Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

53
TUGAS TRANSCULTURAL NURSING BUDAYA BATAK TOBA Oleh : 1. Andika Sulistiawan (220120140016) 2. Dhestirati Endang Anggraeni (220120140013) 3. Imanuel Sri Mei Wulandari (220120140047) 4. Novi Malisa (220120140021) 5. Setya Vahani (220120140038) PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN 0

description

andika sulistiawan

Transcript of Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

Page 1: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

TUGAS TRANSCULTURAL NURSING

BUDAYA BATAK TOBA

Oleh :

1. Andika Sulistiawan (220120140016)

2. Dhestirati Endang Anggraeni (220120140013)

3. Imanuel Sri Mei Wulandari (220120140047)

4. Novi Malisa (220120140021)

5. Setya Vahani (220120140038)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

TAHUN 2015

0

Page 2: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebudayaan merupakan hasil usaha manusia untuk mempertahankan hidup dan

mencapai kesejahteraan dengan segala sumber daya yang dimiliki. Kebudayaan bersifat khas

dan bervariasi antara kelompok tertentu, meliputi pengetahuan, nilai-nilai keyakinan, adat-

istiadat, dan keterampilan yang dimiliki oleh anggota kelompok tersebut. Setiap kebudayaan

memiliki pengaruh terhadap bidang kehidupan, salah satunya kesehatan. Perbedaan

kebudayaan akan mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap kesehatan dan membentuk

perilaku orang tersebut dalam mengatasi masalah kesehatan yang dialami. Masalah kesehatan

bersifat kompleks dan merupakan hasil dari berbagai faktor, yaitu: lingkungan, perilaku,

hereditas, dan pelayanan kesehatan (Blum, 1974 dalam Effendy, 2008). Dari keempat faktor

tersebut, lingkungan dan perilaku sangat dominan mempengaruhi derajat kesehatan

masyarakat. Perilaku masyarakat sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, dan hal ini

menimbulkan respon masyarakat yang unik dan berbeda-beda terhadap masalah kesehatan

yang dialami.

Variasi kebudayaan menjadi suatu komponen yang penting untuk dipahami dan

dihargai oleh perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan. Berdasarkan hal tersebut,

perawat dipandang perlu untuk memahami keperawatan lintas budaya (transcultural

nursing). Transcultural nursing adalah suatu area keilmuan pada praktek keperawatan yang

memandang persamaan dan perbedaan budaya, nilai, kepercayaan, dan cara hidup yang

dianut klien, sehingga asuhan keperawatan dapat diberikan secara optimal berdasarkan nilai-

nilai dan kebudayaan klien, yang berdampak pada perbaikan atau peningkatan derajat

kesehatan (Leininger, 2002).

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai

pengkajian lintas budaya (culture assessment) yang merupakan bagian dari proses

keperawatan pada salah satu suku di Indonesia, yaitu suku Batak. Suku ini menjadi pilihan

1

Page 3: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

analisis penulis karena memiliki perilaku penatalaksanaan masalah kesehatan yang unik dan

berkembang sebagai bagian dari kebudayaan di wilayah tersebut.

B. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa

mengenai salah satu kebudayaan di Indonesia yaitu suku Batak, sehingga nantinya

pengetahuan ini dapat menjadi pedoman bagi mahasiswa untuk memberikan asuhan

keperawatan yang holistik dan optimal berdasarkan pendekatan lintas budaya.

2

Page 4: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebudayaan

Kebudayaan merupakan suatu sistem gagasan, tindakan, hasil karya manusia yang

diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat,

1996). Kebudayaan terdiri dari tiga wujudnya, yaitu:

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-

norma, peraturan dan sebagainya. Merupakan wujud ideal dari kebudayaan, Sifatnya

abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Letaknya ada di dalam pikiran masyarakat di mana

kebudayaan bersangkutan itu hidup. Dikenal dengan adat istiadat atau sering berada

dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis masyarakat bersangkutan, Saat

ini kebudayaan ideal banyak tersimpan dalam arsip, koleksi microfilm dan microfish,

serta computer.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia

dalam masyarakat, disebut juga sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-

aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, bergaul yang berdasarkan

adat tata kelakuan. Sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari,

bisa diobservasi, difoto dan didokumentasi.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia, disebut kebudayaan fisik,

dan tak memerlukan banyak penjelasan. Merupakan seluruh total dari hasil fisik dari

aktivitas, perbuatan dan karya semua manusia dalam masyarakat. Sifatnya paling

konkret, atau berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto.

Hasil karya manusia seperti candi, komputer, pabrik baja, kapal, batik dan sebagainya.

B. Teori Transkultural

Perkembangan teori keperawatan terbagi menjadi 4 level perkembangan yaitu metha

theory, grand theory, midle range theory dan practice theory. Salah satu teori yang

diungkapkan pada midle range theory adalah Transcultural Nursing Theory. Teori ini

3

Page 5: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks keperawatan.

Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar

dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara

budaya, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan,

dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau

keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).

Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi dari

keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan.

Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan

dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya diberikan kepada

manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai

dikala manusia itu meninggal. Human caring secara umum dikatakan sebagai segala

sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh.

Human caring merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan

polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.

Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan

keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise

Model). Tujuan dari keperawatan transkultural adalah untuk mengidentifikasi, menguji,

mengerti dan menggunakan pemahaman keperawatan transkultural untuk meningkatkan

kebudayaan yang spesifik dalam pemberian asuhan keperawatan.

4

Page 6: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

Gambar 2.1 Sunrise model

Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model" yaitu :

a. Faktor teknologi (tecnological factors)

teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat

penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu

mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan,

alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan

persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi

permasalahn kesehatan saat ini.

5

Page 7: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)

Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi

para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk

menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri.

Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status

pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan

kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.

c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)

Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama panggilan,

umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan

keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga

d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)

Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut

budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah

yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu

dikaji pada faktor ini adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga,

bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi

sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan

membersihkan diri

e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)

Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang

mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew

and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan

yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh

menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.

f. Faktor ekonomi (economical factors)

Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang

dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus

dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan

yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian

biaya dari kantor tau patungan antar anggota keluarga

6

Page 8: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

g. Faktor pendidikan (educational factors)

Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur

pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan

klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut

dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya.

Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis

pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang

pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.

2. Diagnosa

Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan

transcultural yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,

gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan

dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.

3. Perencanaan dan implementasi

Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle,

1995) yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak

bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang

menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien

bertentangan dengan kesehatan

a. Cultural care preservation (maintenance)

Mempertahankan budaya mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien

tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan

diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga

klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya

budaya berolahraga setiap pagi.

b. Cultural careaccomodation (negotiation)

Negosiasi budaya Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan

untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih

menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan

menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan

c. Cultual care repartening (reconstruction)

7

Page 9: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

Restrukturisasi budaya Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang

dimiliki merugikan status kesehatan

4. Evaluasi

Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang

mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang

tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat

bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan

keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

Konsep dalam Transcultural Nursing

1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari,

dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil

keputusan. Budaya adalah sesuatu yang kompleks yang mengandung

pengetahuan,keyakinan, seni, moral, hukum, kebiasaan, dan kecakapan lain yang

merupakan kebiasaan manusia sebagai anggota kemunitas setempat. Kebudayaan

adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar,

beserta keselurahan hasil budi dan karyanya dan sebuah rencana untuk melakukan

kegiatan tertentu (Leininger, 2002).

Menurut konsep budaya Leininger (1978, 1984), karakteristik budaya dapat

digambarkan sebagai berikut : (1) Budaya adalah pengalaman yang bersifat universal

sehingga tidak ada dua budaya yang sama persis, (2) budaya yang bersifat stabil,

tetapi juga dinamis karena budaya tersebut diturunkan kepada generasi berikutnya

sehingga mengalami perubahan, (3) budaya diisi dan ditentukan oleh kehidupan

manusianya sendiri tanpa disadari.

