Makalah OM lesi vesikobulosa fix kirim

21
MAKALAH ORAL MEDICINE II Lesi Vesikoulseratif pada Rongga Mulut: Herpes Zoster Disusun oleh: 1. Fitri Devita Luthfia (8251) 2. Ardy Wiranto Putro (8269) 3. Aisha Qisthia (8285) 4. Yuvita Finishia (8301) 5. Tutut Prabantari A. (8319) 6. Irmannisa Nur Z. (8335) 7. Andita Andrius (8349) 8. M. Rifqi Tri N. (8365) 9. Wisda Septiana (8114) 10. Ninik Nursanti S. (8258) 11. Aqilla Tiara K. (8272) 12. Putu Ghea R. (8288) 13. Magista Luthfia (8302) 14. Annisa Rosalisa (8316) 15. Patricia Winny (8332) 16. Danan Kresno W. (8346) 17. Nur Shadrina I. S. (8374) 18. Aminda Faizura BT Omar Khatab (8378)

Transcript of Makalah OM lesi vesikobulosa fix kirim

Page 1: Makalah OM lesi vesikobulosa fix kirim

MAKALAH ORAL MEDICINE II

Lesi Vesikoulseratif pada Rongga Mulut: Herpes Zoster

Disusun oleh:

1. Fitri Devita Luthfia (8251)

2. Ardy Wiranto Putro (8269)

3. Aisha Qisthia (8285)

4. Yuvita Finishia (8301)

5. Tutut Prabantari A. (8319)

6. Irmannisa Nur Z. (8335)

7. Andita Andrius (8349)

8. M. Rifqi Tri N. (8365)

9. Wisda Septiana (8114)

10. Ninik Nursanti S. (8258)

11. Aqilla Tiara K. (8272)

12. Putu Ghea R. (8288)

13. Magista Luthfia (8302)

14. Annisa Rosalisa (8316)

15. Patricia Winny (8332)

16. Danan Kresno W. (8346)

17. Nur Shadrina I. S. (8374)

18. Aminda Faizura BT Omar Khatab (8378)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2011

Page 2: Makalah OM lesi vesikobulosa fix kirim

Lesi Vesikoulseratif pada Rongga Mulut: Herpes Zoster

Abstract

Keywords:

Page 3: Makalah OM lesi vesikobulosa fix kirim

Bab I

Pendahuluan

Dalam perannya sebagai praktisi kesehatan, seorang dokter gigi tentunya harus

mampu melakukan pemeriksaan kepala dan leher (ekstraoral) sebelum melakukan

pemeriksaan intraoral. Untuk melakukan prosedur ini secara kompeten, maka kita harus

mengetahui bagaimana cara melakukannya dan mengenali kelainan-kelainan dan

mengevaluasinya. Bukanlah suatu keharusan, namun kewajiban untuk mengevaluasi

kelainan yang ada pada ekstraoral.

Banyak penyakit-penyakit yang memiliki penampakan pada rongga mulut yang pada

umumnya berupa suatu lesi, baik berupa lesi primer maupun lesi sekunder. Pada penyakit

atau kelainan pada kulit, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengkategorikan dan

mendeskripsikan kelainan tersebut dari warna, batas, ukuran dan distribusi lesi serta gejala

yang mendahului ataupun yang muncul setelah lesi tersebut. Istilah lesi primer digunakan

pada lesi yang pertama kali muncul, misalnya nodul, papul, vesikel. Sementara lesi

sekunder adalah lesi yang merupakan perubahan dari lesi primer, baik perubahan secara

alami dari suatu penyakit ataupun manipulasi (seperti bekas luka/scar, ulser).

Pada makalah ini, yang akan kami bahas adalah tentang lesi ulseratif dan

vesikobulosa pada pasien wanita berusia 20 tahun. Sebelum mengarah kepada diagnosis,

analisis tentang gejala prodormal yang muncul, bentuk dan lokasi tempat lesi muncul,

kondisi intraoral dan ekstraoral perlu dilakukan. Vesikel adalahsuatu elevasi pada kulit berisi

cairan dengan diameter kurang dari 1 cm dan terkadang mengakibatkan munculnya lesi

sekunder seperti pada herpes simplex, herpes zoster, dan varicella/chickenpox. Sementara

bulla adalah vesikel yang beridameter lebih dari 1 cm. Ulser adalah salah satu lesi sekunder

yang diikuti hilangnya jaringan dari permukaan dari lapisan basal epithel meluas hingga ke

dermis (Bricker dkk, 1994).

