makalah culture shock.docx

18
BAB 1 Latar belakang Culture shock merupakan fenomena yang akan dialami oleh setiap orang yang melintasi dari suatu budaya ke budaya lain sebagai reaksi ketika berpindah dan hidup denganorang-orang yang berbeda pakaian, rasa, nilai, bahkan bahasa dengan yang dipunyai olehorang tersebut (Littlejohn, 2004; Kingsley and Dakhari, 2006; Balmer, 2009). Littlejohn,dalam jurnal yang ditulisnya, meyatakan bahwa culture shock adalah fenomena yang wajar ketika orang bertamu atau mengunjungi budaya yang baru. Orang yang mengalami culture shock berada dalam kondisi tidak nyaman baik secara fisik maupun emosional.Sebuah jurnal menceritakan seorang siswa yang baru saja menyelesaikan sekolah menengah dan hendak melanjutkan ke universitas, untuk pertama dia akan bangga danmempersiapkan dirinya untuk memnghadap lingkungan kuliah yang baru. Dia akan mempersiakan dirinya untuk bertemu dengan orang-orang baru, antusiasme untuk belajar agar menuai kesuksesan dalam lingkungannya yang baru. Namun, pada akhirnya siswa tersebut, terhadap lingkungan barunya mengalamai ketidaknyamanan hingga membuatnya tidak lagi ingin melanjutkan kuliahnya (Balmer, 2009). Dari jurnal ilmiah ini bisa disimpulkan bahwa setiap siswa menjadi wajar jika mengalami culture shock sebagai akibat perpindahannya dari lingkungan sekolah menengah yang lama kelingkungan universitas yang baru. Kebiasaan-kebiasaan di lingkungan baru, seperti yangdiungkapkan Balmer, dapat menyebabkan tekanan dan

Transcript of makalah culture shock.docx

Page 1: makalah culture shock.docx

BAB 1

Latar belakang

Culture shock merupakan fenomena yang akan dialami oleh setiap orang yang melintasi

dari suatu budaya ke budaya lain sebagai reaksi ketika berpindah dan hidup denganorang-

orang yang berbeda pakaian, rasa, nilai, bahkan bahasa dengan yang dipunyai olehorang

tersebut (Littlejohn, 2004; Kingsley and Dakhari, 2006; Balmer, 2009).

Littlejohn,dalam jurnal yang ditulisnya, meyatakan bahwa culture shock adalah

fenomena yang wajar ketika orang bertamu atau mengunjungi budaya yang baru. Orang yang

mengalami culture shock berada dalam kondisi tidak nyaman baik secara fisik maupun

emosional.Sebuah jurnal menceritakan seorang siswa yang baru saja menyelesaikan sekolah

menengah dan hendak melanjutkan ke universitas, untuk pertama dia akan bangga

danmempersiapkan dirinya untuk memnghadap lingkungan kuliah yang baru. Dia akan

mempersiakan dirinya untuk bertemu dengan orang-orang baru, antusiasme untuk

belajar agar menuai kesuksesan dalam lingkungannya yang baru. Namun, pada akhirnya

siswa tersebut, terhadap lingkungan barunya mengalamai ketidaknyamanan hingga

membuatnya tidak lagi ingin melanjutkan kuliahnya (Balmer, 2009). Dari jurnal ilmiah ini

bisa disimpulkan bahwa setiap siswa menjadi wajar jika mengalami culture shock sebagai

akibat perpindahannya dari lingkungan sekolah menengah yang lama kelingkungan

universitas yang baru. Kebiasaan-kebiasaan di lingkungan baru, seperti yangdiungkapkan

Balmer, dapat menyebabkan tekanan dan berakibat pada kompetensiakademik siswa tersebut.

Akan menjadi negative kalau culture shock tersebut tidak teratasi, dalam hali ini orang gagal

untuk meyesuaikan dirinya dengan lingkungan barunya, dan menjadi depresi (Littlejohn,

2004; Kingsley and Dakhari, 2006; Balmer,2009).

