MAKALAH PPKN
-
Upload
faisal-amri -
Category
Documents
-
view
2 -
download
0
description
Transcript of MAKALAH PPKN
MAKALAH
“Meningkatkan Pemahaman Moral Siswa SD Melalui Model
Value Clarification Tehnique (VCT) dalam Pembelajaran PPKn”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Pembelajaran PKn SD
Dosen : Fathurrohman, M.Pd
Disusun oleh :
Faisal Amri 12108241028
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN PENDIDIKAN PRA DAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan moral atau tingkah laku tidak lepas dari perjalanan
hidup manusia. Hal ini akan terus berubah seiring dengan perubahan yang
dihadapinya dalam kesehariannya. Sesuai dengan adanya perubahan
tersebut tantangan hidup semakin berat dan ringan. Akan tetapi jauh lebih
berat bila generasi muda tidak memiliki moral yang baik, Yang
dibutuhkan dalam hal ini ialah kewaspadaan dan setrategi dalam
mengarahkan mereka.
Di sekolah, menurut Rita, dkk (2008:149) seorang pendidik
memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan moral, karena
seorang pendidik dapat mengembangkan nilai-nilai moral kepada peserta
didiknya, dengan cara sebagai berikut:
a. Memperkenalkan nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat.
b. Mengembangkan rasa empati peserta didik, supaya mereka
lebih memperhatikan orang lain.
c. Membangkitkan perasaan bersalah.
d. Memperkuat kata hati.
e. Menciptakan komunikasi antara pendidik dengan peserta didik.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diperlukan adanya suatu
wahana yang tepat. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) merupakan mata
pelajaran yang identik dengan pembentukan sikap dan nilai moral. Oleh
karena itu, pembelajaran PKn sangat sesuai untuk mengembangkan nilai-
nilai moral kepada peserta didik.
Selain itu dalam PKn juga dikenal model pembelajaran VCT
(Value Clarification Technique/Teknik Pengungkapan Nilai). Model
pembelajaran VCT merupakan salah satu model pembelajaran
yang digunakan sebagai sarana pengungkapan suatu nilai
yang baik dan selanjutnya akan diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Salah satu teknik penyampaiannya yaitu dengan
melakukan suatu percontohan. percontohan dilakukan
dengan menggunakan media pembelajaran berpa cerita,
gambar atau foto. Penggunaan cerita, gambar atau foto
bertujuan untuk memudahkan siswa dalam memahami materi
yang abstrak.
Model pembelajaran VCT ini sangat cocok untuk
mengembangkan nilai-nilai moral pada siswa Sekolah dasar mengingat
karakteristik siswa SD yang masih berada pada tahap operasional
konkret sehingga nilai moral yang masih abstrak tersebut perlu untuk
divisualisasikan.
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas mengenai
cara untuk Meningkatkan Pemahaman Moral Siswa SD Melalui Model
Value Clarification Tehnique (VCT) dalam Pembelajaran PKn.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan moral ?
2. Bagaimana perkembangan moral siswa sekolah dasar ?
3. Bagaimana karakteristik siswa sekolah dasar ?
4. Bagaimana pendidikan kewarganegaraan di SD ?
5. Apa itu model Pembelajaran VCT ?
6. Bagaimana cara meningkatkan moral siswa SD melalui Model Value
Clarification Tehnique (VCT) Percontohan ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui makna dari Moral.
2. Untuk mengetahui perkembangan moral siswa sekolah dasar.
3. Untuk mengetahui karakteristik siswa sekolah dasar.
4. Untuk mengetahui pendidikan kewarganegaraan di sd.
5. Untuk mengetahui model pembelajaran VCT.
6. Untuk mengetahui cara meningkatkan moral siswa SD melalui Model
Value Clarification Tehnique (VCT) Permainan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Moral
Moral berasal dari bahasa latin “mores” yang berarti tata krama
atau kebiasaan. Wahab dan Sholehuddin (dalam Rita, dkk, 2008: 143)
menjelaskan bahwa pengertian moral mengacu pada baik buruk dan benar
salah yang berlaku di masyarakat secara luas. Kaelan (2010: 93) menjelaskan
bahwa moral merupakan suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan,
patokan-patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang
bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang
baik. Hera, dkk (2009:4.3) menjelaskan bahwa moral adalah aturan-aturan
bertingkah laku, dimana anggota masyarakat berperilaku sesuai dengan pola
perilaku yang diharapkan oleh masyarakat. Purwodarminto (dalam Rita, dkk,
2008: 143) mengatakan bahwa moral adalah ajaran tentang baik buruk,
perbuatan dan kelakuan akhlak, kewajiban dan sebagainya.