2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau

sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi

tindakan dan keputusan.

3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal dari

pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan

keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai

8

Page 10: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap

lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi.

4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa

budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.

5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang

digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim. Etnik adalah seperangkat

kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok tertentu (kelompok etnik). Sekelompok

etnik adalah sekumpulan individu yang mempunyai budaya dan sosial yang unik serta

menurunkannya ke generasi berikutnya.

6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal

muasal manusia Ras merupakan sistem pengklasifikasian manusia berdasarkan

karakteristik fisik pigmentasi, bentuk tubuh, bentuk wajah, bulu pada tubuh dan

bentuk kepala. Ada tiga jenis ras yang umumnya dikenal, yaitu Kaukasoid, Negroid,

Mongoloid. Budaya adalah keyakinan dan perilaku yang diturunkan atau diajarkan

manusia kepada generasi berikutnya.

7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada

penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang

tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk

mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik

diantara keduanya.

8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan

perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi

kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas

kehidupan manusia

9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung

dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau

antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia

10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,

kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk membimbing, mendukung atau

memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan

9

Page 11: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan

mencapai kematian dengan damai.

11. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk

memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya

bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain

C. Paradigma Transcultural Nursing

Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai cara

pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan

yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan

yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrew and Boyle, 1995).

1. Manusia

Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan

norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan

pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk

mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger and

Davidhizar, 1995).

2. Sehat

Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi

kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu

keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga

dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas

sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin

mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew and

Boyle, 1995).

3. Lingkungan

Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi

perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu

totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga

bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah

lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa,

10

Page 12: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang

hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan

sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi

individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam

lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di

lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol

yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni,

riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.

4. Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik

keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya.

Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai dengan budaya klien.

D. Karakteristik Suku Batak

Batak adalah suku yang memiliki tradisi yang kuat dalam berprinsip dan

berkeluarga, orang batak selalu peduli. Dibalik setiap sifat yang keras dan suara yang

lantang, sebenarnya suku batak adalah suku yang memiliki segala keunikan. Sifat orang

Batak cenderung kasar, temperamental dan untuk sebagian orang kurang santun. Orang

Batak juga cenderung sulit mengontrol emosi dan tak jarang mengeluarkan kata-kata

kasar atau kalau istilah orang Medan “cakap kotor”. Orang batak itu adalah orang dengan

sikap yang spontan. Jika mereka tidak suka, maka mereka akan berkata secara langsung

walaupun itu menyakitkan untuk didengar. Mereka seperti itu memiliki maksud baik agar

orang yang ditegur tidak melakukan tindakan yang ceroboh atau pun yang tidak

mengenakkan. Mereka juga sering mengeluarkan kritikan pedas tapi bermaksud untuk

membangun bukan untuk menghancurkan karakter seseorang.

Orang Batak juga memiliki banyak sekali kelebihan yang patut mereka

banggakan. Salah satunya adalah sistem kekerabatan yang begitu kuat, kemanapun

mereka pergi selalu ada perkumpulan orang-orang Batak. Tarombo adalah kelebihan lain

dari orang Batak. Tarombo adalah pemikiran hebat dari para raja-raja Batak terdahulu.

Mereka berpikir agar kelak anak cucu dari keturunan-keturunannya tidak putus rantai

11

Page 13: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

persaudaraan dan dapat mengenal serta mengetahui dengan baik dari mana mereka

berasal. Tarombo ini mempunyai silsilah raja-raja pertama sampai sekarang.

Jujur, terus terang, terbuka dan tidak bertele-tele serta berbelit-belit adalah sisi

positif lainnya dari orang Batak. Anak bagi orang Batak adalah kekayaan yang amat

berharga “Anakhon hi do hamoran di au”. Sifat pekerja keras dan tegar pendirian

diaplikasikan para inang-inang untuk bersusah payah dan jungkir balik agar anak-

anaknya dapat bersekolah tinggi. Konon etnis Batak adalah etnis dengan tingkat

pendidikan tertinggi. Beberapa sifat orang Batak:

1. Pekerja keras dan pantang menyerah.

Orang batak adalah komunitas yang menganut prinsip kerja keras dalam menjalani

kehidupan. Walaupun sesusah apa kehidupan, mereka akan selalu bekerja keras

dalam memenuhi kebutuhan hidup dan juga keluarga mereka. Rata-rata orang batak

yang dijumpai adalah orang batak dengan sikap pekerja keras dan mereka akan

mencoba terus walaupun mereka sudah gagal. Jadi ini adalah salah satu point plus

orang batak.

2. Orang batak adalah orang yang ditanamkan sikap sebagai pemenang

Orang batak sangat memperhatikan sikap ini. Mereka sudah didik dari awal agar

mampu menjadi orang yang memiliki keunggulan walaupun dalam keadaan susah

sama sekali. Tak jarang kita temukan orang batak yang sukses dengan berbagai gelar

yang mereka raih selama hidupnya.

3. Orang batak itu adalah orang yang ramah

Sebenarnya orang batak itu adalah orang yang ramah, walaupun gaya berbicaranya

seolah-olah marah., padahal tidak demikian. Jadi, jangan salah tanggapan jika

bertemu dengan orang batak. Mereka adalah orang yang ramah dan menjunjung

tinggi adat istiadat dalam kehidupan mereka.

4. Bersikap tegas adalah kesukaan orang batak

Dibalik dari gaya bicara orang batak yang kasar dalam penyampaiannya, tapi mereka

itu suka bersikap tegas. Mereka tidak ingin bertele-tele dalam menjawab atau

memberikan penjelasan. Jika bertele-tele dan tidak tegas, maka mereka akan marah. 

5. Tidak ingin menyia-nyiakan usaha yang sudah dilakukan.

12

Page 14: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

Mulai dari dulu hingga saat ini masih dipegang teguh. Mereka mencoba memberikan

yang terbaik bagi orang lain dan terutama bagi kedua orang tua yang sudah

membesarkan mereka. 

Penelitian antropologi memperlihatkan bahwa masyarakat Batak bersifat religius.

Artinya, seluruh unsur kebudayaannya dipengaruhi dan dibentuk oleh keyakinan

religi leluhur. Religi yang dimaksud adalah “agama Batak” atau Hasipelebeguon.

Segala upacara adat didasarkan atas ide, gagasan, nilai, paradigma, ajaran dan kuasa

dari roh sembahan leluhur. Jadi, upacara adat bukan sekedar tradisi leluhur,

melainkan rangkaian ritual agama Batak yang diajarkan kepada keturunannya.

E. Sejarah

Batak merupakan satu istilah yang digunakan untuk kumpulan suku yang terdapat

di daratan tertinggi di Sumatera Utara. Suku Batak berasal dari keturunan Raja Batak.

Suku Batak termasuk suku bangsa melayu tua yang berasal dari Indocina atau Hindia

belakang, nenek moyang orang Batak berasal dari utara berpindah ke Filipina dan

berpindah lagi ke Sulawesi Selatan, berlayar hingga akhirnya menetap di pelabuhan

Barus, kemudian bergeser ke pedalaman dan menetap di kaki gunung pusuk buhit, di tepi

pulau samosir, tempat asal usul peradaban suku Batak.

Keturunan suku Batak berasal dari Hindia muka (India), pindah ke Burma,

kemudian ke tanah genting Kera di Utara Malaysia. Berlayar sampai ke tanjung balai

batubara dan di pangkalan brandan atau kuala simpang di Aceh dari sana naik ke

pedalaman danau Toba. Suku Batak termasuk dalam rumpun proto-melayu yang berasal

dari Asia selatan yakni dari Burmayang berlayar sampai Malaysia, menyeberang dan

menghuni daerah sekitar danau Toba.