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraiakan diatas, untuk memperoleh

suatu kesimpulan yang jelas maka perlu adanya peumusan masalah yang tepat dan

mampu membatasi agar pembahasan lebih ringkas. Rumusan masalah tersebut

diantaranya sebagai berikut:

1. Apa faktor penyebab terjadinya culture shock atau gegar budaya?

2. Apa efek atau akibat dari terjadinya culture shock?

3. Bagaimana solusi dari permasalahan culture shock tersebut?

Page 2: makalah culture shock.docx

1.3 TUJUAN MASALAH

1. mengetahui faktor penyebab terjadinya culture shock

2. mengetahui efek atau akibat dari terjadinya culture shock

3. mengetahui solusi dari permasalahan culture shock

Page 3: makalah culture shock.docx

BAB II

2.1 Pengertian

Culture shock atau dalam bahasa indonesia “gugat budaya” adalah istilah psikologis

untuk menggambarkan keadaan dan perasaan seseorang menghadapi lingkungan sosial

dan budaya yang berbeda.

Istilah ini mengandung pengertian,adanya perasaan cemas, hilangnya arah, perasaan

tidak tahu apa yang harus di lakukan atau tidak tahu bagaimana harus melakukan sesuatu

yang dialami oleh individu tersebut ketika ia berada dalam suatu lingkungan yang secara

kultur atau sosial baru.

Faktor penyebab timbulnya “Masalah Culture shock” dari yang dominan hingga

paling rendah, berikut ini penjabarannya:

1) Faktor pergaulan

Pada faktor ini, individu cenderung mengalami ketakutan akan perbedaan

pergaulan disetiap tempat yang baru. Ketakutan ini menjadikan individu merasa

canggung dalam menghadapi situasi yang baru, tempat tinggal yang baru dan

suasana yang baru. Akibat ketidak pahaman mengenai pergaulan ini, individu juga

akan merasa terasing dengan orang-orang disekelilingnya yang dirasa baru

baginya.

2) Faktor teknologi

Dewasa ini perkembangan teknologi semakin melaju pesat. Perkembangan

teknologi yang semakin mutakhir ini menyebabkan masyarakat harus selalu ingin

berusaha untuk mengikuti perkembangan teknologi agar mampu bersaing di dunia

global. Teknologi juga merupakan faktor penting dalam mempengaruhi timbulnya

masalah culture shock. Individu merasa takut tidak bisa mengikuti perkembangan

teknologi di tempat tinggal barunya sehingga individu cenderung akan merasakan

ketakutan. Individu disini dituntut untuk berpikir keras bagaimana caranya untuk

dapat mengikuti perkembangan teknologi serta mampu mengaplikasikannya

dikehidupannya.

3) Faktor geografis

Faktor geografis identik dengan keadaan geografis di daerah tersebut. Faktor

geografis ini merupakan faktor lingkungan secara fisik, misalnya perbedaan cuaca,

Page 4: makalah culture shock.docx

perbedaan letak wilayah seperti daerah pantai dengan daerah pegunungan. Hal ini

akan menyebabkan individu tersebut mengalami gangguan kesehatan.

4) Faktor bahasa keseharian

Bahasa merupakan cerminan dari sebuah kebudayaan yang beradab. Bahasa tidak

bisa dianggap dengan sebelah mata dewasa ini. Individu yang mengalami

kekagetan terhadap budaya baru sering kali dihubungkan dengan faktor bahasa

sebagai salah satu ketakutan yang cukup besar ketika akan menetap ditempat yang

baru. Tidak menguasai atau bahkan tidak mengerti sama sekali bahasa merupakan

suatu hal yang wajar yang menyebabkan timbulnya culture shock.

