Makalah Kehamilan Dan Laktasi

15
MAKALAH FARMAKOTERAPI 2 KEHAMILAN DAN LAKTASI Disusun oleh : Yudhytha Anggarhani (108114116) Evan Gunawan (108114117) Stefanus Indra G (108114118) Sherly Damima (108114119) Desi Irwanta (108114124) Theresia Nurida A. (108114126) Lukas Surya (108114128) Trifonia Rosa K. (108114131) Retno Pamungkas (108114135) Maria Jessica C. D. (108114138) Suhartati Mentari R.B. (108114139) Theresia Aftria A. (108114141) Andika Pradana Putra (108114143) FKK-B 2010 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

description

kehamilan

Transcript of Makalah Kehamilan Dan Laktasi

Page 1: Makalah Kehamilan Dan Laktasi

MAKALAH FARMAKOTERAPI 2

KEHAMILAN DAN LAKTASI

Disusun oleh :Yudhytha Anggarhani (108114116)Evan Gunawan (108114117)Stefanus Indra G (108114118)Sherly Damima (108114119)Desi Irwanta (108114124)Theresia Nurida A. (108114126)Lukas Surya (108114128)Trifonia Rosa K. (108114131)Retno Pamungkas (108114135)Maria Jessica C. D. (108114138)Suhartati Mentari R.B. (108114139)Theresia Aftria A. (108114141)Andika Pradana Putra (108114143)

FKK-B 2010

FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA2013

Page 2: Makalah Kehamilan Dan Laktasi

A. KEHAMILAN

Hubungan antara janin, plasenta dan ibu diperlukan untuk menghasilkan spektrum

yang utuh dari produk-produk steroid yang penting untuk memelihara kehamilan. Adapun

hormon-hormon yang berperan dalam proses kehamilan yaitu : Progesteron, Estrogen,

Hormon laktogenik plasenta, Hormon relaksi. Selain hormon di atas, terjadi juga beberapa

perubahan pada sistem endokrin lainnya seperti penurunan sekresi dari kelenjar hipofise yang

selanjutnya akan meningkatkan sekresi dari kelenjar endokrin (khususnya kelenjar tiroid,

paratiroid, dan adrenal) (Farrer, 1996).

1. Hormonal

a. Progesteron

Korpus luteum pada ovarium menyediakan progesteron sampai pada usia kehamilan

10 minggu. Produksi hormon progesteron dapat dipacu oleh hormon estrogen dengan

menstimulasi ambilan kolesterol oleh plasenta dan konversi enzimatik plasenta dari

kolesterol menjadi pregnenolon. Sebagai hasilnya sejumlah besar progesteron

diproduksi dan disekresi kedalam aliran darah ibu (Heffner dan Schust, 2008).

Hormon progesteron, mempengaruhi tubuh ibu melalui relaksasi otot polos, relaksasi

jaringan ikat, kenaikan suhu, pengembangan duktus laktiferus dan alveoli, serta

perubahan sekretorik dalam payudara (Farrer, 1996).

b. Estrogen

Plasenta secara efisien dapat mengaromatisasi prekursor androgen menjadi estrogen

karena plasenta mengekspresikan enzim aromatase dalam jumlah banyak. Ketiga

estrogen utama yaitu estradiol, estron, dan estriol yang diproduksi di dalam plasenta

(Heffner dan Schust, 2008). Hormon estrogen merupakan faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan uterus, pertumbuhan payudara, retensi air dan Natrium, serta pelepasan

hormon hipofise. Estriol yang merupakan hormon estrogenik utama pada kehamilan

merupakan produk yang terjadi akibat adanya interaksi antara plasenta dan hormon-

hormon adrenal janin (Farrer, 1996).

c. Hormon laktogenik plasenta, berperan untuk meningkatkan pertumbuhan,

menstimulasi perkembangan payudara (Farrer, 1996).

d. Hormon relaksi, memberikan efek relaksan pada jaringan ikat (Farrer, 1996).

