Makalah FINaL

31
Abstrak Kultur sel adalah proses yang kompleks di mana sel-sel tumbuh dalam kondisi yang terkendali di luar lingkunganya. Kultur sel hewan pertama kali dikenal di laboratorium pada pertengahan 1900- an, tetapi konsep mempertahankan kultur sel hidup terpisah dari sumber jaringan aslinya ditemukan pada abad ke-19. Teknologi kultur sel kini telah berkembang begitu pesat penggunaannya sehingga dapat diaplikasikan sampai kultur sel-sel khusus, chromosome painting, DNA fingerprinting, penelitian uji senyawa aktif, vaksin dan penelitian molekular in vitro sebelum dilakukan uji in vivo. Teknologi dasar dalam kultur sel yang awal dikembangkan adalah teknik kultur sel primer, pasase serial, karakterisasi, dan preservasi sel. Salah satu pemanfaatan kultur sel dalam penelitian virologi adalah penggunaan kultur sel untuk propagasi virus untuk menggantikan telur ayam berembrio. Kultur virus HIV secara in vitro muncul untuk digunakan dalam diagnostik dan propagasi virus. Suatu sampel yang tidak dapat didteksi dengan metode PCR atau rapid test, dapat dikultur untuk memperbanyak virus yang ada di dalam sampel sampai pada tingkat yang dapat terdeteksi. Kultur sel dapat juga digunakan untuk propagasi virus agar dapat memperoleh virus dalam jumlah besar, untuk 1

description

bb

Transcript of Makalah FINaL

Page 1: Makalah FINaL

Abstrak

Kultur sel adalah proses yang kompleks di mana sel-sel tumbuh dalam

kondisi yang terkendali di luar lingkunganya. Kultur sel hewan pertama kali

dikenal di laboratorium  pada pertengahan 1900-an, tetapi konsep

mempertahankan kultur sel hidup terpisah dari sumber jaringan aslinya ditemukan

pada abad ke-19.

Teknologi kultur sel kini telah berkembang begitu pesat penggunaannya

sehingga dapat diaplikasikan sampai kultur sel-sel khusus, chromosome painting,

DNA fingerprinting, penelitian uji senyawa aktif, vaksin dan penelitian molekular

in vitro sebelum dilakukan uji in vivo. Teknologi dasar dalam kultur sel yang awal

dikembangkan adalah teknik kultur sel primer, pasase serial, karakterisasi, dan

preservasi sel.

Salah satu pemanfaatan kultur sel dalam penelitian virologi adalah

penggunaan kultur sel untuk propagasi virus untuk menggantikan telur ayam

berembrio. Kultur virus HIV secara in vitro muncul untuk digunakan dalam

diagnostik dan propagasi virus. Suatu sampel yang tidak dapat didteksi dengan

metode PCR atau rapid test, dapat dikultur untuk memperbanyak virus yang ada

di dalam sampel sampai pada tingkat yang dapat terdeteksi. Kultur sel dapat juga

digunakan untuk propagasi virus agar dapat memperoleh virus dalam jumlah

besar, untuk keperluan studi obat, karakterisasi, analisa molekular dan sebagainya.

Ada dua macam metode infeksi virus HIV ke dalam sel yaitu: dari sel ke

sel (cell to cell infection) dan virus ke sel (cell free virus infection). Infeksi dari sel

ke sel terjadi pada sel Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) pasien positif

HIV dan di-kokultur dengan sel yang belum terinfeksi sebagai tempat

pertumbuhan virus yang baru. Infeksi virus ke sel dengan menggunakan cairan

plasma tubuh pasien HIV yang terinfeksi virus HIV. Kultur HIV secara in vitro ini

sangat berguna untuk mempelajari HIV dan uji obat antiretrovital HIV.

Kata Kunci : Kultur sel hewan, HIV, In vitro

1

Page 2: Makalah FINaL

I. PENDAHULUAN

Kultur virus dalam perjalanan penelitian-penelitiannya menemukan

keterbatasan terutama terkait penggunaan media kultur virus dalam telur ayam

berembrio yang sangat terbatas untuk perbanyakan virus. Teknik kultur sel yang

maju secara signifikan di tahun 1940 dan 1950-an untuk mendukung penelitian

dalam virologi. Pada awalnya ketidakmampuan virus untuk tumbuh secara in vitro

tanpa media hidup sangat membatasi kemajuan penelitian. Penelitian tentang

pembuatan vaksin polio yang dikembangkan oleh Jonas Salk yang merupakan

salah satu produk pertama yang diproduksi secara massal dengan menggunakan

teknik kultur sel membuka teknik baru tentang pengembangan virus secara in

vitro, kemudian penelitian vaksin menggunakan kultur sel ini dilanjutkan oleh

John Franklin Enders, Thomas Huckle Weller, dan Frederick Chapman Robbins ,

yang kemudian dianugerahi Hadiah Nobel untuk penemuan mereka terkait metode

pertumbuhan virus pada kultur sel ginjal monyet.

Sebelumnya, telur ayam berembrio telah lama merupakan sistem yang telah

digunakan secara luas untuk isolasi virus. Embrio dan membran pendukungnya

menyediakan keragaman tipe sel yang dibutuhkan untuk kultur berbagai tipe virus

yang berbeda. Namun dalam kebutuhan yang besar terutama dalam pembuatan

vaksin telur ayam berembrio memiliki banyak kekurangan, sehingga digunakan

kultur sel untuk media tanam virus. Inokulasi virus dengan metode ini dilakukan

dengan menanam virus pada kultur sel. Bila sel-sel hewan dikulturkan di wadah-

wadah plastik atau kaca, maka sel-sel tersebut akan melekatkan dirinya pada

permukan wadah itu dan terus-menerus membelah diri sampai seluruh daerah

permukaan yang tertutupi medium terisi. Sel-sel jaringan yang berbeda-beda lebih

efektif untuk kultivasi beberapa virus daripada metode yang lain. Pendekatan ini

telah memungkinkan kultivasi banyak virus sebagai biakan murni dalam jumlah

besar untuk penelitian dan untuk produksi vaksin secara komersial. Juga

penggunaannya luas untuk isolasi dan perbanyakan virus dari bahan klinis.

