Manajemen Kasus Obsgyn 3

20
UNIVER SITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS KEDOKTERAN DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI STATUS PASIEN OBSTETRI UNTUK UJIAN Untuk Dokter Muda Nama Dokter Muda Muhammad Syafiq Riski Tanda Tangan NIM 09711034 Tanggal Ujian Rumah sakit dr. R. Goeteng Taroenadibrata Gelombang Periode 26 Mei – 9 Agustus 2014 A. IDENTITAS Nama : Ny. AK Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 24 tahun Alamat : Penaruban RT 01/ RW 08 Kaligondang, Purbalingga Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : D3 Tanggal masuk : 1 Juli 2014 Mondok di bangsal : VK, Bougenvil Nomer CM : 560968 Nama Suami : Tn. HM Pendidikan : S1 B. ANAMNESIS Diberikan oleh : Pasien Tempat/Tanggal/pukul : Ruang VK/ 1 Juli 2014/ 03.45 Keluhan Utama : Merasa kenceng-kenceng dan keluar air 1

description

vjgkjk

Transcript of Manajemen Kasus Obsgyn 3

Page 1: Manajemen Kasus Obsgyn 3

UNIVERSITASISLAMINDONESIA

FAKULTAS KEDOKTERAN

DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI

STATUS PASIEN OBSTETRI UNTUK UJIAN

Untuk Dokter Muda

Nama Dokter Muda Muhammad Syafiq Riski Tanda TanganNIM 09711034Tanggal UjianRumah sakit dr. R. Goeteng TaroenadibrataGelombang Periode 26 Mei – 9 Agustus 2014

A. IDENTITAS

Nama : Ny. AK

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 24 tahun

Alamat : Penaruban RT 01/ RW 08 Kaligondang, Purbalingga

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : D3

Tanggal masuk : 1 Juli 2014

Mondok di bangsal : VK, Bougenvil

Nomer CM : 560968

Nama Suami : Tn. HM

Pendidikan : S1

B. ANAMNESIS

Diberikan oleh : Pasien

Tempat/Tanggal/pukul : Ruang VK/ 1 Juli 2014/ 03.45

Keluhan Utama : Merasa kenceng-kenceng dan keluar air

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke VK jam 03.45 pagi dengan

keluhan merasa kenceng-kenceng sejak 30 Juni

2014 jam 18.00 dan diikuti keluar air jam 21.00.

Keluar air yang dirasakan sedikit, terasa

merembes.

Riwayat Perkawinan

Kawin : 1 (satu) kali

Umur waktu kawin : 23 tahun

1

Page 2: Manajemen Kasus Obsgyn 3

Umur suami waktu kawin : 27 tahun

Lama perkawinan : ± 1 tahun

Riwayat Menstruasi

Menarche : 14 tahun

Mentruasi : teratur

Jumlah darah menstruasi : biasa, ganti pembalut ± 3 – 4 kali sehari

Rasa sakit saat menstruasi: (–)

Perdarahan di luar siklus : (–)

Riwayat Fertilitas

Riwayat Kehamilan Sekarang

HPMT : 16 Oktober 2013

HPL : 23 Juli 2014

Mual-muntah : (–)

Sesak Nafas : (–)

Gangguan BAK/ BAB : (–)

Hipertensi : (–)

Kejang : (–)

Riwayat Keluarga Berencana (KB)

Pasien belum pernah KB sebelumnya.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

KU : cukup

Vital Sign : TD : 120/80 mmHg

N : 84 x/menit

S : 36,4º C

Berat Badan : 65 kg

Tinggi Badan : 156 cm

Gizi : baik

Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher : pembesaran limfonodi (-)

Dada :

Cor : S1S2 reguler, bising (-)

Pulmo : vesikuler (+/+), wheezing (-/-)

2

Page 3: Manajemen Kasus Obsgyn 3

Abdomen : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, peristaltik (+) N

Ekstremitas : edema ekstremitas (-)

Status Obstetri

Inspeksi : dinding abdomen lebih tinggi dari dinding dada, striae (-)

Palpasi : His (+)