2. Sistem Kardiovaskular dan Sistem Hematologi

Selama dua trimester pertama kehamilan, volume darah ibu meningkat dari 3500

cm3 menjadi 5000 cm3. Penambahan volume ini disebabkan oleh menguatnya sistem renin-

1

Page 3: Makalah Kehamilan Dan Laktasi

angiotensin. Estrogen plasenta meningkatkan produksi angiotensin oleh hati, dan estrogen

bersama progesteron meningkatan produksi enzim proteolitik, renin oleh ginjal. Renin

memecah angiotensinogen untuk membentuk angiotensin I yang kemudian dikonversi

menjadi angiotensin II. Peningkatan jumlah angiotensin II kemudian meningkatkan

produksi aldosteron yang akan merangsang penambahan volume dan retensi Natrium dan

air (Heffner dan Schust, 2008).

Wanita hamil mengalami anemia ringan. Produksi hemoglobin dan massa total sel

darah merah meningkat selama masa kehamilan akibat meningkatnya produksi

eritropoietin. Volume vaskular maternal meningkat sangat banyak. Hal ini menyebabkan

anemia dilusional ringan yang melindungi ibu hamil dari kehilangan hemoglobin yang

berlebihan saat persalinan. Wanita hamil mengalami leukositosis ringan, juga mengalami

hiperkoagulabilitas yang terjadi akibat adanya peningkatan sintesis prokoagulan di hati

(Heffner dan Schust, 2008).

3. Ginjal dan Saluran Kemih

Laju filtrasi glumerulus (GFR), maternal dan aliran plasma ginjal (RPF) mulai

meningkat pada awal kehamilan. Pada pertengahan kehamilan GFR meningkat sebesar

50% dan terjadi selama kehamilan. Sebaliknya nilai RPF maternal mulai menurun pada

trimester ketiga. Hal ini menyebabkan fraksi filtrasi ginjal meningkat selama sepertiga

akhir kehamilan. Akibat peningkatan GFR, kreatinin dan ureum serum pada kehamilan

lebih rendah dibandingkan pada keadaan tidak hamil. Kapasitas reabsorbsi tubulus ginjal

yang relatif tetap, disertai dengan peningkatan GFR menyebabkan penurunan reabsorbsi

glukosa dari tubulus proksimal pada ginjal wanita hamil. Dengan demikian glukosa dapat

terdeteksi dalam urin wanita hamil. Volume urin yang terdapat di pelvis ginjal dan ureter

meningkat dua kali lipat pada separuh akhir kehamilan (Heffner dan Schust, 2008).

4. Perubahan di Gastrointestinal dan di Hati

Perubahan mekanik yang dihasilkan dari janin membesar, dalam kombinasi dengan

perubahan hormonal, bertanggung jawab untuk perubahan dalam sistem GI. Perubahan

utama adalah GI mual, muntah, dan mulas. Patofisiologi mual dan muntah selama

kehamilan kurang dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh efek hormon estrogen dan

progesteron. Selama kehamilan ada peningkatan permintaan untuk energi untuk

memungkinkan kehidupan janin dan plasenta tumbuh. Tuntutan ini mempengaruhi

metabolisme semua nutrisi.

2

Page 4: Makalah Kehamilan Dan Laktasi

Gangguan fungsi hati dapat menyebabkan preeklamsia (triad plasenta-induced

hipertensi, proteinuria, dan edema), sindrom HELLP (hemolisis, peningkatan enzim hati,

trombosit rendah), obstruktif kolestasis, dan perlemakan hati akut dalam kehamilan.

Preeklamsia terjadi pada sekitar 5% dari seluruh kehamilan. Penyebab pasti preeklamsia

belum teridentifikasi. Banyak teori penyebab potensial ada, termasuk genetik, diet,

vaskular (pembuluh darah), dan faktor autoimun (Wong, 2001).

