungan dengan menggunakan suatu pola dalam mengkreasi sebuah contoh yang baru

(misal, menentukan bilangan selanjutnya 34 dari jumlah 13 dan 21) adalah sebuah proses

asosiatif kognitif dengan aplikasinya. Menduga/inferring dan executing sering digunakan secara

 bersamaan pada tugas-tugas kognitif. Menduga berbeda dengan attributing/mengatributisasikan.Mengatributisasikan adalah sebuah proses kognitif yang diasosiasikan dengan penganalisaaan,

sedangkan menduga berfokus pada isu-isu yang menyebabkan bentuk dasar pada informasi yang

disajikan. Menduga terjadi dalam sebuah konteks yang menyediakan sebuah harapan apa yang

diduga. Nama lain menduga, yaitu mengektrapolasi, interpolasi, memprediksi, danmengkonklusikan. Sebagai contoh ilustrasi perhatikan hal berikut: Dugalah sebuah persamaan

yang memenuhi hal berikut, jika x = 1, maka y = 0, jika x = 2, y = 3, dan jika x = 3 maka y = 8.

Comparing /membandingkan, yang termasuk istilah ini adalah mendeteksi keserupaan dan perbedaan antara dua hal atau lebih suatu objek, kejadian, idea, masalah atau situasi seperti

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 5/34

menetapkan bagaimana sebuah peristiwa diketahui dengan baik (Misal tentang skandal politik 

yang baru saja terjadi). Membandingkan berarti juga menemukan korespondensi satu-satu antara

elemen-elemen dan bentuk pola suatu objek, kejadian, dan idea yang lainnya. Ketikamenggunakan kunjungsi dengan menduga (Misal, pertama, mengabstraksi sebuah aturan dari

situasi yang sangat dikenal) dan mengimplementasikan (Misal, kedua, menggunakan aturan pada

situasinya yang kurang dikenal), membandingkan dapat berkontribusi pada penalaran analogi.Alternatif membandingkan, yaitu mengkontraskan, memasangkan, dan memetakan.Membandingkan terjadi jika seorang siswa diberikan sebuah irformasi baru, seorang siswa

mendeteksinya dengan mengkorespondesikan dengan pengetahuan yang lebih dikenalnya,

misalnya sebuah objek sampel dapat dipelajari dengan membandingkan secara struktur padasoal-soal cerita yang familiar.

Sebagai contoh soal comparing perhatikan soal-soal berikut :

1. Putri dan Gilang anaknya Pak Kurni, Santi, Fitri dan Intan anaknya Pak Medy, sedangkan Eka

dan Galih anaknya Pak Ance. Buatlah pemetaan yang menyatakan hubungan antara anak danayah.

2. Perhatikan pola gambar berikut:

 pola 1 pola 2 pola 3 pola 4

Tentukan banyaknya segitiga pada pola berikutnya!

Explaining/menjelaskan, terjadi ketika seorang siswa dapat mengkostruksi dan mengunakan penyebab dan efek model sebuah sistem. Model mungkin diambil dari sebuah teori formal

(sering terjadi pada kasus kejadian di IPA) atau mungkin merupakan dasar dalam penelitian atau

 pengalaman (sering pada situasi masalah pada pelajaran IPS dan humaniora). Sebuah penjelasanyang komplek, seperti mengkontruksi sebuah sebab dan efek model, termasuk bagian utama

sebuah sistem dan menggunakan model untuk menetapkan bagaimana sebuah perubahan dalam

suatu bagian suatu sistem atau jaringan mempengaruhi perubahan dari bagian yang lainnya.

Alternatif menjelaskan, yaitu mengkontruksi sebuah model. Contoh soal Explaining untuk mengkontruksi sebuah model dapat diperhatikan di bawah ini.

Perhatikan model lingkaran di bawah ini, bagaimanakah bentuk model lingkaran pada baris yang

terakhir ?

Dengan memperhatikan penjelasan dan pengertian tentang pemahaman-pemahaman matematik di atas, maka bentuk pemahaman yang akan dikaji dalam penelitian adalah pemahaman yang

sesuai dengan pemahaman (understanding) yang merupakan bagian dari the cognitive process

dimension pada Taksonomi Bloom menurut Anderson dan Krathwohl (2001) di atas.

B. Belajar Matematika dengan Pemahaman

Agar seseorang dapat merasakan manfaat matematika dalam kehidupan sehari – hari, ataupun

dalam dunia kerja, maka ketika ia belajar matematika, ia harus mencapai pemahaman yangmendalam dan bermakna akan matematika. Salah satu sasaran yang perlu dicapai siswa untuk 

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 6/34

memperoleh pemahaman yang mendalam dan bermakna adalah memahami matematika yang

dipelajarinya melalui pengkonstruksian pemahaman pengetahuan yang dipelajarinya. Oleh

karena itu, untuk memperoleh pemahaman dalam belajar matematika, materi yang dipelajariharus disesuaikan dengan jenjang atau tingkat kemampuan berpikir siswa.

Pemahaman yang diperoleh ketika belajar matematika dengan pemahaman dapat menumbuhkan

kemampuan pemahaman matematik dan gagasan-gagasan matematik seperti : interpreting(menafsirkan), exemplifying (memberikan contoh), classsifying (mengklasifikasikan),summarizing (merangkumkan), inferring (pendugaan), comparing (membandingkan) dan

explaining (menjelaskan). Berpikir matematik dan gagasan inilah yang diperlukan untuk meraih

manfaat matematika dalam kehidupan sehari – hari sekaligus untuk meningkatkan kemampuan pemahaman berikutnya sehingga secara terus menerus pemahaman ini akan berperan dalam

 peningkatan pemecahan masalah matematiknya.

Seorang pendidik yang mengajar matematika dapat merangsang peserta didiknya untuk 

mencapai pemahaman, salah satunya melalui pendekatan kontesktual. Pendekatan ini, penekanan pembelajarannya pada pengkonstruksian pengetahuan yang dipelajarinya dengan cara

mengkoneksikan pengetahuan sebelumnya, sehingga ketika mengajarkan topik tertentu dapat

memberikan indikasi yang dapat diamati seorang guru terhadap pemahaman yang telah dicapaisiswa. Salah satu indikasinya adalah tumbuhnya kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan

konsep yang dipahami ataupun gagasan – gagasan matematik serta mampu memecahkan suatu

 permasalahan matematika yang dihadapinya sebagai suatu hasil proses pemahaman gagasan dan

 berpikir matematiknya.Proses-proses pemahaman matematik sejalan dengan apa yang telah dikembangkan oleh Piaget

(Ruseffendi, 1988:133), yaitu mengenai proses seorang anak belajar melalui pengalamannya.

Proses pemahaman matematik dalam suatu kegiatan belajar mengajar dapat digambarkan seperti berikut :

1. Menangkap ide yang dipelajari melalui pengamatan yang dilakukan. Hal – hal yang dapat

diamati dapat bersumber dari apa yang dilakukan sendiri ataupun dari apa yang ditunjukkan oleh

orang lain. Misalnya, penjumlahan 2 + 3 dapat diselesaikan oleh siswa karena mengamatikegiatan penggabungan dua buah apel hijau dan tiga buah apel merah. Hasil pengamatan yang

dilakukan secara berulang – ulang merupakan awal terbentuknya pengetahuan siswa tentang

konsep operasi penjumlahan.2. Mengkonstruksi pengetahuan yang baru dengan skema pengetahuan yang telah ada

sebelumnya. Sebagai contoh, siswa yang belajar penjumlahan dan pengurangan bilangan –  

 bilangan desimal akan mudah mencapai pemahaman apabila siswa telah memiliki pengetahuan prasyaratnya tentang operasi penjumlahan bilangan bulat dan penjumlahan secara bersusun.

3. Mengorganisasikan kembali pengetahuan yang telah terbentuk dengan cara mengkoneksikan

 pengetahuan yang lama lama dengan pengetahuan baru yang telah terbentuk, disusun, ditata

ulang kembali sehingga terbentuk jaringan peta hubungan pengetahuan yang baru hasilmodifikasi dari jaringan hubungan – hubungan yang lama. Seperti pada contoh di atas siswa

akan memodifikasi prinsip penjumlahan bilangan bulat untuk digunakan pada penjumlahan

 bilangan – bilangan desimal.

4. Membangun pemahaman pada setiap belajar matematika akan memperluas pengetahuanmatematika yang dimiliki. Semakin luas pengetahuan tentang ide/gagasan matematik yang

dimiliki semakin bermanfaat dan memberikan peluang dalam memecahkan masalah matematik 

yang dijumpai.Adapun prinsip pembelajaran untuk memperluas pengetahuan matematika yang dimiliki dapat

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 7/34

dilakukan dengan cara melontarkan permasalahan yang sangat kompleks pada siswa,

mendiskusikannya secara berkelompok dari salah satu konsep/disiplin ilmu kemudian

didiskusikan secara menyeluruh dari berbagai konsep/disiplin ilmu, sehingga mendapatkan pemecahan dari berbagai segi tinjauan.

Selanjutnya Hebert dan Carpenter (Dahlan, 2004) mengemukakan suatu konsekuensi positif 

terhadap pengetahuan yang diperoleh dalam belajar matematika dengan pemahaman, yaitusebagai berikut :1. Bersifat generatif. Artinya, pengetahuan yang terbentuk dari hasil belajar dengan pengertian,

sewaktu – waktu dapat dimunculkan kembali (distimulasi). Penstimulasian tersebut terjadi

karena diterimanya informasi baru yang tergabung dengan pengetahuan lama. Memahamitentang informasi baru yang diperoleh dari hasil belajar melahirkan pengetahuan baru. Apabila

 proses seperti ini berlangsung secara terus-menerus, setiap menerima informasi baru dari hasil

 belajar selalu dipahami, dengan kata lain selalu belajar dengan pemahaman, maka kemampuan

 pemahaman sesuatu pengetahuan yang dimiliki akan semakin dalam dan luas.2. Bermakna. Menyesuaikan antara tugas – tugas belajar dengan kemampuan berfikir siswa akan

menunjang pencapaian pemahaman yang akan dibangun oleh siswa dalam belajar matematika.

Menyesuaikan antara materi pelajaran dengan kemampuan berfikir siswa memungkinkankegiatan belajar menjadi bermakna. Hal ini disebabkan siswa dapat memunculkan pengetahuan

lama yang telah dimiliki, yang diperlukan untuk memahami pengetahuan yang baru dipelajari,

sehingga dapat memudahkan menyelesaikan permasalahan.

3. Memperkuat Ingatan dan Mengurangi Jumlah Informasi yang Harus Dihafal. Pengetahuan darihasil belajar dengan pemahaman selalu dapat dimunculkan kembali dengan baik karena

 pengetahuan dalam struktur kognitif tersebut diperoleh secara bermakna. Jika suatu pengetahuan

diperoleh dengan pemahaman maka akan semakin tertanam pengetahuan tersebut dalamingatan/struktur kognitif. Hal ini menunjukkan semakin sedikitnya informasi – informasi dalam

 pengetahuan yang harus dihafal. Disamping itu kebermaknaan pemahaman yang dicapai dalam

 belajar memungkinkan informasi – informasi yang telah dipelajari mudah dimunculkan kembali

setiap kali diperlukan.4. Memudahkan Transfer Belajar. Terjadinya transfer dalam belajar dengan pengertian atau

 pemahaman karena adanya persamaan dan keterkaitan konsep konteks antara pengetahuan baru

yang akan dipelajari dengan pengetahuan lama akan dengan cepat dapat dimunculkan kembalisaat diperlukan dalam memecahkan aplikasi suatu permasalahan. Hal ini sejalan dengan yang

diungkapkan oleh Hudojo (1998:27) bahwa transfer dalam belajar merupakan pemanfaatan

kembali informasi yang sudah dipelajari yang kemudian diaplikasikan ke konteks baru dan berbeda.

5. Mempengaruhi Kepercayaan. Siswa yang belajar dengan pemahaman selalu akan

memunculkan pengetahuan – pengetahuan yang saling berhubungan secara sistematis dalam

struktur kognitif. Pengetahuan – pengetahuan lama yang terbentuk dalam struktur kognitif diperlukan untuk memahami informasi yang baru diterima dari hasil belajar. Keadaan semacam

ini dapat menumbuhkan kepercayaan, self eficacy terhadap kemudahan memahami pengetahuan

yang diperoleh, khususnya dalam belajar matematika.