Vaksin yang disiapkan dari kultur sel mempunyai keuntungan dibandingkan

dengan yang disiapkan dari telur ayam berembrio dalam hal mengurangi

2

Page 3: Makalah FINaL

kemungkinan seorang pasien untuk mengembangkan hipersensitivitas atau alergi

terhadap albumin telur.

Kemajuan penelitian virus menggunakan kultur sel tersebut sangat pesat,

saat ini kebanyakan penelitian dalam virologi dilakukan dengan menumbuhkan

virus di dalam suatu kultur sel. Misalnya pada penelitian dan produksi vaksin dan

pengembangan obat-obatan anti virus untuk hepatitis B dan C. Virus ditumbuhkan

di dalam kultur bertujuan untuk mendapatkan stock virus. Virus yang telah

diremajakan disimpan dan disebut sebagai master-stock, sub master stock, dst.,

tergantung pada jumlah peremajaannya. Virus stock ditumbuhkan dengan

menginfeksikan sel pada multiplicity of infection (m.o.i) yang rendah, kira-kira

0,1-0,01 unit infeksi per sel. Virus menginfeksi masuk ke dalam sel dan

mengalami beberapa kali replikasi di dalam kultur sel sehingga kultur virus

dengan menggunakan kultur sel sangat membantu penelitian-penelitian virologi.

Saat ini virus dapat diperbanyak dengan melakukan kultur sel yaitu

menumbuhkan sel yang terinfeksi virus.

Salah satu virus yang banyak diteliti dan belum didapatkan vaksinnya

sampai saat ini serta menimbulkan kekhawatiran besar adalah HIV. HIV dan

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dikenal pertama kali sebagai

sindroma pada tahun 1981 di Amerika Serikat. AIDS disebabkan oleh infeksi

Human immunodeficiency virus (HIV).

HIV merusak sel-sel imun tubuh, secara lebih spesifik HIV merusak

kemampuan tubuh untuk melawan infeksi. Pasien yang menderita HIV juga

mengalami infeksi oportunistik. Infeksi tersebut pada manusia normal tidak

menimbulkan penyakit tetapi pada penderita HIV infeksi virus atau bakteri dapat

lebih mudah menyerang dan menimbulkan penyakit. Infeksi HIV akan

berkembang menjadi AIDS. HIV menyerang sistem imun dengan merusak

(CD4+) T sel. Perkembangan penelitian HIV berawal dari tahun 1981 di Amerika

Serikat (Dolin 2010). Kasus-kasus awal yang diteliti adalah sekelompok pengguna

narkoba suntikan dan laki-laki gay yang sebelumnya tidak diketahui tentang

penyebab gangguan imunitas yang menunjukkan gejala Pneumocystis

carinii pneumonia (PCP), infeksi oportunistik yang langka yang diketahui terjadi

3

Page 4: Makalah FINaL

pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang sangat lemah (Gottlieb MS,

2006). Tak lama kemudian, laki-laki gay terkena kanker kulit yang sebelumnya

langka yang disebut sarkoma Kaposi (KS) (Friedman-Kien AE, 1981) lalu

Pemerintah Amerika Serikat membentuk Centers for Disease Control and

Prevention (CDC) yang dibentuk untuk memantau wabah penyakit ini

(Basavapathruni and Anderson, 2007).

Pada awalnya, CDC tidak memiliki nama resmi untuk penyakit ini dan

sering menyebut dengan cara penyakit yang dikaitkan dengan limfadenopati.

AIDS diperkenalkan pada pertemuan bulan Juli 1982.  Pada bulan September 1982

CDC mulai menggunakan nama AIDS.  Pada tahun 1983, dua kelompok

penelitian terpisah yang dipimpin oleh Robert Gallo dan Luc Montagnier 

menyatakan bahwa retrovirus mungkin telah menginfeksi pasien AIDS, dan

menerbitkan temuan mereka dalam edisi yang sama dari jurnal Science.