Kehamilan dibagi menjadi 3 trimester, yaitu

1. Trimester pertama (0-12 minggu)

Periode ini juga merupakan waktu pembentukan sekaligus perkembangan pesat dari semua

sistem dan organ tubuh bayi. Berbagai gejala kehamilan akan datang di trimester

kehamilan pertama ini misalnya pembesaran payudara, sering buang air kecil, konstipasi,

mual muntah, merasa lelah, sakit kepala, pusing, emosional, dan peningkatan berat badan

(Yulikhah, 2006).

2. Trimester kedua (13-27 minggu)

Ciri utama perkembangan janin pada trimester kedua adalah penyempurnaan sistem organ

umum dan mulai berfungsinya berbagai sistem organ dari janin. Sistem organ yang mulai

berkembang meliputi sistem sirkulasi, sistem respirasi, sistem gastrointestinal, sistem saraf

dan neuromuskular, sistem saraf sensorik khusus (indra), sistem perkemihan, dan sistem

endokrin.Pada periode ini, ibu akan mengalami perubahan meliputi perasaan lebih nyaman

serta kebutuhan mempelajari perkembangan dan pertumbuhan janin meningkat, kadang

tampak egosentris dan berpusat pada diri sendiri (Yulikhah, 2006).

3. Trimester ketiga (28-40 minggu)

Ciri utama trimester ketiga adalah penyempurnaan struktur organ yang khusus atau detail,

serta penyempurnaan fungsi berbagai sistem organ. Ciri perkembangan akhir masa janin

adalah perlambatan pertumbuhan kepala relatif terhadap pertumbuhan badan. Pada awal

bulan ketiga, ukuran kepala merupakan separuh ukuran kepala bokong (crown-rumph

length, CRL). Akan tetapi, sejak awal bulan kelima, ukuran kepala relatif berkurang

sepertiga dari CRL, sampai pada saat lahir ukran kepala hanya seperempat ukuran CRL.

Hal ini disebabkan peningkatan pertumbuhan badan dan ekstrimitas, seiring penurunan

pertumbuhan kepala. Perubahan psikologis yang terjadi pada ibu meliputi perasaan aneh,

sembrono, lebih introvert, dan merefleksikan pengalaman masa lalu (Yulikhah, 2006).

3

Page 5: Makalah Kehamilan Dan Laktasi

B. LAKTASI

Estrogen dan Progesteron, ada dalam jumlah besar selama kehamilan, berturut-turut

merangsang system duktus dan alveolus payudara. Hal ini menyebabkan proliferasi dan

diferensiasi glandula mammae dan produksi kolostrum yang menyerupai serum, jernih, dan

encer mulai bulan ketiga kehamilan. Kolostrum terus dieksresikan hingga kehamilan cukup

bulan. Namun kadar estrogen yang tinggi selama kehamilan menginhibisi pengikatan

prolaktin (Hpl) dalam jaringan payudara, sehingga air susu tidak dihasilkan. Setelah

melahirkan, kadar estrogen, progesterone dan HCS (Human Chorionic Somatommotropin)

turun secara tajam, dan Hpl merangsang alveoli mammae untuk memproduksi air susu. Yang

menarik, kadar hPL yang diperlukan untuk mempertahankan laktasi lebih rendah daripada

kadar yang tercapai selama kehamilan. Kadar optimal insulin serta hormone tiroid dan

adrenal berperan sekunder dalam laktasi. Pengisapan oleh bayi diperlukan untuk prosuksi air

susu yang berkesinambungan (pengisapan merangsang sekresi berkala Hpl). Pengisapan juga

merangsang pelepasan oksitosin dari hipofisis posterior melalui refkeks neural payudara ke

hipofisis sehingga daa efek terhadap otot polos uterus, kontraksi serat otot periasinar

payudara, menyebabkan pengeliaran air susu ke sinus-sinus pengumpul utama yang bertemu

di putting susu (Benzon,2009).