Page 4: Makalah OM lesi vesikobulosa fix kirim

Bab II

Tinjauan Pustaka

Fungsi mukosa pada mulut adalah sebagai pelindung/barrier dan bagian dari sistem

mun non-spesifik. Untuk itulah beberapa penyakit yang bermanifestasi di mulut, terutama

mukosa, dapat menganggu fungsi pertahanan dari mukosa itu sendiri.

Lesi yang terdapat pada mulut tentunya bermacam-macam, baik lesi primer maupun

lesi sekunder. Vesikel adalah salah satu lesi primer, berbatas tegas berisi cairan (berupa

serum, limfa atau darah), dengan diameter kurang dari 1 cm, seperti pada herpes simplex,

herpes zoster, dan varicella. Sementara ulser adalah lesi sekunder yang berupa kehilangan

jaringan dari permukaan yang lebih dalam dari lapisan basal epithel dan meluas sampai ke

dermis. Lesi ulseratif misalnya pada herpes zoster dan varicella (Bricket, 1994).

A. Varicella Zoster

Definisi

Varicella Zoster merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus

Varicella zoster (Bricker dkk, 1994). Virus Varicella zoster merupakan virus DNA

yang mirip dengan virus Herpes simplex (Lynch dkk, 1994). Varicella (chicken pox)

merupakan suatu bentuk infeksi primer virus Varicella Zoster yang pertama kali

pada individu yang berkontak langsung dengan virus tersebut sedangkan infeksi

sekunder/rekuren disebut Herpes Zoster/shingles (Bricker dkk, 1994).

Epidemiologi

Menurut Forrest (2000) dan Nguyen (2005), sebelum menggunakan vaksin varicella

meluas, 4juta kasus cacar dilaporkan setiap tahun. Penyakit ini bertanggung jawab untuk

11.000 rawat inap setiap tahun dan sekitar 50-100 kematian. Saat ini, kurang dari 10

kematian terjadi tiap tahunnya, sebagian besar dari mereka yang tidak diimunisasi.

Walaupun cakupan vaksinasi telah melampaui 80% selama beberapa tahun terakhir, wabah

varicella masih tetap terjadi di sekolah dan tempat penitipan anak. Varicella mempengaruhi

hampir semua anak yang tidak memiliki kekebalan. Kejadian tahunan diperkirakan mencapai

8-90 kasus. Sebagian besar negara berkembang memiliki tingkat imunisasi yang rendah

karena biaya yang terlibat, dan penyakit varicella merupakan risiko bagi wisatawan ke

negara tersebut. Negara-negara dengan iklim tropis dan semitropik memiliki insiden yang

Page 5: Makalah OM lesi vesikobulosa fix kirim

lebih tinggi dari cacar air dewasa dibandingkan dengan negara-negara dengan iklim yang

hangat.

Etiologi dan Patologi

Disebabkan oleh virus Varicella zoster (VZV) atau HSV-3. Sangat mudah menular,

penularan melalui sekresi pernafasan yang terinfeksi virus atau kontak langsung dengan lesi

kulit penderita (Crocetti and Baron, 2004).

Replikasi virus berlangsung di kelenjar getah bening regional selama 2-4 hari dan

diikuti oleh viremia primer (masuknya virus ke pembuluh darah) 4-6 hari setelah inokulasi

awal. Virus ini kemudian bereplikasi di limpa, hati, dan organ lain. Setelah 14-16 hari virus

akan menyebar ke kulit menyebabkan ruam vesikuler yang khas berbentuk papulovesicular

(Crocetti and Baron, 2004).

Chickenpox biasanya terjadi pada anak-anak yang disebabkan oleh Varicella-Zoster

Virus (VZV). VZV merupakan herpes virus. Interval antara infeksi dengan penampakan

vesicular rash (periode inkubasi) biasanya 14-15 hari dengan jarak 10-20 hari. Tempat

utama infeksi di konjungtiva atau jalur pernapasan atas. Kemudian virus replikasi local pada

kepala dan leher sekitar 4-6 hari. Setelah itu, virus ini menstransmisikan ke tubuh selama

viremia primer. Stelah siklus replikasi kedua, virus ini melepaskan pada jumlah besar 1

minggu setelahnya (viremia kedua) dan secara cepat menginvasi jaringan kutan. Hasil virus

keluar dari pembuluh darah dan masuk ke epidermis, karakteristik vesicle dari chickenpox

muncul pada kulit (Crocetti and Baron, 2004).