C. Karakteristik Siswa yang Bermasalah dalam Memahami Masalah Matematika serta CaraPenanganannya.

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 8/34

Karakteristik-karakteristik seorang siswa yang mempunyai masalah dalam belajar matematika

sehingga kemampuan pemahaman matematik dalam memecahkan masalahnya rendah, menurut

Mercer et al (1998) adalah sebagai berikut :1. Learned Helplessness, siswa yang berulangkali mengalami pengalaman-pengalaman

kegagalan dalam belajar matematika sehingga bila menghadapi permasalahan matematik ia

mengira akan mengalami kegagalan kembali.2. Passive Learners, siswa yang memiliki permasalahan belajar matematika biasanya tidak aktif dalam belajarnya, ia cenderung pasif. Mereka tidak secara aktif membangun pemahamannya

tentang suatu konsep matematik, mereka tidak mampu membuat koneksi pengetahuan yang

ada/baru dengan apa yang dipresentasikan/dihadapi. Bahkan ketika dipresentasikan sebuah problem-solving situation, mereka tak memiliki strategi (activate prior knowledge) untuk 

menyelesaikan permasalahannya. Sebagai contoh, ketika siswa belajar tentang perkalian 8 x 4

mereka dapat menjawab 32, tetapi ketika dipresentasikan 8 x 5 = ___, mereka tidak mampu

menyelesaikannya. Hal ini terjadi karena mereka tidak secara aktif melakukan pengkoneksian proses perkalian sebagai penjumlahan yang berulang. Mereka tidak mampu berpikir bahwa

 penjumlahan berturutan delapan buah angka empat sehingga menghasilkan tiga puluh dua

merupakan bagian pemecahan masalah yang dihadapinya. Siswa-siswa yang memiliki permasalahan ini percaya bahwa siswa yang hanya sukses matematika sajalah yang dapat

menjawabnya. Mereka tidak memahami bahwa siswa-siwa yang sukses dalam matematika

adalah mereka yang memiliki strategi yang baik dalam memecahkan permasalahan melalui

koneksi pengetahuan yang ada dengan informasi pengetahuan yang baru.3. Memory Problems. Memori yang deficits berperan secara signifikan pada siswa-siswa yang

 bermasalah dalam PBM matematika. Memory problems adalah bagian terbesar masalah ketika

siswa sulit mengingat tentang dasar konsep addition, subtraction, multiplication, & divisionfacts, maka memori yang defisit ini berperan juga ketika siswa akan menyelesaikan multi-step

 problems dan terlebih lagi ketika menghadapi situasi problem-solving yang mengharuskan

menggunakan strategi yang khusus dalam menyelesaikan permasalahannya. Biasanya, memory

 problems berasal dari miskonsepsi-miskonsepsi matematik yang ada pada diri siswa sehinggamenjadi kumpulan masalah yang mengakibatkan siswa tak mampu menggunakan sifat/konsep

matematik dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Oleh karenanya para pendidik 

hendaknya melakukan re-teach, agar siswa memiliki kemampuan pemahaman konsep matematik sehingga mereka mampu memecahkan suatu situasi permasalahan yang dihadapinya.

4. Attention Problems. Matematika memerlukan perhatian yang besar dan penanganan secara

khusus, yaitu ketika melakukan langkah PBM dalam proses penyelesaian suatu masalah. SelamaPBM siswa sering "miss" important pieces of information. Tanpa bagian informasi/pengetahuan

yang penting ini, siswa akan mengalami kesulitan dalam mencoba dan mengimplementasikan

 pengetahuan/pemahaman konsep yang dimiliki dalam memecahkan situasi task problem solving.

Sebagai contoh, ketika siswa belajar tentang pembagian secara long division, siswa mungkinsalah pada step pengurangan, perkalian, pembagian, sehingga proses penyelesaian pembagian

 bersusun secara akurat yang dilakukan siswa akan mengalami kegagalan.

5. Cognitive/Metacognitive Thinking Deficits. Metakognitive adalah kemampuan yang dimilki

siswa dalam memonitor pembelajarannya, yaitu seperti: (1) Evaluating whether they arelearning; (2) Employing strategies when needed; (3) Knowing whether a strategy is successful;

and, (4) Making changes when needed. Ini adalah kemampuan yang esensial untuk 

menyelesaikan suatu permasalahan matematik yang dijumpai siswa, baik yang berkaitan dengan permasalahan tentang pemahaman konsep, kehidupan sehari-hari ataupun situasi problem

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 9/34

solving lainnya. Siswa yang tak memiliki kemampuan metakognitif akan mengalami kesulitan

yang sangat besar untuk menjadi sukses dalam belajar matematika. Oleh karena itu, para siswa

memerlukan proses pembelajaran secara ekplisit bagaimana menjadi peserta didik yang memilikikemampuan metakognitif. Misalnya, guru menjadi model pada proses ini, dia mengajarkan

siswanya melalui strategi problem solving, mendorong siswanya untuk menggunakan strategi

yang sudah disusun, mengajarkan siswanya untuk dapat mengorganisasikan diri secara mandirimelalui strategi yang dipilih guru, sehingga akan menolong siswa menjadi metacognitivelearners. Melalui cara pengkonstruksian pengetahuan ini, siswa dapat memahami suatu konsep

matematik dan menjadi problem solver yang handal.

6. Low Level of Academic Achievement. Siswa-siswa yang memiliki pengalaman gagal dalammemecahkan permasalahan, biasanya siswa yang kurang memiliki basic math skills. Hal ini akan

mengakibatkan ketidakmampuan siswa dalam memahami konsep matematik dan

mengimplementasikan konsepnya dalam memecahkan permasalahan-permasalahan matematik,

ataupun mempelajari konsep pengetahuan matematika selanjutnya yang lebih tinggi.Menyiapkan dan memberikan kesempatan siswa untuk merespon dan berlatih tugas-tugas

matematika dengan berbagai cara adalah penting, karena para siswa akan diberi peluang menjadi

seorang master pada konsep matematikanya. Selain itu, para guru hendaknya merencanakan pengulangan/pemeriksaan latihan konsep/kemampuan pada siswa yang low level of academic

achievement secara periodik, sehingga mereka memiliki kemampuan yang mumpuni dan benar-

 benar tuntas PBM-nya.

7. Math Anxiety. Siswa-siswa yang merasa cemas dalam belajar matematika sering melakukan penyelesaian/pendekatan matematik dengan ragu-ragu bahkan takut dalam belajar matematika.

Baginya matematika adalah pekerjaan yang sangat menyulitkan, "bahkan saat belajar 

matematika/”math time" dalam belajar matematika biasanya sering menjadi pengalaman perjalanan yang mencemaskan. Obat mujarab bagi siswa yang memiliki math anxiety adalah

kesuksesan. Memberikan kesempatan sukses bagi siswa, pertama-tama dapat dilakukan oleh

guru melalui soal-soal pemahaman yang beragam dari yang mudah hingga menuju yang sedikit

sukar, dengan demikian siswa akan memulai belajar menjadi sukses dalam mempelajarimatematika. Siswa-siswa yang memiliki rasa cemas berlebihan ketika belajar matematika akan

selalu merasa tak mampu belajar matematika sebagaimana mestinya, bahkan memecahkan

masalah rutin matematik yang dihadapinya tidak mampu diselesaikannya. Memperlakukan parasiswa yang memiliki sikap seperti ini tanpa non-threatening dan risk-free yang tepat, akan

membesarkan hati siswa dalam PBM, sehingga merayakan ataupun memberikan motivasi ketika

siswa dapat menyelesaikan suatu permasalahan yang mudah maupun yang rumit merupakan bagian penting dalam PBM. Artinya, jika para pendidik menyediakan instruksional pembelajaran

yang tepat dan efektif bagi para siswa seperti ini, maka kita akan dapat menolong mereka dalam

 belajar matematika selanjutnya. Walaupun demikian, yang perlu diperhatikan seorang pendidik 

dalam memberi peluang pengalaman sukses siswa dalam PBM, harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pedagogis.

Dengan memperhatikan karakteristik-karakteristik siswa yang bermasalah dalam mempelajari

matematika, maka hal-hal yang dapat dilakukan oleh seorang pendidik agar dapat membantu

 peserta didiknya belajar matematika menurut National Research Council's pada The NationalAcademies (2002) adalah :

1. Menjalankan dan mempunyai commited idea bahwa semua siswa dapat menjadi cakap dalam

 bermatematika.2. Mengembangkan dan memperdalam pemahaman cara berpikir matematik siswanya serta

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 10/34

teknik-teknik yang mengarah pada kecakapan matematik.

3. Menekankan pada pembuat kebijakan, para administrator, para orang tua, siswa-siswa untuk 

mencapai kemampuan dan kecakapan matematika adalah penting.4. Menggunakan program serta pendekatan pembelajaran dan subjek mater yang dilandasi oleh

 bukti scientific yang terbaik, sehingga mendorong pengembangan pemahaman dan kecakapan

matematik siswanya.5. Melakukan PBM matematika dengan waktu yang mencukupi dan proporsional, sehingga perludipilih metode pembelajaran yang sesuai dengan sarana, prasarana serta kemampuan prasyarat

yang telah dimiliki siswa.

6. Terlibat/ikut serta secara proporsional dan profesional dalam aktivitas pengembangan yangmenginterasikan matematika, cara berpikir siswa dan teknik-teknik instruksional

 pembelajarannya.

7. Mendukung, menopang pengembangan aktivitas profesional yang koheren, sehingga

 pembelajaran dapat mencapai kecakapan matematik yang diinginkan.8. Mengorganisasikan dan berpartisipasi dalam study grup di sekolah yang memfokuskan

 praktek pembelajaran.

9. Melakukan percakapan/diskusi dengan teman sejawat tentang pengembangankemampuan/kecakapan, tentang siswa dan kemampuan matematiknya.

10. Menjadi seorang penasehat pada teman sejawat, bagaimana proses belajar mengajar 

matematika dilakukan agar siswa mencapai kemampuan yang diharapkan.

Dengan demikian seorang pendidik, khususnya guru matematika hendaknya memiliki jugakemampuan dan ketrampilan yang dapat meningkatkan pemahaman matematika dan

menumbuhkan berpikir matematika pada peserta didiknya. Menurut Utari (2004:4-5)

ketrampilan dan kemampuan yang harus dimiliki seorang pendidik agar siswa memilikikemampuan doing math adalah :

1. Berfikir abstrak logis, rasional, sistematik, kritis, kreatif, obyektif, terbuka, cermat jujur,

efesien, serta membantu peserta didik agar memiliki kemampuan tersebut.

2. Memahami kaitan antar konsep matematik.3. Menyusun model matematika dan menyelesaikannya dari suatu mathematical problem

solving.

4. Menyederhanakan penjelasan konsep-konsep abstrak sesuai dengan dengan perkembangan peserta didik.

5. Meningkatkan kemampuan peserta didik mengemukakan temuan atau idea matematika dengan

 bahasanya sendiri, serta meningkatkan daya abstraksinya.6. Mendorong peserta didik agar bersemangat melakukan doing math.

7. Menerapkan konsep matematika dalam permasalahan IPA dan bidang studi lain, atau dalam

kehidupan sehari-hari.

8. Menggunakan bahasa simbol yang tepat dan konsisten.9. Menyiapkan peserta didik mempunyai kepercayaan diri, daya juang/saing agar sanggup

menghadapi perubahan dan persaingan globalisasi di masa yang akan datang.

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 11/34

 

BAB II

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK 

A. Sejarah Pemecahan Masalah

Manusia menyelesaikan/memecahkan suatu masalah, dimulai sejak awal keberadaannya.

Biasanya pemecahan suatu masalah dilakukan dengan cara coba-coba. Bagaimanapun,

efektivitas dan kepercayaan masalah yang original, prefentivitas, solusi, dan tantangan solusitidak dimulai seperti ketika para ilmuwan mengatur ulang dan mengembangkan metode

eksperimen, metoda yang biasanya disebut metode ilmiah.

Sepanjang sejarahnya, metode ilmiah/pemecahan masalah sering dipandang sebagian besar sebagai suatu metoda dari para ilmuwan. Di sini ada beberapa indikasi metode ilmiah yang

sebenarnya merupakan suatu metoda umum.

