Manajemen Nyeri

11
MANAJEMEN NYERI Asosiasi International yang meneliti tentang nyeri mendefinisikan nyeri sebagai “suatu ketidaknyamanan sensori dan emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial”. Pasien yang kritis sering gagal untuk mengeluhkan secara akurat luas dan kualitas dari nyeri yang mereka rasakan sehingga tidak mendapatkan terapi yang tepat. Nyeri tersebut dapat timbul dari proses penyakit itu sendiri atau sebagai hasil dari prosedur diagnosa ataupun terapi. Diantara 55% - 75% dari pasien di ICU yang didiagnosa dan yang pernah didiagnosa kanker mengeluhkan adanya nyeri. < 20% pasien mendapatkan opiat sebelum dilakukan prosedur. Nyeri yang tidak teredakan pada pasien kritis dapat meningkatkan mortalitas, morbiditas, jangka waktu rawatan. Tiga jenis stresor yang paling umum pada pasien di ICU adalah nyeri, kurang tidur dan kecemasan. Penelitian menunjukkan setiap stresor ini dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun. A. FISIOLOGI NYERI Nyeri dapat berasal dari somatik, viseral atau neuropatik. Nyeri somatik dapat disebabkan oleh kerusakan jaringan terlokalisir : tajam, sakit atau perih sekali. Nyeri viseral disebabkan oleh suatu kompresi atau distensi dengan ciri – ciri : samar –samar, tumpul atau sakit. Nyeri dapat beralih ketempat lain ditubuh. Nyeri neuropatik timbul karena suatu kerusakan pada saraf perifer atau sistem saraf pusat. Nociceptor dirangsang oleh rangsangan mekanis, panas atau kimia. Tiga jenis syaraf akan melanjutkan rangsangan tersebut. Serat delta A yang bermielin mengirimkan

Transcript of Manajemen Nyeri

Page 1: Manajemen Nyeri

MANAJEMEN NYERI

Asosiasi International yang meneliti tentang nyeri mendefinisikan nyeri sebagai “suatu ketidaknyamanan sensori dan emosional yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial”. Pasien yang kritis sering gagal untuk mengeluhkan secara akurat luas dan kualitas dari nyeri yang mereka rasakan sehingga tidak mendapatkan terapi yang tepat. Nyeri tersebut dapat timbul dari proses penyakit itu sendiri atau sebagai hasil dari prosedur diagnosa ataupun terapi. Diantara 55% - 75% dari pasien di ICU yang didiagnosa dan yang pernah didiagnosa kanker mengeluhkan adanya nyeri. < 20% pasien mendapatkan opiat sebelum dilakukan prosedur.

Nyeri yang tidak teredakan pada pasien kritis dapat meningkatkan mortalitas, morbiditas, jangka waktu rawatan. Tiga jenis stresor yang paling umum pada pasien di ICU adalah nyeri, kurang tidur dan kecemasan. Penelitian menunjukkan setiap stresor ini dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun.

A. FISIOLOGI NYERI

Nyeri dapat berasal dari somatik, viseral atau neuropatik. Nyeri somatik dapat disebabkan oleh kerusakan jaringan terlokalisir : tajam, sakit atau perih sekali. Nyeri viseral disebabkan oleh suatu kompresi atau distensi dengan ciri – ciri : samar –samar, tumpul atau sakit. Nyeri dapat beralih ketempat lain ditubuh. Nyeri neuropatik timbul karena suatu kerusakan pada saraf perifer atau sistem saraf pusat.

Nociceptor dirangsang oleh rangsangan mekanis, panas atau kimia. Tiga jenis syaraf akan melanjutkan rangsangan tersebut. Serat delta A yang bermielin mengirimkan rangsangan mekanis. Serat C yang tidak bermielin merespon terhadap stimulus mekanik, panas dan kimia.