Berdasarkan dari beberapa pengertian moral di atas, dapat
disimpulkan bahwa moral adalah ajaran tentang baik buruk, benar salah,
akhlak, aturan yang harus dipatuhi dan sebagainya. Oleh karena itu, moral
merupakan kendali, kontrol dalam bersikap dan bertinhgkahlaku sesuai
dengan nilai-nilai kehidupan, yaitu norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat atau prinsip-prinsip hidup yang menjadi pegangan hidup
seseorang atau moral merupakan bagian penting yang sangat berhubungan
dengan perkembagan social dalam membuat keputusan dalam berperilaku.
B. Perkembangan Moral Siswa Sekolah Dasar
Perkembangan moralitas merupakan suatu hal yang penting bagi
perkembangan social dan kepribadian seseorang. Moralitas merupakan
sesuatu yang yang danggap baik yang seharusnya dilakukan dan tidak baik
atau tida pantas dilakukan.
Menurut Rita, dkk (2008: 144) terdapat beberapa teori yang
dikemukakan oleh para ahli yang berusaha menguraikan perkembangan
moral, yaitu:
1. Teori Perkembangan Moral Menurut Pendekatan Kognitif dari Piaget
Pendekatan kognitif menitik beratkan pada pengertian dan
pemahaman, maka Piaget mengemukakan jenis-jenis moral sebagai
berikut:
a. Pemahaman Moral Heteronom (2-7 tahun)
Anak pada periode ini, menilai tingkah laku baik buruk, benar
salah dilihat dari akibat bukan dari niatnya. Jadi walaupun niatnya
baik tetpi akibatnya jelek, maka perbuatan tersebut dianggap salah.
Mereka juga mengira jika suatu peraturan adalah mutlak, tidak dapat
diubah, ditentukan oleh penguasa, misalnya orang tua, guru, kepala
sekolah, walikota, dan penguasa lainnya. Pada periode ini anak
bertingkah laku baik dan benar untuk menjauhi hukuman, berarti tidak
berdasarkan kesadaran.
b. Pemahaman Moral Otonom (10 Tahun)
Pada periode ini anak-anak sudah mengetahui bahwa moral
ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama antara orang banyak dan
setiap individu dengan sadar tunduk kepada ketentuan yang telah
disepakati bersama tersebut. Anak juga mengerti kalau peraturan
dapat diubah sesuai dengan kepentingan dan kesepakatan bersama.
Anak berpendapat bahwa tujuan dari suatu peraturan adalah untuk
memelihara kepentingan bersama dan saling menghormati. Mengenai
hukuman anak berpendapat bahwa hanya individu yang melanggar
moral yang dapat dihukum, dan itupun harus ada saksinya. Mengenai
kejahatan anak , memandang dari niatnya atau maksudnya bukan
akibatnya. Hal ini berbeda dari pandangan anak yang masih dalam
pemahaman moral heteronom.
c. Periode Transisi (7 tahun-10 tahun)
Periode transisi merupakan peralihan dari pemahaman moral
heteronom dengan pemahaman moral otonom. Dalam periode ini
pandangan moral anak masih berubah-ubah. Mereka kadang masih
seperti anak pada periode pemahaman moral heteronom, kadang-
kadang sudah pada seperti anak pada periode pemahaman moral
otonom.
2. Teori Perkembangan Moral Ditinjau dari Teori Belajar
Teori ini menolak adanya sifat bawaan dalam perkembangan
moral, dan mengemukakan bahwa semua tingkah laku adalah tingkah
laku yang dipelajari. Menurut teori ini kata hati adalah suatu sistem
norma yang telah diinternalisasi, sehingga tingkah laku tidak karena
hadiah, hukuman atau penguat lain, melainkan sesuai dengan apa yang
seharusnya dilakukan.
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan moral antara lain adalah orang dewasa yang
simpatik, orang yang terkenal, tokoh masyarakat yang menjadi idolanya,
orang tua, pendidik, teman dan penalaran yang mendasarinya.
C. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Rita dkk (2008: 53-176) mengemukakan pembagian periode
perkembangan ke dalam lima periode perkembangan yang utama, yaitu: (1)
periode prenatal (janin dalam kandungan); (2) periode bayi; (3) periode anak
(awal dan akhir); (4) periode remaja (awal dan akhir); serta (5) periode
dewasa (awal/dini, madya, lanjut usia).