F. Lokasi

Sebagian besar dari suku Batak mendiami daerah pegunungan Sumatera Utara,

mulai dari perbatasan dengan D.I. Aceh sampai ke perbatasan dengan Riau dan Sumatera

Barat. Suku Batak juga mendiami tanah datar antara daerah pegunungan dengan pantai

Timur Sumatera Utara dan Pantai Barat di Sumatera Utara. Dengan demikian, maka suku

Batak itu mendiami daerah Dataran Tinggi Karo, Langkah Hulu, Deli Hulu, Serdang

13

Page 15: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

Hulu, Simalungun, Dairi, Toba, Humbang, Silindung, Angkola, Mandailing dan

Kabupaten Tapanuli Tengah.

Suku Batak terdiri dari sub suku-suku bangsa Batak yang lebih khusus, yaitu Suku

Batak:

1. Karo, mereka mendiami daerah dataran tinggi Karo, Langka Hulu, Deli Hulu dan

sebagian dari Dairi.

2. Simangulun, mereka mendiami daerah induk Simulungun.

3. Pakpak, mereka mendiami induk Dairi.

4. Toba, mereka mendiami daerah induk tepi danau Toba, Pulau Samosir, dataran

tinggi Toba, daerah Asahan, Silindung, daerah antara Barus dan Sibolga serta daerah

pegunungan, Pahae dan Habinsaran.

5. Angkola  : mereka mendiami daerah induk Angkola dan Sipirok, sebagian dari

Sibolga dan Batang Toru serta bagian Utara dari Padang Lawas.

6. Mandaling  : mereka mendiami daerah induk Mandailing, Ulu, Pakatah dari Padang

Lawas.

G. Suku Batak Toba

Suku Batak Toba  merupakan sub atau bagian dari suku bangsa Batak. Suku

Batak Toba meliputi Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang

Hasundutan, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, sebagian Kabupaten

Dairi, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kota Sibolga dan sekitarnya.

Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku Batak yang wilayahnya meliputi

Balige, Porsea, Parsoburan, Laguboti, Ajibata, Uluan, Borbor, Lumban Julu dan

sekitarnya. Silindung, Samosir, dan Humbang bukanlah Toba. Karena sub atau bagian

bangsa Batak tersebut memiliki wilayah dan contoh marga yang berbeda. Sonak Malela

yang mempunyai tiga orang putra dan menurunkan empat marga, yaitu Simangunsong,

Marpaung, Napitupulu dan Pardede, merupakan dan (nairasaon) yang terdiri dari Sitorus,

Sirait, Butar-butar, Manurung ini merupakan beberapa marga dari Batak Toba. Marga

atau nama keluarga adalah bagian nama yang merupakan pertanda dari keluarga mana ia

berasal. Orang batak selalu memiliki nama marga/keluarga. Nama/marga ini diperoleh

14

Page 16: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

dari garis keturunan ayah (patrilinear) yang selanjutnya akan diteruskan kepada

keturunannya secara terus menerus.

H. Kultural Batak Toba

Batak Toba adalah suatu kesatuan kultural. Batak Toba tidak mesti tinggal

diwilayah geografis Toba, meski asal-muasal adalah Toba. Sebagaimana suku-suku

bangsa lain, suku bangsa Batak Tobapun bermigrasi kedaerah-daerah yang lebih

menjanjikan penghidupan yang labih baik. Contoh, mayoritas penduduk asli Silindung

adalah marga-marga Hutabarat, Panggabean, Simorangkir, Hutagalung, Hutapea dan

Lumbantobing. Padahal ke-enam marga tersebut adalah turunan Guru Mangaloksa yang

adalah salah- seorang anak Raja Hasibuan diwilayah Toba. Demikian pula marga

Nasution yang kebanyakan tinggal wilayah Padangsidimpuan adalah saudara marga

Siahaan di Balige, tentu kedua marga ini adalah turunan leluhur yang sama. Batak Toba

sebagai kesatuan kultural pasti dapat menyebar ke berbagai penjuru melintasi batas-batas

geografis asal leluhurnya, si Raja Batak yakni wilayah Toba yang secara spesifik ialah

Desa Sianjur Mulamula terletak di lereng Gunung Pusuk Buhit, kira-kira 45 menit

berkendara dari Pangururan, Ibukota Kabupaten Samosir, sekarang.

Orang Batak mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam.

Dalam bahasa Toba aktivitas ini disebut Marsiurupan. Sekelompok orang tetangga atau

kerabat dekat bersama-sama mengerjakan tanah dan masing-masing anggota secara

bergiliran. Kebudayan Batak Toba terkenal dengan Tarian Tortor, Wisata danau toba,

wisata megalitik (kubur batu), legenda (cerita rakyat), adat budaya yang bernilai tinggi

dan kuliner.

Rumah Adat Batak Toba Sumatera Utara disebut Rumah Bolon, yang memiliki

bangunan empat persegi panjang yang kadang-kadang ditempati oleh 5 sampai 6

keluarga. Memasuki Rumah Bolon ini harus menaiki tangga yang terletak di tengah-

tengah rumah, dengan jumlah anak tangga yang ganjil. Bila orang hendak masuk rumah

tersebut, harus menundukkan kepala agar tidak terbentur pada balok yang melintang.

Rumah Adat Batak Toba Sumatera Utara, Hal ini diartikan tamu harus menghormati si

pemilik rumah.

15

Page 17: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

            Kehidupan masyarakat batak adalah kehidupan yang sangat menjujunjung

tinggi adatnya. Bahkan sebelum lahir ke dunia pun sudah melakoni adat sampai seorang

Batak tersebut meninggal dan menjadi tulang belulang masih ada serangkian adat, bukan

rumit tapi adat batak menunjukkan bahwa DALIHAN NATOLU yang didalamnya adalah

somba marhula - hula, Elek marboru, Manat mardongan tubu dan selalu terlihat pada saat

perayaan serta syukuran dan adat yang digunakan sebagai penanda didalamnya.

Suku Batak memiliki adat budaya yang baku yang disebut Dalihan Na

Tolu yang dapat menembus sekat-sekat agama/kepercayaan mereka yang dapat berbeda-

beda. Adat budaya Batak ini memiliki tujuh nilai inti yaitu kekerabatan, agama,

hagabeon, hamoraan, uhum dan ugari, pangayoman, dan marsisarian. Nilai kekerabatan

atau keakraban berada di tempat paling utama dari tujuh nilai inti budaya utama

masyarakat batak. Nilai budaya hagabeon bermakna harapan panjang umur, beranak,

bercucu yang banyak, dan baik-baik. Nilai hamoraan (kehormatan) terletak pada

keseimbangan aspek spiritual dan material yang ada pada diri seseorang. Nilai uhum

(law) mutlak untuk ditegakan dan pengakuaanya tercermin pada kesungguhan dalam

penerapannya dalam menegakan keadilan. Nilai suatu keadilan itu ditentukan dari

keta’atan pada ugari (habit) serta setia dengan padan (janji). Pengayoman (perlindungan)

wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat. Marsisarian artinya saling mengerti,

menghargai, dan saling membantu.

