MAKALAH SISTEM KOMUNIKASI BERGERAK.docx

26
MAKALAH SISTEM KOMUNIKASI BERGERAK “PERKEMBANGAN TELEKOMUNIKASI SELULER” Disusun Oleh: TEKNIK TELEKOMUNIKASI POLITEKNIK NEGERI MALANG Alvin claudy nurpatria(03) 1331130091 TT/2B

Transcript of MAKALAH SISTEM KOMUNIKASI BERGERAK.docx

MAKALAH SISTEM KOMUNIKASI BERGERAKPERKEMBANGAN TELEKOMUNIKASI SELULER

Alvin claudy nurpatria(03)1331130091TT/2BDisusun Oleh:

TEKNIK TELEKOMUNIKASIPOLITEKNIK NEGERI MALANG2014/2015

Daftar isi1 Perkembangan Awal2 Sejarah2.1 1984: Teknologi seluler diperkenalkan di Indonesia2.2 1985-1992: Penggunaan teknologi seluler berbasis analog Generasi 1 (1G)2.3 1993: Awal pengembangan GSM2.4 1994: Kemunculan operator GSM pertama2.5 1995: Kemunculan telepon rumah nirkabel2.6 1996: Awal perkembangan layanan GSM2.7 1997-1999: Telekomunikasi seluler pada masa krisis moneter2.8 2000-2002: Deregulasi dan kemunculan operator CDMA2.9 2003-2004: Kemunculan operator 3G pertama2.10 2005-2008: Era reformasi Pertelekomunikasian Indonesia2.11 2009-2012 : Perkembangan telekomunikasi di Indonesia3. Konfigurasi Dasar Sistem Selular4. Service Management5. Teknologi Seluler6. Referensi

I. Perkembangan AwalTelekomunikasi seluler di Indonesia mulai dikenalkan pada tahun 1984 dan hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang pertama mengadopsi teknologi seluler versi komersial. Teknologi seluler yang digunakan saat itu adalah NMT (Nordic Mobile Telephone) dari Eropa, disusul oleh AMPS (Advance Mobile Phone System), keduanya dengan sistem analog. Teknologi seluler yang masih bersistem analog itu seringkali disebut sebagai teknologi seluler generasi pertama (1G). Pada tahun 1995 diluncurkan teknologi generasi pertama CDMA (Code Division Multiple Access) yang disebut ETDMA (Extended Time Division Multiple Access) melalui operator Ratelindo yang hanya tersedia di beberapa wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Sementara itu di dekade yang sama, diperkenalkan teknologi GSM (Global Global System for Mobile Communications) yang membawa teknologi telekomunikasi seluler di Indonesia ke era generasi kedua (2G). Pada masa ini, Layanan pesan singkat (Inggris: short message service) menjadi fenomena di kalangan pengguna ponsel berkat sifatnya yang hemat dan praktis. Teknologi GPRS (General Packet Radio Service) juga mulai diperkenalkan, dengan kemampuannya melakukan transaksi paket data. Teknologi ini kerap disebut dengan generasi dua setengah (2,5G), kemudian disempurnakan oleh EDGE (Enhanced Data Rates for GSM Evolution), yang biasa disebut dengan generasi dua koma tujuh lima (2,75G). Telkomsel sempat mencoba mempelopori layanan ini, namun kurang berhasil memikat banyak pelanggan. Pada tahun 2001, sebenarnya di Indonesia telah dikenal teknologi CDMA generasi kedua (2G), namun bukan di wilayah Jakarta, melainkan di wilayah lain, seperti Bali dan Surabaya. Pada 2004 mulai muncul operator 3G pertama, PT Cyber Access Communication (CAC), yang memperoleh lisensi pada 2003. Saat ini, teknologi layanan telekomunikasi seluler di Indonesia telah mencapai generasi ketiga-setengah (3,5G), ditandai dengan berkembangnya teknologi HSDPA (High-Speed Downlink Packet Access) yang mampu memungkinkan transfer data secepat 3,6 Mbps.

