Manajemen logistik obat

13
ARTIKEL PENELITIAN 448 Analisis Manajemen Logistik Obat Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah DR Sam Ratulangi Tondano Analysis of Logistics Management Drugs In Pharmacy Installation District General Hospital Dr. Sam Ratulangi Tondano Novianne. E. R. Malinggas 1) J. Posangi 2) T. Soleman 1) 1) Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado 2) Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado Abstrak Pengelolaan obat merupakan salah satu segi manajemen rumah sakit yang sangat penting dan saling terkait yang dimulai pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan kefarmasian dalam penyediaan pelayanan kesehatan secarakeseluruhan, karena ketidakefisienan dan ketidaklancaran pengelolaan obat akan memberi dampak negatif terhadap rumah sakit, baik secara medik, sosial maupun secara ekonomi. Tujuan penelitian untuk menganalisis manajemen logistik obat di instalasi farmasi RSUD DR Sam Ratulangi Tondano. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang manajemen logistik obat di instalasi farmasi RSUD DR Sam Ratulangi Tondano. Informan yang dipilih dalam penelitian ini berdasarkan pada prinsip kesesuaian dan kecukupan.Informan penelitian ini yaitu Direktur Rumah Sakit, Kepala Tata Usaha, Bagian Perencanaan Rumah Sakit, Kepala Bidang Penunjang Medik, Dokter Spesialis, Kepala Instalasi Farmasi, Apoteker, Asisten Apoteker, dan Perawat. Data dianalisis dengan metode analisis isi yaitu membandingkan hasil penelitian dengan teori-teori yang ada. Hasil penelitian menunjukkan pemilihan obat dilakukan berdasarkan 10 penyakit terbanyak dan sesuai dengan Formularium Nasional serta berdasarkan E-Katalog. Hal ini disebabkan dengan tidak berjalannya tugas dan fungsi Komite Farmasi dan Terapi. Perencanaan obat dilakukan berdasarkan pemakaian periode yang lalu dan ditambahkan 10-20% buffer stok. Obat-obat diterima oleh panitia penerimaan barang. Setelah obat diterima, obat-obat tersebut disimpan di gudang farmasi.Kendala yang ada fasilitas gudang farmasi dan instalasi farmasi belum memadai sehingga terjadi penumpukan obat. Distribusi obat berdasarkan metode resep individu. Pemusnahan dan penarikan untuk obat-obat yang sudah rusak ataupun expired date tidak pernah dilakukan dan tidak dilaporkan. Evaluasi penggunaan obat maupun pemusnahan obat masih belum sesuai dengan standar. Administrasi dalam hal pencatatan dan pelaporan belum berjalan dengan optimal. Hal ini, terjadi karena kurangnya pengontrolan dan evaluasi dari manajemen rumah sakit. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa manajemen logistik obat di instalasi farmasi RSUD DR Sam Ratulangi Tondano belum berjalan sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014. Saran yang dapat diajukan yaitu perlu dibentuknya kembali Komite Farmasi dan Terapi dan membuat Formularium Rumah Sakit serta membuat SOP sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014. Abstract Medication management is one aspect of hospital management which is very important and interrelated that started the selection, planning, procurement, receipt, storage, distribution, destruction and withdrawal, control, and administration necessary for the activities of pharmaceutical services in the provision of health services as a whole, because of inefficiency and lack of launch drug management will have a negative impact on the hospital, either medically, socially and economically. The purpose of this research is to analyze the drug logistics management in hospital pharmacy installation DR Sam Ratulangi Tondano.

description

Pengelolaan obat merupakan salah satu segi manajemen rumah sakit yang sangat penting dan saling terkait yang dimulai pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan kefarmasian dalam penyediaan pelayanan kesehatan secarakeseluruhan, karena ketidakefisienan dan ketidaklancaran pengelolaan obat akan memberi dampak negatif terhadap rumah sakit, baik secara medik, sosial maupun secara ekonomi. Tujuan penelitian untuk menganalisis manajemen logistik obat di instalasi farmasi RSUD DR Sam Ratulangi Tondano. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang manajemen logistik obat di instalasi farmasi RSUD DR Sam Ratulangi Tondano. Informan yang dipilih dalam penelitian ini berdasarkan pada prinsip kesesuaian dan kecukupan.Informan penelitian ini yaitu Direktur Rumah Sakit, Kepala Tata Usaha, Bagian Perencanaan Rumah Sakit, Kepala Bidang Penunjang Medik, Dokter Spesialis, Kepala Instalasi Farmasi, Apoteker, Asisten Apoteker, dan Perawat. Data dianalisis dengan metode analisis isi yaitu membandingkan hasil penelitian dengan teori-teori yang ada. Hasil penelitian menunjukkan pemilihan obat dilakukan berdasarkan 10 penyakit terbanyak dan sesuai dengan Formularium Nasional serta berdasarkan E-Katalog. Hal ini disebabkan dengan tidak berjalannya tugas dan fungsi Komite Farmasi dan Terapi. Perencanaan obat dilakukan berdasarkan pemakaian periode yang lalu dan ditambahkan 10-20% buffer stok. Obat-obat diterima oleh panitia penerimaan barang. Setelah obat diterima, obat-obat tersebut disimpan di T. Soleman 1) gudang farmasi.Kendala yang ada fasilitas gudang farmasi dan instalasi farmasi belum memadai sehingga terjadi penumpukan obat. Distribusi obat berdasarkan metode resep individu. Pemusnahan dan penarikan untuk obat-obat yang sudah rusak ataupun expired date tidak pernah dilakukan dan tidak dilaporkan. Evaluasi penggunaan obat maupun pemusnahan obat masih belum sesuai dengan standar. Administrasi dalam hal pencatatan dan pelaporan belum berjalan dengan optimal. Hal ini, terjadi karena kurangnya pengontrolan dan evaluasi dari manajemen rumah sakit. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa manajemen logistik obat di instalasi farmasi RSUD DR Sam Ratulangi Tondano belum berjalan sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014. Saran yang dapat diajukan yaitu perlu dibentuknya kembali Komite Farmasi dan Terapi dan membuat Formularium Rumah Sakit serta membuat SOP sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit yang ditetapkan dalam Peraturan

Transcript of Manajemen logistik obat

Page 1: Manajemen logistik obat

ARTIKEL PENELITIAN

448

Analisis Manajemen Logistik Obat Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah DR Sam Ratulangi

Tondano

Analysis of Logistics Management Drugs In Pharmacy Installation District

General Hospital Dr. Sam Ratulangi Tondano

Novianne. E. R. Malinggas 1)

J. Posangi 2)

T. Soleman 1)

1) Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado

2) Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

Abstrak

Pengelolaan obat merupakan salah satu

segi manajemen rumah sakit yang sangat penting

dan saling terkait yang dimulai pemilihan,

perencanaan, pengadaan, penerimaan,

penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan

penarikan, pengendalian, dan administrasi yang

diperlukan bagi kegiatan pelayanan kefarmasian

dalam penyediaan pelayanan kesehatan

secarakeseluruhan, karena ketidakefisienan dan

ketidaklancaran pengelolaan obat akan memberi

dampak negatif terhadap rumah sakit, baik secara

medik, sosial maupun secara ekonomi. Tujuan

penelitian untuk menganalisis manajemen logistik

obat di instalasi farmasi RSUD DR Sam Ratulangi

Tondano.

