makalah blok 12 DBD dengan shock

26
Demam Berdarah Dengue dengan Komplikasi Shock Grace Vanny Sayow (102009097) Jeffry Ruyanto M. Simamora (102011414) Amelinda Mannuela Santoso (102013073) Teofanus Delphine Halim (102013082) Olivia Nancy (102013190) Ester Rita (102013284) Filemon Nyo Rape (102013299) Elike Oktorindah Pamilangan (102013412) Siti Hajar Binti Suffian (102013489) Muhammad Syafiq Bin Md Sohaimi (102013499) D4 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta. Telp. (021) 5657867 I. Pendahuluan Pada negara tropis yang curah hujannya cukup banyak seperti Indonesia, saat peralihan dari musin hujan kemusim panas banyak terdapat genangan-genangan air. Lingkungan genangan air ini Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 1

description

Demam berdarah dengue disertai shock

Transcript of makalah blok 12 DBD dengan shock

Page 1: makalah blok 12 DBD dengan shock

Demam Berdarah Dengue dengan Komplikasi Shock

Grace Vanny Sayow (102009097)

Jeffry Ruyanto M. Simamora (102011414)

Amelinda Mannuela Santoso (102013073)

Teofanus Delphine Halim (102013082)

Olivia Nancy (102013190)

Ester Rita (102013284)

Filemon Nyo Rape (102013299)

Elike Oktorindah Pamilangan (102013412)

Siti Hajar Binti Suffian (102013489)

Muhammad Syafiq Bin Md Sohaimi (102013499)

D4

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta. Telp. (021) 5657867

I. Pendahuluan

Pada negara tropis yang curah hujannya cukup banyak seperti Indonesia, saat peralihan dari

musin hujan kemusim panas banyak terdapat genangan-genangan air. Lingkungan genangan air

ini merupakan sarana tempat berkembangnya jentik nyamuk, diantaranya nyamuk Aedes

aegypti.

Demam Berdarah Dengue merupakan sebuah penyakit yang diakibatkan oleh hospes nyamuk

aedes aegypti. Penyakit ini umumnya terjadi di daerah tropis dimana pada lingkungan ini hospes

umumnya tumbuh dan berkembang biak. Penyakit ini dapat menyerang setiap orang tanpa

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 1

Page 2: makalah blok 12 DBD dengan shock

mengenal batas usia dan dapat terjangkit kembali pada orang yang sebelumnya telah menderita

penyakit ini.

II. Isi

Anamnesis

Jenis anamnesis yang dapat dilakukan ialah autoanamnesis dan alloanamnesis.

Autoanamnesis dapat dilakukan jika pasien masih berada dalam keadaan sadar. Sedangkan bila

pasien tidak sadar, maka dapat dilakukan alloanamnesis yang menyertakan kerabat terdekatnya

yang mengikuti perjalanan penyakitnya.1

Pada setiap anamnesis selalu ditanyakan identitas pasien terlebih dahulu. Indentitas pasien

meliputi nama, tanggal lahir, umur, suku, agama, alamat, pendidikan dan pekerjaan. Setelah itu

dapat ditanyakan pada pasien apa keluhan utama dia datang. Kemungkinan arah working

diagnosis pada demam berdarah ditinjau bila pasien menyatakan ia demam yang disertai dengan

salah satu gejala demam dengue seperti perdarahan intradermal (petikie dan ekimosis) ataupun

nyeri pada otot. Riwayat keluarga dan kerabat yang berhubungan juga perlu ditanyakan untuk

menguatkan dugaan. Jika data-data dari pasien sudah lengkap untuk anamnesi, maka dapat

dilakukan pemeriksaan fisik untuk menunjang anamnesis tadi.2

Melalui keluhan pasien yang terdapat pada scenario didapatkan informasi bahwa pasien

mengalami penurunan kesadaran. Pasien menderita demam sejak 5 hari yang lalu, disertai

adanya mual dan pegal-pegal.