Menurut Darwiniana (Edmund, 2007), dalam buku yang berjudul We Are All Scientists (1863),dan dicetak ulang dalam buku A Treasury of Science (1948), dan menurut T.H. Huxley (1825-

1895; Ahli biologi dan ahli Filsafat Inggris), mereka menyatakan pemecahan masalah yaitu

:“The method of scientific investigation is nothing but the expression of the necessary mode of 

working of the human mind. It is simply the mode at which all phenomena are reason about,rendered precise and exact.” "Penyelidikan dari metoda ilmiah tak lain hanyalah ungkapan

gambaran metode yang penting tentang bagaimana kerja pikiran manusia. Itu hanyalah mode

sederhana pada semua gejala yang mempunyai penalaran secara tepat dan eksak."

Menurut Albert Einstein yang hidup dari tahun 1879-1955 ahli fisika dan moyangnya ahli fisikateori relativitas (Edmund, 2007) dalam bukunya yang dicetak pada tahun 1950 dengan judul Out

of My Later Years, pemecahan masalah merupakan : “The whole of science is nothing more than

a refinement of everyday thinking. It is for this reason that the critical thinking of the physicistcannot possibly be restricted to the examination of the concepts of his own special field.” Semua

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 12/34

ilmu pengetahuan tak lain hanyalah suatu penyulingan/perbaikan dari pemikiran sehari-hari.

Untuk penalaran berpikir kritis inilah para ahli ilmu fisika itu tidak mungkin bisa terbatas pada

 pengujian konsep-konsep dari bidang spesialnya sendiri"Menurut ahli filsafat pendidikan Irwin M. Copi tahun 1917 (Edmund, 2007), pengarang buku

 pengantar logika Introduction to Logic tahun 1982, pemecahan masalah adalah “As the term

„scientific‟ is gener ally used today, it refers to any reasoning which attempts to proceed fromobservable facts of experience to reasonable (that is, relevant and testable) explanations for thosefacts. The scientific method is not confined to professional scientists: anyone can be said to be

 proceeding scientifically who follows the general pattern of reasoning from evidence to

conclusions that can be tested by experience. The skilled detective is a scientist in this sense, asare most of us – in our more rational moments, at least.” "Seperti istilah 'ilmiah' yang secara

umum digunakan sehari hari, hal itu mengacu pada setiap penalaran yang mencoba untuk 

mengobservasi fakta-fakta yang tampak dari pengalaman yang relevan dan teruji berdasarkan

 penjelasan-penjelasan untuk fakta-fakta tersebut. Penggunaan metode ilmiah tidak terbatas pada para ilmuwan profesional: siapapun dapat dikatakan sedang melakukan proses secara ilmiah

yang mengikuti pola umum pengalaman tentang penalaran dari suatu pembuktian menuju

kesimpulan-kesimpulan yang teruji. Sebagai contoh : Reserse yang trampil adalah seorangilmuwan yang memiliki sense yang merupakan bagian terbesar dan lebih masuk akal bagi kita,."

Dengan demikian menurut sejarahnya, metode ilmiah/pemecahan masalah didefinisikan sebagai

suatu metoda umum yang universal, yaitu suatu metoda yang lengkap tentang kreativitas

 pemecahan masalah dan pengambilan keputusan untuk semua bidang kehidupan, termasuk kehidupan pribadi kita.

Metode ilmiah itu tak cukup hanya dipahami. Pada tahun 1947 seorang pendidik dan ilmuwan

yang terkenal mengklaim bahwa metode ilmiah/pemecahan suatu masalah tidak exist tetap. Iamenyatakan juga bahwa "tidak ada satu metoda." Selain itu, semua para ilmuwan dan teman-

temannya serentak mengklaim bahwa itu hanyalah suatu buku teks tentang suatu metoda, tak ada

metoda pemecahan masalah yang tunggal, tak ada suatu metoda yang kaku, yang ada hanyalah

suatu metode yang rasional untuk memecahkan masalah, sehingga pemecahan masalah dari parailmuwan haruslah mengikuti norma-norma dari masyarakat ilmiah dan masyarakat-masyarakat

lainnya. Tanpa mengindahkan klaim-klaim ini, walaupun demikian metode ilmiah atau metode

 pemandu pemecahan masalah untuk mengerjakan suatu adanya gagasan yang benar disetiapwaktu adalah ide yang terbesar.

Faktor-faktor ini sudah menimbulkan suatu penyimpangan pengetahuan tentang pemecahan

masalah. Jadi; dengan demikian, banyak buku tentang pemecahan masalah yang sangat diketahui pengarang mengalami kegagalan untuk mengaktifkan metode ilmiah sebagai suatu metoda

umum dan pemandu pemecahan masalah secara umum. Tetapi bagaimanapun juga, buku-buku

tentang pemecahan masalah tersebut berisi pengetahuan yang berharga tentang pemecahan

masalah secara umum dan pengetahuan tentang kreatifitas yang tidak logis, logis, dan teknis-teknis metoda, prosedur tentang prinsip-prinsip dan teori-teori, atribut-atribut dan ketrampilan-

ketrampilan berpikir yang diperlukan di berbagai langkah-langkah metode ilmiah tentang

 pemecahan masalah.

Selama berabad-abad, menurut Edmund (2007) nama-nama lain telah digunakan pada suatuistilah yang pada dasarnya merupakan istilah dari metode ilmiah. Beberapa contoh dari nama-

nama istilah dari metode ilmiah/pemecahan masalah adalah sebagai berikut

creative problem solving

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 13/34

operation research

scientific management

method of scholarsresearch methodology

decision making

and many more ...Kreativitas pemecahan masalahOperasi riset

Manajemen ilmiah

Metoda para sarjanaMetodologi penelitian

Pengambilan keputusan, dll method ofinvention

method of discovery

 pattern of investigationmethod of study

experimental method

 process of inquiry

Metoda penemuan

Metode discoveriBentuk suatu pola penyelidikan

Metoda dari studi

Metode ekperimentalProses dari inkuiri/penemuan

Menurut pengalaman, cara yang dilakukan orang agar segera dapat belajar memecahkan suatumasalah, yaitu dengan memecah secara rinci setiap masalah yang rumit, memisahkan dan

memecahkan sub permasalahan dan sub-sub masalah sebelum sampai pada penyelesaian dari

masalah utamanya. Jika masalah yang dihadapi bersifat kompleks dan penting, maka sub permasalahan perlu juga dipecahkan mengikuti cara tertentu yang sudah ada.

B. Pemecahan Masalah Matematik Pemecahan masalah dapat dipandang sebagai teknik, pendekatan dan tujuan dari suatu

 pembelajaran matematika.

Pemecahan masalah sebagai teknik berarti suatu teknik dalam pembelajaran matematika untuk 

menemukan jalan penyelesaian dari suatu permasalahan matematik. Polya dengan metodeheuristiknya (Posamentier dan Stepelmen, 2002: 110) menyatakan bahwa menyelesaikan suatu

masalah berarti menemukan jalan, dimana jalan itu belum pernah diketahui sebelumnya,

menemukan jalan keluar dari kesulitan, jalan melewati rintangan, mendapatkan hasil akhir tidak 

secara tiba-tiba dengan hasil yang tepat. Selanjutnya Polya (Posamentier dan Stepelmen, 2002:111) mengemukakan ada empat tahap atau langkah yang dapat ditempuh dalam pemecahan

masalah, (1) Memahami masalah (Understanding the problem solving), (2) Membuat rencana

 pemecahan (Divising a plan), (3) Melakukan perhitungan (Carrying out the plan) dan (4)Memeriksa kembali hasil yang diperoleh (Looking back ).

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 14/34

Tahap 1, teknik memahami masalah. Seorang siwa dikatakakan memahami suatu masalah berarti

ia mengetahui apa yang diketahui, apa yang tidak diketahui, apa yang ditanyakan, apa yang

merupakan datanya dan apa yang merupakan kondisi dari suatu masalah tersebut. Teknik untuk memudahkannya, tentu siswa tersebut bisa membuat suatu diagram dan notasi yang sesuai dari

 permasalahan tersebut. Sebagai contoh masalah problem solving untuk siswa SD (NCTM, 1989)

adalah: Saya memiliki uang berupa beberapa recehan koin-koin, yang terdiri dari beberapa sen,nekel (1 nikel = 5 sen) dan beberapa dime (1 dime = 10 sen) dalam saku saya. Saya meletakan 3dari koin-koin tersebut di atas tangan saya. Berapa banyaknya uang yang ada dalam genggaman

tanganku ?. Siswa yang memahami masalah berarti ia memahami apa yang diketahui, yaitu ; ada

 beberapa uang recehan berupa koin-koin sen, koin-koin nikel, dan koin-koin dime; ada tiga koinuang di genggaman tangan. Selanjutnya memahami apa yang ditanyakan, yaitu : berapa jumlah

total uang yang ada di dalam tangan. Siswa yang memahami masalah, salah satu tekniknya

diarahkan untuk menggambar tabel atau diagram yang bisa memudahkannya dan lebih

memahami masalah tersebut. Salah satunya adalah seperti Tabel 1 di bawah ini:Tabel 1. Tabel Koin

Sen (Pennies) Nickels Dimes Total Nilai

Tahap 2, tehnik dalam membuat rencana. Seorang siswa yang mampu membuat atau

merumuskan suatu rencana, berarti ia mampu menemukan hubungan di antara data, apa yang

diketahui dan tidak diketahui. Selain itu, ia akan mencari hubungan apakah ia pernahmenemukan kasus yang serupa seperti ini, rumusan dan metode penyelesaian mana yang akan

dipakainya. Artinya, dari contoh soal di atas, setelah siswa mengetahui hubungan antara nilai

koin-koin uang recehan (sen, nikel dan dime). Misalkan, nilai mata uang 1 dime = 10 sen, 1 nikel= 5 sen. Tentu siswa harus merencanakan teknik pengisian tabel, berapa koin yang sebaiknya di

isi pada daftar tabel 1 di atas, sesuai jumlah koin yang diminta.

Tahap 3, teknik menjalankan rencana/melakukan perhitungan. Pada tahap ke tiga ini, Polya

(Wahyudin, 2004) menganjurkan hendaknya kita/problem solver memeriksa tiap langkah,apakah kita mampu melihat bahwa masing-masing langkah itu benar dan apakah kita dapat

membuktikan bahwa langkah yang dilakukan benar. Dari contoh soal koin di atas, siswa yang

mampu melakukan tahap-tahap ini berarti ia mampu mengisi berapa koin yang seharusnya ada pada baris 1 tabel koin tersebut, misalnya banyak koin di tangan ada 3 sehingga total uang yang

ada dalam genggamannya 30 sen. Sebagai gambarannya, perhatikan baris ke satu pada Gambar 1

di bawah tentang pekerjaan siswa dalam menjalankan rencana solusi masalah tersebut.

