Pbl Sp Blok 12 Sp Dbd
-
Upload
zebri-yandi -
Category
Documents
-
view
257 -
download
9
description
Transcript of Pbl Sp Blok 12 Sp Dbd
Dengue Hemorrhagic Fever
Zebriyandi*
10-2010-102
PBL8
14 Agustus 2015
*Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaAlamat Korespondensi :Zebriyandi Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacanajl. Terusan Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510No. telp 021 05694 Email: [email protected]
Pendahuluan
Demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan bukan hanya di
Indonesia tetapi di juga di negara di Asia Tenggara. Selama tiga sampai lima tahun terakhir
jumlah kasus DBD telah meningkat sehingga Asia Tenggara menjadi wilayah hiperendemis1.
Sejak tahun 1956 sampai 1980 di seluruh dunia kasus DBD yang memerlukan rawat inap
mencapai 350 000 kasus per tahun sedang yang meninggal dilaporkan hampir mencapai 12 000
kasus . Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang merupakan anggota genus Flavivirus dari
famili Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus dengue yang disebut DEN-1, DEN-2, dan DEN-3.
Oleh karena ditularkan melalui gigitan artropoda maka virus dengue termasuk arbovirus. Vektor
DBD yang utama adalah nyamuk Aedes aegypti.1
DBD merupakan bentuk berat dari infeksi dengue yang ditandai dengan demam akut,
trombositopenia, netropenia dan perdarahan. Permeabilitas vaskular meningkat yang ditandai
dengan kebocoran plasma ke jaringan interstitiel mengakibatkan hemokonsentrasi, efusi pleura,
hipoalbuminemia dan hiponatremia yang akan menyebabkan syok hipovolemik
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Memperdalam ilmu mengenai infeksi dan sistem imun
2. Memperdalam ilmu mengenai infeksi Demam Berdarah Dengue (DBD)
3. Meningkatkan ilmu mengenai diagnosis, penanganan, serta dan pencegahan penularan
terhadap infeksi Demam Berdarah Dengur (DBD).
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis) atau keluarga pasien atau
dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara
biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit
dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari
masalah yang dikeluhkan oleh pasien.2 Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan
menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut.
1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan
pasien (diagnosis banding)
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko)
4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor
prognostik, termasuk upaya pengobatan)
6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan
diagnosisnya
Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai kemampuan
untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk
mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua
data yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan akurat berhubungan dengan
ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh.
Melalui keluhan pasien yang terdapat pada scenario didapatkan informasi bahwa pasien
tampak sakit sedang dan kesadaran compos mentis. Pasien seoarang anak laki-laki berusia 6
tahum, dibawa ibunya ke IGD RS dengan keluhan panas mendadak sejak 3 hari yang lalu. Pasien
juga sudah berobat ke dokter dan diberi obat panas tetapi demam tetap tidak turun. Suhu 39o C,
tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 110 x/menit, RR 24 x/menit. Pada pemeriksaan fisik didapat
nyeri tekan epigastrium, lidak tampak kering dan putih, dan RL (+).
Pemeriksaan fisik
Penderita yang datang dengan gejala / tanda DBD maka dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
1. Anamnesis (wawancara) dengan penderita atau keluarga penderita tentang keluhan yang
dirasakan, sehubung dengan gejala DBD.
2. Observasi kulit dan konjungtiva untuk mengetahui tanda perdarahan. Observasi kulit
meliputi wajah, lengan, tungkai, dada, perut, dan paha.3
3. Pemeriksaan keadaan umum dan tanda – tanda vital (kesadaran, tekanan darah, nadi, dan
suhu).4
4. Penekanan pada ulu hati (epigastrium). Adanya rasa sakit / nyeri pada ulu hati dapat
disebabkan karena adanya perdarahan di lambung.3
5. Perabaan hati
Hati yang lunak merupakan tanda pasien DBD yang menuju fase kritis.
6. Uji Tourniquet (Rumple Leede)4
Munculnya bintik-bitik merah lebih dari 10 pada luas 2,5x2,5 cm pada lengan bawah bagian
palmar.
Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan laboratorium5
a. Pemeriksaan trombosit
- Semi kuantitatif (tidak langsung)
- Langsung (Rees – Ecker)
- Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi
b. Pemeriksaan hematokrit
Pemeriksaan hematokrit antara lain dengan mikro – hematokrit centrifuge. Nilai normal
hematokrit:
Anak – anak : 33 – 38 vol%
Dewasa laki – laki : 40 – 48 vol%
Dewasa perempuan : 37 – 43 vol%
Untuk puskesmas misalnya yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht, dapat
dipertimbangkan estimasi nilai Ht = 3x kadar Hb.
c. Pemeriksaan kadar hemoglobin6
Pemeriksaan kadar hemoglobin antara lain dengan cara:
- Pemeriksaan kadar Hb dengan menggunakan Kalorimeter foto elektrik (Klett –
Summerson).