Tanda dan Gejala

Gejala prodromal meliputi demam, rasa tidak enak, anorexia, sakit kepala. Lesi

awalnya muncul di wajah dan leher, dimulai sebagai makula merah berkembang selama 12-

14 hari untuk menjadi papula, vesikel, pustula, dan akhirnya crusted. Demam pada chicken

pox biasa sekitar 38,6˚C bahkan mencapai 41˚C (Arvin, 1996). Lesi tersebut dapat muncul

pada bagian tubuh manapun baik di kulit kepala, punggung, lengan, kaki, kelopak mata,

mata, kerongkongan. Penyakit ini biasanya hanya berlangsung selama 5 – 10 hari (Landau,

2010).

B. Herpes Zoster

Definisi

Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster

yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah

infeksi primer (Yanoff,2008).

Epidemiologi

Page 6: Makalah OM lesi vesikobulosa fix kirim

Herpes zoster biasanya terjadi pada dewasa, kadang-kadang juga pada anak-anak.

Ditularkan antar manusia melalui kontak langsung, salah satunya adalah transmisi melalui

pernapasan sehingga virus tersebut dapat menjadi epidemik di antara inang yang rentan.

Resiko terjangkit herpes zoster terkait dengan pertambahan usia. Hal ini berkaitan adanya

immunosenescence, yaitu penurunan sistem imun secara bertahap sebagai bagian dari

proses penuaan. Selain itu, hal ini juga terkait dengan penurunan jumlah sel yang terkait

dalam imunitas melawan virus varicella-zoster pada usia tertentu. Penderita imunosupresi,

seperti pasien HIV/AIDS yang mengalami penurunan CD4 sel-T, akan berpeluang lebih

besar menderita herpes zoster sebagai bagian dari infeksi oportunistik (Bethany, 2009).

Etiologi dan Patologi

Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten di dalam

ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa melalui sternus sensory ke tepi

ganglia spinal atau ganglia trigeminal kemudian menjadi laten. Varicella zoster, yaitu suatu

virus rantai ganda DNA anggota famili virus herpes yang tergolong virus neuropatik atau

neuroder-matotropik. Reaktivasi virus varicella zoster dipicu oleh berbagai macam

rangsangan seperti pembedahan, penyinaran, penderita lanjut usia, dan keadaan tubuh

yang lemah meliputi malnutrisi, seorang yang sedang dalam pengobatan imunosupresan

jangka panjang, atau menderita penyakit sistemik. Apabila terdapat rangsangan tersebut,

virus varicella zoster aktif kembali dan terjadi ganglionitis. Virus tersebut bergerak melewati

saraf sensorik menuju ujung-ujung saraf pada kulit atau mukosa mulut dan mengadakan

replikasi setempat dengan membentuk sekumpulan vesikel dan menyebabkan lepuh serta

bisul. penularan biasanya melalui pernafasan, dengan masa inkubasi 2 sampai 3 minggu

(Greenberg, 2008).

Tanda dan Gejala

Lesi Herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran mukosa,

diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-4 hari, yaitu rasa gatal, sakit yang

menusuk, parastesi dan gejala-gejala terbakar serta sensitivitas muncul di sepanjang

lintasan syaraf yang terkena, muculnya vesikel dalam bentuk dermatomal atau “zosteriform”.

Bentuk ini digambarkan sebagai unilateral, linear, dan berkelompok dari vesikel, ulser, dan

keropeng (Greenberg, 2008).

Sebelum lesi di rongga mulut muncul, pasien akan mengeluhkan rasa nyeri yang

hebat, kadang-kadang rasa sakitnya seperti rasa sakit pulpitis sehingga sering salah

diagnosa. Lesi diawali oleh vesikel unilateral yang kemudian dengan cepat pecah

membentuk erosi atau ulserasi dengan bentuk yang tidak teratur. Pada mukosa rongga

mulut, vesikel hanya terdapat pada satu dari divisi nervus trigeminus. Vesikel unilateral

Page 7: Makalah OM lesi vesikobulosa fix kirim

tersebut dikelompokkan dengan area sekitar eritema, akhiran yang kasar pada midline

Vesikel bernanah dan bentuk pustula selama 3 sampai 4 hari.

