makalah MALNUTRISI

53
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah tangga ( kemampuan memperoleh makanan untuk semua anggotannya ),masalah kesehatan, kemiskinan, pemerataan, dan kesempatan kerja.Indonesia mengalami masalah gizi ganda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat diatasi secara menyeluruh sudah muncul masalah baru. Masalah gizi di Indonesia terutama KEP masih lebih tinggi dari pada Negara ASEAN lainnya ( Fajar, Ibnu, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi.Jakarta : Buku Kedokteran EGC ).Sekarang ini masalah gizi mengalami perkembangan yang sangat pesat, Malnutrisi masih saja melatarbelakangi penyakit dan kematian anak, meskipun sering luput dari perhatian. Sebagian besar anak di dunia 80% yang menderita malnutrisi bermukim di wilayah yang juga miskin akan bahan pangan kaya zat gizi,terlebih zat gizi mikro (Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi.Jakarta : Buku Kedokteran EGC ). Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi yaitu kualitas hidangan yang mengandung semua kebutuhan tubuh. Akibat dari kesehatan gizi yang tidak baik, maka timbul penyakit gizi, umumnya pada anak balita diderita penyakit gizi buruk (Santoso, Soegeng, Ranti, Anne Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : RinekaCipta). Hubungan antara kecukupan gizi dan penyakit infeksi yaitu sebab akibat yang timbal balik sangat erat. Berbagai

Transcript of makalah MALNUTRISI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah tangga

( kemampuan memperoleh makanan untuk semua anggotannya ),masalah kesehatan,

kemiskinan, pemerataan, dan kesempatan kerja.Indonesia mengalami masalah gizi ganda

yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat diatasi secara menyeluruh sudah

muncul masalah baru. Masalah gizi di Indonesia terutama KEP masih lebih tinggi dari

pada Negara ASEAN lainnya ( Fajar, Ibnu, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi.Jakarta : Buku

Kedokteran EGC ).Sekarang ini masalah gizi mengalami perkembangan yang sangat

pesat, Malnutrisi masih saja melatarbelakangi penyakit dan kematian anak, meskipun

sering luput dari perhatian. Sebagian besar anak di dunia 80% yang menderita malnutrisi

bermukim di wilayah yang juga miskin akan bahan pangan kaya zat gizi,terlebih zat gizi

mikro (Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi.Jakarta : Buku

Kedokteran EGC ). Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi yaitu

kualitas hidangan yang mengandung semua kebutuhan tubuh. Akibat dari kesehatan gizi

yang tidak baik, maka timbul penyakit gizi, umumnya pada anak balita diderita penyakit

gizi buruk (Santoso, Soegeng, Ranti, Anne Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta :

RinekaCipta).

Hubungan antara kecukupan gizi dan penyakit infeksi yaitu sebab akibat yang

timbal balik sangat erat. Berbagai penyakit gangguan gizi dan gizi buruk akibatnya tidak

baiknya mutu /jumlah makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh masing –

masing orang. Jumlah kasus gizi buruk pada balita yang ditemukan dan ditangani tenaga

kesehatan ( Moehji, Sjahmien. 1999. Ilmu Gizi. Jakarta : Bhratara ). Masalah gizi semula

dianggap sebagai masalah kesehatan yang hanya dapat ditanggulangi dengan

pengobatan medis/kedokteran. Namun, kemudian disadari bahwa gejala klinis gizi

kurang yang banyak ditemukan dokter ternyata adalah tingkatan akhir yang sudah

kritis dari serangkaian proses lain yang mendahuluinya ( Santoso, Soegeng, Ranti, Anne

Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta :Rineka Cipta )

Gizi seseorang dapat dipengaruhi terhadap prestasi kerja dan produktivitas.

Pengaruh gizi terhadap perkembangan mental anak. Hal ini sehubungan dengan

terhambatnya pertumbuhan sel otak yang terjadi pada anak yang menderita gangguan gizi

pada usia sangat muda bahkan dalam kandungan. Berbagai factor yang secara tidak

langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada balita.Ketidaktahuan akan

hubungan makanan dan kesehatan, prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu,

adanya kebiasaan/pantangan yang merugikan,kesukaan berlebihan terhadap jenis makanan

tertentu,keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak kelahiran yang rapat ( Moehji,

Sjahmien. 1999. Ilmu Gizi. Jakarta : Bhratara )

Kemiskinan masih merupakan bencana bagi jutaan manusia. Sekelompok kecil

penduduk dunia berpikir “hendak makan dimana” sementara kelompok lain masih

berkutat memeras keringat untuk memperoleh sesuap nasi. Dibandingkan orang dewasa,

kebutuhan akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak – anak boleh dibilang sangat kecil.