Penelitian ini menggunakan metode

penelitian kualitatif yang bertujuan untuk

mendapatkan informasi yang lebih mendalam

tentang manajemen logistik obat di instalasi

farmasi RSUD DR Sam Ratulangi Tondano.

Informan yang dipilih dalam penelitian ini

berdasarkan pada prinsip kesesuaian dan

kecukupan.Informan penelitian ini yaitu Direktur

Rumah Sakit, Kepala Tata Usaha, Bagian

Perencanaan Rumah Sakit, Kepala Bidang

Penunjang Medik, Dokter Spesialis, Kepala

Instalasi Farmasi, Apoteker, Asisten Apoteker, dan

Perawat. Data dianalisis dengan metode analisis isi

yaitu membandingkan hasil penelitian dengan

teori-teori yang ada.

Hasil penelitian menunjukkan pemilihan

obat dilakukan berdasarkan 10 penyakit terbanyak

dan sesuai dengan Formularium Nasional serta

berdasarkan E-Katalog. Hal ini disebabkan dengan

tidak berjalannya tugas dan fungsi Komite Farmasi

dan Terapi. Perencanaan obat dilakukan

berdasarkan pemakaian periode yang lalu dan

ditambahkan 10-20% buffer stok. Obat-obat

diterima oleh panitia penerimaan barang. Setelah

obat diterima, obat-obat tersebut disimpan di

gudang farmasi.Kendala yang ada fasilitas gudang

farmasi dan instalasi farmasi belum memadai

sehingga terjadi penumpukan obat. Distribusi obat

berdasarkan metode resep individu. Pemusnahan

dan penarikan untuk obat-obat yang sudah rusak

ataupun expired date tidak pernah dilakukan dan

tidak dilaporkan. Evaluasi penggunaan obat

maupun pemusnahan obat masih belum sesuai

dengan standar. Administrasi dalam hal pencatatan

dan pelaporan belum berjalan dengan optimal. Hal

ini, terjadi karena kurangnya pengontrolan dan

evaluasi dari manajemen rumah sakit.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan

bahwa manajemen logistik obat di instalasi farmasi

RSUD DR Sam Ratulangi Tondano belum berjalan

sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di

Rumah Sakit yang ditetapkan dalam Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014. Saran

yang dapat diajukan yaitu perlu dibentuknya

kembali Komite Farmasi dan Terapi dan membuat

Formularium Rumah Sakit serta membuat SOP

sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di

Rumah Sakit yang ditetapkan dalam Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014.

Abstract

Medication management is one aspect of

hospital management which is very important and

interrelated that started the selection, planning,

procurement, receipt, storage, distribution,

destruction and withdrawal, control, and

administration necessary for the activities of

pharmaceutical services in the provision of health

services as a whole, because of inefficiency and

lack of launch drug management will have a

negative impact on the hospital, either medically,

socially and economically. The purpose of this

research is to analyze the drug logistics

management in hospital pharmacy installation DR

Sam Ratulangi Tondano.

Page 2: Manajemen logistik obat

Malinggas, Posangi dan Soleman, Analisis Manajemen Logistik Obat

449

This study used a qualitative research

method that aims to gain a more in-depth

information about the logistics management of

drugs in pharmaceutical installations Hospital Dr.

Sam Ratulangi Tondano. Informants were selected

in this study is based on the principle of suitability

and adequacy. Informants of this study is the

Director of the Hospital, Head of Administration,

Planning Division Hospital, Head of Medical

Support, Physician Specialist, Head Installation

Pharmacy, Pharmacist, Pharmacist Assistants, and

Nurse. Data were analyzed using content analysis

method is to compare the results with existing

theories.

The results showed drug selection is done

based on the 10 most prevalent diseases and in

accordance with the National Formulary and based

on E-Catalog. This is due to the ineffectiveness of

the duties and functions of the Pharmacy and

Therapeutics Committee. Planning is done by the

use of drugs on previous period and added 10-20%

buffer stock. Drugs goods received by the

admissions committee. Once the drug is received,

the drugs were stored in the warehouse pharmacy.

Existing constraints warehouse facility pharmacy

and pharmacy inadequate resulting in the

accumulation stock of drugs. Distribution of

prescription drugs based on individual methods.

Culling and withdrawal of drugs that have been

damaged or expired date is never done and not

reported. Evaluation of drug use and destruction of

the drug is still not up to standard. Administration

in terms of recording and reporting is not running

optimally. These happened, due to a lack of control

and evaluation of hospital management.

From this study it can be concluded that

the drug logistics management in hospital

pharmacy installation DR Sam Ratulangi Tondano

not run in accordance with the Standards of

Pharmaceutical Services in Hospitals specified in

the Ministry of Health Regulation No. 58 Year

2014 The suggestion that need re-establishment of

Pharmacy and Therapeutics Committee and make

the hospital formulary and create SOP compliance

with the Pharmaceutical Services in Hospitals

specified in the Ministry of Health Regulation No.

58 Year 2014.

Keyword: Management, Drug Logistics,

Pharmacy.

Pendahuluan

Pelayanan kesehatan merupakan hak

setiap orang yang dijamin dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia

tahun 1945 yang harus diwujudkan dengan

upaya peningkatan derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya.

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan

kesehatan bagi masyarakat dengan

karateristik tersendiri yang dipengaruhi

oleh perkembangan ilmu pengetahuan

kesehatan, kemajuan teknologi, dan

kehidupan sosial ekonomi masyarakat

yang harus tetap mampu meningkatkan

pelayanan yang lebih bermutu dan

terjangkau oleh masyarakat agar terwujud

derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

(Anonim, 2009).

Pelayanan farmasi rumah sakit

merupakan salah satu kegiatan di rumah

sakit yang menunjang pelayanan kesehatan

yang bermutu. Dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 58 tahun 2014 tentang

Standar Pelayanan Farmasi, menyebutkan

bahwa pelayanan farmasi rumah sakit

adalah suatu pelayanan langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien yang

berkaitan dengan obat dengan maksud

mencapai hasil yang pasti untuk

meningkatkan mutu kehidupan pasien.

Instalasi farmasi rumah sakit adalah salah

satu unit di rumah sakit yang bertugas dan

bertanggungjawab sepenuhnya pada

pengelolaan semua aspek yang berkaitan

dengan obat yang beredar dan digunakan

di rumah sakit. Pengelolaan obat

merupakan salah satu segi manajemen

rumah sakit yang sangat penting dalam

penyediaan pelayanan kesehatan secara

keseluruhan, karena ketidakefisienan dan

ketidaklancaran pengelolaan obat akan

memberi dampak negatif terhadap rumah

sakit, baik secara medik, sosial maupun

secara ekonomi (Siregar, 2004).

