makalah simulasi kasus alif erwin jihah revisi.docx
-
Upload
kepompong-kupukupu -
Category
Documents
-
view
102 -
download
0
description
Transcript of makalah simulasi kasus alif erwin jihah revisi.docx
Laporan Simulasi Kasus
BRONKITIS KRONIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian syarat untuk Mengikuti UjianIlmu Farmasi Kedokteran
Oleh
:Rajihah I1A008015
Nurhalifah I1A008079
Erwin Cristanto I1A008080
Pembimbing :
dr. Annisa Fitria
BAGIAN FARMAKOLOGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Paru-paru merupakan alat tubuh yang sebagian besar dari terdiri dari
gelembung-gelembung. Di sinilah tempat terjadinya pertukaran gas, O2 masuk ke
dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Bronkus merupakan lanjutan dari
trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra thorakalis IV dan V.
mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama.
Bronkus kanan lebih besar dan lebih pendek daripada bronkus kiri, terdiri dari 6 –
8 cincin dan mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri terdiri dari 9 – 12 cincin dan
mempunyai 2 cabang. Cabang bronkus yang lebih kecil dinamakan bronkiolus,
disini terdapat cincin dan terdapat gelembung paru yang disebut alveolli.
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi ( ektasis )
bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus
tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa
destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkus yang
terkena umumnya bronkus kecil (medium size ), sedangkan bronkus besar jarang
terjadi. Bronchitis kronis dan emfisema paru sering terdapat bersama-sama pada
seorang pasien, dalam keadaan lanjut penyakit ini sering menyebabkan obstruksi
saluran nafas yang menetap yang dinamakan cronik obstructive pulmonary
disease ( COPD ).
Bronkitis kronis ditandai dengan batuk dan produksi sputum yang
berlebihan(ekspektorasi) dengan disertai rasa kelelahan/lemah dan tidak nyaman
akibat batukkronik berdahak tersebut. Penyakit ini menimbulkan dampak baik
fisik maupun psikisyang tidak sederhana kepada yang penderitanya dengan efek
samping pada kualitihidupnya. Penderita dengan bronkitis kronis mengalami
eksaserbasi yang cukup seringsepanjang tahunnya, terutama pada saat musim
penghujan atau musim dingin pada negaradengan 4 musim. Kejadian eksaserbasi
merupakan episodeperburukan gejala respirasi yang berulang mengakibatkan
penurunan fungsi paru,perburukan kualiti hidup dan peningkatan kebutuhan
perawatan medis (kunjungan kedokter, penambahan medikasi, emergensi, rawat
inap, dll). Dengan kata lain eksaserbasiakut bronkitis kronis adalah penyebab
utama rawat inap dan kematian pada penderitabronkitis kronis. Penyebab tersering
dari eksaserbasi adalahinfeksi virus pernapasan dan infeksi bakteri, penyebab
lainnya seperti polusi lingkungan,gagal jantung kongestif, emboli paru, pemberian
oksigen yang tidak tepat, obat-obatanseperti narkotik dan lain-lain.
Proses yang kompleks merupakan kombinasi berbagai mekanisme
adalahpatofisiologis yang bertanggung jawab untuk terjadinya bronkitis kronis.
Efek kombinasimekanisme tersebut menghasilkan kolonisasi bakteri dan infeksi
kronik yangberkontribusi terhadap kejadian eksaserbasi dan kerusakan mekanisme
pertahanan paruyang berakibat memudahkan terjadinya eksaserbasi dan demikian
steerusnya. Ingkaranyang saling berkaitan tersebut dikenal dengan vicious circle
pada bronkitis kronis,sehingga pendekatan yang ideal penanganan yang berakibat
memutuskan mata rantailingkaran tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Bronkitis Kronis
Bronkitis merupakan proses keradangan pada bronkus dengan manifestasi
utama berupa batuk, yang dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Proses
ini dapat disebabkan karena perluasan dari proses penyakit yang terjadi dari
saluran napas maupun bawah.1
Berdasarkan waktu berlangsungnya penyakit, bronkitis akut berlangsung
kurang dari 6 minggu dengan rata-rata 10-14 hari, sedangkan bronkitis kronis
berlangsung lebih dari 6 minggu. Secara umum keluhan pada bronkitis kronis dan
bronkitis akut hampir sama, hanya saja keluhan pada bronkitis kronis cenderung
lebih berat dan lebih lama. Hal ini dikarenakan pada bronkitis kronis terjadi
hipertrofi otot-otot polos dan kelenjar serta berbagai perubahan pada saluran
pernapasan.Secara klinis, bronkitis kronis merupakan penyakit saluran pernapasan
yang ditandai dengan batuk berdahak sedikitnya 3 bulan dalam setahun selama 2
tahun berturut-turut.2
Bronkitis kronis adalah suatu definisi klinis yaitu batuk-batuk hampir setiap
hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam
satu tahunnya dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun. Beberapa penyakit lain
juga memberikan gejala yang sama antara lain tuberkulosis paru, bronkiektasis,
tumor paru, asma bronkial. Karena itu penyakit-penyakit tersebut harus
disingkirkan terlebih dahulu sebelum diagnosis bronkitis kronis ditegakkan.
Kadang-kadang sukar membedakan antara bronkitis kronis dan asma bronkial,
bahkan dapat timbul bersamaan pada seorang penderita.3
Bronkitis kronis dapat dibagi menjadi :3
Simple chronic bronchitis; bila sputumnya mukoid
Chronic atau Recurrent mucopurulent bronchitis; bila dahaknya
mukopurulen
Chronic obstructive bronchitis; jika disertai obstruksi saluran napas yang
menetap.
Berdasarkan tingkatan beratnya penyakit maka bronkitis dibagi menjadi:4
a. Bronchitis ringan
Ciri klinis : batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah
demam, ada haemaptoe ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru norma,
foto dada normal.
b. Bronchitis sedang
Ciri klinis : batuk produktif terjadi setiap saa, sputum timbul setiap saat,
( umumnya warna hijau dan jarang mukoid, dan bau mulut meyengat ),
adanya haemaptoe, umumnya pasien masih Nampak sehat dan fungsi paru
normal. Pada pemeriksaan paru sering ditemukannya ronchi basah kasar
pada daerah paru yag terkena, gmbaran foto dada masih terlihat normal.
c. Bronchitis berat
Ciri klinis : batuk produktif dengan sputum banyak, berwarna kotor dan
berbau. Sering ditemukannya pneumonia dengan haemaptoe dan nyeri
pleura. Bila ada obstruksi nafas akan ditemukan adany dispnea, sianosis
atau tanda kegagalan paru. Umumny pasien mempunyai keadaan umum
kurang baik, sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata ,
pasien mudah timbul pneumonia, septikemi, abses metastasis, amiloidosis.
Pada gambaran foto dada ditemukan kelianan : bronkovascular marking,
multiple cysts containing fluid levels. Dan pada pemeriksaan fisis ditemukan
ronchi basah kasar pada daerah yang terkena.
B. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, sekitar 10-25% penduduk menderita simple chronic
bronchitis. Lebih banyak terdapat pada laki-laki diatas 40 tahun. Di Inggris
bronkitis kronis terdapat pada 17% laki-laki dan 8% wanita, India 3% dan Nepal
12%. Data-data epidemiologis di Indonesia sangat minim. Dari penelitian Edo,
dkk di Kalimantan Tengah, insidensi bronkitis kronis adalah 6,1%.5
Di Indonesia, belum ada angka morbiditas bronkitis kronis, kecuali di
rumah sakit sentra pendidikan. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat
(National Center for Health Statistics) diperkirakan sekitar 4% dari populasinya
didiagnosa bronkitis kronis. Angka inipun diduga masih di bawah angka
morbiditas yang sebenarnya karena bronkitis kronis yang tidak
terdiagnosis.Bronkitis akut merupakan kejadian yang paling umum dalam
pengobatan rawat jalan, berkontribusi terhadap sekitar 2,5 juta kunjungan ke
dokter di AS pada 1998.Di Amerika Serikat, biaya pengobatan untuk bronkitis
akut sangat besar; untuk setiap episode, pasien menerima rata-rata dua resep untuk
digunakan2-3 hari.6
Bronkitis kronis dapat dialami oleh semua ras tanpa ada perbedaan.
Frekuensi angka morbiditas bronkitis kronis lebih kerap terjadi pada pria
dibanding wanita. Hanya saja hingga kini belum ada angka perbandingan yang
pasti. Usia penderita bronkitis kronis lebih sering dijumpai di atas 50 tahun.5
C. Etiologi
Secara umum penyebab bronkitis dapat dibagi berdasarkan faktor
lingkungan dan faktor host/penderita. Penyebab bronkitis berdasarkan faktor
lingkungan meliputi polusi udara, merokok dan infeksi. Infeksi sendiri terbagi
menjadi infeksi bakteri (Staphylococcus, Pertusis, Tuberculosis, mikoplasma),
infeksi virus (RSV, Parainfluenza, Influenza, Adeno) dan infeksi fungi (monilia).
Faktor polusi udara meliputi polusi asap rokok atau uap/gas yang memicu
terjadinya bronkitis. Sedangkan faktor penderita meliputi usia, jenis kelamin,
kondisi alergi dan riwayat penyakit paru yang sudah ada.6
Berdasarkan penyebabnya bronkitis dibagi menjadi dua yaitu bronkitis
infeksiosa dan bronkitis iritatif.6
1. Bronkitis infeksiosa
Bronkitis infeksiosa disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus, terutama
Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia. Serangan bronkitis berulang
bisa terjadi pada perokok dan penderita penyakit paru dan saluran
pernapasan menahun. Infeksi berulang bisa merupakan akibat dari:
Sinusitis kronis
Bronkiektasis
Alergi
Pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak
2. Bronkitis iritatif
Bronkitis iritatif adalah bronkitis yang disebabkan alergi terhadap sesuatu
yang dapat menyebabkan iritasi pada daerah bronkus. Bronkitis iritatif bisa
disebabkan oleh berbagai jenis debu, asap dari asamkuat, amonia,
beberapa pelarut organik klorin, hidrogen sulfida, sulfur dioksida
dan bromine, polusi udara yang menyebabkan iritasi ozon dan nitrogen
dioksida,tembakau dan rokok lainnya. Faktor etiologi utama adalah zat
polutan.7
D. Patologi
Kelainan utama pada bronkitis kronis adalah hipertrofi dan hiperplasia
kelenjar mukus bronkus. Terjadi sekresi mukus dan dinding bronkus. Angka ini
dinamakan indeks Reid, normalnya adalah 0,26. Pada bronkitis kronis rata-rata
0,55. Terdapat juga peradangan difus, penambahan sel mononuklear di
submukosa trakeobronkial, metaplasia epitel bronkus dan silia berkurang. Pada
penderita yang sering mengalami bronkospasme, otot polos saluran bertambah
dan timbul fibrosis peribronkial. Yang penting juga adalah perubahan pada
saluran nafas kecil (small airways) yaitu hiperplasia sel goblet, sel radang di
mukosa dan submukosa, edema, fibrosis peribronkial, penyumbatan mukus
intraluminal dan penambahan otot polos.4
Gambar 1. Patologi Bronkitis Kronis4
E. Patogenesis8
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkitis kronis yaitu
rokok, infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor
keturunan dan status social.
1. Rokok
Menurut buku Report of The WHO Expert Committe on Smoking Control, rokok
adalah penyebab utama bronkitis kronis dan emfisema paru. Terdapat hubungan
yang erat antara merokok dan penurunan Volume Ekspirasi Paksa 1 detik pertama
(VEP1). Dari 34.000 dokter di Inggris, hanya tiga dokter yang meninggal karena
bronkitis kronis dan emfisema paru. Sedang penderita perokok, banyak yang
meninggal karena penyakit diatas. Secara patologis rokok berhubungan dengan
hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran
pernafasan. Juga dapat menyebabkan bronkokontriksi akut. Menurut Crofton dan
Douglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofag
alveolar dan surfaktan.
2. Infeksi
Menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejala-gejalanya pun lebih
berat. Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronkitis
kronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan
kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronkitis kronis disangka paling sering
diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh
bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Haemophilus influenzae dan
Streptococcus pneumoniae.
3. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab penyakit di atas,
tetapi apabila disertai dengan merokok, resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia
yang dapat juga menyebabkan bronkitis adalah zat-zat pereduksi seperti oksigen,
zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid dan ozon.
4. Keturunan
Belum diketahui dengan jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak,
kecuali pada penderita dengan defisiensi alfa-1-antitripsin yang merupakan suatu
protein. Kerja enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan
pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru, karena itu
kerusakan jaringan lebih lanjut dapat dicegah. Defisiensi alfa-1-antitripsin adalah
suatu kelainan yang diturunkan secara autosom resesif, yang sering diderita oleh
penderita emfisema paru adalah penderita dengan gen S atau Z, emfisema paru
akan cepat muncul bila penderita tersebut merokok.
5. Faktor Sosial Ekonomi
Kematian pada penderita bronkitis kronis ternyata Lebih banyak pada golongan
sosial ekonomi rendah. Mungkin disebabkan oleh faktor lingkungan dan ekonomi
yang lebih jelek.
6. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Di dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti
elastase agar tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan akan
menimbulkan kerusakan jaringan elastik paru. Arsitektur paru akan berubah dan
timbul emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pankreas, sel-sel Poli
Morfonuklear (PMN) dan makrofag alveolar/Pulmonary Alveolar Macrophage
(PAM). Perangsangan pada paru antara lain oleh asap rokok dan infeksi,
menyebabkan elastase bertambah banyak. Aktivitas sistem anti elastase yaitu
sistem enzim alfa-1-protease-inhibitor terutama enzim alfa-1-anti tripsin (alfa-1-
globulin) menjadi menurun. Akibat tidak ada lagi keseimbangan antara elastase
dan anti elastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastin paru dan kemudian
emfisema.