Gallo mengklaim bahwa virus kelompoknya telah diisolasi dari pasien

AIDS sangat mirip dalam segi bentuknya dengan virus lain Human T -

lymphotropic (HTLVs). Gallo menyatakan kelompoknya telah menjadi kelompak

peneliti pertama yang berhasil mengisolasi virus ini. Kelompok Gallo menyebut

virus baru mereka yang berhasil diisolasi dengan sebutan “HTLV-III”. Pada saat

yang sama, kelompok Montagnier mengisolasi virus dari seorang pasien yang

mengalami pembengkakan kelenjar getah bening di leher dan kelemahan fisik ,

dua gejala klasik AIDS. Bertentangan dengan laporan dari kelompok Gallo,

Montagnier dan koleganya menunjukkan bahwa protein inti dari virus ini adalah

imunologis berbeda dari HTLV-I. Kelompok peneliti Montagnier menamai virus

limfa Adenopati Virus (LAV). Ternyata kedua virus itu adalah virus yang sama

dan pada tahun 1986, LAV dan HTLV-III diberi nama HIV (Aldrich,

2001). Penelitian HIV / AIDS mencakup semua penelitian medis yang berguna

untuk mencegah, mengobati, menyembuhkan HIV / AIDS serta penelitian-

penelitian dasar tentang sifat, cara penularan HIV sebagai agen menular dan AIDS

sebagai penyakit yang disebabkan oleh HIV. Saat ini, tidak ada obat untuk

HIV/AIDS. Metode yang paling universal direkomendasikan untuk pencegahan

HIV/AIDS adalah menghindari kontak yang memungkinkan penularan antara

4

Page 5: Makalah FINaL

orang dengan HIV dan perilaku pergaulan seks yang aman . Banyak lembaga

pemerintah dan lembaga penelitian berpartisipasi dalam penelitian

HIV/AIDS. Penelitian ini termasuk perilaku kesehatan, seperti penelitian,

pendidikan seks, dan pengembangan obat, seperti penelitian dasar untuk

mengetahui mekanisme penyakit menular seksual , vaksin HIV, dan obat

antiretroviral. Daerah penelitian medis lainnya termasuk topik penelitian dasar

yang bertujuan untuk mengetahui mekanisme patologis dari HIV.

Seluruh penelitian ini sangat bergantung terhadap ketersediaan bahan dan

sampel dari HIV karena sifat HIV sebagai virus memliki kebutuhan terhadap

inang termasuk juga dalam penelitian. Kebanyakan penelitian virus menggunakan

embrio telur ayam sebagai media tumbuhnya. Embrio telur ayam dan membran

pendukungnya menyediakan keragaman tipe sel yang dibutuhkan untuk kultur

berbagai tipe virus yang berbeda, namun dalam kebutuhan yang besar terutama

dalam pembuatan vaksin, telur ayam berembrio memiliki banyak kekurangan dan

penggunaannya dalam penelitian kurang dapat memberikan hasil yang seragam

karena dianggap homogenitas dari satu telur dengan telur lain rendah sehingga

terdapat faktor lain lain yang memungkinkan mempengaruhi hasil penelitian,

sehingga digunakan kultur sel untuk menanam virus. Inokulasi virus dengan

metode ini dilakukan dengan menanam virus pada kultur sel. Pada awalnya

penelitian virus menggunakan kultur sel diawali dengan pembuatan vaksin

polio yang dikembangkan oleh Jonas Salk yang merupakan salah satu produk

pertama yang diproduksi secara massal dengan menggunakan teknik kultur

sel. Kemudian, penelitian vaksin menggunakan kultur sel ini dilanjutkan oleh

John Franklin Enders, Thomas Huckle Weller, dan Frederick Chapman Robbins ,

yang lalu dianugerahi Hadiah Nobel untuk penemuan mereka terkait metode

pertumbuhan virus pada kultur sel ginjal monyet.

5

Page 6: Makalah FINaL

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Kultur Sel

A. Sejarah Kultur Sel

Sejarah kultur sel dimulai pada abad ke-19 Inggris, seorang fisiolog

Sydney Ringer yang mengembangkan larutan garam yang mengandung klorida

natrium, kalium, kalsium dan magnesium yang cocok untuk menjaga sel hati

hewan yang terisolasi di luar tubuh agar tetap hidup. Pada tahun 1885, Wilhelm

Roux mengisolasi sel embrio ayam lalu dikultur pada wadah piringan khusus dan

larutan garam yang hangat selama beberapa hari. Hal ini menjadi prinsip dari

kultur jaringan.  Kemudian Ross Granville Harrison yang bekerja di Johns

Hopkins Medical School dan di Yale University menerbitkan hasil eksperimen

dari 1907-1910, yaitu metodologi kultur jaringan. Meskipun kultur sel hewan

pertama kali diperkenalkan oleh ross Harrison pada tahun 1907, Pada tahun 1940-

an hingga awal 1950-an terjadi beberapa perkembangan yang pesat.

1. Pengambangan antibiotik yang membuatnya lebih mudah untuk

menghindari terjadinya kontaminasi yang selama ini dialami dalam

pembuatan kultur sel hewan.

2. Pengembangan teknik seperti penggunaan tripsin untuk melepaskan sel-sel

dari jaringan untuk mendapatkan galur sel yang terus berkambang (seperti

sel HeLa)

3. Penggunaan galur-galur sel, ilmuwan mampu mengembangkan media

kultur dengan rumus kimia standar yang dibuat jauh lebih mudah untuk

menumbuhkan sel-sel.

Kultur pada hewan yang dapat digunakan adalah dengan kultur sel,

jaringan dan organ. Kultur sel adalah teknik pemeliharaan sel didalam kondisi in

vitro, seperti halnya pada kultur organ, kultur bakal organ, maupun kultur

jaringan, kultur sel juga mempertahankan karakteristik sel seperti saat sel tersebut

berada dalam kondisi in-vivo. Sel hewan diisolasi dari organ yang bersangkutan,

selanjutnya sel diupayakan untuk terpisah dari satu sel dengan sel yang lainnya.

Sel hewan dipisahkan secara mekanis dan secara kimiawi (enzimatis). Sel-sel

6

Page 7: Makalah FINaL

yang diperoleh sebagian dipelihara didalam kultur suspens dan sebagian

dipelihara didalam kultur yang melekat. Selanjutnya kultur tersebut dipelihara

didalam medium yang dilengkapi dengan serum di dalam suhu yang sesuai

dengan asalnya. Untuk sel mamalia suhu pemeliharaannya adalah 370 C. Tingkat

keberhasilan kultur ditentukan oleh ada tidaknya kontaminasi kultur, kesehatan

sel selama pemeliharaan dipelihara dalam kondisi in vitro, dan keberhasilan sel

memperbanyak diri.