II. Sejarah2.1 1984: Teknologi seluler diperkenalkan di Indonesia.Teknologi komunikasi seluler mulai diperkenakan pertama kali di Indonesia. Pada saat itu, Ketika itu, PT Telkom Indonesia bersama dengan PT Rajasa Hazanah Perkasa mulai menyelenggarakan layanan komunikasi seluler dengan mengusung teknologi NMT -450 (yang menggunakan frekuensi 450 MHz) melalui pola bagi hasil. Telkom mendapat 30% sedangkan Rajasa 70%. 2.2 1985-1992: Penggunaan teknologi seluler berbasis analog Generasi 1 (1G) Pada tahun 1985, teknologi AMPS (Advanced Mobile Phone System, mempergunakan frekuensi 800 MHz, merupakan cikal bakal CDMA saat ini) dengan sistem analog mulai diperkenalkan, di samping teknologi NMT-470, modifikasi NMT-450 (berjalan pada frekuensi 470 MHz, khusus untuk Indonesia dioperasikan PT Rajasa Hazanah Perkasa. Teknologi AMPS ditangani oleh empat operator: PT Elektrindo Nusantara, PT Centralindo Panca Sakti, dan PT Telekomindo Prima Bakti, serta PT Telkom Indonesia sendiri. Regulasi yang berlaku saat itu mengharuskan para penyelenggara layanan telepon dasar bermitra dengan PT Telkom Indonesia. Pada saat itu, telepon seluler yang beredar di Indonesia masih belum bisa dimasukkan ke dalam saku karena ukurannya yang besar dan berat, rata-rata 430 gram atau hampir setengah kilogram. Harganya pun masih mahal, sekitar Rp10 jutaan. Pada tahun 1967, PT Indonesian Satellite Corporation Tbk (Indosat, sekarang PT. Indosat Tbk) didirikan sebagai Perusahaan Modal Asing (PMA), dan baru memulai usahanya pada 1969 dalam bidang layanan telekomunikasi antarnegara. Pada 1980, Indosat resmi menjadi Badan Usaha Milik Negara.2.3 1993: Awal pengembangan GSMPada Oktober 1993, PT Telkom Indonesia memulai pilot-project pengembangan teknologi generasi kedua (2G), GSM], di Indonesia. Sebelumnya, Indonesia dihadapkan pada dua pilihan: melanjutkan penggunaan teknologi AMPS atau beralih ke GSM yang menggunakan frekuensi 900 MHz. Akhirnya, Menristek saat itu, BJ Habibie, memutuskan untuk menggunakan teknologi GSM pada sistem telekomunikasi digital Indonesia. Pada waktu itu dibangun 3 BTS (Base Transceiver Station), yaitu satu di Batam dan dua di Bintan. Persis pada 31 Desember 1993, pilot-project tersebut sudah on-air. Daerah Batam dipilih sebagai lokasi dengan beberapa alasan: Batam adalah daerah yang banyak diminati oleh berbagai kalangan, termasuk warga Singapura. Jarak yang cukup dekat membuat sinyal seluler dari negara itu bisa ditangkap pula di Batam. Alhasil, warga Singapura yang berada di Batam bisa berkomunikasi dengan murah meriah, lintas negara tapi seperti menggunakan telepon lokal. Jadi pilot-project ini juga dimaksudkan untuk menutup sinyal dari Singapura sekaligus memberikan layanan komunikasi pada masyarakat Batam.2.4 1994: Kemunculan operator GSM pertamaPT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) muncul sebagai operator GSM pertama di Indonesia, melalui Keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi No. PM108/2/MPPT-93, dengan awal pemilik saham adalah PT Telkom Indonesia, PT Indosat, dan PT Bimagraha Telekomindo, dengan wilayah cakupan layanan meliputi Jakarta dan sekitarnya. Pada periode ini, teknologi NMT dan AMPS mulai ditinggalkan, ditandai dengan tren melonjaknya jumlah pelanggan GSM di Indonesia. Beberapa faktor penyebab lonjakan tersebut antara lain, karena GSM menggunakan Kartu SIM yang memungkinkan pelanggan untuk berganti handset tanpa mengganti nomor. Selain itu, ukuran handset juga sudah lebih baik, tak lagi sebesar 'pemukul kasti'.2.5 1995: Kemunculan telepon rumah nirkabelPenggunaan teknologi GMH 2000/ETDMA diperkenalkan oleh Ratelindo. Layanan yang diberikan oleh Ratelindo berupa layanan Fixed-Cellular Network Operator, yaitu telepon rumah nirkabel. Pada tahun yang sama, kesuksesan pilot-project di Batam dan Bintan membuat pemerintah memperluas daerah layanan GSM ke provinsi-provinsi lain di Sumatera. Untuk memfasilitasi hal itu, pada 26 Mei 1995 didirikan sebuah perusahaan telekomunikasi bernama Telkomsel, sebagai operator GSM nasional kedua di Indonesia, dengan kepemilikan bersama Satelindo.