F. Patofisiologi5
Penyempitan saluran pernafasan terjadi pada bronkitis kronis maupun pada
emfisema paru. Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat dibuktikan
adanya tanda-tanda obstruksi. Pada bronkitis kronis sesak nafas terutama
disebabkan karena perubahan pada saluran pernafasan kecil, yang diameternya
kurang dari 2 mm, menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan kadang terjadi
obliterasi. Penyempitan lumen terjadi juga oleh metaplasia sel goblet. Saluran
pernafasan besar juga berubah. Timbul terutama karena hipertrofi dan hiperplasia
kelenjar mukus, sehingga saluran pernafasan lebih menyempit.
Gambar 2. Bagan Patofisiologi Bronkitis Kronis
Mekanisme patofisiologik yang bertanggung jawab terhadap bronkitis
kronis sangat kompleks, berawal dari stimulasi toksik pada saluran pernapasan
menimbulkan 4 hal yang meliputi inflamasi saluran pernapasan, hipersekresi
mukus, disfungsi silia dan stimulasi refleks vagal saling mempengaruhi dan
berinteraksi menimbulkan suatu proses yang sangat kompleks.
Perubahan struktur pada parumenimbulkan perubahan fisiologik yang
merupakan karakteristik bronkitis kronis seperti batuk kronik, produksi sputum,
obstruksi saluran napas, gangguan pertukaran gas, hipertensi pulmonal dan kor-
pulmonale.
Akibat perubahan bronkiolus dan alveoli terjadi gangguan pertukaran gas
yang menimbulkan dua masalah serius, yaitu:
1. Aliran darah dan udara ke dinding alveoli yang tidak sesuai (mismatched).
Sebagian tempat pada alveoli terdapat aliran darah yang adekuat tetapi sangat
sedikit aliran udara pada sebagian tempat lain di arah sebaliknya.
2. Performa yang menurun dari pompa respirasi terutama otot-otot respirasi
sehingga terjadi overinflasi dan penyempitan jalan napas, menimbulkan
hipoventilasi dan tidak cukupnya udara ke alveoli menyebabkan CO2darah
meningkat dan O2 dalam darah berkurang.
Temuan utama pada bronkitis adalah hipertropi kelenjar mukosa
bronkusdan peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltrasi sel-sel radang dan
edema pada mukosa sel bronkus. Pembentukan mukosa yang meningkat
mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Produksi mukus yang terus
menerus mengakibatkan melemahnya aktifitas silia dan faktor fagositosis dan
melemahkan mekanisme pertahanannya sendiri. Pada penyempitan bronkial lebih
lanjut terjadi akibat perubahan fibrotik yang terjadidalam saluran napas.7
G. DIAGNOSIS
Diagnosis bronkitis kronis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaanbakteriologik, radiologik dan pemeriksaan
penunjang lainnya.4
a. Gejala klinik
Gejala umum bronkitis kronis adalah:
Batuk, kadang menjadi batuk mengi
Terdapat sputum yang bening, putih atau hijau-kekuningan
Merasa lelah dan lesu
Demam ringan
Merasa tidak nyaman pada bagian dada.5,8
Seseorang didiagnosis bronkitis kronis ketika mengalami batuk berdahak
selama paling sedikit tiga bulan selama dua tahun berturut-turut. Pada bronkitis
kronis mungkin saja seorang penderita mengalami bronkitis akut di antara episode
kronisnya, dan batuk mungkin saja hilang namun akan muncul kembali.8
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif
berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah
seputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah
ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder
sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen,
dapat memberikan bau yang tidak sedap.8
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus bronchitis, kelainan ini terjadi akibat
nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah ( pecah ) dan
timbul perdarahan. Perdarahan yang timbul bervariasi mulai dari yang paling
ringan ( streaks of blood ) sampai perdarahan yang cukup banyak ( massif ) yaitu
apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang
mengenai cabang arteri broncialis ( daerah berasal dari peredaran darah sistemik )
Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan keluhan sesak nafas.
Timbul dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis
kronik yang terjadi dan seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan
paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang ( ISPA ), yang biasanya
menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas. Kadang
ditemukan juga suara mengi ( wheezing ), akibat adanya obstruksi bronkus.
Wheezing dapat local atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya.
b. Pemeriksaan Fisik2
Tanda-tanda umum yang ditemukan meliputi sianosis, jari tubuh,
manifestasi klinis komplikasi bronchitis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut
dapat ditemukan tanda-tanda korpulmonal kronik maupun payah jantung kanan.
Ditemukan ronchi basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan
keadaannya menetap dari waku kewaktu atau ronci basah ini hilang sesudah
pasien mengalami drainase postural atau timbul lagi diwaktu yang lain. Apabila
bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat
menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya
gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi penggeseran medistenum
kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi komplikasi pneumonia akan ditemukan
kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering ditemukan apa bila
terjadi obstruksi bronkus.
Sindrom kartagenr. Sindrom ini terdiri atas gejala-gejala berikut :
Bronchitis kongenital, sering disertai dengan silia bronkus imotil
Situs inversus pembalikan letak organ-organ dalam dalam hal ini terjadi
dekstrokardia, left sided gall bladder, left-sided liver, right-sided spleen.
Sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya sinus frontalis. Semua elemen
gejala sindrom kartagener ini adalah keleinan kongenital. Bagaimana
asosiasi tentang keberadaanya yang demikian ini belum diketahui dengan
jelas.
Bronchitis. Kelainan ini merupakan klasifikasi kelenjar limfe yang biasanya
merupakan gejala sisa komleks primer tuberkolosis paru primer. Kelainan ini
bukan merupakan tanda klinis bronchitis, kelainan ini sering menimbulkan erosi
bronkus didekatnya dan dapat masuk kedalam bronkus menimbulkan sumbatan
dan infeksi, selanjutnya terjadilah bronchitis. Erosi dinding bronkus oleh bronkolit
tadi dapat mengenai pembuluh darah dan dapat merupakan penyebab timbulnya
hemaptoe hebat.
c. Pemeriksaan Laboratoris9
Pada keadaan lanjut dan mulai sudah ada insufisiensi paru dapat ditemukan
polisitemia sekunder. Bila penyakitnya ringan gambaran darahnya normal. Seing
ditemukan anemia, yang menunjukan adanya infeksi kronik, atau ditemukan
leukositosis yang menunjukan adanya infeksi supuratif.
Urin umumnya normal kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan
ditemukan proteiuria. Pemeriksaan kultur sputum dan uji sensivitas terhadap
antibiotic, perlu dilakukan bila ada kecurigaan adanya infeksi sekunder.
