JAPAN Work & Technology Culture

16
JAPAN WORK & TECHNOLOGY CULTURE Fitriana Puspita Dewi

description

JAPAN Work & Technology Culture. Fitriana Puspita Dewi. Evolusi Tradisi Budaya Kerja Jepang. Pertumbuhan Ekonomi. - PowerPoint PPT Presentation

Transcript of JAPAN Work & Technology Culture

Page 1: JAPAN Work  & Technology Culture

JAPAN WORK & TECHNOLOGY CULTURE

Fitriana Puspita Dewi

Page 2: JAPAN Work  & Technology Culture

Evolusi Tradisi Budaya Kerja Jepang

Restorasi Meiji-tantangan

industrialisasi1960-total

modernisasi

1970-Jpg sbg ancaman eko trhdp barat

1970-Belajar dari Jepang

1990-Bubble economi

Page 3: JAPAN Work  & Technology Culture

Pertumbuhan Ekonomi Menurut Nurkse & Rostow ; Adalah

kebangkitan secara besar-besaran suatu surplus yang bisa direinvestasi pada modal psikis, modal manusia (lewat edukasi, training & indoktrinasi), upgrade & maintenance sistem manajemenAnalisis Definisi tsb di atas

untuk kondisi Jepang & Indonesia

Page 4: JAPAN Work  & Technology Culture

Sejarah budaya Kerja Orang Jepang

•Pengaruh etos kerja feudal (loyalitas)•Pendirian Zaibatsu yang erat dgn perusahaan negaraMeiji

•Industri & dunia kerja terbantu dgn kerja voluntir pekerja wanita di industri tekstil hingga industri amunisiPre-war•Muncul serikat pekerja, seiring masuknya faham marxism & sosialisme.•revolusi – partai komunis Jepang 1921Taisho

Page 5: JAPAN Work  & Technology Culture

Ekonomi Jepang pasca perang Pembubaran Zaibatsu & kekuatan militer,

pembebasan aktivis sayap kiri&pemimpin buruh menyatukan 50% dari kekuatan pekerja December 1958 – merencanakan “10 years income

doubling” – terwujud di tahun 1960-1975 Sistem kerja Jepang ; perundingan

perusahaan, Quality Control, budaya korporasi & management SDM, sistem produksi “Just-in-time”

Page 6: JAPAN Work  & Technology Culture

Pola konsumsi & budaya kerja Masa awal; pola hidup pekerja seperti di

daerah rural. Permintaan upah jarang sementara produktivitas tinggi memicu pertumbuhan ekonomi tinggi.

1960 ; karena sudah mencapai titik puncak budaya konsumtif.

Perubahan gaya hidup pekerja ; dari tinggal di kawasan industri pindah ke rumah sendiri di sub-urban area

Page 7: JAPAN Work  & Technology Culture

Pola konsumtif Circa •Suihanki, Soujiki, Senpuki •(Rice Cooker, vacum cleaner & kipas angin)

19603S

•Colour Television, Room Cooler & Car•(TV berwarna, AC & mobil)

19703C

•Screen, Sports and Sex19803S

Page 8: JAPAN Work  & Technology Culture

New Materialism in Japan Dengan pola konsumtif seperti itu, pd

pertengahan tahun 1960, setiap pekerja Jepang memiliki tujuan hidup dengan standar material yang lebih baik, oleh karena itu semuanya berkerja keras untuk pencapaian tujuan tersebut.

Sementara tahun 1980-an, yang muncul adalah gerakan untuk lebih mempertimbangkan keahlian personal drpd senioritas, gaji drpd kerja, sementara pola hidup uppermiddle class. Hal ini menimbulkan new materialism di Jepang saat ini.

Page 9: JAPAN Work  & Technology Culture

New Materialism in Japan Awalnya tujuan new materialism adalah

untuk memancing produktivitas kerja, dimana aturannya selama ini sistem nenkoujouretsu (sistem pengupahan sesuai senioritas)

Namun hal ini justru menggiring pemuda Jepang menghindari kerja di 3K (kitsui, kiken, kitanai)/3D (Dirty, Dangerous & demand).