Leopold I : TFU 28 cm, teraba bagian lunak seperti bokong

Leopold II : punggung kanan

Leopold III : presentasi kepala

Leopold IV : kepala fleksi, masih floating

Auskultasi : DJJ (+) 148x/menit

Vaginal Toucher : - VT φ 1 cm, portio lunak mulai mendatar

- KK (+) lekat

- Presentasi kepala, masih bisa didorong

- PPV air+bloodslym

- Tes lakmus (+) berubah warna

Kesimpulan ANC :

Usia kehamilan 36 minggu 6 hari

TFU 28 cm

Presentasi Kepala

Letak anak dan turunnya bagian bawahKepala di bidang

Hodge I

Punggung Kanan

DJJ 148 x/menit

Edema (–)

Tekanan darah 120/80 mmHg

Berat badan 65 kg

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium :

Hb : 13,0 g/dL

AL : 16,5 x 103 / µL

3

Page 4: Manajemen Kasus Obsgyn 3

Hmt : 42 %

AT : 318 x 103 / µL

HJL : Eosinofil : 0 %

Basofil : 0 %

Netrofil seg : 80 %

Limfosit : 14 %

Monosit : 6 %

Masa pembekuan (CT) : 4’30”

Masa perdarahan (BT) : 4’

Golongan darah : B

HBsAg : (–)

E. DIAGNOSIS

G1P0A0 hamil 36 minggu 6 hari, anak 1 hidup intrauterin letak kepala, punggung

kanan, inpartu kala I fase laten dengan KPD

F. EDUKASI

Pasien tidak diperbolehkan jalan-jalan (bed rest).

Tidak dibenarkan mengejan saat pembukaan belum lengkap.

Tetap tenang saat sedang kontraksi untuk menghemat tenaga ketika tiba

saatnya melahirkan.

Mengajarkan ibu cara mengejan yang benar saat akan melahirkan, yaitu

mengejan hanya ketika ada kontraksi dan mengejan terpusat di bagian bawah,

seperti ketika BAB.

4

Page 5: Manajemen Kasus Obsgyn 3

KETUBAN PECAH DINI (KPD)

A. Definisi

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi

proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup atau kurang

waktu (Cunningham, Mc.Donald. 2002).

Ketuban pecah dini adalah rupturnya membran ketuban sebelum persalinan

berlangsung (Manuaba, 2002).

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal

ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya

melahirkan. KPD preterm adalah ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37

minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam

sebelum waktunya melahirkan.

B. Anatomi

Lapisan selaput ketuban:

Amnion membran transparan berwarna abu-abu yang melapisi korion.

Selaput ini menutup pars fetal plasenta dan tali pusat. Kantung amnion

berisi cairan amnion dan janin berada di dalam cairan tersebut. Selaput

amnion terdiri dari 5 lapisan:

5

Page 6: Manajemen Kasus Obsgyn 3

i. Lapisan seluler

ii. Membrana basalis

iii. Stratum kompaktum

iv. Stratum fibroblas

v. Stratum spongiosum di bagian paling luar dan melekat dengan

lapisan seluler korion

Korion membran paling luar dan menempel pada dinding uterus serta

menempel pada tepi plasenta. Korion terdiri dari 4 lapisan:

i. Lapisan seluler

ii. Lapisan retikuler padat

iii. Membran pseudo-basalis

iv. Trofoblas

Cairan amnion adalah cairan bening agak kekuning-kuningan yang mengelilingi

janin selama kehamilan. Cairan ini terkandung dalam kantung amnion. Fungsi

cairan amnion antara lain untuk:

Sebagai pelindung yang akan menahan janin dari trauma akibat benturan.

Melindungi dan mencegah tali pusat dari kekeringan, yang dapat

menyebabkannya mengkerut sehingga menghambat penyaluran oksigen

melalui darah ibu ke janin.

Berperan sebagai cadangan cairan dan sumber nutisi bagi janin untuk

sementara.

Memungkinkan janin bergerak lebih bebas, membantu sistem pencernaan

janin, sistem otot dan tulang rangka, serta sistem pernapasan janin agar

berkembang dengan baik.

Menjadi inkubator dalam menjaga kehangatan janin.

Bersama selaput ketuban, merupakan penahan janin dan rahim terhadap

kemungkinan infeksi.