2.6 1996: Awal perkembangan layanan GSMPada akhir tahun 1996, PT Excelcomindo Pratama (Excelcom, sekarang XL Axiata) yang berbasis GSM muncul sebagai operator seluler nasional ketiga. Telkomsel yang sebelumnya telah sukses merambah Medan, Surabaya, Bandung, dan Denpasar dengan produk Kartu Halo, mulai melakukan ekspansi ke Jakarta. Pemerintah juga mulai turut mendukung bisnis seluler dengan dihapuskannya bea masuk telepon seluler. Alhasil, harga telepon seluler dapat ditekan hingga Rp1 juta. Pada 29 Desember 1996, Maluku tercatat menjadi provinsi ke-27 yang dilayani Telkomsel. Pada tahun yang sama, Satelindo meluncurkan satelit Palapa C2, dan langsung beroperasi pada tahun itu juga.2.7 1997-1999: Telekomunikasi seluler pada masa krisis moneterPada tahun 1997, Pemerintah bersiap memberikan 10 lisensi regional untuk 10 operator baru yang berbasis GSM 1800 atau PHS (Personal Handy-phone System. Keduanya adalah sama seperti GSM biasa, namun menggunakan frekuensi 1800 MHz). Namun, krisis moneter 1998 membuat rencana itu batal. Pada tahun yang sama, Telkomsel memperkenalkan produk prabayar pertama yang diberi nama Simpati, sebagai alternatif Kartu Halo. Lalu Excelcom meluncurkan Pro-XL sebagai jawaban atas tantangan dari para kompetitornya, dengan layanan unggulan roaming pada tahun 1998. Pada tahun tersebut, Satelindo tak mau ketinggalan dengan meluncurkan produk Mentari, dengan keunggulan perhitungan tarif per detik. Walaupun pada periode 1997-1999 ini Indonesia masih mengalami guncangan hebat akibat krisis ekonomi dan krisis moneter, minat masyarakat tidak berubah untuk menikmati layanan seluler. Produk Mentari yang diluncurkan Satelindo pun mampu dengan cepat meraih 10.000 pelanggan. Padahal, harga kartu perdana saat itu termasuk tinggi, mencapai di atas Rp100 ribu dan terus naik pada tahun berikutnya. Hingga akhir 1999, jumlah pelanggan seluler di Indonesia telah mencapai 2,5 juta pelanggan, yang sebagian besar merupakan pelanggan layanan prabayar.2.8 2000-2002: Deregulasi dan kemunculan operator CDMATelkomsel dan Indosat memperoleh lisensi sebagai operator GSM 1800 nasional sesuai amanat Undang-Undang Telekomunikasi No. 36/1999. Layanan seluler kedua BUMN itu direncanakan akan beroperasi secara bersamaan pada 1 Agustus 2001. Pada tahun yang sama, layanan pesan singkat (Inggris: Short Message Service/SMS) mulai diperkenalkan, dan langsung menjadi primadona layanan seluler saat itu. Pada tahun 2001, Indosat mendirikan PT Indosat Multi Media Mobile (Indosat-M3), yang kemudian menjadi pelopor layanan GPRS (General Packet Radio Service) dan MMS (Multimedia Messaging Service) di Indonesia. Pada 8 Oktober 2002, Telkomsel menjadi operator kedua yang menyajikan layanan tersebut. Masih pada tahun 2001, pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi di sektor telekomunikasi dengan membuka kompetisi pasar bebas. PT Telkom Indonesia pun tak lagi memonopoli telekomunikasi, ditandai dengan dilepasnya saham Satelindo pada Indosat. Pada akhir 2002, Pemerintah Indonesia juga melepas 41,94% saham Indosat ke Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd (SingTel). Kebijakan ini menimbulkan kontroversi, yang pada akhirnya membuat Pemerintah terus berupaya melakukan aksi beli-kembali/buyback. Pada Desember 2002, Flexi hadir sebagai operator CDMA pertama di Indonesia, di bawah pengawasan PT Telkom Indonesia, menggunakan frekuensi 1.900 MHz dengan lisensi FWA (Fixed Wireless Access). Artinya, sistem penomoran untuk tiap pelanggan menggunakan kode area menurut kota asalnya, seperti yang dipergunakan oleh telepon berbasis sambungan tetap dengan kabel milik Telkom.2.9 2003-2004: Kemunculan operator 3G pertamaSatelindo meluncurkan layanan GPRS dan MMS pada awal 2003, dan menjadi operator seluler Indonesia ketiga yang meluncurkan layanan tersebut. Melalui Keputusan Dirjen Postel No. 253/Dirjen/2003 tanggal 8 Oktober 2003, pemerintah akhirnya memberikan lisensi kepada PT Cyber Access Communication (sekarang PT Hutchison Charoen Pokphand Telecom) sebagai operator seluler 3G pertama di Indonesia melalui proses tender, menyisihkan 11 peserta lainnya. CAC memperoleh lisensi pada jaringan UMTS (Universal Mobile Telecommunications System) atau juga disebut dengan W-CDMA (Wideband-Code Division Multiple Access) pada frekuensi 1.900 MHz sebesar 15 MHz. Pada November 2003, Indosat mengakuisisi Satelindo, Indosat-M3, dan Bimagraha Telekomindo. Pada