Akibatnya di tahun 1990an, kebutuhan tenaga kerja Jepang justru dipenuhi dari luar negeri

Page 10: JAPAN Work  & Technology Culture

Perkembangan ekonomi & Lost Generation Adanya resesi di zaman Heisei, mulai pensiunnya

pekerja yang semula membangun Jepang, dan pola konsumtif baru ini membuat tahun 1990 disebut lost decade, dan anak muda di zaman tsb disebut lost generation (ロスジェネ )

Rosu-Jene ini menimbulkan berbagai macam masalah sosial seperti munculnya Furiita- (freelance employment), Niito(NEET = Not employment education training), otaku, parashitto shinguru (parasite single) dsbnya. Sementara di sisi lain, Jepang sedang menghadapi masalah lain yakni aging society, bankonka & soushika.

Page 11: JAPAN Work  & Technology Culture

Work Term in Japan 就職 (shushoku) ; mendapatkan

pekerjaan setelah lulus (regular/ full time employment). Tapi untuk pekerja casual dengan 40 jam kerja perminggu masih belum bisa dikategorikan sebagai pegawai tetap.

正規社員 (seikishain) –pegawai tetap; kalau sudah menjadi pegawai tetap, dianggap sudah dewasa dan masuk ke fase salaryman, terikat kepaad 1 perusahaan dan mulai bisa menikah.

Page 12: JAPAN Work  & Technology Culture

Technology Culture in Japan Berawal dari Wakon Yosai (Japanese

spirit, western technology) Pasca PD II, setelah kekalahan Jepang

atas Amerika, “Wakon” sempat menurun dan tergantikan dengan budaya konsumerisme

Tahun 1960- ketika kepercayaan diri Jepang muncul dengan teknologinya, orang-orang mulai tertarik dengan kata “wakon” lagi

Page 13: JAPAN Work  & Technology Culture

Product of Japan Orang-orang menghubungkan bonsai

dengan bakat orang Jepang terhadap miniaturiasi. Bukti lainnya adalah Keitai shousetsu . Juga ada hubungan antara karakuri ningyou di zaman Edo dengan robot masa kini

Page 14: JAPAN Work  & Technology Culture

Debat & Kontroversi Wakon YosaiIde untuk memisahkan budaya Jepang dari pengaruh asing terlhat dari ide : Wakon Kansai (Japanese spirit, Chinese skills). Tahun 1854, Sakuma Shozan memunculkan frase Touyou no doutoku, Seiyou no Geijutsu (Eastern morality, Western techniques), karena orang Jepang lebih tertarik dengan barat. Sakuma lalu mencoba menggabungkan IPTEK barat dan kerangka kerja Confucian. Ini yang menghasilkan hibriditas di Jepang yang tercermin dari pola-pola produknya.

Page 15: JAPAN Work  & Technology Culture

Kampanye Cinta Produk Lokal Tahun 1960, mulai banyak iklan bermunculan

yang menyaran agar Jepang lebih bangga dengan produk dalam negeri seperti brand Sony, Matsushita & Sanyo, karena produk2 ini memiliki nilai estetik Jepang.

Selama ini produk teknologi kerap dianggap sebagai Amerikanisasi. Oleh karena itu untuk mendongkrak kembali kepercayaan diri bangsa Jepang(paling tidak dalam negeri) adalah dengan mensupport produk lokal.

Page 16: JAPAN Work  & Technology Culture

Robot ; Amerika VS Jepang Menurut Robert Geraci, peneliti Amerika lebih

memfokuskan pada kepercayaan Kristen yakni pemerolehan informasi dari ruh yang terpisah dari tubuh pada saat pembersihan/penyelamatan seseorang dari ruh jahat

Sesuai kepercayaan Shinto , orang Jepang percaya bahwa Dewa (Kami) itu termanifestasi ke wujud alam, sehingga memungkinkan bahwa robot pun memiliki ruh dan bisa berintegrasi di masyarakat