Tubular shadow atau traun lines terlihat bayangan garis yang paralel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. bayangan tersebut adalah bayangan bronchus
yang menebal. Corak paru bertambah
Analisa gas darah
- Pa O2 : rendah (normal 80 – 100 mmHg)
- Pa CO2 : tinggi (normal 36 – 44 mmHg).
- Saturasi hemoglobin menurun.
- Eritropoesis bertambah.
d. Pemeriksaan Radiologik
Gambaran foto dada ( plain film ) yang khas menunjukan adanya kista-kista
kecil dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon pada daerah yang
terkena, ditemukan juga bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps.
Gambaran bronchitis akan jelas pada bronkogram.
e. Kelainan faal paru
Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital ( KV ) dan kecepatan aliran
udara ekspirasi satu detik pertama ( FEV1 ), terdapat tendensi penurunan, karena
terjadinya obstruksi airan udara pernafasan. Dapat terjadi perubahan gas darah
berupa penurunan PaO2 ini menunjukan abnormalitas regional ( maupun difus )
distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru.
H. PENATALAKSANAAN
Gambar 1. Bagan Penatalaksanaan Eksaserbasi Akut Bronkitis Kronis
Pasien dengan bronkitis kronis denganPeningkatan sputumPeningkatan purulensi sputumPeningkatan dispnea
Pemeriksaan Fisik
Penemuan fokal
Bukan Pneumonia
Pneumonia
Terapi sesuai guideline CAP
Dua atau lebih gejalaSatu gejala
Tanpa antibiotik
Faktor Risiko:FEVI<50%≥4eksaserbasi/thnPenyakit jantungPenggunaan oksigenAntibiotik dalam 3 bln terakhir
Pewarnaan gram dan kultur sputum
Grup IMakrolide generasi 2, sefalosporin generasi 2 atau 3, amoxicilin, TMP-SMX, doxycycline
Grup IIΒ-lactam/ Β-lactamase inhibitor, floroquinolon, penggunaan steroid oral kronis
Grup IIIRawat jalan: terapi disesuaikan untuk patogen P.aeruginosa yang biasa (ciproloxacin); Rawat inap: terapi parenyal biasanya diperlukanPerbaikan Perburukan Perbaikan Perburukan
Tidak ada terpi lanjutan
Fluoroquinolone, Amoxicillin-asam klavulinic
Tidak ada terpi lanjutan
Foto thorak untuk menyingkirkan pneumonia
No
None 1/lebih
Multipel faktor
Yes
Gambar 2. Bagan Penatalaksanaan Bronkitis Kronis Secara Umum10
Gambar 3. Penanganan Farmakologis Bronkitis Kronis11
Pengelolaan pasien bronchitis terdiri atas dua kelompok :
A. Pengobatan konservatif, terdiri atas :11
1. Pengelolaan umum
Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi :
a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Contoh :
Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
Mencegah / menghentikan rokok
Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya.
b. Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk
dikerjakan adalah sebagai berikut :
Melakukan drainase postural
Pasien dilelatakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa
sehingga dapat dicapai drainase sputum secara maksimum. Tiap
kali melakukan drainase postural dilakukan selama 10 – 20 menit,
tiap hari dilakukan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini
adalah usaha mengeluarkan sputum ( secret bronkus ) dengan
bantuan gaya gravitasi. Posisi tubuh saat dilakukan drainase
postural harus disesuaikan dengan letak kelainan bronchitisnya,
dan dapat dibantu dengan tindakan memberikan ketukan pada pada
punggung pasien dengan punggung jari.
Mencairkan sputum yang kental
Dapat dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas,
mengguanakan obat-obat mukolitik dan sebagainya.
Mengatur posisi tepat tidur pasien
Sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk
memudahkan drainase sputum.
c. Mengontrol infeksi saluran nafas.
Adanya infeksi saluran nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil
dengan jalan mencegah penyebaran kuman, apabila telah ada
infeksi perlu adanya antibiotic yang sesuai agar infeksi tidak
berkelanjutan.
2. Pengelolaan khusus.11
a. Kemotherapi pada bronchitis
Kemotherapi dapat digunakan :
secara continue untuk mengontrol infeksi bronkus ( ISPA )
untuk pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru
atau kedua-duanya digunakan
Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih, pemkaian
antibiotic antibiotic sebaikya harus berdasarkan hasil uji sensivitas
kuman terhadap antibiotic secara empiric.
Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan
bronchitis, tidak pada setiap pasien harus iberikan antibiotic.
Antibiotik diberikan jika terdapat aksaserbasi infeki akut, antibiotic
diberikan selama 7-10 hari dengan therapy tunggal atau dengan
beberapa antibiotic, sampai terjadi konversi warna sputum yang
semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid ( putih jernih ).
Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila berhasil akan dapat
mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya
terutama pada saat terjadi aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan
ini hanya bersifat sementara.
b. Drainase secret dengan bronkoskop
Cara ini penting dikerjakan terutama pada saat permulaan
perawatan pasien. Keperluannya antara lain :
Menentukan dari mana asal secret
Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
Menghilangkan bstruksi bronkus dengan suction drainage
daerah obstruksi.
3. Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin
mengganggu atau mebahayakan pasien.
a. Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari
hasil uji faal paru ( % FEV 1 < 70% ) dapat diberikan obat
bronkodilator.
b. Pengobatan hipoksia.
Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
c. Pengobatan haemaptoe.
Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan
perdarahan. Dari berbagai penelitian pemberian obat-obatan
hemostatik dilaporkan hasilnya memuaskan walau sulit diketahui
mekanisme kerja obat tersebut untuk menghentikan perdarahan.
d. Pengobatan demam.
Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering
terdapat demam, lebih-lebih kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini
selain diberikan antibiotic perlu juga diberikan obat antipiretik.
B. Pengobatan pembedahan10
a. Tujuan pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang
terkena.
b. Indikasi pembedahan :
Pasien bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang tidak
berespon yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan
konservatif yang adekuat. Pasien perlu dipertimbangkan untuk
operasi
Pasien bronchitis yang terbatas tetapi sering mengaami infeksi
berulang atau haemaptoe dari daerakh tersebut. Pasien dengan
haemaptoe massif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.
c. Kontra indikasi
Pasien bronchitis dengan COPD
Pasien bronchitis berat
Pasien bronchitis dengan koplikasi kor pulmonal kronik
dekompensasi.
d. Syarat-ayarat operasi.
Kelainan ( bronchitis ) harus terbatas dan resektabel
Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan ireversibel
Bagian paru yang lain harus masih baik misalnya tidak ada
bronchitis atau bronchitis kronik.
e. Cara operasi.
Operasi elektif : pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan tidak
terdaat kontra indikasi, yang gagal dalam pengobatan konservatif
dipersiapkan secara baik utuk operasi. Umumnya operasi berhasil
baik apabila syarat dan persiapan operasinya baik.