akhirnya, ketiganya dilebur ke dalam PT Indosat Tbk. Maka sejak saat itu, ketiganya hanya menjadi anak perusahaan Indosat. Di bulan yang sama, PT Radio dan Telepon Indonesia (Ratelindo) berubah nama menjadi PT Bakrie Telecom dan meluncurkan produk esia sebagai operator CDMA kedua berbasis FWA, yang kemudian diikuti dengan kehadiran Fren sebagai merek dagang PT Mobile-8 Telecom pada Desember 2003, namun dengan lisensi CDMA berjelajah nasional, seperti umumnya operator seluler berbasis GSM. PT Indosat Tbk menyusul kemudian dengan StarOne pada bulan Mei 2004, juga dengan lisensi CDMA FWA. Pada Februari 2004, Telkomsel meluncurkan layanan EDGE (Enhanced Data Rates for GSM Evolution), dan menjadikannya sebagai operator EDGE pertama di Indonesia EDGE sanggup melakukan transfer data dengan kecepatan sekitar 126 kbps (kilobit per detik) dan menjadi teknologi dengan transmisi data paling cepat yang beroperasi di Indonesia saat itu. Bahkan menurut GSM World Association, EDGE dapat menembus kecepatan hingga 473,8 kilobit/detik. Sejak April 2004, para operator seluler di Indonesia akhirnya sepakat melayani layanan MMS antar-operator. Pada akhir tahun 2004, jumlah pelanggan seluler sudah menembus kurang lebih 30 juta. Melihat perkembangan yang begitu pesat, di prediksi pada tahun 2005 jumlah pelanggan seluler di Indonesia akan mencapai 40 juta. Pada Mei 2004, PT Mandara Seluler Indonesia meluncurkan produk seluler Neon di Lampung pada jaringan CDMA 450 MHz. Namun Neon tak bisa berkembang akibat kalah bersaing dengan operator telekomunikasi lainnya, sampai akhirnya diambil alih oleh Sampoerna kemudian mengubah namanya menjadi Sampoerna Telekomunikasi Indonesia pada 2005, dan menjadi cikal bakal Ceria. Pada tanggal 17 September 2004, PT Natrindo Telepon Seluler (Lippo Telecom, sekarang PT Axis Telekom Indonesia) memperoleh lisensi layanan 3G kedua di Indonesia. Perusahaan ini memperoleh alokasi frekuensi sebesar 10 MHz.2.10 2005-2008: Era reformasi Pertelekomunikasian IndonesiaPada Mei 2005, Telkomsel berhasil melakukan ujicoba jaringan 3G di Jakarta dengan menggunakan teknologi Motorola dan Siemens, sedangkan CAC baru melaksanakan ujicoba jaringan 3G pada bulan berikutnya. CAC melakukan ujicoba layanan Telepon video, akses internet kecepatan tinggi, dan menonton siaran MetroTV via ponsel Sony Ericsson Z800i. Setelah melalui proses tender, akhirnya tiga operator telepon seluler ditetapkan sebagai pemenang untuk memperoleh lisensi layanan 3G, yakni PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Excelcomindo Pratama (XL), dan PT Indosat Tbk (Indosat) pada tanggal 8 Februari 2006. Dan pada akhir tahun yang sama, ketiganya meluncurkan layanan 3G secara komersial. Pada Agustus 2006, Indosat meluncurkan StarOne dengan jaringan CDMA2000 1x EV-DO di Balikpapan. Pada saat yang sama, Bakrie Telecom memperkenalkan layanan ini pada penyelenggarakan kuliah jarak jauh antara Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan California Institute for Telecommunication and Information (Calit2) di San Diego State University (UCSD) California. Pemerintah melalui Depkominfo mengeluarkan Permenkominfo No. 01/2006 tanggal 13 Januari 2007 tentang Penataan Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz Untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler IMT-2000, menyebutkan bahwa penyelenggaraan jaringan tetap lokal dengan mobilitas terbatas hanya dapat beroperasi di pita frekuensi radio 1.900 MHz sampai dengan 31 Desember 2007. Jaringan pada frekuensi tersebut kelak hanya diperuntukan untuk jaringan 3G. Operator dilarang membangun dan mengembangkan jaringan pada pita frekuensi radio tersebut. Maka, berdasarkan keputusan tersebut, para operator seluler CDMA berbasis FWA yang menghuni frekuensi 1.900 MHz harus segera bermigrasi ke frekuensi 800 MHz. Saat itu ada dua operator yang menghuni frekuensi CDMA 1.900 MHz, yaitu Flexi dan StarOne. Akhirnya, Telkom bekerjasama dengan Mobile-8 dalam menyelenggarakan layanan Fren dan Flexi, sedangkan Indosat dengan produk StarOne bekerja sama dengan Esia milik Bakrie Telecom. Jumlah pengguna layanan seluler di Indonesia mulai mengalami ledakan. Jumlah pelanggan layanan seluler dari tiga operator terbesar (Telkomsel, Indosat, dan Excelcom) saja sudah menembus 38 juta. Itu belum termasuk operator-operator CDMA. Hal ini disebabkan oleh murahnya tarif layanan seluler jika dibandingkan pada masa