Makalah PBL Blok 13

download Makalah PBL Blok 13

of 9

description

pbl blok 13

Transcript of Makalah PBL Blok 13

Makalah PBL Blok 13Masalah Psikososial pada Remaja

Oleh:Raymond Edwin Lubis10.2010.142Kelompok: B3 16 Januari 2012

Fakultas KedokteranUniversitas Kristen Krida Wacana

Jalan Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barate-mail: [email protected] PendahuluanMasa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan baru termasuk mengekspresikan perasaan seksual. Pada awal masa remaja, tercakup seksusal pada remaja seperti tuntutan sosial dan pendidikan. Begitu meninggalkan masa kanak-kanak, remaja mengalami kebebasan, autonomi dan pilihan dibandingkan saat mereka masih membutuhkan pemeliharaan khusus, perlindungan dan bimbingan. Tanpa keikutsertaan orang tua dan orang dewasa lainnya secara terus menerus dalam memberikan petunjuk bagi keselamatan mereka remaja dapat terlibat pada resiko terperangkap dalam tindakan oleh mereka sendiri atau oleh orang lain.

Teori Perkembangan1,5Di bawah ini akan dibahas singkat beberapa teori perkembangan: kognitif moral, psikososial dan kepercayaan.Anggapan-anggapan penting dalam semua teori perkembangan ialah: Bila individu berkembang melewati tahap-tahap perkembangan, maka terjadi perubahan-perubahan dasar dalam struktur respons, yaitu dalam bentuk, pola dan organisasi. Perkembagan merupakan hasil proses interaksi antara struktur respons, organisme dan lingkungan. Perkembangan mengarah kepada terciptanya keseimbangan yang semakin besar dalam interaksi antara organisme dan lingkungan.Jean Piaget meneliti selama 50 tahun perkembangan struktural-kognitif dan perkembangan pertimbangan moral pada anak-anak. Ia mengemukakan beberapa tahap perkembangan sebagai berikut:1. Tahap sensorimotor (0-2 tahun). Anak mulai belajar melalui observasi sensorik dan mulai mengendalikan fungsi motoriknya melalui berbagai aktivitas. Ia mulai dapat membedakan dirinya dengan dunia luar. Pada kira-kira umur 18 bulan ia mulai dapat membentuk simbol-simbol mental; biarpun objek tidak ada, ia dapat membayangkannya. Perkembangan moral pada umur ini berada pada tahap amoral. Anak tidak mempunyai moralitas sama sekali.2. Tahap pemikiran praoperasional (tahap intusional; 2-7 tahun). Secara intelektual anak makin lama makin mahir berbahasa. Pemikiran masih pada tahap intuisi, ia belum dapat menalar (reasoning), belum dapat melihat sebab dan akibat. Perkembangan moral pada umur ini biasanya berada pada tahap egosentris. Anak tidak dapat mengajukan pertimbangan moral, ia mengubah peraturan sesuai kepentingannya dan bereaksi secara instingtif terhadap lingkungan.3. Tahap operasional konkret (tahap operasional; 7-12 tahun). Anak mulai bertindak dalam dunia yang mempunyai benda-benda dan perisitwa-peristiwa yang konkret, nyata dan dapat diamati. Ada penalaran yang terbatas, ia mulai menempatkan hal-hal secara berurutan menurut besar dan bentuk dan mengelompokkan barang-barang sesuai ciri-ciri khas yang sama. Ia belum dapat menghadapi dan mengatur masa depan. Perkembangan moral biasanya berada pada tahap heteronomi, yaitu penerimaan total moralitas yang dipaksakan oleh orang lain (orang tua, pengasuh, guru atau orang dewasa lain).4. Tahap operasional formal (di atas 12 tahun). Ciri khas pada perkembangan kognitif dalam tahap ini adalah bahwa anak mulai mampu berpikir abstrak, menalar secara deduktif dan memahami konsep-konsep (berpikir secara hipotetikdeduktif). Bahasanya sudah bagus, mengikuti aturan tata bahasa. Berpikir abstrak dinyatakan dalam minatnya terhadap filsafat, agama, etika dan politik.Perkembangan moral pada umur ini biasanya terlihat pada tahap autonomi, yaitu moralitas kerja sama yang diinternalisasi, yang sudah diterima dan menjadi bagian dari dirinya.Kemudian Lawrence Kohlberg dengan mengabaikan tahap amoral (0-2 tahun) mengemukakan 3 tingkat dari 6 tahap perkembangan moral, yaitu:1. Tingkat prakovensional. Pada tingkat ini anak sangat dipengaruhi oleh penilaian orang dewasa atau orang yang lebih kuat dan berkuasa daripada dirinya. Penilaian baik-jahat atau benar-salah dilihat dari sudut akibat fisik atau dari sudut enak-tidaknya akibat (hukuman, ganjaran, dimarahi, disenangi), atau dari sudut ada tidaknya orang yang berkuasa. Dikemukakan dua tahap dalam tingkat ini. Tahap 1: Orientasi hukuman, tanpa mempersoalkannya; bukan atas dasar hormat pada peraturan moral yang mendasarinya