B. Prinsip Kultur Sel

Sebuah stimulus untuk mempelajari sel terisolasi di berikan pada tahun

1858 ketika Rudolf virchow mendalilkan bahwa karakteristik patologis dapat

dideteksi pada tingkat sel. Percobaan pertama menumbuhkan sel-sel hewan

dimulai dengan fragmen dari jaringan atau organ hewan yang memiliki

kemampuan untuk berkembang biak dengan aktifitas tinggi (Hulser, 1996)

Dua cara kultur sel hewan digunakan untuk pertumbuhan sel ini

didasarkan pada kemampuan sel untuk bertumbuh dengan baik dan menempel

pada kaca atau plastik substrat. Kultur sel biasanya dideskripsikan berdasarkan

morfologi (bentuk dan penampilan) atau karakteristik fungsional (Jhon: 2008).

C. Pemilihan Sel

Kebanyakan sel-sel pada kultur sel hewan dibudidayakan sebagai

monolayers. Sel-sel normal dalam kultur sel primer biasanya berhenti

berproliferasi karena adanya inhibisi ketika sel satu dengan yang lainnya dalam

kontak yang dekat. Proliferasi sel ini juga dapat dihambat agar pembelahan sel

tetap diam di G1 atau G0-fase dengan menggunakan penambahan serum.

Pada Skala Industri, hasil produksi merupakan tuntutan utama sehingga

biasanya hal yang paling diperhatikan serta dioptimalkan adalah bagaimana cara

mendapatkan hasil produk yang tinggi, maka kultur sel dipilih untuk tempat

pertumbuhan yang memenuhi syarat dan keinginan yang dibutuhkan skala

industri yaitu kultur sel dapat berkembang biak untuk mensintesis produk yang

diminta dalam suspensi sel tunggal dalam volume besar (Chen, 2009)

7

Page 8: Makalah FINaL

D. Cara Pembuatan Kultur Sel Hewan

Cara pembuatan kultur sel hewan

a. Peralatan kultur disiapkan, hewan coba dimatikan secara mekanis kemudian organ

atau jaringan yang dikehendaki diambil untuk dibuat kultur selnya, organ atau

jaringan dicuci di dalam larutan garam seimbang kemudian dipindahkan ke dalam

wadah lain yang berisi larutan garam seimbang segar. Bahan yang akan dikultur

dipindahkan ke dalam sterile bench, kemudian sel disiapkan untuk dikultur.

Contohnya jika sampel yang diambil dari darah, diambil darah dari pasien

kemudian dilakukan pemisahan sel PBMC dengan larutan Ficol lalu dilakukan

pemisahan dengan sentrifugasi.

b. Organ atau jaringan disiapkan secara mekanis dilakukan dengan dipotong, adapun

sel hasil isolasi dari darah berupa sel PBMC, lalu potongan sampel jaringan atau

sel PBMC tersebut dicuci menggunakan larutan garam seimbang, dipindahkan

potongan (ekplan) ke dalam wadah yang berisi larutan garam seimbang segar,

eksplan ditanam ke dalam cawan atau botol kultur dan ditambahkan medium

kultur yang telah diberikan serum dan dipelihara kultur di dalam inkubator

CO2 dengan suhu yang sesuai. Fungsi larutan garam seimbang adalah untuk

memberikan lingkungan fisiologis dan fisik yang baik bagi sel selama sel,

jaringan atau organ dipersiapkan. 

c. Persiapan secara enzimatis dilakukan dengan memindahkan eksplan ke dalam

labu erlenmeyer dengan adanya larutan tripsin 5% di dalam medium tanpa serum,

mengaduk suspensi di atas magnetic stirrer dengan kecepatan sedang. Setelah

suspensi sel diendapkan, barulah ditambahkan medium yang mengandung serum

kemudian dengan sentrifus pada kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Kemudian

membuang supernatan dan mengganti dengan medium segar yang mengandung

serum. Untuk kultur yang melekat menanam sebagian sel ke dalam cawan atau

botol kultur untuk kultur melekat dan menambahkan medium yang mengandung

serum 10% dan memelihara kultur sel di dalam inkubator CO2 dengan suhu yang

sesuai.  Ada beberapa masalah yang dihadapi dalam kultur sel hewan:

1. Menghindari kontaminasi. Ada dua jenis bahan kontaminan kultur sel yang

utama: kimia dan biologi. Kontaminasi kimia adalah kontaminasi yang sulit untuk

8

Page 9: Makalah FINaL

dideteksi karena disebabkan oleh agen, seperti endoksitosin, plasticizers, ion

logam atau jejak disinfektan kimia, yang tidak terlihat. Bentuk cemaran biologi

juga ada dua yaitu, mikroba dan virus. Untuk menghindari kontaminasi dilakukan

dengan cara :

1. Pelatihan yang tepat dalam penggunaan teknik aseptik yang baik pada

pekerja yang melakukan kultur sel.

2. Dirancang dengan baik . Cara memelihara dan mensterilkan peralatan

wadah plastik, gelas dan media.

3. Mencari kesesuaian dengan lingkungan. Hal ini bertujuan untuk

meningkatkan jumlah sel dalam proses pembelahan sel (mitosis).