Dari keluhan-keluhan tersebut dan dasar teori dari anamnesis, maka dapat diketahui data-

data sebagai berikut.

1. Keluhan utama

Mengalami penurunan kesadaran

2. Riwayat penyakit sekarang

Demam naik-turun sejak 5 hari yang lalu, disertai adanya mual dan pegal-pegal.

Pemeriksaan Fisik

Penderita yang datang dengan gejala / tanda DBD, maka dilakukan pemeriksaan sebagai

berikut:

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2

Page 3: makalah blok 12 DBD dengan shock

1. Observasi kulit dan konjungtiva untuk mengetahui tanda perdarahan. Observasi kulit

meliputi wajah, lengan, tungkai, dada, perut, dan paha.3

2. Pemeriksaan keadaan umum dan tanda – tanda vital (kesadaran, tekanan darah, nadi, dan

suhu).4

3. Penekanan pada ulu hati (epigastrium). Adanya rasa sakit / nyeri pada ulu hati dapat

disebabkan karena adanya perdarahan di lambung.3

4. Perabaan hati

Hati yang lunak merupakan tanda pasien DBD yang menuju fase kritis.

5. Uji Tourniquet (Rumple Leede)

Munculnya bintik-bitik merah lebih dari 10 pada luas 2,5x2,5 cm pada lengan bawah bagian

palmar.4

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran apatis. Suhu 35o C, tekanan darah 60 mmHg

per palpasi. Frekuensi nadi 110x/menit teraba lemah. Fremitus pada paru kiri melemah dan

terdengar redup saat diperkusi. Suara napas paru kiri juga melemah.

Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan trombosit

- Semi kuantitatif (tidak langsung), Langsung (Rees – Ecker), Cara lainnya sesuai

kemajuan teknologi5

b. Pemeriksaan hematokrit

Pemeriksaan hematokrit antara lain dengan mikro – hematokrit centrifuge. Nilai normal

hematokrit:

Anak – anak : 33 – 38 vol%

Dewasa laki – laki : 40 – 48 vol%

Dewasa perempuan : 37 – 43 vol%

Untuk puskesmas misalnya yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht, dapat

dipertimbangkan estimasi nilai Ht = 3x kadar Hb. 5

c. Pemeriksaan kadar hemoglobin

Pemeriksaan kadar hemoglobin antara lain dengan cara:

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 3

Page 4: makalah blok 12 DBD dengan shock

- Kalorimeter foto elektrik (Klett – Summerson), metode Sahli, Cara lainnya sesuai

kemajuan teknologi.

Contoh nilai normal hemoglobin (Hb):

Anak – anak : 11,5 – 12,5 gr / 100 ml darah

Pria dewasa : 13 – 16 gr / 100 ml darah

Wanita dewasa : 12 – 14 gr / 100 ml darah6

d. Pemeriksaan serologis

Saat ini uji serologis yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue,

yaitu uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) dan ELISA (IgM / IgG).7

1. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI)

Konfirmasi serologi yang pasti (pada uji HI) tergantung pada kenaikan titer yang jelas (4

kali atau lebih) antibodi spesifik dari sampel serum antara fase akut dan fase konvalesen.

Pada kasus DBD:

- Titer antibodi HI test pada spesimen akut akan meningkat 4 kali atau lebih pada fase

rekonvalesensi.

- Reaksi HI test dikatakan positif primer bila spesimen akut < 1 / 20 dan akan meningkat

sampai 4 kali atau lebih pada fase rekonvalesensi, akan tetapi titer rekonvalesensi < 1 /

2560.

- Reaksi HI test dikatakan positif sekunder bila titer antibodi dalam fase akut < 1 / 20 dan

meningkat dalam fase rekonvalesensi sampai 1 / 2560 atau lebih, atau dalam fase akut titer

antibodi HI test 1 / 20 atau lebih dan meningkat 4 kali atau lebih pada fase rekonvalesensi.