Saat persalinan, membantu meratakan kontraksi rahim sehingga leher rahim

membuka.

Saat kantung ketuban pecah, cairan amnion membersihkan jalan lahir.

Kandungan cairan amnion:

Prolaktin

Prolaktin didapatkan dalam konsentrasi tinggi di dalam cairan amnion, yaitu

sekitar 10.000 ng/ml. Prolaktin bisa ditemukan pada minggu ke-20 sampai 26

kehamilan. Fungsi prolaktin dalam cairan amnion adalah memperbaiki

6

Page 7: Manajemen Kasus Obsgyn 3

transfer cairan dari janin ke ibu dan menyediakan cairan ekstraseluler serta

mempertahankan janin dari dehidrasi selama kehamilan lanjut.

Lesitin

Lesitin merupakan unsur yang penting dalam formasi dan stabilisasi lapisan

surfaktan, yang mempertahankan alveolar dari kolaps dan gawat nafas. Jika

konsentrasi lesitin dalam cairan amnion lebih 2x kadarnya, maka

menunjukkan risiko terjadinya gawat nafas pada janin sangat rendah, begitu

pula sebaliknya.

C. Etiologi

Etiologi dari KPD belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti.

Beberapa menyebutkan ada beberapa faktor yang berhubungan derat dengan

KPD, di antaranya (Nugroho, 2011) :

1. Inkompetensi serviks

Inkompetensi serviks adalah kelainan pada otot serviks yang disebabkan

laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan

kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan

tanpa rasa nyeri dan mules pada masa kehamilan trimester kedua atau awal

trimester ketiga yang diikuti penonjolan dan robekan selaput janin serta

keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2002).

2. Peningkatan tekanan intrauterin

Peningkatan tekanan intrauterin yang berlebihan dapat menyebabkan

terjadinya ketuban pecah dini, misalnya:

Trauma hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosentesis

Gemelli (kehamilan kembar) menyebabkan terjadinya distensi uterus

yang berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim

lebih besar, kantung ketuban relatif kecil, sedangkan di bagian bawah

tidak ada yang menahan, sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis

dan mudah pecah (Saifudin, 2002).

Makrosomia adalah berat badan neonatus > 4000 gram, yang dapat

menimbulkan peningkatan distensi uterus sehingga menekan selaput

ketuban yang menyebabkan selaput ketuban menjadi teregang, tipis,

kekuatan membran berkurang, yang kemudian selaput ketuban mudah

pecah (Winkjosastro, 2006).

Hidramnion/ Polihidramnion adalah jumlah cairan amnion > 2000 ml.

Hidramnion kronis adalah peningkatan jumlah cairan amnion terjadi

secara berangsur-angsur. Hidramnion akut adalah jumlah cairan amnion

7

Page 8: Manajemen Kasus Obsgyn 3

meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam

beberapa hari.

3. Kelainan letak janin

Kelainan letak janin, di antaranya letak sungsang dan letak lintang.

4. Kemungkinan panggul sempit

Bagian terendah belum masuk pintu atas panggul (PAP), atau yang disebut

dengan CPD (Cephalo-Pelvic Disproportional).

5. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)

Korioamnionitis adalah infeksi bakteri pada korion, amnion, dan caira

ketuban. Hal ini disebabkan oleh penyebaran organisme vagina ke atas. Dua

faktor predisposisi terpenting terjadinya korioamnionitis adalah pecahnya

selaput ketuban > 24 jam dan persalinan lama. Korioamnionitis merupakan

komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, yang dapat menyebabkan sepsis

(Prawirohardjo, 2008).

Streptococcus grup B adalah mikroorganisme yang sering menjadi

penyebab amnionitis. Selain itu, Bacteroides fragilis, Lactobacilli dan

Staphylococcus epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering ditemukan

pada cairan ketuban pada kehamilan preterm. Bakteri-bakteri tersebut dapat

melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini

menyebabkan adanya perubahan dan pembukaan serviks, serta pecahnya

selaput ketuban (Varney, 2007).

6. Faktor keturunan

Faktor keturunan berhubungan dengan kadar ion Cu yang rendah, vitamin C

rendah, dan kelainan genetik.