dan yang didukung oleh hukum dan otoritas, seperti pada tahap 4. Akibat fisik dari tindakannya menentukan baik-jahat atau benar-salah tindakan itu, apa pun arti atau nilai akibat itu bagi manusia. Tahap 2: Orientasi relativis instrumental. Tindakan benar merupakan alat atau sarana untuk dapat memenuhi kebutuhan sendiri atau kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antarmanusia ibarat hubungan di pasar dengan terdapatnya unsur-unsur kewajaran (fair), timbal-balik dan persamaan pembagian yang ditafsirkan secara pragmatis. Hal ini digambarkan dengan kata-kata: Jika anda menggaruk punggungku, aku akan menggaruk punggungmu, dan buka atas dasar kesetiaan, cinta kasih atau keadilan.2. Tingkat kovensional. Orang pada tingkat ini berusaha memenuhi harapan-harapan keluarga, kelompok atau bangsa karena dianggap sesuatu yang berharga bagi dirinya sendiri, tidak peduli apa akibatnya yang langsung dan yang kelihatan. Orang dalam tingkat ini ingin setia kawan, ingin menjaga, menjaga, menunjang dan membenarkan ketertiban. Ada keinginan juga untuk mengidentifikasikan diri dengan orang-orang tertentu atau dengan kelompoknya. Dua tahap dalam tingkat ini adalah: Tahap 3: Orientasi masuk kelompok anak baik, anak manis. Perilaku yang baik adalah yang dianggap lazim, umum. Orang pada tahap ini ingin menyesuaikan diri dengan anggapan umum tentang baik-jahat dan benar-salah. Ia berusaha bertindak sebagai anak manis agar diterima oleh lingkungannya. Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan atau yang membantu orang lain dan mendapat persetujuan dari mereka. Tindakan sering dinilai menurut niatnya. Maksudnya baik untuk pertama kalinya menjadi penting. Tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban. Orang pada tahap ini berusaha mematuhi peraturan dan hukum yang telah disetujui bersama dan sudah pasti serta menjaga ketertiban, sebab ia tahu bahwa masyarakat akan kacau bila tidak demikian. Tindakan yang baik adalah melakukan kewajiban, menunjukkan rasa hormat pada otoritas dan memelihara ketertiban sosial. 3. Tingkat pascakonvensional. Orang pada tahap ini berusaha untuk mengartikan nilai-nilai serta prinsip-prinsip yang kokoh dan dapat dilaksanakan, tidak terikat dan lepas dari otoritas kelompok atau orang yang berkuasa serta terlepas juga dari apakah orang yang bersangkutan itu termasuk kelompoknya atau tidak. Dua tahap dalam tingkat ini adalah: Tahap 5: Orientasi kontrak sosial legalistis. Tindakan yang baik diartikan dari segi hak individual yang umum dan dari patokan yang sudah dikaji dengan kritis dan disetujui oleh seluruh masyarakat. Biasanya ada tekanan utilitiaris (mementingkan kegunaannya). Orang pada tahap ini sadar bahwa nilai dan pendapat pribadi itu relatif, karena itu perlu ada peraturan prosedural untuk mencapai kesepakatan. Akan tetapi di samping apa merupakan nilai-nilai dan pendapat pribadi. Karena itu ditekankan pada hukum dapat diubah bila ada rasa rasional demi kesejahteraan masyarakat (tidak secara kaku mau mempertahankan peraturan dan hukum seperti dalam tahap 4). Di luar bidang hukum, maka persetujuan bebas dan kontrak merupakan unsur pengikat dari kewajiban. Inilah moralitas resmi dari pemerintah dan konstitusi Amerika Serikat. Tahap 6: Orientai asas etika universal. Suara hati yang menentukan baik-jahat atau benar-salah , sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang dipilih sendiri, dengan berpedoman pada logika yang menyeluruh, serta pada universalitas dan konsistensi (tidak berubah-ubah). Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (hukum emas, misalnya: Janganlah lakukan pada orang lain apa yang anda sendiri tidak mau orang lain lakukan kepada anda. kasihilah sesamamu seperti manusia mengasihi dirimu sendiri, Lebih baik memberi daripada menerima) dan bukan peraturan-peraturan moral yang konkret. Itulah prinsip-prinsip universal mengenai keadilan, tindakan timbal balik (reciprocity) dan kesamaan hak asasi serta penghormatan kepada martabat manusia sebagai pribadi (person) dan berlaku untuk siapa saja , di mana saja dan kapan saja.Pada intinya perkembangan moral bukan suatu proses menanamkan peraturan-peraturan dan sifat-sifat yang baik dengan memberi contoh, menasihati serta memberi hadiah dan hukuman, akan tetapi merupakan suatu proses yang membutuhkan perubahan struktur kognitif. Hal ini tergantung pada perkembangan kognitif dan rangsangan dari lingkungan sosial.