C. PENATALAKSANAAN TERAPI SAAT KEHAMILAN DAN MENYUSUI

Pemberian obat-obatan pada ibu hamil dan menyusui tidak boleh sembarangan. Perlu

adanya perhatian khusus terhadap pemberian obat-obatan untuk ibu hamil dan menyusui. Jika

sang ibu mengkonsumsi obat, hal tersebut bisa berdampak pada janin yang dikandung atau

pada bayi yang menyusui.

Untuk itu, ada beberapa kriteria obat untuk ibu hamil. Menurut FDA, ada 5 kategori

obat untuk ibu hamil yaitu :

1. Kategori A

Obat-obatan yang masuk dalam kategori A ini merupakan obat-obat yang telah diteliti

dengan baik namun gagal menunjukkan resiko ke janin pada trimester pertama kehamilan

dan tidak ada bukti resiko pada trimester berikutnya. Dengan kata lain, obat-obat yang

masuk dalam kategori ini aman untuk dikonsumsi si ibu dalam masa kehamilan

(Franciscus, 2012).

2. Kategori B

Obat-obat dalam kategori ini telah diuji pada hewan hamil dan bayinya tidak menunjukkan

adanya masalah yang berkaitan dengan obat yang diberikan. Atau, pada penelitian

4

Page 6: Makalah Kehamilan Dan Laktasi

terhadap hewan uji hamil yang diberikan obat ada beberapa bayi yang memiliki masalah.

Namun dalam penelitian yang terkendali dengan baik terhadap manusia, wanita hamil

yang menggunakan obat dan bayinya tidak memiliki masalah yang berhubungan dengan

penggunaan obat (Franciscus, 2012).

3. Kategori C

Pada kategori C ini, obat-obat yang diuji pada hewan hamil memiliki beberapa bayi

dengan masalah. Atau, tidak ada penelitian pada hewan yang telah dilakukan,dan belum

ada penelitian yang memadai dan terkendali dengan baik pada wanita hamil. Namun,

potensi keuntungan dapat menjamin penggunaan obat pada wanita hamil meskipun ada

potensi resiko penggunaan obat (Franciscus, 2012).

4. Kategori D

Pada kategori ini, studi pada manusia dan laporan lain menunjukkan bahwa wanita hamil

yang menggunakan obat, beberapa bayi yang dilahirkan memiliki masalah yang berkaitan

dengan obat. Namun, dalam beberapa situasi serius, obat mungkin masih membantu ibu

dan bayi walaupun bisa menyakiti mereka (Franciscus, 2012).

5. Kategori X

Obat yang masuk dalam kategori ini merupakan obat-obatan yang tidak boleh digunakan

oleh wanita hamil. Studi atau laporan pada manusia atau hewan menunjukkan bahwa ibu

menggunakan obat selama kehamilan membawa resiko yang sangat tinggi untuk

perkembangan janin. Obat memiliki resiko yang jelas lebih besar daripada manfaatnya

(Franciscus, 2012).

Contoh Beberapa Obat Sesuai Kategori Obat Untuk Kehamilan

Kategori Contoh Obat

Kategori A Asam Folat Levothyroxine (obat hormon tiroid)

Kategori B

Beberapa antibiotik seperti amoxicillin Zofran (ondansetron) untuk mual Glucophage (metformin) untuk diabetes Beberapa insulin yang digunakan untuk diabetes seperti insulin reguler

dan insulin NPH

Kategori C

Diflucan (fluconazole) untuk infeksi jamur Ventolin (albuterol) untuk asma Zoloft (setraline) dan prozac (fluoxetine) untuk depresi Aripiprazole

Kategori D

Paxil (paroxetine) untuk depresi Lithium untuk gangguan bipolar Dilantin (fenitoin) untuk epilepsi Beberapa kemoterapi kanker

5

Page 7: Makalah Kehamilan Dan Laktasi

Kategori X Accutane (isotretinoin) untuk cystic acne Thalomid (thalidomide) untuk jenis penyakit kulit

(Kaczmarczyk, 2010).