5) Faktor ekonomi

Ketakutan terhadap biaya hidup yang berbeda yang memiliki kemungkinan lebih

tinggi merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya culture shock. Ini

merupakan hal umum yang terjadi bahwa setiap daerah di negara Indonesia

memiliki kemampuan konsumsi yang berbeda-beda. Perbedaan inilah yang

menyebabkan individu guncang ketika dihadapkan pada permasalahan tempat

tinggal yang baru. Individu harus mulai berusaha, bersiap serta berwaspada

mengantisipasi agar mampu bertahan hidup ditempat tinggal yang baru.

6) Faktor adat istiadat

Faktor ini merujuk pada tradisi-tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat di

setiap daerah yang notebene memiliki ciri khas kebudayaan yang berbeda satu

sama lain. Untuk itu individu harus mampu beradaptasi dengan adat istiadat di

daerahnya yang baru. Namun beradaptasi dengan adat istiadat yang baru bukanlah

hal yang mudah bagi seorang pendatang, maka individu cenderung mengalami

kekagetan budaya terutama dalam hal adat istiadat tersebut.

7) Faktor agama

Agama dianggap sebagai salah satu penghambat individu dalam usahanya

menyesuaikan di tempat tinggal yang baru. Individu mengalami ketakutan

tersendiri terhadap agama yang menjadi perbedaan yang sangat rentan dan tidak

bisa disatukan dengan mudahnya.

2.2 Solusi Pemecahan Masalah Culture shock

Dari bebrapa faktor penyebab terjadinya culture shock, kelompok merumuskan

solusi untuk mengatasinya. Antara lain yaitu :

1. Faktor pergaulan

Page 5: makalah culture shock.docx

Individu harus belajar membiasakan diri beradaptasi dan berinteraksi dengan

lingkungan barunya, dengan pembiasaan ini akan menumbuhkan rasa percaya diri

dari individu tersebut dalam bersosialisasi dengan orang-orang dan lingkungan

barunya tersebut. Pergaulan yang baik akan membuat seseorang lebih mudah

menjalani kehidupan sosialnya.

2. Faktor teknologi

Dewasa ini teknologi semakin berkembang pesat dikalangan orang banyak,

semakin pesat teknologi berkembang maka orang-orang dituntut untuk semakin

keras mempelajari dan mengaplikasikan teknologi yang ada dalam kehidupannya.

Seorang individu yang berada di lingkungan baru baginya pasti akan merasakan

perbedaan teknologi yang berkembang di lingkungan tersebut, terlebih lagi

apabila individu yang berasal dari daerah pelosok kemudian datang ke daerah

yang cukup pesat perkembangan teknologinya.

3. Faktor geografis

Faktor geografis dalam persentasenya memperoleh 18,60% dari keseluruhan total

faktor penyebab terjadinya culture shock. Karena faktor geografis ini berkaitan

erat dengan kondisi fisik lingkungan maka hal ini dapat diatasi dengan cara

individu lebih menjaga kesehatan yang cenderung menurun ketika individu

tersebut tinggal di suatu tempat tinggal yang baru, yang tentunya jauh berbeda

dengan tempat tinggal semula. Pencegahan yang baik perlu dilakukan secara terus

menerus agar individu tetap berada di kondisi yang prima dalam menjalani

aktifitas sehari-hari.

4. Faktor bahasa keseharian

Bahasa keseharian memiliki prosentase sebesar 17,30% dari keseluruhan faktor

penyebab terjadinya culture shock. Untuk mengatasinya kelompok memberikan

solusi diantaranya yaitu dengan menumbuhkan kemauan belajar bahasa kepada

setiap individu ketika tinggal ditempat yang baru. Kemauan belajar bahasa

tersebut bisa dilakukan dengan cara meminta bantuan kepada teman yang memang

berasal dari daerah tersebut untuk mengajarkan bahasa keseharian di daerah

tersebut.

5. Faktor ekonomi

Faktor ekonomi ini dapat diatasi dengan cara pengelolaan keuangan yang baik

sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu, agar individu dapat

menyesuaikan pemasukan keuangan dengan pengeluarannya. Pada saat proses

Page 6: makalah culture shock.docx

pendidikan alan lebih baiknya individu juga melakukan program saving money,

untuk mengatasi kebutuhan tidak terduga.

