Makalah Imun Sis
-
Upload
sarabawazir -
Category
Documents
-
view
16 -
download
0
Transcript of Makalah Imun Sis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam menghadapi serangan benda asing yang dapat menimbulkan infeksi
atau kerusakan jaringan, tubuh manusia dibekali sistem pertahanan untuk
melindungi dirinya. Sistem pertahanan tubuh yang dikenal sebagai mekanisme
imunitas alamiah ini adalah merupakan tipe pertahanan yang mempunyai spektrum
luas, yang artinya tidak hanya ditujukan kepada antigen yang spesifik. Selain itu, di
dalam tubuh manusia juga ditemukan mekanisme imunitas yang didapat hanya
diekspresikan dan dibangkitkan karena paparan antigen yang spesifik. Tipe yang
terakhir ini, dapat dikelompokkan menjadi imunitas yang didapat secara aktif dan
didapat secara pasif.
Berbagai organik dan anorganik, baik yang hidup maupun yang mati, berasal
dari hewan, tumbuhan, jamur, bakteri, virus, parasit, berbagai debu dalam polusi,
uap, asap, dan lain-lain iritan, ditemukan dalam lingkungan hidup dan kerja kita
sehingga setiap saat bahan-bahan tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan
menimbulkan berbagai penyakit bahkan kerusakan jaringan. Selain itu, sel badan
yang menjadi tua dan sel yang bermutasi menjadi ganas, merupakan bahan yang
tidak diingini dan perlu disingkirkan.
Lingkungan disekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur patogen,
misalnya: bakteri, virus, fungus, protozoa, dan parasit yang dapat menyebabkan
infeksi pada manusia. Infeksi yang terjadi pada manusia normal umumnya singkat
dan jarang meninggalkan kerusakan permanen. Hal ini disebabkan tubuh manusia
memiliki suatu sistem yaitu sistem imun yang melindungi tubuh terhadap unsur-
unsur patogen.
Dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca menyadari betapa
1
pentingnya peran sistem imun dalam tubuh, sehingga pembaca akan terdorong
untuk selalu menjaga kesehatan tubuh mereka dan juga melakukan imunisasi agar
sistem imun dapat bekerja secara optimal. Dan sistem imun yang akan kami bahas
disini adalah mengenai Sistem Imun Spesifik.
1.2 Permasalahan
Dalam makalah ini kami akan membahas:
1. Pengertian sistem imun?
2. Apa yang dimaksud dengan sistem imun spesifik?
3. Pembagian sistem imun spesifik?
4. Contoh sistem imun spesifik?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan kelompok kami membahas topik ini untuk memberikan informasi
dan menambah wawasan kepada pembaca mengenai sistem mun spesifik. Karena
masih banyak masyarakat yang belum memahami tentang imunitas tubuh.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sistem Imun
Imunologi adalah cabang ilmu biologis yang berkaitan dengan respon
organisme terhadap penolakan antigenik, pengenalan diri sendiri dan bukan
pengenalan dirinya, serta semua efek biologis, serologis, dan kimia fisika fenomena
imun.
Imunitas adalah kekebalan terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi. Imun sistem adalah semua hal yang berperan dalam proses imun seperti sel, protein, antibodi dan sitokin/kemokin. Fungsi utama sistem imun adalah sebagai pertahanan terhadap infeksi mikroba, walaupun substansi non infeksious juga dapat meningkatkan kerja sistem imun. Respon imun adalah proses pertahanan tubuh terhadap semua bahan asing, yang terdiri dari sistem imun non spesifik dan spesifik.Sistem imun adalah serangkaian molekul, sel dan organ yang bekerja sama dalam mempertahankan tubuh dari serangan luar yang dapat mengakibatkan penyakit, seperti bakteri,jamur dan virus. Kesehatan tubuh bergantung pada kemampuan sistem imun untuk mengenali dan menghancurkankan serangan ini.