2. MAC- ELISA

Dapat digunakan sebagai uji kuantitatif untuk antigen maupun antibody. Antigen

direkatkan pada microplate plastic dan antibody dari serum penderita. Kemudian,

ditambahkan anti human immunoglobulin yang dilabel enzim horseradish peroxidase ke

subtract, lalu timbul perubahan warna. Intensitas warna dibaca dengan spektrofotometer.

Anti-dengue Ig-M yang dapat dideteksi oleh MAC-ELISA (IgM antibody-capture enzyme-

linked immunosorbent assay) tampak pada sebagian pasien dengan infeksi primer saat

mereka masih demam; pada sebagian lain IgM ini tampak dalam 2 – 3 hari penurunan suhu

tubuh. Pada serangkaian pasien dengue (infeksi dipastikan dengan isolasi virus atau

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 4

Page 5: makalah blok 12 DBD dengan shock

serologi serum berpasangan), 80% menunjukkan kadar antibodi IgM yang dapat terdeteksi

pada sakit hari kelima, dan 99% pada hari kesepuluh.4 Sekali terdeteksi, kadar IgM

meningkat dengan cepat dan tampak memuncak sekitar 2 minggu setelah dideteksi selama

2 – 3 bulan.5,6

Pada pemeriksaan lab didapatkan hasil Hb = 16 g/dl, Ht = 54%, Leukosit = 4.000/ul,

Trombosit = 40.000/ul.

Diagnosa

A. Working Diagnosis

Diagnosis demam berdarah biasa dilakukan secara klinis. Penyakit ini ditunjukkan melalui

munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot

(myalgias dan arthralgias), pendarahan, dan ruam. Ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri

merah terang dan biasanya mucul dulu pada bagian bawah badan pada beberapa pasien, ia

menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul

dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare. Disertai dengan

trombositpenia dan hemokonsentrasi.5

Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak demam

yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Gejala klinis demam berdarah menunjukkan

demam yang lebih tinggi, pendarahan, trombositopenia dan hemokonsentrasi . Sejumlah kecil

kasus bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat kematian tinggi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan lab, maka pasien diduga menderita

Demam Berdarah Dengue derajat IV (sindrom ssyok dengue)

Differential Diagnosis

Syok Septik

Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif yang menyebar luas.

Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi

rongga peritonium dengan isi usus. Bakteri  gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang

mengakibatkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan

vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi

peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer

menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 5

Page 6: makalah blok 12 DBD dengan shock

menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada

syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan

melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman.

Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia

(takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun

dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau

hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan

tekanan nadi yang meningkat.8

Malaria Serebral

Gejala yang klasik yaitu terjadinya “trias malaria” secara berurutan : periode dingin (15-60

menit) mulai menggigil, diikuti dengan periode panas : muka penderita merah, nadi cepat , dan

panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat, kemudian periode

berkeringat : penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita merasa sehat.

Malaria serebral mempunyai gambaran karateristik koma yang tak bisa dibangunkan. Sebagian

penderita terjadi gangguan kesadaran yang lebih ringan seperti apati, somnolen, delirium, dan

perubahan tingkah laku (penderita tidak mau bicara). Diduga malaria cerebral disebabkan oleh

sumbatan pembuluh darah otak sehingga terjadi anoksia otak. Pada malaria cerebral biasanya

dapat disertai gangguan fungsi organ lain seperti ikterik, gagal ginjal, hipoglikemia, dan edema

paru.8

Toksik Tifoid

Demam Enterik (Tifoid) adalah penyakit sistemik yang ditandai dengan demam dan nyeri pada

abdomen yang disebabkan oleh penyebaran Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Semua

pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit yang mempunyai istilah

khusus yaitu step ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidius,

kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu

pertama, demam lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan denga pagi harinya. Pada

saat demam sudah tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat;

seperti kesadaran berkabut atau delirium atau obtundasi, atau penurunan kesadaran mulai apati

sampai koma. Toksik Typoid adalah demam typhoid yang disertai dengan gangguan kesadaran.8

Etiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 6

Page 7: makalah blok 12 DBD dengan shock

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang

termasuk dalam genus Flavivirus, family Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan

diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.