Beberapa macam Adat Batak Toba :

a. Upacara Adat Mangirdak atau mangganje/mambosuri boru (adat tujuh bulanan)

b. Upacara Adat Mangharoan

Upacara adat mangharoan adalah upacara  adat yang  dilaksanakan setelah  dua

minggu  kelahiran bayi  untuk menyambut  kedatangan  bayi  dalam keluarga

tersebut.

c. Upacara Adat Martutu aek

Adat pemberian nama kepada bayi , namun pada saat ini sudah jarang dilakukan

kepada bayi karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama

d. Upacara Adat Marhajabuan

Upacara adat pernikahan sesuai dengan adat Batak Toba, Marhajabuan (berumag

tangga). Jenis-jenis upacara pernikahan adat batak :

16

Page 18: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

1. Patiur baba ni mual (permisi dan mohon doa  restu tulang)

2. Marhori hori dingding (perkenalan keluarga secara tertutup)

3. Marhusip (perundingan diam diam  & patua dan hata  (melamar secara

resmi

4. Martompul

5. Martonggo raja dan maria raja (pesta pertunangan)

e. Upacara Adat Manulangi

Upacar adat yang diberikan kepada orang tua yang lanjut usianya dengan

menyuapi/menyulangkan makanan kesukaan  oleh anak dan cucunya.

f. Upacara adat Hamatean

Ketika seseorang  batak meninggal  disesuaikan dengan adat  batak toba  apakah adat

yang akan dibuat jika seseorang meninggal  sebagai sari matua , saur matua, 

maulibulung.

g. Upacara adat mangongkal holik

Upacara adat penggalian tulang belulang orang tua yang telah meninggal untuk

dimasukkan  kedalam tugu ( monument yang lebih bagus dari sebelumnya unuk

menghormati  orang yang sudah meninggal ).

17

Page 19: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

BAB III

PEMBAHASAN

A. Kitab Pengobatan Masyarakat Batak Toba

Kitab Pengobatan Batak Toba ini pada dasarnya adalah Kitab Pengobatan yang

berisikan tentang bagaimana agar manusia itu khususnya Masyarakat Batak Toba bisa hidup

sehat. Pengobatan dalam Kitab ini merupakan warisan budaya spiritual nenek moyang Batak

Toba yang sampai sekarang masih dilaksanakan oleh sebagian Masyarakat Batak Toba.

Gambar 4.1 Kitab Pengobatan Batak

18

Page 20: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

Adapun jenis pengobatan yang ada dalam Kitab Pengobatan Batak Toba adalah

Dappol Siburuk, Pengobatan Anak Mulai Dikandungan Sampai Lahir, Pengobatan Ibu

Setelah Melahirkan, Pengobatan Mata, Mencari Kesuksesan (kharisma, wibawa dan

kesehatan), Twar Mula Jadi, dan Upacara Ritual dalam pengobatan. Dari uraian diatas dapat

dinyatakan bahwa Si Raja Batak tidak menginginkan manusia khususnya Orang Batak Toba

sakit, dan jika manusia sakit Si Raja Batak Tidak mengijinkan mereka berobat kedokter.

Ibrahim Gultom (2010) menyebutkan upacara ritual dalam pengobatan merupakan pedoman

perilaku yang dianut oleh agama malim, seperti : Marari Sabtu, Martutu Aek, Upacara

Pasahat Tondi, Upacara Mardebata, Upacara Mangan Na Paet, Upacara Sipaha Sada,

Upacara Sipaha Lima, Upacara Mamasu-masu, dan Upacara Manganggiri. Menurut Hughes

(Fosterr/Anderson, 2009 : 6) hal pengobatan tradisiona Batak Toba ini merupakan

etnomedisin, yaitu kepercayaan dan praktek-praktek yang berkenaan dengan penyakit, yang

merupakan hasil dari perkembangan kebudayaan asli dan yang eksplisit tidak berasal dari

kerangka konseptual.

 

Gambar 4.2 Ritual Pengobatan

 

1. Tata cara Marari sabtu adalah sabagai berikut:

a. Menyiapkan air penyucian (aek pangurason) yang diambil terlebih dahulu dari

sumber air sebelum ada orang lain mengambil air dari sana dimasukkan kedalam

mangkuk putih serta dan mempersiapkan alat pembakaran dupa dan peralatan

lainnya.

19

Page 21: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

b. Jeruk purut dibelah dengan beralaskan kain putih bersih dan airnya dicampur dengan

air yang sudah disiapkan dalam mangkuk putih dan bane-bane (daun) dimasukkan

kedalam cangkir yang berisi air tersebut. Daun tersebut akan digunakan mamippis

(memercikkan) air tersebut kepada semua peserta upacara.

c. Pada pukul 10.30 wib upacara dimulai. Ulu punguan (pemimpin upacara) memasuki

ruangan parsantian (tempat melakukan upacara) dan diikuti oleh seluruh peserta

upacara dan duduk bersila secara tertib dan rapi. Air dalam mangkuk putih harus

sudah ada dalam Parsantian diatas tikar (lage tiar) yang berlapis tiga.

d. Peserta upacara memfokuskan pikiran (berkonsentrasi) untuk mengikuti ritus demi

ritus dalam upacara.

e. Ulu punguan memercikkan air dalam cangkir kepada seluruh peserta upacara dengan

maksud untuk membersihkan peserta dari dosa sebelum upacara dimulai.

f. Setelah semua tertib, Ulu Punguan melafalkan tonggo-tonggo (Doa-doa) sedangkan

peserta menyimaknya.

g. Kemudian Ulu Punguan memaparkan isi patik dengan menghadap kepada peserta

(layaknaya orang yang berceramah).

h. Setelah itu dilakukan siraman ruhani yang diawali oleh satu atan dua orang dari

peserta dan kemudian disimpulkan (panippuli) oleh Ulu Punguan. Upacara ritus

diakhiri dengan memercikkan air kepada seluruh peserta upacara oleh Ulu Punguan

(pemimpin upacara). Menurut Sito Situmorang (2009:338)  tata cara Marari Sabtu

ini merupakan sakramen penyucian diri.

Upacara Marari Sabtu dilakukan dengan tujuan unutk menyucikan diri dari dosa-

dosa terlebih dosa yang dilakukan dalam seminggu yang baru dilewati dan untuk

membersihkan diri dari segala penyakit. Dengan kata lain untuk menyempurnakan batin.

Menurut Wongso Negoro (Ilyas dan Imam, 1988:11) kebaktian adalah bentuk kebaktian

kepada Tuhan Yang Maha Esa menuju tercapainya budi luhur dan kesempurnaan hidup.

Disisi lain Ilyas dan Imam (1988:11) mengatakan bahwa penganut kepercayaan

merupakan paham yang bersifat dogmatis yang terjalin dalam adat-istiadat  hidup sehari-

hari dan berbagai suku bangsa yang adat nenek moyang.

Dalam Kitab Pengobatan pada Batak Toba disebutkan bahwa pengobatan kerap

melibatkan roh-roh nenek moyang. Seperti dalam pengobatan terhadap orang yang sakit

20

Page 22: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

akibat diguna-gunai oleh orang lain atau pun disebabkan mahluk halus (parjahat). Untuk

mengobati orang yang seperti itu tidak jarang seorang Namalo (dukun) yang dipercaya

mengobati melakukan semedi dengan maksud untuk menemukan jalan keluar dan

penyembuhan dari roh nenek moyang, dalam hal seperti ini roh yang yakini bisa

membantu adalah Debata Mula Jadi Na Bolon, Si Raja Batak, dan roh nenek moyang lain

yang diakui mampu membantu permasalahan manusia.

Dalam pengobatan tradisional batak tidak selamanya menggunakan tumbuhan.

Ada juga menggunakan makanan dan budaya ritual dalam pengobatan Batak Toba, Suku

Batak selalu menggunakan Anggir dan Daun Sirih dari seluruh kegiatan pengobatan dan

budaya ritual. Pengobatan dengan budaya ritual penyucian biasa dilakukan dengan

memandikan para pasien ke dalam air yang mengalir dengan menggunakan Anggir dan

tumbuhan lain yang sifatnya bertujuan membuang penyakit dari tubuh si penderita.

Biasanya setelah selesai dimandikan setibanya dirumah akan diberikan makanan berupa

Ayam bagi laki-laki dan Ikan bagi para wanita dengan tujuan agar roh para penderita

menyatu dengan badan. Sebab manusia yang sakit biasanya karena rohnya tidak berada di

dalam jasad.