Operasi paliatif : ditujukan pada pasien bronchitis yang mengalami
keadaan gawat darurat paru, misalnya terjadi haemaptoe masif
( perdarahan arterial ) yang memenuhi syarat-syarat dan tidak
terdapat kontra indikasi operasi.
f. Persiapan operasi :
Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan spirometri,analisis gas darah,
pemeriksaan broncospirometri ( uji fungsi paru regional )
Scanning dan USG
Meneliti ada atau tidaknya kontra indikasi operasi pada pasien
Memperbaiki keadaan umum pasien
PENCEGAHAN5
Timbulnya bronchitis sebenarnya dapat dicegah, kecuali dalam bentuk
kongenital tidak dapat dicegah. Menurut beberapa literature untuk mencegah
terjadinya bronchitis ada beberapa cara :
Pengobatan dengan antibiotic atau cara-cara lain secara tepat terhadap
semua bentuk pneumonia yang timbul pada anak akan dapat mencegah
( mengurangi ) timbulnya bronchitis
Tindakan vaksinasi terhadap pertusis ( influenza, pneumonia ) pada anak
dapat pula diartikan sebagai tindakan preventif terhadap timbulnya
bronchitis.
KOMPLIKASI9
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada anak, antara lain :
Bronchitis kronik
Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami
infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian
atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase sputumnya kurang baik.
Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia.
Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
Efusi pleura atau empisema
Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi
supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri
pulmonalis ) , cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis
pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali
merupakan tindakan beah gawat darurat.
Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri
dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt,
terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi
hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner
BAB III
SIMULASI KASUS
A. Kasus
Anamnesis
Seorang laki-laki usia 56 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan
batuk sejak 1 minggu terakhir.Batuk dirasakan terus menerus dan semakin sering
sejak 2 hari yang lalu. Batuk disertai lendir berwarna putih kekuningan kental.
Pasien juga mengeluh sesak nafas sejak 3 hari terakhir, Sesak hilang timbul, lebih
nyaman saat istirahat. Tidak keluhan nyeri dada, hanya sakit perut dirasakan jika
batuk, pasien mengeluh sudah sering batuk dan sesak sejak 1 tahun terakhir tetapi
hilang timbul dan tidak seberat serangan saat ini. Pasien juga mengeluh demam
sejak 1 minggu terakhir. Mengigil (-) nyeri kepala (-) pasien adalah seorang
perokok aktif sejak usia 15 tahun. Sehari bisa meenghabiskan 2-3 bungkus rokok.
BAB/BAK dalam batas normal. Nafsu makan seperti biasa.
Tanda vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Suhu : 37,8 C
Respirasi : 27 kali permenit
Pemeriksaan fisik
Kepala /leher : konjungtiva pucat (-/-) , pembesaran KGB leher (-)
Thorak : Sela iga melebar, hipersonor, sn bronkovesikuler, RH (+/+), WH (+/+)
Cor: S1 S2 tunggal bising (-)
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstermitas : dalam batas Normal
Diagnosis : Bronkhitis Kronis
Penatalaksanaan
1. Tujuan Pengobatan
Berdasarkan keluhan yang dialami pasien, pengobatan yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Pemberian bronkodilator, dalam hal ini antikolinergik untuk memperbaiki
keadaan obstruksi saluran nafas.
2. Pemberian antibiotik, hal ini dilakukan karena TN Laki-laki menderita
bronchitis yang walaupun kebanyakan disebabkan oleh virus tetapi pada
pasien ini diduga disebabkan oleh bakteri karena adanya keluhan demam
serta sputum yang berwarna kuning.
3. Pemberian obat yang mengandung mukolitik, yang berguna untuk
mengencerkan dahak agar mudah dikeluarkan
4. Pemberian banyak cairan dan obat yang mengandung paracetamol untuk
mengurangi demam dan rasa tidak enak badannya.
Daftar Kelompok Obat beserta Jenisnya yang berhasiat untuk kasus
di atas
No. Golongan
Obat
Nama Obat
1. Bronkodilator Antikolinergik Ipratropium
Tiotropium
Agonis – beta 2 Fenoterol
Salbutamol
Terbutalin
Procaterol
Formoterol
Salmeterol
Terapi kombinasi Fenoterol + Ipratropium
Salbutamol + Ipratropium
Flutikason + salmeterol
Budesonide + Formoterol
Metilxantin Aminofilin
Teofilin LL
2. Mukolitik Ambroxol
Bromhexin
3. Antipiretik Paracetamol
4. Antibiotik Amoksisilin
Perbandingan kelompok obat tersebut menurut khasiat, keamanan dan
kecocokan
No Jenis Obat KhasiatKeamanan
(efek samping obat)Kontraindikasi
1. Ipratropium Bronkodilator untuk
pemeliharaan
bronkospasme
Gangguan motalitas GI,
mulut kering, sakit kepala,
takikardi, palpitasi, takikardi
suoraventikular, fibrilasi
atrial, gangguan akomodasi
mata, mual, retensi urin,
batuk, iritasi lokal,
bronkospasme yang diinduksi
oleh inhalasi, reaksi alergi
Hipersensitif terhadap
atropin atau derivatnya.
Inhaler: riwayat
hipersensitif terhadap
lesitin soya atau produk
makanan yang
mengandung kacang
kedelai
2. Tiotropium Terapi rumat untuk
PPOK, dispnea, dan
mencegah aksaserbasi
Mulut kering, konstipasi,
iritasi lokal dan batuk,
takikardi, kesulitan berkemih
dan retensi urin, reaksi
hipersensitivitas
Tidak boleh digunakan
untuk terapi akut
bronkospasme
3. Fenoterol Pengobatan gejala
serangan asma akut,
pengobatan pada asma yg
dipicu oleh aktivitas
fisik, pengobatan gejala
asma bronkial dan
kondisi lain dengan
penyempitan saluran
nafas yang reversible
seperti bronchitis
obstruktif kronik
Tremor halus pada otot
rangka, gugup, sakit kepala,
takikardi, palpitasi,
hipokalemia, batuk, iritasi
lokal, bronkokontriksi
paradoks, mual, muntah,
berkeringat, lemas, mialgia,
kram otot, penurunan TD
diastolik, peningkatan TD
sistolik, aritmia, reaksi kulit
atau reaksi alergi
Kardiomiopati obstruktif
hipertrofi, takiaritmia
4. Salbutamol Bronkodilator pada
semua jenis asma
bronkial, bronchitis
kronik dan emfisema
Tremor halus pada otot
rangka terutama pada tangan,
palpitasi, dan kejang otot
Pemakaian bersama
dengan β-bloker
5. Terbutalin Asma bronkial, bronkitis
kronis, emfisema, dan
Tremor, kram tonik, palpitasi Pasien dengan MAOI
atau masih dalam waktu
penyakit paru lainnya
dimana bronkospasme
sebagai komplikasinya
14 hari setelah dilakukan
penghentian terapi
6. Procaterol Dispnea karena asma
bronkial, bronkitis akut
dan kronik, emfisema
paru
sakit kepala, takikardi,
palpitasi, tremor, mual,
muntah, ruam kulit. Dapat
menurunkan kadar kalium
secara bermakna
Hipersensitivitas
7. Formoterol Terapi regular untuk
asma pada dewasa dan
anak > 12 tahun dimana
diperlukan terapi
kombinasi kortikosteroid
inhalasi dan agonis-γ
kerja panjang. Terapi
PPOK berat dan adanya
riwayat aksaserbasi
berulang
sakit kepala, tremor, palpitasi,
kandidiasis oral, iritasi
tenggorokan yang bersifat
ringan, batuk, suara serak
Hipersensitivitas
8. Salmeterol Terapi regular untuk
penyakit obstruktif
saluran nafas yang
reversible, mencakup
asma dan PPOK,
termasuk bronkitis dan
emfisema
Serak atau distonia, sakit
kepala, tremor, palpitasi,
kandidiasis oral, iritasi
tenggorokan, bronkospasme
parodoksikal, artralgia, kram
otot
Hipersensitivitas
9. Fenoterol +
Ipratropium
Mencegah dan mengobati
gejala gangguan saluran
nafas obstruktif kronis
yang disertai
bronkospasme reversibel
seperti asma bronkial,
khususnya bronkitis
kronis dengan atau tanpa
emfisema
Tremor halus pada otot
rangka, gelisah, takikardi,
palpitasi, hipokalemia, batuk,
iritasi lokal, bronkokontriksi
paradoks, mual, muntah,
berkeringat, lemas, mialgia,
kram otot, penurunan TD
diastolik, peningkatan TD
sistolik, aritmia, reaksi kulit
atau reaksi alergi.