sebelumnya yang masih cukup mahal. Namun jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang sekitar 220 juta pada saat itu, angka 38 juta masih cukup kecil. Para operator masih melihat peluang bisnis yang besar dari industri telekomunikasi seluler itu. Maka, untuk meraih banyak pelanggan baru, sekaligus mempertahankan pelanggan lama, para operator memberlakukan perang tarif yang membuat tarif layanan seluler di Indonesia semakin murah. Namun di balik gembar-gembor tarif murah itu, BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) dan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) menemukan fakta menarik, ternyata para operator seluler telah melakukan kartel tarif layanan seluler, dengan memberlakukan tarif minimal yang boleh diberlakukan di antara para operator yang tergabung dalam kartel tersebut. Salah satu fakta lain yang ditemukan BRTI dan KPPU adalah adanya kepemilikan silang Temasek Holdings, sebuah perusahaan milik Pemerintah Singapura, di PT Indosat Tbk (Indosat) dan PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), yang membuat tarif layanan seluler cukup tinggi. Maka, pemerintah melalui Depkominfo akhirnya mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan para operator seluler menurunkan tarif mereka 5%-40% sejak bulan April 2008, termasuk di antaranya penurunan tarif interkoneksi antar operator. Penurunan tarif ini akan dievaluasi oleh pemerintah selama 3 bulan sekali.2.11 2009-2012 : Perkembangan telekomunikasi di IndonesiaDi Indonesia pada tahun 2009, telah beroperasi sejumlah 10 operator dengan perkiraan jumlah pelanggan sekitar 175,18 juta. Berikut ini adalah Tabel Perolehan pelanggan per tahun 2009 pada setiap Operator :

Sebagian besar operator telah meluncurkan layanan 3G dan 3,5G. Seluruh operator GSM telah mengaplikasikan teknologi UMTS, HSDPA dan HSUPA pada jaringannya, dan operator CDMA juga telah mengaplikasikan teknologi CDMA2000 1x EV-DO. Akibat kebijakan pemerintah tentang penurunan tarif pada awal 2008, serta gencarnya perang tarif para operator yang makin gencar, kualitas layanan operator seluler di Indonesia terus memburuk, terutama pada jam-jam sibuk.Sementara itu, tarif promosi yang diberikan pun seringkali hanya sekedar akal-akalan, bahkan cenderung merugikan konsumen itu sendiri. Jumlah pengguna seluler di Indonesia hingga bulan Juni 2010 diperkirakan mencapai 180 juta pelanggan, atau mencapai sekitar 80 persen populasi penduduk. Dari 180 juta pelanggan seluler itu, sebanyak 95 persen adalah pelanggan prabayar. Menurut catatan ATSI (Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia), pelanggan Telkomsel hingga bulan Juni 2010 mencapai 88 juta nomor, XL sekitar 35 juta, Indosat sekitar 39,1 juta, selebihnya merupakan pelanggan Axis dan Three. Direktur Utama PT Telkomsel, Sarwoto mengatakan, dari sisi pendapatan seluruh operator seluler sudah menembus angka Rp100 triliun. Industri ini diperkirakan terus tumbuh, investasi terus meningkat menjadi sekitar US$2 miliar per tahun, dengan jumlah BTS mencapai lebih 100.000 unit.

III. Konfigurasi Dasar Sistem SelularKonfigurasi dan Spesification PHS (Personal Handy Phone System)Dalam implementasinya teknologi PHS dapat dikonfigurasi sesuai dengan kehendak operatornya yaitu secara struktur terpisah (independent layer) dan combine (dependent layer) dengan PSTN/ISDN. Namum walaupun PHS dapat dikonfigurasikan menyatu/combine dengan PSTN/ISDN, tetapi merupakan lapisan/layer yang terpisah dengan PSTN, sebagaimana halnya pada jaringan STBS. Arsitektur jaringan PHS bila digunakan secara optimal, terdiri dari 4 elemen utama, yaitu : PHS Switch Cell Site (CS) PHS Adaptor dan Personal Station (PS). Konfigurasi PHS dengan struktur yang terpisah dengan PSTN.Dalam konfigurasi ini terlihat bahwa secara struktur jaringan PHS terpisah sama sekali dengan jaringan PSTN/ISDN sebagaimana halnya pada jaringan STBS. Sebagaima pada jaringan selular, jaringan PHS dapat juga dibentuk dengan layer yang terpisah dengan PSTN/ISDN. Dalam hal ini elemen-elemen jaringan PHS harus dibangun baru. Sistem ini merupakan sistem yang mandiri, untuk hubungan dengan network lain dilakukan dengan interkoneksi pada tingkat trunk (Gateway). Salah satu keuntungkan dari aplikasi ini adalah, bila dilakukan pengembangan tidak tergantung pada network lain (PSTN/ISDN), namum kelemahannya memerlukan investasi awal yang besar untuk membangun infrastruktur jaringan yang