Gambar 1. Pekerjaan Siswa dalam Menyelesaikan Masalah

Tahap 4, teknik memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Pada saat siswa mampu meninjau

kembali hasil pekerjaannya, maka tentu ia akan memeriksa hasil yang diperoleh (pada baris 1), iaakan mencari argumen untuk memeriksanya, kemudian apakah hasil yang ada dapat digunakan

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 15/34

untuk masalah yang lainnya, apakah ada cara lain yang dapat digunakan. Sehingga saat siswa

melakukan hal tersebut, dalam pikirannya terjadi konflik kognitif. Misalnya, bagaimana kalau

 jumlah dime bukan 3 koin ?. Mungkin siswa akan mengisi jumlah nikel 1 koin dan jumlah dime2 koin (baris ke dua) sehingga total uang yang ada 25 sen; atau nikelnya 2 koin dan dime-nya 1

koin (baris ke tiga) sehingga jumlah total uangnya 20 sen; atau banyaknya koin nikel di tangan

ada 3 koin sehingga jumlahnya 15 sen, begitu seterusnya. Teknik memeriksa kembali ini, akanmemungkinkan siswa melihat berbagai fenomena penyelesaian yang bisa dilakukan.Pemecahan masalah sebagai pendekatan berarti suatu proses dimana siswa menemukan

kombinasi dan aturan-aturan yang telah dipelajari sebelumnya yang dapat dipakai untuk 

memecahkan masalah yang dihadapi, hal ini sesuai dengan pendapat Utari (2004) yangmenjelaskan bahwa pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan

 berarti suatu cara untuk menemukan dan memahami materi atau konsep matematika. Wahyudin

(2004), menyatakan ada sepuluh strategi problem-solving yang dapat dijadikan dasar pendekatan

mengajar seperti itu, yaitu : (1) Bekerja mundur, (2) Menemukan suatu pola, (3) Mengambilsudut pandang yang berbeda, (4) Memecahkan suatu masalah yang beranalogi dengan masalah

yang sedang dihadapi tetapi lebih sederhana, (5) Mempertimbangkan kasus-kasus ekstrim, (6)

Membuat gambar, (7) Menduga dan menguji berdasarkan akal yang logis, (8) Memperhitungkansemua kemungkinan, (9) Mengorganisasikan data, (10) Penalaran logis. Sebagai ilustrasi,

misalnya seorang guru mendemonstrasikan sebuah pendulum yang terbuat dari seutas tali dan

sebuah beban. Siswa dikondisikan bekerja dalam kelompok kecil untuk membuat pendulum,

meneliti bagaimana fungsinya dan merumuskan permasalahan yang akan timbul. Pertanyaannyadapat meliputi : Berapa lama pendulum itu membentuk lingkaran ? Apa pengaruh panjang tali

terhadap lingkaran ? Apa pengaruh bandul itu terhadap lingkaran ? Apa pengaruh ketinggian

 bandul terhadap lingkaran ketika mulai terayun ? Berapa lama pendulum itu berputar ?.Kelompok-kelompok siswa itu pertama kalinya diarahkan untuk berbagi pertanyaan dengan

semua siswa di kelas tersebut, kemudian membentuk kelompok kecil untuk menentukan

 pertanyaan-pertanyaan yang mana akan diteliti. Mereka dapat mendiskusikan strategi dan solusi,

mengajukan pertanyaan, menguji konsekuensi dan alternatif, dan bagaimana hal itu berhubungandengan masalah sebelumnya, para kelompok siswa dibimbing, atau mereka sendiri menguji

hasil-hasil, menafsirkan solusi dan menguji serta memverifikasi apakah solusi itu benar. Melalui

 proses pembelajaran seperti itu akan memberikan pengalaman dan keyakinan pada siswa dalammenggunakan matematika. Oleh karena itu proses belajar mengajar matematika yang

menggunakan tehnik, dan pendekatan pembelajaran dengan pemecahan masalah haruslah siswa

yang proaktif, siswa benar-benar berperan sebagai student center, bukannya guru yang lebih aktif dalam menyajikan materi pelajaran, guru hanyalah sebagai pembimbing, negoisator, fasilitator 

dan moderator. Sehingga dalam PBM siswa mencari, menemukan, mengkontruksi, merumuskan

serta menyimpulkan setiap pengetahuan yang diperolehnya dalam memecahkan suatu

 permasalahan sendiri. Dengan demikian pemahaman matematik terhadap proses terbentuknyasuatu konsep matematik benar-benar lebih diutamakan.

Selanjutnya, Utari (2004) menjelaskan pemecahan masalah sebagai sebagai tujuan pembelajaran

 berarti pemecahan masalah adalah suatu kemampuan mengidentifikasi unsur yang diketahui,

ditanyakan serta kecukupan unsur yang diperlukan, merumuskan masalah dari situasi sehari-haridalam matematika, menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan

masalah baru) di dalam atau di luar matematika, menjelaskan atau menginterpretasikan hasil

sesuai permasalahan asal, menyusun model matematika dan menyelesaikannya untuk masalahnyata dan menggunakan matematika secara bermakna (meaningful). Utari (1994) juga

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 16/34

mendefinisikan problem solving sebagai kemampuan menyelesaikan masalah (soal) cerita yang

tidak rutin dan sangat kompleks, kemampuan mengaplikasikan matematika dalam kehidupan

sehari-hari atau keadaan lain, serta membuktikan atau menciptakan dan menguji suatu konjektur.Menurut Ruseffendi (1991) ada beberapa alasan mengapa soal-soal pemecahan masalah

diberikan kepada siswa, yaitu: (1) dapat menimbulkan keingintahuan, memotivasi, dan

membantu berpikir kreatif; (2) disamping memiliki pengetahuan dan keterampilan (berhitung,dan lain-lain), disyaratkan adanya kemampuan untuk terampil membaca dan membuat pernyataan yang benar; (3) dapat menimbulkan jawaban yang asli, baru, khas, dan beraneka

ragam, serta dapat menambah pengetahuan baru; (4) dapat meningkatkan aplikasi ilmu

 pengetahuan yang sudah diperolehnya; (5) mengajak siswa memiliki prosedur pemecahanmasalah, mampu membuat analisis dan sintesis, dan dituntut untuk membuat evaluasi terhadap

hasil pemecahannya; (6) merupakan kegiatan penting bagi siswa yang melibatkan bukan saja

satu bidang studi tetapi bila diperlukan mungkin bidang atau pelajaran lain, sehingga

merangsang siswa menggunakan segala kemampuannya dalam menyelesaikan permasalahandalam menghadapi kehidupannya kini maupun kelak di kemudian hari. Artinya, melalui problem

solving siswa akan mendapatkan peluang menjadi SDM yang handal dalam menghadapi

tantangan dan persaingan hidup akibat dari globalisasi. Oleh karena itu, kemampuan pemecahanmasalah matematik merupakan kekuatan utama yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran

matematika.

Dalam pembelajaran, Polya (1985) sesuai bukunya yang berjudul “How to Solve It” yang

memuat tentang „sepuluh perintah untuk para pengajar‟ (Ten Commandment for Teachers) agar dapat meningkatkan pemecahan masalah matematik siswa, maka guru dalam mengajar 

matematik dianjurkan memperhatikan hal sebagai berikut :

1. Be Interested in your Subject. Intereslah kepada subjek anda, dan terhadap segala keinginan pembelajar dalam mengkonstruksi pengetahuan sesuai prinsip didaktif dan metodologik. Di awal

 pertemuan, guru berupaya membangun komunikasi positif dengan anak didik. Berbagi

 pengalaman hidup, dan profil orang-orang sukses sesuai referensi yang ada. Hilangkan sekat-

sekat psikologis, ingin dianggap paling tahu, dianggap “kasta” lebih tinggi. Jika suksesmembangun hubungan positif itu, membuka peluang mengenali individualitas siswa yang

 berguna dalam memberi motivasi dan meningkatkan kemampuannya.

2. Know your Subject . Kenalilah siswa anda baik secara psikologis deduktif dan kemampuan-kemampuan kognitifnya, sehingga memberi permasalahan sesuai dalil pengkontrasan, dimulai

dari yang sederhana hingga yang komplek, dari yang mudah hingga yang sukar.

3. Try to read the face of your students, try to see their expectations and difficulties, put your self in their place. Cobalah untuk membaca mimik wajah siswa, cobalah melihat harapan dan

kesulitan mereka, tempatkanlah diri anda di posisi mereka. Bimbing siswa belajar untuk 

menemukan secara mandiri inti permasalahan dan penyelesaiannya, melalui belajar berkelompok 

atau diskusi, bersosialisasi, membentuk komunitas belajar yang produktif, serta pengalaman belajar bersama untuk mengembangkan pengetahuannya.

4. Realize that the best way to learn anything is to discover it by yourself. Cara terbaik belajar 

sesuatu adalah dengan menemukannya secara mandiri.

5. Give your students not only information, but also „know-how‟, „mental attitude‟, „the habitmethodical work‟. Berilah pengetahuan pada siswa bukan sekedar hanya informasi, tetapi juga

„bagaimana mengetahui‟, „sikap mental‟, dan „kebiasaan kerja metodis‟. Siswa adalah subjek 

 pembelajar, sedangkan guru motivator, fasilitaor, dan director of learning. Tugas utama guruadalah membentuk karakter pem belajar mandiri. Konsekuensinya, tidak hanya “menyuapi” siswa

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 17/34

dengan berbagai informasi, tetapi mengarahkan mereka agar menjadi seorang pemikir dan

 problem solver yang andal. Mereka diberi kesempatan luas untuk bertanya, mengkonstruksi

 pengetahuannya, menunjukkan kemampuan terbaiknya, dan menilai kemampuan diri secaraobjektif untuk membangun konsep diri yang prima dalam memecahkan setiap permasalahan

yang dihadapinya.

6. Let them learn guessing. Biarkan mereka belajar menduga.7. Let them learn proving. Biarkan mereka belajar membuktikan. Misalnya dengan memberikanlatihan-latihan soal, kuis, simulasi, dan teka-teki masalah yang berkaitan dengan suatu kontek,

untuk melatih dan menguji kemampuan berpikir mereka, agar terbiasa jika menghadapi

tantangan di kehidupan nyata. Dengan cara ini, mereka akan mampu menjadi problem solver yang handal sebagai hasil suatu pembelajaran yang tersusun, terencana sesuai dengan prinsip-

 prinsip pedagogig.

8. Look out for such features of the problem at hand as may be useful in solving the problem to

come. Try to disclose the general pattern that lies behind the present concrete situation. Lihat dan berhati-hatilah akan gambaran ciri-ciri masalah yang sudah ada ditangan kita, sehingga

gambaran tersebut dapat berguna dalam menyelesaikan masalah-masalah yang kemudian.

Cobalah untuk memperlihatkan pola umum yang terletak di belakang situasi kongkrit yangdiberikan. Situasi ini dilakukan ketika menjadi subjek pembelajaran dalam melewati proses

untuk menjadi seorang pemikir yang produktif dalam menghasilkan pemecahan ilmiah. Pada

 proses itu, ditemukan banyak hal: kemampuan metodologis berpikir, kreativitas dalam berkarya

ilmiah, dan pengembangan diri.9. Do not give your whole secret at once let the students guess before you tell it let them find out

 by themselves as much as it feasible. Janganlah memberikan terlau jauh seluruh cara

 penyelesaian, biarkanlah para siswa menerka sebelum guru mengajarkannya. Biarkanlah olehdiri mereka sendiri apa yang sesungguhnya dapat dikerjakan. Dorong dan bimbinglah siswa

sebagai seorang pemecah masalah (problem solver) yang baik. Memberikan kesempatan siswa

memecahkan masalah sampai batas kemampuan terbaik mereka, maka akan timbul banyak sekali

ide kreatif baru yang muncul, dengan demikian tanpa disadari guru pun menjadi seorang pembelajar yang menjadi semakin kaya dengan alternatif solusi yang ditawarkan siswanya.

10. Suggest it, do not force it down their throats. Doronglah dan bimbinglah mereka secukupnya,

 bila mereka gagal dalam memecahkan masalah jangan memarahinya.Sedangkan menurut NCTM (1989) karakteristik atmosfir kelas yang mendorong dan mendukung

usaha-usaha pemecahan masalah terjadi jika para siswa :

1. Mau dan harus berbagi pemikiran dan pendekatan dengan siswa lain dan guru. Peranan utamaguru hanya menyampaikan pendekatan penyelesaian masalah dalam proses belajar mengajar 

seluruh materi matematika, melalui pertanyaan yang menantang, spekulasi, penyelidikan dan

eksplorasi pengetahuan yang dilakukan para siswanya.

2. Belajar beberapa cara menyajikan masalah dan strategi penyelesaiannnya.3. Belajar menghargai problem solving seperti mereka menghargai solusi-solusinya.

4. Menciptakan dan memformulasikan masalah dari konteks dunia nyata dan tidak nyata,

 penyusunan data dan persamaan-persamaan masalah yang dihadapinya.

5. Menggunakan kekuatan dan manfaat matematika di sekitar mereka, sehingga siswa mampumenyiapkan konteks yang sesuai dan mempelajarinya serta mengaplikasikannya.