Menurut Suciati dan Adisasmito

(2006), Pelayanan farmasi merupakan

pelayanan penunjang dan sekaligus

merupakan revenue center utama. Hal

tersebut mengingat bahwa lebih dari 90%

pelayanan kesehatan di rumah sakit

menggunakan perbekalan farmasi (obat-

obatan, bahan kimia, bahan radiologi,

bahan alat kesehatan habis, alat

kedokteran, dan gas medik), dan 50% dari

seluruh pemasukan rumah sakit berasal

Page 3: Manajemen logistik obat

JIKMU, Vol. 5, No. 2b April 2015

450

dari pengelolaan perbekalan farmasi.

Aspek terpenting dari pelayanan farmasi

adalah mengoptimalkan penggunaan obat,

ini harus termasuk perencanaan untuk

menjamin ketersediaan, keamanan dan

keefektifan penggunaan obat. Untuk itu,

jika masalah perbekalan farmasi tidak

dikelola secara cermat dan penuh tanggung

jawab maka dapat diprediksi bahwa

pendapatan rumah sakit akan mengalami

penurunan.

Pelayanan kefarmasian merupakan

kegiatan yang bertujuan untuk

mengidentifikasi, mencegah, dan

menyelesaikan masalah terkait obat.

Tuntutan pasien dan masyarakat akan

peningkatan mutu pelayanan kefarmasian,

mengharuskan adanya perluasan dari

paradigma lama yang berorientasi kepada

produk (drug oriented) menjadi paradigma

baru yang berorientasi pada pasien (patient

oriented) dengan filosofi pelayanan

kefarmasian (pharmaceutical care)

(Anonim, 2014).

Manajemen logistik di rumah sakit

merupakan salah satu aspek penting di

rumah sakit. Ketersediaan obat saat ini

menjadi tuntutan pelayanan kesehatan.

Manajemen logistik obat di rumah sakit

yang meliputi tahap-tahap yaitu

perencanaan, pengadaan, penyimpanan,

pendistribusian, penghapusan, evaluasi dan

monitoring yang saling terkait satu sama

lain, sehingga harus terkoordinasi dengan

baik agar masing-masing dapat berfungsi

secara optimal. Ketidakterkaitan antara

masing-masing tahap akan mengakibatkan

tidak efisiennya sistem suplai obat yang

ada, ini juga memberikan dampak negatif

terhadap rumah sakit baik secara medis

maupun ekonomis (Quick et al, 1997).

Salah satu faktor yang sangat

berpengaruh dalam persediaan obat di

rumah sakit adalah pengontrolan jumlah

stok obat untuk memenuhi kebutuhan. Jika

stok obat terlalu kecil maka permintaan

untuk penggunaan seringkali tidak

terpenuhi sehingga pasien/ konsumen tidak

puas, sehingga kesempatan untuk

mendapatkan keuntungan dapat hilang dan

diperlukan tambahan biaya untuk

mendapatkan bahan obat dengan waktu

cepat guna memuaskan pasien/ konsumen.

Jika stok terlalu besar maka menyebabkan

biaya penyimpanan yang terlalu tinggi,

kemungkinan obat akan menjadi rusak/

kadaluarsa dan ada resiko jika harga

bahan/ obat turun (Seto, 2004).

Pentingnya pengelolaan obat di

instalasi farmasi dalam mencapai

pelayanan kesehatan yang optimal di

rumah sakit, maka pada proses

pengelolaan obat perlu diawasi untuk

mengetahui kelemahan dan kelebihan

dalam pelaksanaan oprasionalnya sehingga

dapat segera dilakukan tindakan perbaikan

untuk hal pelaksanaan pengelolaan obat

yang masih dianggap belum optimal.

Rumah Sakit Umum Daerah DR. Sam

Ratulangi Tondano merupakan satu-

satunya rumah sakit milik Pemerintah

Daerah Kabupaten Minahasa yang

merupakan rumah sakit tipe C yang

menjadi rujukan dari 21 puskesmas yang

ada di Kabupaten Minahasa yang melayani

pasien peserta JKN (Jaminan Kesehatan

Nasional) dan pasien umum (non peserta

JKN). Rumah Sakit Umum Daerah DR.

Sam Ratulangi Tondano telah lulus

akreditasi pada desember 2010 dengan 5

jenis kategori pelayanan yaitu pelayanan

medis, pelayanan keperawatan, pelayanan

unit gawat darurat, pelayanan rekam medis

dan pelayanan administrasi. Pelayanan

yang diberikan adalah pelayanan pasien

rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

RSUD DR Sam Ratulangi Tondano

memiliki instalasi farmasi yang dikepalai

oleh seorang apoteker dan dibantu oleh 3

apoteker pendamping, 4 asisten apoteker,

1 tenaga sanitasi, 1 tenaga fisioterapi dan

4 tenaga administrasi. Instalasi farmasi

menyediakan obat untuk pasien rawat inap

dan pasien rawat jalan serta pasien gawat

darurat.

Berdasarkan survei awal melalui

wawancara dengan salah satu asisten

Page 4: Manajemen logistik obat

Malinggas, Posangi dan Soleman, Analisis Manajemen Logistik Obat

451

apoteker di instalasi farmasi RSUD DR

Sam Ratulangi Tondano bahwa, sejak

diberlakukannya sistem Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN) yang

diselenggarakan oleh Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

pada tanggal 1 Januari 2014 terjadi

peningkatan jumlah pasien rawat inap,

rawat jalan dan gawat darurat yang datang

berkunjung ke rumah sakit ini.

Berdasarkan data profil rumah sakit terjadi

peningkatan BOR dari 62,23% dengan

rata-rata kunjungan pasien rawat jalan 174

orang per hari pada tahun 2013 menjadi

65,71% dengan rata-rata kunjungan pasien

rawat jalan 225 orang per hari pada tahun

2014. Hal ini, mengakibatkan permintaan

obat menjadi meningkat. Awalnya

persediaan obat di instalasi farmasi belum

bisa memenuhi akan kebutuhan setiap

pasien yang datang berkunjung di RSUD

DR Sam Ratulangi Tondano baik pasien

peserta JKN ataupun pasien umum (non

JKN) sehingga masih banyak pasien

peserta JKN yang membeli obat sendiri ke

apotik lain dan meminta pengembalian

uang ke bagian keuangan rumah sakit

dengan membawa kwitansi pembayaran

obat (sistem reimburse). Tetapi, dengan

berjalannya waktu tahap pengadaan obat di

instalasi farmasi bisa memenuhi akan

kebutuhan obat sehingga sistem reimburse

semakin berkurang, hanya untuk item-item

obat tertentu.

Dengan tidak berjalannya tugas dan

fungsi Komite Farmasi dan Terapi yang

dibentuk sejak terakreditasinya rumah

sakit ini dengan 5 pelayanan, dari

pemilihan obat, perencanaan, dan

pengadaan obat belum berjalan dengan

efektif karena tidak adanya formularium

rumah sakit yang resmi dipakai sebagai

panduan terapi, hanya mengacu pada

formularium nasional. Hal ini juga,

mengakibatkan banyaknya obat yang

diresepkan dokter khususnya obat

bermerek (paten) tidak tersedia di instalasi

farmasi.