7. Usia ibu ≤ 20 tahun dan ≥ 35 tahun

Usia ibu yang kurang dari 20 tahun, termasuk usia terlalu muda dengan

keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan

mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia lebih dari 35

tahun tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan sehingga berisiko

tinggi mengalami ketuban pecah dini (Nugroho, 2011).

8. Riwayat KPD sebelumnya

Ibu dengan riwayat KPD sebelumnya akan berisiko 2-4 kali mengalami

ketuban pecah dini kembali pada kehamilan selanjutnya. Hal ini

dikarenakan komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan

kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya

(Anonim, 2007).

9. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban

8

Page 9: Manajemen Kasus Obsgyn 3

10. Serviks yang pendek (< 25 mm) pada usia kehamilan 23 minggu

D. Patofisiologi

Banyak teori yang menjelaskan mengenai ketuban pecah dini, mulai dari

defek kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi. Namun pada sebagian besar

kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%).

Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler

korion, dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontol oleh

sistem aktivitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin.

Terjadinya infeksi dan inflamasi peningkatan aktivitas IL-1 dan

prostaglandin menghasilkan kolagenase jaringan terjadi depolimerasi

kolagen pada selaput korion/ amnion ketuban menjadi tipis, lemah mudah

pecah spontan.

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada ketuban pecah dini adalah (Nugroho, 2010):

Keluarnya cairan merembes melalui vagina

Aroma air ketuban berbau manis dan tidak berbau seperti amoniak

Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai

kelahiran

Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin

bertambah cepat bila terjadi infeksi.

F. Diagnosis

1. Anamnesis

Penderita merasa basah pada vagina atau mengeluarkan cairan yang banyak

secara tiba-tiba dari jalan lahir (ngepyok). Cairan berbau khas dan ketika

cairan keluar, his belum teratur atau belum ada dan belum ada pengeluaran

lendir darah. Riwayat yang harus diketahui untuk mengakkan diagnosis

KPD:

Jumlah cairan yang hilang

Ketidakmampuan mengendalikan kebocoran dengan latihan Kegel

Waktu terjadi pecah ketuban

Warna cairan : jernih, keruh, jika bercampur cairan mekonium akan

berwarna kuning atau hijau

Bau cairan : bau apek yang khas

9

Page 10: Manajemen Kasus Obsgyn 3

Hubungan seksual terakhir : semen yang keluar dapat disalah artikan

sebagai cairan amnion

2. Pemeriksaan fisik

Inspeksi tampak keluar cairan dari vagina

Pemeriksaan dengan spekulum tampak keluar cairan dari orifisium

uteri eksternum (OUE). Jika tidak tampak, tekan fundus uteri atau

pasien diminta batuk atau mengejan.

Pemeriksaan dalam didapatkan cairan vagina dan selaput ketuban

sudah tidak ada lagi. Pemeriksaan dalam pada usia kehamilan kurang

bulan tidak perlu dilakukan karena saat pemeriksaan, jari pemeriksa

akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina normal.

Mikroorganisme tersebut dapat dengan cepat berubah menjadi patogen.

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Cairan yang keluar dari vagina diperiksa warna, konsentrasi, bau, dan

pH nya. Caairan yang keluar dari vagina kecuali air ketuban, mungkin

juga urin atau sekret vagina.

Tes Lakmus (tes Nitrazin) positif (+) jika kertas lakmus berubah

menjadi biru menunjukkan adanya air

ketuban (alkalis). pH air ketuban

berkisar 7 – 7,5 , darah dan infeksi

vagina dapat menghasilkan tes positif

palsu.

Mikroskopik (tes pakis) dengan meneteskan air ketuban pada gelas

objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan

mikroskopik menunjukkan gambaran daun

pakis.

Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan USG dilakukan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam

kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang

sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion.