Dengan memperhatikan pendapat di atas, maka tentulah keberhasilan pembelajaran matematika

akan banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik dari segi guru, siswa, serta dukungandari semua komponen pendidikan yang langsung maupun tak langsung terlibat dalam

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 18/34

 pendidikan. Namun demikian, pendidiklah yang harus menjadi aktor yang menyesuaikan

keterbatasan serta kelebihan yang ada dalam mengimplementasikan pembelajaran agar para

 peserta didiknya berhasil.BAB III

PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL

A. Pembelajaran dengan Pendekatan KontekstualPendefinisian pengajaran kontekstual yang dikemukakan oleh para ahli sangatlah beragam,

namun pada dasarnya memuat faktor-faktor yang sama. Pembelajaran dengan pendekatan

kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL) adalah pembelajaran yang dimulai denganmengambil, mensimulasikan, menceritakan, berdialog, bertanya jawab atau berdiskusi pada

kejadian dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami siswa, kemudian diangkat kedalam

konsep yang akan dipelajari dan dibahas.

Menurut Berns dan Ericson (2001), pengajaran kontekstual adalah suatu konsep pengajaran yangdapat membantu guru menghubungkan materi pelajaran dengan situasi nyata, dan memotivasi

siswa untuk membuat koneksi antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-

hari dalam peran mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan pekerja, sehinggamendorong motivasi untuk bekerja keras menerapkan hasil belajar. Dengan demikian pengajaran

kontekstual merupakan suatu sistem pengajaran yang didasarkan pada penelitian kognitif,

sehingga guru harus merencanakan pengajaran yang cocok dengan tahap perkembangan siswa,

 baik itu mengenai kelompok belajar siswa, memfasilitasi pengaturan belajar siswa,mempertimbangkan keragaman siswa, serta mempersiapkan cara-teknik pertanyaan dan

assessmen otentiknya, sehingga pembelajaran mengarah pada peningkatan kecerdasan siswa.

Menurut sejarahnya, pengajaran kontekstual merupakan salah satu pendekatan konstruktivisme baru dalam pembelajaran matematika, yang pertama-tama dikembangkan di negara Amerika,

yaitu dengan dibentuknya Washington State Consortium for Contextual oleh Departemen

Pendidikan Amerika Serikat. Menurut Owens (2001) bahwa pada tahun 1997 sampai dengan

tahun 2001 diselenggarakan tujuh proyek besar yang bertujuan untuk mengembangkan, menguji,serta melihat efektivitas penyelenggaraan pengajaran matematika secara kontekstual. Proyek 

tersebut melibatkan 11 perguruan tinggi, 18 sekolah, 85 orang guru dan profesor serta 75 orang

guru yang sebelumnya sudah diberikan pembekalan pembelajaran kontekstual. Selanjutnya penyelenggaraan program ini berhasil dengan sangat baik untuk level perguruan tinggi dan

hasilnya direkomendasikan untuk segera disebarluaskan pelaksanaannya. Hasil penelitian untuk 

tingkat sekolah, yakni secara signifikan terdapat peningkatan ketertarikan siswa untuk belajar,dan meningkatkan partisipasi aktif siswa secara keseluruhan.

Selanjutnya, hasil penelitian Northwest Regional Education Laboratories (Depdiknas, 2002)

melaporkan bahwa pengajaran kontekstual dapat menciptakan kebermaknaan pengalaman belajar 

dan meningkatkan prestasi akademik siswa. Demikian pula Owens (2001) menyatakan bahwa pengajaran konteksual secara praktis menjanjikan peningkatan minat, ketertarikan belajar siswa

dari berbagai latar belakang serta meningkatkan partisipasi siswa dengan mendorong secara aktif 

dalam memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengkonstruksi pengetahuan dan

mengaplikasikan pengetahuan yang telah mereka peroleh sehingga dapat meningkatkan pemecahan masalah matematik dikehidupan sehari-hari.

Dalam pembelajaran kontekstual siswa mempelajari konsep-konsep matematika dikaitkan

dengan kehidupan lingkungan kesehariannya, dan dampak dari pengambilan konteks lingkungansekitar ini akan memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap watak, sikap dan pola pikir 

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 19/34

serta kemampuan siswa dalam menanggapi dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.

Dengan demikian orang yang sering mendapat stimulus dan respon dari lingkungan akan terus

 bertambah dan berkembang tingkat kecerdasannya. Hal tersebut senada dengan pendapatJohnson (Kurniawan, 2006), orang yang paling sering merespon lingkungan melalui panca

indranya adalah orang yang memiliki kesempatan lebih besar untuk tumbuh dan berkembang

dalam pemikirannya. Jadi dengan membiasakan siswa untuk dapat aktif mengkontruksi pengetahuan secara sistematik, akan memberi peluang meningkatkan pemahaman dan pemecahan masalah matematiknya sehingga dapat meningkatkan prestasi belajarnya.

Selanjutnya dalam sebuah laporan untuk Northwest Regional Educational Laboratory, Owens

(2001) mengemukakan tujuh elemen kunci dari pengajaran kontekstual yaitu belajar bermakna, penerapan pengetahuan, berpikir tingkat tinggi, kurikulum yang dikembangkan berdasarkan

kepada standar yang sesuai, responsif terhadap budaya, dorongan aktif serta penilaian yang

otentik. Hal tersebut senada dengan pendapat Depdiknas (2002:10) yang menyatakan :

Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yaitu :Konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat

 belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (relfection), dan asesmen otentik (

authentic assesment).

Pendapat lain mengenai komponen-komponen utama dari pengajaran kontekstual yaitu menurut

Johnson (Kurniawan, 2006), pengajaran kontekstual berarti membuat koneksi untuk menemukan

makna, melakukan pekerjaan yang signifikan, mendorong siswa untuk aktif, pengaturan belajar sendiri, bekerja sama dalam kelompok, menekankan berpikir kreatif dan kritis, pengelolaan

secara individual, menggapai standar tinggi, dan menggunakan asesmen otentik.

Menurut Zahorik (Depdiknas, 2002:7) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek  pembelajaran kontekstual, yaitu :

1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge)

2. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara

keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun (a) Konsep

sementara (hipotesis), (b) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan

(validisasi) dan atas dasar tanggapan itu (c) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.4. Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge)

5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan

tersebut.Dengan memperhatikan pendapat-pendapat para ahli tentang pengajaran kontekstual di atas,

menurut penulis pengajaran ini menekankan pada berpikir tingkat tinggi, penggunaan

 pengetahuan antar lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisaan dan pensintesaan informasi-

data dari berbagai sumber, sehingga tak diragukan lagi bahwa pembelajaran kontekstual akanmeningkatkan kemampuan dasar matematik, khususnya kemampuan pemahaman, pemecahan

masalah, koneksi dan komunikasi matematik siswa

Selanjutnya aktifitas pengajaran kontektual yang dikembangkan dalam penelitian ini akan

difokuskan untuk mengikuti komponen-komponen pengajaran kontekstual menurut Bern dan DeStefano (2001), yaitu :

1. Belajar Berbasis Masalah

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dimulai dengan menghadapkan siswa kedalamsuatu permasalahan nyata / disimulasikan yang menantang agar siswa dapat termotivasi untuk 

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 20/34

menyelesaikannya. Ketika siswa berhadapan dengan permasalahan itu, mereka menyadari bahwa

hal tersebut dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, artinya mereka akan menyadari bahwa

untuk menyelesaikan permasalahan tersebut siswa harus dapat mengkonstruksi pengetahuansecara kritis dengan cara mengkoneksikan serta mengintegrasikan informasi, ide-ide serta konsep

 pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu yang ia miliki.

2. Belajar dengan Multi KonteksBelajar dengan multi konteks artinya siswa belajar sesuai dengan keadaan kondisi sehari-hari,sehingga pengetahuan yang didapat dari sekolah dapat diaplikasikan di tempat kerja, di rumah,

 bahkan di lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu proses belajar siswa dalam mendapatkan

 pengetahuan diperoleh melalui suatu pengkoordinasian yang melibatkan konteks sosial dan fisik,sehingga setting pembelajaran dapat dilakukan di dalam atau di luar ruang kelas. Hal ini sesuai

dengan pendapat Sears dan Hersh (Kurniawan, 2006) yang mengasumsikan bahwa pengetahuan

tidak mungkin dapat dipisahkan dari konteks dan aktivitas yang terkait dengan proses

 pengembangan pengetahuan tersebut. Jadi, bagaimana seseorang belajar harus memperhatikansituasi-kondisi di mana dia belajar dalam mendapatkan pengetahuan secara bermakna.

3. Belajar Mandiri (BM)

Belajar mandiri (Self Regulated Learning) menurut Bern dan De-Stefano (Suryadi,2005),mencakup tiga karakteristik sentral yaitu : (1) kesadaran berpikir, (2) penggunaan strategi, dan

(3) pemeliharaan motivasi. Pengembangan sifat PBM pada diri seseorang meliputi peningkatan

kesadaran tentang berpikir efektif serta kemampuan menganalisis kebiasaan berpikir. Seseorang

memiliki peluang untuk mengembangkan keterlibatannya secara pribadi dalam kegiatanobservasi, evaluasi, dan bertindak untuk mengarahkan tiap rencana yang dia buat, strategi yang

dipilih, serta evaluasi tentang pekerjaan yang dihasilkan. Agar motivasi belajar siswa selalu

terpelihara baik, maka beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah tujuan aktivitas yangdilakukan, tingkat kesulitan serta nilainya, persepsi siswa tentang kemampuannya untuk 

mencapai tujuan tersebut, dan persepsi siswa apabila mereka berhasil atau gagal dalam mencapai

tujuan pembelajaran.

Peranan siswa dan guru dalam belajar mandiri sesuai dengan tabel 1.Tabel 1

Peran Siswa dan Guru dalam Belajar Mandiri

Peran Siswa Peran Guru• Berperan aktif dalam proses belajar 

• Mendefiniskan tujuan belajar serta masalah yang bermakna secara personal 

• Menumbuhkan motivasi dari kebermaknaan tujuan, proses dan keterlibatan dalam belajar  • Mempertimbangkan berbagai macam pilihan strategi serta memilih strategi yang dianggap

 paling sesuai untuk mencapai tujuan

• Menyadari serta melakukan umpan balik atas proses berpikir yang dilakukannya dan secara

 berkelanjutan mengembangkan pembelajarannya.• Memperoleh makna serta pengetahuan dan melakukan transfer atau aplikasi pada pemecahan

masalah yang dihadapi secara kreatif dan inovatif 

• Berfikir secara refleksi sebagai alat untuk mengembangkan aspek kognitif dan transfer 

 pengetahuan.• Berpartisipasi dalam evaluasi untuk pengembangan kemajuannya. 

• Memfasilitasi lingkungan belajar yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan

 pengaturan belajar secara mandiri.• Menciptakan kesempatan untuk terjadinya aktifitas pribadi yang terkendali, bekerja kelompok,

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 21/34

dan berbagi pengetahuan.

• Membimbing siswa untuk belajar sebagaimana mestinya. 

• Bertindak sebagai fasilitasi dan pembimbing• Menjadi model, mediator, dan moderator yang kondisional dengan kebutuhan siswa 

• Membantu siswa untuk meningkatkan pemahaman serta mengkoneksikan pengetahuan yang

dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru.• Aktif mendengarkan, bertanya, menyediakan balikan, serta menolong siswa untuk selalu berfokus pada permasalahan yang dihadapi

Sumber : Dimodifikasi dari Suryadi (2005)

4. Penilaian yang Otentik Penilaian yang otentik adalah suatu penilaian yang tidak hanya mementingkan produk 

 pembelajaran, tetapi lebih berorientasi pada proses sehingga pelaksanaan penilaian menyatu

selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan cara ini, maka setiap perkembangan peserta

didik baik individu maupun kelompok akan teramati, sehingga setiap kelebihan dan kelemahanyang ditemukan akan segera dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik bagi siswa maupun guru.

5. Masyarakat Belajar 

Aktivitas siswa selama KBM berlangsung melibatkan suatu komunitas belajar tertentu yangdikenal sebagai masyarakat/komunitas belajar (Learning Community). Dalam komunitas ini

siswa memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar, peserta didik berbicara

mengemukakan pendapatnya, berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan orang lain serta

 bekerja sama dalam suatu kelompok kecil (4-5 orang siswa), saling berargumen dan menghargai pendapat orang lain, oleh karena itu dalam pembelajaran akan terjadi suatu proses umpan balik 

yang aktif baik antar siswa maupun dengan guru. Dengan terjadinya interaksi tersebut, maka

dengan sendirinya timbul refleksi hasil pemikiran siswa ataupun kelompoknya, yang akhirnyaakan meningkatkan pemahaman dan pemecahan masalah matematik setiap siswa.