Selain pembagian periode perkembangan di atas, Piaget (dalam
Rita, dkk 2008: 35) menyebutkan bahwa perkembangan intelektual melalui
tahap-tahap berikut: (1) sensori motor (0-1,5 tahun); (2) pra-operasional (1,5-
6 tahun); (3) operasional konkret (6-12 tahun); dan operasional formal (12
tahun ke atas).
Berdasarkan teori tersebut, usia siswa SD termasuk ke dalam
periode anak akhir dan tahap operasional konkret. Permulaan masa anak akhir
ditandai dengan masuknya anak tersebut ke sekolah formal di SD kelas 1.
Pada tahap ini, siswa sudah dapat mengembangkan pikiran logis. Siswa dapat
mengikuti penalaran logis, walau kadang-kadang memecahkan masalah
secara “trial and error”. Selain itu, siswa masih membutuhkan visualisasi
dalam proses pembelajaran yang dilakukannya. Oleh karena itu, penggunaan
model pembelajaran VCT percontohan sangat cocok dengan karakteristik
siswa SD.
D. Pendidikan Kewarganegaraan di SD
Menurut Sunarso ,dkk (2008: 1) PKn didefinisikan sebagai salah satu
bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”.
Selain definisi di atas, mata pelajaran PKn juga mempunyai tujuan
dalam pelaksanaannya. Tujuan mata pelajaran PKn menurut Pusat Kurikulum
(dalam Sunarso,dkk, 2008: 11) adalah agar siswa memiliki kemampuan
sebagai berikut:
(1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
(2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, bertindak secara
cerdas dalam kegiataan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
serta antikorupsi.
(3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
(4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi.
Ruang lingkup materi pada mata pelajaran PKn menurut Wuri dan
Fathurrohman (2012: 9) meliputi beberapa aspek, yaitu: (1) persatuan dan
kesatuan bangsa, (2) norma, hukum, dan peraturan, (3) hak asasi manusia, (4)
kebutuhan warga negara, (5) konstitusi negara, (6) kekuasaan dan politik, (7)
Pancasila, dan (8) globalisasi.
E. Model Pembelajaran
Model pembelajaran dapat membantu siswa mendapatkan informasi,
ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Selain itu, model
pembelajaran juga berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.
Sa’dun (2013: 49) mengungkapkan bahwa model merupakan pola dalam
merancang pembelajaran, dapat juga didefinisikan sebagai langkah
pembelajaran, dan perangkatnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kata
kunci model pembelajaran di antaranya pola atau langkah proses
pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran merupakan suatu pola berisi langkah-langkah yang
dijadikan sebagai acuan sebelum melaksanakan proses pembelajaran.
Penggunaan model pembelajaran akan membantu guru dan siswa dalam
kelancaran proses pembelajaran, serta memperoleh hasil belajar yang optimal.
F. Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT)
Dalam mata pelajaran PKn, pembelajaran erat kaitannya dengan ranah
afektif. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu model pembelajaran afektif yang
erat kaitannya dengan nilai yang sulit diukur tersebut. Selain itu, penggunaan
model pembelajaran juga harus disesuaikan dengan karakteristik tujuan
pembelajaran, karakter butiran materi pelajaran, situasi dan lingkungan
belajar siswa, tingkat perkembangan dan kemampuan belajar siswa, waktu
yang tersedia dan kebutuhan siswa itu sendiri. Hal ini mengandung arti bahwa
ketika anda mengajar kelas rendah (kelas 1-3) alangkah baiknya jika
menggunakan metode yang berbeda dengan ketika anda mengajar di kelas
tinggi. Oleh karena tingkat perkembangan dan kemampuan siswa kelas
rendah berbeda dengan kelas tinggi.
Dalam pembelajaran PKn dikenal suatu model pembelajaran yaitu
model Value Clarification Technique (VCT). Suharno, dkk (2006: 69)
mengemukakan bahwa VCT merupakan metode menanamkan nilai (values)
dengan cara sedemikian rupa sehingga peserta didik memperoleh
kejelasan/kemantapan nilai.
