Sis. Limpatik

91
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem limfatik terdiri dari anyaman pembuluh limfe yang luas dan berhubungan dengan kelompok kecil jaringan limfatik, yakni kelenjar limfe (Moore, 2002). Limfe adalah cairan bening, biasanya sedikit kekuningan, kadang keruh, yang ditemukan di dalam pembuluh limfa, dan dikumpulkan dari seluruh jaringan tubuh dan kembali ke darah melalui sistem limfatik. Komponen selularnya terutama terdiri atas limfosit (Dorland, 2010). Pembuluh limfa merupakan yang membantu sistem kardiovaskular dalam mengembalikan cairan dari ruangan jaringan tubuh, lalu pembuluh ini mengembalikan cairan ke dalam darah. Sistem limatik pada dasarnya merupakan sistem penyaluran dan tidak memiliki sirkulasi. Pembuluh limfatik ditemukan di seluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali sistem saraf pusat, bola mata, telinga dalam, epidermis kulit, cartilago, dan tulang (Snell, 2006). I.2. Tujuan dan Manfaat I.2.1. Tujuan

description

Sis. Limpatik

Transcript of Sis. Limpatik

Page 1: Sis. Limpatik

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Sistem limfatik terdiri dari anyaman pembuluh limfe yang luas

dan berhubungan dengan kelompok kecil jaringan limfatik, yakni kelenjar

limfe (Moore, 2002).

Limfe adalah cairan bening, biasanya sedikit kekuningan, kadang

keruh, yang ditemukan di dalam pembuluh limfa, dan dikumpulkan dari

seluruh jaringan tubuh dan kembali ke darah melalui sistem limfatik.

Komponen selularnya terutama terdiri atas limfosit (Dorland, 2010).

Pembuluh limfa merupakan yang membantu sistem

kardiovaskular dalam mengembalikan cairan dari ruangan jaringan tubuh,

lalu pembuluh ini mengembalikan cairan ke dalam darah. Sistem limatik

pada dasarnya merupakan sistem penyaluran dan tidak memiliki sirkulasi.

Pembuluh limfatik ditemukan di seluruh jaringan dan organ tubuh,

kecuali sistem saraf pusat, bola mata, telinga dalam, epidermis kulit,

cartilago, dan tulang (Snell, 2006).

I.2. Tujuan dan Manfaat

I.2.1. Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui

struktur makroskopis dan mikroskopis dari sistem limfovaskuler.

Memberi wawasan tentang major lymph pada manusia kepada

mahasiswa lain.

I.2.2. Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari disusunnya referat ini

adalah mampu memberikan pengetahuan dan wawasan tentang

limfovaskuler, terutama tentang major lymph-collecting vessels

bagi mahasiswa dan pembaca.

Page 2: Sis. Limpatik

2

BAB II

SISTEM LIMFATIK

Sistem limfatik terdiri atas jaringan limfatik dan pembuluh limfatik.

Jaringan limfatik merupakan jenis jaringan ikat yang mengandung banyak sel

limfosit. Pembuluh limfe merupakan pembuluh yang membantu sistem

kardiovaskular dalam mengembalikan cairan dari ruangan jaringan tubuh, lalu

pembuluh ini mengembalikan cairan ke dalam tubuh (Snell, 2006).

II.1 Anatomi

II.1.1. Jaringan Limfatik

Jaringan limfatik merupakan jenis jaringan ikat yang

mengandung banyak sel limfosit. Jaringan limfatik didapatkan pada

organ-organ berikut ini: thymus, nodus lymphaticus, lien, dan

nodulus limfaticus. Jaringan limfatik penting untuk pertahanan

imunologik tubuh terhadap bakteri dan virus (Snell, 2006).

(Putz, R, 2007)

Gambar II.1 Jaringan Limfatik

Page 3: Sis. Limpatik

3

Komponen struktural sistem limfatik terdiri atas :

1. Kapiler Limfatik yang berfungsi mengumpulkan kelebihan

cairan interstisial di jaringan.

2. Pembuluh Limfatik berfungsi Membawa cairan limfe dari

kapiler limfatik ke vena di leher yang akan dikemballikan ke

pembuluh darah.

3. Nodus Lilmfatik; Terdapat sepanjang pembuluh limfatik yang

berfungsi untuk menyaring material dari limfe sebelum masuk ke

pembuluh darah.

4. Tonsils berfungsi untuk menghancurkan benda-benda asing yang

memasuki saluran nafas bagian atas dan sistem pencernaan.

5. Limpa berfungsi menyaring benda-benda asing dari darah,

menghasilkan limfosit, menyimpan sel darqah merah, melepaskan

darah kedalam tubuh pada kasus kehilangan darah yang hebat.

6. Kelenjar timus: Membentuk antibodi pada bayi baru lahir,

memproduksi timosin, tempat differensiasi limfosit menjadi

limfosit T.

II.1.2. Pembuluh Limfe

Pembuluh limfe merupakan pembuluh yang membantu

sistem kardiovaskular dalam mengembalikan carian dari ruangan

jaringan tubuh, lalu pembuluh ini mengembalikan cairan ke dalam

darah. Sistem limfatik pada dasarnya merupakan sistem penyaluran

dan tidak memiliki sirkulasi. Pembuluh limfatik ditemukan di

seluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali sistem saraf pusat, bola

mata, telinga dalam, epidermis kulit, cartilago, dan tulang. (Snell,

2006)

Page 4: Sis. Limpatik

4

(www.doctorology.net)

Limfe adalah nama yang diberikan untuk cairan jaringan

yang masuk ke dalam pembuluh limfe. Kapiler limfe adalah

anyaman pembuluh-pembuluh halus yang mengalirkan limfe dari

jaringan. Kapiler ini mengalirkan limfe ke pembuluh limfe kecil

yang akan bergabung membentuk pembuluh limfe besar. Pembuluh

limfe berbentuk tasbih karena banyaknya katup yang terdapat

disepanjang perjalannya (Snell, 2006).

Sebelum limfe masuk ke aliran darah, cairan ini melalui

paling sedikit satu kelenjar limfe, bahkan seringkali lebih dari satu.

Pembuluh limfe yang membawa limfe ke kelenjar limfe dinamakan

pembuluh aferen. Pembuluh yang membawa limfe keluar dari

kelenjar limfe disebut pembuluh eferen. Limfe memasuki aliran

darah pada pangkal leher melalui pembuluh limfe besar yang

dinamakan ductus lymphaticus dexter dan ductus thoracicus (Snell,

2006).

Gambar II.2 Kapiler Limfe pada Jaringan

Page 5: Sis. Limpatik

5

(Tortora, tanpa tahun)

1. Duktus Limfatikus Dexter

Pembuluh limfe kanan terbentuk dari cairan limfe yang

berasal dari daerah kepala dan leher bagian kanan, dada kanan,

lengan kanan, jantung dan paru-paru yang terkumpul dalam

pembuluh limfe. Pembuluh limfe kanan bermuara di pembuluh

balik (vena) di bawah selangka kanan (Snell, 2006).

2. Duktus Torakikus

Pembuluh limfe kiri disebut juga pembuluh dada.

Pembuluh limfe kiri terbentuk dari cairan limfe yang berasal

dari kepala dan leher bagian kiri dan dada kiri, lengan kiri, dan

tubuh bagian bawah. Pembuluh limfe ini bermuara di vena

bagian bawah selangka kiri (Snell, 2006).

Gambar II.3 sistem limfatik pada tubuh manusia

Page 6: Sis. Limpatik

6

Peredaran limfe merupakan peredaran yang terbuka.

Peredaran ini dimulai dari jaringan tubuh dalam bentuk cairan

jaringan. Cairan jaringan ini selanjutnya akan masuk ke dalam

kapiler limfe. Kemudian kapiler limfe akan bergabung dengan

kapiler limfe yang membentuk pembuluh limfe yang lebih besar

dan akhirnya bergabung menjadi pembuluh limfe besar yaitu

pembuluh limfe kanan dan kiri. Kurang lebih 100 mil cairan

limfe akan dialirkan oleh pembuluh limfe menuju vena dan

dikembalikan ke dalam darah (Snell, 2006).

Hampir seluruh jaringan tubuh mempunyai saluran limfe

khusus yang mengalirkan kelebihan cairan secara langsung dari

ruang interstisial. Beberapa pengecualian antara lain bagian

permukaan kulit, sistem saraf pusat, endomisium otot, dan tulang.

Namun, bahkan jaringan-jaringan tersebut mempunyai pembuluh

interstisial kecil yang disebut saluran pralimfatik yang dapat dialiri

oleh cairan interstisial; pada akhirnya cairan ini mengalir kedalam

pembuluh limfe atau, pada otak, mengalir ke dalam cairan

cerebrospinal dan kemudian langsung kembali kedalam darah.

Pada dasarnya seluruh pembuluh limfe dari bagian bawah

tubuh pada akhirnya akan bermuara ke duktus torakikus, yang

selanjutnya bermuara kedalam sistem darah vena pada pertemuan

antara vena jugularis interna kiri dan vena subklavia kiri.

Cairan limfe dari sisi kepala, lengan kiri, dan sebagian daerah

thoraks juga memasuki duktus torakikus sebelum bermuara ke

dalam vena.

Cairan limfe dari sisi kanan leher dan kepala, lengan

kanan, dan bagian kanan toraks memasuki duktus limfatikus

kanan (jauh lebih kecil daripada duktus torakikus), yang akan

bermuara ke dalam sistem darah vena pada pertemuan antara

vena subklavia kanan dan vena jugularis interna (Snell, 2006).

Page 7: Sis. Limpatik

7

II.1.3. Limfonodi Regional dan Pengumpul

Limfonodi regional menerima limfe langsung dari satu organ

atu regio tubuh. Limfe dari suatu organ dapat langsung dialirkan ke

beberapa bagian kumpulan limfonodi, dan gabungan antara

limfonodi regional dengan suatu organ tertentu hampir tidak pernah

bervariasi (Keith, 2002).

Limfonodi pengumpul menerima limfe dari berbagai

pembuluh limfe regional (Keith, 2002).

Gambar II.12 Pertemuan Antara Duktus Limfatikus dengan Vena

Page 8: Sis. Limpatik

8

(Drake, 2010)

Pembuluh Limfe Superficialis

Pembuluh ini sangat bervariasi jumlah dan

perjalanannya, berjalan pararel dengan vena-vena subcutan

menuju nnl. Regional. Sebagian besar pembuluh limfe subcutan

berasal dari kapiler limfe dalam kulit. Pembuluh limfe ini

mudah robek oleh gerakan-gerakan menggeser kulit, dimana

sejumlah besar limfatik berkumpul, misalnya dalam telapak

tangan dan kaki, kerusakan menyebabakan efusi limfe di bawah

epitel dan membentuk lepuh. Luka pada kapiler limfatik

memainkan peranan yang besar dalam pembentukan lepuh yang

disebabkan oleh combustio, bekuan dan efek kimia. (Snell,

2006)

Pada kulit yang infeksi, pembuluh limfe subcutan

mungkin terlihat sebagai garis merah, kapiler limfe regional

akan membesar dan nyeri, karena kapsulnya teregang.

1. Noduli Limphatici subcutan Badan dan Ekstremitas

Nodi lymphatici regional subcutan badan dan ekstremitas

terletak pada sisi fleksor persendian. Ukuran sekitar 1mm, sulit

dipalpasi, nodus membesar pada:

Infeksi lokal

Reaksi immunologis umum

Infiltrasi oleh pertumbuhan ganas (kanker sekunder atau

metastase tumbuh dalam jangkauannya)

Pada keadaan ini kelenjar tersebut membesar 1 atau beberapa

sentimeter penampangnya, tonjolan terlihat dibawah kulit, dan

kelenjar dapat melekat tak beraturan menjadi masa kelenjar

yang tidak dapat digerakkan (Snell, 2006)

Gambar II.4 Limfonodi Regional dan Pengumpul

Page 9: Sis. Limpatik

9

2. Noduli Limphatici Aksillaris

Noduli lymphatici axillaris dan nl. Inguinalis superficialis dalam

selangkangan, merupakan kelenjar limfe regional untuk kulit

yang melapisi badan di depan dan di belakang serta lengan dan

tungkai. (Snell, 2006)

Batas antara daerah-daerah aliran kelenjar limfe axillaris dan

inguinalis terbentang seperti ikat pinggang menggelilingi tubuh

setinggi pusat. Limfe dari kulit genitalia eksterna, perineum dan

anus mengalir ke dalam nl. Inguinalis. (Snell, 2006)

(Snell, 2006)

3. Noduli Limphatici Cubiti

Nl. Cubitalis superficialis dan nl. Cubitalis profunda

terletak di dalam fossa cubiti.