mahal dan tidak menerapkan konsep integritas. Konfigurasi PHS menyatu/combine dengan PSTN/ISDN Dalam konfigurasi ini, infrastruktur PSTN/ISDN (al. Sentral local, Jaringan kabel lokal), namum dalam konfigurasi ini persyaratan yang harus dipenuhi adalah sentral lokal harus mempunyai kapabilitas CCS#7. Dalam konfigurasi ini Cell Station (CS) berfungsi sebagai titik pembagi pelanggan yang dihubungkan ke sentral lokal dengan menggunakan U-Interface (2 B+D) 2 wire. Salah satu keuntungan mengaplikasikan konfigurasi ini adalah dapat mengoptimalkan sentral-sentral lokal yang ada, namun persyaratan utama yang harus dipenuhi adalah sentral lokal tersebut harus mempunyai kapabilitas CCS#7. Hal ini tersebut diperlukan untuk mengintegrasikan data pelanggan PHS yang menginduk dari berbagai sentral lokal yaitu dengan menyediakan data pelanggan berbasis teknologi IN. Maka pemisahan fungsi (akses, transport dan service) dilakukan dengan fasilitas IN dan konsep yang terintegrasi ini sudah dapat dinyatakan sebagai basis menuju FPLMTS/UMTS. Namun dari berbagai informasi pemasok PHS, untuk saat ini hanya sentral NEAX61 yang dapat diintegrasikan ke jaringan PHS pada konfigurasi ini. Telecommunication Technology Council telah menguji unjuk basis teknik pada standard interface antara PS (Personal Staion) dan CS (Cell Station). Pada bulan April 1993 TTC mengirimkan laporan standar interface ke MPT (Ministry of Post and Telecommunications of Japan). Air Interface telah distandarisasi di RCR STD-28 oleh ARIB (Association of Radio Industries and Businesses).IV. Service Management1). Service Management Konsep ini memungkinkan pengguna untuk memiliki tingkat kontrol yang lebih tinggi terhadap jasa yang ditawarkan baik jasa yang ditawarkan baik jasa voice maupun non-voice misalnya, kemampuan untuk mengontrol kapan, siapa atau darimana dan ke terminal mana suatu panggilan akan diteruskan, kemampuan untuk mengontrol jumlah tagihan dan lain-lain. Sistem PHS pada penerapannnya menawarkan seamless service dimana terminal PHS yang sama dapat digunakan di lingkungan publik, di perkantoran sebagai telepon extention ataupun sebagai telepon cordless di rumah. Sistem ini termasuk portable personal station, cell station dan cordless PABX. Sistem ini juga dapat dengan baik melayani servis network dan sebagai value-added service dari jaringan PSTN/ISDN yang ada yaitu dengan memberikan layanan mobility baik untuk layanan suara atau data. Pasar PHS di JepangPHS dapat menyediakan service telekomunikasi bergerak dengan kecepatan rendah dan dengan harga yang miring jika dibanding dengan sistem selular. Oleh karena itu PHS berpeluang untuk merebut pasar service telepon seluler. Sesuai dengan ramalan kebutuhan oleh MPT, maka 30 % dari penduduk Jepang akan menggunakan PHS, totalya sekitar 38 juta handset PHS akan beroperasi sekitar tahun 2010. Gambaran ini diambil berdasarkan riset dengan menggunakan kuesioner. Jika tiap satu keluarga membeli satu handset PHS maka akan menjadi 43 juta. Jika tiap satu orang membeli handset PHS maka akan menjadi 100 juta yang beroperasi di Jepang. Sekarang, telepon cordles sedang bertambah dengan cepat. Pada akhir tahun 1992, total penjualan telepon cordless melebihi 14 juta unit. Tidak ada orang yang tidak pernah menggunakan telepon cordless, sebab banyak digunakan oleh keluarga. Cordless telepon memungkinkan mobility di dalam rumah dan kadang-kadang di luar rumah meskipun areanya terbatas. Pada aplikasi indoor, maka segmen pasar PHS adalah perkantoran, industri , shoping / mall atau residential seperti apartemen. Berbeda dengan teknologi seluler yang saat ini beroperasi, PHS dikembangkan untuk aplikasi piko atau mikro seluler. Radius tiap cell station antarra 100 500 m dengan transmit power 20 mW, 100 mW, 200 mW dan 500 mW. Dengan transmit power yang rendah tersebut, maka jam pemakaian terminal pelanggan akan lebih lama dibandingkan dengan terminal selular. Ukuran dan beratnyapun akan lebih kecil. Target awal pemakai PHS pejalan kaki atau berkendaraan dengan kecepatan rendah, sehingga sangat cocok untuk daerah yang mempunyai kepadatan yang tinggi, dimana kekuatan sinyal seluler rendah. Ada Tiga operator PHS di Jepang adalah DDI Pocket, ASTEL dan NTT Personal. Dibandingkan dengan seluler (Japanese Digital Cellular / JDC) harga terminal dan biaya bulanan akan lebih kecil. Bisnis PHS tidak menempati pesaing langsung bagi bisniis seluler. Target