Manajemen Kasus Obsgyn 3
description
Transcript of Manajemen Kasus Obsgyn 3
UNIVERSITASISLAMINDONESIA
FAKULTAS KEDOKTERAN
DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI
STATUS PASIEN OBSTETRI UNTUK UJIAN
Untuk Dokter Muda
Nama Dokter Muda Muhammad Syafiq Riski Tanda TanganNIM 09711034Tanggal UjianRumah sakit dr. R. Goeteng TaroenadibrataGelombang Periode 26 Mei – 9 Agustus 2014
A. IDENTITAS
Nama : Ny. AK
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 24 tahun
Alamat : Penaruban RT 01/ RW 08 Kaligondang, Purbalingga
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : D3
Tanggal masuk : 1 Juli 2014
Mondok di bangsal : VK, Bougenvil
Nomer CM : 560968
Nama Suami : Tn. HM
Pendidikan : S1
B. ANAMNESIS
Diberikan oleh : Pasien
Tempat/Tanggal/pukul : Ruang VK/ 1 Juli 2014/ 03.45
Keluhan Utama : Merasa kenceng-kenceng dan keluar air
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke VK jam 03.45 pagi dengan
keluhan merasa kenceng-kenceng sejak 30 Juni
2014 jam 18.00 dan diikuti keluar air jam 21.00.
Keluar air yang dirasakan sedikit, terasa
merembes.
Riwayat Perkawinan
Kawin : 1 (satu) kali
Umur waktu kawin : 23 tahun
1
Umur suami waktu kawin : 27 tahun
Lama perkawinan : ± 1 tahun
Riwayat Menstruasi
Menarche : 14 tahun
Mentruasi : teratur
Jumlah darah menstruasi : biasa, ganti pembalut ± 3 – 4 kali sehari
Rasa sakit saat menstruasi: (–)
Perdarahan di luar siklus : (–)
Riwayat Fertilitas
Riwayat Kehamilan Sekarang
HPMT : 16 Oktober 2013
HPL : 23 Juli 2014
Mual-muntah : (–)
Sesak Nafas : (–)
Gangguan BAK/ BAB : (–)
Hipertensi : (–)
Kejang : (–)
Riwayat Keluarga Berencana (KB)
Pasien belum pernah KB sebelumnya.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
KU : cukup
Vital Sign : TD : 120/80 mmHg
N : 84 x/menit
S : 36,4º C
Berat Badan : 65 kg
Tinggi Badan : 156 cm
Gizi : baik
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : pembesaran limfonodi (-)
Dada :
Cor : S1S2 reguler, bising (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), wheezing (-/-)
2
Abdomen : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, peristaltik (+) N
Ekstremitas : edema ekstremitas (-)
Status Obstetri
Inspeksi : dinding abdomen lebih tinggi dari dinding dada, striae (-)
Palpasi : His (+)
Leopold I : TFU 28 cm, teraba bagian lunak seperti bokong
Leopold II : punggung kanan
Leopold III : presentasi kepala
Leopold IV : kepala fleksi, masih floating
Auskultasi : DJJ (+) 148x/menit
Vaginal Toucher : - VT φ 1 cm, portio lunak mulai mendatar
- KK (+) lekat
- Presentasi kepala, masih bisa didorong
- PPV air+bloodslym
- Tes lakmus (+) berubah warna
Kesimpulan ANC :
Usia kehamilan 36 minggu 6 hari
TFU 28 cm
Presentasi Kepala
Letak anak dan turunnya bagian bawahKepala di bidang
Hodge I
Punggung Kanan
DJJ 148 x/menit
Edema (–)
Tekanan darah 120/80 mmHg
Berat badan 65 kg
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
Hb : 13,0 g/dL
AL : 16,5 x 103 / µL
3
Hmt : 42 %
AT : 318 x 103 / µL
HJL : Eosinofil : 0 %
Basofil : 0 %
Netrofil seg : 80 %
Limfosit : 14 %
Monosit : 6 %
Masa pembekuan (CT) : 4’30”
Masa perdarahan (BT) : 4’
Golongan darah : B
HBsAg : (–)
E. DIAGNOSIS
G1P0A0 hamil 36 minggu 6 hari, anak 1 hidup intrauterin letak kepala, punggung
kanan, inpartu kala I fase laten dengan KPD
F. EDUKASI
Pasien tidak diperbolehkan jalan-jalan (bed rest).
Tidak dibenarkan mengejan saat pembukaan belum lengkap.
Tetap tenang saat sedang kontraksi untuk menghemat tenaga ketika tiba
saatnya melahirkan.