Dengan memperhatikan aktifitas pengajaran kontekstual menurut Bern dan De Stefano serta

Zahorik di atas, maka seting pembelajaran pada penelitian ini adalah :

1) Siswa dibuat kelompok kecil sekitar 4-5 orang dengan kemampuan yang heterogen.2) Kelompok siswa diberikan permasalahan dalam bentuk kontekstual atau yang disimulasikan.

Permasalahan dipilih yang menantang siswa untuk dicari solusinya, dalam bentuk LKS.

3) Siswa mengeksplorasi pengetahuan dengan cara mengkoneksikan, mengkomunikasikan serta pengintegrasian pengetahuan yang ia miliki dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi

secara berkelompok.

4) Guru dengan sistem tanya jawab yang interaktif antara siswa dengan siswa ataupun denganguru, untuk menjelaskan hal yang tidak dimengerti oleh siswa. Guru memberikan peluang pada

siswa untuk menanggapi terhadap pertanyaan ataupun jawaban siswa yang lainnya.

5) Saat siswa mengerjakan LKS per kelompok, guru berkeliling untuk dapat bertindak sebagai

fasilitator, moderator dalam membimbing kelompok siswa yang bermasalah.6) Saat siswa selesai berdiskusi secara berkelompok, guru bersama siswa membahas

 permasalahan dari soal yang disajikan.

7) Diakhir pertemuan, diadakan refleksi terahadap pembelajaran yang sudah berlangsung. Siswa

mampu merangkum hasil pembelajaran.

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 22/34

 

BAB IVREFLEKSI DISKUSI DAN KESIMPULAN

A. Refleksi

Pemahaman dan pemecahan masalah matematik (PPMM) merupakan bagian dari kekuatandalam proses dan tujuan suatu pembelajaran matematika. Tanpa melalui pemahaman matematik,

maka seseorang yang sedang dalam belajar matematika maka ia tak akan mampu melakukan

komunikasi, koneksi ataupun memecahkan masalah/soal matematika yang dijumpainya. Oleh

karena itu dalam pembelajaran matematika di setiap jenjang pendidikan PPMM haruslah menjaditarget yang akan dicapai, baik dalam proses maupun hasil pembelajarannya. Terlebih dengan

telah diberlakukannya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang mengisyaratkan bahwa

siswa setelah mempelajari matematika diharapkan memiliki kemampuan pemahaman, pemecahan masalah, komunikasi dan koneksi matematik.

Pendefinisian dari pemahaman dan pemecahan masalah matematik dari pendapat para ahli sangat

 beragam, walaupun demikian pada hakekatnya hal tersebut dapat dipandang sebagai proses dantujuan. PPMM dipandang sebagai proses artinya PPMM merupakan suatu aktifitas kognisi

mental dalam proses pembelajaran dalam memahami suatu masalah/konsep matematika, serta

 proses memecahkan masalah ide/konsep matematika yang dilakukan siswa secara langsung

maupun tak langsung. PPMM sebagai tujuan berarti PPMM merupakan suatu kemampuan dalam bidang pemahaman matematika, pemecahan masalah matematik yang dimiliki siswa setelah

melalui proses yang intensif dan simultan pada pembelajaran matematika.

Salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang diduga dapat meningkatkan PPMM adalah

 pendekatan pembelajaran kontekstual/ contextual teaching and learning (CTL), hal inidikarenakan dalam proses pembelajaran CTL, siswa digiring agar memiliki kemampuan PPMM

yang dimulai dari suatu basis masalah nyata atau simulasi masalah multi konteks dimana siswa

dibimbing serta diarahkan berperan pro aktif dalam aktivitas belajar mandiri (Self RegulatedLearning), serta melibatkan suatu komunitas masyarakat belajar tertentu (Learning Community).

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 23/34

Artinya, pada pendekatan pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama proses

 pembelajaran matematika secara bermakna, yaitu : konstruktivisme (constructivism),

menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (relfection), dan asesmen otentik ( authentic assesment). Dengan

demikian komponen-komponen utama dari pengajaran kontekstual tersebut, menurut Johnson

(Kurniawan, 2006), pengajaran kontekstual berarti membuat koneksi, melakukan komunikasiuntuk menemukan makna pemahaman konsep/ide matematik, melakukan pekerjaan yangsignifikan, mendorong siswa untuk berpikir aktif dalam memecahkan suatu permasalahan

melalui belajar sendiri, bekerja sama dalam kelompok, menekankan berpikir kreatif dan kritis,

 pengelolaan kemampuan matematika secara individual untuk menggapai standar tinggi, dalam prinsip asesmen yang otentik agar sisiwa memiliki kemampuan PPMM yang diharapkan..

B. Diskusi Hasil Penelitian Terdahulu

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang mendukung CTL dengan prinsip studi kooperarif dan pembelajaran matematika secara bermakna lainnya dari sejumlah studi (Mahpudin, 2006;

Marjuki, 2006; Mina, 2006; Hutagaol, 2006; Kurniawan, 2006; Rauf, 2004; Sumarmo, 1987;

Wardani, 2002; Kaimudin 2003; Hulukati, 2005; Heruman, 2002; Zulkifli, 2004; dan Owens,2001). Secara umum melaporkan hasil belajar matematika dalam berbagai aspek berpikir 

matematik (kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah matematik) dengan hasil

 penelitian yang tergolong antara sedang dan baik 

Mahpudin (2006) melakukan studi eksperimen pada siswa kelas 2 SMP Subang, hasil penelitiannya mengungkapkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP yang

memperoleh pembelajaran model hibrid lebih baik daripada siswa yang memperoleh

 pembelajaran model tradisional. Tingkat kemampuan pemecahan masalah matematikanya berada pada kemampuan sedang.

Marjuki (2006), dengan studi eksperimennya pada siswa kelas 2 MAN Buntet Cirebon

mengungkapkan bahwa, peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang

memperoleh pembelajaran dengan pendekatan kooperatif menunjukan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.

Studi eksperimen Mina (2006) pada siswa SMA kelas 2 di Bandung melaporkan bahwa, berpikir 

kritis siswa dengan indikator pemahaman matematik pada pembelajaran open ended lebih baik hasilnya dibandingkan siswa yang mengikuti pembelajaran matematik secara konvensional.

Hutagaol (2006), melakukan studi eksperimen pembelajaran kontekstual pada siswa kelas 8 di

SMPN 1 Cisarua Bandung. Hasil penelitian ternyata siswa yang pembelajarannya dengan pendekatan kontekstual, kemampuan representasinya lebih baik dari pada siswa yang

 pembelajaran secara konvensional. Selain itu, siswa yang pembelajarannya dengan pendekatan

kontekstual ternyata kemampuan pemahaman dalam mengkaji, menduga hingga membuat

kesimpulan berkembang lebih baik dari pada siswa yang pembelajaran secara konvensional.Kurniawan (2006), melakukan penelitian eksperimen dengan CTL pada siswa kelas 1 SMKN 1

Kadipaten Majalengka. Ternyata hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang pembelajaran

matematikanya secara CTL memiliki peningkatan kemampuan koneksi matematik yang lebih

 baik dibandingkan siswa yang pembelajaran secara tradisional. Selain itu, pada hasil penelitianini terungkap pula bahwa terdapat hubungan yang positif, antara skala sikap dan pengetahuan

 penunjang yang dimiliki siswa terhadap kemampuan koneksi matematiknya. Berdasarkan respon

yang ditunjukkan melalui skala sikap pasca pembelajaran kontekstual, ternyata rata-rata siswamenunjukan sikap yang positif terhadap matematika dan pembelajarannya, sehingga melalui

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 24/34

 pembelajaran CTL berpeluang besar meningkatkan kemampuan koneksi matematik dimasa

mendatang.

Rauf (2004) yang melakukan studi eksperimen pada siswa SMP kelas 2 Toli-Toli,mengungkapkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan pemahaman

konsep dan kemampuan koneksi matematik siswa. Aspek kemampuan pemahaman dan

kemampuan koneksi matematika siswa mencapai standar yang cukup tinggi. Selain itu, berdasarkan hasil skala sikap terungkap bahwa siswa berpendapat dan menunjukkan sikap yang positif terhadap matematika, kegiatan pembelajaran kontekstual dan terhadap soal-soal koneksi

matematik.

Studi Sumarmo (1987) terhadap siswa SMA kelas 2, mengungkapkan adanya hubungan yang berarti antara kemampuan pemahaman dan penalaran matematika dan hasil belajar siswa dalam

tes formatif matematika, fisika, kimia, dan bahasa Indonesia. Kemampuan pemahaman yang

ditelitinya adalah pemahaman analogi.

Wardani (2002), melakukan penelitian eksperimen melalui model kooperatif tipe jigsaw padasiswa Kelas 1 di SMA 1 Kabupaten Tasikmalaya dengan populasi siswa sebanyak 8 kelas. Hasil

 penelitian menunjukan bahwa siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

ternyata kemampuan pemecahan masalah matematik untuk tiap aspeknya lebih baik dari padasiswa yang pembelajarannya secara konvensional. Selain itu, ternyata siswa dengan model

kooperatif jigsaw lebih aktif, 79,2% waktu pembelajarannya digunakan untuk membaca buku,

LKS, berdiskusi antar siswa, dan mengerjakan latihan.

Kaimudin (2003), meneliti pemecahan masalah matematika siswa SD kelas V di Kendari melalui belajar dalam kelompok kecil. Sampel yang terlibat dalam penelitian sebanyak 30 siswa.

Penelitian eksperimen tanpa kelas kontrol ini menghasilkan : (1) Siswa yang mula-mula

kemampuan pemecahan masalahnya kurang ternyata setelah belajar dengan kelompok kecilkemampuannya meningkat; (2) Kesalahan siswa yang yang paling banyak dalam memecahkan

masalah matematika terdapat pada aspek memeriksa hasil perhitungan; (3) Aktivitas siswa dalam

kelompok kecil tergolong tinggi; (4) secara umum sikap siswa terhadap pembelajaran dengan

 pemecahan masalah adalah positif.Hulukati (2005), melakukan penelitian eksperimen melalui model pembelajaran generatif siswa

Kelas 2 SMP level tinggi dan rendah di Kabupaten Gorontalo dengan sampel sebanyak 160

siswa. Hasil penelitian menunjukan bahwa siswa yang menggunakan model pembelajarangeneratif kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematiknya lebih baik 

dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensional. Namun untuk siswa

level tinggi ternyata kemampuan komunikasi matematik pada pembelajaran generatif tidak memberikan pengaruh yang berarti, sedangkan kemampuan pemecahan masalah matematiknya

untuk siswa level tinggi dan rendah memberikan pengaruh yang berarti.

Hasil penelitian pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yang dilakukan di SD Negeri

Adetex Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung oleh Heruman (2002), ternyata pembelajarankontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada pokok bahasan pecahan,

siswa terlibat aktif dan mampu mengkaitkan topik yang lalu dengan masalah yang dihadapi

sehingga siswa bergairah dalam belajar matematika. Selain itu terungkap pula bahwa selama

 proses pembelajaran siswa menunjukkan sikap yang positif, senang belajar berkelompok maupun perorangan, tidak putus asa dalam menghadapi masalah yang sulit dan percaya diri dalam

memecahkan masalah sehari-hari.

Selanjutnya penelitian CTL yang dilakukan pada awal semester ganjil tahun pelajaran 2003/2004di SD Babussalam Kecamatan Tampan Pekanbaru (Zulkifli, 2004), mengungkapkan

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 25/34

 pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dengan cara memberikan LKS pada siswa, maka

siswa akan terlibat aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan. Selain itu, terjadi peningkatan hasil

 belajar siswa yang signifikan, yaitu berada pada kualifikasi cukup baik.Hasil penelitian yang dilaksanakan di negara Amerika, The Contextual and Consortium yang

 bekerjasama dengan Oregon University (Rauf,2004) menyimpulkan :

• Banyak siswa menerima dan bertanggung jawab untuk belajar mandiri, • Siswa merasa senang dalam belajar secara interaksi sosial, • Semua siswa dalam belajar terlayani, baik yang pintar, sedang maupun yang lambat, 

• Guru berperan sangat penting dalam pembelajaran dan penyusunan rencana KBM,

• Kelas yang terbuka dan siswa bekerjasama secara team merupakan kunci keberhasilan pembelajaran.