B. PENILAIAN NYERI

Pada pasien yang kritis, nyeri dinilai dengan berbagai jenis skala (Gambar 20-1 dan Tabel 20-1). Skala numerik mengukur nyeri dari 0 – 10 dimana 0 tidak ada rasa nyeri dan 10 untuk nyeri yang berat. Pasien manyatakan nomor yang menggambarkan intensitas nyerinya. Skala visual analog sama dengan skala numerik tapi tanpa nomor – nomor. Skala wajah dar Wong – Baker biasanya digunakan untuk anak – anak tapi dapat juga digunakan untuk pasien dewasa. Skala FLACC (face, legs, activity, cry, consolability) dikembangkan untuk digunakan pada anak – anak. Skor

Page 2: Manajemen Nyeri

yang didapatkan dari skala FLACC kemudian dievaluasi dengan menggunakan skala nyeri 0 – 10.

Tabel 20-1 FLACC Skala Nyeri

KATEGORI SKORING0 1 2

Wajah Tidak ada ekspresi khusus atau

tersenyum, kontak mata dan tertarik dengan sekitar.

Biasanya meringis atau cemberut, tidak tertarik dengan sekitar, ekspresi wajah cemas, alis mata

turun, mata sedikit tertutup, mulut mencucu.

Umumnya cemberut terus, rahang yang

tegang, dagu bergetar, kerutan yang dalam pada

dahi, mata tertutup, mulut terbuka, terdapat

garis kerutan sekitar hidung/ bibir.

Kaki Posisi normal atau santai.

Tidak tenang, tegang, tonus meningkat, kaku,

memflexikan terus menerus/

mengekstensikan.

Menendang/kaki dilipat, hipetonik, fleksi/ekstensi berlebihan pada tungkai,

tremor.

Aktivitas Berbaring tenang, posisi normal,

bergerak dengan mudah dan bebas.

Mengeliat, tegang, ragu-ragu untuk bergerak,

menjaga, menekan bagian tubuh.

Melengkungkan badan, kaku atau kejang,

bermacam posisi, gelang-gelangkan kepala, menggosok atau

mengelus bagian badan yang sakit.

Menangis Tidak menangis atau mengerang

(sadar/tidur).

Mengerang/merengek, biasanya menangis, mendesah, biasanya

mengeluh.

Menangis terus, berteriak, tersedu sedu, mengerang, mengeluh terus-terusan.

Kenyamanan

Tenang, senang, relax. Menyentuh, memeluk atau berbincang

pengalihan.

Tidak bisa tenang atau nyaman.

C. GOLONGAN OBAT

Terapi utama untuk pasien di ICU adalah opioid tapi terdapat jenis obat lain yang dapat digunakan. Obat – obatan tersebut adalah acetaminofen, obat antiinflamasi non steroid (OAINS) dan inhibitor cylooxygenase 2 (COX-2), antidepresan trisiklik seperti amitriptilin dan obat –obat antineuropatik seperti gabapentin.

Page 3: Manajemen Nyeri

Keuntungan penggunaan obat kombinasi yang bekerja pada reseptor yang berbeda atau melalui jalur yang berbeda adalah dimana kombinasi tersebut menyebabkan pengurangan dosis masing – masing obat dan menurunkan kejadian efek samping. Hal ini mengurangi ketergantungan terhadap opioid. Sebagai tambahan anestesi lokal dapat digunakan dengan berbagai cara, baik secara tunggal atau sebagai tambahan untuk opioid dan obat – obat lainnya.

1. Opioid

Kebanyakan opioid dimetabolisme dihepar dan hal ini tergantung pada aliran darah hepar. Agen yang dapat larut pada lemak memiliki onset yang lebih cepat. Efek samping yang umum antara lain mual dan muntah yang disebabkan oleh rangsangan pada zona chemoreceptor, retensi urin, pruritus, kolik biliaris, penurunan tonus saluran cerna serta sekresinya, depresi saluran nafas dan depresi miokardial. Opioid awalnya menurunkan frekuensi pernafasan, diikuti dengan penurunan tidal volume. Efek pada saluran pernafasan ini diperberat oleh depresan lainnya dan penyakit – penyakit saluran pernafasan, keduannya secara umum ditemukan pada pasien di ICU. Opioid juga menekan reflex batuk dan respon terhadap tekanan parsial CO2. Opioid yang memiliki masa kerja yang cepat dan poten dapat menyebabkan rigiditas pada otot skeletal dan kesulitan bernafas.