Sistem imun memiliki beberapa fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai: Penangkal “benda” asing yang masuk ke dalam tubuh Untuk keseimbangan fungsi tubuh terutama menjaga keseimbangan komponen tubuh yang telah tua
3
Sebagai pendeteksi adanya sel-sel abnormal, termutasi atau ganas, serta menghancurkannya.Sistem imun menyediakan kekebalan terhadap suatu penyakit yang disebut imunitas. Respon imun adalah suatu cara yang dilakukan tubuh untuk memberi respon terhadap masuknya patogen atau antigen tertentu ke dalam tubuh.
2.2 Definisi Sistem Imun Spesifik
Respon imunologik spesifik dimulai dengan aktifitas makrofag memproses
antigen demikian rupa hingga dapat menimbulkan interaksi dengan sel-sel sistem
imun. Dengan rangsangan antigen ini, sel-sel sistem imun berproliferasi dan
berdiferensiasi hingga menjadi sel yang memiliki kompetensi imunologi dan mampu
meniadakan antigen.
Walaupun antigen pada kontak pertama (respon primer) ini dapat ditiadakan
dan sel-sel sistem imun kemudian mengadakan involusi, namun respon primer
tersebut sempat mengakibatkan terbentuknya kelompok sel yang disebut memory
cells yang dapat mengenali antigen itu. Apabila macam antigen yang sama dikemudian
hari masuk ke dalam tubuh, maka kelompok sel tersebut mengadakan respons
terhadap antigen itu secara spesifik (respon sekunder).
2.3 Pembagian Sistem Imun Spesifik
Ada 3 macam respon imunologik spesifik, yaitu:
a. Respon imunologik seluler, berupa proliferasi dan diferensiasi populasi sel yang
dikenal sebagai limfosit T. Limfosit T ini berubah menjadi sel-sel yang dapat
menghancurkan antigen secara langsung atau dengan cara mengeluarkan limfokin.
Sel ini disebut sel T-efek-tor (T-sitotoksik). Disamping itu, populasi limfosit ini
dapat juga berubah menjadi sel-sel yang mengatur produksi antibodi oleh sel B atau
sel plasma dan juga mengatur aktivitas sel efektor. Sel-sel ini disebut limfosit T-
penolong (helper) dan limfosit T-penekan (suppressor).
4
b. Respon imunologik humoral, berupa perubahan populasi limfosit B menjadi sel
plasma yang dapat melepaskan antibodi ke dalam darah. Antibodi ini berkaitan
dengan antigen yang masuk dan membentuk kompleks yang mengaktivasi
komplemen. Akibatnya adalah peng hancuran kompleks tersebut.
c. Interaksi antara respon imunologik seluler dengan respon imunologik humoral,
yaitu yang disebut antibody dependent cellular immune respons.
Kelompok limfosit yang tidak tergolong limfosit T maupun B, yaitu kelompok sel
null, akan berkaitan dengan antibodi yang melapisi permukaan sel sasaran
kemudian menghancurkan sel tersebut.
2.3.1 Limfosit
Pada respon imunologik yang spesifik ini limfosit memegang peranan yang
sangat penting. Limfosit berfungsi mengatur dan berkerja sama dengan sel-sel lain
dalam sistem retikuloendotel untuk menimbulkan respon imunologik. Di dalam
jaringan yang tergolong jaringan limfoid primer, yaitu thymus dan sumsum tulang,
limfosit berproliferasi dan berdiferensiasi tanpa ketergantungan pada antigen,
sedangkan dalam jaringan limfoid sekunder seperti dalam kelenjar limfe, limpa dan
jaringan limfoid dalam dinding saluran cerna ( gut associated lymphoid tissue =
GALT), limfosit berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel efektor dan menyusun
sel yang memproduksi antibodi atas rangsangan antigen.