Pembuluh-pembuluh limfe profunda dari lengan, yang

mengikuti perjalanan arteri-arterinya, di tangan menerima

aliran limfe dari pembuluh limfe subcutan. Beberapa

pembuluh limfe dari sisi ibu jari serta sisi ekstensor

berjalan langsung menuju nodi lymphatici axillaris. (Snell,

2006)

4. Noduli Limphatici Poplitea

Gambar II.5 Noduli limphatici aksillaris dan Noduli Limphatici Cubiti

Page 10: Sis. Limpatik

10

Fossa poplitea juga berisikan nl. Superficialis dan nl.

Profunda, yaitu nl. Poplitea.

Nl. Profunda yang terisolasi terletak di depan

membrana interossea dan di bawah patella.

Pembuluh-pembuluh limfe dari sisi ibu jari kaki dan

sisi dorsal (ekstensor) tungkai langsung mengalir ke dalam

nl. Inguinalis.

(Snell, 2006)

Pembuluh Limfe Kepala, Leher dan Noduli Limphatici

Profunda Badan:

1. Noduli Limphatici Dahi

Nl. Dahi dan kelopak mata atas terletak di depan telinga,

yaitu nl. Parotidea. Nl. Regio muka tengah dan bawah

termasuk gigi, maxilla dan mandibula, serta lidah terletak

pada bawah mandibula, yaitu nl. Submandibularis. Limfe

dari bibir bawah mengalir kedalam nl. Submentalis, nl.

Hidung bagian posterior terletak pada ruang retfaringeal di

depan columna vertebralis, yaitu nl. Retropharingealis

Gambar II.6 Noduli limphatici Poplitea

Page 11: Sis. Limpatik

11

Limfe dari setengah kulit kepala posterior mengalir ke nl.

Occipitalis dan nl. Retroauricularis. Nl yang lebih distal

untuk daerah jengkauannya yaitu nl. Cervicales profunda,

mengelilingi truncus neurovaskular profunda dalam leher.

Limfe dari regio retrolingualis dan tonsil mengalir

langsung ke dalam bagian atas kumpulan ini yaitu, nl.

Cervicales profunda superior. (Snell, 2006)

2. Noduli Limphatici Aksillaris

Nl. Axillaris membentuk kumpulan yang menerima limfe

dari lengan, dinding thrax dan gld. Mammae. Terletak di

bawah m. Pectoralis minor, diatas otot tersebut lebih

dalam dari fascia clavipectoralis, pada batas bawah m.

Pectoralis major, dan diprofunda axilla nl. Lain dari gld.

Mammae adalah nl. Parasternalis, yang juga meneria limfe

dari hepar, diafragma, peikardium dan ruang sela iga.

Limfe dari bahu mengalir ke nl. Subscapularis. Nl.

Profunda dinding badan terletak segmental dengan

pembuluh darah sela iga dimana noduli lymphatici terletak

dalam tiap sisi columna vertebralis dan sternum. (Snell,

2006)

Page 12: Sis. Limpatik

12

(Snell, 2006)

3. Noduli Limphatici Paru

Nl. Paru mengalir ke dalam kelenjar hilus, yaitu nl.

Bronchpulmonares, menuju nl. Di atas dan bawah

bifurcatio trachea dan sepanjang trachea, yaitu nl.

Trechealis (Snell, 2006)

4. Noduli Limphatici Inguinalis

Nl. Ini melanjut dalam kumpulan nl yang terletak

sepanjang a. Iliaca externa, a. Iliaca interna dan aorta.

Pembuluh afferen dari organ pelvis dan viscera

intraperitoneal dan retroperitoneal. Nl. Celiaci disekitar

truncus coelicus adalah tempat mengalirnya noduli

lymphatici dari hepar, kantung empedu, lambung, lien,

duodenum dan pancreas. (Snell, 2006)

(Snell, 2006)

5. Noduli Limphatici Rongga Abdomen

Gambar II.7 Noduli Limphatici aksillaris

Gambar II.8 Noduli limphatici Inguinalis

Page 13: Sis. Limpatik

13

Nl. Ini mengalir melalui trunci lymphatici yang besar,

truncus interstinalis dan truncus lumbaris ke dalam

cisterna chyli. Ducts thoracicus berasal dari cisterna chyli,

naik di depan columna vertebralis sthoracis, menyilang di

belakang aorta menuju sis kiri dan masuk angulus venosus

kiri dari atas dan belakang. Pada perjalannya ductus

menerima pembuluh limfe intercostal. Nl berikut

bermuara langsung ke angulus venosus kiri yaitu:

1) Truncus jugularis sisnistra

2) Truncus brochomediastinalis

3) Truncus subclavius. (Snell, 2006).

II.2 Struktur Mikroskopis Pembuluh Limfe

II.2.1 Pembuluh Limfe

Kapiler limfe berasal dari berbagai jaringan sebagai

pembuluh buntu dan halus yang terdiri atas satu lapis endotel dan

lamina basal yang tak utuh. Kapiler limfe dipertahankan agar tetap

terbuka oleh sejumlah besar mikrofibril dari sistem elastin, yang

juga mengikatnya secara erat pada jaringan ikat disekitarnya.

(Junqueira, 2007).

Pembuluh-pembuluh limfe tipis secara berangsur-angsur

bergabung dan akhirnya membentuk 2 pembuluh besar-duktus

torakikus dan duktus limfatikus dextra dan masing-masing

bermuara ke perbatasan antara vena jugularis kiri dan vena

subklavia kiri, serta bermuara ke pertemuan vena subklivia kanan

dengan vena jugularisinterna kanan. (Junqueira, 2007).

Pembuluh limfe mempunyai struktur yang mirip dengan

struktur vena, kecuali dindingnya yang lebih tipis dan lapisan-

lapisan dengan batas yang tidak jelas (intima,media,adventitia).

Pembuluh ini juga memiliki lebih banyak katup didalamnya.

Page 14: Sis. Limpatik

14

Pembuluh limfe membentuk pelebaran dan tampak nodular, atau

bermanik-manik, diantara katup.

Seperti di vena, sirkulasi limfe dibantu oleh daya yang

berasal dari luar (misalnya kontraksi otot rangka sekitar) pada

dindingnya. Daya ini tidak bekerja secara kontinu, dan aliran limfe

dalam satu arah itu terutama disebabkan adanya sejumlah besar

katup dalam pembuluh ini. Kontraksi otot polos dalam dinding

pembuluh limfe ke arah jantung.

(www.doctorology.net)

Struktur duktus limfatikus besar (duktus torakikus dan duktus

limfatikus kanan) mirip dengan struktur vena, dengan tambahan

otot polos di lapisan tengahnya. Pada lapisan ini, berkas otot

tersusun melingkar, terutama memanjang. Tunika adventitia relatif

kurang berkembang. Seperti halnya arteri dan vena, duktus

limfatikus besar juga memiliki vasa vasorum dan kaya akan

jaringan saraf. (Junqueira, 2007).

Gambar II.9 Limfonodi

Page 15: Sis. Limpatik

15

(Tortora, tanpa tahun)

Pembuluh limfe aferen menerobos sampai nodus dan

mencurahkan cairan limfenya ke dalam sinus subskapularis. Dari

sini, cairan limfe melalui sinus trabekularis yang berjalan sejajar

dengan trabekula dan memasuki bagian dalam nodus, sampai ke

sinus medularis. Arsitektur rumit di sinus subkapsularis dan sinus

medularis memperlambat aliran limfe melalui nodus, yang akan

memudahkan penangkapan dan pencernaan materi asing oleh

makrofag dan sel dendritik. Sel penyaji-antigen ini ditandai dengan

banyaknya cabang sitoplasma. Sel tersebut dibentuk di dalam

sumsum tulang dan dibawa oleh sirkulasi ke kelenjar getah bening.

Limfe yang memasuki nodus mengalir perlahan dari korteks ke

medula dan ditampung oleh pembuluh limfe eferen di hilus. Katup

dalam pembuluh aferen dan eferen membantu terjadinya aliran satu

arah dari limfe (Junqueira, 2007).

Pembuluh-pembuluh limfe tipis secara berangsur-angsur

bergabung dan akhirnya membentuk 2 pembuluh besar yaitu

duktus thorasikus dan duktus limfatikus dan masing-masing

bermuara ke perbatasan antara vena jugularis kiri dan vena

subklavia kiri, serta bermuara ke pertemuan vena jugularis kanan

dan vena subklavia kanan. (Pearce, 1997)

Struktur duktus thorasikus dan duktus thorasikus limfatikus

kanan mirip dengan struktur vena, dengan tambahan otot polos di

lapisan tengahnya. Pada lapisan ini, berkas otot tersusun

memanjang dan melingkar, terutama memanjang.

Tunika adventisianya relatif kurang berkembang. Sama

seperti arteri dan vena, duktus thorasikus dan duktus thorasikus

Gambar II.10 Histologi dari Limfonodi

Page 16: Sis. Limpatik

16

kanan juga memiliki vasa vasorum dan kaya akan jaringan saraf.

(Fawcett, 2002).

Kapiler limfe jauh lebih bervariasi bentuk dan potongan

melintangnya dibanding kapiler darah. Endotelnya sangat tipis dan

tepiannya sering saling meliputi sebagian. Pada sebagian besar

bagian yang saling meliputi terdapat celah intersel jelas, namun

biasanya terdapat satu atau dua daerah yang melekat lebih erat

sepanjang perbatasannya. Biasanya tidak terdapat lamina basal

utuh. (Fawcett, 2002)

Berkas ekstrasel filamen 5-10 nm berakhir pada membran

plasma abluminal. Filamen ini ternyata berakhir pada bercak-

bercak materi amorf berdensitas elektron rendah yang membentuk

lamina basal kapiler darah. (Pearce, 1997)

Pembuluh limfe yang lebih besar dapat dibedakan dari

pembuluh darah oleh ukuran lumennya yang lebih besar jika

dibandingkan dengan ketebalan dindingnya. Pada pembuluh limfe

berdiameter lebih besar dari 0,2 mm, beberapa ahli histologi

mengatakan bahwa lapisan tersebut adalah lapisan yang dapat

disamakan dengan intima, media, adventisia pembuluh darah,

namun batasannya tidak jelas. (Pearce, 1997)

Di luar endotel terdapat selapis tipis serat elastin, kemudian

selapis otot polos setebal satu atau dua sel, diikuti adventisia khas

dari serat elastin dan kolagen yang berbaur dengan jaringan ikat

sekitarnya. (Pearce, 1997)

Satu ciri khas pembuluh limfe ukuran kecil dan sedang

adalah adanya katup, Pada jarak-jarak cukup berdekatan sepanjang

jalannya. Seperti pada vena, katup itu memiliki dua daun pada sisi

berhadapan dari lumen dengan tepian bebasnya mengarah kearah

aliran limfe. Daun katup itu adalah lipatan intima terdiri atas

Page 17: Sis. Limpatik

17

lapisan-lapisan endotel dipisahkan lapis tipis jaringan ikat dekat

pangkalannya. Meskipun tidak ditemukan di tempat lain, mungkin

ada sebuah lamina basal lemah yang menunjang endotel dinding

pembuluh pada tempat katup. Dinding itu sering sedikit melebar

distal terhadap setiap katup. Hal ini menyebabkan pembuluh limfe

utuh tampak bermanik-manik jelas. (Fawcett, 2002).

II.3 Fungsi Sistem Limfatik

II.3.1. Sistem Limfatik

Sistem limfatik merupakan suatu jalur tambahan tempat

cairan dapat mengalir dari ruang interstisial ke dalam darah. Hal

yang terpenting, sistem limfatik dapat mengangkut protein dan zat-

zat berpartikel besar keluar dari ruang jaringan, yang tidak dapat

dipindahkan dengan proses absorpsi langsung ke dalam kapiler

darah. Pengembalian protein ke dalam darah dari ruang interstisial

ini merupakan fungsi yang penting dan tanpa adanya fungsi

tersebut kita akan meninggal dalam waktu 24 jam (Guyton, 2007).

Di kebanyakan tempat, limfe juga mengandung protein yang

menembus kapiler-kapiler dan kembali ke dalam darah melalui

limfe itu sendiri.kadar protein limfe umumnya lebih rendah

dibandingkan dengan kadar protein dalam plasma, tetapi

kandungan protein limfe bervariasi sesuai daerah tempat aliran

limfe itu berasal. Lemak-lemak yang tak terlarut dalam air

diabsorpsi dari usus ke dalam pembuluh limfe, dan limfe di duktus

torakikus setelah makan berbentuk seperti susu karena kandungan

lemaknya yang tinggi (Ganong, 2008).