Sistem penyimpanan obat di instalasi

farmasi ini, menggunakan metode FIFO

(First In First Out) dan FEFO (First

Expired First Out). Sebelum disimpan,

obat yang masuk ke gudang farmasi

diperiksa oleh panitia penerimaan barang.

Fasilitas sarana penyimpanan obat baik di

instalasi farmasi maupun gudang farmasi

belum memadai, sehingga penataan jenis

obat yang fast moving atau slow moving

maupun obat yang mirip nama obatnya

belum tertata dengan rapi, sehingga rentan

dengan kesalahan tertukarnya obat dan

dapat mengakibatkan penumpukan stok

obat.

Instalasi farmasi mendistribusikan obat

kepada pasien baik rawat inap, rawat jalan

dan gawat darurat dengan menggunakan

metode resep individu yaitu pasien

menebus obat dengan cara membawa resep

dokter ke instalasi farmasi. Resep obat

oral untuk rawat inap dan UGD diberikan

3 (tiga) hari dan untuk parenteral 1 (satu)

hari, sedangkan untuk obat oral rawat jalan

7 (tujuh) hari. Metode ini untuk rawat inap

dapat meningkatkan biaya pengobatan

karena setiap obat yang tersisa yang tidak

digunakan lagi oleh pasien sudah tidak

dikembalikan ke instalasi farmasi.

Berdasarkan wawancara juga dari

mantan kepala instalasi farmasi bahwa

selama ini, tidak pernah melakukan

pemusnahan obat yang expired date

ataupun penarikan obat yang rusak,

walaupun selama ini terdapat obat yang

expired date. Hal ini, menunjukkan bahwa

pengawasan dan evaluasi obat belum

berjalan dengan baik, yang walaupun

untuk pencatatan dan pelaporan stok obat

sudah dilaksanakan baik stok per hari, per

bulan, maupun per tahun.

Berdasarkan latar belakang di atas,

maka tujuan yang ingin dicapai dari

penelitian ini adalah untuk menganalisis

manajemen logistik obat di instalasi

farmasi RSUD DR Sam Ratulangi

Tondano

Page 5: Manajemen logistik obat

JIKMU, Vol. 5, No. 2b April 2015

452

Metode

Penelitian ini menggunakan metode

kualitatif yang bertujuan untuk

mendapatkan informasi yang lebih

mendalam tentang manajemen logistik

obat di instalasi farmasi RSUD DR Sam

Ratulangi Tondano. Penelitian

dilaksanakan di instalasi farmasi RSUD

DR Sam Ratulangi Tondano. Waktu

pelaksanaan mulai bulan Desember 2014

sampai April 2015. Pemilihan sampel pada

penelitian ini berdasarkan prinsip

kesesuaian (appropriatness) dan

kecukupan (adequacy). Kesesuaian adalah

sampel dipilih berdasarkan pengetahuan

yang dimiliki yang berkaitan dengan topik

penelitian. Prinsip kecukupan yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah

jumlah sampel tidak menjadi faktor

penentu utama, akan tetapi kelengkapan

data yang dipentingkan. Berdasarkan

prinsip tersebut, maka yang dipilih

menjadi informan yang terlibat langsung

maupun tidak langsung dalam pelaksanaan

logistik obat dengan jumlah informan 9

(sembilan) orang yaitu Direktur Rumah

Sakit (1), Kepala Tata Usaha (1), Bagian

Perencanaan Rumah Sakit (1), Kepala

Bidang Penunjang Medik (1), Dokter

Spesialis (1), Kepala Instalasi Farmasi (1),

Apoteker (1), Asisten Apoteker (1), dan

Perawat (1). Instrumen penelitian yang

digunakan peneliti dalam penelitian ini

yaitu pedoman wawancara mendalam dan

pedoman observasi. Pedoman wawancara

terdiri atas daftar pertanyaan mengenai

logistik obat. Untuk pedoman observasi

digunakan sebagai panduan dalam

mengobservasi variabel dokumen terkait

pelaksanaan manajemen logistik obat di

Instalasi Farmasi RSUD DR Sam

Ratulangi Tondano. Data yang telah

dikumpulkan melalui wawancara

mendalam diolah dengan membuat

transkrip hasil pembicaraan tersebut.

Selanjutnya data tersebut dianalisis dengan

metode analisis isi (content analysis).

Hasil dan Pembahasan

1. Pemilihan Obat di instalasi RSUD DR

Sam Ratulangi Tondano

Dalam Permenkes Nomor 58 Tahun

2014 menjelaskan bahwa pemilihan obat

adalah kegiatan untuk menetapkan jenis

obat sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan

obat berdasarkan formularium dan standar

pengobatan/ pedoman diagnosa dan terapi,

standar obat yang telah ditetapkan, pola

penyakit, efektifitas dan keamanan,

pengobatan berbasis bukti, mutu, harga,

ketersediaan di pasaran.

Berdasarkan hasil wawancara

mendalam dapat disimpulkan bahwa

pemilihan obat yang dilakukan oleh

instalasi farmasi RSUD DR Sam Ratulangi

Tondano ialah berdasarkan pola penyakit,

dengan berpatokan pada 10 penyakit

terbanyak yang ada di rumah sakit dan

berdasarkan pada formularium nasional

yang ditetapkan oleh menteri kesehatan

dan e-katalog untuk pelayanan kesehatan

khususnya penggunaan obat di fasilitas

kesehatan di rumah sakit. Formularium

nasional dan patokan 10 penyakit

terbanyak yang ada di rumah sakit ini

menjadi pedoman untuk pemilihan obat

karena RSUD DR Sam Ratulangi Tondano

belum memiliki formularium rumah sakit.

Ini disebabkan Komite Farmasi dan Terapi

yang dibentuk sejak terakreditasinya

rumah sakit ini dengan 5 (lima) pelayanan

tidak menjalankan tugas dan fungsinya.

Salah satunya yaitu menyusun

formularium rumah sakit dan melakukan

farmasi klinik bersama-sama dengan

instalasi farmasi dalam memonitoring efek

samping obat, dan medication error.

Adapun kebijakan yang diambil oleh

rumah sakit dalam hal pemilihan obat,

yaitu jika ada obat-obat yang tidak

termasuk dalam formularium nasional

tetapi obat tersebut dibutuhkan dalam

proses penyembuhan penyakit dan dipakai

oleh dokter untuk pasien maka obat

tersebut dipilih untuk diadakan seperti

ambroxol.

Page 6: Manajemen logistik obat

Malinggas, Posangi dan Soleman, Analisis Manajemen Logistik Obat

453

Hasil observasi langsung dengan

penelusuran terhadap dokumen melalui

buku pedoman yaitu formularium nasional

masih ditemukan obat-obat yang masuk

dalam formularium nasional tetapi tidak

tersedia. Mayoritas obat yang ada di

instalasi farmasi adalah obat generik. Ada

juga obat paten/ obat bermerek yang dalam

pasaran tidak terdapat sediaan generiknya.