Pemberian obat untuk ibu dalam masa kehamilan sebaiknya mempertimbangkan hal-

hal berikut :

Pertimbangkan perawatan pada masa kehamilan.

Obat hanya diresepkan pada wanita hamil bila manfaat yang diperoleh ibu diharapkan

lebih besar dibandingkan risiko pada janin.

Sedapat mungkin segala jenis obat dihindari pemakaiannya selama trimester pertama

kehamilan.

Apabila diperlukan, lebih baik obat-obatan yang telah dipakai secara luas pada kehamilan

dan biasanya tampak aman diberikan daripada obat baru atau obat yang belum pernah

dicoba secara klinis.

Obat harus digunakan pada dosis efektif terkecil dalam jangka waktu sesingkat mungkin.

Hindari polifarmasi.

Pertimbangkan perlunya penyesuaian dosis dan pemantauan pengobatan pada beberapa

obat (misalnya fenitoin, litium).

(Depkes RI, 2006).

Klasifikasi Obat untuk ibu menyusui, adalah sebagai berikut :

1. L1 : paling aman, obat yang dapat diberikan dalam jumlah banyak pada ibu menyusui

tanpa adanya peningkatan efek samping pada bayi. Penelitian membuktikan bahwa obat

pada golongan ini tidak berbahaya pada infan karena produk obat yang dieksresikan

melalui air susu relatif memiliki ketersediaan yang kecil pada pemberian oral pada bayi.

Contoh obat golongan ini adalah : vancomisin dan parasetamol (AHC, 2012).

2. L2 : Lebih aman, obat golongan ini dapat diberikan dengan batasan tertentu pada ibu

menyusui tanpa adanya efek samping pada bayi. Contoh obat golongan ini : ranitidin,

fenitioin, dan warfarin (AHC, 2012).

3. L3 : Aman, obat kategori ini belum memiliki informasi yang terkontrol mengenai

penggunaanya pada ibu menyusui, tetapi efek samping yang diberikan tidak

membahayakan bagi bayi. Penggunaan obat jenis ini sebaiknya mempertimbangkan rasio

manfaat dan resiko serta alternatif obat yang lain. Contoh obat golongan ini : siklosporin,

levofloksasin, dan morfin (AHC, 2012).

4. L4 : Mungkin berbahaya, obat golongan ini memiliki bukti yang menunjukan

keberbahayaan dalam pemberian pada ibu menyusui terhadap bayinya. Akan tetapi obat-

6

Page 8: Makalah Kehamilan Dan Laktasi

obat golongan ini memang memiliki manfaat yang jauh lebih besar daripada resikonya

ketika digunakan, misal life threatening drug. Contoh obat golongan ini adalah captopril,

demerol, dan cafergot (AHC, 2012).

5. L5 : Berbahaya, obat golongan ini sudah terbukti memberikan efek samping yang serius

pada bayi. Obat jenis ini dikontraindikasikan pada ibu menyusui dengan pertimbangan

kesehatan bayi. Contoh obat golongan ini : bromocreptin, isotretinoin, dan taxol (AHC,

2012).

Untuk ibu menyusui, pertimbangan pemberian obat sebagai berikut :

Penggunaan obat yang tidak diperlukan harus dihindari. Jika pengobatan memang

diperlukan, perbandingan manfaat/risiko harus dipertimbangkan pada ibu maupun

bayinya.

Obat yang diberi ijin untuk digunakan pada bayi umumnya tidak membahayakan.

Neonatus (dan khususnya bayi yang lahir prematur) mempunyai risiko lebih besar

terhadap paparan obat melalui ASI. Hal ini disebabkan oleh fungsi ginjal dan hati yang

belum berkembang, sehingga berisiko terjadi penimbunan obat.

Harus dipilih rute pemberian dan pembagian obat yang menghasilkan jumlah kadar obat

terkecil yang sampai pada bayi.

Hindari atau hentikan sementara menyusu.

Jika suatu obat digunakan selama menyusui, maka bayi harus dipantau secara cermat

terhadap efek samping yang mungkin terjadi.