Perkembangan Psikososial11. Kepercayaan dasar lawan ketidakpercayaan dasar, 0-1 tahun: Ketidakpercayaan sosial diperlihatkan melalui mudahtidaknya diberi makanan/disusui, dalamnya tidur, dan hal defekasi. Hal-hal ini tergantung pada tetapnya dan samanya pengalaman yang diberikan oleh gerakan-gerakan menggigit membawa anak dari menerima ke mengambil. Menyapih, lepas menyusui, menimbulkan nostalgia akan firdaus yang hilang. Bila kepercayaan dasar kuat, maka anak tetap mempunyai sikap penuh harapan.2. Autonomi lawan rasa malu dan ragu, 1-3 tahun : secara biologis anak mulai belajar berjalan, makan sendiri dan bicara pada tahap ini. Pematangan muskuler memungkinkan ia untuk mempertahankan dan melepaskan. Diperlukan pengendalian dari luar dan ketegasan pengasuh sebelum ia masuk ke perkembangan otonomi. Rasa malu timbul bila anak telah sadar akan dirinya secara nyata lalu diberi pengalaman negatif (diejek dan dimarahi). Kebimbangan mengenai diri sendiri mungkin mungkin terjadi terjadi bila orang tua secara terbuka memalukan anak, misalnya mengenai defekasi.3. Inisiatif lawan rasa salah, 3-6 tahun. Inisiatif timbul berhubungan dengan tugas demi aktivitas, motorik dan intelektual. Rasa salah mungkin timbul mengenai cita-cita yang direnungkan (terutama yang agresif). Ada keinginan untuk meniru dunia orang dewasa. Keterlibatan dalam pergumulan oedipal mengakibatkan penyelesaian melalui identifikasi peran sosial. Sering terjadi persaingan antarsaudara.4. Industri lawan inferioritas, 6-11 tahun. Anak sibuk dengan membangun macam-macam mainan, menciptakan dan berhasil mencapainya. Ia menerima instruksi sistematis di samping dasar-dasar teknologi. Ada bahaya timbulnya rasa tidak mampu dan inferioritas jika anak putus asa mengenai peralatannya, keterampilannya dan status di antara teman sebayanya. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan secara sosial.5. Identitas lawan difusi peran, 11 tahun-akhir adolesensi. Yang penting dalam tahap ini, yang jatuh bersamaan dengan pubertas dan adolesensi, adalah mengembangkan identitas diri. Terjadi pergulatan untuk mengembangkan identitas ego. Identitas artinya individu tahu siapa dia dan ke mana ia sedang menuju. Identitas yang sehat dibangun atas keberhasilan melewati 3 tahap psikososial pertama dan mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau pengasuh yang sehat. Ada preokupasi dengan penampilan, idola dan ideologi. Identitas kelompok atau teman sebaya berkembang. Ada bahaya kebingungan peran serta kebimbangan mengenai identitas sexual dan vokasional. Anak berada dalam moratorium psikososial, antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, antara moralitas yang dipelajari waktu masa kanak-kanak dan etika yang akan dikembangkan dalam masa dewasa. Krisis identitas terjadi pada akhir adolesensi. Erikson menamakan ini suatu krisis normatif karena merupakan suatu kejadian yang normal. Akan tetapi bila gagal melalui tahap ini, itulah abnormal dan adolesen akan tetap tanpa identitas yang mantap. Individu mengalami difusi identitas atau kebingungan peran dengan gejala khas tidak ada rasa pribadi (sense of self) dan bingung tentang di mana tempatnya di dunia ini. Kebingungan peran dapat menjelma menjadi gangguan perilaku seperti minggat, kriminalitas atau psikosis yang nyata.