Selain itu, penelitian Washington State Consortium for Contextual (Owens,2001) melaporkan

 bahwa secara signifikan terdapat peningkatan ketertarikan siswa untuk belajar, meningkatkan

secara utuh partisipasi siswa untuk aktif dalam proses belajar mengajar, sehingga dapatmenciptakan kebermaknaan pengalaman belajar dan meningkatkan prestasi akademik siswa.

Dengan kata lain, bahwa pembelajaran dengan pendekatan konteksual secara praktis menjanjikan

 peningkatan minat, ketertarikan belajar, serta meningkatkan partisipasi siswa dalam memberikan peluang kepada siswa untuk mengkoneksikan dan mengaplikasikan pengetahuan yang telah

mereka peroleh, sehingga prestasi akademiknya akan meningkat.

C. Diskusi Kelemahan Pembelajaran KontekstualPada Bab III di depan, dikemukakan tentang pembelajaran kontekstual (CTL) dan metode jigsaw

serta beberapa indikator implementasi kekuatan dalam pembelajaran matematika dibandingkan

dengan pembelajaran secara konvensional, walaupun demikian ada beberapa hal yang didugasebagai indikasi kelemahan dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konteksual,

indikasi tersebut adalah :

1. Memerlukan waktu yang relatif lama agar siswa sampai pada pengetahuan formalnya.

2. Karena menggunakan permasalahan dalam konteks-konteks yang berbasis masalalahkontekstual, siswa pada level sedang dan rendah sulit mencapai kemampuan formalnya,

sedangkan pada siswa level tinggi, terkadang membuat rasa bosan.

3. Tidak tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang CTL diberbagai level pendidikandisetiap daerah.

4. Pada prinsip learning comunity, terutama dalam menghadirkan model dalam KBM sangatlah

sulit.5. Sangat cocok pada siswa dengan kemampuan sedang dan rendah, tetapi untuk siswa dengan

level kemampuan tinggi perlu dibuat suatu konteks permasalahan yang tidak akan

membosankan.

6. Adaptasi CTL dan Jigsaw pada siswa sulit dilakukan, terutama saat siswa memberi komentar dan menjelaskan konsep yang muncul di antara temannya. Hal ini karena budaya/kebiasaan

 belajar yang konvensional yang biasa dilakukan sehingga keberanian mengungkapkan pendapat

masih rendah dan diskusi kurang hidup.

7. Believe guru tentang pembelajaran konvensional yang sudah tertanam lama, sehinggakemampuannya dalam implementasi CTL masih kurang sehingga perlu pelatihan-pelatihan

tentang apa, mengapa dan bagaimana implementasi CTL yang seharusnya dilakukan.

8. Muatan kurikulum yang masih padat, memungkinkan guru hanya menggunakan metode, pendekatan pembelajaran yang mereka senangi dan kuasai, guna mencapai target kurikulum

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 26/34

tersebut.

9. Tidak semua materi metematika dapat cocok diberikan dengan pembelajaran CTL

D. Kesimpulan

Pemahaman dan pemecahan masalah matematik (PPMM), merupakan bagian dari kekuatan

dalam proses dan tujuan suatu pembelajaran matematika. Kemampuan PPMM dalam suatukonsep matematika, diawali dengan kemampuan pemahaman konsep matematik yang kemudian berlanjut pada proses pemahaman dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematik, sedangkan pada level konsep matematika yang lebih tinggi kemampuan pemecahan

masalah dapat meningkatkan pemahaman konsep matematik selanjutnya. Selain itu, masing-masing kemampuan PPMM saling menunjang satu sama lainnya, demikian seterusnya sehingga

terjadi siklus kemampuan PPMM seperti gambar berikut :

Gambar 3.

Siklus Kemampuan Pemahaman Pemecahan Masalah Matematik 

Walaupun pendekatan pembelajaran CTL diduga memiliki kelemahan-kelemahan, namun

 berdasarkan hasil-hasil penelitian pendekatan dan metode pembelajaran tersebut diyakini dapat

meningkatkan kemampuan matematik siswa yang akan berdampak pada meningkatnya prestasi belajar matematika pada umumnya. Oleh karena itu, sudah sepantasnya ada suatu penelitian yang

mengimplementasikan pendekatan pembelajaran CTL dalam meningkatkan kemampuan PPMM

siswa.

Daftar Pustaka

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 27/34

 

Alfeld, P (2004). Understanding Mathematics. Utah : Departemen of Mathematics. University of 

Utah. Tersedia : http:/www math utah edu/-alfeld/math html. (Mei 2008).

Anderson dan Krathwohl (20011). The Cognitive Process Dimension of The Revised Version of 

Bloom‟s Taxonomy in The Cognitive Domain. The Lost Journal of Ven Polypheme. Tersedia :http://www.. enpolypheme.com/bloom.htm. (Mei 2008).

Aronson, E (2008). Jigsaw in 10 Easy Steps. Tersedia : http://www.jigsaw.org/ steps.htm. (Juni

2008)

Asikin, M (2002). Menumbuhkan Kemampuan Komunikasi Matematika melalui Pembelajaran

Matematika Realistik. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya, ISSN : 0852-7792 Tahun VIII,

Edisi Khusus, Juli 2002.

Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Communicating, K-8. Helping Children

think Mathematically. New York: Macmillan Publishing Company.

Berns, R and De-Stefano,J (2001) Best Practise in Contextual Teaching and Learning (A

Research Monograph). Office of Vocational and Adult Education.

Berns, R.G and Erickson, P.M. (2001). Contextual Teaching and Learning. The Highlight Zone :

Research a Work No. 5 (Online) Available: http:

//www.ncte.org/publications/infosyntesis/highlight 05/index.asp ?dirid = 145 & dspid =1.

Dahlan, J.A (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama melalui Pendekatan Open-ended. Bandung: Disertasi PPS

UPI. (Tidak diterbitkan).

Depdiknas (2002). Pendekatan Kontekstual. Jakarta : Dirjen Dikdasmen.

Edmund, N.W (2007). History of Problem Solving. Tersedia : http :// www.problem solving. net

/booklet. html. (Mei 2008)

Hudoyo, H (1998). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di depan Kelas.

Surabaya : Usaha Nasional.

Hulukati, E (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan MasalahMatematika Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Generatif. Disertasi. Bandung : Program

Pascasarjana UPI (Tidak diterbitkan).

Kurniawan, R (2006). Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual untuk MeningkatkanKemampuan Koneksi Matematik Siswa SMK. Tesis. Bandung : UPI (Tidak diterbitkan).

Mercer, et al (1998). Understanding Math Learning Problems. Math Vids. Tersedia :http://coe.jmu.edu/Mathvids2/understanding/understanding.html. (Juni 2008).

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 28/34

 

 National Council Of Teacher Of Mathematics (1989). Curriculumm and Evaluation Standards

for School Mathematics. Virginia : NCTM, Inc.

 National Research Council's (2002). What Can Teacher Do. Published by the National Academy

Press. Tersedia : http://books.nap.edu/openbook.php?record_id=10434&page=37. (Mei 2008).

Owens, T. (2001, Spring). Teacher Preparation for Contextual Teaching and Learning A

Statewide Consortium Model. Portland, Oregon; Northwest Regional Educational Laboratory.

Posamentier, A.S., dan Stepelmen, J (2002). Teaching Secondary Mathematics: Techniques and

Enrichment Units. Upper Saddle River, NJ: Pearson Education, Inc.

Polya, G (1985). How to Solve It. A New Aspect Mathematical Methods. New Jersey : PearsonEducation. Inc.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinyadalam Pengajaran Matematika CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T (1988). Pengantar Kepada Membantu Guru mengembangkan Kompetensinya

dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

Ruspiani. (2000). Kemampuan Siswa dalam Melakukan Koneksi Matematik. Tesis Bandung :

Program Pascasarjana UPI. (Tidak diterbitkan).

Rusyana, A (1998). Penerapan Model Mengajar Induktif dengan Menggunakan Pendekatan

Analogi sebagai Upaya untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa melalui Pengajaran Biologi.

Tesis. Bandung : IKIP (Tidak diterbitkan).

Saragih, S (2007).Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik 

Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pendekatan Matematik Realistik. Disertasi. Bandung: Program Pascasarjana UPI. (Tidak diterbitkan).

Slavin, R.E (2008). Cooperative Learning. Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Suherman, et al (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Common Text Book.

Bandung : Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

Suryadi, D (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan

Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir 

Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi. Bandung : Program Pascasarjana UPI. (Tidak 

diterbitkan).

Utari (1987). Kemampuan Pemahaman dan penalaran Matematika siswa SMA Dikaitkan dengan

Kemampuan penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi.Bandung : Fakultas Pascasarjana IKIP Bandung. (Tidak diterbitkan).

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 29/34

 

Utari (1994). Suatu Alternatif Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika pada Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian. Bandung: IKIPBandung. (Tidak diterbitkan).

Utari (2003). Pembelajaran ketrampilan Membaca pada Siswa Sekolah Menengah danMahasiswa Calon Guru. Makalah. Bandung : FPMIPA UPI. Makalah Disampaikan padaSeminar Nasional Pendidikan MIPA UPI, tanggal 25 agustus 2003

Utari (2004). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum BerbasisKompetensi. Makalah. Bandung : Program Pascasarjana UPI. Makalah Disajikan Pada

Pertemuan MGMP Matematika SMP Tasikmalaya, tanggal 11 februari 2004.

Utari (2005). Pengembangan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP dan SMU sertaMahasiswa Strata Satu (S1) melalui Berbagai Pendekatan Pembelajaran. Laporan Penelitian.

Bandung : Lemlit UPI. (Tidak diterbitkan).

Wahyudin (2004). Peranan Problem Solving. Makalah. Bandung : Program Pascasarjana UPI.

(Tidak diterbitkan).

Wanhar (2000). Hubungan antara Konsep Matematika Siswa dengan KemampuanMenyelesaikan Soal-Soal Fisika. Tesis. Bandung : UPI. Tidak diterbitkan.

Diposkan oleh Matematikanya Rudy K S3 di 12:05 

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 30/34

JUDUL : Efektivitas Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Dalam Meningkatkan

Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Kendari

2. LATAR BELAKANG

Pendidikan adalah usaha sadar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikanmerupakan salah satu cara pembentukan kemampuan manusia untuk menggunakan rasionalseefektif dan seefisien mungkin sebagai jawaban dalam menghadapi masalah-masalah yang

timbul dalam usaha menciptakan masa depan yang baik.

Yuwono dalam Sudarsiah (2005:1), mengemukakan bahwa sudah banyak usaha yang dilakukanoleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, khususnya kualitas

 pendidikan matematika di sekolah, namun belum menampakkan hasil yang memuaskan, baik 

ditinjau dari proses pembelajarannya maupun dari hasil prestasi belajar siswanya.

Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai sangat memegang peranan penting karena matematika dapat meningkatkan pengetahuan siswa dalam berpikir secara logis,

rasional, kritis, cermat, efektif, dan efisien. Oleh karena itu, pengetahuan matematika harus

dikuasai sedini mungkin oleh para siswa.Kebanyakan proses pembelajaran yang digunakan oleh guru adalah pembelajaran konvensional

yakni ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. Pendekatan pembelajaran ini mengakibatkan

rendahnya pada kemampuam penalaran siswa. Berdasarkan observasi langsung di lapangan pada

tanggal 1 September 2007 diperoleh data berupa prestasi belajar matematika siswa Kelas VIISMP Negeri 8 Kendari pada semester 1 tahun 2006 yaitu 5,2 yang belum mencapai standar 

minimal yaitu 6,00. Hal tersebut diakibatkan karena kurang aktifnya siswa dalam proses belajar 

mengajar, dimana pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan pembelajaranKonvensional. Dalam hal ini, proses belajar-mengajar didominasi oleh guru. Oleh karena itu,

 pendekatan pembelajaran tersebut perlu segera dirubah.