6. Faktor adat istiadat

Pada dasarnya melekatnya kebudayaan terhadap seorang individu membutuhkan

proses dan waktu, semua tidak terjadi begitu saja. Solusi menurut kelompok

adalah individu harus lebih membuka dirinya terhadap adat istiadat, kebiasaan,

tingkah laku yang umumnya terjadi dimasyarakat. Dengan cara tersebut

diharapkan individu dapat lebih menghindari terjadinya culture shock/gegar

budaya.

7. Faktor agama

Faktor agama yang menyebabkan terjadinya culture shock ini hanya mendapat

persentase sebesar 0.13 %. Artinya faktor agama tersebut dianggap tidak terlalu

mendominasi terjadinya culture shock. Solusinya yaitu individu harus lebih

meningkatkan sikap toleransinya antar umat beragama.

2.2 Tanda-tanda culture shock :

Ada 5 tanda seseorang terkena culture shock,yaitu :

1. Terus-terusan berpikir negatif dan mulai membanding-bandingkan keadaan di tempat

baru dengan kampung halaman.

2. Mulai frustasi, gampang marah dengan hal-hal kecil karena tidak bisa mengikuti pola

hidup disana, menjadi malas bergaul dan memilih diam saja karena merasa tidak PD.

3. Mulai merasa sedih dan terasingkan walaupun saat itu sedang berada di tengah-tengah

orang banyak.

4. Mulai kehilangan identitas dan ciri-ciri pribadi

5. Mulai merasa kurang sehat, jadi sering flu, pilek, demam, diare dsb

2.3 Shock

Reaksi terhadap cultural shock bervariasi antara 1 individu dengan individu lainnya dan

dapat muncul :

1. Antagonis / memusuhi terhadap lingkungan baru.

2. Rasa kehilangan arah

3. Rasa penolakan

4. Gangguan lambung dan sakit kepala

Page 7: makalah culture shock.docx

5. Homesick/rindu pada rumah/lingkungan lama

6. Rindu pada teman dan keluarga

7. Mersa kehilangan status dan pengaruh

8. Menarik diri

9. Menganggap orang-orang dalam budaya tuan rumah

2.5 Tingkatan Culture Shock

Fase optimistik, fase pertama yang digambarkan pada bagian kiri atas dari kurva U.

Fase ini berisi kegembiraan, rasa penuh harapan dan euphoria sebagai antisipasi

individu sebelum memasuki budaya baru.

Masalah cultural, fase kedua dimana masalah dengan lingkungan baru mulai

berkembang, misalnya karena kesulitan bahasa, sistem lalu lintas baru, sekolah baru

dll.Fase ini biasanya diikuti dengan rasa kecewa dan ketidakpuasan. Ini adalah

periode krisis dalam cultural shock. Orang menjadi bingung dan tercengang dengan

sekitarnya dan dapat menjadi frustasi dan mudah tersinggung, bersikap permusuhan,

mudah marah, tidak sabaran, dan bahkan menjadi tidak kompeten.

Fase recovery, fase ketiga dimana orang mengenai budaya barunya. Pada tahap ini,

orang secara bertahap membuat penyesuaian dan perubahan dalam caranya

menanggulangi budaya baru. Orang-orang danperistiwa dalam lingkungan baru mulai

dapat terprediksi dan tidak terlalu menekan.

Fase penyesuaian, fase terakhir pada puncak kanan U, orang telah mengerti elemen

kunci dari budaya barunya (nilai-nilai, adaptasi khusus, pola komunikasi, keyakinan,

dll) kemampuan untuk hidup dalam 2 budaya yang berbeda biasanya juga disertai

dengan rasa puas dan menikmati.