pasar terbesar PHS adalah para teenager (ABG, anak muda), ibu rumah tangga dan pelanggan dengan income yang lebih rendah jika dibandingkan dengan pelanggan seluler.IV. Teknologi SelulerTeknologi wireless berbasis cordless merupakan pelayanan jasa komunikasi bergerak yang sifatnya terbatas. Teknologi cordless ini terdiri dari teknologi analog yang merupakan teknologi cordless generasi pertama dan teknologi digital yang merupakan teknologi cordless generasi kedua dari sistem komunikasi wireless.1. Analog Cordless Telephones CTOTeknologi ini menggunakan metode akses FDMA dan mempunyai frekuensi kerja 49 MHz. Komunikasi yang dilakukan masih bersifat satu arah.2. Analog Cordless Telephones CT1Telepon cordless analog ini beroperasi pada ekstension jaringan PSTN dan mempunyai daya jangkau sekitar 200 m.3. Digital Cordless Telephones CT2Teknologi CT2 ini di Indonesia dikenal dengan sebutan telepoint. Sistem ini sangat cocok digunakan pada daerah urban, suburban maupun daerah yang sulit dijangkau oleh jaringan kabel.4. Personal Handyphone System (PHS)Teknologi ini dapat digunakan sebagai fixed maupun low mobility applications yang dapat mendukung layanan-layanan suara, data, dan ISDN dengan bit rate 32 kbps.PHS dapat dihubungkan dengan PSTN dan pendekatan linknya dapat menggunakan radio maupun kabel. Jalur frekuensi yang digunakan ialah 1895 MHZ - 1918,1 MHZ.5. Digital European Cordless Telephones (DECT)Daerah coverage untuk Digital European Cordless Telephones adalah sekitar 300 m untuk picocell.Teknologi Wireless Berbasis Selular Berbeda dengan teknologi cordless, teknologi selular mempunyai kemampuan untuk mobilitas yang lebih tinggi dan cakupan yang lebih besar. Sebagai gambaran dari jaringan selular adalah sebagai berikut.1. Sistem Selular AnalogAda beberapa sistem selular analog, diantaranya : AMPS (The Advance Mobile Phone Service) yang merupakan standar sistem komunikasi selular analog di Amerika. Pengalokasiannya adalah sebagai berikut : 824 MHz 849 MHz dari Mobile Station (MS) menuju Base Station (BS), dan 869 MHZ 894 MHz dari Base Station (BS) menuju Mobile Station (MS). Sistem FDMA merupakan teknik multiple access untuk sistem komunikasi selular analog, yaitu dimana pengalokasian kanalnya berdasarkan dengan pembagian frekuensi. Pada sistem FDMA pengiriman sinyal dilakukan secara simultan untuk beberapa sinyal dalam frekuensi yang berbeda.2. Sistem Selular DigitalTahun 1982, dengan dipelopori oleh Jerman dan Prancis, maka CEPT (Conference European dAdministration de Post et Telecommunication) menetapkan GSM sebagai standar digital selular untuk Eropa. GSM merupakan sistem yang menggunakan teknik multiple access, yaitu sistem TDMA (Time Division Multiple Access), dimana setiap kanalnya dikirim melalui bandwidth (lebar pita) kanal pada waktu yang berbeda, tetapi tetap pada frekuensi yang sama. Alokasi frekuensi pada jaringan GSM adalah 935 MHz 960 MHz untuk pengiriman (transmit) dan 890 MHZ 915 MHz untuk penerimaan (receive).GSM memberikan banyak keunggulan dibandingkan dengan sistem analog yang ada :1.Dapat melakukan International Roaming.2.Kualitas suara yang lebih baik dan lebih peka.3.Kapasitas pelanggan yang lebih besar.Features pelanggan yang lebih beragam, paging, facsimile, dan ISDN.3 Teknologi PCS/PCNTeknologi PCS/PCN kalau dilihat dari perkembangannya sudah memasuki sistem komunikasi bergerak generasi kedua, setengah sebelum memasuki generasi ketiga yang dikenal dengan IMT-2000. PCS berkembang di Amerika Serikat sedangkan PCN di Eropa.B. PCS dari Teknologi PHSTeknologi komunikasi berkembang seiring dengan bertambahnya tahun. Komunikasi tanpa kabel (wireless) cukup diminati di berbagai negara sebagai salah satu solusi untuk mencukupi kebutuhan sarana telekomunikasi. Pada tahun ini implementasi sistem komunikasi wireless sudah memasuki teknologi PCS (Personal Communication System). Sistem ini dapat dimplementasikan atau diterapkan dengan berbagai teknologi. Adapun teknologi yang dimaksud adalah DECT (Digital Enhanced Cordless Telecommunication), PHS (Personal Handyphone System), CDMA (Code Division Multiple Access) dan DCS 1800. DECT dan PHS dikembangkan dari teknologi cordless digital sedangkan DCS 1800 dikembangkan dari teknologi seluler digital. PCS tidak hanya menyediakan pelayanan komunikasi suara tetapi juga data, fax dan jasa lain yang masih dikembangkan sekarang. Dengan kenyataan tersebut diharapkan akan dapat