Wuri dan Fathurrohman (2012: 46) menjelaskan bahwa model VCT
yng dapat digunakan dalam pembelajaran analisa dilema nilai cukup
bervariasi, diantaranya model VCT metode percontohan (example of the
examploritory behavior), VCT tingkat urutan (rank order), model VCT
klarifikasi nilai dengan kartu keyakinan (evidence card), VCT melalui teknik
wawancara (public interview), teknik yurisprudensi (jurisprudential
technique), VCT teknik inquiri nilai dengan pertanyan acak/random (value
inqury random questioning technique)
Metode atau model pembelajaran tersebut di atas dianggap sangat
cocok diterapkan dalam pembelajaran PKn karena mata pelajaran PKn
mengemban misi untuk membina nilai, moral, sikap dan perilaku siswa,
disamping membina kecerdasan (pengetahuan) siswa.
Menurut Kosasih ( dalam Udin, dkk, 2009: 5.45) VCT dianggap unggul
untuk pembelajaran afektif karena :
a. Mampu membina dan mempribadikan (Personilisasi) nilai moral.
b. Mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan nilai moral
yang disampaikan.
c. Mampu mengklarifikasikan dan menilai kualitas nilai moral diri
siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata.
d. Mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan
potensi diri siswa terutama potensi afektual.
e. Mampu memberikan pengalaman belajar berbagai kehidupan.
f. Mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi dan menyubversi
berbagai nilai moral naïf yang ada dalam sistem nilai dan moral
yang ada dalam diri seseorang.
g. Menuntun dan memotivasi hidup layak dan bermoral tinggi.
Lahirnya metode ini merupakan upaya untuk membina nilai-nilai yang
diyakini, sehubungan dengan timbulnya kekaburan nilai atau konflik nilai di
tengah-tengah kehidupan masyarakat.
G. Cara Meningkatkan Pemahaman Moral Siswa SD Melalui Model Value
Clarification Tehnique (VCT)
Dalam kaitannya untuk meningkatkan pemahaman moral siswa dalam
pembelajaran PKn, salah satu model pembelajaran yang dapat
dipertimbangkan adalah VCT percontohan untuk kelas rendah dan VCT
analisis nilai untuk kelas tinggi. Alasan model percontohan digunakan untuk
kelas rendah karena kita tahu bahwa karakteristik siswa kelas 1-3 SD masih
kesulitan untuk memahami hal-hal yang bersifat abstrak, seperti halnya
moral. Oleh karena itu, kajian materi yang abstrak tersebut perlu
divisualisasikan melalui contoh-contoh dalam bentuk foto, gambar atau
cerita.
Sebagai contoh, untuk menjelaskan tentang bagaimana cara menghargai
orang lain maka kita perlu unuk menampilkan contoh-contoh orang yang
menghormati/menghargai orang lain dan sekaligus member contoh
bagaimana cara menghormati dan menghargai orang lain. Selain itu, kita
dapat pula menampilkan contoh langsung orang yang selalu
menghargai/menghormati orang lain dan juga orang yang tidak menghargai
orang lain atau melalui cerita-cerita yang kontras nilai yang merupakan
realitas kehidupan di masyarakat.
Dalam pelaksanaanya, model percontohan (example provisory) tidak
berdiri sendiri , tetapi divariasi dngan metode lain, seperti ceramah dan Tanya
jawab nilai
Kosasih (dalam Udin, dkk, 2009: 5.47) menjelaskan langkah-langkah
pembelajaran dengan model VCT percontohan sebagai berikut:
a. Membuat/Mencari Media Stimulus
Berupa contoh keadaan/perbuatan yang memuat nilai-nilai kontras sesuai
dengan topic atau tema target pelajaran.
Media yang digunakan hendaknya mampu merangsang , mengundang
dan melibatkan potensi afektual siswa, ada dalam lingkungan kehidupan
siswa, serta memuat sejumlah nilai moral yang kontras.
Stimulus tersebut dapat berupa cerita, gambar, foto, film, dan sebagainya.