2. MORFIN SULFAT

Morfin bekerja pada reseptor µ1 dan µ2 pada seluruh badan dan tidak hanya mempengaruhi CNS tapi sistem yang lain juga, termasuk sistem pernafasan dan sistem cerna. Efek analgetiknya bergantung pada kerjanya di otak, sumsum tulang belakang dan area lainnya. Morfin sulfat bersifat hidrofilik sehingga dapat melewati barier darah otak secara perlahan. Morfin sulfat dimetabolisme dihepar menjadi morfin 6 glukuronide yang juga memilki efek analgetik. Metabolit ini dieksresi oleh ginjal dan diakumulasi pada pasien dengan gagal ginjal.

3. HIDROMORFIN

Hidromorfin merupakan derivat semisintetik dari morfin yang memiliki kemampuan 10x dari morfin. Hidromorfin memiliki onset yang relatif lambat dengan waktu paruh 2 – 3 jam. Dosis 1,5 mg dapat diberikan setiap 2 – 3 jam.

4. MEPERIDIN

Page 4: Manajemen Nyeri

Diluar dari insiden yang tinggi terhadap efek samping dan akumulasi dari metabolitnya, terutama pada penyakit ginjal, meperidin terus digunakan secara luas. Meperidin di Eropa dan Asia tersedia dengan sebutan Petidin. Petidin memiliki potensi 1/10 dari morfin sulfat dan bekerja pada reseptor yang sama. Petidin memiliki efek anestesi lokal yang lemah, dan efek analgetiknya berhubungan dengan konsentrasi plasma. Konsentrasi maksimal plasma dicapai dalam 60 menit. Petidin dimetabolisme dihepar menjadi normeperidin dan asam meperidin. Sisanya dapat terakumulasi dan menyebabkan keracunan pada CNS dan kejang – kejang. Meperidin berinteraksi dengan inhibitor monoamine oxidase yang menyebabkan agitasi, demam dan kejang – kejang. Pada beberapa kasus hal ini dapat berkembang menjadi apnoe, koma dan kematian.

5. FENTANIL

Fentanil memiliki potensi 50 – 100x dari morfin seperti meperidin, efek analgetik pada meperidin berhubungan dengan konsentrasinya dalam plasma. Fentanil sangan lipofilik sehingga memiliki onset kerja yang cepat tapi dengan durasi yang pendek. Fentanil dimetabolisme menjadi norfentanil. Dapat diberikan secara bolus atau secara drip dengan dosis 50 – 100 mg/jam. Dosis transdermal yang tersedia adalah 25, 50, 75 dan 100 µg.

6. SUFENTANIL

Sufentanil memiliki riwayat keamanan yang baik dan 5 – 10x lebih kuat dari fentanil. Level puncak dicapai dalam 3 – 5 menit, dan bekerja selama ½ jam – 1 jam. Penggunaan secara drip sebagai analgetik berguna pada pasien jangka rawatan singkat di ICU. Untuk pasien yang jangka rawatannya lebih lama, dapat ditambahkan dengan midazolam dan clonidin.

7. CAMPURAN AGONIS DAN ANTAGONIS

Termasuk buprenorfin, butorfanol, dezocine, nalbufin dan pentazocine. Tergantung pada agen yang dipilih, obat – obatan ini dapat dibarikan secara intravena (IV), intramuskular dan pentazocine dapat diberikan secara oral. Obat - obatan ini memiliki efek agonis yang berlawanan terhadap opioid dan dapat menyebabkan gejala – gejala withdrawal.