Namun, jika diukur berdasarkan % berat badan, kebutuhan akan zat gizi bagi bayi, balita, dan

anak – anak ternyata melampaui orang dewasa nyaris dua kali lipat. Kebutuhan akan energi

dapat ditaksir dengan cara mengukur luas permukaan tubuh/menghitung secara langsung

konsumsi energi itu ( yang hilang atau terpakai ). Asupan energi dapat diperkirakan

dengan jalan menghitung besaran energi yang dikeluarkan. Jumlah keluaran energi dapat

ditentukan secara sederhana berdasarkan berat badan (Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur

Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC ).

Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang sedang tumbuh

merupakan masalah serius. Keparahan KKP berkisar dari hanya penyusutan berat badan,

terlambat tumbuh sampai ke sindrom klinis yang nyata. Penilaian antropometris status

gizi dan didasarkan pada berat, tinggi badan, dan usia. Ukuran antropometris bergantung

pada kesederhanaa, ketepatan, kepekaan, serta ketersediaan alat ukur. Marasmus

biasanya berkaitan dengan bahan pangan yang sangat parah, semikelaparan yang

berkepanjangan, dan penyapihan terlalu dini, sedangkan kwashiorkor dengan

keterlambatan menyapih dan kekurangan protein. Penanganan KKP berat dikelompokan

menjadi dua yaitu pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang

mengancam jiwa dan fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi

( Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : Buku

Kedokteran EGC )

1.2 Rumusan Masalah

1.1.1 Apa saja anatomi dan fisiologi dari pencernaan ?

1.1.2 Apa definisi dari malnutrisi ?

1.1.3 Apa etiologi dari malnutrisi ?

1.1.4 Apa patofisiologi & WOC dari malnutrisi?

1.1.5 Apa manifestasi klinis dari malnutrisi ?

1.1.6 Apa evaluasi diagnostik dari malnutrisi ?

1.1.7 Apa saja komplikasi dari malnutrisi ?

1.1.8 Bagaimana pencegahan dari malnutisi ?

1.1.9 Bagaimana penatalaksanaan dari malnutrisi ?

1.1.10 Bagaimana askep dari malnutrisi ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Umum

Untuk mengetahui tentang malnutris beserta asuhan keperawatan pada pasien

malnutrisi.

1.3.2 Khusus

a. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi dari pencernaan

b. Untuk mengetahui patofisiologi & WOC dari malnutrisi

c. Untuk mengetahui etiologi dari malnutrisi

d. Untuk mengetahui definisi dari malnutrisi

e. Untuk mengetahui evaluasi diagnostik dari malnutrisi

f. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari malnutrisi

g. Untuk mengetahui saja komplikasi dari malnutrisi

h. Untuk mengetahui pencegahan dari malnutisi

i. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari malnutrisi

j. Untuk mengetahui askep dari malnutrisi

1.4 Manfaat

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi

a. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada

hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari

sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.

Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari

mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang

terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam,

asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit,

terdiri dari berbagai macam bau.

Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi

belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna.

Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut

dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung

antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri

secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

b. Tenggorokan ( Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari

bahasa yunani yaitu Pharynk.

Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang

banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi,

disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya

dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang

Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan

lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan

perantaraan lubang yang disebut ismus fausium

Tekak terdiri dari; Bagian superior =bagian yang sangat tinggi dengan hidung,

bagian media = bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian

yang sama tinggi dengan laring.

Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang

menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga,Bagian media disebut

orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut

laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring

c. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui

sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan

melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut

esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan έφαγον, phagus –

“memakan”). Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.

Menurut histologi. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:

1) bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)

2) bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)

3) serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

d. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang

keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu

1) Kardia.

2) Fundus.

3) Antrum.

Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk

cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter

menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.

Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik

untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung

menghasilkan 3 zat penting :

1) Lendir

Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.

Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang

mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.

2) Asam klorida (HCl)

Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan

oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga

berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh

berbagai bakteri.

3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

e. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak

di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang

mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan

lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan

makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang

mencerna protein, gula dan lemak.

Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar

( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah

Luar ). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus

kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

1. Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang

terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).

Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus,

dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak

terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang

normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua

muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum

berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari

(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan

masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di

cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada

lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

2. Usus Kosong (jejenum)

Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah

bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan

usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus

antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus

penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.

Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat

jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis

dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar

Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan,

yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan

usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.

Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam

bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang

berarti “kosong”.

3. Usus Penyerapan (illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.

Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan

terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.

Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi

menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

4. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus

buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.

Usus besar terdiri dari :

Kolon asendens (kanan)

Kolon transversum

Kolon desendens (kiri)

Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi

mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.

Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,

seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa

penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri

didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan

dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

5. Usus Buntu (sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah

anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta

bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia,

burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum

yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang

sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

6. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.

Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.

Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk

nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).

Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris,

vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang

menyambung dengan caecum.

Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang

dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2

sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai

cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas

tetap terletak di peritoneum.

Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial

(sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi

dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai

appendektomi.

6. Rektum dan anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah

ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan

berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara

feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih

tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja

masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).

Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam

rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk

melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan

dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan.

Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan

feses akan terjadi.

Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,

tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam

pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan

limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh

(kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur

oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang

air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

7. Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua

fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon

penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan

berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankraes terdiri dari

2 jaringan dasar yaitu :

Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan

Pulau pankreas, menghasilkan hormon

Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan

melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas

akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah

protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan

dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran

pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat,

yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam

lambung.

8. Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia

dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan

pencernaan.

Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki

beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein

plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam

pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai

dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.

Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya

akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah

ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada

akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi

pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah.

Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah

diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum. Hati

adalah organ yang terbesar di dalam badan manusia.

9. Kandung empedu

Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk

buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh

untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah

sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena warna jaringannya,

melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini

terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.

Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:

Membantu pencernaan dan penyerapan lemak

Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama

haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan

kelebihan kolesterol.

2.2 Definisi

Malnutrisi adalah suatu keadaan di mana tubuh mengalami gangguan terhadap

absorbsi,pencernaan,dan penggunaan zat gizi untuk pertumbuhan,perkembangan dan

aktivitas.

Malnutrisi merupakan kekurangan konsumsi pangan secara relatif  atau absolute

untuk periode tertentu. (Bachyar Bakri, 2002). Malnutrisi (Gizi salah) adalah kesalahan

pangan terutama terletak dalam ketidakseimbangan komposisi hidangan penyediaan

makanan. (Akhmad Djaeni, 2004).

Malnutrisi adalah defisiensi gizi terjadi pada anak mendapatkan masukan

makanan yang cukup bergizi dalam waktu yang lama. (Ngastiyah, 1997)

Malnutrisi adalah keadaan terang gizi yang disebabkan oleh rendahnya

konsumsi energi dan protein dalam keadaan sehari-hari sehingga tidak memenuhi dalam

angka kecukupan gizi. (Depkes RI, 1999).

Malnutrisi merupakan masalah yang berhubungan dengan kekurangan zat gizi

pada tingkat seluler atau dapat dikatakan sebagai masalah asupan zat gizi yang tidak

sesuai dengan kebutuhan tubuh. (A Aziz Alimul H,2008).

2.3 Etiologi

a) Penyebab langsung

Kurangnya asupan makanan:Kurangnya asupan makanan sendiri dapat

disebabkan oleh kurangnya jumlah makanan yang diberikan,kurangnya kualitas

makanan yang diberikan dan cara pemberian makanan yang salah. Adanya

penyakit:Terutama penyakit infeksi,mempengaruhi jumlah asupan makanan dan

penggunaan nutrien oleh tubuh.

b) Penyebab tidak langsung

a. Kurangnya ketahanan pangan keluarga: Keterbatasan keluarga untuk

menghasilkan atau mendapatkan makanan.

b. Kualitas perawatan ibu dan anak.

c. Buruknya pelayanan kesehatan.

d. Sanitasi lingkungan yang kurang

2.4 Patofisiologi & WOC

Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak

faktor. Faktor-faktor ini dapat digolong-kan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri

(host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan).Memang faktor diet

(makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan.

Dalam keadaan kekurangan makanan,tubuh selalu berusaha untuk

mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.Kemampuan

tubuh untuk mem-pergunakan karbohidrat,protein dan lemak merupakan hal yang sangat

penting untuk mempertahankan kehidupan; karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh

seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk

menyimpan karbohidrat sangat sedikit,sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi

kekurangan.Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan

menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di

ginjal.Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton

bodies.Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi

kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun.Tubuh akan mempertahankan diri

jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari

tubuh.Pada Malnutrisi,di dalam tubuh sudah tidak ada lagi cadangan makanan untuk

digunakan sebagai sumber energi.Sehingga tubuh akan mengalami defisiensi nutrisi yang

sangat berlebihan dan akan mengakibatkan kematian.

Budaya pantangan bahan makanan tertentu, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,

keadaan sosial, dan politik tidak stabil.