(surachai:1999)

II. 2 Kultur Virus dengan Kultur Sel

A. Sejarah

Vaksin polio yang dikembangkan oleh Jonas Salk adalah salah satu produk

pertama yang diproduksi secara massal dengan menggunakan teknik kultur

sel. Vaksin ini berhasil diperoleh berkat penelitian kultur sel John Franklin

Enders, Thomas Huckle Weller, dan Frederick Chapman Robbins , yang

dianugerahi Hadiah Nobel untuk penemuan mereka metode pertumbuhan virus

pada kultur sel ginjal monyet

B. Teknik Kultur

Virus dapat diperbanyak pada kultur sel yaitu dengan menumbuhkan sel

yang terinfeksi virus secara in vitro. Perbanyakan sel dilakukan di atas tabung

gelas atau flask dengan ukuran yang beragam sesuai kebutuhan atau di dalam flask

yang luas. Teknik ini dilakukan secara aseptis untuk menjaga agar kultur bebas

dari kontaminasi jamur dan bakteri. Suspensi sel tunggal yang telah diketahui

konsentrasinya ditumbuhkan ke dalam flask steril dengan media yang sesuai,

kemudian diinkubasi pada suhu yang sesuai (pada umumnya 370C) dengan posisi

mendatar. Sel akan melekat pada permukaan flask dan mulai bereplikasi

membentuk sel monolayer (satu lapis) yang saling berikatan satu dengan lainnya.

9

Page 10: Makalah FINaL

Setelah beberapa hari medium yang digunakan untuk pertumbuhan dan

metabolisme sel akan habis, dan jika tidak diganti maka sel akan mengalami

kerusakan dan akan mati. Sel monolayer diberi perlakuan dengan tripsin dan atau

larutan versene untuk mendapatkan sel tunggal. Sel ini kemudian ditumbuhkan

pada flask yang baru. Sel monolayer digunakan untuk menumbuhkan dan menguji

beberapa aspek

Kebanyakan media pertumbuhan yang digunakan merupakan media

kimiawi, tetapi ditambahkan dengan serum 5-20% yang mengandung stimulan

yang penting untuk pembelahan sel. Media yang bebas serum dengan tambahan

stimulan tertentu digunakan untuk beberapa tujuan. Media mengandung larutan

garam isotonis, asam amino, vitamin, dan glukosa, sontohnya Eagle’s Minimal

Esential Medium (MEM) yang diformulasikan oleh Eagle th 50-an. Selain

mengandung serum, MEM juga diperkaya dengan antibiotik (biasanya penicillin

dan streptomycin) untuk membantu mencegah kontaminasi bakteri. Umumnya

pertumbuhan sel yang baik terjadi pada pH 7,0-7,4. Media juga ditambah fenol

red sebagai indikator pH yang akan berwarna merah pada pH 7,4, orange pH 7,0,

dan kuning pH 6,5, kebiru-biruan pH 7,6 dan ungu pH 7,8.

Media tumbuh juga membutuhkan penyangga di antara dua kondisi, yaitu:

1) penggunaan flask terbuka untuk mamasukkan O2 dan meningkatnya pH

2) Konsentrasi sel yang tinggi menyebabkan diproduksinya CO2 dan asam laktat

sehingga menyebabkan turunnya pH. Kedua kondisi ini dihadapi dengan dengan

memberikan buffer ke dalam media dan dialirkan CO2 ke dalam inkubator dari

luar. Buffer yang biasanya digunakan adalah sistem bikarbonat-CO2, sehingga ke

dalam media pertumbuhan ditambahkan larutan bikarbonat. Reagent yang

digunakan di dalam media dan kultur sel harus disterilisasi dengan autoklaf (uap

panas), hot-air oven (panas kering), membrane filtration, atau diradiasi untuk

peralatan plastik.

C. Pertumbuhan Virus di dalam Kultur Sel

Kultur sel banyak digunakan untuk propagasi virus dan mendukung

penelitian studi virologi yang lain seperti transfeksi serta diagnostik. Virus yang

10

Page 11: Makalah FINaL

dapat tumbuh di dalam kultur dapat dipelajari lebih detail. Ketidakmampuan virus

untuk tumbuh secara in vitro tanpa media hidup sangat membatasi kemajuan

penelitian, misalnya pada penelitian produksi vaksin dan pengembangan obat-

obatan anti virus untuk hepatitis B dan C. Sehingga kultur virus dengan

menggunakan kultur sel sangat membantu penelitian-penelitian virologi

Perbanyakan sel dilakukan di dalam tabung gelas atau flask dengan ukuran

yang beragam sesuai kebutuhan atau di dalam flask yang luas. Teknik ini

dilakukan secara aseptik untuk menjaga agar kultur bebas dari kontaminasi jamur

dan bakteri. Suspensi sel tunggal yang diketahui konsentrasinya ditumbuhkan ke

dalam flask steril dengan media yang sesuai, kemudian diinkubasi pada suhu yang

sesuai (pada umumnya 370C) dengan posisi mendatar. Sel akan melekat pada

permukaan dan mulai bereplikasi membentuk sel monolayer (satu lapis) yang

saling berikatan satu dengan lainnya. Setelah beberapa hari medium yang

digunakan untuk pertumbuhan dan metabolisme sel akan habis, dan jika tidak

diganti maka sel akan mengalami kerusakan dan akan mati. Sel monolayer diberi

perlakuan dengan tripsin dan atau larutan versene untuk mendapatkan sel tunggal.

Sel ini kemudian ditumbuhkan pada flask yang baru. Sel monolayer digunakan

untuk menumbuhkan dan menguji beberapa aspek interaksi virus dengan inang.

Selain untuk menumbuhkan sel monolayer, beberapa tipe sel juga dapat

ditumbuhkan di dalam larutan dimana sel tersebut tidak menempel pada

permukaan flask dan tidak menempel satu dengan lainnya, misalnya sel PBMC

dan sel hibridoma yang mengsekresikan antibodi monoklonal.

Virus ditumbuhkan di dalam kultur bertujuan untuk mendapatkan stock

virus. Virus yang telah diremajakan disimpan dan disebut sebagai master-stock,

sub master stock, dan seterusnya., tergantung pada jumlah peremajaannya. Virus

stock ditumbuhkan dengan menginfeksikan sel pada multiplicity of infection

(m.o.i) yang rendah, kira-kira 0,1-0,01 unit infeksi per sel. Virus melekat pada sel

dan mengalami beberapa kali replikasi di dalam kultur sel.