8. TRAMADOL

Page 5: Manajemen Nyeri

Tramadol adalah sintesis 4-phenyl-piperidine yang merupakan analog dari codein. Tramadol bekerja pada sentral di reseptor µ dan menginhibisi terhadap reuptake dari norepinefrin dan serotonin. Tramadol memiliki efek 1/10 dari morfin dan memiliki efek yang lebih sedikit terhadap saluran nafas. Tramadol biasa diberikan terhadap nyeri dengan intensitas sedang.

D. ANESTESI LOKAL

Anestesi lokal dapat digunakan sebagai penghilang nyeri, tapi kurang dimanfaatkan. Anestesi lokal dapat digunakan untuk infiltrasi kejaringan, blok syaraf dan pemberian secara neuroaxial. Pemberian bupivacain secara drip sangat efektif untuk mengurangi nyeri dan keperluan analgetik opioid, memberikan kepuasan pada pasien yang setelah dilakukannya operasi jantung. Pasien dapat pulih lebih awal, sehingga mempersingkat waktu rawatan di rumah sakit.

Terdapat 2 kelas dari anestesi lokal : amida seperti lidokain, mepivakain, etidokain, ropivakain dan bupivakain dan golongan ester seperti prokain, kokain, chloroprokain dan tetrakain. Golongan pertama dimetabolisme dihepar dan golongan yang satu lagi dihidrolisis oleh ester hidrolisis.

Anestesi lokal ini menghambat konduksi syaraf dengan merusak potensial aksi di akson dan menghambat influx natrium. Meningkatnya kelarutan lemak dapat meningkatkan potensi dan meningkatkan ikatan pada protein juga masa kerjanya. Kecepatan onset dari aksi diukur dengan pKa, dimana merupakan PH saat 50% dugunakan. Peningkatan dosis memperpanjang aksi menghambatnya.

Reaksi alergi terhadap anestesi lokal adalah jarang ; anestesi lokal golongan ester dapat menyebabkan timbulnya reaksi melalui metabolisme p-aminobenzoic acid. Anestesi lokal juga dapat menyebabkan keracunan sistemik. Hal ini terjadi karena penyuntikan yang tidak sengaja pada intravaskuler atau pada pemberian dengan dosis besar. Efek keracunan pada CNS terdiri dari kepala terasa ringan, tinitus, metalic taste dan mati rasa, dan pada mulut dan bibir, keracunan ini dapat menyebabkan kejang – kejang dan koma. Efek terhadap cardiovaskular termasuk penurunan kontraksi ventrikel yang akhirnya menyebabkan kolaps pada kardiovaskular, Hal ini membutuhkan terapi oksigen, obat – obatan dan bahkan resusitasi jantung paru.

ACETAMINOFEN

Page 6: Manajemen Nyeri

Analgetik ini digunakan secara umum dan dapat dikombinasi dengan obat lain seperti OAINS. Dosis maksimal dalam sehari adalah 4 gr pada orang dewasa dan 90 mg/kg bb pada anak – anak. Dosis toksik akan menjadi lebih rendah pada pasien yang kecanduan alkohol dan pada individu tertentu lainnya. Apabila dosis yang dianjurkan diikuti, resiko terjadinya hepatotoksik sangat rendah.

ASPIRIN, OAINS, DAN INHIBITOR COX-2

Aspirin ditemukan pada abad ke 18. Dan telah digunakan selama bertahun – tahun sebagai antiinflamasi, analgetik dan akhir – akhir ini sebagai oabat antiplatelet.

OAINS bekerja dengan menghambat enzim COX, sehingga menghambat sintesis prostaglandin. Ini telah disarankan bahwa inhibisi pada COX-2 dapat berhubungan dengan efek terapeutik OAINS, dan inhibisi COX-1 dapat menyebabkan efek sampingnya. Dimana termasuk ibuprofen, naproxyn dan diclofenac yang merupakan obat – obatan yang poten yang digunakan secara luas untuk menangani nyeri. Obat – obatan ini bekerja secara perifer pada bagian yang nyeri. Ketorolac merupakan OAINS yang dapat digunakan secara intramuskular atau intravena dan sering digunakan pada priode postoperasi. Efek sampingnya secara umum termasuk perdarahan saluran cerna, retensi cairan, kerusakan ginjal dan penurunan agregasi trombosit.