Malabsorbsi, infeksi, anoreksia

Kegagalan melakukan sintesis protein dan kalori

Intake protein dan kalori kurang dari kebutuhan tubuh

Kekurangan Energi dan Protein (KEP)

Kemiskinan

Marasmus (Defisiensi kalori)

Katabolisme karbohidrat: glukosa

(inadekuat)

Katabolisme lemak: asam lemak, gliserol, dan badan

keton

Katabolisme protein: asam amino

Penurunan asam amino esensial dan albumin

Atrofi/pengecilan otot

Keterlambatan pertumbuhan dan

perkembangan

Hilangnya lemak di bantalan tubuh

Kerusakan integritas kulit

Penurunan daya tahan tubuh

Keadaan umum lemah

Resiko Infeksi

diare

Gangguan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

Risiko gangguan keseimbangan cairan:

kurang dari kebutuhan tubuh

Turgor kulit menurun dan keriput

2.5 Manifestasi Klinis

Adapun tanda dan gejala dari malnutrisi adalah sebagai berikut :

1. Kelelahan dan kekurangan energi

2. Pusing

3. Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan untuk

melawan infeksi)

4. Kulit yang kering dan bersisik

5. Gusi bengkak dan berdarah

6. Gigi yang membusuk

7. Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat

8. Berat badan kurang

9. Pertumbuhan yang lambat

10. Kelemahan pada otot

11. Perut kembung

12. Tulang yang mudah patah

13. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh

Marasmus8 Kwshiorkor8

Pertumbuhan berkurang atau berhenti

Terlihat sangat kurus Penampilan wajah seperti

orangtua Perubahan mental Cengeng Kulit kering, dingin,

mengendor, keriput Lemak subkutan menghilang

hingga turgor kulit berkurang Otot atrofi sehingga kontur

tulang terlihat jelas Vena superfisialis tampak jelas Ubun – ubun besar cekung tulang pipi dan dagu kelihatan

menonjol mata tampak besar dan dalam Kadang terdapat bradikardi Tekanan darah lebih rendah

dibandingkan anak sebaya

Perubahan mental sampai apatis Anemia Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah

dicabut / rontok Gangguan sistem gastrointestinal Pembesaran hati Perubahan kulit Atrofi otot Edema simetris pada kedua punggung kaki,

dapat sampai seluruh tubuh.

2.6 Klasifikasi

1. Marasmus

Adalah suatu keadaan kekurangan kalori protein berat. Namun, lebih kekurangan kalori

daripada protein. Penyebab marasmus adalah sebagai berikut :

a.       Intake kalori yang sedikit.

b.      Infeksi yang berat dan lama, terutama infeksi enteral.

c.       Kelainan struktur bawaan.

d.      Prematuritas dan penyakit pada masa neonates.

e.       Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.

f.       Gangguan metabolism.

g.      Tumor hipotalamus.

h.      Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang.

i.        Urbanisasi.

2. Kwashiorkor

Adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan protein dalam jumlah besar. Selain itu,

penderita juga mengalami kekurangan kalori. Penyebabnya adalah :

a. Intake protein yang buruk.

b. Infeksi suatu penyakit.

c. Masalah penyapihan.

Tabel Klasifikasi IMT Menurut WHO :

Klasifikasi IMT (kg/ m2)

Malnutrisi berat <16,0

Malnutrisi sedang 16,0 – 16,7

Berat badan kurang/ malnutrisi ringan 17,0 – 18,5

Berat badan normal 18,5 – 22,9

Berat badan kurang ≥ 23

Dengan resiko 23 – 24,9

Obes I 25 – 29,9

Obes II ≥ 30

2.7 Komplikasi

1. Diabetes militus

2. Hipertensi

3. Penyakit jantung

4. Gastritis

5. Ulkus pektikum

2.8 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.

a. Pemeriksaan Fisik

1) Mengukur TB dan BB

2) Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB

(dalam meter)

3) Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep)

ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur,

biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit

banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm

pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.

4) Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan

jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak

berlemak).

b. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Hematokrit,

transferin.

2.9 Pencegahan

KEP disebabkan oleh multifaktor yang saling terkait sinergis secara klinis

maupun lingkungan (masyarakat). Pencegahan hendaknya meliputi seluruh faktor

secara simultan dan konsisten. Meskipun KEP tidak sepenuhnya dapat diberantas,

tanpa harus menunggu, dapat segera dilaksanakan beberapa tindakan untuk mengatasi

keadaan :

1. Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi, khususnya diare:

- Sanitasi : personal, lingkungan terutama makanan dan peralatannya.

- Pendidikan : Dasar, Kesehatan dan Gizi.

- Program Imunisasi.\

- Pencegahan penyakit yang erat dengan lingkungan, seperti TBC, nyamuk

(malaria, DHF), parasit (cacing).

2. Memperkecil dampak penyakit-penyakit infeksi terutama diare di wilayah yang

sanitasi lingkungannya belum baik. Diarhea merupakan penyakit endemo-

epidemik yang menjadi salah satu penyebab bagi malnutrisi. Dehidrasi awal dan

re-feeding secepat mungkin merupakan pencegahan untuk menghindari bayi

malnutrisi/KEP.

3. Deteksi dini dan manajemen KEP awal/ringan:

- Memonitor tumbuh kembang dan status gizi Balita secara kontinyu, misalnya

dengan tolok ukur KMS.

-  Perhatian khusus untuk faktor “risiko tinggi” yang akan berpengaruh

kelangsungan status gizi (antara lain: kemiskinan, ketidak tahuan, adanya

penyakit infeksi).