Sebaiknya dihindari obat baru, yang hanya memiliki sedikit data.

(Depkes RI, 2006).

D. KASUS

Seorang wanita 36 tahun, mengalami psikotik pertamanya pada 2002, dan didiagnosa

sesuai Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fourth Edition text Revision,

termasuk dalam penyakit delusi (khayal) kronis 1 tahun yang lalu. Mulanya, pasien diberi

terapi dengan Haloperidol (4mg/hari), tetapi kedua remisi dari simptom dan toleransi

neurogikal tidak memuaskan. Kemudian pengobatan dihentikan sementara dan digantikan

dengan Olanzipine (10mg/hari) dan memberikan respon klinik yang baik. Tetapi karena

terjadi kenaikan berat badan (>10kg) pada 2008, pasien secara efektif berganti ke

Aripiprazole (15mg/hari). Pada Oktober 2009, pasien memutuskan untuk menarik

pengobatan antipsikotik karena menginginkan untuk hamil. Pasien mengandung anak

pertamanya pada November 2009. Pasien tidak menerima vitamin-vitamin prenatal atau

7

Page 9: Makalah Kehamilan Dan Laktasi

suplemen yang mengandung folat. Sayangnya pada Februari 2010 (pada minggu ke-14

kehamilannya) dia mengalami kekambuhan psikotik yang parah. Simptom utamanya adalah

paranoid dan delusi somatik. Setelah menjelaskan resiko yang terjadi pada fetus dari terapi

antipsikotik, terapi Aripiprazole (10mg/ hari) kembali diberikan dan dilanjutkan hingga saat

kelahiran (tidak diperlukan pengobatan lainnya), yang terjadi pada 16 Agustus 2010 dengan

operasi caesar (dijadwalkan oleh bidannya karena riwayat penyakit psikis, meskipun

masalah mental bukan merupakan indikasi spesifik untuk mengadakan operasi caesar).

Bayi perempuan yang sehat dilahirkan, beratnya 3400g , panjangnya 49cm dan nilai apgar 9

dan 10 pada 1 dan 5 menit, secara berturut-turut. Wanita tersebut mengalami kenaikan berat

badan kira-kira 9 kg, dan kedua tes darah rutin (termasuk hemoglobin, besi, dan gula darah,

tes toleransi glukosa dan tes serologi viral), dan tes urin hasilnya negatif atau termasuk

dalam range. 5 laporan echografis tidak terdapat kelainan pada fetus (catatan : meskipun

terapi Aripiprazole dimulai setelah kelengkapan organogenesis pada fetal). Ibu bayi

disarankan tidak memberikan ASI pada bayinya. Setelah 8 minggu melahirkan bayi berada

dalam kondisi yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

8

Page 10: Makalah Kehamilan Dan Laktasi

AHC, 2012, Pain Relieving Medications for the Breastfeeding Mother, http://www.aurorahealthcare.org, diakses pada tanggal 1 Mei 2013.

Benzon, R,C., 2009, Buku Saku Obstetri Dan Ginekologi, Penerbit Buku Kedokteran EGC , Jakarta, pp.281.

Depkes RI, 2006, Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu Hamil dan Menyusui, Bakti Husada, Jakarta.

Farrer, 1996, Perawatan Maternitas, edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta, pp. 60-71.

Franciscus, A., 2012, Pregnancy Drug Categories, www.hcvadvocate.org, diakses pada tanggal 28 April 2013.

Heffner, L, J., Schust, D, J., 2008, Sistem Reproduksi, Edisi 2, Erlangga Medical Series, Jakarta, pp. 47-51.

Kaczmarczyk, J., 2010, Pregnancy and Medicines, http://www.womenshealth.gov, diakses pada tanggal 28 April 2013.

Wong, D , L., 2001, Buku Ajar Keperawatan Pediatrik , Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp.334.

Yulikhah, L., 2006, Kehamilan : Seri Asuhan Kebidanan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 44-47.

9