Mengajarkan ibu cara mengejan yang benar saat akan melahirkan, yaitu
mengejan hanya ketika ada kontraksi dan mengejan terpusat di bagian bawah,
seperti ketika BAB.
4
KETUBAN PECAH DINI (KPD)
A. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi
proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup atau kurang
waktu (Cunningham, Mc.Donald. 2002).
Ketuban pecah dini adalah rupturnya membran ketuban sebelum persalinan
berlangsung (Manuaba, 2002).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal
ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan. KPD preterm adalah ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37
minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam
sebelum waktunya melahirkan.
B. Anatomi
Lapisan selaput ketuban:
Amnion membran transparan berwarna abu-abu yang melapisi korion.
Selaput ini menutup pars fetal plasenta dan tali pusat. Kantung amnion
berisi cairan amnion dan janin berada di dalam cairan tersebut. Selaput
amnion terdiri dari 5 lapisan:
5
i. Lapisan seluler
ii. Membrana basalis
iii. Stratum kompaktum
iv. Stratum fibroblas
v. Stratum spongiosum di bagian paling luar dan melekat dengan
lapisan seluler korion
Korion membran paling luar dan menempel pada dinding uterus serta
menempel pada tepi plasenta. Korion terdiri dari 4 lapisan:
i. Lapisan seluler
ii. Lapisan retikuler padat
iii. Membran pseudo-basalis
iv. Trofoblas
Cairan amnion adalah cairan bening agak kekuning-kuningan yang mengelilingi
janin selama kehamilan. Cairan ini terkandung dalam kantung amnion. Fungsi
cairan amnion antara lain untuk:
Sebagai pelindung yang akan menahan janin dari trauma akibat benturan.
Melindungi dan mencegah tali pusat dari kekeringan, yang dapat
menyebabkannya mengkerut sehingga menghambat penyaluran oksigen
melalui darah ibu ke janin.
Berperan sebagai cadangan cairan dan sumber nutisi bagi janin untuk
sementara.
Memungkinkan janin bergerak lebih bebas, membantu sistem pencernaan
janin, sistem otot dan tulang rangka, serta sistem pernapasan janin agar
berkembang dengan baik.
Menjadi inkubator dalam menjaga kehangatan janin.
Bersama selaput ketuban, merupakan penahan janin dan rahim terhadap
kemungkinan infeksi.
Saat persalinan, membantu meratakan kontraksi rahim sehingga leher rahim
membuka.
Saat kantung ketuban pecah, cairan amnion membersihkan jalan lahir.
Kandungan cairan amnion:
Prolaktin
Prolaktin didapatkan dalam konsentrasi tinggi di dalam cairan amnion, yaitu
sekitar 10.000 ng/ml. Prolaktin bisa ditemukan pada minggu ke-20 sampai 26
kehamilan. Fungsi prolaktin dalam cairan amnion adalah memperbaiki
6
transfer cairan dari janin ke ibu dan menyediakan cairan ekstraseluler serta
mempertahankan janin dari dehidrasi selama kehamilan lanjut.
Lesitin
Lesitin merupakan unsur yang penting dalam formasi dan stabilisasi lapisan
surfaktan, yang mempertahankan alveolar dari kolaps dan gawat nafas. Jika
konsentrasi lesitin dalam cairan amnion lebih 2x kadarnya, maka
menunjukkan risiko terjadinya gawat nafas pada janin sangat rendah, begitu
pula sebaliknya.
C. Etiologi
Etiologi dari KPD belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti.
Beberapa menyebutkan ada beberapa faktor yang berhubungan derat dengan
KPD, di antaranya (Nugroho, 2011) :
1. Inkompetensi serviks
Inkompetensi serviks adalah kelainan pada otot serviks yang disebabkan
laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan
tanpa rasa nyeri dan mules pada masa kehamilan trimester kedua atau awal
trimester ketiga yang diikuti penonjolan dan robekan selaput janin serta
keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2002).
2. Peningkatan tekanan intrauterin
Peningkatan tekanan intrauterin yang berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini, misalnya:
Trauma hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosentesis
Gemelli (kehamilan kembar) menyebabkan terjadinya distensi uterus
yang berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim
lebih besar, kantung ketuban relatif kecil, sedangkan di bagian bawah
tidak ada yang menahan, sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis
dan mudah pecah (Saifudin, 2002).
Makrosomia adalah berat badan neonatus > 4000 gram, yang dapat
menimbulkan peningkatan distensi uterus sehingga menekan selaput
ketuban yang menyebabkan selaput ketuban menjadi teregang, tipis,
kekuatan membran berkurang, yang kemudian selaput ketuban mudah
pecah (Winkjosastro, 2006).