Beberapa literatur yang lain menyarankan hal-hal berikut ini untuk mengatasi

culture shock dengan baik, yaitu antara lain:

1. Sebelum individu berangkat ke negara baru yang akan dimasukinya, ada baiknya

apabila ia sudah terlebih dahulu membaca tentang negara tersebut dan budaya yang

ada di negri tersebut. Hal ini akan membantu individu ini untuk lebih familier dengan

negara yang akan dimasukinya, dan lebih siap untuk berhadapan dengan berbagai

Page 8: makalah culture shock.docx

perbedaan yang akan dihadapinya (www.ips.uiuc.edu/sao/students/curr-

cultureshock.html).

2. Mengelola pengharapan (manage expectations). Harapan yang dimiliki seseorang

akan mempengaruhi bagaimana orang tersebut menginterpretasikan dan menilai suatu

kejadian. Menjaga agar harapan sedapat mungkin realistis dan sesuai dengan .

(www.wzo.org.il/en/reseources/view.asp?id=1445kenyataan serta  kemampuan diri

akan menjaga agar stress selalu dalam kondisi rendah. Berharap terlalu tinggi

terhadap penduduk setempat untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan

individu itu sendiri hanya akan membuat individu tersebut merasa frustrasi).  

3. Memiliki tujuan yang jelas akan kedatangan ke negri tersebut. Dengan terus

mengingat dan memegang teguh tujuan awal datang ke negara tersebut, individu akan

menjadi lebih siap untuk berjuang demi mencapai tujuannya. Hal ini juga akan

menolong individu untuk terus memiliki fokus untuk melakukan hal terbaik dan

terpenting selama di negri yang baru. Menjaga prioritas akan menolongnya mengatasi

culture shock (www.ips.uiuc.edu/sao/students/curr-cultureshock.html).  

4. Dalam penelitian Chapdelaine (2004) ditemukan bahwa tingginya kesempatan untuk

berinteraksi dengan penduduk asli berhubungan dengan rendahnya culture shock. 

Interaksi akan lebih sulit untuk dilakukan apabila seseorang tidak memahami bahasa

pengantarnya dengan baik. Oleh karena itu, penguasaan bahasa yang baik menjadi

syarat penting untuk mengatasi culture shock. Jadi disarankan bagi individu untuk

menguasai bahasa pengantar di negara tersebut untuk menghindarkan individu dari

kondisi culture shock.

(Guanipa,1998; www.wzo.org.il/en/reseources/view.asp?id=1445).

5. Bersedia untuk belajar kultur yang baru. Individu perlu menyadari bahwa kultur

bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir, tetapi sesuatu yang dipelajari (Guanipa, 1998).

Hal yang dibawa sejak lahir adalah kemampuan individu untuk belajar kultur, apapun

kultur itu. Oleh karena itu, kesediaan untuk belajar kultur yang baru akan membantu

untuk mengatasi kesalahpahaman dan menolong teratasinya persoalan-persoalan

sosial di tempat yang baru. Hal yang sama yang perlu dipahami adalah bahwa nilai-

nilai yang selama ini telah dipelajari dari kulturnya yang lama bukanlah sesuatu yang

bersifat mutlak dan paling benar. Nilai dan keyakinan itu menjadi benar bagi individu

karena proses sosialisasi yang dilakukan oleh orangtua individu padanya, melalui

Page 9: makalah culture shock.docx

pemberian hadiah dan hukuman sehingga individu meyakini kebenarnanya. Dengan

demikian kesediaan untuk membuka diri, belajar dan  menghargai kultur yang baru

akan membuka jalan bagi individu untuk mengatasi culture shock yang dialaminya.

6. Mencoba menemukan kesamaan-kesamaan nilai-nilai antara kulturnya dengan kultur

yang baru. Dengan menemukan kesamaan-kesamaan ini, individu akan menjadi lebih

merasa dekat dengan negara baru yang didatanginya. Hal ini menimbulkan perasaan

memiliki dan familier, sehingga mengurangi perasaan terasing yang dialami akibat

culture shock (Guanipa, 1998).