Pada kultur sel yang diinfeksi dengan jumlah virus yang tinggi, seperti 10

unit infeksi per sel. Hal ini akan menjamin bahwa semua sel akan terinfeksi secara

bersamaan dan replikasi terjadi hanya satu kali dan virus segera dipanen pada

11

Page 12: Makalah FINaL

akhir siklus replikasi. Sel yang terinfeksi menghasilkan progeni virus dengan

kisaran 10-10.000 partikel virus per sel. Berbagai contoh virus yang dapat

ditumbuhkan melalui kultur sel, antara lain:

Virus herpes simplex, dapat tmbuh pada bermacam-macam kultur dan pada

membran chorio-allantoic

Virus Varicella-zoster, dapat tumbuh lambat dalam kultur sel manusia

(jaringan kulit, paru-paru, dan otot embrio manusia), dan pada sel ginjal kera

Cytomegalovirus, dapat tumbuh lambat dalam kultur jaringan sel paru-paru

embrio manusia

Virus Epstein-Barr, dapat tumbuh pada kultur suspensi dari limfoblas

manusia

Virus influenza, dapat tumbuh pada kantung korioalantois telur berembrio

Virus HIV dapat tumbuh pada sel Sel T atau PBMC.

D. Penggunaan Telur berembrio

Beberapa jenis virus, kultur sel bukan merupakan pilihan tepat untuk

menumbuhkan virus sehingga digunakanlah telur ayam berembrio. Telur ayam

berembrio memiliki berbagai membran dan rongga yang dapat mendukung

pertumbuhan virus. Virus diinokulasikan ke dalam rongga allantoic telur. Virus

kemudian menempel dan bereplikasi di dalam rongga yang dihasilkan dari sel

epitel. Virus dilepaskan ke cairan allantoik dan dipanen setelah ditumbuhkan

selama sekitar dua hari pada suhu 370C. Vaksin influenza diperbanyak dengan

cara sama seperti ini.

12

Page 13: Makalah FINaL

II.3 HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)

A. Sejarah HIV

HIV dan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) AIDS dikenal

pertama kali sebagai sindroma pada tahun 1981 di Amerika Serikat. AIDS

disebabkan oleh infeksi Human immunodeficiency virus (HIV). Virus tersebut

merusak sel-sel imun tubuh, secara lebih spesifik HIV merusak kemampuan tubuh

untuk melawan infeksi. Pasien yang menderita HIV juga mengalami infeksi

oportunistik.Infeksi tersebut pada penderita HIV kondisinya lebih parah dibanding

orang normal. HIV dapat menyebabkan AIDS. HIV menyerang sistem imun

dengan merusak ( CD4+) T sel.

Seseorang dinyatakan AIDS jika CD4+ kurang dari 200 sel/mm2 di dalam

darah. Selain itu seseorang didiagnosis AIDS apabila mengalami infeksi

oportunistik seperti pneumonia atau TBC, CMV, Hepatitis, dan sebagainya

(NIAID, 2012). Selain HIV ada beberapa virus yang memiliki karakteristik sejenis

tetapi tidak menyerang manusia yaitu Feline Immunodeficiency Virus (FIV) pada

kucing dan Simian Immunodeficiency Virus (SIV) pada primata selain manusia.

Seperti HIV kedua virus tersebut menyerang sistem imun. Pada akhirnya akan

menimbulkan defisiensi sistem imun yang memiliki symptom hampir sama

dengan HIV. Baik SIV maupun FIV memiliki peran yang penting bagi para

peneliti untuk mempelajari HIV pada manusia (NIAID, 2012).

Terdapat dua jenis HIV yaitu HIV-1 dan HIV 2. HIV-2 endemik di Afrika

barat dan saat in menyebar hingga India. Sebagian besar penyakit AIDS di dunia

di dominasi oleh HIV-1. HIV-1 dikenal lebih virulen. HIV-1 menular ke manusia

melalui simpanse yaitu Pan troglodytes sedangkan HIV-2 melalui kera

Cercocebus atys (Janeway et al, 2001).

Persebaran HIV-1 di seluruh dunia disebabkan oleh berbagai faktor yaitu,

karena hubungan seksual, penggunaan jarum suntik, dan transfusi darah dengan

orang yang terinfeksi HIV. Berbagai faktor tersebut berperan dalam penyebaran

HIV di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan HIV dapat menular melalui cairan

tubuh (Flint et al, 2003).

13

Page 14: Makalah FINaL

B. Klasifikasi HIV

HIV adalah anggota dari Kelas : Lentivirus Ordo : Virales Famili :

Retroviridae, Sub Family : Orthoretrovirinae, Genus : Lentivirus Species :

Human Immunodeficiency Virus (ICTV, 2011). HIV masuk ke dalam kelas

retrovirus. Retrovirus adalah virus yang terdiri dari RNA sebagai materi genetik

penyusunnya. HIV masuk ke dalam Lentivirus. HIV termasuk dalam ordo virales

karena HIV adalah virus yaitu organisme yang memiliki bentuk kapsula kecil

mikroskopik yang terdiri dari materi genetik. Kemudian termasuk dalam famili

Retroviridae karena termasuk retrovirus.