- Pemeriksaan kadar hemoglobin metode Sahli
- Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi
Contoh nilai normal hemoglobin (Hb):
Anak – anak : 11,5 – 12,5 gr / 100 ml darah
Pria dewasa : 13 – 16 gr / 100 ml darah
Wanita dewasa : 12 – 14 gr / 100 ml darah
d. Pemeriksaan serologis
Saat ini uji serologis yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue,
yaitu uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) dan ELISA (IgM / IgG).7
Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI)
Uji serologi memakai serum ganda,
- serum diambil pada masa akut
- komvalesen Imun Hemaglutinasi (IH), yaitu pengikatan komplemen (PK)
Tes inhibisi-hemaglutinasi (IH) adalah pemeriksaan yang sederhana, sensitif, dan dapat ulang serta mempunyai keuntungan karena dapat menggunakan reagen yang disiapkan secara lokal. Kerugiannya adalah bahwa sampel sera harus melalui pra-penanganan dahulu dengan aseton atau kaolin, untuk menghilangkan inhibitor non-spesifik hemaglutinasi, dan kemudian diserap dengan sel-sel gender atau sel darah merah manusia golongan O, untuk menghilangkan aglutinin non-spesifik. Tes IH juga biasanya gagal untuk membedakan antara infeksi dengan flavivirus yang sangat berkaitan, misalnya antara virus dengue dan ensefalitis Jepang, atau virus dengue dan West Nile.
uji netralisasi (NT)
uji dengue blot pada IH, PK dan NT dengan mencari kenaikan antibody
sebanyak minimal 2 kali
Uji serologi memakai serum tunggal
- uji dengue blot yang mengukur antibody anti dengue tanpa memandang kelas
antibodinya
- uji IgG dan IgM anti dengue yang mengukur hanya antibody anti dengue dari
kelas IgG dan IgM. Pada uji ini yang dicari ada tidaknya atau titer tertentu
antibody dengue.
Konfirmasi serologi yang pasti (pada uji HI) tergantung pada kenaikan titer yang jelas
(4 kali atau lebih) antibodi spesifik dari sampel serum antara fase akut dan fase
konvalesen.
Pada kasus DBD:
- Titer antibodi HI test pada spesimen akut akan meningkat 4 kali atau lebih pada fase
rekonvalesensi.
- Reaksi HI test dikatakan positif primer bila spesimen akut < 1 / 20 dan akan
meningkat sampai 4 kali atau lebih pada fase rekonvalesensi, akan tetapi titer
rekonvalesensi < 1 / 2560.
- Reaksi HI test dikatakan positif sekunder bila titer antibodi dalam fase akut < 1 / 20
dan meningkat dalam fase rekonvalesensi sampai 1 / 2560 atau lebih, atau dalam fase
akut titer antibodi HI test 1 / 20 atau lebih dan meningkat 4 kali atau lebih pada fase
rekonvalesensi.
B. MAC- ELISA5,6
Dapat digunakan sebagai uji kuantitatif untuk antigen maupun antibody. Antigen
direkatkan pada microplate plastic dan antibody dari serum penderita. Kemudian, ditambahkan
anti human immunoglobulin yang dilabel enzim horseradish peroxidase ke subtract, lalu timbul
perubahan warna. Intensitas warna dibaca dengan spektrofotometer.
Anti-dengue Ig-M yang dapat dideteksi oleh MAC-ELISA (IgM antibody-capture enzyme-
linked immunosorbent assay) tampak pada sebagian pasien dengan infeksi primer saat mereka
masih demam; pada sebagian lain IgM ini tampak dalam 2 – 3 hari penurunan suhu tubuh. Pada
serangkaian pasien dengue (infeksi dipastikan dengan isolasi virus atau serologi serum
berpasangan), 80% menunjukkan kadar antibodi IgM yang dapat terdeteksi pada sakit hari
kelima, dan 99% pada hari kesepuluh.4 Sekali terdeteksi, kadar IgM meningkat dengan cepat dan
tampak memuncak sekitar 2 minggusetelah dideteksi selama 2 – 3 bulan. Keuntungan dari MAC-
ELISA adalah bahwa pemeriksaan ini dapat digunakan tanpa modifikasi untuk mendeteksi IgM
anti-flavivirus pada cairan serebrospinal. Karena IgM biasanya tidak melewati sawar darah-otak,
pendeteksian IgM pada cairan serebrospinal adalah temuan diagnostik bermakna.