Dalam Ilmu Perlindungan biasanya orang mencintainya dengan tujuan agar

manusia tersebut jauh dari mara bahaya dan sekaligus membangunkan roh-roh kekuatan

yang ada pada tubuhnya. Dalam memberikan ilmu pelindung ini biasanya sipenerima

dibersihkan dan dibungkus dengan kain 3 warna, merah, putih, hitam dengan harapan

merah kekuatan, putih kesucian dan hitam kebijakan berdiam dan bangkit dalam dirinya

dan darahnya, sambil air jatuh di kepala si penerima dan si pemberi mengucapkan mantra

(Doa) memohon untuk ilmu perlindungan tersebut.

2. Proses pengobatan dan perlindungan:

a. Proses Penyucian : Dalam proses ini si Pasien dimandikan dengan Anggir (Jeruk

Purut) dan daun sirih agar bersih dari segala jenis kotoran, baik dalam badan maupun

batin dan darah.

b. Proses membangkitkan aura atau kekuatan darah : Dalam proses ini segala energi

organ tubuh dibangkitkan dengan cara berdoa dan mengisi kesaktian.

c. Proses memberi perlindungan : Dalam proses ini si Pasien di bungkus dengan kain

tiga warna (merah, putih, dan hitam) dengan tujuan agar si pasien tersebut terbungkus

21

Page 23: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

dalam Hulambu Jati kebijakan, keimanan, dan keluhan, sebab manusia yang

terbungkus segala niat jahat terhadap manusia tersebut tidak akan kesampaian lagi.

d. Proses Pengukuhan I : Dalam proses ini si pasien diberi makan sesajen berupa :

Ayam, Anggir, Air Putih dan Nasi Putih. Sesajen ini diberikan dengan tujuan agar

badan dan roh menyatu bersama kekuatan benua atas, bawah dan tengah menyatu

dengan diri sendiri.

e. Proses Pengukuhan II : Dalam proses ini si pasien di mandikan ke dalam air Pacsur

(Pancuran) atau air terjun dengan tujuan tahap penyatuan kekuatan benua atas, tengah

dan bawah.

Pengobatan yang dilakukan dengan menggunakan benda-benda Pusaka yang

dinilai dengan cara petunjuk beserta legenda, pusaka-pusaka ini sangat erat hubungannya

dalam kehidupan sehari-hari pada masa lampau sesuai dengan maksud dan tujuan

masing-masing Pusaka tersebut. Benda-benda Pusaka tersebut adalah:

a. Solam Mulajadi atau Pisau Mulajadi, yaitu pisau yang dibawa Debata Asi-asi dari

banua ginjang (Benua atas). Pisau ini adalah himpunan seluruh pengetahuan orang

batak, sebab pisau ini berisi aksara batak 19+7 pengetahuan.

b. Piso Sipitu Sasarung, yaitu pisau yang mana dalam 1 sarung terdapat 7 buah pisau di

dalamnya yang melambangkan tujuh kekuatan yang dibawa oleh Putri Kayangan dari

Banua Ginjang untuk bekal hidup Siraja Batak yang baru.

c. Piso Silima Sasarung, yaitu pisau yang dalam satu sarung tetapi di dalamnya ada lima

buah mata pisau. Di dalam pisau ini berisikan kehidupan manusia, dimana menurut

Orang Batak manusia lahir kedunia ini mempunyai empat roh kelima badan (wujud).

Maka dalam ilmu meditasi untuk mendekatkan diri kepada Mulajadi Nabolon (Tuhan

Yang Maha Esa) harus lebih dulu menyatukan 4 roh kelima badan.

d. Piso Sitolu Sasarung: adalah pisau yang mana dalam satu sarung ada tiga buah mata

pisau. Pisau ini melambangkan kehidupan orang batak yang menyatu tiga benua.

e. Piso Siseat Anggir : Piso ini biasa digunakan pada saat membuat obat atau ilmu. Piso

ini bertujuan hanya untuk memotong Anggir (Jeruk Purut).

f. Sunggul Sohuturon : Sunggul Sohuturon ini terbuat dari rotan yang di anyam

berbentuk keranjang sunggul ini bertujuan untuk memanggil roh manusia yang lari

atau roh yang diambil oleh keramat.

22

Page 24: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

g. Pukkor Anggir : Pukkor Anggir ini digunakan untuk menusuk Anggir dan

mendoakannya pada saat menusuk sebelum Anggir tersebut di potong.

h. Tutu : Tutu ini bertujuan untuk menggiling ramuan-ramuan obat yang hendak

digunakan pada orang sakit.

i. Sahang : Sahang ini adalah yang terbuat dari Gading Gajah dan digunakan sebagai

tempat obat yang mampu mengobati segala jenis penyakit manusia, Gupak :

digunakan memotong obat yang jenisnya keras seperti akar-akaran, kayu-kayuan dan

lain-lain.

j. Tukkot Tunggal Panaluan yang merupakan  Tongkat Sakti Si Raja Batak yang diukir

dari kejadian yang sebenarnya, yang merupakan kesatuan kesaktian benua atas, benua

tengah dan benua bawah.

k. Piso Tobbuk Lada  yaitu Pisau Kecil yang biasa digunakan untuk memotong dan

mengiris ramuan obat.

l. Tukkot Sitonggo Mual  yaitu  Tongkat sakti Siraja Batak yang mana pada zaman dulu

dalam perjalanan apabila air tidak ada jika tongkat ini ditancapkan ke tanah maka

mata air akan keluar.

m. Piso Solam Debata, Piso Gaja Doppak yang berfungsi untuk meluruskan ritual agar

diterima oleh roh nenek moyang yang akan dipanggil.

            Analisis tentang pengobatan dalam Kitab Pengobatan Batak Toba harus memperhatikan

ungkapan-ungkapan tradisional Batak Toba yang sering digunakan dalam upacara ritual.

Ungkapan (mantra) spiritual dalam prosesi pengobatan sering diwujudkan dalam bentuk teks-

teks yang khas, mantra-mantra, serta doa-doa yang dirangkai oleh nenek moyang Orang Batak

terdahulu. Rangkaian kata-kata yang bersifat magis, sakral, dan suci yang diucapkan dalam

upacara penyembuhan dimaksudkan untuk menemukan makna dan hasil yang memuaskan.

Sebagaimana yang dipungkapkan oleh Rad-Cliffe Brown (Kuper, 1996 : 47-61) dalam hal

analisis spiritual harus sampai pada makna dan tujuan. Dengan cara ini maka akan terungkap lah

makna dan fungsi ritual pengobatan yang dilaksanakan yang berkaitan dengan kebutuhan dasar 

semua masyarakatyang disebut “coaptation”. Lebih lanjut ilmuwan ini juga mengatakan bahwa

sistem budaya dapat dipandang memiliki kebutuhan sosial.

Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:

23

Page 25: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

1. Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi

memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.

Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau

meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang

menawannya.

2. Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki

tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau

kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.

3. Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah

laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.

B. Implikasi Terhadap Kesehatan

Kebudayaan mempunyai pengaruh yang sangat besar dala perkembangan ilmu

kesehatan. Pengaruh tersebut dapat bersifat positif ataupun negatif. Pengaruh tersebut dapat

berupa tradisi, nilai dan norma yang dianut, fatalistis dan sikap etnosentris. Sebagai tenaga

kesehatan, kita harus mampu menjembatani celah antara budaya dan pengaruhnya terhadap

kesehatan tanpa menyinggung dan menyalahkan nilai dan norma yang mereka anut. Oleh

karena itu, kita harus bisa menggali sisi positif dan negatif budaya terhadap kesehatan secara

eksplisit dengan mengunakan pendekatan secara etnografi dan memberikan alternatif pilihan

lain yang tidak membuat budaya yang dianut pasien menjadi terdiskriminasi tetapi juga dapat

sekaligus meningkatkan status kesehatan pasien.