Virus yang termasuk dalam Retoviridae adalah virus yang terdiri dari

RNA dan memiliki Reverse transcriptase. HIV termasuk Sub famili

Orthoretrovirinae karena memiliki virion yang berbentuk spherik dan menjadi

virus pada vertebrata. HIV termasuk dalam genus Lentivirus karena patologinya

lambat. HIV memerlukan waktu yang lama untuk replikasi dan menyebabkan

symptom pada orang yang terinfeksi. Oleh karena virus ini menyebabkan

kerusakan sistem imun dan imunitas menjadi berkurang maka diberi nama Human

Immunodeficiency Virus.

C. Struktur HIV

Struktur terbagi menjadi dua yaitu bagian envelope dan bagian inti.

Envelope HIV Berbentuk sperik dan memiliki diameter 1/10000 mm. Pada bagian

terluar virus adalah bagian envelope yang tersusun atas dua lapisan lipid, yang

diperoleh dari sel host yaitu sel manusia pada saat pembentukan partikel virus

yang baru. Di dalam envelope terdapat protein penyusun yang juga diperoleh dari

sel host virus. Memiliki jumlah rata-rata 72 kopi kompleks HIV protein yang

dikenal sebagai Env. Env terlihat menonjol pada permukaan virus. Terdiri dari

tiga molekul glycoprotein 120 (gp 120) yaitu bentuk cap membulat pada bagian

atas dan tiga molekul glycoprotein 41 (gp 41) yaitu berbentuk batang membulat

yang berikatan dengan envelope (NIAID,2012).

Inti HIV dalam envelope terdapat bentuk membulat memanjang seperti

kapsul disebut juga sebagai kapsid. Bagian matriks virus tersusun atas protein

14

Page 15: Makalah FINaL

p17. Di dalam kapsid terdapat 2000 kopi protein virus, p24. Kapsid terdiri dari

dua ssRNA, masing-masing memiliki informasi gen yang lengkap gen virus. Sel

HIV juga memiliki tiga gen struktural yaitu (gag, pol dan env) ketiganya terdiri

dari informasi genetik protein struktural untuk membentuk partikel virus baru.

Misalnya gen env mampu mengkode protein gp160 yang dirusak oleh enzim virus

dirubah menjadi gp 120 dan gp 41, keduanya merupakan komponen penyusun

env. HIV memiliki enam gen regulator yaitu (tat, rev, nef, vif, vpr, and vpu) yang

memiliki informasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan protein untuk

mengontrol kemampuan HIV dalam menginfeksi sel, menghasilkan virus baru,

atau menyebabkan penyakit. Di dalam kapsid juga terdapat tiga enzim yaitu

reverse transcriptase, integrase dan protease. Fungsi ketiga enzim tersebut akan

dijelaskan lebih lanjut pada siklus hidup HIV (NIAID, 2012).

D. Siklus Hidup HIV

Infeksi HIV berawal ketika envelope glucoprotein (Env) berikatan dengan

CD4+ dan co reseptor khemokin. Env terdiri dari gp 120 dan gp 41. Selanjutnya

gp 120 berikatan dengan CD4+, yang diikuti terjadinya perubahan konformasi gp

120. Perubahan tersebut membuat gp 120 dapat berikatan dengan reseptor

khemokin yaitu CCR5 atau CXCR4. Setelah itu gp 41 juga mengalami perubahan

konfirmasi dan membentuk “fusion peptide” yang mampu mentransfer materi

genetik berupa genom virus setelah genom virus yang berupa RNA masuk ke

sitoplasma host. Selanjutnya, yang berperan adalah enzim reverse transcriptase.

Reverse transcriptase mengawali sintesis RNA kemudian ditranskripsi menjadi

provirus DNA. Kemudian enzim integrase berperan menyatukan DNA provirus ke

inti sel host. Setelah itu inti sel host yang telah mengandung genome virus akan

melakukan transkripsi DNA menghasilkan RNA HIV. Selanjutnya RNA HIV di

translasi menjadi asam amino. Asam amino yang dihasilkan akan disintesis

menjadi protein penyusun HIV yaitu membentuk struktur virion. Sebelum keluar

dari sitoplasma ekspresi gp 120 dan gp 41 pada permukaan sel host membentuk

struktur kapsid yang sempurna. Sehingga akan dihasilkan virus HIV baru yang

sifatnya mature dan bersifat virulen (Abbas et al, 2012).

15

Page 16: Makalah FINaL

E. Treatment HIV

Berdasarkan siklus hidup HIV dapat diketahui mekanisme infeksinya. Dari

informasi tersebut dapat diketahui peluang untuk menghambat replikasi HIV

menggunakan obat. Terdapat 4 peluang untuk menghambat replikasi virus yaitu

sebagai berikut

1. HIV berikatan dengan sel melalui gp120-CD4, kemudia gp41 berikatan dengan

CXCR4 dan CCR5 sebelum mampu mentransfer materi genetik. Tahap ini dapat

dihambat dengan fusion/entry inhibitors sebagai obat.

2. Genome HIV yang berupa RNA memerlukan Reverse transcriptase untuk

mampu bereplikasi menjadi DNA. Replikasi dari RNA memiliki peluang terjadi

satu kesalahan per replikasi. Hal ini meningkatkat kemungkinan terjadinya mutasi

gen virus. Untuk menghambat tahap ini menggunakan Reverse transcriptase

inhibitors sebagai obat.

3. Setelah terbentuk DNA Virus maka diperlukan integrase untuk menyatukan

DNA virus dengan DNA host. Tahap ini berpotensi menyebabkan infeksi bersifat

irreversible. Maka diperlukan Integrase inhibitors untuk menghambat infeksi.

4. Jika virus berhasil melakukan replikasi DNA hingga translasi menjadi asam

amino maka virus akan membutuhkan protease untuk membentuk partikel virus.

Maka diperlukan Protease inhibitors untuk menghambat maturasi virus HIV.