Page 18: Sis. Limpatik

18

(Tortora, tanpa tahun)

Tekanan hidrostatik darah dalam pembuluh darah dari adanya

kontraksi ventrikel menyebabkan air dan protein kecil terdorong keluar

dari pembuluh darah dan masuk ke interstisial. Kelebihan cairan di

interstisial ini dapat menyebabkan edema. Dalam keadaan normal

kelebihan cairan di interstisial akan masuk kedalam sirkulasi limfatik dan

akan dikembalikan kedalam pembuluh darah. Cairan ini disebut dengan

cairan limfe. (Guyton, 2007)

Sistem limfatik memiliki fungsi :

1. Mengumpulkan kelebihan cairan dan protein dari cairan tubuh dan

mengembalikannya ke dalam darah

2. Transportasi lemak dari jaringan sekitar usus halus ke darah

3. Menyaring dan menghancurkan mikroorganisme

Gambar II.11 Sistem Limfatik pada tubuh manusia

Page 19: Sis. Limpatik

19

4. Perlindungan jangka panjang terhadap MO dan benda-benda asing

lainnya (Guyton, 2007)

II.4 Bagian-bagian Penyusun Limfe

Limfe adalah cairan berwarna kuning dengan potensi osmotik

yang jauh lebih kecil dari plasma, namun selain perbedaan itu

limfe cukup mirip dengan darah. Limfe diangkut dalam pembuluh-

pembuluh kapiler limfe, yang berasal dari jaringan-jaringan tubuh,

dan dalam pembuluh-pembuluh limfatik, yang menyerupai sistem

vena. Limfe kembali ke sirkulasi darah umum melalui duktus

thoracicus yang mengalir isinya ke vena subclavia. Cairan limfe

sebagian besar digerakan oleh otot-otot, yang memberikan efek

menekan. Katup-katup pada pembuluh-pembuluh limfatik

menyebabkan limfe mengalir dalam satu arah. Dalam sistem

limfatik, terdapat simpul-simpul jaringan glandular yang dikenal

sebagai nodus limfe. Nodus limfe diasosiasikan dengan sistem

pertahanan tubuh (Freid, 2005).

II.4.1 Organ dan sistem limfatik

A. Organ limfatik

Sejumlah organ limfoid dan jaringan limfoid yang

morfologis dan fungsional berlainan berperan dalam respon imun.

Organ limfoid tersebut dapat dibagi menjadi organ primer dan

sekunder. Timus dan sumsum tulang adalah organ primer yang

merupakan organ limfoid tempat pematangan limfosit

(Baratawidjaja, 2012).

1. Organ limfoid primer

Page 20: Sis. Limpatik

20

Organ limfoid primer atau sentral terdiri atas tulang dan

timus. Sumsum tulang merupakan jaringan kompleks tempat

hematopoiesis dan depot lemak. Lemak merupakan 50% atau lebih

dari kompartemen rongga sumsum tulang. Organ limfoid primer

diperlukan untuk pematangan, diferensiasi dan proliferasi sel T dan

sel B sehingga menjadi limfosit yang dapat mengenal antigen.

Karena itu organ tersebut berisikan limfosit dalam berbagai fase

diferensiasi. Sel hematopoietik yang diproduksi di sumsum tulang

menembus dinding pembuluh darah dan masuk ke dalam sirkulasi

dan didistribusikan ke berbagai bagian tubuh (Baratawidjaja,

2012).

2. Organ limfoid sekunder

Limpa dan KGB merupakan organ limpoid sekunder yang

terorganisir tinggi. Yang akhir ditemukan sepanjang sisitem

pembuluh limfe. Jaringan limfoid yang kurang terorganisasi secara

kolektif disebut MALT (Mucosa Associated lymphoid Tissue)

yang ditemukan di berbagai tempat di tubuh. MALT meliputi

jaringan limfoid ekstranodul yang berhubungan dengan mukosa di

berbagai lokasi, seperti SALT (Skin Associated lymphoid Tissue)

di kulit, BALT (Broncus Associated lymphoid Tissue) di bronkus,

GALT (Gut Associated lymphoid Tissue) di saluran cerna

(meliputi plak peyer di usus kecil, appendiks, berbagai folikel

limfoid dalam lamina propria usus), mukosa hidung, tonsil, mame,

serviks uterus, membran mukosa saluran nafas atas, bronkus dan

saluran kemih. Ogan limfoid sekunder merupakan tempat SD (Sel

Dendritik) mempresentasikan antigen yang ditangkapnya di bagian

lain tubuh ke sel T yang memacunya untuk proliferasi dan

diferensiasi limfosit (Baratawidjaja, 2012).

Page 21: Sis. Limpatik

21

(Baratawidjaja, 2012)

a. Limpa

Seperti hanya dengan kelenjar getah bening, limpa terdiri

atas zona sel T (senter germinal) dan zona sel B (zona folikel).

Arteriol berakhir dalam sinusoid vaskular yang mengandung

sejumlah eritrosit, makrofag, sel dendritik, limfosit dan sel plasma.

Antigen dibawa APC (Antigen Presenting Cell) masuk ke dalam

limpa melalui sinusoid vaskular. Limpa merupakan tempat respons

imun utama yang merupakan saringan antigen asal darah

(Baratawidjaja, 2012).

Mikroba dalam darah dibersihkan makrofag dalam limpa.

Limpa merupakan tempat utama fagosit memakan mikroba yang

diikat antibodi (opsonisasi). Individu tanpa limpa akan menjadi

Gambar II.13 Organ dan Jaringan Limfoid

Page 22: Sis. Limpatik

22

rentan terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti pneumokok dan

meningokok, oleh karena itu mikroba tersebut biasanya hanya

disingkirkan melalui opsonisasi dan fungsi fagositosis akan

terganggu bila limpa tidak ada (Baratawidjaja, 2012).

b. Kelenjar getah bening

KGB adalah agregat nodular jaringan limfoid yang terletak

sepanjang jalur limfe di seluruh tubuh. Sel dendritik membawa

antigen mikroba dari epitel dan mengantarkannya ke kelenjar getah

bening yang akhirnya dikonsentrasikan di KGB. Dalam KGB

ditemukan peningkatan limfosit berupa nodus tempat proliferasi

limfosit sebagai respons terhadap antigen (Baratawidjaja, 2012).

c. Skin-Associated Lymphoid Tissue

SALT merupakan alat tubuh terluas yang berperan dalam

sawar fisik terhadap lingkungan. Kulit juga berpartisipasi dalam

pertahanan pejamu, dalam reaksi imun dan inflamasi lokal. Banyak

antigen asing masuk tubuh melalui kulit dan banyak respons imun

sudah diawali di kulit (Baratawidjaja, 2012).

d. Mukosal Associated Lymphoid Tissue- sistem imun sekretori

Imunitas di tempat khusus seperti saluran napas dan saluran

cerna disebut MALT yang merupakan imunitas lokal. MALT

merupakan agregat jaringan limfoid atau limfosit dekat permukaan

mukosa. Baik antibodi lokal (IgA sekretorik) maupun sel limfosit

berperan respons imun spesifik. IgA sekretori yang diproduksi di

saluran cerna dapat bereaksi dengan makanan atau alergen lain

yang dicerna. Lapisan epitel mukosa yang terpajan langsung

dengan antigen berperan sebagai sawar mekanis(Baratawidjaja,

2012).

Jaringan-jaringan limfoid tersebut berperan dalam

pertahanan imun lokal dan regional melalui kontak langsung

Page 23: Sis. Limpatik

23

dengan antigen asing. Oleh karena itu berbeda dari jaringan limfoid

yang berhubungan dengan kelenjar limfoid, limpa dan timus

(Baratawidjaja, 2012).

MALT ditemukan di jaringan mukosa saluran nafas bagian

atas, saluran cerna, saluran urogenital, dan jaringan mame berupa

jaringan limfoid tanpa kapsul, mengandung sel limfosit dan APC

yang mengawali respons imun terhadap antigen yang terhirup dan

termakan. Epitel mukosa yang merupakan sawar antara lingkungan

internal dan eksternal juga merupakan tempat masuknya mikroba

(Baratawidjaja, 2012).

i.

(Baratawidjaja, 2012)

Gambar II.14 Sistem Imun Sekretori

Page 24: Sis. Limpatik

24

(Baratawidjaja, 2012)

Respons imun oral

Ludah tidak hanya membilas rongga mulut, tetapi juga

mengandung berbagai molekul seperti lisozim dan IgA sekretori yang

ikut melindungi rongga mulut. Sel PMN melindungi jaringan gusi dan

perio-dontium. Di samping IgA, respons imun humoral yang lain juga

berperan. Subyek dengan defisiensi imun sering disertai dengan

peningkatan infeksi mukosa oleh mikro-organisme oportunistik

seperti Kandida albikans. Sel Thl dan Th2 berperan dalam respons

imun terhadap bakteri patogen juga penting pada penyakit

periodontal. Reaksi hipersensitivitas Tipe II, III dan IV dapat

menimbulkan periodontitis progresif kronis. Vaksin diharapkan dapat

dikem-bangkan di masa mendatang dalam pen-cegahan atau

Gambar II.15 Letak anatomis MALT

Page 25: Sis. Limpatik

25

mengontrol karies gigi dan penyakit periodontal. Namun penyakit yang

kompleks menyulitkan pembuatan vaksin (Baratawidjaja, 2012).

Lapisan epitel mukosa merupakan sawar mekanis terhadap

antigen asing dan mikroorganisme. Sistem imun khusus yang terletak

di permukaan epite! kadang disebut CMIS. Sistem imun mukosa

terdiri atas TgA sekretori yang diproduksi sel plasma di lamina propria

dan kemudian di-angkut melalui sel epitel dengan bantuan reseptor

poliimunoglobulin. Baik sel Ta|3 dan Ty5 ditemukan di lapisan

mukosa epitel sebagai limfosit intraepitel dan di lamina propria

mukosa (Lihat Bab 5: Sel-sel Sistem Imun Spesiftk) (Baratawidjaja,

2012).

Respons imun terhadap antigen oral berbeda dari respons

imun terhadap antigen yang diberikan parenteral. Toleransi oral

dapat terjadi terhadap beberapa antigen protein yang dicerna, tetapi

respons mukosa lokal dengan produksi kadar IgA tinggi dapat

terjadi setelah pemberian vaksin terpilih seperti vaksin polio

Sabin(Baratawidjaja, 2012).

ii. Bronchial Associated Lymphoid Tissue

Belum banyak hal yang sudah diketahui mengenai respons

imun mukosa saluran napas dibanding saluran cerna, namun diduga

bahwa respons imunnya adalah serupa. Struktur berupa cincin

banyak ditemukan di berbagai tempat, berisikan nodul yang terletak

sekitar bronkus dan ber-hubungan dengan epitel seperti plak sel

limfoid. Sel plasma ditemukan di bawah epitel. Sel-sel

BALTmemiliki kemampuan pergantian yang tinggi dan nampaknya

tidak memproduksi IgG. Sel-sel BALT diduga bermigrasi dari daerah

limfoid lain. BALT berperan dalam respons terhadap antigen kuman

yang terhirup (Baratawidjaja, 2012)..

iii. Gut Associated Lymphoid Tissue

Page 26: Sis. Limpatik

26

GALT tersebar di mukosa saluran cerna. Saluran cema orang

dewasa mempunyai luas permukaan sekitar 400m2. Permukaan yang

luas tersebut selalu terpajan dengan berbagai mikroba dan makanan

yang mungkin dapat menerangkan mengapa 2/3 seluruh sistem

imun ada di saluran cerna. Secara fungsional, GALT terdiri atas dua

komponen, yang terorganisasi dan yang difus(Baratawidjaja, 2012).

iv. Micro/old cell

Micro/old cell atau sel M adalah sel epitel saluran cema yang

pinositik aktif, berperan dalam mengantarkan kuman dan bahan

makromolekul dari lumen intestinal ke plak Peyer. Sel tersebut

bukanlah APC, ditemukan di lapisan epitel plak Peyer yang

berperan dalam presentasi antigen. Sel tersebut memiliki permukaan

relatif besar dengan lipatan-Hpatan mikro yang menempel pada

mikroorganisme dan per-raukaan makromolekular (Gambar 3.11).