10

Page 11: Manajemen Kasus Obsgyn 3

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ketuban pecah dini menurut Wiknjosastro (2007):

KETUBAN PECAH DINI

< 37 minggu ≥ 37 minggu

Infeksi Tidak ada infeksi Infeksi Tidak ada infeksi

Berikan Penisilin,

Gentamisin dan

Metronidazol

Lahirkan bayi

Amoksisilin +

Eritromisin untuk

7 hari

Steroid untuk

kematangan paru

Berikan Penisilin,

Gentamisin dan

Metronidazol

Lahirkan bayi

Lahirkan bayi

Berikan Penisilin

atau Ampisilin

Antibiotik Setelah Persalinan

Profilaksis Infeksi Tidak ada infeksi

Stop antibiotik

Lanjutkan untuk

24 – 48 jam

setelah bebas

panas

Tidak ada antibiotik

Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia kehamilan,

adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin, dan adanya tanda-tanda persalinan.

Penanganannya yaitu:

Konservatif (mempertahankan kehamilan)

i. Rawat di rumah sakit

ii. Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau),

berikan antibiotik

iii. Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu:

- berikan antibiotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin.

- Ampisilin (4x500 mg selama 7 hari) ditambah Eritromisin (250 mg

per oral 3x perhari selama 7 hari).

iv. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi

beri Deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

Observasi tanda-tanda infeksi dan keadaan janin.

Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, inpartu, tidak ada infeksi beri

tokolitik, Deksametason, dan induksi setelah 24 jam.

11

Page 12: Manajemen Kasus Obsgyn 3

Aktif

Kehamilan lebih dari 37 minggu, diinduksi dengan oksitosin. Bila ada tanda-

tanda infeksi, berikan antibiotik dosis tinggi dan akhiri persalinan.

Indikasi melakukan induksi pada ketuban pecah dini adalah sebagai berikut:

i. Pertimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan

waktu apakah 6, 12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari 2000

gram.

ii. Terdapat tanda infeksi intrauterin. Suhu meningkat > 38º C dengan

pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban.

Penatalaksanaan lanjutan:

i. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali

didahului kondisi ibu yang menggigil.

ii. Lakukan pemantauan DJJ setiap jam sebelum persalinan untuk melihat

adanya tanda gawat janin akibat kompresi tali pusat atau induksi.

Takikardia dapat mengindikasikan infeksi uteri.

iii. Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.

iv. Jika benar-benar diperlukan, ketika melakukan pemeriksaan dalam

perhatikan hal-hal berikut:

- apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasanya

- bau rabas atau cairan di sarung tangan

- warna rabas atau cairan di sarung tangan

v. Ber perhatian seksama terhadap hidrasi agar diperoleh gaambaran

yang jelas dari setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi

peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi.

H. Komplikasi

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia

kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal maupun neonatal, persalinan prematur,

hipoksia, dan deformitas janin.

Persalinan prematur

Periode latennya tergantung usia kehamilan. Pada kehamilan aterm, 90%

persalinan terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan 28-

34 minggu, 50% persalinan terjadi dalam 24 jam. Pada kehamilan < 26

minggu, persalinan terjadi dalam 1 minggu.

12

Page 13: Manajemen Kasus Obsgyn 3

Infeksi

Pada ibu korioamnionitis

Pada bayi septikemia, pneumonia, omfalitis.

Hipoksia dan asfiksia

Dengan pecahnya ketuban, terjadi oligohidramnion yang kemudian menekan

tali pusat sehingga terjadi hipoksia atau asfiksia. Terdapat hubungan antara

terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion. Semakin sedikit air

ketuban, janin semakin gawat.

Sindrom deformitas janin

Kelainannya disebabkan oleh kompresi muka dan anggota badan janin, serta

hipoplasi pulmonal (Prawirohardjo, 2008).

13

Page 14: Manajemen Kasus Obsgyn 3

DAFTAR PUSTAKA

Lowdermilk, Leonard, D. 2000. Maternity & Women’s Health Care, 7th ed. Sydney:

Mosby.

Mansjoer, A., dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta:

Media Aesculapius.

Manuaba, C., Ayu I., dkk. 2009. Buku ajar Patologi Obstetri. Jakarta: EGC.

Mirzanie, H. dan Kurniawati, D. 2009. Obgynacea obstetric & ginekologi.

Yogyakarta: TOSCA Enterprise.

Nugroho, T. 2010. Obstetric untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta: Nuha

Medika.

Saifudin, A.B. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta: YBP-SP.

Sarwono, P. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

Varney, Hellen, dkk. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan vol.2. Jakarta: EGC.

14