Apabila cabang kedua dan ketiga nervus trigeminal terlibat, maka akan muncul lesi-

lesi di rongga mulut secara unilateral. Jika cabang kedua (nervus maksilaris) terlibat maka

lokasi yang dikenai adalah palatum, bibir dan mukosa bibir atas. Jika cabang ketiga (nervus

mandibula) terlibat, lokasi yang dikenai adalah lidah, mukosa pipi, bibir dan mukosa bibir

bawah.

Lesi-lesi intraoral adalah vesikuler dan ulseratif dengan tepi meradang dan merah

sekali. Perdarahan adalah biasa. Bibir, lidah, dan mukosa pipi dapat terkena lesi ulseratif

unilateral jika mengenai cabang mandibuler dari saraf trigeminus. Keterlibatan divisi kedua

dari saraf trigeminus secara khas akan mengakibatkan ulserasi palatum unilateral yang

meluas ke atas, tetapi tidak keluar dari raphe palatum (Greenberg, 2008).

C. Primary Herpetic Gingivostomatitis (HSV-1)

Definisi

Herpes Simplex (HSV-I) tipe 1 merupakan virus yang paling umum menghasilkan

infeksi dalam rongga mulut. Virus ini menyebabkan infeksi herpetik nongenital (Arndt, 2007).

Epidemiologi

Menurut Hunter (2002) infeksi ini kebanyakan terjadi pada anak-anak. Namun

menurut Pindborg (1994), terkadang HSV-1 juga muncul pada orang dewasa. Dan setelah

infeksi primer pada 20-30% pasien, virus teraktivasi menjadi laten(Cawson, 2002).

Etiologi dan Patogenesis

HSV memiliki hidup yang pendek, pada permukaan eksternal. Infeksi HSV terjadi jika

ada kontak dengan individual yang memiliki virus ini melalui sekresi saliva atau kulit. Setelah

berkontak, virus ini merusak integritas mukosa host dan berpenetrasi ke sel epitel host dan

bereplikasi. Virus yang baru hasil dari replikasi virus berkontak langsung dengan serabut

akhir sensorik dan di alirkan ke ganglion yang berhubungan (Ajar dkk, 2002). Epitel yang

diserang pada fase awal biasanya adalah sel yang tidak berkeratin pada mukosa oral untuk

membentuk ulser intraepitel. Setelah infeksi primer, virus akan laten in neuron dan jaringan

orofacial lain (Jordan, 2004).

Onset akut (prima )terdiri dari 2 puncak yaitu umur 6 bulan dan 5 tahun pada anak

anak biasanya asimptomatik. Puncak yang kedua pada awal umur 20 tahun durasi 10-14

hari. 1-3 hari masa prodoma yang dapat berupa demam, kehilangan selera makan, myalgia,

malaise,nausea, dan sakit kepala. Setelah masa prodoma terjadi eritema dan vesikel

ataupun ulser yang muncul pada mukosa keratin seperti palatum durum, attached gingival,

Page 8: Makalah OM lesi vesikobulosa fix kirim

dorsum lidah. Muncul juga pada mukosa non keratin seperti mukosa bukal dan mukosa

labial, lidah bagian ventral, dan palatum molle (Greenberg, 2008).

Tanda dan Gejala

Manifestasi yang paling sering dikenali dari infeksi primer tipe I adalah

gingivostomatitis akut yang diikuti oleh malaise, nyeri kepala, demam, dan perbesaran nodul

servikal. Vesikel yang nantinya akan menjadi ulcer, dapat terlihat menyebar pada bibir dan

membran mukosa (Hunter, 2002). Manifestasi klinis terlihat setelah pemaparan setelah 2-12

hari, rata-rata 4 hari. Vesikel atau papula (baik yang menimbulkan nyeri atau yang tidak

nyeri) yang menjadi vesikel nampak dengan dasar kemerahan (Trying, 2002).

Lesi yang pertama muncul adalah vesikel yang dapat melibatkan mukosa oral,

namun palatum durum dan dorsal lidah merupakan lokasi yang paling sering terkena.