Kardiomiopati obstruktif
hipertrofi, infark
miokard yang baru,
gangguan hati organik
berat atau gangguan
pembuluh darah,
hipertiroidisme,
glaukoma sudut sempit
10. Salbutamol + Bronkospasme yg Tremor halus pada otot Kardiomiopati obstruktif
Ipratropium berhubungan dengan
PPOK pada pasien-
pasien yang diterapi
dengan ipratropium Br
dan salbutamol
rangka, gelisah, sakit kepala,
pusing, takikardi, palpitasi,
hipokalemia, batuk, iritasi
lokal, bronkospasme, mual,
muntah, berkeringat,
kelemahan otot, mialgia,
kram otot, penurunan TD
diastolik, peningkatan TD
sistolik, aritmia, reaksi kulit
atau reaksi alergi. Mulut
kering, distonia, komplikasi
okular (midriasis,
peningkatan TIO, glaukoma
sudut tertutup, nyeri mata).
Gangguan motilitas GI,
retensi urin.
hipertrofi, takiaritmia
11. Flutikason +
salmeterol
Terapi regular untuk
penyakit obstruktif
saluran nafas yang
reversible, mencakup
asma dan PPOK,
termasuk bronkitis dan
emfisema
Serak atau distonia, sakit
kepala, tremor, palpitasi,
kandidiasis oral, iritasi
tenggorokan, bronkospasme
parodoksikal, artralgia, kram
otot
Hipersensitivitas
12. Budesonide +
Formoterol
Terapi regular untuk
asma pada dewasa dan
anak > 12 tahun dimana
diperlukan terapi
kombinasi kortikosteroid
inhalasi dan agonis-γ
kerja panjang. Terapi
PPOK berat dan adanya
riwayat aksaserbasi
berulang
sakit kepala, tremor, palpitasi,
kandidiasis oral, iritasi
tenggorokan yang bersifat
ringan, batuk, suara serak
Hipersensitivitas
13. Aminofilin Pengobatan dan
profilaksis bronkus yg
berhubungan dengan
Gangguan GI, takikardi,
palpitasi, tremor
Tidak direkomendasikan
untuk anak < 12 tahun
asma, emfisema dan
bronkitis kronis
14. Teofilin Meringankan dan
mengatasi serangan asma
bronkial
mual, muntah, sakit kepala,
takiaritmia, nyeri ulu hati,
iritasi, insomnia, palpitasi,
takipnea, ruam, hiperglikemia
Tukak peptik
15. Ambroxol Gangguan saluran nafas
akut dan kronik
sehubungan dengan
sekresi bronkial yang
abnormal khususnya
pada keadaan eksaserbasi
dari bronkitis kronis,
bronkitis asmatis, asma
bronkial
Gangguan saluran cerna
ringan. Jarang: reaksi alergi
16. Penisilin V Antibiotik, menghambat sintesis mukopeptida pada dinding sel. Bersifat bakterisidal melawan organisme yang sensitif saat tercapai konsentrasi yang adekuat. (2)
Efek samping : (12)
reaksi alergi : urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopeni, trombositopeni, diare, syok anafilaktik pada pasien yang alergi
Kontraindikasi : (2,12)
riwayat hipersensitivitas terhadap golongan penisilin lainnya
17. Benzathine penicilin G
Antibiotik, menghambat sintesis mukopeptida pada dinding sel. Bersifat bakterisidal melawan organisme yang sensitif saat tercapai konsentrasi yang adekuat. (2)
Efek samping: (13)
- Lokal reaksi di tempat suntikan,
- Hipersensitivitas: gangguan kulit pruritus, urtikaria, edema laring, demam, eosinofilia, hipersensitivitas miokarditis, dan anafilaksis shock dan kematian.
Kontraindikasi : (2,12)
riwayat hipersensitivitas terhadap golongan penisilin
18. Amoxicillin Amoxicillin akan menghasilkan efek
Diare, nausea, muntah serta Kontraindikasi : (2,12)
bakterisidal. (13) reaksi hipersensitif.(13) riwayat hipersensitivitas terhadap golongan penisilin
19. Cefadroksil Merupakan golongan sefalosprin bersifat bakterisidal dengan cara mengganggu pembentukan dinding sel bakteri.(13)
Efek samping:
Diare, pusing, sakit kepala, gangguan pencernaan, nyeri sendi, nyeri perut dan kelelahan.(14)
Kontraindikasi (14) alergi terhadap golongan sefalosporin lainnya
20. Cephalexin Merupakan golongan sefalosprin bersifat bakterisidal dengan cara mengganggu pembentukan dinding sel bakteri. 13
Efek samping: (14)
diare, kolitis, mual, muntah, rasa tidak enak pada saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi, sindroma Steven-Johnson
Kontraindikasi: (14)
hipersensitif terhadap golongan sefalosporin
21. Azitromicin Menghambat sintesis protein kuman dengan jalan berikatan secara reversibel dengan ribosom subunit 50S dan umumnya bersifat bakteriostatik, walaupun kadang dapat bersifat bakteriosidal pada kuman yang sangat peka. (15)
Efek samping:( 14)
mual, muntah, nyeri perut, diare, urtikaria, ruam dan reaksi alergi lainnya
Kontraindikasi (14):
penyakit hati
22. Klindamisin Efek samping: (14)
diare, rasa tidak enak pada perut, oesophagitis, nausea, muntah, sindroma steven Johnson, tromboplebitis setelah suntukan intravena.
