makalah pendidikan anti korupsi 1. mata kuliah etika bisnis dan profesi

14
BAB I PENDAHULUAN Dalam konteks perjalanan bangsa Indonesia, persoalan korupsi memang telah mengakar dan membudaya. Bahkan dikalangan mayoritas pejabat publik, tak jarang yang menganggap korupsi sebagai sesuatu yang “lumrah dan Wajar“. Ibarat candu, korupsi telah menjadi barang bergengsi, yang jika tidak dilakukan, maka akan membuat “stress” para penikmatnya. Korupsi berawal dari proses pembiasaan, akhirnya menjadi kebiasaan dan berujung kepada sesuatu yang sudah terbiasa untuk dikerjakan oleh pejabat-pejabat Negara. Tak urung kemudian, banyak masyarakat yang begitu pesimis dan putus asa terhadap upaya penegakan hukum untuk menumpas koruptor di Negara kita. Jika dikatakan telah membudaya dalam kehidupan, lantas darimana awal praktek korupsi ini muncul dan berkembang?, bagaimana penegakan hukum dan pemberantasannya?.

description

makalah pendidikan anti korupsi 1. mata kuliah etika bisnis dan profesi

Transcript of makalah pendidikan anti korupsi 1. mata kuliah etika bisnis dan profesi

BAB IPENDAHULUANDalam konteks perjalanan bangsa Indonesia, persoalan korupsi memang telah mengakar dan membudaya. Bahkan dikalangan mayoritas pejabat publik, tak jarang yang menganggap korupsi sebagai sesuatu yang lumrah dan Wajar. Ibarat candu, korupsi telah menjadi barang bergengsi, yang jika tidak dilakukan, maka akan membuat stress para penikmatnya. Korupsi berawal dari proses pembiasaan, akhirnya menjadi kebiasaan dan berujung kepada sesuatu yang sudah terbiasa untuk dikerjakan oleh pejabat-pejabat Negara. Tak urung kemudian, banyak masyarakat yang begitu pesimis dan putus asa terhadap upaya penegakan hukum untuk menumpas koruptor di Negara kita. Jika dikatakan telah membudaya dalam kehidupan, lantas darimana awal praktek korupsi ini muncul dan berkembang?, bagaimana penegakan hukum dan pemberantasannya?.

BAB IIPEMBAHASANPengertian KorupsiKorupsi(bahasa Latin:corruptiodari kata kerjacorrumpereyang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) atau rasuahadalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Dari sudut pandang Umum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: Tidak takutpadaTuhandan tidak menganggap adanyaTuhan Kenikmatan hanya didunia dengan sering menganiaya RAKYAT DAN MEMPERBUDAKNYA Menganggap Rakyat adalahBABUyg harus setor uang dan memenuhi kebutuhanya Karna sudah membuat hukum dan melangarnya Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan), karna tidak ada orang yang tahu (karna dia bukan orang) penggelapan dalam jabatan,mbahe maling anak e celeng pemerasan dalam jabatan,icek-icek seng kuat koyok lintah darat ikut serta dalam pengadaan (nggadakno seng ganok lek wes ono disengetno), dan menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalahkleptokrasi, yang arti harafiahnyapemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika,pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.Bentuk-bentuk KorupsiAdapun bentuk-bentuk korupsi yang sudah lazim dilakukan di lingkungan instansi pemerintah pusat maupun daerah, BUMN dan BUMD serta yang bekerjasama dengan pihak ketiga adalah sebagai berikut : Transaksi luar negeri illegal, dan penyelundupan. Menggelapkan barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah, menipu dan mencuri. Jual beli jabatan, promosi nepotisme dan suap promosi. Menggunakan uang yang tidak tepat, memalsukan dokumen dan menggelapkan uang, mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan pajak, dan menyalahgunakan keuangan. Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah mencurangi dan memperdaya serta memeras. Mengabaikan keadilan, memberi kesaksian palsu menahan secara tidak sah dan menjebak. Jual beli tuntutan hukuman, vonis dan surat keputusan. Tidak menjalankan tugas, desersi. Menyuap, menyogok, memeras, mengutip pungutan secara tidak sah dan meminta komisi. Jual beli obyek pemeriksaan, menjual temuan, memperhalus dan mengaburkan temuan. Menggunakan informasi internal dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi dan membuat laporan palsu. Menjual tanpa izin jabatan pemerintah, barang milik pemerintah, dan surat izin pemerintah. Manipulasi peraturan, meminjamkan uang negara secara pribadi. Menghindari pajak, meraih laba secara berlebihan. Menjual pengaruh, menawarkan jasa perantara, konflik kepentingan. Menerima hadiah uang jasa, uang pelicin dan hiburan, perjalanan yang tidak pada tempatnya. Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap. Perkoncoan, menutupi kejahatan. Memata-matai secara tidak sah, menyalahgunakan telekomunikasi dan pos untuk kepentingan pribadi. Menyalahgunakan stempel dan kertas surat kantor, rumah jabatan dan hak istimewa jabatan. Memperbesar pendapatan resmi yang illegal. Pimpinan penyelenggara negara yang meminta fasilitas yang berlebihan.Faktor penyebab korupsiKorupsi dapat terjadi jika adanya kekuasaan monopoli kekuasaan yang dipegang oleh seseorang dan orang tersebut memiliki kemerdekaan bertindak atau wewenang yang berlebihan, tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas. Berdasarkan rumusan ini, dapat diasumsikan juga bahwa semakin besar kekuasaan serta kewenangan yang luas dan semakin rendah kewajiban pertanggungjawaban dari suatu institusi/person, otomatis potensi korupsi yang dimiliki akan semakin tinggi.Singh (1974), dalam penelitiannya menemukan beberapa sebab terjadinya praktek korupsi, yakni: kelemahan moral, tekanan ekonomi, hambatan struktur administrasi, hambatan struktur sosial. Kartono (1983), menegaskan bahwa terjadi korupsi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman.Di sisi lain Ainan (1982) menyebutkan beberapa sebab terjadinya korupsi, yaitu: Pertma, Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna. Kedua, Administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes. Ketiga, Tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang dari pejabat pemerintah dengan upeti atau suap. Keempat, Dimana berbagai macam korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan dengan moral, sehingga orang berlomba untuk korupsi. Kelima, Manakala orang tidak menghargai aturan-aturan resmi dan tujuan organisasi pemerintah. Korupsi ada karena:1. Faktor eksternal: Kesempatan: Biasanya oleh pemilik kekuasaan, pelaku pelaksana peraturan/UU, pengatur/pengelola kebijakan. Kebutuhan: Biasanya oleh masyarakat pengguna UU, kebijakan, peraturan, persyaratan.2. Faktor internal: Moralitas, Tuntutan HidupDua faktor diatas terjadi dalam hubungan imbal balik Demand and Supply. Kalau ada permintaan maka akan ada supply, begitulah terjadinya. Demand sampai kapanpun selalu ada, sedangkan supply bisa diberikan atau tidak. Jadi, kesimpulannya ujung pangkal terjadinya korupsi adalah disebabkan kerendahan moral dan tidak kuatnya iman pemilik kesempatan, pembuat kebijakan, pengelola dan pelaksana peraturan. Dampak masif korupsia. Dampak Korupsi terhadap EkonomiKorupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enermous destruction effects) terhadap orang miskin, dengan dua dampak yang saling bertaut satu sama lain. Pertama, dampak langsung yang dirasakan oleh orang miskin yakni semakin mahalnya harga jasa berbagai pelayanan publik, rendahnya kualitas pelayanan, dan juga sering terjadinya pembatasan akses terhadap