4. Memelihara status gizi anak

- Dimulai sejak dalam kandungan, ibu hamil dengan gizi yang baik diharapkan

akan melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula.

- Setelah lahir segera diberi ASI eksklusif sampai usia 4 atau 6 bulan.

- Pemberian makanan pendamping ASI (weaning food) bergizi, mulai usia 4 atau

6 bulan secara bertahap sampai anak dapat menerima menu lengkap keluarga.

- Memperpanjang masa menyusui (prolong lactation) selama ibu dan bayi

menghendaki.

2.9 PENATALAKSANAAN

Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit :

1. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan

kegawatan)

Tatalaksana umum malnutrisi energi protein:

Penilaian triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada anak

dengan gizi buruk

Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata

kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin; tutup mata dengan kasa yang telah dibasahi

dengan larutan garam normal, dan balutlah. Jangan beri obat mata yang

mengandung steroid.

- Jika terdapat anemia berat, diperlukan penanganan segera (lampiran 2)

- Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3 fase yaitu: fase

stabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi dan fase tindak lanjut.

1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi

Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah <

3 mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan

atau larutan glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit.

Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa kadar gula

darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap menderita hipoglikemia dan

segera ditangani sesuai panduan.

Tatalaksana

- Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya

memungkinkan.

- Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan

glukosa atau gula 10% (1 sendok teh gula dalam 50 ml air) secara oral atau

melalui NGT.

- Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam selama minimal

dua hari.

- Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian

F-75.

- Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena

(bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml

dengan NGT.

- Beri antibiotik.

Pemantauan

Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30

menit.

- Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian

larutan glukosa atau gula 10%.

- Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk, mungkin

hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula

darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).

Pencegahan

Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika perlu,

lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3 jam siang

malam.

2. Mencegah dan mengatasi hipotermia

Diagnosis

Suhu aksilar < 35.5° C

Tatalaksana

- Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu).

- Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut

hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak) atau

lampu di dekatnya, atau letakkan anak langsung pada dada atau perut ibunya

(dari kulit ke kulit: metode kanguru). Bila menggunakan lampu listrik,

letakkan lampu pijar 60 W dengan jarak 60 cm dari tubuh anak.

- Beri antibiotik sesuai pedoman.

Pemantauan

- Ukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36.5° C

atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur suhu tiap setengah jam. Hentikan

pemanasan bila suhu mencapai 36.5° C

- Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada

malam hari

- Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia

Pencegahan

- Letakkan tempat tidur di area yang hangat, di bagian bangsal yang bebas angin

dan pastikan anak selalu tertutup pakaian/selimut

- Ganti pakaian dan seprai yang basah, jaga agar anak dan tempat tidur tetap

kering

- Hindarkan anak dari suasana dingin (misalnya: sewaktu dan setelah mandi,

atau selama pemeriksaan medis)

- Biarkan anak tidur dengan dipeluk orang tuanya agar tetap hangat, terutama di

malam hari

- Beri makan F-75 atau modifikasinya setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin,

sepanjang hari, siang dan malam.

3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi

Diagnosis

Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang

berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal ini

disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak

dengan gizi buruk, hanya dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi

buruk dengan diare cair, bila gejala dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan.

Tatalaksana

- Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat

dengan syok.

- Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat disbanding

jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.

- Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama

- Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan

F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam.

Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang

keluar dan apakah anak muntah.

- Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam

- Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100ml

setiap buang air besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml setiap buang air besar.

4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit

Pemantauan

Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap

setengah jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya.

Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan bisa

mengakibatkan gagal jantung dan kematian.

Periksalah:

- frekuensi napas

- frekuensi nadi

- frekuensi miksi dan jumlah produksi urin

- frekuensi buang air besar dan muntah

Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan mulai

ada diuresis. Kembalinya air mata, mulut basah cekung mata dan fontanel

berkurang serta turgor kulit membaik merupakan tanda membaiknya hidrasi,

tetapi anak gizi buruk seringkali tidak memperlihatkan tanda tersebut walaupun

rehidrasi penuh telah terjadi, sehingga sangat penting untuk memantau berat

badan.

Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas meningkat 5x/menit dan

frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian cairan/ReSoMal segera dan

lakukan penilaian ulang setelah 1 jam.

Pencegahan

Cara mencegah dehidrasi akibat diare yang berkelanjutan sama dengan pada anak

dengan gizi baik, kecuali penggunaan cairan ReSoMal sebagai pengganti larutan

oralit standar.

- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI

- Pemberian F-75 sesegera mungkin

- Beri ReSoMal sebanyak 50-100 ml setiap buang air besar cair.

Tatalaksana

- Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan Magnesium, yang

sudah terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang ditambahkan ke dalam

F-75, F-100 atau ReSoMal

- Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi

- Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).