Penangkapan antigen melewati sawar usus terjadi di tempat-tempat

yang dikenal sebagai daerah induktif oleh sel peng-angkut kliusus

yang disebut sel M. Morfo-logi sel M unik karena adanya suatu

kantong besar pada membran basolateral yang berisikan limfosit daii

makrofag. Sel mengantarkan antigen dari lumen saluran cerna ke sel

imun yang ditemukan dalam kantong tersebut secara terus menerus.

Limfosit atau makrofag yang menangkap antigen meninggalkan sel M

untuk se-ternsnya berpindah menuju folikel limfoid setempat

(Baratawidjaja, 2012).

v. Tonsil dan plak Peyer

Jaringan limfoid mukosa seperti tonsil faring dan folikel

limfoid yang terisolasi, plak Peyer di usus kecil berperan pada fase

induksi respons imun. Di sekitar teng-gorok ditemukan 3 golongan

tonsil yaitu tonsil palatina, tonsil lingual dan tonsil faringeal atau

adenoid yang merupakan cincin jaringan limfoid sekitar faring

yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil faring juga merupakan

Page 27: Sis. Limpatik

27

folikel limfoid mukosa yang analog dengan plak Peyer

(Baratawidjaja, 2012).

Respons imun terhadap antigen oral berbeda dari respons imun

terhadap antigen di tempat lain. Perbedaan utama disebab-kan oleh

adanya produksi kadar igA yang tinggi di jaringan mukosa dan

kecenderungan terjadinya imunisasi oral dengan antigen protein yang

menginduksi toleransi. Induksi respons imun terhadap antigen ter-tentu

di saluran cema, dapat menyebarkan limfosit ke jaringan mukosa lain

seperti saluran napas atas dan bawah, saluran kelenjar mame atau

saluran genital untuk selanjutnya memberikan respons terhadap antigen

setempat (Baratawidjaja, 2012).

Regio sentral plak Peyer diisi sel B. Seperti halnya dengan

folikel limfoid di limpa dan kelenjar getah bening, Plak Peyer juga

mengandung sel CD4+. Beberapa sel epitel yang menutupi plak Peyer

mengandung sel M yang khusus. Plak Peyer merupakan agregat folikel

limfoid di mukosa gastrointestinal yang ditemukan di seluruh jejunum

dan ileum (terbanyak di ileum terminal). Plak Peyer merupakan

tempat sel B prekursor yang dapat mengalihkan produksi IgA. Sel T

naif juga terpajan dengan alergen di plak peyerr dan berkembang

menjadi sel T memori yang kemudian bermigrasi ke mukosa lebih

distal dan tempat-tempat nonmukosal (Baratawidjaja, 2012).

Limfosit B dan T di plak Peyer yang antigen reaktif, keluar

melalui eferen limfatik dan bermigrasi ke kelenjar getah bening

mesenterik, lalu ke duktus torasikus dan akhirnya ke pembuluh darah.

Selanjutnya sel-sel tersebut mencari tempat- tempat tertentu (homing)

di berbagai tempat ter-utama di lamina propria berbagai jaringan

mukosa saluran cerna (Baratawidjaja, 2012).

vi. Sistem imun mukosa difus

Sistem imun mukosa difus terdiri atas limfosit intraepitel

dan limfosit di lamina propria. Limfosit intraepitel ditemukan dalam

Page 28: Sis. Limpatik

28

epitei mukosa dan di atas lamina propria. Sel-sel tersebut tersebar dirus

di jaringan mukosa dan tidak memiliki struktur jelas seperti yang didapat

pada sistem imun mukosa yang terorganisasi. Limfosit intraepitel

terbanyak adalah sel T (> 90%) yang dapat berupa CD8~ atau CD8"

(Baratawidjaja, 2012).

Lamina propria terletak tepat di bawah epitei yang

strukturnya longgar. Fungsi efektor lamina propria adalah sekresi

antibodi terutama IgA yang diproduksi sejumlah besar sel plasma. TgA

diangkut dari lamina propria ke sel epitei melalui reseptor

imunoglobulin polimerik untuk selanjutnya disekresi ke lumen.

Lamina propria mengandung banyak sel CD4+ dan CD8+ (CD4*

2x lebih banyak CD8'), juga sel B, terbanyak dengan ekspresi IgM

dan hanya sebagian kecil dengan ekspresi IgA. Meskipun hanya

sedikit jumlah sel B yang ada di lamina propria, tetapi jumlah sel B

tersebut dapat me-ningkatkan produksi igG dengan cepat bila

diperlukan (Baratawidjaja, 2012).

(Baratawidjaja, 2012)

Gambar II.16 Sel M

Page 29: Sis. Limpatik

29

(Baratawidjaja, 2012)

B. Sistem limfatik-resirkulasi limfosit

Sirkulasi darah ada dibawah tekanan dan komponennya

(plasma) masuk melalui dinding kapiler yang tipis ke jaringan

sekitar. Cairan ini disebut cairan inter-stisial yang membasahi

semua jaringan dan sel. Bila cairan ini tidak dikembalikan ke

sirkulasi dapat terjadi edema, pembengkakanprogresifyang dapat

mengancam nyawa. Hal itu tidak terjadi oleh karena cairan

dikembalikan ke darah melalui dinding venul. Jadi sistem tersebut

me-nampung cairan yang keluar dari pembuluh darah dan masuk ke

dalam jaringan, dan mengembalikannya ke pembuluh darah Hal itu

memastikan adanya keseimbangan cairan dalam sistem sirkulasi. Sel

limfosit, SD, makrofag dan sel lainnya juga dapat masuk melalui

Gambar II.17 Sistem Imun Mukosa

Page 30: Sis. Limpatik

30

dinding tipis sel endotel yang longgar dari pembuluh limfe primer

dan masuk ke dalam arus limfe (Baratawidjaja, 2012).

Jantung tidak memompa limfe melalui sistem ltmfatik, tetapi

arus perlahan dicapai dengan tekanan rendah limfe. Pembuluh

limfe diperas oleh gerakan otot tubuh dan sejumlah katup satu

arah sepanjang pembuluh limfe memastikan arus limfe bergerak ke

satu arah. Antigen asing yang masuk ke dalam jaringan akan

ditangkap oleh sel sistem imun dan dibawa ke berbagai jaringan

limfoid regional yang terorganisasi seperti KGB. Jadi sistem

limfatik juga berperan sebagai alat transpor limfosit dan antigen dari

jaringan ikat ke jaringan limfoid yang terorganisasi, tempat

limfosit diaktifkan (Baratawidjaja, 2012).

Keuntungan dari resirkulasi limfosit ialah bahwa sewaktu

terjadi infeksi non-spesifik, banyak limfosit akan terpajan dengan

antigen/kuman. Keuntungan lain dari resirkulasi limfosit ialah bahwa

bila ada organ limfoid misalnya limpa yang defisit limfosit karena

infeksi, radiasi atau trauma, limfosit dari jaringan limfoid lainnya

melalui sirkulasi akan dapat dikerahkan ke dalam organ limfoid tersebut

dengan mudah. Hanya iradiasi yang mengenai selumh tubuh akan

dapat menghentikan pertum-buhan sel sistem imun seluruhnya

(Baratawidjaja, 2012).

Sel T naif (sel matang yang belum terpajan dengan antigen

dan belum ber-diferensiasi) cenderung meninggalkan sirkulasi darah dan

menuju kelenjar getah bening dalam daerah sel T. SD/APC dari

berbagai bagian tubuh yang membawa antigen juga bermigrasi dan

masuk ke dalam kelenjar getah bening dan mempresentasikan antigen

ke sel T. Sel T yang diaktifkan SD/ APC tersebut keluar dari kelenjar

limfoid dan melalui aliran darah bergerak ke tempat infeksi dan bekerja

sebagai sel efektor. Tidak seperti leukosit, limfosit terus menerus di-

resirkulasikan melalui darah dan limte ke berbagai organ limfoid

(Baratawidjaja, 2012).

Page 31: Sis. Limpatik

31

1. HEV-tempat ekstravasasi limfosit

Beberapa tempat di endotel vaskular dalam venul

poskapilar berbagai organ limfoid terdiri atas sel khusus, gemuk

dan tinggi yang disebut HEV. Sel-selnya berlainan sekali dengan sel

endotel yang gepeng yang membatasi kapiler lainnya. Setiap organ

limfoid sekunder, kecuali limpa mengandung HEV. Bila potongan

beku kelenjar limfoid plak Peyer atau tonsil diinkubasikan

dengan limfosit, lalu dicuci untuk menyingkirkan sel yang tidak

diikat, sekitar 85% sel diikat HEV, meskipun HEV hanya

merupakan 1-2% dari total area (Baratawidjaja, 2012).

HEV mengekspresikan sejumlah besar molekul adhesi.

Seperti sel endotel vaskular lainnya, HEV mengekspresikan CAM

famili selektin (selektin E dan P), famili musin (GlyCAM-I dan

Page 32: Sis. Limpatik

32

CD34) dan superfamili imunoglobulin (ICAM-1, ICAM-2, ICAM-

3, VCAM-1 dan MAdCAM-1). Beberapa molekul adhesi disebut

adresin vaskular, oleh karena berperan dalam mengarahkan

ekstravasasi berbagai populasi limfosit dalam resirkulasi ke organ

limfoid khusus (Baratawidjaja, 2012).

(Baratawidjaja, 2012)

2. Homing atau trafficking

Pada keadaan normal terjadi lintas arus limfosit aktif terus

menerus melalui kelenjar getah bening, tetapi bila ada antigen

masuk, ants limfosit dalam kelenjar getah bening akan berhenti

sementara. Sel yang antigen spesifik akan ditahan dalam kelenjar

getah bening. Dalam menghadapi antigen tersebut, kelenjar dapat

membengkak seperti yang sering ditemukan pada infeksi. Hal

tersebut me-rupakan hal yang esensial untuk respons imun yang

efektif terhadap antigen asing (Baratawidjaja, 2012).

Gambar II.18 Resirkulasi Jalur Limfosit

Page 33: Sis. Limpatik

33

Limfosit cenderung untuk bermigrasi ke tempaMempat yang

selektif. Homing mukosa adalah kembalinya se! limfoid reaktif

imunologis ke asalnya di folikel mukosa. Homing limfosit diatur oleh

profil reseptor dan sinyal. Proses umum ekstra-vasasi limtbsit adalah

sama dengan neutrofil. Perbedaan yang penting dalam kedua proses

itu adalah subset limfosit yang bermigrasi ke berbagai jaringan

dengan cara yang berbeda. Hal tersebut terjadi melalui ikatan antara

molekul adhesi dan kemokin, reseptor yang mengarahkan berbagai

populasi limfosit ke jaringan limfoid khusus atau inftamasi yang disebut

dengan reseptor homing. L-selektin atau CD62L adalah molekul pada

permukaan limfosit yang berperan pada homing limfosit. Adresin

mukosa adalah salah satu adresin yang mengikat integrin pada sel T

yang memilih homing di saluran cerna. Reseptor pada permukaan

limfosit tersebut akan memberikan arah dan tujuan kembali ke plak

Peyer. Limfosit yang awalnya disen-sitasi oleh antigen di plak Peyer

akan di-aktitkan dan memproduksi sel memori yang akan bermigrasi

kembali ke tempat yang semula mensensitasinya (Baratawidjaja,

2012).

3. Sel NK, Sel Null, Sel K.

Limfosit terdiri atas sel B, sel T (Th, Tc/ CTL, Tr) dan sel

NK. Yang akhir adalah golongan limfosit ketiga sesudah sel T

dan sel B. Jumlahnya sekitar 5-15% dari limfosit dalam sirkulasi

dan 45% dari limfosit dalam jaringan. Sel NK berkembang dari se!

asal progenitor yang sama dari sel B dan sel T, namun bukan sel

progenitor sel B dan sel T (Gambar 4.18). Istilah NK berasal dari

kemampuannya yang dapat membunuh berbagai sel tanpa bantuan

tambahan untuk aktivasinya. Sel NK tidak memiliki petanda sel B

atau sel Tatauimunoglobulinpermukaan. SelNK juga bermigrasi ke

organ limfoid perifer seperti limpa dan kelenjar getah bening

Page 34: Sis. Limpatik

34

meskipun hanya merupakan sebagian kecil dari sel T. Di semua

bagian tubuh, sel null hanya hidup 5-6 hari (Baratawidjaja, 2012).

Ciri-cirinya memiliki banyak sekali sitoplasma (limfosit T

dan B hanya se-dikit mengandung sitoplasma), granul sitoplasma

azurofilik, pseudopodia dan nukleus eksentris. Bila diaktifkan,

berkembang menjadi sel limfosit dengan granul besar. Oleh karena

itu sel NK sering pula di-sebut LGL. Sel NK merupakan sumber

IFN-y yang mengaktifkan makrofag dan berrungsi dalam imunitas

nonspesifik ter-hadap virus dan sel tumor (Baratawidjaja, 2012).