Untuk stimulus yang berupa cerita dapat kita kemukakan cerita atau dongeng
rakyat atau kejadian/perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai moral yang
berlaku di masyarakat, seperti main hakim sendiri, tabrak lari, anak durhaka,
lintah darat yang sering terjadi di lingkungan masyarakat. Yang perlu
diperhatikan adalah dalam cerita tersebut perlu mengandung dilemma atau
kontras nilai supaya sikap atau nilai moral yang dipilih siswa dilakukan
melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu dan terjadi proses dialog dalam
diri siswa. Cerita tersebut dapat kita buat sendiri atau menutip dari media
masa. Contoh cerita fiktif untuk stimulus:
TABRAK LARI
Suatu pagi Pak Joyo seorang tukang sayur yang biasa berkeliling di desa dukuh menyebrang jalan raya tanpa memperhatikan rambu-rambu lalu lintas, tiba-tiba muncul minibus dengan kecepatan tinggi dan menabrak tukang sayur tersebut. Kaki Pak Joyo tergilas kendaraan itu dan mengalami patah kaki. Supir mini bus yang bernama Joni sedang dalam keadaan mabuk melarikan diri tanpa memperhatikan Pak Joyo. Masyarakat yang kebetulan mengetahui kejadian tersebut mengejar Joni dan tertangkap sekitar 3 kilometer dari tempat kejadian. Kemudian, beberapa pemuda ramai-ramai memukuli Joni hingga pingsan dan baru berhenti setelah polisi datang untukmelindungi Joni dan kelompok pemuda itu kabur.Sedangkan Arif dan Iwan yang merupakan siswa salah satu sekolh di daerah itu member pertolongan kepada Pak Joyo dan membawanya ke pskesmas terdekat. Istri Pak Joyo yang sedang hamil tua datan ke puskesmas bebrapa menit setelah kejadian tersebut. Pak Joyo pun pasrah dan memaafkan kelalaian Joni.
Selain menggunakan cerita, stimulis juga dapat menggunakan gambar-
gambar atau foto yang sesuai atau tidak sesuai dengan nilai moral yang
berlaku di masyarakat seperti gambar/foto masyarakat yang sedang
membantu korban bencana alam, kerja bakti dan lainnya.
b. Kegiatan Pembelajaran
Pertama, guru melontarkan stimulusdengan cara membaca cerita atau
menampilkan foto/gambar.
Kedua, member kesempatan beberapa saat kepada siswa untuk berdialog
sendiri ata sesame teman sehubungan dengan stimulus tadi.
Ketiga, melaksanakan dialog terpimpin melalui pertanyaan guru, baik
secara individual, kelompok maupun klasikal.
Berdasarkan cerita diatas, anda dapat mengajukan pertanyaan berikut.
a) Bagaimana perasaan kalian terhadap kejadian tersebut?
b) Perbuatan apa yang dianggap tidak sesuai dengan moral yang ada
di masyarakat?
c) Perbuatan apa yang dianggap sesuai dengan moral yang ada di
masyarakat? dan sebagainya.
Pada saat siswa memberikan jawaban, hendaknya diberikan
penguatan secara hangat.
Keempat, fase menentukan argument dan klarifikasi pendirian.
Kelima, fase pembahasan/pembuktian argument.
Keenam, fase penyimpulan.
Melalui VCT model percontohan tersebut siswa dibimbing untuk
menemukan contoh-contoh dan memahami sikap dan perbuatan yang sesuai
dan tidak sesuai dengan nilai-nilai moral dan diajak untuk melaksanakan
perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai moral seperti menolong
sesame teman, menengok yang sakit, saling memaafkan dan sebagainya.
Kemudian untuk kelas tinggi dapat kita gunakan VCT analisis nilai.
Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melaksanakan model
analisis nilai sebagai berikut.
a. Persiapan
Pertama, menyusun satuan pembelajaran. Dalam hal ini dapat kita
ambil contoh kedisiplinan atau ketertiban.
Kedua, menetapkan bagian mana dari kedisiplinan yang akan disajikan
melalui Analisis Nilai.
Ketiga, menyusun scenario kegiatan.
Keempat, menyiapkan media stimulus.
Kelima, menyiapkan lembar kerja siswa yang berisi panduan terperinci
bagi siswa dalam ber VCT.
b. Pelaksanaan
Langakah VCT analisis nilai hampir sama dengan VCT percontohan.
Langkah –langkah tersebut sebagai berikut.
Pertama, setelah membuka pelajaran, guru menjelaskan kepada siswa bahwa
mereka akan ber-VCT.
Kedua, pelontaran/pembagian stimulus oleh guru.
Ketiga, guru memperhatikan aksi dan reaksi spontan siswa terhadap stimulus
tersebut.
Keempat, melaksanakan dialog terpimpin melalui pertanyaan guru, baik
secara individual, kelompok maupun klasikal.