Hidramnion/ Polihidramnion adalah jumlah cairan amnion > 2000 ml.
Hidramnion kronis adalah peningkatan jumlah cairan amnion terjadi
secara berangsur-angsur. Hidramnion akut adalah jumlah cairan amnion
7
meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam
beberapa hari.
3. Kelainan letak janin
Kelainan letak janin, di antaranya letak sungsang dan letak lintang.
4. Kemungkinan panggul sempit
Bagian terendah belum masuk pintu atas panggul (PAP), atau yang disebut
dengan CPD (Cephalo-Pelvic Disproportional).
5. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
Korioamnionitis adalah infeksi bakteri pada korion, amnion, dan caira
ketuban. Hal ini disebabkan oleh penyebaran organisme vagina ke atas. Dua
faktor predisposisi terpenting terjadinya korioamnionitis adalah pecahnya
selaput ketuban > 24 jam dan persalinan lama. Korioamnionitis merupakan
komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, yang dapat menyebabkan sepsis
(Prawirohardjo, 2008).
Streptococcus grup B adalah mikroorganisme yang sering menjadi
penyebab amnionitis. Selain itu, Bacteroides fragilis, Lactobacilli dan
Staphylococcus epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering ditemukan
pada cairan ketuban pada kehamilan preterm. Bakteri-bakteri tersebut dapat
melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini
menyebabkan adanya perubahan dan pembukaan serviks, serta pecahnya
selaput ketuban (Varney, 2007).
6. Faktor keturunan
Faktor keturunan berhubungan dengan kadar ion Cu yang rendah, vitamin C
rendah, dan kelainan genetik.
7. Usia ibu ≤ 20 tahun dan ≥ 35 tahun
Usia ibu yang kurang dari 20 tahun, termasuk usia terlalu muda dengan
keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan
mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia lebih dari 35
tahun tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan sehingga berisiko
tinggi mengalami ketuban pecah dini (Nugroho, 2011).
8. Riwayat KPD sebelumnya
Ibu dengan riwayat KPD sebelumnya akan berisiko 2-4 kali mengalami
ketuban pecah dini kembali pada kehamilan selanjutnya. Hal ini
dikarenakan komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan
kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya
(Anonim, 2007).
9. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
8
10. Serviks yang pendek (< 25 mm) pada usia kehamilan 23 minggu
D. Patofisiologi
Banyak teori yang menjelaskan mengenai ketuban pecah dini, mulai dari
defek kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi. Namun pada sebagian besar
kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%).
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler
korion, dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontol oleh
sistem aktivitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin.
Terjadinya infeksi dan inflamasi peningkatan aktivitas IL-1 dan
prostaglandin menghasilkan kolagenase jaringan terjadi depolimerasi
kolagen pada selaput korion/ amnion ketuban menjadi tipis, lemah mudah
pecah spontan.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada ketuban pecah dini adalah (Nugroho, 2010):
Keluarnya cairan merembes melalui vagina
Aroma air ketuban berbau manis dan tidak berbau seperti amoniak
Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai
kelahiran
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
bertambah cepat bila terjadi infeksi.
F. Diagnosis
1. Anamnesis
Penderita merasa basah pada vagina atau mengeluarkan cairan yang banyak
secara tiba-tiba dari jalan lahir (ngepyok). Cairan berbau khas dan ketika
cairan keluar, his belum teratur atau belum ada dan belum ada pengeluaran
lendir darah. Riwayat yang harus diketahui untuk mengakkan diagnosis
KPD:
Jumlah cairan yang hilang
Ketidakmampuan mengendalikan kebocoran dengan latihan Kegel
Waktu terjadi pecah ketuban
Warna cairan : jernih, keruh, jika bercampur cairan mekonium akan
berwarna kuning atau hijau
Bau cairan : bau apek yang khas
9
Hubungan seksual terakhir : semen yang keluar dapat disalah artikan
sebagai cairan amnion
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi tampak keluar cairan dari vagina
Pemeriksaan dengan spekulum tampak keluar cairan dari orifisium
uteri eksternum (OUE). Jika tidak tampak, tekan fundus uteri atau
pasien diminta batuk atau mengejan.
Pemeriksaan dalam didapatkan cairan vagina dan selaput ketuban
sudah tidak ada lagi. Pemeriksaan dalam pada usia kehamilan kurang
bulan tidak perlu dilakukan karena saat pemeriksaan, jari pemeriksa
akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina normal.
Mikroorganisme tersebut dapat dengan cepat berubah menjadi patogen.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina diperiksa warna, konsentrasi, bau, dan
pH nya. Caairan yang keluar dari vagina kecuali air ketuban, mungkin
juga urin atau sekret vagina.