Pubertas dan Remaja2Dalam masa ini terjadi proses pematangan seksuil dan hal ini diperlukan untuk membentuk ciri-ciri kelakuan dalam pergaulan antara anak-anak berlainan jenis kelamin. Selain proses ini, juga persamaan hak dari orang tua merupakan hal yang penting. Persamaan hak ini membawa perubahan terakhir dalam keseimbangan antara keadaan masih tergantung dengan kemampuan berdiri sendiri. Hubungan satelit yang terjadi pada anak berumur 1-4 tahun akan dihilangkan dalam masa ini. Tujuannya ialah menghapus kedudukan anak yang lebih rendah dari orang tua dan selanjutnya menempatkan anak sebagai remaja.Istilah pubertas berasal dari perkataan pubercere yang berarti menjadi matang, sedangkan istilah adolesen berasal dari kata adolescere yang berarti menjadi dewasa. Telah diketahui bahwa proses ini berjalan dengan berbagai konflik. Selama konflik tidak menimbulkan perpecahan dengan orang tua, maka konflik hanya merupakan suatu aspek yang memang perlu dalam perkembangan anak yang sehat. Pada bangsa yang primitif seorang remaja akan memperlihatkan keberaniannya dengan menjalankan suatu upacara pubertas. Di negeri barat, seorang remaja mempertunjukkan ketabahannya dengan menentang kekuasaan . jika sama sekali tidak tampak adanya konflik dengan pemegang kekuasaan, maka hal ini mungkin merupakan suatu bahaya karena dalam hal ini mungkin terdapat sikap pura-pura mampu berdiri sendiri.Bila orang tua terlalu mudah melepaskan anak remaja, maka orang tua tidak akan dihargai, karena mereka juga menginginkan bantuan bila suatu saat membutuhkannya. Selain di dalam keluarga, ia mencari hubungan yang mengantung sifat tergantung di luar lingkungan dewasa. Hubungan baru ini dapat diadakan dengan seorang dewasa atau dengan teman-teman sebaya. Bila dilakukan oleh anak laki-laki makan hubungan ini dinamakan pendewasaan dan bila dilakukan oleh anak perempuan dinamakan dengan pemujian.3Hubungan dengan teman-teman sebaya penting dan baik, karena hubungan ini akan memberikan rasa aman dan kepastian kepada seorang remaja dan merupakan hubungan yang tidak diperoleh di dalam rumah. Seorang remaja yang sedang dalam suasanya memberontak terhadap orang tuanya, mengetahui bahwa ia tidak mau melaksanakan apa yang sebenarnya harus ia lakukan. Ia akan mencontoh perbuatan orang lain. Dalam membiasakan diri pada corak kelakuan dalam pergaulan dengan jenis kelamin yang berbeda, kelompok merupakan bantuan yang penting. Dengan mencontoh perbuatan kelompok, seorang remaja akan memperlihatkan bahwa ia masih bergantung kepada orang lain, yaitu ketua kelompok. Tetapi melalui kelompok, ia juga mampu berdiri sendiri karena dalam kelompok ia dapat memaksakan sesuatu terhadap dunia luar, sedangkan sebagai individu ia tidak dapat melaksanakannya. Perkembangan kemampuan berdiri sendiri pada masa ini tidak terbatas pada pergaulan, tetapi juga pada bidang lain, misalnya ilmu pengetahuan, moral dan sebagainya. Dengan demikian seoarang remaja dapat memperluas pengetahuan dan pandangannya, tetapi juga dapat mengubah kelakuan yang masih kekanank-kanakan menjadi kelakuan yang lebih sesuai dengan norma-norma semestinya.