Diagnosa
A. Working Diagnosis
Diagnosis demam berdarah biasa dilakukan secara klinis. Penyakit ini ditunjukkan melalui
munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot
(myalgias dan arthralgias) dan ruam. Ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang
dan biasanya mucul dulu pada bagian bawah badan pada beberapa pasien, ia menyebar hingga
menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi
sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare.5
Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak demam
yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Gejala klinis demam berdarah menunjukkan
demam yang lebih tinggi, pendarahan, trombositopenia dan hemokonsentrasi . Sejumlah kecil
kasus bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat kematian tinggi.
Pada bayi dan anak-anak kecil biasanya berupa demam disertai Ruam-ruam
makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam
ringan atau demam tinggi (>39 derajat C) yang tiba-tiba dan berlangsung selama 2 - 7 hari,
disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah dan ruam-
ruam. Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang kadang disertai bintik-bintik
perdarahan di farings dan konjungtiva.6
Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk
kanan dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40-410C dan terjadi kejang
demam pada bayi. Perlu diperhatikan bahwa terjangkitnya Demam Berdarah Dengue tidak selalu
ditandai dengan munculnya bintik-bintik merah pada kulit. Mendiagnosis secara dini dapat
mengurangi resiko kematian daripada menunggu akut.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tukang belakang, dan persaaan lelah.
Demam berdarah dengue (DBD). Berdasarkan criteria WHO tahun 1997 diagnosis
ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:1,3
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal 1 dari manisvestasi pendarahan berikut:
- Uji bending positif
- Petekie, ekimosis, purpura.
- Perdarahan mukosa ( tersering epitaksis, atau pendarahan gusi), pendarahan dari tempat
lain
- Hematemesis atau melena
Trombositoprenia (jumlah trombosit < 100.000/mikroliter)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan niali
hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa, perbedaan utama antara DD dan DBD adalah pada
DBD ditemukan adanya kebocoran plasma. Selain itu perbedaan yang paling utama adalah pada
demam dengue tidak ditemukan manifestasi perdarahan pada pasien. Pada kulit pasien dengan
demam dengue hanya tampak ruam kemerahan saja sementara pada pasien demam berdarah
dengue akan tampak bintik bintik perdarahan. Selain perdarahan pada kulit, penderita demam
berdarah dengue juga dapat mengalami perdarahan dari gusi, hidung, usus dan lain lain
B. Differential Diagnosis
1. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit
kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam; ruam
demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang, patekial dan biasanya muncul
dulu pada bagian bawah badan-pada beberapa pasien, ia menyebar hingga
menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan
kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare, pilek ringan disertai
batuk-batuk. Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari
dengan puncak demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam.
2. Demam Dengue (DD)
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan atau lebih
manifestasi klisis sebagai berikut;
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia/artaglia
Ruam kulit
Manifestasi pendarahan (petekie atau uji bending positif)
Leukopenia. Dan pemeriksaan serologo dengue positif; atau ditemukan pasien
DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
3. Demam Tifoid
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa
dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, neri
otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut,
batuk, dan epitaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh
meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore
hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa
demam, bradikardia relative, lidah yang berselaput, hepatomegali, splenomegali,
meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau
psikosis. Roseole jarang terjadi pada orang Indonesia.
4. Malaria
Malaria mempunyai gambaran karateristik demam periodic, anemia dan
splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan
prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit
kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam
ringan anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin.
Gejala yang klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria” secara berurutan: periode dingin
(15-60 menit): mulai menggigil, diikuti dengan periode panas: penderita muka
merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa jam, diikuti dengan
keadaan berkeringat; kemudian periode berkeringat: penderita berkeringat banyak
dan temperature turun, dan penderita merasa sehat. Anemia dan splenomegali juga
merupakan gejala yang sering dijumpai pada malaria.
5. Chikungunya7,8
Chikungunya adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti. Penyakit ini terdapat di daerah tropis, khususnya di perkotaan wilayah Asia,
India, dan Afrika Timur. Masa inkubasi diantara 2-4 hari dan bersifat self-limiting
dengan gejala akut (demam onset mendadak (>40°C,104°F), sakit kepala, nyeri
sendi (sendi-sendi dari ekstrimitas menjadi bengkak dan nyeri bila diraba, mual,
muntah,, nyeri abdomen, sakit tenggorokan, limfadenopati, malaise, kadang timbul
ruam, perdarahan juga jarang terjadi) berlangsung 3-10 hari. Gejala diare,
perdarahan saluran cerna, refleks abnormal, syok dan koma tidak ditemukan pada
chikungunya. Sisa arthralgia suatu problem untuk beberapa minggu hingga beberapa
bulan setelah fase akut. Kejang demam bisa terjadi pada anak. Belum ada terapi
spesifik yang tersedia, pengobatan bersifat suportif untuk demam dan nyeri
(analgesik dan antikonvulsan).