Terdapat empat serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya

dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan

di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang anatara

serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis, dan West

Nile virus. Penelitian pada antropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk

genus Aedes (Stegomyia) dan Toxorhynchites.7

Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik dan Karibia.

Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes (terutama

A.aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi

lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi

air jernih.9

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu :

1. Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan,

transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.

2. Pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan atau keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap

nyamuk, usia dan jenis kelamin.

3. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.

Patofisiologi

Mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan

sindrom renjatan dengue.3,7 Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang

memfagositosis kompleks virus antibodi non netralisasi shingga virus bereplikasi di makrofag.

Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik

sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 7

Page 8: makalah blok 12 DBD dengan shock

monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet

activating factor), IL-6, dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan

terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi kompleks virus-

antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1) supresi sumsum

tulang dan 2) destruksi dan pemendekan massa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada

fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposelular dan supresi megakariosit. Setelah

keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk

megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru

menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai

mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui

peningkatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses

koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme

gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan

petanda degranulasi trombosit.

Koagulapati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan

disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada

demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue

terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik *tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan

melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex).

Manifestasi Klinik

Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang ringan, sedang seperti DD, sampai ke DBD

dengan manifestasi demam akut perdarahan, serta kecenderungan terjadi renjatan yang dapat

berakibat fatal. Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.7

DD/DBD Derajat* Gejala Laboratorium

DD Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, artralgia.

Leukopenia,Trombositopenia, tidak ditemukan bukti kebocoran plasma

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 8

Page 9: makalah blok 12 DBD dengan shock

DBD I Gejala di atas ditambah uji bendung positif Trombositopenia (<100.000/l), bukti ada kebocoran plasma

DBD II Gejala di atas ditambah perdarahan spontan Trombositopenia (<100.000/l), bukti ada kebocoran plasma

DBD III Gejala di atas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah)

Trombositopenia (<100.000/l), bukti ada kebocoran plasma

DBD IV Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur

Trombositopenia (<100.000/l), bukti ada kebocoran plasma

Penatalaksanaan

Tidak ada terapi yang spesifik untuk demem dengue, prinsip utama adalah terapi suportif.

Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%.

Pemeliharaan volume carian sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam

penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika

asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui

intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.7

Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersana dengan Divisi Penyakit

Trofik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan

kriteria :

Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi.

Praktis dalam pelaksanaannya.

Mempertimbangkan cost effectiveness.

Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :

Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa Syok

Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada

penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalansi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai

petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. Dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb),

hematokrit (Ht), dan trombosit, bila :

Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000 pasien dapat

dipulangkan dengan anjuran kontrol/berobat jalan ke poliklinik dalam waktu 24jam

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 9

Page 10: makalah blok 12 DBD dengan shock

berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht Lekosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila

keadaan penderita memburuk segera kembali ke Instalansi Gawat Darurat.

Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.

Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.

Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif tanpa syok maka di

ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini :

Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan : 1500 + {20 x (BB dalam kg - 20)}

Setelah pemberian cairan, dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam :

Bila Hb, Ht meningkat 10 – 20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan tetap

seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht trombosit dilakukan tiap 12 jam.

Bila HB, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan sesuai

dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit > 20%

Meningkatnya Ht > 20 % menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak

5%. Pada keadan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan

kristaloid sebanyak 6 – 7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3 – 4 jam pemberian

cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi

turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi

5 ml/kg/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian

cairan dapat dihentikan 24 - 48 jam kemudian.

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6 – 7ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak

membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan darah menurun ,

20mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10

ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan

perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBb/jam tetapi bila keadaan tidak

menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila

dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda – tanda syok maka

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 10

Page 11: makalah blok 12 DBD dengan shock

pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa. Bila

syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan hidung /

epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan saluran

cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria),

perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4 – 5

ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti

keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin

dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit serta hemostase harus

segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulangi setiap 4 – 6 jam.