Pemilihan obat belum berjalan sesuai

dengan standar pelayanan kefarmasian

rumah sakit karena belum adanya

formularium rumah sakit yang merupakan

dasar pengobatan bagi setiap rumah sakit

atas dasar kesepakatan antara penulis resep

dan penyedia obat di rumah sakit. Hal ini

dapat mengakibatkan kerugian rumah sakit

karena ketika pemilihan obat tidak sesuai

dengan pola penyakit yang ada dan tidak

sesuai dengan user, maka akan

mengakibatkan stok obat-obat menjadi

menumpuk dan akan ada stok berlebihan

maupun stok yang kurang. Tetapi jika

formularium rumah sakit dirampungkan

dan diedarkan kepada dokter-dokter yang

ada di RSUD DR Sam Ratulangi Tondano

maka akan ada pedoman penggunaan obat

sesuai dengan diagnosa dan kepatuhan

akan dokter penulis resep dan instalasi

farmasi sebagai penyedia obat.

Dari hasil observasi langsung dan

dokumen didapatkan bahwa masih

terdapat resep dengan obat yang tidak

termasuk dalam formularium nasional

yang ditulis oleh dokter. Obat-obat

tersebut dalam sediaan generiknya masuk

dalam daftar formularium nasional, tetapi

dalam pelaksanaanya resep obat tersebut

ditulis dengan nama merek dagang. Hal

ini, dikarenakan tidak adanya formularium

rumah sakit yang menjadi dasar pedoman

terapi sesuai dengan kriteria yang

tercantum dalam standar pelayanan

kefarmasian di rumah sakit yaitu dengan

mengutamakan penggunaan obat generik,

memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk

ratio) yang paling menguntungkan

penderita, mutu terjamin termasuk

stabilitas dan bioavailabilitas, praktis

dalam penyimpanan dan pengangkutan,

praktis dalam penggunaan dan penyerahan,

menguntungkan dalam hal kepatuhan dan

penerimaan oleh pasien, memiliki rasio

manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang

tertinggi berdasarkan biaya langsung dan

tidak lansung dan obat lain yang terbukti

paling efektif secara ilmiah dan aman

(evidence based medicines) yang paling

dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga

yang terjangkau.

2. Perencanaan Obat di instalasi farmasi

RSUD DR Sam Ratulangi Tondano

Dalam Permenkes Nomor 58 Tahun

2014 perencanaan kebutuhan merupakan

kegiatan untuk menentukan jumlah dan

periode pengadaan obat sesuai dengan

hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin

terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat

jumlah, tepat waktu dan efisien.

Perencanaan dilakukan untuk menghindari

kekosongan obat dengan menggunakan

metode yang dapat dipertanggung

jawabkan dan dasar-dasar perencanaan

yang telah ditentukan antara lain

konsumsi, epidemiologi, kombinasi

metode konsumsi dan epidemiologi dan

disesuaikan dengan anggaran yang

tersedia.

Hasil wawancara mendalam terhadap

perencanaan obat menunjukkan bahwa

perencanaan obat untuk tahun berikutnya

atau periode berikutnya dengan mengikuti

pemakaian tahun atau periode yang lalu

kemudian menambahkan 10-20% buffer

stock. Beberapa informan menyatakan

bahwa selama ini tidak pernah kekurangan

dana untuk kebutuhan obat. Akan tetapi

dalam observasi langsung dan dokumen

yang dilakukan masih terdapat obat yang

tidak tersedia di instalasi farmasi yang

mengakibatkan pasien harus membeli obat

di luar instalasi farmasi yang walaupun

obat tersebut masuk dalam formularium

nasional. Untuk pasien peserta BPJS

mendapatkan pengembalian uang dari

pihak rumah sakit jika obat yang dibeli

masuk dalam daftar formularium nasional,

dan pasien non BPJS membeli obat yang

Page 7: Manajemen logistik obat

JIKMU, Vol. 5, No. 2b April 2015

454

tidak tersedia di instalasi farmasi rumah

sakit. Hal ini, dianggap dapat merugikan

pihak rumah sakit sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Suciati dan

Adisasmito (2006) yaitu pelayanan farmasi

merupakan pelayanan penunjang dan

sekaligus merupakan revenue center utama

sebab 50% dari seluruh pemasukan rumah

sakit berasal dari pengelolaan perbekalan

farmasi.

Perencanaan obat merupakan tahap

awal kegiatan pengelolaan obat dan

pengadaan obat yang merupakan faktor

terbesar yang dapat menyebabkan

pemborosan, maka perlu dilakukan

efisiensi dan penghematan biaya.

Pengelolaan persediaan obat yang tidak

efisien akan memberikan dampak negatif

terhadap rumah sakit, baik medik maupun

ekonomi (Quick et al, 1997).

Perencanaan obat dalam Permenkes

Nomor 58 Tahun 2014 menyatakan bahwa

harus mempertimbangkan akan anggaran

yang tersedia, penetapan prioritas, sisa

persediaan, data pemakaian periode yang

lalu, waktu tunggu pemesanan dan rencana

pengembangan.

Berdasarkan hasil observasi langsung

dan observasi dokumen didapat bahwa

dalam pelaksanaannya masih terdapat

kekosongan obat pada waktu-waktu

tertentu. Hal ini, terjadi karena tidak

adanya kalender perencanaan pengadaan

obat. Menurut Anif (1997) waktu

perencanaan obat yang baik harus

didukung dengan dasar-dasar perencanaan

yaitu sebagai ramalan tahunan/ bulanan

dari pemasaran, menghitung bahan-bahan

yang dibutuhkan, dan menyusun daftar

untuk bagian pembelian, sebab dampak

yang dapat terjadi jika rumah sakit tidak

dapat merencanakan kebutuhan obat maka

akan terjadi kekosongan obat pada waktu-

waktu tertentu.

Perencanaan yang telah dibuat harus

dilakukan koreksi dengan menggunakan

metode analisis nilai ABC untuk koreksi

terhadap aspek ekonomis, karena suatu

jenis obat dapat memakan anggaran besar

disebabkan pemakaiannya banyak atau

harganya mahal. Dengan analisis nilai

ABC ini, dapat diidentifikasi jenis-jenis

obat yang dimulai dari golongan obat yang

membutuhkan biaya terbanyak. Pada

dasarnya obat dibagi dalam tiga golongan

yaitu golongan A jika obat tersebut

mempunyai nilai kurang lebih 80%

sedangkan jumlah obat tidak lebih dari

20%, golongan B jika obat tersebut

mempunyai nilai 15% dengan jumlah obat

sekitar 10% - 80%, dan golongan C jika

obat mempunyai nilai 5% dengan jumlah

obat sekitar 80% - 100% (Quick et al,

1997).

3. Pengadaan Obat di instalasi farmasi

RSUD DR Sam Ratulangi Tondano

Hasil wawancara mendalam dan

observasi langsung serta menelusuri

dokumen yang didapatkan bahwa

pengadaan obat hanya langsung dibeli ke

Pedagang Besar Farmasi (PBF) tidak ada

sistem tender. Ini didukung dengan faktur-

faktur yang ada dari setiap jenis dan

jumlah obat yang dipesan. Hal ini

disimpulkan bahwa tidak adanya waktu

yang tepat dalam pengadaan obat. Obat-

obat yang dipesan ke PBF dibayarkan

dengan cara hutang terlebih dahulu dan

dibayarkan ketika jatuh tempo. Pengadaan

obat berdasarkan surat pesanan (SP) dari

kepala instalasi dan ditujukan kepada PBF

yang menyediakan obat-obat tersebut.