Vesikel berbentuk kubah dan biasanya berdiameter 2-3mm. Margin gingiva biasanya

bengkak dan kemerahan, dan nodus limfatikus regional membesar dan terasa lunak. Lesi

oral biasanya ada selama satu minggu sampai sepuluh hari, namun malaise bertahan lama

sampai beberapa minggu (Cawson, 2002).

D. Herpes Labialis (Recurrent HSV-1)

Definisi

Merupakan berulangnya blister akibat reaktivasi HSV, biasanya pada ganglia

trigeminal dan menimbulkan vesikel berkelompok pada wajah. HSV pada bibir dikenali

sebagai recurrent herpes labialis (Scully dkk, 2010). Herpes Sekunder (Herpes Labialis

Berulang) adalah suatu reaktivasi virus herpes simpleks yang menyebabkan terbentuknya

cold sore (luka di dekat mulut akibat demam).

Epidemiologi

Terjadi pada 20%- 40% populasi dewasa (Greenberg, 2008), menurut Scully (2010)

perbandingan pria dan wanita yang terinfeksi sama. Infeksi ulangan biasanya dipicu oleh

sengatan matahari, demam, imunosupresi, dan perubahan hormon.

Etiologi dan Patogenesis

HSV laten pada trigeminal ganglion menuju ke mucocutaneous junction melalui

nervus trigeminus, menghasilkan lesi pada bibir atas dan bawah, terkadang pada nares atau

konjungtiva atau mengakibatkan ulser intraoral. Demam, paparan sinar matahari, trauma,

perubahan hormon atau imunosupresi dapat mengaktifkan virus melalui saliva (Scully,

2010).

Page 9: Makalah OM lesi vesikobulosa fix kirim

Tanda dan Gejala

Reaktivasi ini terkait dengan gejala prodromal meliputi gatal, kesemutan, atau sering

merasa terbakar diikuti dengan munculnya papula, vesikel, ulser, crusting, dan pecahnya

lesi. Rasa sakit biasanya muncul 2 hari pertama. Namun pasien tanpa gejala prodromal

lesinya berkembang dari HSV laten ekstraneural. Recrudescent HSV intraoral pada host

yang imunokompeten terjadi pada mukosa berkeratin pada palatum durum, gingiva cekat,

dan dorsum lidah dengan penampakan ulser tunggal ataupun berkelompok dengan rasa

sakit dan batas kemerahan (Greenberg, 2008).

Page 10: Makalah OM lesi vesikobulosa fix kirim

Bab III

Permasalahan

Seorang wanita pekerja salon, berusia 20 tahun datang ke klinik Oral Medicine

dengan keluhan rasa sakit di mulut yang meluas ke depan sampai ke pipi dan sudut

mulut kanan sehingga mengganggu penampilan dan pengunyahan. Satu bulan yang

lalu pasien menderita demam dan batuk karena sakit tenggorok. Tiga hari yang lalu

ia merasa capek, lemah, tidak enak badan, demam, dan sakit kepala serta otot-otot

terasa sakit, kemudian muncul rasa sakit mulut yang dikeluhkan sekarang. Pasien

belum pernah menderita seperti yang dialami saat ini, tetapi sering sariawan.

Pemeriksaan vital signs: tensi 120/80 mmHg, pernafasan 20x/menit, nadi

100x/menit, dan suhu 38,5oC. Pada pemeriksaan ekstra oral muka simetris, pada

sudut bibir kanan terdapat lesi vesikuler dan ulkus. Limfonodi submandibular kanan

teraba lunak dan nyeri tekan. Intra oral terdapat area ulseratif yang eritematous dan

sakit pada mukosa pipi, sedang pada gingiva regio 16-13 tampak edematous dan

eritematous serta mudah berdarah. Lidah coated dengan indeks CT 60%,

hipersalivasi dan halitosisi positif. Tidak ada lesi di palatum molle dan tenggorok

maupun di bagian tubuh yang lain.

Page 11: Makalah OM lesi vesikobulosa fix kirim

Bab IV

Diskusi

Dari kasus, dapat diketahui bahwa tanda yang pertama muncul adalah ulkus, yang

kemudian diikuti oleh masa prodromal (malaise, demam, sakit kepala dan otot-otot terasa

sakit). Lokasi rasa sakit yang dirasakan pasien meluas sampai ke sudur mulut, termasuk

mukosa buccal dan gingiva.