Reaksi yang terjadi akibat rangsangan baik spesifik maupun non spesifik,
dimungkinkan oleh adanya reseptor pada permukaan limfosit dan reseptor ini
dapat membeda-bedakan populasi dan sub populasi limfosit. Limfosit secara umum
dan sesuai dengan fungsinya dalam menimbulkan respon imunologik dibagi dalam
dua golongan (populasi), yaitu populasi limfosit T ( sel T) yang dipengaruhi oleh
thymus ( thymus dependent) dan berperan dalam reaksi imunologik seluler, serta
limfosit B (sel B) yang tidak dipengaruhi oleh tymus (tymus dependent) berperan
dalam reaksi imunologik humoral. Baik populasi limfosit T maupun B merupakan
populasi heterogen, bukan saja dalam fungsinya tetapi juga dalam asal, umur,
kemampuan migrasi, distribusinya dalam tubuh dan ciri-ciri permukaannya
(surpace marker).
5
Limfosit T
Limfosit T berfungsi, antara lain:
1. Membantu sel B dalam memproduksi antibodi
2. Mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus
3. Mengaktifkan makrofag dalam fagositosis
4. Mengontrol dan kualitas sistem imun
Subpopulasi sel T, yaitu:
Sel T sitotoksik (Sel Tc)
Sel T yang menghancurkan sel penjamu yang memiliki antigen asing,
misalnya sel tubuh yang dimasuki oleh virus, sel kanker, dan sel cangkokan.
Sasaran sel T sitotoksik yang paling sering adalah sel yang sudah terinfeksi
virus. Setelah diaktivasi oleh antigen virus, sel T sitotoksik menghancurkan
sel korban dengan mengeluarkan zat-zat kimiawi yang melisiskan sel
sebelum replikasi virus dapat dimulai.
Salah satu cara yang digunakan sel T sitotoksik untuk menghancurkan
sel sasaran adalah dengan mengeluarkan molekul-molekul perofin, yang
menembus membran permukaan sel sasaran dan menyatu untuk
membentuk saluran seperti pori-pori. Teknik mematikan sel dengan
membuat lubang di membran ini serupa dengan metode yang diterapkan
oleh membrane attack complex pada jenjang komplemen. Virus yang keluar
setelah sel dirusak kemudian secara langsung dihancurkan dicairan ekstrasel
oleh sel-sel fagositik, antibodi netralisasi, dan sistem komplemen. Sel T yang
tidak mengalami cidera selama proses ini, dapat menyerang sel lain yang
terinfeksi. Sel-sel sehat disekitarnya menggantikan sel yang hilang melalui
proses pembelahan sel.
Sel T Penolong (Sel Th)
Sel Th menolong sel B dalam memproduksi antibodi. Sel Th
berpengaruh atas sel Tc dalam mengenal sel yang terkena infeksi virus dan
6
jaringan cangkok alogenik. Sel Th juga melepas limfokin yang mengaktifkan
makrofag dan sel-sel lain. Sebagian zat kimia yang dihasilkan oleh sel T
berfungsi sebagai kemotaksin untuk menarik lebih banyak neutrofil dan
calon makrofag ke tempat invasi.
Sel T penolong adalah jenis T yang paling banyak, menyusun sekitar
60%-80% dari sel T yang beredar dalam darah. Karena peran penting ini
dalam “menyalakan” semua kekuatan limfosit dan makrofag, sel T penolong
dapat dianggap sebagai “tombol utama” sistem imun.
Sel T Penekan (Sel Ts)
Sel T yang menekan produksi antibodi sel B dan aktivasi sel T
sitotoksik dan penolong. Sel-sel ini tampaknya berfungsi membatasi reaksi
imun melalui mekanisme “check and balance” dengan limfosit yang lain. Sel T
penekan membatasi respon semua sel imun lain. Melalui metode umpan
balik negatif, sel T penolong mendorong sel T penekan bereaksi. Sel T
penekan pada gilirannya, menghambat sel T penolong dan sel-sel lain yang
untuk bertugas dipengaruhi oleh sel T penolong.
Sel Tdh atau Td (delayed hypersensitivity)
Sel Tdh adalah sel yang berperan pada pengerahan makrofag dan sel
inflamasi lainnya ke tempat terjadinya reaksi lambat. Dalam fungsinya,
sebenarnya menyerupai sel Th.