berbagai pelayanan vital seperti air, kesehatan, dan pendidikan. Kedua, dampak tidak langsung terhadap orang miskin yakni pengalihan sumber daya milik publik untuk kepentingan pribadi dan kelompok, yang seharusnya diperuntukkan guna kemajuan sektor sosial dan orang miskin, melalui pembatasan pembangunan. Dampak yang tidak langsung ini umumnya memiliki pengaruh atas langgengnya sebuah kemiskinan.Secara sederhana penduduk miskin di wilayah Indonesia dapat dikategorikan dalam dua kategori, yakni :1. Kemiskinan kronis (chronic poverty) atau kemiskinan struktural yang bersifat terus menerus.2. Kemiskinan sementara (transient poverty), yaitu kemiskinan yang indikasinya adalah menurunnya pendapatan (income) masyarakat untuk sementara waktu akibat perubahan yang terjadi, semisal terjadinya krisis moneter.Mengingat adanya kemiskinan struktural, maka adalah naif jika kita beranggapan bahwa virus kemiskinan yang menjangkit di tubuh masyarakat adalah buah dari budaya malas dan etos kerja yang rendah (culture of poverty). William Ryan, seorang sosiolog ahli kemiskinan, menyatakan bahwa kemiskinan bukanlah akibat dari berkurangnya semangat wiraswasta, tidak memiliki hasrat berprestasi, fatalis. Pendekatan ini dapat disebut sebagaiblaming the victim(menyalahkan korban).Pada tahun 2000-2001,the Partnership for Governanve Reform in Indonesiaandthe World Banktelah melaksanakan proyekCorruption and the Porr.Proyek ini memotret wilayah permukiman kumuh di Makassar, Yogyakarta, dan Jakarta. Tujuannya ingin menjelaskan bagaimana korupsi mempengaruhi kemiskinan kota. Dengan mengaplikasikan suatu metodethe Participatory Corruption assessment(PCA), di setiap lokasi penelitian, tim proyek melakukan diskusi bersama 30-40 orang miskin mengenai pengalaman mereka bersentuhan dengan korupsi. Kegiatan ini juga diikuti dengan wawancara perseorangan secara mendalam untuk mengetahui dimana dan bagaimana korupsi memiliki pengaruh atas diri mereka.Sebuah wawasan dan pemahaman yang holistik tentang pengaruh korupsi terhadap kehidupan sosial orang miskin pun didapat. Para partisipan program PCA ini mengidentifikasi empat risiko tinggi korupsi, yakni :1. Ongkos finansial (financial cost)Korupsi telah menggerogotibudgetketat yang tersedia dan meletakkan beban yang lebih berat ke pundak orang miskin dibandingkan dengan si kaya.2. Modal manusia (human capital)Korupsi merintangi akses pada efektivitas jasa pelayanan sosial termasuk sekolah, pelayanan kesehatan, skema subsidi makanan, pengumpulan sampah, yang kesemuanya berpengaruh pada kesehatan orang miskin dan keahliannya.3. Kehancuran moral (moral decay)Korupsi merupakan pengingkaran dan pelanggaran atas hukum yang berlaku (the rule law) untuk meneguhkan suatu budaya korupsi (culture of corruption)4. Hancurnya modal sosial (loss of social capital)Korupsi mengikis kepercayaan dan memberangus hubungan serta memporakporandakan kohesifitas komunitas.b. Dampak Sosial dan kemiskinan masyarakatKorupsi, tidak diragukan, menyuburkan berbagai jenis kejahatan dalam masyarakat. Menurut Alatas, melalui praktik korupsi, sindikat kejahatan atau penjahat perseorangan dapat leluasa melanggar hukum, menyusupi berbagai oraganisasi negara dan mencapai kehormatan. Di India, para penyelundup yang populer sukses menyusup ke dalam tubuh partai dan memangku jabatan penting. Bahkan, di Amerika Serikat, melalui suap, polisi korup menyediakan proteksi kepada organisasi-organisasi kejahatan dengan pemerintahan yang korup. Semakin tinggi tingkat korupsi, semakin besar pula kejahatan.Menurut Transparensy International, terdapat pertalian erat antara jumlah korupsi dan jumlah kejahatan. Rasionalnya, ketika