Adanya lesi vesikuler, menurut Bricker dkk (1994) yang memungkinkan terjadinya lesi

sekunder mengarah pada Herpes Simplex, Herpes Zoster, dan Varicella Zoster. Ketiga

infeksi ini pun terdapat gejala-gejala seperti demam, lemah, capek, hingga myalgia dan

pasien belum pernah mengalami ini sebelumnya namun sering sariawan. Yang perlu

diperhatikan adalah apakah lesi vesikuler dan ulkus muncul mendahului masa prodromal

ataukah sebaliknya. Jika dianalisa, infeksi sekunder HSV-1 bukanlah penyebab keluhan dari

pasien karena Herpes Labialis merupakan reaktivasi dari infeksi primer HSV-1 yang

manifestasinya berupa munculnya vesikel dan menjadi crusta jika ruptur, artinya tanda yang

muncul di Herpes Labialis pernah muncul juga pada infeksi HSV-1.

Jika tanda-tanda yang ada dikaitkan dengan infeksi primer HSV-1 dan Varicella

Zoster, seharusnya vesikel muncul setelah adanya gejala prodromal seperti demam,

myalgia, lemah. Meskipun menurut Cawson (2002) pada infeksi primer HSV limfonodi teraba

lunak dan gejala demam 1-3 hari sebelum munculnya vesikel, namun riwayat pasien sakit

tenggorok dan demam tidak cocok dengan kemungkinan ini.

Menurut Crocetti (2004), infeksi Varicella Zoster berawal di saluran pernapasan diikuti

10-20 hari setelahnya muncul ruam di kulit. Vesikel yang muncul pada kutan ruptur dan

menyebabkan bekas luka seperti kawah (Scully, 2010). Namun pada infeksi Varicella Zoster

tidak berkaitan dengan keluhan utama pasien berupa rasa sakit yang meluas ke depan pada

mulut.

Sementara Herpes Zoster yang merupakan reaktivasi dari Varicella, menurut

kelompok kami merupakan diagnosis yang sesuai dengan kasus pasien tersebut. Herpes

Zoster juga menginfeksi saluran pernafasan, dan ada kemungkinan satu bulan yang lalu

ketika gejala demam, myalgia dan sebagainya muncul adalah awal pasien terinfeksi VZV,

kemudian virus teraktivasi kembali. Menurut Scully (2010), rasa sakit yang muncul

mempengaruhi nervus trigeminus dan menimbulkan nyeri unilateral terkadang setelah

munculnya ulserasi. Ruam yang terdapat di luar mulut dapat berupa vesikel sebelum ruptur.

Lesi Herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran mukosa.

Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-4 hari, yaitu rasa

gatal, sakit yang menusuk, parastesi dan gejala-gejala terbakar serta sensitivitas muncul di

Page 12: Makalah OM lesi vesikobulosa fix kirim

sepanjang lintasan syaraf yang terkena, muculnya vesikel dalam bentuk dermatomal.

Pembengkakan dan perdarahan juga kadang terjadi.

Pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk membantu menegakkan diagnosis ini,

misalnya isolasi virus dengan kultur sel atau dengan direct fluorescent antibody dengan

apusan yang sensitifitasnya lebih besar dibandingkan membuat preparat apusan dengan

pengecatan yang masih kurang sesuai untuk membedakan VZV dan HSV (Greenberg,

2008).

Treatment

Pengobatan lesi oral pada varicella dan infeksi Herpes Zoster menuju langsung ke

kontrol nyeri, perawatan pendukung, dan hidrasi. Penggunaan aspirin, khususnya pada

pasien dengan infeksi varicella zoster virus atau influenza, dihubungkan dengan

petumbuhan Reye syndrome, yang berpotensi fatal, dan berkontraindikasi. Ibuprofen adalah

analgetik yang sesuai untuk pengobatan varicella zoster virus.

Pengobatan infeksi primer varicela zoster virus termasuk penggunaan acyclovir

(800mg 5 kali perhari). Obat ini mengurangi infektivitas dan tingkat keparahan lesi. Tetapi

acyclovir memiliki bioavailabilitas yang rendah.

Valacyclovir (1000mg 3 kali sehari) atau famciclovir (500 mg 3 kali sehari)selama 7

hari efektif mengobati infeksi herpes zoster dan harus digunakan dalam waktu 72 jam onset

penyakit. Obat ini juga mengurangi postherpatic neuralgia.