Kontraindikasi (14)
kondisi diare, hindari injeksi yang mengandung benzil alkohol pada bayi
n
_t
id
UTF-8
2
1
23. Parasetamol Analgetik-antipiretik, tidak memiliki aktivitas antiinflamasi yang berarti, kurang mengiritasi lambung. (16,17)
Efek sampingnya : (18)
reaksi alergi : eritema, urtikaria, demam,, lesi pada mukosa
pada dosis tinggi dapat menyebabkan nekrosis hati
Kontraindikasi : (18)
riwayat hipersensitivitas terhadap parasetamol
kerusakan hati
24. Ibuprofen Analgetik-antipiretik, antiinflamasi, (17)
Efek sampingnya : (16,17)
Walaupun jarang terjadi, tapi timbul efek samping sebagai berikut : gangguan saluran pencernaan termasuk mual, muntah, gangguan pencernaan, diare, konstipasi dan nyeri lambung.
Kontraindikasi : (17)
•Penderita dengan ulkus peptikum (tukak lambung dan duodenum) yang berat dan aktif.
Penderita dengan riwayat hipersensitif terhadap Ibuprofen dan obat antiinflamasi non-steroid lain.
25. Asetosal Analgetik-antipiretik, antiinflamasi, antitrombotis (17)
Efek sampingnya : (16,17)
iritasi mukosa lambung, reaksi alergi kulit, tinitus, bronkospasme, bleeding time memanjang, Sindrom Reye
Kontraindikasi : (17)
anak dibawah 12 tahun
ulserasi saluran cerna
hemofilia Sindrom Reye
26. Metamizol derivat metansulfonat dari aminopirin yang mempunyai khasiat analgesik. Mekanisme kerjanya adalah menghambat transmisi rasa sakit ke susunan saraf pusat dan perifer
- Reaksi hipersensitivitas: reaksi pada kulitmisal kemerahan.Agranulositosis.
- Penderita hipersensitif terhadap Metamizole Na.- Wanita hamil dan menyusui.- Penderita dengan tekanan darah sistolik < 100 mmHg.
Pilihan obat dan alternatif obat yang digunakan
1. Bronkodilator
Uraian Obat Pilihan Obat Alternatif
Nama Obat Ipatropium bromida Salbutamol
BSO Generik : - Generik : Salbutamol
BSO dan Kekuatan: -
Generik Branded :
Atrovent
BSO dan Kekuatan:
Inhaler 0,02 mg perkali
semprot
Solution 0,25 mg/ml
BSO dan Kekuatan: Inhaler
100 mcg perkali semprot
Tablet 2 mg; tablet 4 mg;
sirup tiap 5 ml mengandung
2 mg salbutamol.
Generik Branded : Ventolin
inhaler
BSO dan Kekuatan: Inhaler
100-200 mcg perkali
semprot.
BSO yang diberikan Inhaler Inhaler
Dosis Referensi MDI 2-6 puff 4 kali sehari Salbutamol 100-200 mcg.
sebanyak 3-4 kali sehari
Dosis untuk kasus
dan alasannya
MDI 4 puff. Sesuai dengan
dosis referensi.
Salbutamol 100 mcg. Sesuai
dengan dosis referensi.
Frekuensi pemberian
dan alasannya
4 kali sehari. Sesuai
dengan waktu paruh obat
Bila perlu kalau sesak nafas
Cara pemberian dan
alasanya
Inhalasi karena efek obat
akan lebih cepat.
Inhalasi karena efek obat
akan lebih cepat.
Saat pemberian dan
alasannya
Pagi, siang, sore, dan
malam hari
Apabila sesak nafas
Lama pemberian dan
alasannya
Penggunaan jangka
panjang
Sampai gejala sesak nafas
hilang
2. MukolitikUraian Obat Pilihan Obat Alternatif
Nama Obat Ambroxol Bromhexin
BSO Generik : Ambroxol
BSO dan Kekuatan:
Tablet Ambroxol 30 mg,
sirup tiap 5 ml mengandung
15 mg.
Generik Branded : Ambril
BSO dan Kekuatan: tablet
30 mg, sirup tiap 5 ml
mengandung 15 mg
Generik : Bromhexin
BSO dan Kekuatan : tablet
Bromhexin 8 mg.
Generik Branded :
Bisolvon
BSO dan Kekuatan: Tablet
8 mg, eliksir tiap 5 ml
mengandung 4 mg, sirup
(rasa strawberry) tiap 5 ml
mengandung 4 mg, larutan
tiap 1 ml mengandung 2 mg,
ampul tiap 2 ml mengandung
4 mg.
BSO yang diberikan Tablet Tablet
Dosis Referensi Ambroxol 30 mg. sebanyak
3 kali sehari
Bromhexin 8 mg, sebanyak
3 kali sehari
Dosis untuk kasus
dan alasannya
Ambroxol 30 mg. Sesuai
dengan dosis referensi.
Bromhexin 8 mg. Sesuai
dengan dosis referensi.
Frekuensi pemberian
dan alasannya
3 kali sehari. Sesuai dengan
waktu paruh obat.
3 kali sehari. Sesuai dengan
waktu paruh obat.
Cara pemberian dan
alasanya
Oral. Tidak ada faktor yang
menghambat absorbsi.
Oral. Tidak ada gangguan
menelan.
Saat pemberian dan
alasannya
Saat makan, tidak
berpengaruh terhadap
absorpsi makanan
Saat makan, tidak
berpengaruh terhadap
absorpsi makanan
Lama pemberian dan
alasannya
Jika batuk berdahak Jika batuk berdahak
3. Antibiotik
No. Uraian Obat Pilihan Obat Alternatif
1. Nama Obat Amoksisilin Cefadroxil
2 BSO (generik, paten, kekuatan)
Generik : Amoksisilin
BSO : kapsul 250 mg
Paten : Amoxicillin Hexpharm
BSO : kapsul 500 mg
Generik : Cefadroxil
BSO : Kapsul 250 mg, Kapsul 500 mg
Paten : Cefat ®
BSO : kapsul 250, 500mg (8)
3. BSO yang diberikan dan alasannya
Tablet Kapsul
4. Dosis referensi 250-500 mg/8 jam (19) 500-1000 mg (9)
5. Dosis kasus 250 mg (8) 500 mg (8)
6. Frekuensi pemberian dan alasannya
3x/hari (2) 2x/hari (8)
7. Cara pemberian Per oral Per oral
8. Saat pemberian dan alasannya
Diminum saaat makan atau sebelum makan (16)
Bisa sebelum atau sesudah makan, karena absorbsinya tidak terganggu makanan dalam lambung (8)
9. Lama Pemberian dan alasannya
10 hari, agar didapatkan eradikasi maksimal dari Streptococcus -hemolyticus group A
10 hari, agar didapatkan eradikasi maksimal dari Streptococcus -hemolyticus group A
4. Antipiretik
No.