Sel NK mengandung perforin atau sitolisin, sejenis C9 yang

dapat membuat lubang-lubang kecii (pertbrasi) pada membran sel

sasaran. Membran sel NK mengandung protein (prolaktin) yang

mengikat perforin, mencegah insersi dan polimerasi dalam membran

sehingga sel NK sendiri terhindar dari efek perforin.

Perforin/sitolisin dilepas setelab terjadi kontak dan menimbulkan

influks ion abnormal dan kebocoran metabolit esensial dari

sitoplasma (Baratawidjaja, 2012).

Sel NK juga mengandung dan me-lepas granul-granul

berisikan TNF-p dan protease serin yang disebut granzim,

eontohnya fragmentin yang merupakan protein sitotoksik.

Sitotoksisitas serupa diekspresikan oleh sel CTL/Tc yang juga

mengandung perforin (Baratawidjaja, 2012).

Sel NK mengenal dan membunuh sel terinfeksi atau sel

yang menunjukkan transformasi ganas, tetapi tidak membunuh sel

sendiri yang normal oleh karena dapat membedakan sel sendiri dari

sel yang potensial berbahaya. Hal tersebut dimungkinkan oleh

reseptoraya berupa reseptor inhibitori dan reseptor aktivasi

(Baratawidjaja, 2012).

Sel NK mengenal MHC-I yang diekspresikan semua sel

sehat dan tidak oleh sel terinfeksi virus dan kanker. Reseptor yang

Page 35: Sis. Limpatik

35

diaktifkan dapat mengenal struktur yang ada pada sel sasaran yang

rentan terhadap sel NK dan sel normal. Pengaruh reseptor

inhibitori akan dominan dan mengikat MHC-I yang normal

diekspresikan pada sel sehat (Baratawidjaja, 2012).

Reseptor aktivasi berperan dalam kemampuan sel NK

untuk membunuh berbagai sasaran seperti sel tumor. Ikatan

ligan dengan reseptor tersebut memacu produksi sitokin yang

mening-katkan migrasinya ke tempat infeksi dan membunuh sel

sasaran yang meng-ekspresikan ligannya (Baratawidjaja, 2012).

Sel NK yang memiliki reseptor akti-vasi dapat merupakan

pembunuh poten sel terinfeksi virus, jamur dan tumor dengan

direk, tanpa bantuan komplemen. Fenomena itu disebut ADCC

(Gambar 4.19). Makrofag dan neutrofil juga dapat berperan pada

ADCC (Baratawidjaja, 2012).

Pada umumnya tumor mengekspresi-kan antigen yang dapat

imun, tetapi mungkin tidak dapat dikenai sel CTL. Sel tumor dapat

berkembang dan menjadi varian tumor yang secara genetik tidak

stabil, dengan ekspresi MHC yang kurang pada permukaan sel,

sehingga sel CD8+ tidak mampu mengenalnya. Juga beberapa jenis

virus dapat mengurangkan ekspresi molekul MHC-I pada sel

terinfeksi sebagai strategi untuk mencegali pembunuhan oleh sel

CD8+. Sel NK dapat membunuh sel pejamu yang mengekspresikan

molekul MHC-I abnomial. Dalam hal ini, sel NK dengan reseptor

aktivasinya yang me-ngenal molekul MHC-I abnormal pada sel

sasaran dapat membunuh sel tumor ian memusnahkan sel terinfeksi

virus tmraselular, sehingga dapat menying-kirkan sumber infeksi

(Baratawidjaja, 2012).

Sel NK memproduksi IFN-y dan TNF-a yang merupakan

dua sitokin pro-inflamasi poten dan dapat merangsang pematangan

sel dendritik yang merupakan sei koordinator imunitas nonspesifik

Page 36: Sis. Limpatik

36

dan spesifik. IFN-y juga merupakan mediator poten aktivasi makrofag

dan penting pada regulasi perkembangan Th (Tabel 4.8). Dengan

demikian sel NK juga bekerja sama dengan imunitas spesifik

(Baratawidjaja, 2012).

Sebanyak 20% dari semua leukosit dalam sirkulasi darah

orang dewasa adalah limfosit yang terdiri atas sel F dan sel B yang

merupakan kunci pe-g 'iilrol sistem imun. Secara morfologik sangat

sulit untuk membedakan berbagai sel limfosit dan diferensiasi

subkelas sel B dan sel T. Sel-sel tersebut dapat mengenal benda asing

dan membedakannya dari sel jaringan sendiri. Biasanya sel

limfosit hanya memberikan reaksi terhadap benda asing, tetapi tidak

terhadap sel sendiri (Baratawidjaja, 2012).

Dalam tubuh ada sekitar 10'2 limfosit yang disirkulasikan

terus menerus dalam darah dan limfe, dapat bermigrasi ke rongga

jaringan dan organ limfoid serta merupakan perantara berbagai

bagian sistem imun. Sel limfosit merupakan sel yang berperan

utama dalam sistem imun spesifik, selTpada imunitas selulardan sel

B pada imunitas humoral. Pada imunitas humoral, sel T CD4+

berinteraksi dengan sel B dan merangsang proliferasi dan

diferensiasi sel B. Pada imunitas selular, sel T CD4+ mengaktifkan

makrofag untuk menghancurkan mikroba atau CD8+ untuk

membunuh mikroba intrase-lularyang menginfeksi sel. Kedua

sistem imun, nonspesifik dan spesifik bekerja sangat erat satu

dengan yang lainnya (Baratawidjaja, 2012).

Pada respons imun spesifik, limfosit naif asal sumsum tulang

atau timus bermigrasi ke organ limfoid sekunder tempat di-aktifkan

oleh antigen, berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel

efektor, sel memori dan beberapa diantaranya bermigrasi ke

jaringan Limfosit naif efektor dan memori selalu ditemukan di

berbagai tempat di seluruh tubuh dan populasi sel tersebut dapat

Page 37: Sis. Limpatik

37

dibedakan dalam beberapa fungsi dan kriteria fenotip

(Baratawidjaja, 2012).

C. Reseptor Sel

Berbagai sel limfosit yang berperan dalam respons imun

spesifik terlihat pada Tabel5.1. Sel B dan T yang matang

mengekspresikan reseptor (BCR dan TCR) pada permukaan sel

yang berperan dalam diversitas, spesifisitas dan memori

(Baratawidjaja, 2012).

Ciri-ciri antigen yang dikenal sel T terlihat pada Tabel 5.3.

Sel B menggunakan antibodi sebagai reseptor sel yang dapat

mengenal antigen bebas, sedang TCR hanya mengenal antigen

yang di-ikat molekul MHC. Ada 2 jenis MHC yaitu MHC-I yang

diekspresikan oleh hampir semua sel bernukleus dan MHC-II yang

diekspresikan APC. Perbedaan antara molekul-molekul permukaan

sel imunokompeten T dan B terlihat jelas pada permukaan sel

(Baratawidjaja, 2012).

1. SEL B

Sel B merupakan 5-25% dari limfosit dalam darah yang berj

umlah sekitar 1000-2000 sel/mm3. Terbanyak merupakan limfosit

asal sumsum tulang (hampir 50%) sisanya sekitar 1/3-nya berasal

dari KGB, limfe dan kurang dari 1% di timus (Baratawidjaja, 2012).

a. Pematangan sel B

Pada unggas, sel B berkembang dalam bnrsafabricius yang

terbentuk dari epitel kloaka. Pada manusia belum didapatkan hal

yang analog dengan bursa tersebut dan pematangan terjadi di

sumsum tulang atau di tempat yang belum dike-tahui. Setelah

matang, sel B bergerak ke organ-organ seperti limpa, kelenjar getah

bening dan tonsil (Baratawidjaja, 2012).

Page 38: Sis. Limpatik

38

Sel B diproduksi pertama selama fase embrionik dan

berlangsung terus selama hidup. Sebelum lahir yolk sac, hati dan

sumsum tulang janin merupakan tempat pematangan utama sel B

dan setelah lahir pematangan sel B terjadi di sumsum tulang.

Pematangan sel B terjadi dalam berbagai tahap. Fase-fase pema-

tangan sel B berhubungan dengan Ig yang diproduksi. Perkembangan

dan seleksi klon sel B terlihat pada (Baratawidjaja, 2012).

Pematangan limfosit terjadi melalui proses yang disebut

seleksi (positif dan negatif). Seleksi pematangan primer terjadi

dalam organ limfoid primer yaitu sumsum tulang untuk sel B dan

timus untuk sel T. Oleh karena beberapa self-antigen tidak

dilemukan dalam sumsum tulang, sel B yang mengekspresikan

mlg spesifik untuk antigen tersebut, tidak dapat disingkirkan

oleh seleksi negatif dalam sumsum tulang. Untuk mencegah

terjadinya reaksi autoimun, diperlukan proses eliminasi atau yang

menjadikan inaktif di jaringan limfoid perifer (Baratawidjaja,

2012).

Sel B dan sel T berasal dari sel prekursor yang sama,

diproduksi dalam sumsum tulang, termasuk pembentukan reseptor.

Pematangan,sel B terjadi dalam sumsum tulang, sedang progenitor

sel T bermigrasi ke dan raenjadi matang di timus. Masing-masing

sel berproliferasi terutama atas pengaruh sitokin IL-12 yang

meningkatkan jumlah sel imatur (Baratawidjaja, 2012).

Perkembangan sel B mulai dari sel prekursor limfoid yang

berdiferensiasi menjadi sel progenitor B (pro-sel B) yang

mengekspresikan transmembran tirosin-fosfatase (CD45R).

Proliferasi dan diferensiasi pro-B menjadi prekursor B memerlukan

lingkungan mikro dari stroma sel sumsum tulang. Bila sel pro-B

dibiakkan in vivo, tidak akan tumbuh menjadi sel yang matang,

kecuali ada sel sumsum tulang, yang akhir melepas IL-17 yang

menolong proses perkembangan sel. (Baratawidjaja, 2012).

Page 39: Sis. Limpatik

39

Pematangan progenitor sel B disertai modifikasi gen yang

berperan dalam diversitas produk akhir dan penentuan spesifisitas

sel B. Pematangan dalam sumsum tulang tidak memerlukan anti-

gen, tetapi aktivasi dan diferensiasi sel B matang di KGB perifer

memerlukan antigen. Aktivasi sel B diawali dengan pengenaian

antigen spesifik oleh reseptor permukaan. Antigen dan perangsang

lain termasuk Th yang merangsang proliferasi dan diferensiasi klon

sel B spesifik. Dalam perkembangannya, sel B mula-mula

memproduksi lgM atau isotipe Ig lain (seperti IgG), menjadi

matang atau menetap sebagai sel memori (Gambar 5.4). Fase-

fasepematangan sel B terlihat pada (Baratawidjaja, 2012).

b. Reseptor sel B

3CR yang mengikat antigen multivalen asing, akan memacu

4 proses: proliferasi, diferensiasi menjadi sel plasma yang

memproduksi antibodi, membentuk sel memori dan

mempresentasikan antigen ke sel T. Proliferasi sel B merupakan senter

germinal KGB. Seperti halnya dengan TCR, BCR mengawali sinyal

transduksi yang efeknya ditingkatkan oleh molekul kostimulator

yang kompleks (Baratawidjaja, 2012).

Ada ribuan kopi yang identik pada permukaan sel B

tunggai. BCR me-rupakan kompleks protein transmembran yang

terdiri atas mlg dan disulfida heterodimer yang disebut Ig-a/Ig-p.

Molekul heterodimer ini berhubungan dengan molekul mlg yang

berbentuk BCR (Baratawidjaja, 2012).

i. Ig permukaan

Sel B termuda sudah ditemukan dalam hati janin dan

sumsum tulang dan belum mengekspresikan imunoglobulin atau

petanda pennukaan. Kebanyakan sel B yang matang dan belum

diaktifkan me-ninggalkan sumsum tulang. Mula-mula dibentuk

Page 40: Sis. Limpatik

40

IgM dalam sitoplasma sel yang dapat digunakan sebagai ciri

dari sel pre-B. Dalam stadium selanjutnya, IgM bergerak ke arah

membran sel dan kemudian dijadikan reseptor monomerik

pennukaan slgM. Sekarang sel dapat mengenal antigen untuk

pertama kali (Baratawidjaja, 2012).