Dalam pelaksanaan pengadaan obat, sering

tertunda karena kurangnya persediaan obat

dengan harga e-katalog, sehingga dicari

obat yang sediaanya sama di PBF yang

memberikan harga yang dapat dijangkau

dengan harga e-katalog. Dalam pengadaan

obat, instalasi farmasi belum pernah

mendapatkan sumbangan atau hibah obat.

Ada satu informan yang mengatakan

bahwa waktu jaman dulu pernah

memproduksi sendiri boorwater sebagai

pencuci luka. Tetapi sejak 15 (lima belas)

tahun terakhir tidak lagi pernah ada

produksi obat sendiri.

Page 8: Manajemen logistik obat

Malinggas, Posangi dan Soleman, Analisis Manajemen Logistik Obat

455

Observasi langsung dan observasi

dokumen ditemukan bahwa masih ada obat

yang dibeli dengan waktu expired date

sudah dekat. Ini tidak sesuai dengan

standar pelayanan kefarmasian di rumah

sakit dalam Permenkes Nomor 58 Tahun

2014 yang menyatakan bahwa:

Hasil penelitian yang didapat bahwa

pengadaan obat-obat yang ada di instalasi

farmasi semua merupakan persediaan obat

untuk pasien JKN. Walaupun dalam

pelaksanaannya, obat-obat tersebut

diberikan juga untuk pasien non JKN.

Dana untuk membeli obat-obat berasal

dari dana hasil klaim BPJS dan dana

APBD. Ketersediaan dana yang ada

ternyata mampu mencukupi akan

kebutuhan obat selama ini. Masalahnya,

masih ada obat yang masuk daftar

farmularium nasional tidak tersedia dan

masih terjadi kekosongan obat. Hal ini

disebabkan karena tidak adanya jadwal

pembelian obat yang resmi.

Untuk meminimalisir akan pengadaan

obat yang kurang, maka instalasi farmasi

dan manajemen rumah sakit perlu

mengetahui secara jelas kebutuhan obat

seperti dalam Permenkes Nomor 58 tahun

2014 menyatakan bahwa pengadaan

merupakan kegiatan yang dimaksudkan

untuk merealisasikan perencanaan

kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus

menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu

yang tepat dengan harga yang terjangkau

dan sesuai standar mutu. Pengadaan

merupakan kegiatan yang

berkesinambungan dimulai dari pemilihan,

penentuan jumlah yang dibutuhkan,

penyesuaian antara kebutuhan dan dana,

pemilihan metode pengadaan, pemilihan

pemasok, penentuan spesifikasi kontrak,

pemantauan proses pengadaan, dan

pembayaran.

Pengadaan obat di instansi pemerintah

khususnya rumah sakit harus transparan,

adil, bertanggung jawab, efektif, efisien,

kehati-hatian, kemandirian, integritas dan

good corporate governance seperti dalam

peraturan Presiden no 54 tahun 2010

tentang pengadaan barang dan jasa

pemerintah berlaku untuk pengadaan obat

yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara (APBN) maupun

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD), untuk menentukan sistem

pengadaan dalam mempertimbangkan

jenis, sifat dan nilai barang/jasa yang ada.

4. Penerimaan Obat di instalasi farmasi

RSUD DR Sam Ratulangi Tondano

Penerimaan dalam Permenkes Nomor

58 Tahun 2014 merupakan kegiatan untuk

menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,

jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga

yang tertera dalam kontrak atau surat

pesanan dengan kondisi fisik yang

diterima. Semua dokumen terkait

penerimaan barang harus tersimpan

dengan baik.

Hasil wawancara dari semua informan

menunjukkan bahawa obat-obat yang

dipesan sebelum dimasukkan di gudang

farmasi, diterima oleh panitia penerimaan

barang kesesuaian akan jenis, jumlah,

expired date, serta faktur yang ada untuk

menjadi dokumen pegangan oleh instalasi

farmasi dan panitia penerimaan barang.

Hasil observasi langsung dan dokumen

didapat bahwa dalam pelaksanaan

penerimaan obat belum berjalan dengan

optimal sebab masih ada kesalahan

komunikasi antara panitia penerimaan

barang dan petugas gudang farmasi

ataupun petugas instalasi farmasi. Kendala

yang ada yaitu panitia penerimaan barang

hanya 1 (satu ) orang yang berprofesi

sebagai tenaga farmasi dan yang lainnya

tenaga administrasi dan tenaga gizi. Hal

ini, dapat menjadi masalah yang mungkin

akan dihadapi dalam proses penerimaan

dimana kurangnya pengetahuan yang

dimiliki panitia penerimaan yang bukan

berprofesi tenaga farmasi mengenai

kualitas barang yang akan diterima.

Page 9: Manajemen logistik obat

JIKMU, Vol. 5, No. 2b April 2015

456

5. Penyimpanan Obat di instalasi farmasi

RSUD DR Sam Ratulangi Tondano

Hasil wawancara mendalam yang

didapat bahwa metode penyimpanan obat

yang dilakukan oleh bagian gudang

farmasi yaitu berdasarkan metode FIFO

dan FEFO, sedangkan penyimpanan obat

di instalasi farmasi ditata berdasarkan

alfabet. Kurangnya sarana dan prasarana

yang ada maka terjadi penumpukan obat

baik di gudang farmasi dan instalasi

farmasi. Penataan obat-obat baik di

gudang farmasi dan instalasi farmasi

belum sesuai standar penyimpanan obat

yang baik, sebab tercampurnya letak obat

oral dan injeksi. Penyimpanan obat yang

memerlukan suhu yang dingin disimpan

dalam lemari pendingin baik yang masih

di gudang farmasi maupun yang ada di

instalasi farmasi. Untuk obat-obat dalam

keadaan darurat tidak disimpan pada

bagian unit darurat hanya tersedia di

instalasi farmasi rumah sakit. Hal ini

disebabkan bahwa awalnya ada persediaan

obat darurat di unit gawat darurat, tetapi

tidak ada laporan penggunaan obat yang

dibuat oleh bagian unit gawat darurat.

Hasil observasi langsung dan observasi

dokumen disimpulkan bahwa

penyimpanan obat di instalasi farmasi

belum memenuhi standar pelayanan

kefarmasian sesuai dengan Permenkes

Nomor 58 Tahun 2014 khususnya

penyimpanan obat yang menyatakan

bahwa persyaratan kefarmasian yang

dimaksud meliputi persyaratan stabilitas

dan keamanan, sanitasi, cahaya,

kelembaban, ventilasi, dan penggolongan

jenis obat. Metode penyimpanan

dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk

sediaan, dan jenis obat dan disusun secara

alfabetis dengan menerapkan prinsip First

Expired First Out (FEFO) dan First In

First Out (FIFO) disertai sistem informasi

manajemen. Penyimpanan obat yang

penampilan dan penamaan yang mirip

(LASA, Look Alike Sound Alike) tidak

ditempatkan berdekatan dan harus diberi

penandaan khusus untuk mencegah

terjadinya kesalahan pengambilan obat.