5. Mengobati infeksi

Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam,

seringkali tidak ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi.

Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat

mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik. Hipoglikemia

dan hipotermia merupakan tanda infeksi berat.

Tatalaksana

Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:

- Antibiotik spektrum luas

- Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah

mendapatkannya, atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi

vaksin sebelum berumur 9 bulan.

- Tunda imunisasi jika anak syok.

Pilihan antibiotik spektrum luas

- Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per

oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam selama 5 hari

- Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis atau

tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:

Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan

dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari)

ATAU, jika tidak tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50

mg/kgBB setiap 6 jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari

DITAMBAH:

Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari.

- Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan obati

dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari

- Jika ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia, tuberkulosis,

malaria, disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak), beri antibiotik yang sesuai.

- Beri obat antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit malaria.

- Walaupun tuberkulosis merupakan penyakit yang umum terdapat, obat anti

tuberkulosis hanya diberikan bila anak terbukti atau sangat diduga menderita

tuberkulosis.

Pemantauan

Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan pengobatan

sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum membaik, lakukan

penilaian ulang menyeluruh pada anak.

6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro

Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun

sering ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu

sampai anak mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat

adannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi

dapat memperparah infeksi.

Tatalaksana

Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:

- Multivitamin

- Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)

- Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)

- Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)

- Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi)

- Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan

sebelum dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini :

Umur dosis

<6 bulan

6 – 12 bulan

1 – 5 tahun

50 000 (1/2 kapsul biru)

100 000 (1 kapsul biru)

200 000 (1 kapsul merah)

Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan

terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15.

7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi

Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-hati sebab

keadaan fisiologis anak masih rapuh.

Tatalaksana

Sifat utama yang menonjol dari pemberian makan awal adalah:

- Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun

rendah laktosa

- Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral

- Energi: 100 kkal/kgBB/hari

- Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari

- Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari)

- Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah

- F-75 yang ditentukan harus dipenuhi seperti di bawah ini:

Hari

ke :

Frekuensi Volume/kgBB/pemberian Volume/kgBB/hari

1 – 2

3 – 5

6 dst

2 jam

3 jam

4 jam

11 ml

16 ml

22 ml

130 ml

130 ml

130 ml

Pada anak dengan nafsu makan baik dan tanpa edema, jadwal di atas

dapatdipercepat menjadi 2-3 hari. Jika jumlah petugas terbatas, beri prioritas

untuk pemberian makan setiap 2 jam hanya pada kasus yang keadaan klinisnya

paling berat, dan bila terpaksa upayakan paling tidak tiap 3 jam pada fase

permulaan. Libatkan dan ajari orang tua atau penunggu pasien.

Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting agar anak tidak terlalu

lama tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan risiko kematian).

Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal tidak mencapai kebutuhan

minimal (80 kkal/kgBB/hari), berikan sisanya melalui NGT. Jangan melebihi 100

kkal/kgBB/hari pada fase awal ini.

Pada cuaca yang sangat panas dan anak berkeringat banyak maka anak perlu

mendapat ekstra air/cairan.

Pemantauan

Pantau dan catat setiap hari:

Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan

Muntah

Frekuensi defekasi dan konsistensi feses

Berat badan.

8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar

Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah:

• Kembalinya nafsu makan

• Edema minimal atau hilang.

Tatalaksana

Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula tumbuh-

kejar (F-100) (fase transisi):

• Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-75 selama

2 hari berturutan.

• Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian

sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya hal ini

terjadi ketika pemberian formula mencapai 200 ml/kgBB/hari.

• Dapat pula digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang dimodifikasi

sehingga kandungan energi dan proteinnya sebanding dengan F-100.

• Setelah transisi bertahap, beri anak:

- pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai

kemampuan anak)

- energi: 150-220 kkal/kgBB/hari

- protein: 4-6 g/kgBB/hari.

Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi pastikan anak

sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI tidak mengandung cukup

energi untuk menunjang tumbuh-kejar. Makanan-terapeutik-siap-saji (ready to use

therapeutic food = RUTF) yang mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet

92g dapat digunakan pada fase rehabilitasi.

Pemantauan

Hindari terjadinya gagal jantung.

Amati gejala dini gagal jantung (nadi cepat dan napas cepat). Jika nadi maupun

frekuensi napas meningkat (pernapasan naik 5x/menit dan nadi naik 25x/menit),

dan kenaikan ini menetap selama 2 kali pemeriksaan dengan jarak 4 jam berturut-

turut, maka hal ini merupakan tanda bahaya (cari penyebabnya).

Lakukan segera:

- kurangi volume makanan menjadi 100 ml/kgBB/hari selama 24 jam

- kemudian, tingkatkan perlahan-lahan sebagai berikut:

- 115 ml/kgBB/hari selama 24 jam berikutnya

- 130 ml/kgBB/hari selama 48 jam berikutnya

- selanjutnya, tingkatkan setiap kali makan dengan 10 ml sebagaimana

dijelaskan sebelumnya.