2.3.2. Limfosit B (Sel B)
Limfosit B dapat dibedakan dari limfosit T karena memiliki ciri permukaan
berupa imunoglobulin. Ciri pertama yang timbul pada permukaan sel B yang sedang
maturasi adalah IgM, di susul kemudian oleh IgD. Selama maturasi terjadi perubahan pada
sel B, sehingga sel-sel tertentu memiliki ciri permukaan IgD dan IgA. Di samping
imunoglobulin, limfosit B juga memiliki reseptor permukaan untuk fragmen Fc dari pada
imunoglobulin dan reseptor untuk C3 ( C = komplemen ).
7
Limfosit B yang berperan dalam respons imunologi humoral atas rangsangan
antigen dapat berdiferensiasi menjadi sel plasma yang mampu memproduksi antibodi.
Pada umumnya produksi antibodi diatur oleh sel T –penolong, terutama apabila stimulator
merupakan antigen yang T- dependent. Antigen demikian baru dapat merangsang sel B
untuk memproduksi antibodi setelah sel B menerima isyarat ( signal ) dari sel T yang
mengenali antigen itu. Sebaliknya, antigen yang non- T- dependent dapat merangsang sel B
secara langsung.
Seperti halnya limfosit T, limfosit B juga merupakan populasi yang heterogen,
terdiri atas subpopulasi yang masing-masing dapat membentuk satu kelas antibodi
terhadap antigen tertentu, sehingga terdapat banyak jenis sel B dengan spesifitas yang
berbeda-beda. Di samping oleh antigen spesifik, sel B juga dapat dirangsang oleh stimulator
non-spesifik ( mitogen ) seperti misalnya lipopolisakarida atau pokeweed-mitogen.
Immunoglobulin yang diproduksi, bereaksi dengan antigen membentuk kompleks
antigen-antibodi, baik bebas dalam sirkulasi maupun melekat atau mengendap pada
permukaan sel, tanpa menghancurkan antigen itu. Baru setelah terjadi aktivasi komplemen
oleh kompleks antigen-antibodi tadi, antigen dapat dihancurkan.
2.3.3. Limfosit non-T-non-B ( Sel Null )
Kelompok limfosit lain, karena tidak memiliki ciri-ciri permukaan limfosit T maupun
B, dikelompokkan dalam kelompok limfosit non-T-non-B atau disebut juga sel null.
Sebagian dari kelompok ini dapat dibedakan satu dari yang lain, karena memiliki reseptor
untuk fragmen Fc imunoglobulin atau reseptor untuk C3, seperti halnya sel K (killer) dan
sel NK (natural killer).
Sel K memiliki kemampuan untuk membunuh sel sasaran yang permukaannya
dilapisi antibodi tanpa melibatkan komplemen, yaitu suatu reaksi yang disebut antibody
dependent cellular cytotoxicity, dan merupakan interaksi respons imunologik seluler dan
humoral. Sel K tidak memiliki spesifitas terhadap antigen, tidak mempunyai memory, tetapi
supaya reaksi dapat berlangsung diperlukan antibodi spesifik terhadap sel sasaran dan
reseptor Fc pada permukaan sel K untuk imunoglobulin tersebut.
8
Sel NK memiliki sifat sitotoksik terhadap beberapa jenis sel sasaran. Sel ini tidak
mempunyai sifat fagositik maupun ciri-ciri limfosit T atau B, dan merupakan sistem
pertahanan tubuh tingkat permulaan, seperti halnya natural antibody dalam system
humoral. Diduga sel NK berperan pada pencegahan pertumbuhan tumor in vivo, terutama
bagi tumor yang disebabkan oleh virus, dan dikendalikan oleh system MHC.
Dari uraian di atas tampak bahwa semua populasi dan subpopulasi limfosit serta
sel-sel lain yang termasuk sistem limforetikuler satu dengan lain bekerja sama untuk
mengatur, membantu atau menghambat respons imunologik. Disfungsi salah satu populasi
mengakibatkan respon imunologik menjadi kurang adekuat dan menimbulkan berbagai
keadaan patologik.