Soedjadi dalam Sudarsiah (2005:2) mengemukakan bahwa, di negeri Belanda telah

dikembangkan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Dalam pendekatan PMR, pembelajaran matematika lebih memusatkan kegiatan belajar pada siswa dan lingkungan serta

 bahan ajar yang disusun sedemikian sehingga siswa lebih aktif mengkonstruksi atau membangun

sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya.Melalui PMR yang pengajarannya berangkat dari persoalan dalam dunia nyata, diharapkan

 pelajaran tersebut menjadi bermakna bagi siswa. Dengan demikian mereka termotivasi untuk 

terlibat dalam pelajaran. Untuk mendukung proses pembelajaran yang mengaktifkan siswadiperlukan suatu pengembangan materi pelajaran matematika yang difokuskan kepada aplikasi

dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual) dan disesuaikan dengan tingkat kognitif siswa, serta

 penggunaan metode evaluasi yang terintegrasi pada proses pembelajaran.

Dalam PMR pembelajaran tidak dimulai dari defenisi, teorema atau sifat-sifat kemudiandilanjutkan dengan pembahasan contoh-contoh, seperti yang selama ini dilaksanakan diberbagai

sekolah. Namun sifat-sifat, definisi, cara, prinsip, dan teorema diharapkan seolah-olah ditemukan

kembali oleh siswa melalui penyelesaian kontekstual yang diberikan guru di awal pembelajaran.

Dengan demikian dalam PMR siswa didorong atau ditantang untuk aktif bekerja, bahkandiharapkan dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang diperolehnya

(Dalyana, 2003:17).

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka penulis mencoba melakukan penelitian yang berjudul :“Efektivitas Pendekatan Pembelajaran Matematika R ealistik Dalam Meningkatkan Kemampuan

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 31/34

Penalaran Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Kendari”.

3. BATASAN MASALAH

Masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada pelaksanaan Pendekatan PembelajaranMatematika Realistik meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa dalam proses belajar-mengajar matematika kelas VII Semester 1 SMP Negeri 8 Kendari Tahun Ajaran

2007/2008 Khusus Pokok Bahasan Perbandingan.

4. RUMUSAN MASALAHBerdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kemampuan penalaran matematika siswa kelas VII SMP Negeri 8 Kendari?

2. Apakah penerapan pendekatan pembelajaran matematika realistik (PMR) lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan

 penalaran matematika siswa kelas VII SMP Negeri 8 Kendari?

5. TUJUAN PENELITIANSejalan dengan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Kemampuan penalaran matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Kendari.

2. Penerapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) lebih efektif dibandingkan

dengan pendekatan pembelajaran konvensional dalam meningkatkan kemampuan penalaranSiswa Kelas VII SMP Negeri 8 Kendari?

6. MANFAAT PENELITIAN

1. Sebagai bahan informasi bagi guru tentang kemampuan penalaran matematika yang dimilikisiswa.

2. Sebagai bahan informasi bagi sekolah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan khususnya

 pendidikan matematika.

3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya.7. KAJIAN PUSTAKA

1. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas pembelajaran berarti tingkat keberhasilan. Menurut Popham (2003:7) Efektivitas pengajaran seharusnya ditinjau dari hubungan guru tertentu yang mengajar kelompok siswa

tertentu, di dalam situasi tertentu dalam usahanya mencapai tujuan-tujuan instruksional tertentu.

Dunne (1996:12) berpendapat bahwa Efektivitas pembelajaran memiliki dua karakteristik.Karakteristik pertama ialah ”memudahkan murid belajar” sesuatu yang ”bermanfaat”, seperti

fakta keterampilan, nilai, konsep dan bagaimana hidup serasi dengan sesama, atau sesuatu hasil

 belajar yang diinginkan. Karakteristik kedua, bahwa keterampilan diakui oleh mereka yang

 berkompeten menilai, seperti guru-guru, pelatih guru-guru, pengawas, tutor dan pemandu mata pelajaran atau murid-murid sendiri.

Selanjutnya konsep keefektifan pengajaran dikaitkan dengan peranan guru sebagai pengelola

 proses belajar-mengajar, bertindak selaku fasilitator yang berusaha menciptakan kondisi belajar-

mengajar yang efektif sehingga memungkinkan proses belajar-mengajar, mengembangkan bahan pelajaran dengan baik, dan meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak pelajaran dan

menguasai tujuan-tujuan pendidikan yang harus mereka capai (Usman, 2000:21).

Berdasarkan pendapat di atas, maka sehubungan dengan penelitian ini, efektivitas adalah suatukeadaan yang menunjukkan sejauh mana apa yang telah direncanakan dapat tercapai. Semakin

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 32/34

 banyak rencana yang dapat dicapai, semakin efektif pula kegiatan tersebut, sehingga kata

efektivitas dapat pula diartikan sebagai tingkat keberhasilan. Dengan demikian pengertian

efektivitas dalam penelitian ini adalah sejauh mana Pembelajaran Matematika Realistik efektif digunakan dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa.

2. Kemampuan Penalaran Matematika

Rendahnya hasil belajar matematika disebabkan oleh beberapa faktor antara lain ditinjau darituntutan kurikulum yang lebih menekankan pada pencapaian target, bukan pemahaman siswaterhadap konsep-konsep matematika, serta aktivitas pembelajaran di kelas, yang mana guru aktif 

sementara siswa pasif. Akibatnya, anak cenderung menerima apa adanya, tidak memiliki sikap

kritis. Untuk dapat lebih mengaktifkan siswa perlu membiasakan anak untuk berpikir logis dalamsetiap kegiatan belajarnya (Saragih, 2007:27 )

Sumarmo dalam Fahinu (2007:4) mengemukakan bahwa kemampuan penalaran matematika

adalah suatu kemampuan yang muncul dalam bentuk: 1) menarik kesimpulan secara logik, 2)

menyusun dan menguji konjektur, menyusun pembuktian langsung, tak langsung, danmenggunakan induksi matematik, 3) merumuskan lawan contoh (counter examples), dan 4)

menyusun argumen yang valid. Kemampuan koneksi matematik misalnya muncul dalam bentuk:

memahami representasi ekuivalen konsep yang sama.Pentingnya kemampuan penalaran dalam pembelajaran matematika juga dikemukakan oleh

Suryadi dalam Saragih (2007:4) yang menyatakan bahwa pembelajaran yang lebih menekankan

 pada aktivitas penalaran dan pemecahan masalah sangat erat kaitannya dengan pencapaian

 prestasi siswa yang tinggi. Sebagai contoh pembelajaran matematika di Jepang dan Korea yanglebih menekankan pada aspek penalaran dan pemecahan masalah mampu menghasilkan siswa

 berprestasi tinggi dalam tes matematika yang dilakukan oleh TIMSS.

Berpikir kritis dalam belajar matematika merupakan suatu peoses kognitif atau tindakan mentaldalam usaha memperoleh pengetahuan matematika berdasarkan penalaran matematis. Penalaran

matematis meliputi menarik kesimpulan logis; memberikan penjelasan dengan menggunakan

model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan untuk menganalisis situasi matematis; menarik analogi

dan generalisasi; menyusun dan menguji konjektur; memberikan lawan contoh (counter example); mengngikuti aturan inferensi memeriksa validitas argumen; menyusun argumen yang

valid; menyusun pembuktian langsung, tak langsung dan menggunakan induksi matematis.

i. Hakekat Belajar MatematikaBelajar matematika merupakan proses psikologis, yaitu berupa kegiatan aktif dalam upaya

memahami dan menguasai konsep matematika. Kegiatan aktif dimaksudkan adalah pengalaman

 belajar matematika yang diperoleh siswa melalui interaksi dengan matematika dalam konteks belajar mengajar di lembaga pendidikan formal.

Dalam dunia pendidikan sekarang ini menganggap bahwa belajar sebagai suatu proses dimana

menyebabkan perubahan-perubahan tingkahlaku berkat pengalaman dan latihan. Hal ini sejalan

dengan pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli psikologi, yang dikutip oleh Purwantodalam Tati Andriyati (2006:8), sebagai berikut:

1. Hilgard dan Bower mengemukakan, belajar berhubungan dengan perubahan tingkahlaku

seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan pengalamannya yang berulang-ulang

dalam situasi itu, dimana perubahan tingkahlaku itu dapat dijelaskan atas dasar kecenderunganrespon bawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang.

2. Morgan mengemukakan, belajar adalah setiap yang relatif menetap dalam tingkahlaku yang

terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.Matematika adalah merupakn ilmu yang berhubungan dengan penelaahan bentuk-bentuk atau

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 33/34

struktur yang abstrak dan hubungan antara hal-hal tersebut. Untuk dapat memahami struktur dan

hubungan-hubungannya diperlukan penguasaan tentang konsep-konsep yang terdapat dalam

matematika. Hal ini berarti matematika merupakan belajar konsep dan struktur yang terdapatdalam bahan yang sedang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep dan struktur (Karso,

1998: 40).

Dalam Mempelajari matematika perlu diketahui karakteristik matematika. Menurut Hudoyodalam Roslina (2005:15) karakteristik yang dimaksud antara lain (1) Dalam matematika banyak kesepakatan dan penalaran, (2) Sangat dipertahankan adanya konsistensi atau taat asas, (3)

Obyek matematika bersifat abstrak, (4) Susunan atau struktur matematika bersifat hirarkis, (5)

Penalaran dalam matematika bersifat deduktif atau aksiomatik.Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa belajar matematika pada hakekatnya adalah

merupakan kegiatan psikologis, yakni kegiatan aktif dalam memahami dan menguasai serta

mengkaji berbagai hubungan antara obyek-obyek matematika sehingga diperoleh pengetahuan

 baru atau peningakatan pengetahuan.ii. Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

Marpaung dalam Fahinu (2005:1) mengemukakan bahwa faktor yang menyebabkan nilai

matematika rendah adalah paradigma proses pembelajaran matematika di kelas memiliki ciri-ciri: a) guru aktif menyampaikan sejumlah informasi; b) siswa “dipaksa” belajar, tidak 

menumbuhkan kesadaran makna belajar; c) pembelajaran berfokus kepada guru; d)

ketergantungan siswa pada guru; e) kompetensi siswa kurang diperhatikan dan dikembangkan; f)

 pemahaman materi yang dipelajari diukur melalui tes objektif; g) kesempatan siswa melakukanrefleksi dan negosiasi melalui interaksi kurang dikembangkan, dan h) pemahaman siswa

cenderung pada pemahaman instrumental bukan pada pemahaman relasional. Akibatnya: siswa

tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan ide-ide kreatif, kurang berkembangannyadaya nalar, dan kurang kreatifitas dalam memecahkan masalah.

Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai obyek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak 

ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika, kurang

menghayati dan memahami matematika dan siswa mengalami kesulitan mengaplikasikanmatematika dalam kehidupan sehari-hari .Salah satu pembelajaran yang berorientasi pada

matematisasi pengalaman sehari-hari dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari

adalah Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).Pendekatan Matematika Realistik (PMR) adalah suatu pendekatan pem- belajaran matematika

yang memiliki karakteristik: menggunakan masalah kontekstual, menggunakan model,

menggunakan kontribusi siswa, terjadinya interaksi dalam proses pembelajaran, menggunakan berbagai teori belajar yang relevan, saling terkait, dan terintegrasi dengan topik pembelajaran

lainnya (Saragih, 2007: 25).

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan

lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematikasehingga dapat mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik daripada masa yang

lalu Dalam pandangan PMR, pengembangan suatu konsep matematika dimulai oleh siswa secara

mandiri berupa kegiatan eksplorasi sehingga memberikan peluang pada siswa untuk berkreasi

mengembangkan pemikirannya.Pendekatan Matematika Realistik pertama kali dikembangkan oleh Institut Freudenthal di Negeri

Belanda, berdasarkan pandangan Freudenthal. Ide utama dari pendekatan matematika realistik 

adalah siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsepmatematika dengan bimbingan orang dewasa melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan

7/30/2019 Strategi Heuristic Model Polya Pada Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

http://slidepdf.com/reader/full/strategi-heuristic-model-polya-pada-pembelajaran-pemecahan-masalah-matematika 34/34

dunia nyata atau real world. Proses pengembangan konsep dan ide-ide matematika yang dimulai

dari dunia nyata oleh De Lange dalam Saragih (2007:44) disebut matematisasi konsep dan

memiliki model skematis proses belajar seperti pada Gambar di bawah ini:Untuk Lebih Jelasnya Silahkan

download