Tes Lakmus (tes Nitrazin) positif (+) jika kertas lakmus berubah
menjadi biru menunjukkan adanya air
ketuban (alkalis). pH air ketuban
berkisar 7 – 7,5 , darah dan infeksi
vagina dapat menghasilkan tes positif
palsu.
Mikroskopik (tes pakis) dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan
mikroskopik menunjukkan gambaran daun
pakis.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dilakukan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang
sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion.
10
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ketuban pecah dini menurut Wiknjosastro (2007):
KETUBAN PECAH DINI
< 37 minggu ≥ 37 minggu
Infeksi Tidak ada infeksi Infeksi Tidak ada infeksi
Berikan Penisilin,
Gentamisin dan
Metronidazol
Lahirkan bayi
Amoksisilin +
Eritromisin untuk
7 hari
Steroid untuk
kematangan paru
Berikan Penisilin,
Gentamisin dan
Metronidazol
Lahirkan bayi
Lahirkan bayi
Berikan Penisilin
atau Ampisilin
Antibiotik Setelah Persalinan
Profilaksis Infeksi Tidak ada infeksi
Stop antibiotik
Lanjutkan untuk
24 – 48 jam
setelah bebas
panas
Tidak ada antibiotik
Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia kehamilan,
adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin, dan adanya tanda-tanda persalinan.
Penanganannya yaitu:
Konservatif (mempertahankan kehamilan)
i. Rawat di rumah sakit
ii. Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau),
berikan antibiotik
iii. Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu:
- berikan antibiotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin.
- Ampisilin (4x500 mg selama 7 hari) ditambah Eritromisin (250 mg
per oral 3x perhari selama 7 hari).
iv. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi
beri Deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
Observasi tanda-tanda infeksi dan keadaan janin.
Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, inpartu, tidak ada infeksi beri
tokolitik, Deksametason, dan induksi setelah 24 jam.
11
Aktif
Kehamilan lebih dari 37 minggu, diinduksi dengan oksitosin. Bila ada tanda-
tanda infeksi, berikan antibiotik dosis tinggi dan akhiri persalinan.
Indikasi melakukan induksi pada ketuban pecah dini adalah sebagai berikut:
i. Pertimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan
waktu apakah 6, 12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari 2000
gram.
ii. Terdapat tanda infeksi intrauterin. Suhu meningkat > 38º C dengan
pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban.
Penatalaksanaan lanjutan:
i. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali
didahului kondisi ibu yang menggigil.
ii. Lakukan pemantauan DJJ setiap jam sebelum persalinan untuk melihat
adanya tanda gawat janin akibat kompresi tali pusat atau induksi.
Takikardia dapat mengindikasikan infeksi uteri.
iii. Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
iv. Jika benar-benar diperlukan, ketika melakukan pemeriksaan dalam
perhatikan hal-hal berikut:
- apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasanya
- bau rabas atau cairan di sarung tangan
- warna rabas atau cairan di sarung tangan
v. Ber perhatian seksama terhadap hidrasi agar diperoleh gaambaran
yang jelas dari setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi
peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi.
H. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal maupun neonatal, persalinan prematur,
hipoksia, dan deformitas janin.
Persalinan prematur
Periode latennya tergantung usia kehamilan. Pada kehamilan aterm, 90%
persalinan terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan 28-
34 minggu, 50% persalinan terjadi dalam 24 jam. Pada kehamilan < 26
minggu, persalinan terjadi dalam 1 minggu.
12
Infeksi
Pada ibu korioamnionitis
Pada bayi septikemia, pneumonia, omfalitis.
Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban, terjadi oligohidramnion yang kemudian menekan
tali pusat sehingga terjadi hipoksia atau asfiksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion. Semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.
Sindrom deformitas janin
Kelainannya disebabkan oleh kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmonal (Prawirohardjo, 2008).
13
DAFTAR PUSTAKA
Lowdermilk, Leonard, D. 2000. Maternity & Women’s Health Care, 7th ed. Sydney:
Mosby.
Mansjoer, A., dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta:
Media Aesculapius.
Manuaba, C., Ayu I., dkk. 2009. Buku ajar Patologi Obstetri. Jakarta: EGC.
Mirzanie, H. dan Kurniawati, D. 2009. Obgynacea obstetric & ginekologi.
Yogyakarta: TOSCA Enterprise.
Nugroho, T. 2010. Obstetric untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Saifudin, A.B. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: YBP-SP.
Sarwono, P. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Varney, Hellen, dkk. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan vol.2. Jakarta: EGC.
14