Kontak antara antigen dan sel B muda ini tidak

menimbulkan ekspansi dan diferensiasi lebih lanjut. Dalam per-

kembangan selanjutnya, dibentuk IgD yang kemudian juga

bergerak ke arah membran sel. Sel yang sudah memiliki IgM dan

IgD sebagai reseptor dianggap matang. Berbagai perkembangan

respons humoral (Baratawidjaja, 2012).

Perkembangan sel B dalam sumsum tulang adalah antigen

independen tetapi perkembangan selanjutnya memerlukan

rangsangan antigen. Sel B dalam keada-an istirahat berukuran kecil

dan memiliki sitoplasma sedikit sekali. Sel B yang diaktifkan akan

berkembang menjadi limfoblas. Beberapa di antaranya menjadi

matang/ sel plasma yang mampu mem-produksi antibodi bebas dan

lainnya berkembang menjadi sel memori (Baratawidjaja, 2012).

ii. Reseptor Fc

Semua sel B memiliki reseptor untiik fraksi Fc dari IgG

(Fcy-R). Reseptor tersebut dapat diperlihatkan dengan

menambahkan sel darah merah biri-biri yang dilapisi antibodi IgG

ke larutan sel B yang akan membentuk roset. FcR yang

menunjukkan afinitas terhadap bagian Fc dari Ig yang dilepas.

Reseptor ini adalah esensial untuk banyak fungsi biologis antibodi.

FcR berperan dalam gerakan antibodi melewati membran sel dan

transfer IgG dari ibu ke janin melalui plasenta. Reseptor tersebut

dapat diikat pasif oleh berbagai sel seperti sel B dan sel T,

neutrofil, sel mast, eosinofil, makrofag dan sel NK (Baratawidjaja,

2012).

Page 41: Sis. Limpatik

41

Dengan bantuan antibodi, FcR dapat mengerahkan komponen

selular imunitas nonspesifik seperti makrofag dan sel NK. Ikatan

antibodi dengan antigen oleh FcR pada makrofag atau neutrofil

merupakan sinyal efektif untuk fagositosis (opsoni-sasi atau ADCC)

kompleks antigen-anti-bodi yang efisien. Di sarnping fungsi efektor

tersebut, ikatan antigen-FcR-antibodi juga dapat memacu sinyal

imunoregulator yang mengaktifkan sel, induksi diferensiasi dan

pada beberapa hal menekan respons selular (Baratawidjaja, 2012).

iii. Reseptor C3

Sel B memiliki pula reseptor untuk kora-ponen komplemen

yang diaktifkan C3b. Oleh karena itu sel B dapat pula diper-lihatkan

dengan cara roset seperti di atas dengan menggunakan sel darah

merah biri-biri yang dilapisi dengan C3 (Baratawidjaja, 2012).

iv. Reseptor Epstein Barr Virus

EBV dapat diikat sel B melalui reseptor spesifik (RC3d).

Infeksi EBV sering me-nimbulkan replikasi sel B yang stabil dan

terus menerus (Baratawidjaja, 2012).

v. Determinan antigenik imuno-globulin

Molekul imunoglobulin sendiri, bila di-suntikkan ke spesies

hewan lain, dapat berfungsi sebagai imunogen poten yang

menginduksi respons imun. Detenninan antigen atau epitop pada

imunoglobulin terdiri atas tiga kategori mayor, determinan isotip.

alotip dan idiotip, yang terletak dalam bagian khas molekul

(Baratawidjaja, 2012).

c. Aktivasi sel B

Sel B dapat diaktifkan sel T melalui dua cara, yang T

dependen dan T independen (Baratawidjaja, 2012)..

Page 42: Sis. Limpatik

42

i. Aktivasi sel B yang T dependen

Setelah antigen diikat mlg, sel B me-makan antigen,

memproses dan meng-ekspresikan epitop antigen di celah MHC,

dan mempresentasikannya ke sel T. Sel T memodulasi fungsi sel

B melalui sejumlah cara. Sitokin asal sel T seperti 1L-4, IL-5,

IL-6, IL-2 dan IFN-y meningkatkan proliferasi sel B dan

diferensiasi menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi.

Interaksi tisik antara sel B dan sel T memberikan sinyal melalui

koreseptor CD40L-CD40 yang atas pengaruh 1L-4 berperan penting

dalam imunoregulasi dan pengalihan kelas Ig. Sel B naif

mempresentasikan IgM dan _D pada permukaannya dan atas pengaruh

rangsangan, sel B mengalihkan kelas Ig >ang memproduksi IgG, IgA

atau IgE. mlgM dan mlgD memiliki ekor sito-

plasmayangrelatifpendeksehinggatidak dapat mentransduksi sinyal.

Rangsangan antigen pertama merangsang sel B untuk emproduksi

IgM dan rangsangan ulangan antigen yang sama akan mengalihkan

sel 3 ke produksi IgG atau IgA atau IgE. Semua sel B hanya

memiliki satu jenis molekul Ig saja pada permukaannya, hanya IgM,

IgG dan sebagainya (Baratawidjaja, 2012).

Aktivasi sel B oleh antigen protein larut memerlukan

bantuan sel Th. Tanpa adanya interaksi dengan TCR dan sitokin.

ikatan antigen dengan mlg pada sel B sendiri tidak akan

menginduksi proliferasi dan diferensiasi. Pada waktu yang sama,

sebagian sel B akan kembali ke dalam fase istirahat, sebagian

sel menjadi matang, menjadi sel B memori yang dapat memberikan

respons imun dengan lebih cepat pada pajanan ulang dengan antigen

yang sama (Baratawidjaja, 2012).

Ikatan antigen juga mengawali sinyal melalui BCR yang

menginduksi sel B meningkatkan ekspresi sejumlah molekul

membran sel seperti MHC-II dan ligan kostimulator B.

Peningkatan ekspresi kedua protein membran tersebut meningkatkan

Page 43: Sis. Limpatik

43

kemampuan sel B berfungsi se-bagai APC dalam aktivasi sel Th.

Pada umumnya diperlukan 30-60 memt untuk memproses dan

mempresentasikan antigen melalui MHC-II pada permukaan sel

(Baratawidjaja, 2012).

Oleh karena sel B mengenal dan me-makan antigen melalui

ikatan dengan mlg, selBdapatmempresentasikanantigenkesel T dalam

kadar yang 100-10.000 kali lebih rendah dibanding kadar yang

diperlukan untuk presentasi oleh makrofag atau SD. Bila kadar

antigen tinggi, makrofag dan SD merupakan APC efektif, tetapi bila

kadar antigen rendah atau turun, sel B akan mengambil alih dan

berperan sebagai APC utama untuk sel Th (Baratawidjaja, 2012).

Sel B yang diaktifkan mulai meng-ekspresikan reseptor

membran untuk berbagai sitokin seperti IL-2, IL-4, IL-5. Shokin-

sitokin tersebut berikatan dengan reseptornya pada sel B dan

memacu proliferasi dan diferensiasi menjadi sel plasma dan sel

memori, pengalihan kelas dan pematangan afinitas. Urutan kejadian

aktivasi sel B yang sel T dependen (Baratawidjaja, 2012).

ii. Aktivasi sel B yang T independen

Pada keadaan tertentu sel B juga dapat memberikan

respons dan berproli-ferasi melalui mekanisme yang tidak me-

merlukan sel T (T independen), biasanya pada antigen dengan epitop

yang berulang dan panjang sehingga memungkinkan terjadinya

ikatan silang dengan reseptor imunoglobulin pada permukaan sel B

(Baratawidjaja, 2012).

Kejadian seiular dini yang diinduksi kompleks ikatan silang

antara antigen-sel B mengawali proliferasi dan diferensiasi sel B

untuk selanjutnya berinteraksi dengan sel Th (Baratawidjaja,

2012).

Page 44: Sis. Limpatik

44

Antigen yang sel T independen dapat dibagi menjadi dua tipe

antigen. Antigen tipe 1 berasal dari bagian luar membran bakteri

negatif-Gram dan asam nukleat bakteri yang lebih merangsang sel B

me-lalui TLR dibanding BCR. Antigen tipe 2 adalah polisakarida kapsul

yang mempunyaj subunit multipel berulang dan merangsang sel B

melalui ikatan silang dengan beberapa BCR bersama (Baratawidjaja,

2012).

Sel B yang T independen lebih me-milih hidup di tempat

khusus seperti limpa dan peritoneum dibanding di KGB. Sel B

tersebut dirangsang oleh antigen non-protein khusus. Beberapa

bakteri misalnya spesies pneumokok dan haemofilus me miliki

kapsul luar yang mengandung polisakarida (dan tidak protein) untuk

dapat melawan fagositosis, koraplemen dan sel T. Sel B yang T

independen memproduksi antibodi terhadap bakteri tersebut. Sel B

demikian hanya memproduksi Ig dengan afinitas rendah yang

mempunyai kecen-derungan untuk bereaksi dengan antigen Iain,

misalnya, antibodi yang dipacu sakarida asal bakteri dapat bereaksi

silang dengan antigen sakarida asal permukaan sel darah merah

(Baratawidjaja, 2012).

iii. Peran komplemen CR2/CD21 pada aktivasi sel B

Aktivasi sel B ditingkatkan oleh sinyal asal protein

komplemen dan CD21 ko-reseptor yang menunjukkan interaksi

antara imunitas nonspesifik dan spesifik (Baratawidjaja, 2012).

iv. Pengalihan imunoglobulin

Sebagai respons terhadap ikatan CD40 dengan sitokin,

beberapa progeni sel B yang mengekspresikan IgM dan IgD

menunjukkan pengalihan isotip (kelas) yang menghasilkan

antibodi dengan rantai berat dari berbagai kelas seperti a, p1 dan y

(Baratawidjaja, 2012).

Page 45: Sis. Limpatik

45

2. SEL T

Progenitor sel asal sumsum tulang yang bermigrasi ke timus

berdiferensiasi men-jadi sel T. Sel T yang nonaktif disirkulasi-kan

melalui KGB dan limpa yang di-konsentrasikan dalam folikel dan

zona marginal sekitar folikel (Baratawidjaja, 2012).

a. Pematangan sel T

Sel T imatur dipersiapkan dalam timus untuk. memperoleh

reseptor. Timosit imatur hanya dapat menjadi matang bila

reseptornya tidak berintegrasi dengan peptida sel tubuh sendiri (self

antigen) yang diikat MHC dan dipresentasikan APC. Sawar darah-

timus melindungi timosit dari kontak dengan antigen sendiri. Sel

T yang self reaktif akan mengalami apoptosis (Gambar 5.14).

Proses tersebut disebut seleksi positif timosit yang menghasilkan

sel Tc atau Th (lihat Bab 11: Toleransi imun dan Autoimunitas)

(Baratawidjaja, 2012).

Diferensiasi sel berhubungan dengan petanda permukaan dan

terjadi proliferasi timosit subkapsular yang luas. Sebagian besar sel

tersebut mati, tetapi sisanya terus berdiferensiasi. Sel yang akhir

menjadi lebih kecil. Timosit yang berkembang penuh, melewati

dinding venul poskapilar, mencapai sirkulasi sistemik dan menem-

pati organ limfoid perifer. Beberapa di-antaranya diresirkulasikan.

Sel T akan berdiferensiasi bila terpajan dengan antigen spesifik

yang dipresentasikan APC dalam organ limfoid sekunder seperti

limpa, kelenjar limfoid dan MALT (Baratawidjaja, 2012).

Pematangan sel T dari progenitornya melibatkan

serangkaian dan ekspresi gen TCR, proliferasi sel, seleksi yang

diinduksi antigen dan perolehan ke-mampuan untuk berfungsi.

Kejadian-kejadian yang berhubungan dengan fase pematangan dari

sel induk dalam sumsum rulang menjadi sel T matang

(Baratawidjaja, 2012).

Page 46: Sis. Limpatik

46

b. Reseptor sel T

Kemampuan limfosit T matang untuk mengenal benda

asing dimungkinkan oleh ekspresi molekul unik pada mem-

brannya yang disebut TCR. Reseptor tersebut memiliki sifat

diversitas, spe-sifitas, memori dan berperan dalam imu-nitas spesifik

(Baratawidjaja, 2012).

Saru sel limfosit hanya mengekspresi-kan reseptor untuk satu

jenis antigen se-hingga sel tersebut hanya dapat mengenal saru jenis

antigen saja Reseptor sel T di-lemukan pada semua sel T matang,

dapat mengenal peptida antigen yang diikat MHC dan dipresentasikan

APC (Baratawidjaja, 2012).