Imunoglobulin
Imunoglobulin (Ig) terdiri atas sekumpulan molekul protein yang mempunyai sifat
biologik dan struktur yang serupa, tetapi sekaligus juga berbeda dalam susunan asam-
aminonya. Struktur dasar immunoglobulin terdiri atas dua macam rantai polipeptida yang
disebut Heavy-chain (H-chain) dan light-chain (L-chain), yang disusun oleh rangkaian asam
amino. H-chain dirangkaikan dengan L-chain oleh ikatan disulfida demikian rupa sehingga
membentuk struktur yang simetris.
Tiap rantai dasar disebut satu unit, terdiri atas dua H-chain dan dua L-chain. Rantai
dasar ini oleh enzim papain dapat dipecah menjadi tiga bagian (fragmen), yaitu dua
fragmen yang mengandung baik H-chain maupun L-chain yang disebut fragmen Fab, dan
satu fragmen yang mengandung H-chain saja yang disebut fragmen Fc. Kedua fragmen Fab
masing-masing memiliki satu tempat pengikatan antigen (antigen binding site). Karena
fragmen ini mempunyai fungsi mengikat antigen, maka susunan asam aminonya pun
sangat variabel, sesuai dengan variabilitas antigen yang merangsang pembentukan
imunoglobulin. Sebaliknya fragmen Fc merupakan fragmen yang konstan. Fragmen ini
tidak memiliki kemampuan mengikat antigen tetapi memiliki sifat sebagi antigen
9
(antigenic) dan fragmen pulalah yang menentukan berbagai aktivitas biologik
imunoglobulin bersangkutan.
Selain oleh papain, unit dasar immunoglobulin dapat dipecah oleh pepsin pada
bagian lain dari rantai imunoglobulin menjadi dua fragmen, yaitu satu fragmen Fc dan satu
fragmen lain yang memiliki dua tempat pengikatan antigen. Fragmen terakhir ini disebut
F(ab’)2 yang memiliki sifat bukan saja mengikat antigen tetapi juga mengendapkannya.
Imunoglobulin digolongkan dalam beberapa kelas sesuai dengan tipe L-chain dan H-
chain yang menyusunnya. Kita mengenal dua tipe L-chain yaitu kappa dan lambda,
sedangkan H-chain dibedakan lagi menjadi lima kelas, yaitu: gamma (G), alpha (A), muu
(M), delta (D) dan epsilon (E). Ke lima kelas imunoglobulin diberi nama sesuai H-chain
yang menyusunnya.
Tiap molekul IgG tersusun atas satu unit rantai dasar yang terdiri atas dua rantai
gamma dirangkaikan dengan dua kappa-L-chain atau lambda-L-chain. Demikian pula IgE
yang tersusun atas satu unit dasar, terdiri atas dua epsilon chai, sama halnya dengan IgD
yang tersusun atas satu unit dasar yang terdiri atas dua delta chain dirangkaikan dengan
dua kappa atau dua lambda chain. Unit dasar IgM adalah dua muu chain dirangkaikan
dengan dua kappa-L-chain atau dua lambda-L-chain. Satu molekul IgM terdiri atas lima unit
dasar ini yang diikat satu dengan lain oleh J-chain, yaitu bagian nonimunoglobulin yang
mengandung sulfhidril dalam jumlah banyak, sehingga IgM merupakan molekul
imunoglobulin yang paling besar. Unit dasar IgA adalah dua alpha chain dirangkaikan
dengan dua kappa atau dua lambda-L-chain. Satu molekul IgA merupakan molekul yang
polidispersi, yaitu dapat terdiri atas satu sampai lima unit dasar, walaupun sebagian besar,
80% - 90% IgA biasanya terdapat sebagai dimer, terdiri atas dua unit dasar diikat oleh J-
chain komponen sekresi (secretory component), yaitu non-imunoglobulin.
Di samping lima kelas immunoglobulin dikenal pula beberapa sub kelas
immunoglobulin. IgG dibagi menjadi empat subkelas, yaitu IgG1, IgG2, IgG3, IgG4,
sedangkan IgA dibagi lagi menjadi dua sub kelas, yaitu IgA1 dan IgA2, masing-masing
subkelas berbeda dalam susunan asam amino dan berat molekul, dengan demikian juga
sifat biologiknya.