bersaing dengan jasa lain yang sudah terlebih dahulu ada, seperti pager, GSM, dan trunk radio. Khusus pada tulisan ini akan diuraikan PCS dengan menggunakan teknologi PHS. Teknologi PCSTeknologi PCS kalau dilihat dari perkembangannya sudah memasuki ke generasi ke dua setengah sebelum memasuki ke generasi ke III yang dikenal dengan FPLMTS (Future Public Land Mobile Telecommunication System). Adapun generasi sebelumnya generasi I dan generasi II) adalah teknologi cordless dan selular analog dan teknologi cordless dan selular digitalWalaupun pendekatan pengembangan teknologi PCN/PCS berbeda, namum mempunyai tujuan yang sama yaitu memberikan layanan komunikasi personal yang tidak bergantung pada tempat dan waktu (any time, any where). Tiap-tiap teknologi komunikasi bergerak dengan teknologi digital menganggap bahwa teknologinya adalah merupakan PCS/PCN atau paling tidak merupakan generasi awal dari PCS/PCN. Saat ini telah dikenal beberapa standar teknologi yang merupakan generasi awal PCN/PCS, diantaranya yang berbasis teknologi selular digital (al. GSM, DCS-1800, CDMA-IS95, D-AMPS), cordless digital (al. DECT, PHS, PACS) dan satelit (al. Iridium, Globalstar, Odessey). PCS direncanakan menjadi jaringan global pada milenium ke dua. Sebutan PCS sendiri dikenal di Amerika, sedangkan di Eropa dikenal dengan sebutan PCN (Personal Communication Network). PCS mulai dikomersialkan di US pada tanggal 23 September 1993, ketika Federal Communications Commission (FCC) mengesahkan band frekuensi untuk PCS yaitu 1850 2200 MHz. PCS di Amerika merupakan pengembangan teknologi 800 MHz selular yang dikenal dengan nama Digital AMPS (IS-54). Di Eropa PCN merupakan pengembangan teknologi sistem telekomunikasi bergerak (Mobile Telecommunication System) generasi ke dua, yaitu Digital Cellular Radio (GSM 900) yang bekerja pada frekuensi 900 MHz ke teknologi Digital Cellular System (DCS 1800) yang bekerja pada spektrum frekuensi 1800 MHz. Pengembangan PCS di Jepang mengacu pada pengembangan layanan dasar yang dikenal sebagai personal connection ke layanan modern yang dikenal sebagai personalized services yang mempunyai mobilitas tinggi yang menggunakan akses radio, sehingga berkembang sistem yang disebut Personal Handy Phone (PHP) dan sekarang dikenal menjadi Personal Handy Phone System (PHS). PCS adalah konsep komunikasi mobile yang tinggi yang mirip dengan konsep yang dipakai pada sistem seluler di beberapa hal. Misalnya sistem seluler mempunyai diameter sel (base stations) sampai beberapa kilometer, PCS menggunakan jumlah sel yang lebih banyak dengan radius yang lebih kecil (mikro sel). Radius dari sel PCS biasanya lebih kecil dari 1 (satu) kilometer.Karena PCS dikembangkan dari teknologi digital, ini akan dengan mudah menghandle data, message, paging dan layanan multimedia.Dua organisasi standar Telecommunications Industry Association (TIA) dan Alliance for Telecommunications Industry Solutions (ATIS) membentuk Joint Technical Committee (JTC) yang diberi tugas untuk membuat standard PCS. JTC memperkenalkan PCS band ke dalam 2 group :otingkat tinggi, untuk sistem seluler digital otingkat rendah, untuk telepon cordless digital Komite sedang bekerja membuat standar air interface untuk PCS. Sekarang sedang dipikirkan variasi di TDMA dan CDMA. Kebutuhan sistem PCS/PCN adalah menunjang ke arah pocketable, lightweight, easy to use dan low cost hand-sets. Dibandingkan teknologi sebelumnya, fixed telepon dan cellular telepon maka PCS dapat sebagai jembatan diantara keduanya. Dilihat dari segi mobilitasnya, teknologi PCS lebih rendah jika dibandingkan dengan teknologi selular. Teknologi PCS hanya sampai kecepatan sekitar 40 km/jam. Dengan parameter tersebut, maka PCS sangat cocok diterapkan di daerah yang padat misalnya : mall, supermarket, stasiun, bandar udara, universitas, rumah sakit, perusahaan dan sebagainya. Sebagai kompensasinya, harga pulsa dari teknolgi PCS diantara fixed telepon dan teknologi selular dalam arti lebih tinggi dari harga pulsa telepon tetap tetapi lebih rendah jika dibanding dengan telepon selular. Diperkirakan tarif PCS sekitar 10 % s/d 20 % di atas tarif PSTN. Ditinjau dari radius tiap selnya, maka sistem PCS menggunakan sistem mikro sel (antara 100-500 meter).V. Referensihttp://samsul-nar.blogspot.com/2009/04/konsep-dasar-telekomunikasi-seluler.htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Telekomunikasi_seluler_di_Indonesia