Rumah Sakit harus dapat menyediakan

lokasi penyimpanan obat emergensi untuk

kondisi kegawatdaruratan. Tempat

penyimpanan harus mudah diakses dan

terhindar dari penyalahgunaan dan

pencurian.

6. Pendistribusian Obat di instalasi

farmasi RSUD DR Sam Ratulangi

Tondano

Menurut standar pelayanan

kefarmasian rumah sakit, distribusi obat

merupakan suatu rangkaian kegiatan

dalam rangka menyalurkan/menyerahkan

obat dari tempat penyimpanan sampai

kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap

menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah,

dan ketepatan waktu. Rumah sakit harus

menentukan sistem distribusi yang dapat

menjamin terlaksananya pengawasan dan

pengendalian obat di unit pelayanan.

Hasil wawancara didapat bahwa sistem

distribusi obat yang dilakukan oleh

instalasi farmasi RSUD DR Sam Ratulangi

Tondano adalah sistem resep perorangan

yaitu resep pasien rawat jalan dan rawat

inap melalui diambil melalui instalasi

farmasi.

Hasil observasi langsung dan dokumen

terlihat bahwa dengan menerapkan metode

distribusi resep individu maka pada saat

visit dokter dan pada saat poliklinik untuk

rawat jalan dibuka terjadi penumpukan

pasien dan keluarga pasien untuk

mengambil obat. Dalam pelaksanaannya,

obat untuk pasien rawat jalan diberikan 7

(tujuh) hari dan pasien rawat inap 3(tiga)

hari. Metode ini dapat merugikan rumah

sakit jika untuk obat pasien rawat inap

tidak digunakan lagi, tetapi obat-obat

tersebut tidak dikembalikan ke instalasi

farmasi. Kurangnya SDM yang ada

menjadi kendala dalam merubah metode

distribusi obat khususnya metode

distribusi pasien rawat inap. Tetapi

berdasarkan Permenkes Nomor 58 Tahun

2014 sistem distribusi Unit Dose

Page 10: Manajemen logistik obat

Malinggas, Posangi dan Soleman, Analisis Manajemen Logistik Obat

457

Dispensing (UDD) sangat dianjurkan

untuk pasien rawat inap mengingat dengan

sistem ini tingkat kesalahan pemberian

obat dapat diminimalkan sampai kurang

dari 5% dibandingkan dengan sistem floor

stock atau rsesep individu yang mencapai

18%.

7. Pemusnahan dan Penarikan Obat di

instalasi farmasi RSUD DR Sam

Ratulangi Tondano

Dalam Permenkes Nomor 58 Tahun

2014 pemusnahan dan penarikan obat yang

tidak dapat digunakan harus dilaksanakan

dengan cara yang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Pemusnahan dilakukan untuk obat

bila: Produk tidak memenuhi persyaratan

mutu, kadaluwarsa, tidak memenuhi syarat

untuk dipergunakan dalam pelayanan

kesehatan atau kepentingan ilmu

pengetahuan, dicabut izin edarnya.

Penarikan obat dilakukan terhadap

produk yang izin edarnya dicabut oleh

Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM). Penarikan obat dilakukan oleh

BPOM atau pabrikan asal. Rumah sakit

harus mempunyai sistem pencatatan

terhadap kegiatan penarikan.

Dari hasil wawancara mendalam dan

observasi dokumen tidak ditemukan

adanya dokumen yang memuat laporan

pemusnahan obat, yang walaupun terdapat

obat-obat yang sudah expired date dan

rusak yang tidak layak digunakan lagi. Hal

ini simpulkan bahwa tidak adanya

pengawasan dan evaluasi yang dilakukan

dan tidak sesuai dengan standar

kefarmasian di rumah sakit. Dengan tidak

adanya laporan pemusnahan dan tidak

pernah dilakukannya pemusnahan dan

penarikan obat maka instalasi farmasi

RSUD DR Sam Ratulangi Tondano belum

memenuhi standar kefarmasian di rumah

sakit.

8. Pengendalian Obat di instalasi farmasi

RSUD DR Sam Ratulangi Tondano

Beberapa informan menyatakan dalam

wawancara mendalam bahwa tidak pernah

mendapatkan laporan evaluasi akan

penggunaan obat, bahkan hasil stok

opname. Hasil observasi langsung dan

dokumen yang didapat ialah laporan

evaluasi penggunaan obat selama ini dan

stok opname hanya pada waktu tahun lalu

pada saat serah terima kepala instalasi

yang lama dan yang baru hanya berupa

kartu stok pemasukan dan pengeluaran

obat. Evaluasi tidak dilakukan karena tidak

adanya KFT. Adapun laporan stok awal

dan akhir yang dibuat kepala instalasi per

bulan, triwulan dan tahunan hanya untuk

dilaporkan ke bagian manajemen rumah

sakit dan keuangan daerah untuk

pemeriksaan stok obat. Kurangnya

pengontrolan dan tidak adanya evaluasi

maka hal ini disimpulkan bahwa belum

sesuai dengan standar pelayanan

kefarmasian di rumah sakit yang

ditetapkan oleh menteri kesehatan pada

Permenkes Nomor 58 Tahun 2014 yang

menyatakan bahwa jenis, jumlah

persediaan dan penggunaan obat dikontrol

dan dievaluasi oleh instalasi farmasi harus

bersama dengan Tim Farmasi dan Terapi

(TFT) di Rumah Sakit.

9. Administrasi Obat di instalasi farmasi

RSUD DR Sam Ratulangi Tondano

Hasil wawancara yang didapat bahwa

pencatatan dan pelaporan penggunaan obat

selalu dibuat dan dilaporkan pada

manajemen rumah sakit. Dalam observasi

langsung dan dokumen terdapat catatan

masuk keluarnya obat baik dari gudang

maupun dari instalsi farmasi. Administrasi

keuangan tidak dilakukan karena instalasi

farmasi tidak mengelolah keuangan

sendiri. Administrasi penghapusan obat

yang tidak terpakai selama ini tidak pernah

dibuat. Hal ini menunjukkan bahwa

pengelolaan administrasi obat di instalasi

farmasi belum berjalan optimal. Dengan

Page 11: Manajemen logistik obat

JIKMU, Vol. 5, No. 2b April 2015

458

kurangnya kontrol dan evaluasi maka sulit

mengidentifikasi masalah apa yang sedang

terjadi dan bagaimana mengatasi masalah

seperti dalam yang dikatakan Anshari

(2009).