10
Pembentukan imunoglobulin
Imunoglobulin dibentuk oleh sel-sel plasma yang berasal dari limfosit B. Tiap sel
plasma hanya membentuk satu jenis imunoglobulin, yaitu satu kelas H-chain dan satu tipe
L-chain. Oleh karena itu, maka suatu populasi sel plasma yang berasal dari satu clone akan
membentuk immunoglobulin yang sama (homogen) dan disebut imunoglobulin
monoclonal. Pada umumnya, imunoglobulin yang ada dalam serum berasal dari berbagai
populasi sel plasma, sehingga merupakan imunoglobulin poliklonal. Oleh karena itu, maka
imunoglobulin dalam keadaan normal adalah heterogen.
Sifat biologik imunoglubulin
Molekul imunoglobulin bersifat spesifik terhadap antigen tertentu. Ini disebabkan
karena imunoglobulin yang diproduksi sebagai reaksi terhadap antigen tertentu
mempunyai susunan asam amino yang berbeda daripada immunoglobulin yang diproduksi
sebagai reaksi terhadap antigen lain. Dengan kata lain spesifisitas suatu antibodi
ditentukan oleh susunan asam amino imunoglobulin yang bersangkutan dan spesifisitas ini
dibawakan oleh fragmen Fab. Seperti telah diuraikan terdahulu fragmen Fc menunjukan
ciri-ciri aktivitas biologik imunoglobulin. Fragmen Fc inilah yang antara lain menentukan
determinan antigenik (antigenic determinant) immunoglobulin, menentukan kemampuan
immunoglobulin untuk menembus plasenta, kemampuan mengikat komplemen, makrofag
atau yang mengakibatkan degranulasi mast cell. Semua sifat ini berbeda antara satu jenis
imunoglobulin dengan imunoglobulin yang lain.
11
Imunoglobulin G (IgG)
Dalam serum orang dewasa normal, IgG merupakan 75% kadar imunoglobulin total.
IgG dapat menembus plasenta dan masuk ke dalam peredaran darah fetus, sehingga pada
bulan pertama setelah bayi lahir, IgG yang berasal dari ibu inilah yang melindungi bayi
terhadap berbagai gangguan akibat masuknya antigen ke dalam tubuh.
Di antara serum kelas imunoglobulin, IgG paling mudah berdifusi ke dalam jaringan
ekstravaskuler dan menjalankan fungsinya menetralisasikan kuman atau toksin dengan
cara mengikatnya sehingga dengan demikian kuman itu lebih mudah difagositosis.
Kompleks yang terbentuk oleh IgG dengan kuman mengaktivasi komplemen dengan akibat
penglepasan factor kemotaktik yang menarik sel-sel polimorfonuklear (PMN). Sel PMN ini
kemudian melekat pada reseptor permukaan komplemen dan fragmen Fc IgG, sehingga
kuman dengan mudah difagositosis. Cara yang sama juga terjadi pada pembunuhan suatu
sel sasaran oleh limfosit K seperti telah diuraikan terdahulu. Interaksi kompleks IgG
dengan reseptor terhadap fragmen Fc yang ada pada permukaan trombosit diduga
mengakibatkan agregasi trombosit dan penglepasan vasoactive amine.
Pada umumnya, semua jenis antigen dapat menimbulkan antibodi yang tersusun
atas semua subkelas IgG, tetapi antibodi terhadap faktor VIII (pada hemofilia) biasanya
termasuk subkelas IgG4, antiplatelet antibody biasanya IgG3. Subkelas IgG1 dan IgG3
dengan mudah dapat mengikat komplemen sedangkan IgG4 tidak. Kadar IgG dalam serum
orang dewasa normal adalah 800-1800 mg/dl.