Berikut ada beberapa kajian terkait dengan upacara pengobatan yang dilakukan oleh

masyarakat Batak Toba.

1. Marari Sabtu

Dalam ritual ini menggunakan air putih yang berasal dari sumber mata air murni

yang belum pernah dipakai. Air putih yang berasal dari sumber alami ini memang

memberikan manfaat bagi kesehatan pasien karena belum terkontaminasi dengan zat lain

yag bersifat toksik bagi pasien. Penggunaan air dalam pengobatan kontemporer ini

memang sudah lazim dilakukan tidak hanya di masyarakat BAtak Toba saja. Air

dipercaya dapat menghantarkan doa-doa yang dipanjatkan untuk kesembuhan pasien. Air

putih ternyata memiliki senyawa dan dapat berubah. Salah satu peneliti dari Universitas

24

Page 26: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

Yokohama Jepang, Masaru Emoto yang menemukan beberapa perilaku air. Dalam

penelitian tersebut Masaru Emoto mengambil beberapa sampel air. Air A diberi

perkataan yang baik-baik, misalnya “Arigato”. Kemudian sampel air B diberi perkataan

yang negatif, misalnya “setan”. Kemudian air tersebut didinginkan hingga -500C,

kemudian dipotret dengan kecepatan tinggi melalui mikroskop elektron. Air yang

diberikan perlakuan perkataan, bahkan bisa merespon bentuk tulisan. Air yang diberikan

perlakuankata, doa, tulisan positif tersebut membentuk Kristal yang cantik, sebaliknya air

yang diberi perlakuan perkataan yang buruk tidak membentuk Kristal. Menariknya ketika

air tersebut diputarkansebuah lagu Symphony Mozart seketika berubah berbunga-bunga

dan air putih tesebut menjadi hancur ketika diperdengarkan lagu metal. Saat air tersebut

dibacakan kata/kalimat yang bagus membentukkristal kembali, beda lagi saat air tersebut

dibacakan doa ayat-ayat Al-Quran membentuk Kristal yang bersinar dan memancar

berpendar. Inilah mengapa para Kyai selalu menggunakan media air putih sebagai

penyembuhan penyakit dalam pengobatan kontemporer Agama Islam.

Bahan lain yang digunakan dalam ritual marari sabtu ini adalah jeruk purut. Jeruk

purut dibelah dengan beralaskan kain putih bersih dan airnya dicampur dengan air yang

sudah disiapkan dalam mangkuk putih dan bane-bane (daun) dimasukkan kedalam

cangkir yang berisi air tersebut. Daun tersebut akan digunakan mamippis (memercikkan)

air tersebut kepada semua peserta upacara. Ditinjau dari segi kesehatan sebetulnya hal ini

tidak akan berdampak apapun. Hassan, Geethalakshmi, Jeeva, dan Babu (2013) dalam

penelitiannya berjudul “Combined effect of lime (citrus aurantitolia) and drying on

reducing bacteria of public health significance in edible oyster (crassostrea

madrasensis)” menemukan kegunaan air jeruk purut yang dipotong secara horizontal

dengan pisau steril kemudian digunakan untuk merendam oister selama 2 jam dapat

mengurangi jumlah bakteri yang terdapat dalam oister. Penemuan ini juga diperkuat oleh

penelitian sejenis yang dilakuan oleh Mathur & Schaffner (2013) “Effect of lime juice on

vibrio parahaemolyticus and salmonella enterica inactivation during the preparation of

the raw fish dish ceviche” menemukan bahwa rendaman air jeruk purut selama 10 menit

dapat secara signifikan menurunkan jumlah Vibrio parahaemolyticus dan mengurangi

jumlah Salmonella enterica yang terdapat dalam ikan. Oleh karena itu, air jeruk purut

tidak akan berdampak apapun terhadap kesehatan jika hanya dicampurkan dengan air

25

Page 27: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

kemudian dicipratkan kepada pasien karena beberapa penelitian tadi telah membahas

bagaimana mendapatkan keuntungan dari air jeruk purut yaitu dengan melakukan

perendaman menggunakan air jeruk nipis tanpa dicampur apapun selama minimal 10

menit.

Pengunaan air jeruk purut ini memang dianjurkan hanya untuk diluar tubuh saja.

Karena mengkonsumsi air jeruk purut apalagi dalam waktu yang lama lebih dari 24 hari

akan berdampak pada kesehatan. Salawu, A., Osinubi, A., Dosumu, O., Kusemiju, T.O.,

Noronha, C.C., & Okanlawon, A.O. (2010) telah membuktikan efek jerut purut terhadap

kesehatan dalam penelitiannya yang berjudul “Effect Of The Juice of Lime (Citrus

Aurantifolia) on Estrous Cycle and Ovulation of Sprague-Dawley Rats” bahwa jeruk

purut yang dikonsumsi secara rutin selama 24 hari dapat menyebabkan siklus ovarium

ireguler, memblok secara parsial proses ovulasi dan dapat menyebabkan kemandulan. Air

jeruk purut juga dapat menghambat efek warfarin sebagai antikoagulan (Adepoju &

Adeyemi, 2010). Meskipun penelitian ini dilakukan terhadap tikus, tapi besar

kemungkinan efeknya akan sama terhadap manusia. Oleh karena itu air jeruk purut tidak

dianjurkan digunakan sebagai pengobatan komplementer jika diberikan untuk pengobatan

internal dalam tubuh.

2. Proses pengobatan dan perlindungan

Ritual ini adalah untuk mensucikan tubuh pasien dari dosa. Pelaksanaan ritual ini

dengan memandikan pasien dibawah air pancuran ditambah dengan anggir (air jeruk

purut) dan daun sirih. Hal yang disoroti dalam ritual pengobatan dan perlindungan ini

adalah penggunaan daun sirih. Pin, Chuah, Rashih, Mazura, Fadzureena, Vimala, &

Rasadah (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Antioxidant and Anti-Inflammatory

Activities of Extracts of Betel Leaves (Piper Betle) from Solvents with Different

Polarities” menemukan bahwa daun sirih yang diesktraksi dengan cara direbus di air

dalam suhu 500 C selama satu jam dengan perbandingan 1 gram daun sirih dan 30 ml air

dapat mengaktifkan kandungan yang terdapat dalam daun sirih yaitu hydroxychavicol

and eugenol yang dapat berfungsi sebagai anti oksidan dan anti inflamasi. Oleh karena itu

proses siraman yang hanya menggunakan daun sirih tanpa melewati proses ekstraksi

tidak dapat memberikan manfaat terhadap kesehatan karena kandungan yang terdapat

dalam daun sirih tidak dapat teraktivasi. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang

26

Page 28: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

dilakukan Vengaiah & Changamma (2015) yang berjudul “Histomorphological

evaluation of reproductive organs following piper betel (linn.) leaf stalk extract

administration in male albino rats” bahwa daun sirih yang telah diesktraksi dan

dikonsumsi secara terus menerus dapat menyebabkan penurunan fungsi organ reproduksi

dan secara histologis menyebabkan kerusakan sel-sel organ reproduksi. Selain itu juga

dapat menyebabkan kerusakan pada hepar dan fibrosis (Young, Wang, Lin, Peng, Hsu,

& Chou 2007).