- atasi penyebab

Penilaian kemajuan

Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah taha ptransisi

dan mendapat F-100:

Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan

Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam gram/kgBB/hari

Jika kenaikan berat badan:

- kurang (< 5 g/kgBB/hari), anak membutuhkan penilaian ulang lengkap

- sedang (5-10 g/kgBB/hari), periksa apakah target asupan terpenuhi, atau

mungkin ada infeksi yang tidak terdeteksi.

- baik (> 10 g/kgBB/hari).

9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang

- ungkapan kasih sayang

- lingkungan yang ceria

- terapi bermain terstruktur selama 15–30 menit per hari

- aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

- keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya menghibur, memberi makan,

memandikan, bermain)

10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah

Bila telah tercapai BB/TB > -2 SD (setara dengan >80%) dapat dianggap anak

telah sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U rendah karena anak

berperawakan pendek. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap

dilanjutkan di rumah.

Berikan contoh kepada orang tua:

- Menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta frekuensi

pemberian makan yang sering.

- Terapi bermain yang terstruktur

Sarankan:

- Melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan

- Mengikuti program pemberian vitamin A (Februari dan Agustus)

Pemulangan sebelum sembuh total

Anak yang belum sembuh total mempunyai risiko tinggi untuk kambuh. Waktu untuk

pemulangan harus mempertimbangkan manfaat dan faktor risiko. Faktor sosial juga

harus dipertimbangkan. Anak membutuhkan perawatan lanjutan melalui rawat jalan

untuk menyelesaikan fase rehabilitasi serta untuk mencegah kekambuhan.

Beberapa pertimbangan agar perawatan di rumah berhasil:

Anak seharusnya:

• telah menyelesaikan pengobatan antibiotik

• mempunyai nafsu makan baik

• menunjukkan kenaikan berat badan yang baik

• edema sudah hilang atau setidaknya sudah berkurang.

Ibu atau pengasuh seharusnya:

• mempunyai waktu untuk mengasuh anak

• memperoleh pelatihan mengenai pemberian makan yang tepat (jenis, jumlah dan

frekuensi)

• mempunyai sumber daya untuk memberi makan anak. Jika tidak mungkin, nasihati

tentang dukungan yang tersedia.

Tindak lanjut bagi anak yang pulang sebelum sembuh

Jika anak dipulangkan lebih awal, buatlah rencana untuk tindak lanjut sampai anak

sembuh:

• Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan local untuk

melakukan supervisi dan pendampingan.

• Anak harus ditimbang secara teratur setiap minggu. Jika ada kegagalan kenaikan

berat badan dalam waktu 2 minggu berturut-turut atau terjadi penurunan berat

badan, anak harus dirujuk kembali ke rumah sakit.

2. Pengobatan penyakit penyerta

1. Defisiensi vitamin A

Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14 atau

sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan

vit. A dengan dosis :

* umur > 1 tahun               : 200.000 SI/kali

* umur 6 – 12 bulan          : 100.000 SI/kali

* umur 0 – 5 bulan            :   50.000 SI/kali

 Bila ada ulkus dimata diberikan :

Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama

7-10 hari

Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari

 Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali

2. Dermatosis

Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit

mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi

sekunder, antara lain oleh Candida.

Tatalaksana :

1.      kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-permanganat)

1% selama 10 menit

2.      beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)

3.      usahakan agar daerah perineum tetap kering

4.      umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral

3.  Parasit/cacing

Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat

antihelmintik lain.

4.  Diare melanjut

Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan

formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis

merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan

pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam

selama 7 hari.

5. Tuberkulosis

Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi)

dan Ro-foto toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman

pengobatan TB.

3. Tindakan kegawatan

1.      Syok (renjatan)

Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit

membedakan  keduanya secara klinis saja.

Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan

intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap

terjadinya overhidrasi.

Pedoman pemberian cairan :

Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan

kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.

Evaluasi setelah 1 jam :

         Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan

status hidrasi  syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas

untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian

Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam,

selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti).

         Bila tidak ada perbaikan klinis  anak menderita syok septik. Dalam hal ini,

berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah

sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah

pemberian formula (F-75/pengganti)

2.      Anemia berat

Transfusi darah diperlukan bila :

        Hb < 4 g/dl

        Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung

Transfusi darah :

      Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.

Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ’packed red cells’ untuk transfusi

dengan jumlah yang sama.

      Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.

Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak

dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan

diulangi pemberian darah.

BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian

1. Biodata

1) Identitas pasien

2) Identitas penanggungjawab

2. Riwayat Kesehatan

a) Keluhan utama

Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan

pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada

tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan

kekurangan gizi.

b) Riwayat kesehatan masa lalu

Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi

dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-

kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial,

psikoseksual, interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal

ini adalah riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan

protein dan kalori dalam waktu relatif lama).

c) Riwayat kesehatan keluarga

Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah

dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan

hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat

mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-

lain.