Contoh pertanyaan yang diajukan sebagai berikut.
a) Bagaimana perasaan kalian menyimak cerita tersebut?
b) Coba kalian buat judul cerita tersebut kalau perlu silakan berunding
dengan temanmu!
c) Menurut kalian bagaimana Joni itu?
d) Perbuatan apa saja yang dianggap tidak sesuai dengan moral yang
dilakukan oleh Joni, Tukang sayur, dan kelompok pemuda?
e) Perbuatan apa yang dianggap baik dari tukan g sayur,Arif dan Iwan
serta polisi?
f) Mengapa hal itu dianggap baik?
Kelima, fase menentukan argument dan klarifikasi pendirian (melalui
pertanyaan dan dialog guru)
Misalnya, guru bertanya berikut.
a) Apa yang akan anda lakukan terhadap kelompok pemuda jika kalian
adik Joni?
b) Apa yang akan kalian lakukan jika kalian sebagai anak tukan sayur
tersebut?
c) Apa yang akan kalian lakukan jika Joni kakakmu?
Keenam, fase pembahasan/pembuktianargumen.
Ketujuh, fase penyimpulan.
Melalui model pembelajaran VCT Analisis Nilai tersebut, anda akan
mudah mengungkapkan sikap, nilai, dan moral siswa terhadap suatu kasus yang
anda sajikan.
Untuk masalah evaluasi, dalam model pembelajaran VCT ini dapat
dilakukan dengan evaluasi proses dan evaluasi hasil belajar. Dalam evaluasi
proses belajar dapat menggunakan pengamatan terhadap aktivitas, sikap dan
pendapat siswa ketika berdialog. Untuk menilai hasil belajar bisa menggunakan
alat tes dan non-tes seperti skala sikap dan pengamatan.
Dengan menggunakan model pembelajaran VCT baik itu
Percontohan maupun Analisis nilai akan mampu untuk meningkatkan
pemahaman siswa terhadap nilai moral mengingat VCT mampu untuk
memvisualisasikan hal yang abstrak seperti moral melalui contoh-contoh
dalam bentuk cerita, gambar atau foto sehingga siswa sd yang kita tahu masih
pada tahap operasional konkrit dan masih akan kesulitan untuk memahami
hal-hal yang bersifat abstrak akan lebih mudah untuk memahami nilai-nilai
moral tersebut sehingga peserta didik memperoleh kejelasan/kemantapan
nilai.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemahaman mengenai nilai-nilai moral sangat dibutuhkan oleh siswa
untuk bekal hidup di tenggah-tengah masyarakat. Untuk itu, maka diperlukan
adanya suatu wahana yang tepat untuk memberikan pemahaman kepada siswa
mengenai moral tersebut. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) merupakan
mata pelajaran yang identik dengan pembentukan sikap dan nilai moral
sehingga sangat sesuai untuk mengembangkan nilai-nilai moral kepada peserta
didik. Selain itu, dalam PKn juga dikenal model pembelajaran VCT (Value
Clarification Technique/Teknik Pengungkapan Nilai) yang sangat cocok untuk
mengembangkan nilai-nilai moral pada siswa Sekolah dasar mengingat
karakteristik siswa SD yang masih berada pada tahap operasional
konkret sehingga nilai moral yang masih abstrak tersebut perlu untuk
divisualisasikan. Terdapat dua jenis model VCT yaitu model Vct percontohan
dan VCT Analisis Nilai
Melalui VCT model percontohan tersebut siswa dibimbing untuk
menemukan contoh-contoh dan memahami sikap dan perbuatan yang sesuai
dan tidak sesuai dengan nilai-nilai moral dan diajak untuk melaksanakan,
sedangkan untuk VCT Analisis Nilai siswa mengungkapkan sikap, nilai, dan
moral siswa terhadap suatu kasus yang anda sajikan.
B. SARAN
Dalam memahamkan moral kepada siswa diperlukan penerapan dan
pengawasan baik dari pihak sekolah, keluarga, ataupun masyarakat. kerjasama
yang baik diantara ketiganya akan membantu siswa untuk menerapkan nilai-
nilai moral yang sesuai dengan yang ada di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Hera, dkk. (2009). Pendidikan Anak di SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Kaelan. (2010). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma
Rita, dkk. (2008). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press
Sa’dun. (2013). Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya
Suharno, dkk. (2006). PKn di Sd. Yogyakarta: Univrsitas Negeri Yogyakarta
Sunarso ,dkk. (2008). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: UNY Press
Udin, dkk. (2009). Materi dan Pembelajaran PKn SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Wuri dan Fathurrohman. (2012). Pembelajaramn Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Ombak