Sel T perifer terbanyak mengeks-presikan rantai a atau p

pada per-mukaannya. Sel yang mengekspresikan rantai y dan 5

hanya merupakan 5% dari sel T dalam sirkulasi orang sehat

(Gambar 5.18 dan 5.19). Perbedaan antara regio yang mengikat

antigen dari TCRap dan TCRyS tidaklah ekstrim, meskipun

antigen yang dapat dikenalnya berbeda. Diduga juga mempunyai

fungsi yang berbeda (Baratawidjaja, 2012).

c. Molekul asesori

Baik pada fase induksi maupun fase efektor, responsselT

naif dipacu oleh kom-pleks antigen-MHC yang dipresentasikan APC/

SD. SD seperti sel Langerhans di kulit yang menangkap antigen

akan bermigrasi ke kelenjar limfoid dan mem-rresentasikan antigen

ke sel T. Ikatan spesifik TCR dengan antigen relevan yang sudah

diproses dan dipresentasikan melalui MHC-II oleh APC belum

cukup untuk memberikan sinyal aktivasi sel T. Berbagai molekul

seperti CD80 (B7-1) ian CD86 (B7-2) dan beberapa molekul adhesi

lainnya masili diperlukan sebagai molekul kostimulator

(Baratawidjaja, 2012).

Page 47: Sis. Limpatik

47

Sel T yang mengenal flagmen peptida Jan kompleks

antigen-MHC yang di presentasikan APC akan berproliferasi

menjadi sel T efektor dan metnori. Ciri APC seperti sel B, makrofag

dan SD adalah kemampuannya untuk mengekspresikan MHC-II dan

memproduksi sitokin yang mengaktifkan sel T. Interaksi antara APC

dan sel T terjadi melalui berbagai molekul adhesi/asesori dan ligannya,

namun untuk aktivasi sel T penuh, masih diperlukan molekul-

molekul kostimulator. Ikatan hanya dengan TCR tanpa disertai

sedikitnya dua sinyal kostimulator (B7) akan menimbulkan anergi.

Berbagai molekul asesori yang bcrperan dalam interaksi sel T dengan

APC (Baratawidjaja, 2012).

d. Fungsi sel T

Sel T umumnya berperan pada inflamasi, aktivasi fagositosis

makrofag, aktivasi dan proliferasi sel B dalam produksi antibodi.

Sel T juga berperan dalam genalan dan penghancuran sel yang

lerinfeksi virus. Sel T terdiri atas sel Th yang mengaktilkan

makrofag untuk membunuh mikroba dan sel CTL/Tc yang

membunuh sel terinfeksi mikroba/ virus dan menyingkirkan sumber

infeksi (Gambar 5.21). Fungsi heterogen sel T dan spesifisitas

imunologi serum anti-sel T (Baratawidjaja, 2012).

e. Subset sel T

Sel T terdiri atas sel CD4", CD8+, sel T naif, NKT dan

Tr/Treg/Ts/Th3. Sel T naif yang terpajan dengan kompleks

antigen MHC dan dipresentasikan APC atau rangsangan

sitokin spesifik, akan berkembang menjadi subset sel T berupa

CD4+ dan CD8"1" dengan fungsi efektor yang berlainan. Paradigma

lama mengklasifikasikan T helper menj adi Th 1 dan Th2 (Gambar

5.22). .Dari timus, sel T naif dibawa darah ke organ limfoid

perifer. Sel naif yang terpajan dengan antigen akan berkembang

menjadi sel ThO yang selanjutnya dapat berkembang menjadi sel

Page 48: Sis. Limpatik

48

efektor Thl yang berperan pada infeksi dan Th2 yang berperan pada

alergi (Gambar 5.23). Dewasa ini, paradigma Thl dan Th2

diabaikan setelah ditemukannya berbagai sel T helper seperti Thl, 2,

9,17, 22 yang masing-masing memiliki peran sendiri dalam proses

inflamasi (Baratawidjaja, 2012).

i. Sel T naif (sel T virgin)

Sel limfosit naif adalah sel limfosit matang yang

meninggalkan timus dan belum berdiferensiasi, belum

pernah terpajan dengan antigen, menunjukkan molekul permukaan

CD45RA (Baratawidjaja, 2012).

ii. Sel CD4+, asal berbagai sel T efektor

Sel T efektor CD4 dibedakan dalam reberapa subset atas

dasar sitokin yang diproduksinya. Sel Th yang juga disebut KI

linducer merupakan subset sel T yang diperlukan dalam induksi

respons imun terhadap antigen asing. Antigen yang ditangkap,

diproses dan dipresentasikan makrofag dalam konteks MHC-II ke

sel CD4+. Selanjutnya sel CD4+ diaktifkan dan niengekspresikan IL-

2R disamping memproduksi IL-2 yang autokrin (melalui ikatan

dengan IL-R) dan merangsang sel CD4+ untuk berproliferasi. Sel

CD4+ yang berproliferasi dan berdiferensiasi, berkembang menjadi

beberapa subset yaitu TFH, Thl, Th2, Th9, Thl7 dan Th22. Sel

CD4+ naif yang diaktifkan dan berdiferensiasi menjadi sel efektor

juga menjadi sel memori yang dapat menetap di organ limfoid

atau bermigrasi ke kelenjar nonlimfoid. Sel T naif dapat menetap di

dalam organ limfoid seperti KGB untuk bertahun-tahun sebelum ter-

pajan dengan antigen atau mati (Baratawidjaja, 2012).

Setiap sel melepas sitokin subset fenotipik yang raemacu

respons efektor. Sekresi sitokin juga memacu modulasi respons

subset yang lain dan mencegah perkembangan fungsi alternatif

(Baratawidjaja, 2012).

Page 49: Sis. Limpatik

49

Th1

IL-12 yang dilepas makrofag dan SD menginduksi

perkembangan Thl melalui jalur yang STAT4 dependen, sedang IL-4

yang terutaraa diproduksi sel T sendiri, meningkatkan induksi Th2

melalui jalur yang STAT6 dependen. Faktor trans-kripsi T-bet

yang diproduksi sebagai respons terhadap IFN-y meningkatkan

respons Thl. GATA-3 sangat diperlukan untuk diferensiasi Th2

(Baratawidjaja, 2012).

IFN-y dan IL-12 yang diproduksi APC seperti makrofag

dan sel dendritik yang diaktifkan mikroba merangsang diferensiasi

sel CD4' menjadi Thl/Tdth yang berperan dalam reaksi hipersen-

sitivitas lambat (reaksi Tipe 4 Gell dan Coombs). Sel Tdth berperan

untuk me-ngerahkan makrofag. Diferensiasi Thl merupakan

respons terhadap infeksi mikroba atau atas pengaruh aktivasi sel

NK, rangsangan antigen bakteri intra-selular seperti listeria dan

mikobakteri, beberapa parasit seperti leismania dan semua

mikroba yang menginfeksi makrofag serta rangsangan virus dan

antigen protein yang diberikan dengan ajuvan (Baratawidjaja,

2012).

Perkembangan sel T prekursor menjadi sel Thl memacu

reaksi sitotoksik dan hipersensitifitas lambat serta meng-aktifkan

makrofag yang meningkatkan proteksi terhadap patogen

intraselular. Sel prekursor juga memproduksi faktor trans-kripsi

spesifik STAT4, STAT6 dan GATA-3 yang mempengaruhi

perkembangan sel.

Infeksi dan imunisasi memacu imuni-tas nonspesifik yang

merangsang makrofag untuk memproduksi IL-12. Beberapa mikroba

diikat reseptor (Toll-like) pada makrofag dan SD yang diaktifkan

untuk segera memproduksi IL-12 (Baratawidjaja, 2012).

Th2

Page 50: Sis. Limpatik

50

Atas pengaruh sitokin IL-4, IL-5, IL-10, IL-13 yang dilepas

sel mast yang ter-pajan dengan antigen atau cacing, Tho

berkembang menjadi sel Th2 yang merangsang sel B untuk

meningkatkan produksi antibodi. Kebanyakan sel Th adalah CD4"

yang mengenal kompleks antigen MHC-II yang dipresentasikan APC.

Akti-vasi sel B oleh protein tarut memerlukan bantuan sel Th. Ikatan

antigen dengan sel B-mlg tidak menimbulkan proliferasi dan

diferensiasi sel menjadi sel efektor tanpa bantuan interaksi dengan

molekul mem-bran pada sel Th dan sitokin yang benar

(Baratawidjaja, 2012).

Th9

Th9 dihasilkan oleh IL-9 dengan bantuan sinyal TGF-p dan

diduga ikutberperan dalam patofisiologi penyakit alergi saluran

napas (Baratawidjaja, 2012).

Thl7

Paradigma Thl/Th2 dipertahankan sampai beberapa tahun

yang lalu waktu subset sel Th efektor CD4 ketiga yaitu Thl7

ditemukan. Sel Thl7 merupakan sel yang belum lama

diidentifikasi dalam tikus dan manusia. Sel tersebut terutama

memproduksi famili IL-17 (IL-17A dan IL-17F)yang berperan dalam

pengerahan, aktivasi dan migrasi neutrofil. Sel ini berperan

dalam inflamasi asma yang lebih melibatkan neutrofil

dibandingkan eosinofil dan juga da'am autoimunitas, infeksi

berbagai bakteri dan fungus (Baratawidjaja, 2012).

Th22

Sel Th22 dapat ditemukan pada lapisan epidermal dan

berperan pada penyakit inflamasi kulit. Strategi pengobatan

Page 51: Sis. Limpatik

51

inflamasi kronis kulit masa depan ditujukan terhadap Th22

(Baratawidjaja, 2012).

T folikular (Tfh)

Tfh adalah kelas efektor Th yang mengatur

perkembangan secara bertahap imunitas sel B antigen spesifik. Sel

Tfh berfungsi khusus untuk perkembangan sel B. Pengetahuan

mengenai fungsi Tfh dalam sentrum germinativum serta regulasi

respons sel B memori terhadap antigen merupakan hal yang dapat

diperhatikan dalam riset untuk membuat vaksin potensial di masa

depan (Baratawidjaja, 2012).

iii. Sel T CD8+ (Cytotoxic TICytolytic T/CTL)

Sel T CD8+ naif yang keluar dari timus disebut juga CTL/Tc.

CD8" mengenal kompleks antigen MHC-I yang dipresen-tasikan

APC. (Gambar 5.27). Molekul MHC-1 ditemukan pada semua sel

tubuh yang bernukleus. Fungsi utama sel CD8+ adalah

menyingkirkan sel terinfeksi virus, menghancurkan sel ganas dan

sel histoin kompatibel yang menimbulkan penolakan pada

transplantasi. Dalam keadaan tertentu, CTL/Tc dapat juga

menghancurkan sel yang terinfeksi bakteri intraselular. Sel Tc

menimbulkan sitolisis melalui perforin/granzim, FasL/ Fas

(apoptosis), TNF-a dan memacu produksi sitokin Thl dan Th2

(Baratawidjaja, 2012).

Istilah sel T inducer digunakan untukmenunjukkan aktivitas

sel Th dalam mengaktifkan sel subset T lainnya. Sel CTL/Tc

mengekspresikan koreseptor CD8+ dan menghancurkan sel

terinfeksi secara antigen spesifik yang MHC-1 dependen. CTL/Tc

dapat membunuh sel secara direk dan melalui induksi apoptosis

(Baratawidjaja, 2012).

Page 52: Sis. Limpatik

52

Induksi apoptosis sel Tc terjadi melalui 2 proses:

1. Sel Tc yang diaktifkan mengekspresi kan

molekulyangdisebutperforinyang menyerupai MAC dari

komplemen. Perforin membuat lubang-lubang di permukaan

sel T. Enzim yang disebut granzim selanjutnya dimasukkan ke

sel sasaran dan selanjutnya meng aktifkan kaspase

2. Sel Tc yang diaktifkan juga mengekspresikan molekul yang

disebut FasL yang mengikat Fas di permukaan sel sasaran. Fas

memiliki domen mati sitoplasma yang mengaktifkan kaspase

(Baratawidjaja, 2012).

3. Sel Treg atau sel Ts

Sel Th kelas lainnya yaitu Treg/ Tr/ Ts atau Th3

diduga berperan dalam toleransi oral dan regulator imunitas

mukosa, imunoregulasi dengan menekan sejumlah respons

imun sepetti respons terhadap self-antigen, atoantigen, antigen

tumor dan patogen (Baratawidjaja, 2012).

Treg yang dibentuk dari timosit di timus (Gambar

5.29) mengekspresikan dan melepas TGF-p dan IL-10

yang diduga merupakan petanda supresif. IL-10 menekan

fungsi APC dan aktivasi makrofag sedang TGF-p menekan

proliferasi sel T dan aktivasi makrofag (Baratawidjaja,

2012).