3. Pengkajian Fisik

Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan

komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan

angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi

kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian

secara umum dilakukan dengan metode head to toe yang meliputi: keadaan umum

dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen,

ekstremitas dan genito-urinaria.

Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmus adalah pengukuran

antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan

kulit). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:

1) Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah

dicabut)

2) Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra

3) Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot

intercostal)

4) Perut tampak acites, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila

terjadi diare.

5) Edema tungkai

6) Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis

terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut,

ruas jari kaki, paha dan lipat paha)

b. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat,

anoreksia dan diare.

2. Kekurangan volume cairan tubuh b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan

kehilangan akibat diare

3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang

tidak adekuat

4. Risiko aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan

sekresi trakheobronkhial

5. Bersihan jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial

sekunder terhadap infeksi saluran.

c. Intervensi

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat,

anoreksia dan diare (Carpenito, 2000, hal. 645-655).

Tujuan : Klien akan menunjukkan pening-katan status gizi.

Kriteria hasil :Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien,

kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat

seimbang.

Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet

(per sonde/per oral) sesuai program dietetik.

2). Kekurangan volume cairan tubuh b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat diare(Carpenito, 2000, hal. 411-419).

Tujuan : Klien akan menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat.

Kriteria hasil: Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah defisit yang terjadi.

Tidak ada tanda/gejala dehidrasi (tanda-tanda vital dalam batas normal, frekuensi

defekasi ≤ 1 x/24 jam dengan konsistensi padat/semi padat).

Intervensi RasionalLakukan/observasi pemberian cairan per infus/sonde/oral sesuai program rehidrasi.Jelaskan kepada keluarga tentang upaya rehidrasi dan partisipasi yang diharapkan dari keluarga dalam pemeliharan patensi pemberian infus/selang sonde.Kaji perkembangan keadaan dehidarasi klien.Hitung balans cairan.

Upaya rehidrasi perlu dilakukan untuk mengatasi masalah kekurangan volume cairan.Meningkatkan pemahaman keluarga tentang upaya rehidrasi dan peran keluarga dalam pelaksanaan terpi rehidrasi.Menilai perkembangan masalah klien.Penting untuk menetapkan program rehidrasi selanjutnya.

3). Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat (Carpenito, 2000, hal. 448-460).

Tujuan : Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia.Kriteria Hasil:Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.

Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai standar usia.

Intervensi Rasional1. Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab

malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien

2. Tunjukkan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya sendiri.

3. Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.

4. Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.

1. Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietetik yang telah diberikan selama hospitalisasi.

2. Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.

3. Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi dan memenuhi defisit yang menyertai keadaan malnutrisi.

4. Menilai perkembangan masalah klien.

Intervensi Rasional1. Ajarkan kepada orang tua tentang

standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan sesuai usia anak.2. Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet

pemulihan.3. Lakukan pengukuran antropo-metrik

secara berkala.4. Lakukan stimulasi tingkat

perkembangan sesuai dengan usia klien.

5. Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan

dan perkembangan (Puskesmas/Posyandu)

1. Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

anak.2. Diet khusus untuk pemulihan malnutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan

kebutuhan anak dan kemampuan toleransi sistem pencernaan.

3. Menilai perkembangan masalah klien.4. Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan

perkembangan anak dalam aspek motorik, bahasa dan personal/sosial.

5. Mempertahankan kesinambungan program stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan memberdayakan sistem pendukung yang ada.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Penutup

Dapat disimpulkan bahwa Malnutrisi merupakan suatu keadaan di mana tubuh

mengalami gangguan terhadap absorbsi, pencernaan, dan penggunaan zat gizi untuk

pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas.

Penyebab Malnutrisi secara langsung ialah karena kurangnya asupan makanan:

Kurangnya asupan makanan sendiri dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah makanan

yang diberikan, kurangnya kualitas makanan yang diberikan dan cara pemberian makanan

yang salah. Serta karena adanya penyakit infeksi.

Sedangkan penyebab yang tidak langsung ialah kurangnya ketahanan pangan

keluarga,kualitas perawatan ibu dan anak,sanitasi lingkungan yang kurang,buruknya

pelayanan kesehatan

Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan

mengenai pemberian makanan yang baik;sedangkan penderita yang mengalami

komplikasi serta dehidrasi,syok,asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah

sakit.

Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya kondisi anak.

Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin dengan restorasi volume darah

dan mengkontrol tekanan darah.Pada tahap awal,kalori diberikan dalam bentuk

karbohidrat,gula sederhana,dan lemak.Protein diberikan setelah semua sumber kalori lain

telah dapat menberikan tambahan energi.Vitamin dan mineral dapat juga diberikan.