Inhibitor COX-2 selektif adalah obat antiinflamasi yang lumayan baru. Obat ini dikonfirmasi memiliki efek terhadap gastrointestinal lebih sedikit dibandingkan yang nonselektif, OAINS nonaspirin. Walaupun begitu, percobaan obat ini memberikan perhatian lebih terhadap cardiovaskular. Obat ini memberikan keburukan setelah efek kecanduan terhadap rofecoxib (Bextra, Pfizer) dan valdecoxib (Vioxx, Merck), diikuti dengan laporan peningkatan angka kesakitan cardiac. Saat ini hanya celecoxib (Celebrex, Pfizer) yang dapat digunakan.

E. KELAS LAINNYA

N-methyl-D-aspartate (NMDA) seperti ketamin dan α2-adrenoceptor agonis seperti clonidin merupakan kombinasi yang rasional terhadap obat pereda nyeri lainnya. Ketamin menimbulkan keadaan disosiatif dengan amnesia dan analgesia yang dalam. Clonidin bekerja pada sentral dan digunakan terutama sebagai antihipertensi. Clonidin terdiri dari properti antinociceptif yang menyebabkannya digunakan sebagai penghilang nyeri; biasanya digunakan sebagai kombinasi dengan anestesi lokal dan opioid. Dimana clonidin akan merangsang α2 reseptor di area

Page 7: Manajemen Nyeri

depresor vasomotor menyebabkan penurunan outflow rangsangan sistem syaraf simpatik ke perifer.

F. MODE PENGIRIMAN

Pemberian secara oral merupakan cara paling umum dalam penggunaan obat termasuk analgetik. Akses ini dapat terbatas atau tidak dapat digunakan pada pasien di ICU. Keuntungan dari cara ini yaitu aman, mudah, memudahkan penggunaan dan ekonomis. Kerugiannya yaitu onset yang lambat, kesulitan titrasi dan perlu untuk berhubungan dengan sistem absorpsi.

Pemberian secara parenteral dapat digunakan; IV biasanya dipilih karena seacara intramuskular absobpsinya terkadang tidak dapat diandalkan. Keuntungan secara IV yaitu onset yang cepat dan labih mudah dititrasi. Obat – obatan dapat diberikan sebagai bolus atau secara drip.

Pemberian secara neuraxial seperti epidural dan spinal yang sering digunakan dan cara yang tepat untuk pasien postoperasi, pasien trauma, pasien kanker dan lainnya. Opioid dan anestesi lokal sangat aman dan efektif. Penggunaan obat – obatan denagn cara ini telah diperkirakan meningkat dari beberapa tahun yang lewat. Dengan mengganggu jalur nyeri pada tingkat neuron pertama dan kedua, sebuah metode yang menyebabkan analgesia yang efektif tanpa asosiasi depresi pada CNS dan lingkaran alami nyeri berhubungan dengan pancapaian secara parenteral. Infus anestesi lokal efektif untuk meredakan nyeri dan mempercepat kesembuhan. Walaupun begitu, pemberian tersebut tidak secara luas dianut. Pada suatu penelitian pada penginfusan pada median sternotomi, pasien dengan penggunaan bupivacain lebih cepat pulih dan memperpendek masa tinggal di rumah sakit.

Page 8: Manajemen Nyeri

KESIMPULAN

Penanganan nyeri di ICU membutuhkan pemilihan obat – obatan yang tepat dan cara pemberian yang tepat. Disini pasien lebih rentan terhadap efek samping dan dosis yang tinggi dibandingkan masyarakat secara umum. Dengan menggunakan lebih dari satu jenis obat dari golongan yang berbeda dapat bekerja secara sinergis, dengan dosis masing – masing oabt rendah dan menghindari efek samping. Pengetahuan farmakologi dari berbagai obat – obatan dan status fisiologis pasien sangat penting.