Imunoglobulin A (IgA)
Di dalam serum, IgA pada umumnya terdapat sebagai molekul monomer (7S), tetapi
dapat berubah secara spontan menjadi molekul dimer dengan pengikatan J-chain. Di
samping IgA yang terdapat dalam serum ada juga secretory IgA (SIgA) sebagai
immunoglobulin utama dalam organ sekresi dan eksokrin. SIgA terdapat dalam saliva,
secret bronkus, air mata, secret hidung, secret mukosa saluran cerna dan lain-lain sebagai
dimer dan bersifat stabil, yaitu tahan terhadap enzim proteolitik karena mengandung suatu
12
komponen yang disebut komponen sekresi (secretory component). Fungsinya adalah
melindungi tubuh terhadap infeksi lokal atau mencegah masuknya antigen ke dalam tubuh
dengan cara melapisi antigen demikian rupa hingga antigen tidak dapat melekat pada
mukosa. Di samping itu IgA bekerja sama dengan lisozim dan komplemen dapat
membunuh mikroorganisme tertentu dengan cara bakteriolisis. IgA tidak dapat menembus
plasenta; walaupun demikian imunitas bayi baru lahir dapat dipertahankan karena IgA
terdapat cukup banyak dalam kolostrum. Kadar IgA dalam serum orang dewasa normal
adalah 90- 450 mg/dl.
Imunoglobulin M (IgM)
Imunoglobulin M merupakan immunoglobulin dengan berat molekul paling besar
dan biasanya berbentuk pentamer. IgM banyak terdapat pada permukaan lomfosit B.
Isohemaglutinin ( anti-A, anti-B ) dan kebanyakan natural antibody yang ada dalam darah
pada umumnya tersusun atas molekul IgM. Pada suatu respons imunologik, IgM biasanya
dibentuk paling dahulu.
13
BAB III
Ringkasan
Dentinogenesis imperfecta adalah suatu kelainan struktur gigi yang
mempengaruhi struktur kolagen dentin pada tahap histodiferensiasi perkembangan gigi.
Kelainan ini dapat terjadi mengenai gigi sulung maupun gigi tetap.
Angka kejadian dentinogenesis imperfecta 1 per 8000 populasi. Kelainan ini
dibagi dalam 3 jenis yang seluruhnya bersifat herediter, diturunkan secara autosomal
dominan. Secara klinis mukosa mulut terlihat normal, gigi berwarna abu-abu sampai
kecoklatan, dapat ditemukan atrisi luas pada mahkota gigi, vertical dimensi berkurang,
gangguan fungsi pengunyahan, bicara dan gangguan psikologis. Penanggulangan
dentinogenesis imperfecta dapat dilakukan dengan cara merestorasi gigi. Bahan restorasi
yang dapat digunakan yaitu resin komposit, mahkota stainless steel, mahkota celluloid
strip, veneer, atau overdenture untuk gigi dengan atrisi yang luas. Pemeliharaan oral
hygiene yang baik, akan mencegah kerusakan yang lebih parah. Dengan demikian dapat
mempertahankan kesehatan gigi dan mulut untuk menunjang kesehatan tubuh secara
umum.
14
BAB IV
DAFTAR REFERENSI
1. http://choybuccuq.blogspot.com/2009/02/dentinigenesis-imperfecta.html ,
2. http://pustaka.unpad.ac.id/archives/27507/
3. http://library.usu.ac.id/download/fkg/fkg-yendriwati.pdf
4. Orphanet Journal of Rare Diseases Review Open Access Hereditary dentine
disorders: dentinogenesis imperfecta and dentine dysplasia Martin J Barron1,
Sinead T McDonnell2, Iain MacKie2 and Michael J Dixon
5. http://wikipedia.condition=dentinogenesisimperfecta.htm
6. J.E.Eastoe, Cole A.S, B.Sc. , Ph.D. “Biochemistry and Oral Biology” second edition.
7. http://wikipedia.gene=dspp.htm
8. Mutation of the signal peptide region of the bicistronic gene DSPP affects
translocation to the endoplasmic reticulum and results in defective dentine
biomineralization
9. http://www.sagepublications.com
10. http://jdr.sagepub.com/cgi/content/abstract/79/3/835
15