7. Saat kemarahan dan frustasi-frustasi muncul terhadap kultur yang baru dan

kecenderungan mengkritik kultur yang baru sangat kuat muncul, sebaiknya individu

berhenti sejenak untuk berpikir dan menganalisa persoalan dengan lebih objektif

(Guanipa, 1998), tidak melakukan generalisasi. Sangat penting juga menjaga

pemikiran untuk tidak dengan gegabah melakukan stereotyping, bisa jadi kesalahan

yang dilakukan oleh orang-orang di tempat yang baru bukan masalah kultur, tetapi

memang masalah watak dari individu tersebut. Dengan kata lain, individu harus

menghindari mencampuradukkan masalah personal sebagai masalah kultur. Hal ini

berarti, orang dengan watak yang mengganggu tsb. bisa saja ditemukan di kultur

manapun, termasuk di kultur asalnya sendiri, sehingga tidak perlu menyalahkan

negara baru sebagai pihak yang bertanggungjawab atas ketidaknyamanan yang

dialaminya.  

8. Memelihara dukungan sosial dan emosional.

Ketika berada di lingkungan yang baru, seseorang membutuhkan orang-orang yang

bersedia memberikan dukungan sosial. Dukungan sosial meliputi dukungan

emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental (material), maupun

dukungan informasi. Individu harus berusaha agar di tempat yang baru ini, ia

memiliki orang-orang yang dapat memberikan dukungan-dukungan sosial yang

diperlukan. Dukungan ini bisa diperoleh melalui orang-orang yang berasal dari satu

negara (misalnya ada perkumpulan pelajar Indonesia di Amerika dll.), atau bisa

diperoleh dari orang-orang dari lembaga pelayanan (misalnya di gereja biasanya ada

divisi pelayanan mahasiswa/mahasiswa asing). Dengan mengikuti organisasi-

organisasi tertentu individu bisa membuka network  dan persahabatan dengan orang-

orang ini yang bisa memberikan dukungan sosial yang diperlukan

(www.wzo.org.il/en/reseources/view.asp?id=1445).

Page 10: makalah culture shock.docx

9. Membangun zona stabilitas. Yang dimaksud dengan zona stabilitas adalah segala

sesuatu yang bisa membuat individu merasa nyaman dan relax. Hal ini bisa segala

sesuatu yang berhubungan dengan hobi,atau hal-hal yang menyenangkan lainnya. Hal

ini berarti bahwa selama di negara baru, individu tidak boleh melupakan untuk

melakukan hal-hal yang menyenangkan yang bisa membuat individu merasa nyaman

dan relax (www.wzo.org.il/en/reseources/view.asp?id=1445).

10. Beberapa orang menyarankan untuk memiliki jurnal harian. Dalam kondisi belum

memiliki seorangpun yang bisa diajak bicara, mencurahkan kegelisahan pada jurnal

harian akan membantu proses katarsis individu. Seringkali menuliskan hal-hal yang

menggelisahkan dalam jurnal juga menolong individu untuk melihat persoalan-

persoalan yang sesungguhnya yang mungkin tak akan tampak bila hanya tersimpan di

dalam pikiran saja (www.juliaferguson.com/shock.html)

2.6 Perbedaan Culture Shock Di Berbagai Negara

Di India, " karet " berarti sepotong karet Anda gunakan untuk menghapus tulisan

pensil, biasanya dikenal sebagai " penghapus " di AS. Sayangnya, " karet " biasanya

mengacu pada kondom di Amerika Serikat .

Kami pergi ke universitas di Inggris untuk sementara waktu, dan suatu hari sesama

mahasiswa datang ke laboratorium suami saya dan mengatakan ia melihat seorang

profesor berjalan menyusuri lorong dengan Winchester. Suami saya sudah siap untuk

memukul dek, tapi tidak ada orang lain tampak khawatir. Ternyata bahwa Winchester

adalah termos besar di Inggris, bukan senapan seperti di sini di Amerika !