Pemberian heparin dilakukan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda

koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi.

FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang

memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya

diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit <

100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.

Protokol 5. Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa

Bila kita berhadapan dngan Sindroma Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang harus

diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan

intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh

kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena

keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan / pengobatan, penatalaksanaan yang

tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan

penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.

Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi

cairan, penderita juga diberikan oksigen 2 – 4 liter/menit. Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus

dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar

natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 11

Page 12: makalah blok 12 DBD dengan shock

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10 – 20 ml/kgBB dan dievaluasi

setelah 15 – 30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100

mHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit

dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat disertai diuresis 0,5 – 1

ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 – 120

menit kemudian tetap stabil pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 –

120 menit kemudian keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24 - 48

jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup

maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan plasma yang

mengalami ekstravasasi telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus

diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau gagal jantung dapat terjdi.)

Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang terus dilakukan terutama

dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses patogenesis penyakit

masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam

pembuluih darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk mengetahui apakah renjatan

telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan

darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah

hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis.diuresis diusahak 2 ml/kgBB/jam.

Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk

pemantauan perjalanan penyakit.

Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian

cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20 – 30 ml/kgBB/jam dan kemudian dievaluasi

setelah 20 – 30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila

nilai hematokrit meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian

cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berati terjadi perdarah

(internal bleeding) maka penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang

sesuai kebutuhan.

Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat cairan

tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10 - 20ml/kgBB

dan dievaluasi setelah 10 - 30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk memantau

kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pemberian koloid dapat

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 12

Page 13: makalah blok 12 DBD dengan shock

ditambah hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB (maksimal 1 - 1,51/hari) dengan sasaran tekanan

vena sentral 15-18 cm H20. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan

koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder.

Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum

teratasi maka dapat diberikan obat inotropik / vasopresor.7

Prognosis

Demam berdarah dengue dapat menjadi fatal bila kebocoran plasma tidak dideteksi lebih

dini. Namun, dengan manajemen medis yang baik yaitu monitoring trombosit dan hematokrit

maka mortalitasnya dapat diturunkan. Jika trombosit <100.000/ul dan hematokrit meningkat

waspadai DSS.

Pencegahan dan Pengendalian

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk

aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa

metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu: 10

a. Lingkungan

Menyingkirkan segala tempat yang berpotensi untuk menjadi tempat genangan air dan dapat

diakses oleh nyamuk Aedes aegypti untuk bertelur.

b. Biologis

Menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan cupang pada kolam atau

menambahkannya dengan bakteri Bt H-14.

c. Kimiawi

Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion yang berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan aides aegypti sampai batas tertentu.

Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti

gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.

Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita sebut dengan istilah 3M plus yaitu dengan

menutup tempat penampungan air, menguras bak mandi dan tempat penampungan air

sekurang-kurangnya seminggu sekali serta menimbun sempah-sampah dan lubang-lubang

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 13

Page 14: makalah blok 12 DBD dengan shock

pohon yang berpotensi sebagai tempat perkembangan jentik-jentik nyamuk. Selain itu juga dapat

dilakukan dengan melakukan tindakan plus seperti memelihara ikan pemakan jentik-jentik

nyamuk, menur larvasida, menggunakan kelambu saat tidur, memesang kasa, menyemprot

dengan insektisida, menggunakan repellent, memesang obat nyamuk, memeriksa jentik nyamuk

secara berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan kondisi setempat.6

Komplikasi

1. Sindrom Syok Dengue

Keadaan ini merupakan keadaan dimana kondisi pasien berkembang kearah syok tiba-

tiba. Keadaan ini menyimpang dimana terjadi selama 2-7 hari. Penyimpangan ini terjadi

pada waktu, atau segera setelah, penurunan suhu antara hari ketiga dan ketujuh sakir.