4. Sel Top dan Tγ8

Ada 2 jalur diferensiasi sel T yang dapat dibedakan

dari ekspresi CTR yang ber-lainan yaitu terbanyak Ta|3 dan

TγS yang merupakan populasi minor dan terutama

ditemukan di kulit dan mukosa jaringan saluran cerna.

Struktur domen a|3 dan yd" TCR adalah sama dengan

Page 53: Sis. Limpatik

53

imunoglobulin dan digolongkan sebagai anggota super-

famili imunoglobulin (Baratawidjaja, 2012).

Sel Tap mengenal kompleks antigen yang diproses

dengan MHC yang dipre-sentasikan APC. Sel Tγ5 tertentu

dapat bereaksi dengan antigen protein yang tidak diproses

atau dipresentasikan oleh MHC. Oleh karena itu, kedua

reseptor tersebut diduga mempunyai fungsi yang berlainan.

Sel Tγ5 tidak memerlukan proses dan presentasi antigen

melalui MHC untuk dapat dikenal. Fungsi Tγ5 sebenarnya

belum jelas dan peran dalam imunitas terhadap patogen

asing atau dalam autoimunitas masih perlu diteliti lebih

lanjut (Baratawidjaja, 2012).

Jumlah sel Tγ6 dalam sirkulasi adalah kecil dibanding

sel Tap. Kebanyakan sel Tγ6 dalam sirkulasi mengenal

antigen fosfolipid mikroba seperti M. tuberku-losis, bakteri

dan parasit lainnya. Oleh karena itu diduga bahwa Tγ5

berperan dalam imunitas nonspesifik yang dapat

memberikan respons dengan cepat tanpa diproses terlebih

dahulu (Baratawidjaja, 2012).

Infeksi M.tuberkulosis, H. influenza, malaria dan

leismania disertai dengan peningkatan jumlah sel Ty<5. Sel

tersebut dapat membunuh sel terinfeksi atau orga-nisme

dengan mekanisme seperti CTL (granulisin dan perform).

SelanjutnyaTγS diduga berperan pada penyakit autoimun

kronis seperti LES, miositis dan sklerosis multipel. Data

menunjukkan bahwa sel Tγ5 dapat melepas sejumlah

kemokin dan sitokin yang diduga memiliki peran

lmunomodulasi dalam mengerahkan sel Tap ketempat in vasi

patogen. Sel a|3 yang menunjukkan reseptor dengan spektrum

luas dan afinitas tinggi akan mengaktifkan dan meningkatkan

eliminasi patogen (Baratawidjaja, 2012).

Page 54: Sis. Limpatik

54

Sel T γS berperan dalam pertahanan terdepan untuk

mengenal mikroba yang masuk kulit dan di lamina propria

saluran cerna dan diduga membantu proteksi ter-

r.adapmikroorganisme yang masuk tubuh melalui permukaan

mukosa epitel. Sel tersebut melepas sitokin yang mengawali

respon inflamasi, menolong sel B, mengaktifkan makrofag dan

menghancurkan sel terinfeksi virus. Secara fimgsional hal

itu sama dengan sel Tap. Perbedaan yang mencolok, sel Tγ8

dapat mengenal antigen nonpeptida seperti fosfolipid

dinding bakteri tanpa memerlukan pre-sentasi dan proses

terlebih dahulu oleh APC. Respons Tγ8 terhadap antigen

adalah terbatas yaitu terhadap antigen mikobakterium dan

heat shock protein. Sel memproduksi sitokin seperti halnya

sel Tap. Perbandingan Tap dan TγS (Baratawidjaja, 2012).

Diagram skematis mengenai ke-samaan struktural

antara sel Tap dan IgM yang berikatan dengan membran

pada sel B. Sel Tγ5 homing ke lamina propria usus dan

fungsinya belum di-ketahui (Baratawidjaja, 2012).

5. Sel NKT

Dewasa ini diketahui adanya sel NKT yang

memiliki ciri-ciri sel NK dan sel T. Sel NKT memiliki

TCR yang tidak seperti pada kebanyakan selT. TCRpada

sel NKT berinleraksi dengan molekul serupa MHC yang

disebut CD1 (bukan MHC-I atau MHC-II). Seperti halnya

dengan sel NK, sel NKT memiliki ber-bagai tingkat CD 16

dan reseptor lain yang khas untuk sel NK dan dapat

membunuh sel sasaran. Sel NKT yang diaktifkan dapat

dengan cepat melepas sejumlah besar sitokin yang

diperlukan untuk membantu produksi antibodi, inflamasi

dan ekspansi sel Tc (Gambar 5.32). Kelas-kelas limfosit,

fungsi, reseptor dan pertandanya (Baratawidjaja, 2012).

Page 55: Sis. Limpatik

55

D. Perbedaan Sel B dan Sel T

Reseptor permukaan sel B dan T adalah anggota superfamili

gen imunoglobulin. Gen dalam famili ini menyandi protein dengan

motif yang disebut domen imunoglobulin. Anggota famili gen ini

adalah imunoglobulin (BCR), TCR, MHC, molekul T asesori

(CD4), molekul adhesi (ICAM-1, ICAM-2) reseptor poli Ig, Ig-a,

Ig-p heterodimer. Ciri-ciri sel T dan B terlihat pada Tabel 5.14,

sedang ciri-ciri limfosit naif, efektor dan memori terlihat pada Tabel

5.15 (Baratawidjaja, 2012).

E. Selek Siklon

Klon adalah segolongan sel yang ber-asal dari satu sel dan

karenanya genetik identik. Selama perkembangannya dalam jaringan

limfoid primer, sel B dan T meniperoleh reseptor permukaan spesifik

untuk satu antigen yang akan memberi-kan kemampuan untuk

bereaksi terhadap antigen tersebut. Reseptor sel T (TCR) tersebut

akan menetap selama sel hidup, tetapi imunoglobulin permukaan

pada sel B dapat berubah oleh mutasi somatik. Hal tersebut terlihat

dari pengalihan produksi imunoglobulin bila sel terpajan dengan

antigen spesifik. Sel yang berikatan dengan antigen spesifik akan

berproliferasi, ber-diferensiasi dan menjadi sel efektor yang matang.

Sel yang dirangsang antigen dan berproliferasi akan menurunkan

sel-sel yang genetik identik (== klon). Fenomena tersebut disebut

seleksi klon (Baratawidjaja, 2012).

Sel memori merupakan sel B dan sel T yang pernah

dirangsang antigen dan hidup lama. IgG ditemukan pada per-

mukaan sel memori B yang berfungsi sebagai reseptor antigen

dengan afinitas yang lebih besar dibanding dengan lgD dan IgM. Sel

memori T memiliki molekul CD45R.O dan menunjukkan peningkatan

molekul LFA-3 dan VLA-4 (Baratawidjaja, 2012).

Page 56: Sis. Limpatik

56

Sel perawan yang belum dirangsang antigen terpajan dengan

antigen yang dipresentasikan APC, akan berkembang menjadi sel

efektor. Sebagian sel perawan beserta sel memori tersebut disebar ke

seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi darah dan limfe sehingga

dapat memantau jaringan tubuh terhadap serangan mikro-organisme.

Proliferasi sel efektor dan sel memori tersebut di atas disebut

respons primer (Gambar 5.33). Akhirnya, sel B berkembang

menjadi sel plasma. Sel plasma jarang terlihat dalam sirkulasi

(kurang dari 0.2% seluruh jumlah leukosit) dan biasanya

terbatas pada organ limfoid sekunder dan jaringan. Imunoglobulin

yang dibentuk set plasma dapat ditemukan dalam sitoplasma dan

permukaan sel dengan teknik imuno-fluoresen. Biasanya sel B

akan dirangsang menjadi sel plasma yang memben-tuk antibodi atas

pengaruh antigen dan sel T (T dependen). Sel B dapat pula mem-

bentuk antibodi atas rangsangan antigen tanpa bantuan sel T (T

independen) (Baratawidjaja, 2012).

Respons imun humoral dapat dicegah oleh umpan batik

antigen; ikatan kompleks antigen dan antibodi oleh reseptor Fey

mencegah sinyal BCR (Baratawidjaja, 2012).

BAB III

PENUTUP

III.1. Kesimpulan

Sistem limfatik merupakan suatu jalur tambahan tempat cairan

dapat mengalir dari ruang interstisial ke dalam darah. Hal yang

terpenting, sistem limfatik dapat mengangkut protein dan zat-zat

Page 57: Sis. Limpatik

57

berpartikel besar keluar dari ruang jaringan, yang tidak dapat

dipindahkan dengan proses absorpsi langsung ke dalam kapiler darah.

Pembuluh limfe merupakan pembuluh yang membantu sistem

kardiovaskular dalam mengembalikan cairan ke dalam darah. Sistem

limfatika pada dasarnya merupakan sistem penyaluran dan tidak

memiliki sirkulasi.

Struktur pembuluh limfe serupa dengan vena kecil, tetapi

memiliki lebih banyak katup sehingga pembuluh limfe tampaknya

seperti rangkaian petasan. Pembuluh limfe yang terkecil atau kapiler

limfe lebih besar dari kapiler darah dan terdiri hanya atas selapis

endotelium. Limfe dalam salurannya digerakkan oleh kontraksi oleh

otot disekitarnya dan dalam beberapa saluran limfe yang gerakkannya

besar itu dibantu oleh katup.

Limfonodi pengumpul menerima limfe dari berbagai pembuluh

limfe regional. Limfonodi terdiri dari, Noduli Limphatici subcutan

Badan dan Ekstremitas, Noduli Limphatici Aksillaris, Noduli

Limphatici Cubiti, Noduli Limphatici Poplitea, Noduli Limphatici

Dahi, Noduli Limphatici Paru, Noduli Limphatici Inguinalis, dan

Noduli Limphatici Rongga Abdomen.

Sejumlah organ limfoid dan jaringan limfoid yang morfologis

dan fungsional berlainan berperan dalam respon imun. Organ limfoid

tersebut dapat dibagi menjadi organ primer dan sekunder.

III.2. Saran

Penulis berpesan, untuk para pembaca agar yang ditulis dan

yang dituangkan ini, semoga mempunyai manfaat bagi diri penulis

sendiri, maupun bagi para pembaca dan juga penulis anjurkan agar

pembaca dapat mencari referensi yang lainnya. Penulis sadar, dalam

referat ini khususnya mengenai sistem limfatik beserta struktur,

komponen utama, fungsi, dan organ limfoidnya, masih memiliki banyak

Page 58: Sis. Limpatik

58

sekali kekurangan. Baik dari segi penulisan, bahasa penulisan dan juga

tinjauan pustakanya yang masih memiliki banyak kekurangan. Oleh

karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk

memperbaiki kekurangan tersebut, sehingga agar lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2008. Sistem Limfatik (on-line).www.doctorology.net. diakses pada

tanggal 18 Maret 2012.

Baratawidjaja, Karnen G. 2012. Imunologi Dsar Edisi 10. FKUI. Jakarta

Dorland, W.A.N.2010. Kamus Kedokteran Dorland.Ed 31. EGC. Jakarta. 636 hal.

Drake, Richard L (dkk). 2010. Gray’s Anatomy for Student. Ed 2. Elsevier.

Canada. 154 hal.

Fawcett, Don W. 2002. Buku Ajar Histologi Edisi 12. EGC. Jakarta

Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed 22. EGC. Jakarta. 565

hal.

Guyton, Arthur C. and John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed

11. EGC. Jakarta. 199-202 hal.

Janqueira, Luiz Carlos dan Jose Carneiro.2007. Histologi Dasar:teks dan atlas.

EGC. Jakarta.

Page 59: Sis. Limpatik

59

Moore, Keith L.dan Anne M.R. Agur.2002. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates.

Jakarta. 22-24 hal.

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson.2005. Patofisiologi :konsep klinis proses-

proses penyakit. Ed 6. Vol 1. EGC. Jakarta. 60, 120 hal.

Putz, R dan R. Pabst. 2007. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Ed 22. Jakarta. EGC.

23 hal.

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed 5. EGC.

Jakarta. 21, 118, 523, 570, 601 hal.

Tortora, Gerard J and Bryan Derrickson.tanpatahun. Principles of Anatomy and

Physiology. Ed 13.WILEY. USA. 875-883 hal.

Freid, GH., Hademenos, GJ. 2005. Schaum’s Out Lines Biologi. Edisi Kedua.

Erlangga. Jakarta.