angka korupsi meningkat, maka angka kejahatan yang terjadi juga meningkat. Sebaliknya, ketika angka korupsi berhasil dikurangi, maka kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum (law enforcement) juga meningkat. Jadi bisa dikatakan, mengurangi korupsi dapat juga (secara tidak langsung) mengurangi kejahatan lain dalam masyarakat.Soerjono Soekanto menyatakan bahwa penegakan hukum di suatu negara selain tergantung dari hukum itu sendiri, profesionalisme aparat, sarana dan prasarana, juga tergantung pada kesadaran hukum masyarakat. Memang secara ideal, angka kejahatan akan berkurang jika timbul kesadaran masyarakat (marginal detterence). Kondisi ini hanya terwujud jika tingkat kesadaran hukum dan kesejahteraan masyarakat sudah memadai.c. Dampak terhadap politik dan DemokrasiNegara kita sering disebutbureaucratic polity. Birokrasi pemerintah merupakan sebuah kekuatan besar yang sangat berpengaruh terhadap sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Selain itu, birokrasi pemerintah juga merupakan garda depan yang berhubungan dengan pelayanan umum kepada masyarakat. Namun di sisi lain, birokrasi sebagai pelaku roda pemerintahan merupakan kelompok yang rentan terhadap jerat korupsi.Korupsi melemahkan birokrasi sebagai tulang punggung negara. Sudah menjadi rahasia umum bahwa birokrasi di tanah air seolah menjunjung tinggi pameo jika bisa dibuat sulit, mengapa harus dipermudah. Semakin tidak efisien birokrasi bekerja, semakin besar pembiayaan tidak sah atas institusi negara ini. Sikap masa bodoh birokrat pun akan melahirkan berbagai masalah yang tidak terhitung banyaknya. Singkatnya, korupsi menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh di dalam birokrasi.Korupsi dalam birokrasi dapat dikategorikan dalam dua kecenderungan umum : yang menjangkiti masyarakat dan yang dilakukan di kalangan mereka sendiri. Korupsi tidak saja terbatas pada transaksi yang korup yang dilakukan dengan sengaja oleh dua pihak atau lebih, melainkan juga meliputi berbagai akibat dari perilaku yang korup,homo venalis.Transparency International (TI), sebagai lembaga internasional yang bergerak dalam upaya antikorupsi, membagi kegiatan korupsi di sektor publik ke dalam dua jenis, yaitu :Korupsi administrative, Secara administratif, korupsi bisa dilakukan sesuai dengan hukum, yaitu meminta imbalan atas pekerjaan yang seharusnya memang dilakukan, serta korupsi yang bertentangan dengan hukum yaitu meminta imbalan uang untuk melakukan pekerjaan yang sebenarnya dilarang untuk dilakukan. Di tanah air, jenis korupsi administratif berwujud uang pelicin dalam mengurus berbagai surat-surat, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Ijin Mengemudi (SIM), akte lahir, dan paspor agar prosesnya lebih cepat. Padahal, seharusnya tanpa uang pelicin surat-surat ini memang harus diproses dengan cepat.Korupsi politik jenis korupsi politik muncul dalam bentuk uang damai. Misalnya, uang yang diberikan dalam kasus pelanggaran lalu lintas agar si pelanggar tidak perlu ke pengadilan. Manajemen kerja birokrasi yang efisien sungguh merupakan barang yang langka di tanah air. Menurut HS. Dillon, birokrasi hanya dapat digerakkan oleh politikus yang berkeahlian dalam bidangnya. Bukan sekedar pejabat yang direkrut dari kalangan profesi atau akademikus tanpa pengalaman dan pemahaman tentang kerumitan birokrasi.d. Dampak terhadap briokrasi PemerintahanKorupsi, tidak diragukan, menciptakan dampak negatif terhadap kinerja suatu sistem politik atau pemerintahan. Pertama, korupsi mengganggu kinerja sistem politik yang berlaku. Pada dasarnya, isu korupsi lebih sering bersifat personal. Namun, dalam