Daun sirih sebenarnya bisa dijadikan bahan untuk pengobatan komplementer jika

pengolahannya dilakukan secara benar, salah satu contohnya adalah seperti yang

dikemukakan oleh Chang, Uang, Tsai, Wu, Lin, Lee, . . . Jeng (2007) dalam

penelitiannya yang berjudul “Hydroxychavicol, a novel betel leaf component, inhibits

platelet aggregation by suppression of cyclooxygenase, thromboxane production and

calcium mobilization” menyatakan bahwa kandungan hydroxychavicol dalam ekstrak

daun sirih bisa digunakan untuk pencegahan dan pengobatan arterosklerosis dan penyakit

kardiovaskular lainnya karena mempunyai kemampuan sebagai anti platelet sehingga

dapat menghancurkan platelet yang menyumbat pada pembuluh darah tanpa

menimbulkan efek terhadap fungsi homeostatis.

Hal yang disayangkan dalam pelaksanaan ritual ini adalah penggunaan air jeruk

purut dan ekstrak daun sirih dalam waktu yang bersamaan, sebetulnya akan

menimbulkan reaksi yang bertolak belakang. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya

bahwa salah satu fungsi dari air jeruk perut adalah sebagai penghambat efek antikoagulan

dari obat warfarin sementara ekstrak daun sirih dapat berfungsi sebagai anti platelet

(antikoagulan). Hal ini perlu menjadi perhatian dan penjelasan yang terperinci dari

petugas kesehatan sehingga pengobatan yang bersifat kontemporer benar-benar

memberikan efek yang baik terhadap kesehatan sejalan dengan perkembangan ilmu dan

teknologi dibisang kesehatan.

3. Makanan yang dianjurkan saat ritual

Suku Batak Toba mempercayai bahwa pasien yang telah menjalani siraman harus

diberikan sesajen berupa ayam bagi laki-laki dan ikan bagi para wanita yang bertujuan

badan dan roh menyatu bersama kekuatan benua atas, bawah dan tengah dan menyatu

dengan diri sendiri. Jika ditinjau dari segi ilmu kesehatan, ayam dan ikan merupakan

27

Page 29: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

sumber protein hewani yang berfungsi sebagai zat pembangun, memperbaiki sel-sel yang

rusak serta membentuk antibodi yang berperan sebagai sistem imunitas dalam melawan

kuman patogen yang menyebabkan penyakit. Pemberian makanan ini memang dianjurkan

untuk orang yang sakit. Tetapi, dalam pelaksanaannya bukan hanya ayam dan ikan yang

diberikan kepada pasien melainkan ditambah dengan jeruk purut. Dan hal inilah yang

harus dihindari mengingat konsumsi jeruk purut yang berlebih dan secara rutin dalam

jangka waktu yang lama dapat menimbulkan efek negatif bagi tubuh.

Jika dianalisis lebih lanjut, ritual-ritual yang selama ini dilakukan dan kemudian

memberikan dampak yang baik kepada pasiennya bukan semata-mata berasal dari proses

pelaksanaannya yang memberikan dampak positif terhadap kesehatan, melainkan lebih karena

faktor keyakinan (berfikir positif) yang terdapat dalam diri pasien tersebut. Beberapa penelitian

tentang berfikir positif :

1. Penelitian Goodhart

Penelitian yang dilakukan oleh Goodhart pada tahun 1985 terhadap 173 mahasiswa

sebagai sampel. Dia menemukan bahwa fakta berfikir positif memiliki hubungan yang

signifikan terhadap kondisi psikologis positif dan tidak berhubungan dengan efek negatif.

Goodhart menambahkan berfikir positif merupakan cara untuk mengatasi stres. Kemudian

penelitian Goodhart terhadap pria kelas eksekutif yang memiliki perbedaan dalam

memandang rasa stress, menemukan bahwa eksekutif yang memandang stresor sebagai

tantangan akan menganggapnya sebagai peluang untuk bisa tumbuh serta berkembang

hingga berdampak memiliki kesehatan fisik yang jauh lebih baik daripada mereka para pria

eksekutif yang memandang stresor seperti ancaman.

2. Penelitian Chaerani

Penelitian yang dilakukan oleh Chaerani pada tahun 1995 menemukan bahwa

berfikiran positif juga memiliki hubungan dengan psikologi positif. Penelitian yang

dilakukan terhadap 120 remaja di SMA 1 Cirebon tersebut mengungkapkan bahwa ada

hubungan yang sangat signifikan antara fakta berfikir positif dan harga diri seseorang dengan

daya tahannya menghadapi stres. Analisis terhadap data yang didapat menunjukan pengaruh

berfikir positif terhadap daya tahan menghadapi stres senilai 15%.

3. Penelitian Kazuo Murakami

28

Page 30: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

Penelitian yang dilakukan oleh Kazuo Murakami, seorang Ph.D ahli genetika dan juga

seorang penulis buku “The Divine Message of the DNA”. Kazoo menemukan suatu

keajaiban dari DNA yang mana DNA tidak hanya sekedar kumpulan basa-basa purin yang

didalamnya terdapat kode genetic mahluk hidup. Saat ini, karakteristik dari genetic yang

sejauh ini dianggap memiliki sifat tetap dan pasti, didalam penelitiannya kazao

memperkenalkan konsep on/off gen tersebut yang dipengaruhi oleh fikiran kita. Sehingga

istilah “you are what you think” itu memang berasal dari sebuah penelitian.

Merujuk dari beberapa penelitian diatas, tidak jarang hanya karena keyakinan

untuk sembuh, maka pasien pun mendapat kesembuhannya. Hal ini juga diperkuat oleh

sebuah teori psikoneuroimunologi yang merupakan kajian yang mendalami hubungan antara

psikologi, neurologi, endokrinologi, dan imunologi (Kubo & Chiba, 2006). Istilah

psikoneuroimunologi pertama kali digunakan oleh Ader pada tahun 1980 untuk

membuktikan hubungan antara otak dan sistem imunitas (Daruna, 2004). Komponen

psikologi pasien ini mencakup keyakinan san sugesti yang dimiliki oleh pasien. Secara

keilmuan, ternyata memang terdapat hubungan timbal balik antara psikologis pasien dengan

sistem imunitas yang menunjang pada kemampuan individu dalam melawan penyakitnya.

Beberapa penelitian telah mengevaluasi faktor psikososial seperti persepsi, stres,

dan koping terhadap penyakit yang dimediasi dan dimoderatori oleh respon imunitas. Stres

kronis dan respon psikologis dapat mengaktifkan hipotalamus-hipofisis-adrenocortical dan

sistem simpatik-adrenomedullary, yang berpotensi menginduksi imunosupresi. Sebuah

penelitian menunjukkan bahwa imunosupresi akibat stres pasikologis dapat mempengaruhi

perjalanan klinis penyakit HIV (Robins et al., 2006). Hubungan diantara faktor-faktor yang

berkontribusi didalamnya merupakan suatu rangkaian yang bekerja secara sinergis, oleh

karena itu masing-masing komponen (psikologis, neuroendokrin dan imunitas) harus

diperhatikan demi menunjang perbaikan status kesehatan pasien, dan hal ini pun bisa

dijadikan landasan bagi petugas kesehatan dalam pendekatan secara etnografi terhadap

masyarakat yang masih melakukan ritual-ritual khusus untuk proses pengobatan

penyakitnya.

29

Page 31: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Transcultural nursing merupakan bagian dari ilmu keperawatan yang berfokus pada

analisa perbedaan budaya antar kelompok masyarakat untuk mendukung penerapan

asuhan keperawatan yang holistik dan humanistic kepada klien dan keluarga.

2. Suku Batak Toba memiliki kitab pengobatan dengan nama Dappol Siburuk yaitu

pengobatan yang tidak hanya memperbaiki fungsi fisik namun juga menjelaskan untuk

mencari kesuksesan (kharisma,wibawa dan kesehatan)

3. Dalam pengobatan tradisional suku Batak Toba tidak selamanya menggunakan bahan

alam seperti tumbuhan, namun sering melibatkan roh-roh nenek moyang yang dianggap

dapat menyenbuhkan penyakit akibat guna-guna.