Remaja dan Orang Tua2Keluarga merupakan lingkungan primer pada setiap individu. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan yan gluas ia terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya, karena itu sebelum seorang anak mengenal norma-norma dan nilai-nilai dari masyarakat, pertama kali anak akan menyerap norma dan nilai yang berlaku dalam keluarganya untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya. Orang tua berperan penting dalam emosi remaja, baik yang memberi efek positif maupun negatif. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua masih merupakan lingkungan yang sangat penting bagi remaja.Remaja sering mengalami dilema yang sangat besar antara mengikuti kehendak orang tua atau mengikuti keinginannya sendiri. Situasi ini dikenal sebagai ambivalensi dan dalam hal ini akan menimbulkan konflik pada diri remaja. Konflik ini akan mempengaruhi remaja dalam usahanya untuk mandiri, sehingga sering menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya, bahkan dalam beberapa kasus tidak jarang remaja menjadi frustrasi dan memendam kemarahan yang mendalam kepada orang tuanya atau orang lain di sekitarnya. Frustrasi dan kemarahan tersebut seringkali diungkapkan dengan perilaku-perilaku yang tidak simpatik terhadap orang tua maupun orang lain dan dapat membahayakan dirinya dan orang lain di sekitarnya.3

Menghadapi Stress1,4Langkah pertama dalam menghadapi dan mengatasi stress adalah mengakui bahwa sedang mengalami stress. Kita harus menyadari apa yang sedang terjadi dengan diri kita sendiri, yaitu memperhatikan gejala-gejala dalam diri dan dengarkanlah bahasa organ, karena organ yang terganggu menimbulkan gejala-gejala yang dapat memberi petunjuk akan gangguan emosional.Untuk mencegah stress, yang paling baik adalah mengubah sikap terhadap stresor. Makin penting stressor itu dianggap, makin besar stress yang timbul sebagai akibatnya. Makin santai dan relax stresor itu dihadapi, makin banyak alternatif penyelesaian yang dilihat, makin ringan stress itu. Berusahalah melihat peran dan usaha kita dalam keadaan itu secara realistik dan dalam proporsi yang sebenarnya, belajar mendelegasikan sebagian pekerjaan kepada orang lain dan percayalah pada orang itu. Melakukan relaxasi (relaxasi ringan, relaxasi progresif, meditasi, atau cara-cara relaxasi lain) dapat membantu mengurangi stress atau pun mencegah timbulnya stress patologis.

KesimpulanFaktor yang paling banyak mempengaruhi remaja berhubungan dengan orang tua, akademik dan teman sebaya. Kemudian sumber stress pada remaja laki-laki dan perempuan pada umumnya sama, hanya saja remaja perempuan sering merasa cemas ketika sedang menghadapi masalah, sedangkan pada remaja laki-laki cenderung berperilaku agresif. Remaja laki-laki sering mengalami stress cenderung akan melakukan perbuatan negatif seperti mengonsumsi rokok dan alkohol

Daftar Pustaka1. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2. Penerbit:2. Hassan R, Alatas H. Ilmu kesehatan anak. Buku-1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 20093. Baldwin RD. Stress and illness in adolescence: issue of race and gender. http://www.fidarticles.com/, diunduh pada 15 Januari 20124. Nasution IK. Stres pada remaja. Jakarta: Psikologi FKUI; 20085. Atkinson, Smith, dkk. Introduction to psychology. Edisi ke-13. Penerbit: Harcourt College; 2000