Hal ini dapat disimpulkan bahwa

pengelolaan administrasi baik pencatatan

dan pelaporan, administrasi keuangan

maupun administrasi penghapusan belum

sesuai dengan standar kefarmasian di

rumah sakit sesuai dengan Permenkes

Nomor 58 Tahun 2014 yang menyatakan

bahwa administrasi harus dilakukan secara

tertib dan berkesinambungan untuk

memudahkan penelusuran kegiatan yang

sudah berlalu. Kegiatan administrasi terdiri

dari (a). Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan terhadap

kegiatan pengelolaan obat yang meliputi

perencanaan kebutuhan, pengadaan,

penerimaan, pendistribusian, pengendalian

persediaan, pengembalian, pemusnahan

dan penarikan obat. Pelaporan dibuat

secara periodik yang dilakukan Instalasi

Farmasi dalam periode waktu tertentu

(bulanan, triwulanan, semester atau

pertahun). Jenis-jenis pelaporan yang

dibuat menyesuaikan dengan peraturan

yang berlaku. Pencatatan dilakukan untuk

1) persyaratan Kementerian Kesehatan/

BPOM 2) dasar akreditasi Rumah Sakit 3)

dasar audit Rumah Sakit dan 4)

dokumentasi farmasi. Pelaporan dilakukan

sebagai 1) komunikasi antara level

manajemen 2) penyiapan laporan tahunan

yang komprehensif mengenai kegiatan di

instalasi farmasi dan 3) laporan tahunan.

(b). Administrasi keuangan apabila ada

instalasi farmasi rumah sakit harus

mengelola keuangan maka perlu

menyelenggarakan administrasi keuangan.

Administrasi keuangan merupakan

pengaturan anggaran, pengendalian dan

analisa biaya, pengumpulan informasi

keuangan, penyiapan laporan, penggunaan

laporan yang berkaitan dengan semua

kegiatan pelayanan kefarmasian secara

rutin atau tidak rutin dalam periode

bulanan, triwulanan, semesteran atau

tahunan. (c). Administrasi penghapusan

merupakan kegiatan penyelesaian terhadap

obat yang tidak terpakai karena

kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi

standar dengan cara membuat usulan

penghapusan obat kepada pihak terkait

sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan bahwa:

1. Tidak berjalannya tugas dan fungsi

Komite farmasi dan Terapi, tidak

adanya Formularium Rumah Sakit dan

pemilihan obat yang dilakukan selama

ini masih berdasarkan data 10

penyakit terbanyak dan berpatokan

pada formularium nasional dengan

menggunakan e-katalog.

2. Perencanaan obat berdasarkan pada

data pemakaian periode atau tahun

yang lalu dan ditambahkan buffer

stock.

3. Sistem pengadaan obat yaitu dengan

cara pembelian langsung ke Pedagang

Besar Farmasi (PBF) dengan waktu

yang tidak pasti.

4. Penerimaan obat di instalasi farmasi

dilakukan oleh panitia penerimaan

barang rumah sakit.

5. Fasilitas sarana dan prasarana

penyimpanan obat yaitu instalasi

farmasi dan gudang farmasi belum

memadai.

6. Metode pendistribusian obat baik

pasien rawat jalan maupun pasien

rawat inap ialah metode resep individu

yaitu dengan cara langsung

mengambil obat di instalsi farmasi

oleh pasien atau keluarga pasien.

7. Pemusnahan dan penarikan obat yang

rusak dan expired date tidak pernah

dilakukan.

8. Pengendalian akan evaluasi

penggunaan obat, obat-obat yang tidak

terpakai ataupun obat-obat yang slow

moving tidak dilakukan. Stok opname

hanya dilakukan pada saat serah

Page 12: Manajemen logistik obat

Malinggas, Posangi dan Soleman, Analisis Manajemen Logistik Obat

459

terima jabatan kepala instalasi

farmasi.

9. Administrasi baik pencatatan dan

pelaporan kegiatan pengelolaan obat

dilakukan tetapi belum sesuai dengan

standar kefarmasian di rumah sakit.

Administrasi keuangan tidak

dilakukan oleh instalasi farmasi.

Administrasi penghapusan obat tidak

pernah dilakukan dan tidak

dilaporkan. Fungsi instalasi farmasi

yang belum optimal mengakibatkan

masih ada pasien yang mengambil

obat diluar instalasi farmasi rumah

sakit yang seharusnya instalasi

farmasi merupakan revenue center

rumah sakit.

Saran

1. Manajemen RSUD Dr. Sam Ratulangi

Tondano

a. Membuat SOP yang baru sesuai

dengan Standarisasi Kefarmasian

di Rumah Sakit menurut

Permenkes Nomor 58 Tahun 2014.

b. Membentuk kembali Komite

Farmasi dan Terapi untuk

memonitoring secara berkala

permasalahan terkait tentang obat.

c. Membuat Formularium Rumah

Sakit sebagai dasar panduan terapi

untuk penggunaan obat di RSUD

Dr. Sam ratulangi Tondano.

d. Membuat rencana rekruitmen

penambahan tenaga farmasi di

RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano

untuk melayani peningkatan pasien

peserta JKN dan non JKN.

2. Kepala Instalasi Farmasi RSUD Dr.

Sam Ratulangi Tondano

a. Mengusulkan perbaikan fasilitas

sarana dan prasarana instalasi

farmasi dan gudang farmasi.

b. Melakukan kegiatan farmasi klinik.

c. Merubah sistem distribusi obat

untuk pasien rawat inap dengan

menggunakan sistem unit dose.

d. Melakukan pengontrolan dan

evaluasi penggunaan obat di

instalasi farmasi.

e. Melaporkan obat-obat yang expired

date dan rusak serta membuat

laporan pemusnahan obat.

e. Membuat laporan setiap kegiatan

logistik obat di instalasi farmasi

3. Bagi Institusi Pendidikan

Perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut terhadap faktor-faktor penyebab

yang berhubungan dengan analisis

manajemen logistik obat di instalasi

farmasi rumah sakit.

Daftar Pustaka

Anonimous, 2009, Undang-Undang No.36

Tahun 2009 tentang Kesehatan,

Departeman Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta.

Anonimous, 2009, Undang-Undang No.44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,

Departeman Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta.

Anonimous, 2010, Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 54.

Pengadaan/ Jasa Pemerintah

Anonimous, 2014, Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor 58. Standar

Pelayanan Kefarmasian Di Rumah

Sakit.

Muhammad,A, 1997, Manajemen Farmasi.

Gajah Mada University Press,

Yogyakarta.

Muhammad,A, 2009, Aplikasi Manajemen

Pengelolaan Obat Dan Makanan.

Nuha Medika, Jogjakarta

Quick, D.J., Hume, M.L, Raukin J.R,

Laing, RO., and O’Connor, RW.,

1997, Managing Drug Supply (2nd

ed), Revised and Expanded,

Kumarin Press, West Hartford.

Seto,S,Nita.Y,Triana L, 2008, Manajemen

Farmasi. Airlangga University Press.

Surabaya

Siregar, C.J.P, 2004, Farmasi Rumah Sakit

Teori Dan Penerapan, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.

Page 13: Manajemen logistik obat

JIKMU, Vol. 5, No. 2b April 2015

460

Suciati, S dan Adisamito, B. 2006, Analisa

Perencanaan Obat Berdasarkan ABC

Indeks Kritis di Instalasi Rumah

Sakit, Jurnal, Manajemen Kesehatan,

Vol 09/No.01, (hal :19-26).