Terdapat tanda-tanda khas dari gagal sirkulasi, seperti :11

Kulit menjadi dingin

Bintil-bintil

Kongesti sinosispun (sering terjadi, dimana keadaan denyut nadi semakin cepat)

Pada umumnya pasien dapat mengalami letargi, kemudian menjadi gelisah dan dengan

cepat memasuki tahap kritis dari shok.

DSS biasanya ditandai dengan nadi yang semakin cepat dan lemah, tekanan darah turun

(≤ 20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta

gelisah.. Dimana pasien yang shok bila tidak segera ditangani akan dapat berakibat pada

kematian. Biasanya bila tidak ditangani 12-24 jam maka akan menimbulkan kematian.

2. Edema Paru

Edema Paru Kardiogenik adalah edema paru yang disebabkan oleh meningkatnya

tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan vena

pulmonalis. Edema Paru Kardiogenik menunjukkan adanya akumulasi cairan yang

rendah protein di interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik

vena di atrium kiri melebihi keluaran ventrikel kiri.12

3. Ensefalopati Dengue

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 14

Page 15: makalah blok 12 DBD dengan shock

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan

dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.

Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi

penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka

kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah –otak, sementara

sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus

dengue dapat menembus sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati

berhubungan dengan kegagalan hati akut. Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak

danalkalosis, maka bila syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak

mengandung HC03- dan jumlah cairan harus segera dikurangi.12

III. Penutup

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang

termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan

diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.

Terdapat empat serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya

dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan

di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terddapat reaksi silang anatara

serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis, dan West

Nile virus.

Fokus utama pada masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah pencegahan.

Pembenahan kebersihan sekitar lingkungan sekitar kita akan sangat membantu pencegahan

terjadinya Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue. Dengan lingkungan bersih, maka

akan tercipta hidup sehat tanpa adanya penyakit baik DBD ataupun penyakit lainnya.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 15

Page 16: makalah blok 12 DBD dengan shock

IV. Daftar Pustaka

1. Suroso T, Hadinegoro SR, Wuryadi S, Simanjuntak G, Umar Al, Pitoyo PD, dkk.

Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah

Dengue. Jakarta: WHO dan Departemen Kesehatan RI; 2004.

2. Gleadle, Jonathan. Pengambilan Anamnesis. Dalam : At a Glance Anamnesis dan

Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h. 1-17.

3. Satari, Hindra I., Meiliasari,Mila. Demam berdarah. Jakarta: Puspa Swara, 2005.h.28-31.

4. Nadesul, Handrawan. Cara mudah mengalahkan demam berdarah. Jakarta: Penerbit Buku

Kompas; 2007.h.7-8.

5. Bastiansyah, Eko. Panduan lengkap: membaca hasil test kesehatan. Jakarta: Penebar Plus;

2008.h.45-7.

6. Widyastuti, Palupi. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah

dengue:panduan lengkap. Jakarta: EGC; 2005.h.41-5.

7. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam: Sudoyo

AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Edisi ke-5. Jakarta : InternaPublishing; 2009. h. 2773 – 9.

8. Mansjoer Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004. h.428-433

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 16

Page 17: makalah blok 12 DBD dengan shock

9. World Health Organization. Demam berdarah dengue: diangnosis, pengobatan,

pencegahan, dan pengendalian. Jakarta: EGC; 2004. h.101-6.

10. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Pengendalian Vektor. Dalam : Buku Ajar

Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2009. h.275-7.

11. WHO. Diagnosis Klinis. Dalam : Demam Berdarah Dengue. Edisi 2. Jakarta : Penerbit

buku kedokteran EGC. 2005. H. 22-3.

12. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Hipoksia. Dalam : Prinsip-

prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004.

H. 207

13. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Morfologi, Daur Hidup dan Perilaku

Nyamuk. Dalam : Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. h.250.

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 17