Uraian Obat Pilihan Obat Alternatif
1. Nama Obat Parasetamol Ibuprofen
2 BSO (generik, paten, kekuatan)
Generik : Parasetamol
BSO : tablet 500 mg
Paten : Progesic ®
BSO : Sirup 250 mg/5 ml; tablet 500 mg
Generik : Ibuprofen
BSO : tablet 200,400 mg
Paten : Artrifen ®
BSO : tablet 200,400 mg
Suspensi : 100mg/60ml
3. BSO yang diberikan
Tablet Tablet
4. Dosis referensi 0,5-1 g, 3-4x/hari (8) 200-400 mg, 4x/hari (9)
5. Dosis kasus 500 mg (8) 400 mg (9)
6. Frekuensi pemberian
3-4 x sehari (8) 4 x sehari (8,9)
7. Cara pemberian Per oral Per oral
8. Saat pemberian Sebelum makan Sesudah makan
9. Lama Pemberian dan alasannya
5 hari, karena obat simptomatik
5 hari, karena obat simptomatik
Dr. Ji al winSIP. 1234/80/2013
Rumah :Praktek :Jl. A. Yani Km. 7 No 29Apotek Kimia FarmaBanjarmasinJl. A Yani Km. 1 No 19 BanjarmasinTelp (0511) 7555857Telp (0511) 3303080Buka : Senin - Sabtu (17.00-22.00 WITA)Banjarmasin, 26Maret 2013R/ Atrovent inhalerLag No. II S q.d.d puff IV (o.6.h) R/ Amoxicillin cap 500 mgNo. XXX S t.d.d tab I ac (o.8.h) R/ Parasetamol tab 500 mgNo. XV S prn. t.d.d tab I. ac (febris)
R/ Ambroxol tab 30 mgNo. XV S prn. t.d.d tab I. dc (tussis)
Pro: TN NUmur/BB: 55 thnAlamat: Jl. Veteran No.3 Banjarmasin
Resep rasional
Dr. Ji al winSIP. 1234/80/2013
Rumah :Praktek :Jl. A. Yani Km. 7 No 29Apotek Kimia FarmaBanjarmasinJl. A Yani Km. 1 No 19 BanjarmasinTelp (0511) 7555857Telp (0511) 3303080Buka : Senin - Sabtu (17.00-22.00 WITA)Banjarmasin, 26Maret 2013R/ Ventolin inhalerLag No. II S prn q.d.d puff I (praestrangulo) R/ Cefat caps 500 mgNo. XX S b.d.d cap I ac (o.12.h) R/ Arthrifen tab 200 mgNo. XX S prn. q.d.d tab II. pc (febris)
R/ Bromhexin HCl tab 8 mgNo. XV S prn. t.d.d tab I. ac (tussis)
Pro: TN NUmur/BB: 55 thnAlamat: Jl. Veteran No.3 Banjarmasin
Resep rasional alternatif
Pengendalian Obat
Pengendalian obat dilakukan dengan memperhatikan dosis, lama pemberian, dan
efek samping obat yang diberikan. Bila efek samping timbul maka obat harus
segera dihentikan dan dapat diganti dengan obat lain. Penggunaan antibiotik harus
habis tidak boleh terputus untuk mencegah resistensi dan kekambuhan penyakit.
Setelah obat yang diberikan hampir habis sebaiknya penderita memeriksakan
kembali penyakitnya sehingga dokter dapat memutuskan apakah obat tersebut
diteruskan atau diganti dengan obat lain karena diagnosis Bronkitis kronik pada
orang dewasa sering terjadi keseringan kekambuhan . Kalau memang secara
klinis ada perbaikan setelah pengobatan
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Bronkitis kronis adalah suatu definisi klinis yaitu batuk-batuk hampir setiap
hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut
dalam satu tahunnya dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun.
Seseorang didiagnosis bronkitis kronis ketika mengalami batuk berdahak
selama paling sedikit tiga bulan selama dua tahun berturut-turut. Pada
bronkitis kronis mungkin saja seorang penderita mengalami bronkitis akut di
antara episode kronisnya, dan batuk mungkin saja hilang namun akan muncul
kembali
Pengobatan Bronkitis Kronik terbagi menjadi pengobatan konservatif,
pengelolaan pada keadaan khusus, pengobatan simptomatik dan pengobatan
pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Landia Setiawati, Makmuri M.S., Retno Asih S. 2006. Brokitis. Online: http://old.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-tlwx284.htm. Diakses pada 23/03/13
2. Knutson and Braun, 2002. Chronic Bronchitis. Am Fam Physician;65(10):2039-2045.
3. Batistha R. 2012. Bronkitis. Online: http://soft-ko.blogspot.com/2010/10/bronkitis.html. Diakses pada 23/03/13
4. Anonymous. 2010. Bronkitis Kronis. Online: http://cakmoki86.wordpress.com/2010/04/22/bronkitis-kronis/. Diakses pada 23/03/13
5. Cunha, J.P., 2012, Bronchitis, www.emedicinehealth.com, diakses tanggal 23/03/13
6. Setiawati,L., Makmuri M. S., dan Asih, 2006, Bronkitis, http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-tlwx284.htm, diakses tanggal 23/03/13
7. Rahmadani, R.Q., dan Marlina, R., 2011, Bronkitis Pada Anak, Akademi Kebidanan Sentral Padangsidimpuan, Sumatra
8. Harms, R.W., 2011, Bronchitis, www.mayoclinic.com, diakses tanggal 17 Maret 2012
9. Sutoyo, K.D., 2008, Bronkitis Kronis dan Lingkaran yang tak Berujung Pangkal (Vicious Circle), http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Jan09/File%20dr.%20Titi%20JRI.pdf, diakses tanggal 18 Maret 2012
10. Balter MS, Forge JL, Low DE, et.al. 2003. Canadian Guidelines for The Management of Acute Exacerbations of Chronic Bronchitis: Executive Summary. Canadian Respiratory Journal; 10(5):248-258
11. Yunus F. Penatalaksanaan batuk dalam praktek sehari-hari. CDK 1993; 84: 13-8.
12. Anonymous. Terapi obat : bromhexin (mucosolvan). CDK 1981; 24: 35-6.
13. Schroeder K, Fahey T. Systematic review of randomised controlled trials of over the counter cough medicines for acute cough in adults. BMJ 2002; 324(329): 1-6.
14. Poole PJ, Black PN. Oral mucolytic drugs for exacerbations of chronic reviewobstructive pulmonary disease: systematic. BMJ 2001; 322(1271): 1-6.
15. Rogers FD. Mucoactive agents for airway mucus hypersecretory diseases. Resp Care 2007; 52(9): 1176-97.
16. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. Pharmaceutical care untuk pasien penyakit infeksi saluran pernafasan. Departemen Kesehatan RI 2005; h.66-7
17. Braman SS. Chronic cough due to chronic bronchitis. Chest 2006; 129: 104-15.
18. Hardjasaputra SLP, Budipranoto G, Sembiring SU, Kamil I. Data obat di Indonesia. Ed 10. Jakarta: Grafidian Medipress, 2002.