manifestasinya yang lebih luas, dampak korupsi tidak saja bersifat personal, melainkan juga dapat mencoreng kredibilitas organisasi tempat si koruptor bekerja. Pada tataran tertentu, imbasnya dapat bersifat sosial. Korupsi yang berdampak sosial sering bersifat samar, dibandingkan dengan dampak korupsi terhadap organisasi yang lebih nyata.Kedua, publik cenderung meragukan citra dan kredibilitas suatu lembaga yang diduga terkait dengan tindak korupsi. Ketiga, lembaga politik diperalat untuk menopang terwujudnya berbagai kepentingan pribadi dan kelompok. Ini mengandung arti bahwa lembaga politik telah dikorupsi untuk kepentingan yang sempit (vested interest). Sering terdengar tuduhan umum dari kalangan anti-neoliberalis bahwa lembaga multinasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), IF, dan Bank Dunia adalah perpanjangan kepentingan kaum kapitalis dan para hegemoni global yang ingin mencaplok politik dunia di satu tangan raksasa. Tuduhan seperti ini sangat mungkin menimpa pejabat publik yang memperalat suatu lembaga politik untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Dalam kasus seperti ini, kehadiran masyarkat sipil yang berdaya dan supremasi hukum yang kuat dapat meminimalisir terjadinya praktik korupsi yang merajalela di masyarakat.Sementara itu, dampak korupsi yang menghambat berjalannya fungsi pemerintah, sebagai pengampu kebijakan negara, dapat dijelaskan sebagai berikut :1. Korupsi menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi,2. Korupsi menghambat negara melakukan pemerataan akses dan aset,3. Korupsi juga memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan politik.Dengan demikian, suatu pemerintahan yang terlanda wabah korupsi akan mengabaikan tuntutan pemerintahan yang layak. Menurut Wang An Shih, koruptor sering mengabaikan kewajibannya oleh karena perhatiannya tergerus untuk kegiatan korupsi semata-mata. Hal ini dapat mencapai titik yang membuat orang tersebut kehilangan sensitifitasnya dan akhirnya menimbulkan bencana bagi rakyat.e. Dampak terhadap kerusakan lingkunganKorupsi yang merajalela di lingkungan pemerintah akan menurunkan kredibilitas pemerintah yang berkuasa. Ia meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap berbagai tindakan pemerintah. Jika suatu pemerintah tidak lagi mampu memberi pelayanan terbaik bagi warganya, maka rasa hormat rakyat dengan sendirinya akan luntur. Jika pemerintahan justru memakmurkan praktik korupsi, maka lenyap pula unsur hormat dantrust(kepercayaan) masyarakat kepada pemerintahan.Karenanya, praktik korupsi yang kronis menimbulkan demoralisasi di kalangan masyarakat. Korupsi yang menjangkiti kalangan elit turut memaksa masyarakat menganut berbagai praktik di bawah meja demi mempertahankan diri. Mereka pun terpaksa melakukan korupsi agar mendapat bagian yang wajar, bukan untuk mencapai berbagai keuntungan luar biasa. Inilah lingkaran setan yang klasik. Singkatnya, demoralisasi terhadap perilaku koruptif kalangan elit pemerintah, juga sering menyuburkan perilaku koruptif di kalangan masyarakat.Aspek demoralisasi juga mempengaruhi lembaga internasional dalam menetapkan kebijakan untuk membantu negara-negara berkembang. Lembaga internasional menolak membantu negara-negara yang korup. Sementara pada gradasi tertentu, praktik korupsi akan memunculkan antipati dan mendorong sumber-sumber resistensi yang luar biasa di kalangan warga masyarakat. Akibatnya kemudian adalah terjadinya delegitimasi aparat dan lembaga pemerintahan, oleh karena mereka dianggap warga masyarakat tidak kredibel. Menurut Sun Yan Said, korupsi menimbulkan demoralisasi, keresahan sosial, dan keterasingan politik.