Empat kelas tersebut menjadi pengelompokan obat antiretroviral. Yaitu

kategori Fussion/Entry inhibitor, reverse transcriptase inhibitor, integrase inhibitor

dan protease inhibitor. Untuk meningkatkan efektifitas obat antiretroviral juga

digunakan highly active antiretroviral therapy (HAART). HAART menggunakan

minimal dua kategori obat antiretroviral. Perkembangan obat antiretroviral

mengalami kemajuan dari tahun ke tahun dan obat antiretroviral dikelompokkan

ke dalam berbagai kategori sebagai berikut. Dalam terapi antiretroviral dilakukan

monitoring untuk mengetahui efektifitas obat. Ada dua cara untuk monitoring

anti-HIV terapi melalui pemantauan Viral load dan menghitung jumlah CD4+

selama anti-HIV terapi.

16

Page 17: Makalah FINaL

III. PENUTUP

Kultur sel adalah proses yang kompleks di mana sel-sel tumbuh dalam

kondisi yang terkendali di luar lingkunganya. Kultur sel hewan pertama kali

dikenal secara di laboratorium  pada pertengahan 1900-an, tetapi konsep

mempertahankan kultur sel hidup terpisah dari sumber jaringan aslinya ditemukan

pada abad ke-19. Salah satu pemanfaatan kultur sel adalah dalam penelitian

virologi secara in vitro, Pada awalnya ketidakmampuan virus untuk tumbuh

secara in vitro tanpa media hidup sangat membatasi kemajuan penelitian. Namun

penelitian tentang pembuatan vaksin polio yang dikembangkan oleh Jonas Salk

yang merupakan salah satu produk pertama yang diproduksi secara massal

dengan menggunakan teknik kultur sel. Kemudian penelitian vaksin

menggunakan kultur sel ini dilanjutkan oleh John Franklin Enders, Thomas

Huckle Weller, dan Frederick Chapman Robbins , yang kemudian

dianugerahi Hadiah Nobel untuk penemuan mereka terkait metode pertumbuhan

virus pada kultur sel ginjal monyet.

Kultur sel sangat bermanfaat terutama dalam propagasi virus untuk berbagai

perlakuan penelitian yang sebelumnya dilakukan pada embrio ayam, Propagasi

HIV dapat terjadi dari sel ke sel (cell to cell propagation) dan virus ke sel (virus

to cell propagation). Sehingga dengan prinsip ini, kultur sel dapat membantu

dalam penelitian dan diagnostik HIV terutama dalam meminimalisir kendala dan

resiko yang sering menjadi kendala penelitian HIV selama ini. HIV dapat

diperbanyak dengan melakukan kultur sel yaitu menumbuhkan sel yang terinfeksi

virus secara in vitro.

17

Page 18: Makalah FINaL

Daftar Pustaka

Abbas K, Abul., Andrew H. Lichtman, and Shiv Pillai. 2012. Cellular and

Molecular Immunology.7th ed. Saunders Elevier.

Aldrich, ed. by Robert; Wotherspoon, Garry (2001). Who's who in gay and

lesbian history.. London: Routledge.

Basavapathruni, A; Anderson, KS (December 2007). "Reverse transcription of the

HIV-1 pandemic". The FASEB Journal 21 (14): 3795–3808. 

Chen tian. 2009. Investigation and application progress of vero cell serum-free

culture. No. 2

Dolin, [edited by] Gerald L. Mandell, John E. Bennett, Raphael (2010). Mandell,

Douglas, and Bennett's principles and practice of infectious diseases (7th

ed.). Philadelphia, PA: Churchill Livingstone/Elsevier. pp. Chapter

169. ISBN 978-0-443-06839-3.

Flint SJ, Enquist LW, Racaniello VR, and Skalka AM. 2004. Principles of

Virology. 2nd edition. ASM Press.

Friedman-Kien AE (October 1981). "Disseminated Kaposi's sarcoma syndrome in

young homosexual men". J. Am. Acad. Dermatol. 5 (4): 468–

71. doi:10.1016/S0190-9622(81)80010-2. 

Geoffrey. 2009. Albumin and mammalian cell culture : Implications for

biotechnology applications. 62 : 1-16

Gottlieb MS (2006). "Pneumocystis pneumonia—Los Angeles. 1981". Am J

Public Health 96 (6): 980–1. 

Hartung and Thomas.2002. Good cell culture practice:ECVAM good cell culture

practice task force report 1. 80 : 407- 414

Hogan, CM, and Hammer SM. 2001. Host determinants in HIV infection and

disease. Part 1: cellular and humoral immune responses. Ann Intern

Med.134:761-776.

Holser. 1996. Metods in animal cell culture.

ICTV.2011. International Committee on Taxonomy of Virusses.

http://ictvonline.org. Tanggal akses:1 Agustus 2013 Pukul:19.00 WIB.

18

Page 19: Makalah FINaL

Janeway CA, Travers P, Walport M, and Shlomchik M.2005. Immunobiology.7th

Edition, Garland Publishing, New York.

Lei, kin fang. 2012. Quantification of cell number in 3-Dimensional cell culture

construct by impedance measurement using microfluidic techlonogy. 7 :

8848 – 8858

NIAID.2012. http://www.niaid.nih.gov.Tanggal akses:1 Agustus 2013

Pukul:19.00 WIB.

Nielsen MH, Pedersen FS, Kjems J. 2005. Molecular strategies to inhibit HIV-1

replication. Retrovirology.16;2:10.

Ryan and Jhon. Introduction t animal cell culture: technical bulletin

Tomoyuki. 2004. Cell Culture in a closed nano-space. 98 : 304 - 305

Unchrern Surachai.1999.Basic Techniques in animal cell culture. August 19-20

19