Di India, duduk dengan kaki disilangkan dianggap sebagai tanda hormat kepada orang

lain. Ibuku mencubit kaki saya ketika saya duduk dalam posisi seperti itu aku tinggal

di pedesaan Jepang sekarang. Saya pikir banyak kejutan budaya di sini lebih berkaitan

dengan cara-cara yang Jepang tampaknya begitu dekat dengan budaya Amerika,

namun begitu jauh. Jadi, itu adalah negara modern dengan lampu listrik - tetapi switch

cahaya gaya yang berbeda dari yang AS.

Carilah kemanapun Anda pergi ke Amerika Serikat, tombol lampu semua dipasang

terbalik. Anda berjalan dan sampai ke sisi dalam gelap (setidaknya saklar masih di

tempat yang tepat) dan menekan tombol ke bawah itu untuk menyalakannya - hanya

Page 11: makalah culture shock.docx

ketika Anda menemukan bahwa itu sudah dalam posisi "on". Ini lebih mengganggu

daripada menemukan bahwa orang-orang berkendara di sisi jalan yang lain.

Di paris,ketika kita keluar saat pagi dan berkata “bonjour”kepada setiap orang yang

kita temui dan akan membalas “bonjour“ juga.jika kita melakukan itu di New

York,maka orang New York akan menjauhi anda karena mereka mengira kita akan

menganiayanya.

Di Asia jika kita bertemu dengan seseorang dan menatapnya terlalu lama,mereka

menganggap kalau itu tidak sopan,tapi tidak untuk negara barat, mereka terbiasa

untuk menatap mata terlalu lama dengan orang yang di temuinya.

2.7 Mengatasi Culture Shock

1. berpartisipasi dalam budaya baru

2. bersikap tegas dan belajar mengungkapkan perasaan

3. bersedia berbagi culture dan budaya

4. menahan judgement tentang budaya baru yang akan dimasuki

5. secara periodik menghubungkan diri dengan budaya asal

6. berhati – hati dengan stereotype

7. tetap memelihara identitas diri dan budaya asal

8. tidak menginterpretasi budaya baru dengan budaya asal

9. belajar menggunakan perkakas budaya baru

10. mencari berbagai informasi tentang budaya baru

11. menjaga toleransi ambiguitas makna yang tercipta dari kedua budaya

12. tetap memelihara sens of humor

13. belajar menerima sesuatu yang tidak sesuai harapan

14. tetap open minded

Page 12: makalah culture shock.docx

BAB III

KESIMPULAN

Seiring dengan issue globalisasi baik di bidang pendidikan maupun di bidang

tenaga kerja, yang mengharuskan individu untuk berinteraksi dengan budaya yang berbeda,

issue mengenai culture shock tampaknya perlu dipandang dengan lebih serius daripada

sebelumnya. Kalau tidak, dikawatirkan gangguan yang dialami karena culture shock bisa

menjadi ancaman bagi kesehatan jiwa banyak masyarakat di dunia yang semakin sering

melakukan aktifitas lintas budaya.

Usaha untuk mengatasi culture shock, akhirnya tidak hanya harus dilakukan

individu secara perseorangan, tetapi juga perlu ditangani secara professional dan serius oleh

instansi atau lembaga yang terlibat dalam pertukaran antar budaya. Misalnya saja di sekolah

internasional, yang memiliki siswa-siswa dari budaya yang berbeda tampaknya perlu

menyediakan tenaga konselor dan program yang terarah untuk membantu penyesuaian diri

siswa-siswi yang berasal dari budaya yang berbeda. Perhatian juga diperlukan bagi

perusahaan yang memiliki para ekspatriat ataupun mengirimkan karyawannya untuk

ditugaskan di tempat yang berbeda dari kultur asalnya, dengan pemberian pelatihan,

pemahaman dan training yang sesuai, demi tercapainya produktifitas kerja karyawannya

karena terbebas dari culture shock. Pada akhirnya, usaha dari berbagai pihak diharapkan

dapat membuahkan hasil yang lebih memuaskan.