Pengobatan pertama untuk postherpatic neuralgia adalah gabapentin dan 5%

lidokain patch, dan yang kedua adalah pengobatan dengan opioid analgesik dan tricyclic

antidepressants. Penggunaan kortikosteroid bersamaan dengan terapi antiviral untuk

mengurangi postherpatic neuralgia tidak efektif (Greenberg, 2008).

Page 13: Makalah OM lesi vesikobulosa fix kirim

Bab V

Mapping

Diagnosis

banding

Diagnosis

Pemeriksaan Intraoral

Pemeriksaan Ekstraoral

Anamnesis

Vesikel Ulser

HSV-1 VZV

Primary Herpetic Gingivostomatitis

Herpes Labialis

Varicella Zoster

Herpes Zoster

Pemeriksaan laboratorium: direct fluorescence

Herpes zoster

Treatment planning: pemberian analgetik, antiviral, post-herpetic neuralgia

Page 14: Makalah OM lesi vesikobulosa fix kirim

Bab VI

Kesimpulan

Pada kasus di atas, menurut tanda yang pertama muncul dan yang

menyertainya, serta durasi dan distribusi nyeri yang dirasakan pasien, dapat

disimpulkan bahwa diagnosanya adalah Herpes Zoster yang merupakan reaktivasi

dari Varicella Zoster. Namun penegakan diagnosis tidak cukup hanya dengan

pemeriksaan subyektif dan obyektif saja. Pada kasus lesi akibat infeksi virus ini,

pemeriksaan laboratorium berupa apusan dan pengecatan dibutuhkan untuk

membedakan virus Varicella zoster dan Herpes simplex, di mana keduanya memiliki

tanda dan gejala klinis yang hampir sama.

Page 15: Makalah OM lesi vesikobulosa fix kirim

Bab VII

Daftar Pustaka

Ajar AH, dan Chauvin PJ, 2002. Acute Herpetic Gingivostomatitis in Adults: A Review of 13 Cases, Including Diagnosis and Management. Journal de l’Association dentaire canadienne. 648 (4).247-251

Arndt KA, dan Hsu JTS. 2007. Manual of Dermatology Therapeutics. 7th edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins

Arvin AM, 1996. Varicella-Zoster Virus. Clinical Microbiology Reviews, Vol. 9(3): 361–381

Bethany A, dan Weaver DO, 2009. Herpes Zoster Overview: Natural History and Incidence. J Am Osteopath Assoc

Bricker SL, Langlais RP,dan Miller CS, 1994. Oral Diagnosis, Oral Medicine, and Treatment Planning. 2nd edition. Pennsylvania: Lea and Febiger

Cawson RA, dan Odell EW, 2002. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine. 7th edition. Philadelphia: Churchill Livingstone

Crocetti M, dan Baron MA,2004. Oski’s Essential Pediatric. 2nd edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Greenberg MS, Glick M, dan Ship JA, 2008. Burket’s Oral Medicine, 11th edition. Ontario: BC Decker Inc

Hunter J, Savin J, dan Dahl M. 2002. Clinical Dermatology. 3rd Edition. Massachusettes: Blackwell

Jordan RCK, dan Lewis MAO, 2004. A Color Handbook of Oral Medicine. New York: Thieme

Landau E, 2010. Chickenpox. New York: Marshall Cavendish Benchmark

Lynch MA, Brightman VJ, dan Greenberg MS, 1994. Burket's Oral Medicine: Diagnosis and Treatment. 9th edition. Philadelphia: Lippincott

Pindborg JJ, 1994. Atlas Penyakit Mukosa Mulut. Edisi 4. Alih bahasa Wangsaraharja K. Jakarta: Bina Rupa Aksara

Scully C, de Almeida OP, Bagan J, Dios PD, dan Taylor AM, 2010. Oral MEdicine and Pathology at a Glance.Iowa: Wiley-Blackwell

Trying S, 2002. Mucocutaneous Manifestations of Viral Diseases. New York: Marcel Dekker Inc.

Yanoff M, dan Duker J, 2008. Opthalmology. Oxford: Mosby Elsevier

Nguyen HQ, Jumaan AO, Seward JF. Decline in mortality due to varicella after implementation of varicella vaccination in the United States. N Engl J Med. Feb 3 2005;352(5):450-8.

Forrest J, Mego S, Burgess M. Congenital and neonatal varicella in Australia. J Paediatr Child Health. Apr 2000;36(2):108-13.