30

Page 32: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

4. Ritual yang dilakukan oleh batak toba dalam menyembuhkan penyakit dimulai dari

proses pencucian dengan air jeruk, selanjutnya dilakukan pembangkitan aura dan proses

pemberian perlindungan selanjutnya masuk proses pengukuha nsatu dan diakhiri dengan

pengukuhan dua dengan cara dimandikan kedalam air pancuran atau air terjun.

5. Bahan yang digunakan dalam ritual marari adalah air jeruk yang dipercikkan kepada

peserta upacara ditinjau dari kesehatan air jeruk yang dipercikkan kepada peserta tidak

dapat berdampak terhadap kesehatan, namun rendaman air jeruk selama 10 menit dapat

mengurangi jumlah bakteri. Ritual pensucian tubuh dari dosa dengan menggunakan air

jeruk dan daun sirih yang disiramkan melalui air pancuran tidak berdampak secara

langsug terhadap kesehatan, namun penggunaan air daun sirih dengan perbandingan 1

gram daun sirih dan air 30 ml dapat mengaktifkan hydroxychavicol and eugenol yang

berfungsi sebagai anti oksidan dan anti inflamasi

6. Ditinjau dari transcultural dalam keperawatan, Budaya Batak Toba dalam melakukan

ritual pengobatan sudah memanfaatkan tanaman obat namun belum di gunakan sesuai

fungsinya. Pengobatan ritual yang terdapat pada Batak Toba lebih melibatkan ritual-

ritual yang tidak berdampak terhadap kesehatan, namun lebih mengarah kepada ritual

adat seperti penggunaan mantra-mantara dan barang pusaka dalam menjalankan

ritualnya.

7. Dalam paradigma kesehatan leninger mencangkup empat aspek yaitu Manusia, Sehat,

Lingkungan dan Keperawatan. Budaya Batak Toba ditinjau dari paradigm kesehatan

leninger tidaklah sempurna dikarenakan budaya batak toba tidak terdapat unsur

keperawatan, walupun didalam ritualnya menggunakan bahan-bahan alam seperti jeruk

nipis, daun sirih namun bahan tersebut tidak digunakan sebagaimana fungsinya.

B. Saran

1. Dalam penerapan transcultural nursing, perawat hendaknya memberikan pelayanan

kesehatan yang holistik, humanistik, dan peka budaya. Klien hendaknya dipandang

sebagai mahluk yang memiliki perasaan dan toleransi. Pendekatan lintas budaya

hendaknya diterapkan pada seluruh komponen proses keperawatan, tidak hanya dalam

proses pengkajian tetapi juga dalam memberikan intervensi keperawatan, serta menilai

respon klien terhadap asuhan keperawatan yang telah dilakukan. Proses keperawatan

31

Page 33: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

dengan pendekatan lintas budaya hendaknya melibatkan keluarga sebagai salah satu

support system yang dapat mendukung perubahan perilaku klien ke arah yang positif.

2. Dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif yang kaitannya dengan

budaya, perawat harus memperhatikan dampak budaya atau ritual terhadap kesehatan,

namun tidak mengurangi bahkan menghilangkan adat tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Adepoju, G., & Adeyemi, T. (2010). Evaluation of the effect of lime fruit juice on the anticoagulant effect of warfarin. Journal of Young Pharmacists, 2(3), 269-272. doi:http://dx.doi.org/10.4103/0975-1483.66808

Andrew . M & Boyle. J.S, (1995), Transcultural Concepts in Nursing Care, 2nd Ed, Philadelphia, JB Lippincot Company

British Journal of Pharmaceutical Research, 5(3), 181-191. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/1655709375?accountid=48290

Chang, M. C., Uang, B. J., Tsai, C. Y., Wu, H. L., Lin, B. R., Lee, C. S., . . . Jeng, J. H. (2007). Hydroxychavicol, a novel betel leaf component, inhibits platelet aggregation by suppression of cyclooxygenase, thromboxane production and calcium mobilization.

32

Page 34: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

British Journal of Pharmacology, 152(1), 73-82. doi:http://dx.doi.org/10.1038/sj.bjp.0707367

Daruna, J. H. (2004). Introduction to Psychoneuroimmunology. Academic Press Elsevier: United States of America

Foster/Anderson. 2009. "Antropologi Kesehatan. "Jakarta : UI Press.

Giger. J.J & Davidhizar. R.E, (1995), Transcultural Nursing : Assessment and Intervention, 2nd Ed, Missouri , Mosby Year Book Inc

Goodhart, D.E. (1985). Some psychological effects associated with positive and negative thinking about stressful event outcomes : was Pollyanna right?. J Pers Soc Psychol. Jan;48(1):216-32

Gultom, Ibrahim. 2010. "Agama malim ditanah Batak." Jakarta : Bumi Aksara.

Hassan, F., Geethalakshmi, V., Jeeva, J. C., & Babu, M. R. (2013). Combined effect of lime (citrus aurantitolia) and drying on reducing bacteria of public health significance in edible oyster (crassostrea madrasensis). Journal of Food Science and Technology, 50(1), 203-207. doi:http://dx.doi.org/10.1007/s13197-011-0550-6

Ihromi,T.O. 2006. " Pokok-pokok Antropologi Budaya"

Kubo, C., Chida, Y. (2006). Psychoneuroimmunology of the mind and body. International Congress Series. 1287, 5–11. doi: 10.1016/j.ics.2005.11.061

Koentjaraningrat (1996), Pengantar ilmu antropologi, Jakarta: Rineka cipta

Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts, Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies

Mathur, P., & Schaffner, D. W. (2013). Effect of lime juice on vibrio parahaemolyticus and salmonella enterica inactivation during the preparation of the raw fish dish ceviche. Journal of Food Protection, 76(6), 1027-30. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/1365661133?accountid=48290

Murakami, K. (2013). The Divine Message of the DNA. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Maryaeni. 2005. "Metode Penelitian Kebudayaan." Jakarta : Bumi Aksar.Endraswara,

Pin, K. Y., Chuah, A. L., Rashih, A. A., Mazura, M. P., Fadzureena, J., Vimala, S., & Rasadah, m. A. (2010). Antioxidant and anti-inflammatory activities of extracts of betel leaves (piper betle) from solvents with different polarities. Journal of Tropical Forest Science, 22(4), 448-455. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/759646275?accountid=48290

33

Page 35: Makalah TCN Batak Toba Revisi (andika sulistiawan)

Robins, J. L. W., McCain, N. L., Gray, P., Elswick, R. K., Walter, J. M., McDade, E. (2006). Research on psychoneuroimmunology: Tai chi as a stress management approach for individuals with HIV disease. Applied Nursing Research. 19, 2 –9. doi: 10.1016/j.apnr.2005.03.002

Salawu, A., Osinubi, A., Dosumu, O., Kusemiju, T.O., Noronha, C.C., & Okanlawon, a.o. (2010). Effect of the juice of lime (citrus aurantifolia) on estrous cycle and ovulation of sprague-dawley rats. Endocrine Practice, 16(4), 561-565. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/1698977455?accountid=48290

Suwardi. 2006. "Metode Penelitian Kebudayaan"

Situmorang, Sitor. 2009. "Toba Na Sae." Jakarta : Komunitas Bambu.

Vengaiah, V., A, G. N., & Changamma, C. (2015). Histomorphological evaluation of reproductive organs following piper betel (linn.) leaf stalk extract administration in male albino rats. http://www.mycultured.co.cc/2009/07/kitab-pengobatan.html

Young, S., Wang, C., Lin, J., Peng, P., Hsu, J., & Chou, F. (2007). Protection effect of piper betel leaf extract against carbon tetrachloride-induced liver fibrosis in rats. Archives of Toxicology.Archiv Für Toxikologie, 81(1), 45-55. doi:http://dx.doi.org/10.1007/s00204-006-0106-0

34