Malnutrisi 2

28
TINJAUAN PUSTAKA I. Definisi Malnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau ketidak seimbangan energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh. 1 Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian yaitu undernutrisi da Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri dari marasmus, kwashiorkor, serta marasmic – kwashiorkor. Sedangkan over nutrisi atau kelebihan nutrisi lebih dike obesitas. II.Epidemiologi Prevalensi balita yang mengalami gii buruk di !ndonesia masih tingg laporan propinsi selama tahun #$$% terdapat &'.1&( balita mengalami gii buruk d Susenas tahun #$$% memperlihatkan prevalensi balita gii buruk sebesar (.(). Pad #$$% telah ter*adi peningkatan *umlah kasus gii buruk dibeberapa propi tertinggi ter*adi di dua propinsi yaitu +usa enggara imur dan +usa enggara "ara tanggal -1 Mei #$$%, Pemerintah Propinsi +usa enggara imur telah menetapkan mas gii buruk yang ter*adi di + sebagai /". # 0i !ndonesia prevalensi obesitas pada balita menurut SUS +2S menunun*ukan peningkatan baik di perkotaan maupun pedesaan. 0i perkotaan pada tahun 13(3 did 4,') lelaki dan %,') perempuan. Pada tahun 133# didapatkan ',-) lelaki dan () un perempuan. Prevalensi obesitas tahun 133% di #& propinsi adalah 4,'). prevalensi obesitas meningkatdengan bertambahnya umur. Pada umur '– 1# tahun ditemukan obesitas sekitar 4), pada anak rema*a 1#–1( tahun ditemukan ',# ) dan umur 1& – 1( tahun11,4). asus obesitas pada rema*a lebih banyak ditemukan pada 61$,#)7 dibanding lelaki 6-,1)7. - Prevalensi nasional 8ii "uruk pada "alita pada tahun #$$& yang diukur berdas ""9U adalah %,4), dan 8ii urang pada "alita adalah 1-,$). Prevalensi nasional gii buruk dan kurang adalah 1(,4). "ila dibandingkan dengan target pencapaian p perbaikan gii pada :encana Pembangunan 5angka Menengah 6:P5M7 tahun #$1% #$) dan target M08 untuk !ndonesia sebesar 1(,%), maka secara nasional target;ta tersebut sudah terlampaui. +amun pencapaian tersebut belum meratadi -- provinsi. Sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi 8ii "uruk dan 8ii urang diatas prev 1

description

malnutrisi

Transcript of Malnutrisi 2

TINJAUAN PUSTAKA

I. DefinisiMalnutrisiadalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau ketidak seimbangan protein energi dan nutrienlain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh. 1Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian yaitu undernutrisi dan overnutrisi. Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri dari marasmus, kwashiorkor, serta marasmickwashiorkor. Sedangkan over nutrisi atau kelebihan nutrisi lebih dikenal dengan obesitas.II. EpidemiologiPrevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi buruk dan data Susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruksebesar 8.8%. Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk dibeberapa propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu Nusa TenggaraTimur dan Nusa Tenggara Barat. Pada tanggal 31 Mei 2005, Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur telah menetapkan masalah gizi buruk yang terjadi di NTTsebagai KLB. 2Di Indonesia prevalensi obesitas pada balita menurut SUSENAS menununjukan peningkatan baik di perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan pada tahun 1989 didapatkan 4,6% lelaki dan5,6% perempuan. Pada tahun 1992 didapatkan 6,3% lelaki dan 8% untuk perempuan. Prevalensi obesitas tahun 1995 di 27 propinsi adalah 4,6%. Di DKI Jakarta, prevalensi obesitas meningkat dengan bertambahnya umur. Pada umur 612 tahun ditemukan obesitas sekitar 4%, pada anak remaja 1218 tahun ditemukan 6,2 % dan pada umur 1718 tahun11,4%. Kasus obesitas pada remaja lebih banyak ditemukan pada wanita (10,2%) dibanding lelaki (3,1%). 3Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita pada tahun 2007 yang diukur berdasarkan BB/U adalah 5,4%, dan Gizi Kurang pada Balita adalah 13,0%. Prevalensi nasional untuk gizi buruk dan kurang adalah 18,4%. Bila dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2015 sebesar 20% dan target MDG untuk Indonesia sebesar 18,5%, maka secara nasional target-target tersebut sudah terlampaui. Namun pencapaian tersebut belum merata di 33 provinsi. Sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (26,5%), Sumatera Utara (22,7%), Sumatera Barat (20,2%), Riau (21,4%), Jambi (18,9%), Nusa Tenggara Barat (24,8%), Nusa Tenggara Timur (33,6), Kalimantan Barat (22,5%), Kalimantan Tengah (24,2%), Kalimantan Selatan (26,6%), Kalimantan Timur (19,2%), Sulawesi Tengah (27,6%), Sulawesi Tenggara (22,7%), Gorontalo (25,4%), Sulawesi Barat (16,4%), Maluku (27,8%), Maluku Utara (22,8%), Papua Barat (23,2%)dan Papua (21,2).10III. Etiologi1. Marasmus 4Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialahsebagai berikut:

Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidak tahuan orang tua si anak. Kebiasaan makanyang tidak tepat. Sepertimereka yang mempunyai hubungan orang tuaanak terganggu. Kelainan metabolic. Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance. Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosispilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cysticfibrosis pankreas.2. Kwashiorkor 5Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan kwashiorkor antara lain. Pola makan Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein / asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI kemakanan pengganti ASI. Faktor sosial

Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan social dan politik tidak stabilataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlangsung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor. Faktor ekonomiKemiskinan keluarga / penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidakdapat mencukupi kebutuhan proteinnya. Faktor infeksi dan penyakit lainTelah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.3. Marasmickwashiorkor 6Penyebab marasmic kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. a. Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak adekuat. b. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorbsi dan / atau peningkatan kehilangan protein maupun energi daritubuh.4. Obesitas 7Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional yaitu perilaku makan dan pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi.1a. Faktor GenetikParental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bilasalah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidakobesitas, prevalensi menjadi 14%. Mekanisme kerentanan genetik terhadap obesitas melalui efek pada resting metabolic rate, thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang jelek. Dengan demikian kerentanan terhadap obesitas ditentukan secara genetik sedang lingkungan menentukan ekspresi fenotipe.b. Faktor lingkungan Aktivitas fisik.

Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan antara aktifitas fisikyang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar 5 kg. Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV 5 jam per hari mempunyai risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nontonTV 2 jam setiap harinya.

Faktor nutrisionalPeranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemakserta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi. Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidakterbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemaksehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak. Faktor sosial ekonomiPerubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan,serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer /gamesnonton TV atau video disbanding melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junkfoodyang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas.

IV. PatofisiologiKekurangan energi protein (KEP) adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga disertai adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosialekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan / atau meningkatnya kehilangan nutrisi. Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut / decompensated malnutrition). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasisampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisikronik /compensated malnutrition).Dengandemikianpada malnutrisi dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim. 6SedangkanObesitas terjadi karenaadanyakelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defekgenetik (meliputi 10%). Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis,yaitu : pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat dihipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose,usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi2 kategori, yaitu sinyal pendekdan sinyal panjang.Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi. Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adipose meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptide Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center dihipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan.7

V. Manifestasi Klinik Marasmus KwshiorkorTabel 1. Manifestasi Klinik Marasmus KwasiorkorMarasmusKwshiorkorObesitas

Pertumbuhan berkurang atau berhenti Terlihat sangat kurus Penampilan wajah seperti orang tua Perubahan mental Cengeng Kulit kering, dingin, mengendor, keriput Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihatjelas Vena superfisialis tampak jelas Ubunubun besar cekung Tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol Mata tampak besar dan dalam Kadang terdapat bradikardi Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sebaya Perubahan mental sampai apatis Anemia Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut / rontok Gangguan system gastrointestinal Pembesaran hati Perubahan kuli Atrofi otot Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh.

wajah bulat dengan pipi tembem dan dagu rangkap leher relatif pendek dada membusung dengan payudara membesar perutmembuncitdan striae abdomen padaanaklaki-laki:Burried penis, gynaecomastia pubertasdini genuvalgum(tungkai berbentuk X) dengan kedua pangkal paha bagian dalam salingmenempeldan bergesekan yang dapat menyebabkanlaserasi kulit

*Manifestasi klinis dari marasmic - kwashiorkor merupakan campuran gejala marasmus dan kwashiorkor

Gambar 1. Marasmus, Kwasiorkor, Marasmus-kwasiorkor

VI. DiagnosisPenilaian Status Gizi Anak (WHO, 2005)Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut : a. Umur.

Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004).

b. Berat Badan

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Djumadias Abunain, 1990).

c. Tinggi Badan

Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes RI, 2004).

Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994).

Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan sensitive/peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD diatas 10 % menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan.

Tabel 2. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS

NoIndeks yang dipakaiBatas PengelompokanSebutan Status Gizi

1BB/U < -3 SDGizi buruk

- 3 s/d +2 SDGizi lebih

2TB/U < -3 SDSangat Pendek

- 3 s/d +2 SDTinggi

3BB/TB < -3 SDSangat Kurus

- 3 s/d +2 SDGemuk

Sumber : Depkes RI 2005.

Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan dalan dua versi yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku (standar deviation score = z). Menurut Waterlow,et,al, gizi anak-anak dinegara-negara yang populasinya relative baik (well-nourished), sebaiknya digunakan presentil, sedangkan dinegara untuk anak-anak yang populasinya relative kurang (under nourished) lebih baik menggunakan skor simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap median baku rujukan ( Djumadias Abunaim,1990).Tabel 3. Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks Antropometri (BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)

NoIndeks yang digunakanInterpretasi

BB/UTB/UBB/TB

1RendahRendahNormalNormal, dulu kurang gizi

RendahTinggiRendahSekarang kurang ++

RendahNormalRendahSekarang kurang +

2NormalNormalNormalNormal

NormalTinggiRendahSekarang kurang

NormalRendahTinggiSekarang lebih, dulu kurang

3TinggiTinggiNormalTinggi, normal

TinggiRendahTinggiObese

TinggiNormalTinggiSekarang lebih, belum obese

Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) :

Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

Sumber : Depkes RI 2005.

Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan mengurangi Nilai Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan Nilai Simpang Baku Rujukan (NSBR). Atau dengan menggunakan rumus :

Status gizi berdasarkan rujukan WHO-NCHS dan kesepakatan Cipanas 2000 oleh para pakar Gizi dikategorikan seperti diperlihatkan pada tabel 1 diatas serta di interpretasikan berdasarkan gabungan tiga indeks antropometri seperti yang terlihat pada tabel 3. 1) Kekurangan Energi Protein:

Diagnosis ditegakkan dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi burukapabila: BB/TB< -3SD atau, 70% dari median (marasmus)

Edemapada kedua punggung kaki sampaiseluruhtubuh (kwashiorkor: BB/TB> -3SD atau marasmickwashiorkor:BB/TB 95 kurva IMT berdasarkan umur dan jenis kelamin dari CDC-WHO.c. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skin fold thickness (tebal lipatan kulit / TLK). Obesitas bila TLK TricepsP > 85.d.Pengukuranlemak secaralaboratorik, misalnya densitometri, hidrometri.VII. PenatalaksanaanTatalaksana umum malnutrisi energi protein:a. Penilaian triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada anakdengan gizi burukb. Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes matakloram fenikol / tetrasiklin dan atropin; tutup mata dengan kasa yang telah dibasahi dengan larutan garam normal, dan balutlah. Jangan beri obat mata yang mengandung steroid.

Jika terdapatanemiaberat,diperlukanpenanganan segera (lampiran 2)

Penanganan umummeliputi 10 langkah dan terbagidalam 3fase yaitu: fasestabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi dan fase tindak lanjut.Table 4. Penatalaksanaan Undernutrition

1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemiSemua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah 9 bulan dan sudah pernah diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan.

Tunda imunisasi jika anaksyok.Pilihan antibiotik spektrum luas Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol peroral (25 mg SMZ +5 mg TMP/kgBB setiap 12 jamselama 5 hari Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atau tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:

Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) ATAU, jika tidak tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50mg/kgBB setiap 6 jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari DITAMBAH: Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari. Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan obati dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam)selama 10 hari Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia, tuberkulosis, malaria, disentri, infeksi kulitatau jaringan lunak), beri antibiotikyang sesuai. Beri obat anti malaria bila pada apusan darah tepiditemukan parasit malaria. Walaupun tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat, obat anti tuberkulosis hanya diberikan bila anak terbukti atau sangat diduga menderita tuberkulosis.PemantauanJika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum membaik, lakukan penilaian ulang menyeluruh pada anak.

6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikroSemua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu sampai anak mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah beratadannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi.TatalaksanaBerikan setiap hari paling sedikit dalam 2minggu:

Multivitamin Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari) Seng (2 mg Znelemental/kgBB/hari) Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari) Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulaifase rehabilitasi) Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan sebelum dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini:Tabel 5. Dosis Vitamin AUmur

10 g/kgBB/hari).

Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang ungkapan kasih sayang lingkungan yang ceria terapi bermain terstruktur selama 1530 menit per hari

aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya menghibur, memberi makan, memandikan, bermain)

9. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumahBila telah tercapai BB/TB > -2 SD (setara dengan >80%) dapat dianggap anaktelah sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U rendah karena anakberperawakan pendek. Pola pemberian makanyang baik dan stimulasiharus tetap dilanjutkan di rumah. Berikan contoh kepada orang tua: Menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta frekuensi pemberian makan yang sering. Terapi bermain yang terstruktur Sarankan: Melengkapi imunisasi dasar dan/atauulangan Mengikuti program pemberian vitamin A (Februaridan Agustus)Pemulangan sebelum sembuh totalAnak yang belum sembuh total mempunyai risiko tinggi untuk kambuh. Waktu untukpemulangan harus mempertimbangkan manfaat dan faktor risiko. Faktor sosial juga harus dipertimbangkan. Anak membutuhkan perawatan lanjutan melalui rawat jalan untuk menyelesaikan fase rehabilitasi sertauntuk mencegah kekambuhan. Beberapa pertimbangan agar perawatan di rumahberhasil:Anak seharusnya: telah menyelesaikan pengobatan antibiotik mempunyai nafsu makan baik menunjukkan kenaikan berat badan yang baik edema sudah hilang atau setidaknya sudah berkurang.

Ibu atau pengasuh seharusnya: mempunyai waktu untuk mengasuh anak memperoleh pelatihan mengenai pemberian makan yang tepat (jenis, jumlah danfrekuensi) mempunyai sumber daya untuk memberi makan anak. Jika tidak mungkin, nasihati tentang dukungan yang tersedia. Tindak lanjut bagi anak yang pulang sebelum sembuhJika anak dipulangkan lebih awal, buatlah rencana untuk tindak lanjut sampai anaksembuh: Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan local untukmelakukan supervisi danpendampingan. Anak harus ditimbang secara teratur setiap minggu. Jika ada kegagalan Kenaikan berat badan dalam waktu 2 minggu berturut-turut atau terjadi penurunan berat badan, anak harus dirujuk kembali ke rumah sakit.

Tata laksana Obesitas:Prinsipnya adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi, dengan cara pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, dan mengubah/modifikasi polahidup.1. Menetapkan target penurunan berat badanUntuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan :

Usia anak: 2-7 tahundan diatas7 tahun

Derajatobesitas

Ada tidaknyapenyakit penyerta / komplikasi.

Pada anak obesitas usia dibawah 7 tahun tanpa komplikasi, dianjurkan cukup dengan mempertahankan berat badan. Pada anak obesitas usia dibawah 7 tahun dengan komplikasi dan usia diatas 7 tahun (dengan/tanpa komplikasi) dianjurkan untuk menurunkan berat badan (diet dan aktifitas fisik). Target penurunan beratbadandengankecepatan0,5-2 kg perbulan,sampaimencapaiberat badan ideal.2. Pengaturan dietPrinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah dietseimbang sesuai dengan angka kecukupan gizi (AKG), hal ini karena anak masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Intervensi diet harus disesuaikan dengan usia anak, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta. Pada obesitas tanpa penyakit penyerta, diberikan diet seimbang rendah kaloridengan pengurangan asupan kalori sebesar 30%. Dapat pulamemakai perhitungan kebutuhan kalori berdasarkan berat badan sebagai berikut :BB ideal + (BB aktual-BB ideal) X 0,25Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang :

Menurunkan berat badan dengan tetap mempertahankan pertumbuhan normal. Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30% dengan lemak jenuh < 10% dan protein15-20% energi total serta kolesterol < 300 mg perhari. Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan penghitungan dosis menggunakan rumus : (umur dalam tahun + 5)gram per hari.3. Pengaturan aktifitas fisikLatihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan keterampilan otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.

4. Mengubah pola hidup/perilakuDiperlukan peran serta orang tua sebagai komponen intervensi, dengan cara :

Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan aktifitas fisikserta mencatatperkembangannya.

Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat menyingkirkan rangsangan disekitaranak yang dapat memicu keinginan untukmakan. Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan. Memberikan penghargaan danhukuman. Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi yang pada umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.

5. Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guruOrang tua menyediakan dietyang seimbang, rendah kalori dan sesuai petunjukahli gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut berpartisipasi dalam program diet, mengubah perilaku makan dan aktifitasyang mendukung program diet.6. Konseling problem psikososial, terutama untukpeningkatan rasa percaya diri7. Terapi intensifTerapi intensif diterapkan pada anak dengan obesitas berat dan yang disertai komplikasi yang tidak memberikan respon pada terapi konvensional, terdiri dari diet berkalori sangat rendah (very low calorie diet),farmakoterapi dan terapi bedah. Indikasi terapi diet dengan kalori sangat rendah bila berat badan > 140% BBIdeal atau IMT P > 97, dengan asupan kalori hanya 600-800 kkal per hari dan protein hewani 1,5-2,5 gram/kg BB Ideal, dengan suplementasi vitamin dan mineral serta minum > 1,5 L per hari. Terapi ini hanya diberikan selama 12 hari denganpengawasan dokter.Farmakoterapi dikelompokkan menjadi 3, yaitu : mempengaruhi asupan energy dengan menekan nafsu makan, contohnya sibutramin; mempengaruhi penyimpanan energi dengan menghambat absorbsi zat-zat gizi contohnya orlistat, leptin, octreotidedan metformin; meningkatkan penggunaan energi. Farmakoterapi belum direkomendasikan untuk terapi obesitas pada anak, karena efek jangka panjang yang masih belum jelas.Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB Ideal. Prinsip terapi ini adalah untuk mengurangi asupan makanan atau memperlambat pengosongan lambung dengan cara gastric banding, dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus. Sampai saat ini belum banyak penelitian tentang manfaat dan bahaya terapi ini pada anak.

VIII. KomplikasiPada anak dengan gizi buruk dapat ditemukan penyakit penyerta antara lain : Masalah pada mata Anemia berat Lesi kulit pada kwashiorkor Diare persisten (giardiasis dan kerusakan mukosa usus, intoleransi laktosa,diare osmotik)

Penyakit penyerta yang dapat terjadi pada obesitas adalah antara lain:

Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler Diabetes Mellitus tipe-2 Obstruktive sleep apnea Gangguan ortopedik Pseudotumor serebri

IX. PrognosisMalnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering disebabkan oleh karena infeksi, seringtidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irrever-sibel dari set-sel tubuh akibat undernutrition maupun overnutrition.DAFTAR PUSTAKA

1. Syam Fahrial. Malnutrisi. Dalam: Sudojo A, Bambang S, Alwi I, Simbadibrata M,Setiadi S, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 Edisi V. Jakarta: InternaPublishing. 2009;355652.2. Direktorat Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLBGizi Buruk.Jakarta: Depkes RI Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. 2008; 13.3. Susanto J.C, Mexitalia M, Nasar S. Malnutrisi Akut Berat dan Terapi Nutrisi BerbasisKomunitas. Dalam: Syarif D, Lestari E, Mexitalia M, Nasar S, penyunting. Buku AjarNutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik jilid1 cetakan I. Jakarta: IDAI.2011;128454.4. Yaszero. Epidemiologi Penanggulangan Marasmus http://epiders.blogspot.com/2015/05/epidemiologi-penanggulangan-marasmus.html5. Yaszero. Mengenal Kwashiorkor http://epiders.blogspot.com/2015/05/mengenalkwashiorkor.html6. Hidajat B, Irawan R, Hidjati S. Kurang Energi Protein (KEP) http://pediatrik.com/pdt/07110-rswg255.html7. Hidajat B, Irawan R, Hidjati S. Obesitas Pada Anakhttp://www.pediatrik.com/isi03.php8. Pudjiati A, Hegar B, Hendryastuti S, Idris N, Gandaputra E, Harmoniati E, et al.Pedoman Pelayanan Medik Jilid1. Jakarta: IDAI. 2010;183187.9. World Health Organization. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHOIndonesia. 2009. 19322110. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina KesehatanMasyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak GiziBuruk Buku I.Jakarta: Departemen Kesehatan.2009.11. Barnes Lewis, Curran John. Nutrisi. Dalam: Wahab S, editor. Nelson Ilmu KesehatanAnak jilid 1 Edisi 15. Jakarta: EGC. 2000;179232.12. Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC. 2005;258266.13. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta:FKUI.2007;360369.14. Lailani D, Hakimi. Pertumbuhan Fisik Anak Obesitas. Dalam: Sari Pediatri Volume 5.2003; 99102.15. Lubis N, Marsida A. Penatalaksanaan Busung Lapar pada Balita. Aceh Timur: BagianIKA RSULangsa.2002;12Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR

1