Etiologi7
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat empat serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan
di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terddapat reaksi silang anatara
serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis, dan West
Nile virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan
antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada antropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan
Toxorhynchites.
Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di seluruh dunia di daerah tropis dan subtropics,
khususnya di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Karibia. Perang dunia II menimbulkan
penyebaran dengue dan Asia Tenggara ke Jepang dan kepulauan Pasifik.
Selama 20 tahun terakhir, endemic dengue telah menimbulkan masalah di Amerika. Pada
tahun 1995, lebih dari 200.000 kasus demam dengue dan lebih dari 5.500 kasus demam berdarah
dengue terjadi di Amerika selatan dan tengah. Diperkirakan sekitar 50 juta atau lebih kasus
dengue terjadi setiap tahun di seluruh dunia dengan 400.000 kasus demam berdarah dengue.
Kasus demam berdarah dengue merupakan penyebab utama kematian pada anak di beberapa
negara di Asia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh tanah air. Pada tahun
1989-1995, insiden DBD di Indonesia antara 6-15 per 100.000 penduduk , dan pernah meningkat
tajam saat keadaan luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan
mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Pada komunitas urban, epidemic dengue bersifat eksplosif dan melibatkan populasi
dalam jumlah yang cukup banyak. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk
genus Aedes, terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Epidemi dengue umumnya dimulai
pada musim hujan ketika terdapat banyak vector. Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina.
Beberapa factor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus dengue, yaitu:7
1. Vektor
Meliputi perkembangbiakan vector, kebiasaan menggiti, kepadatan vector di lingkungan,
dan transpotasi vector dari satu tempat ke tempat lain.
2. Host
Meliputi terdapatnya penderita di lingkungan, atau keluarga mobilisasai dan pemaparan
terhadap vector, usia, dan jenis kelamin.
3. Lingkungan
Meliputi curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.
Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil dari nyamuk Culex quinquefasciatus,
mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih, terutama pada kakinya. Morfologinya
khas, yaitu memiliki gambaran lira atau harpa (lyra-form) yang putih pada punggungnya
(mesonotum). Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan menyerupai
gambaran kain kasa. Larva Aedes aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang
berduri lateral.
Nyamuk betina meletakan telurnya di dinding tempat perindukannya 1-2cm di atas
permukaan air.Seekor nyamuk betina dapat meletakan rata-rata 100 butir telur setiap kali
bertelur. Setelah kira-kira 2 hari, telur menetas menjadi larva, lalu mengadakan pengelupasan
kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi dewasa.Pertumbuhan dari
telur hingga menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari.13
Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat-tempat yang berisi air bersih yang
berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari
rumah penduduk. Tempat perindukan tersebut berupa tempat perindukan buatan manusia, seperti
tempayan atau gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, pot bunga, kaleng, botol,
drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah atau di kebun yang berisi air hujan, juga
tempat perindukan alamiah sepeti kelopak daun tanaman, tempurung kelapa, tonggak bamboo
dan lubang pohon yang berisi air hujan. Di tempat perindukan Aedes aegypti sering ditemukan
larva Aedes albopictus yang hidup bersama-sama.
Nyamuk Aede betina menghisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik di
luar maupun di dalam rumah.Penghisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua
puncak waktu, yaitu setelah matahari terbit (8.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00-
17.00). Tempat istirahat Aedes aegypti berupa semak-semak atau tanaman rendah, dan juga
berupa benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian. Umur nyamuk dewasa
betina di alam bebas kira-kira 10 hari. Walaupun berumur pedek yaitu kira-kira 10 hari, Aedes
aegypti dapat menularkan virus dengue yang masa inkubasinya antara 3-10 hari.
Aedes aegypti tersebar luas diseluruh Indonesia. Walaupun spesies ini ditemukan di kota-
kota pelabuhan yang oenduduknya padat, nyamuk ini juga ditemukan di pedesaan. Penyebaran
Aedes aegypti dari pelabuhan ke desa disebabkan larva Aedes aegypti terbawa melalui
transportasi.
Vektor potensial penyebaran demam berdarah dengue selain Aedes aegypti adalah Aedes
albopictus. Spesies ini tersebar luas diseluruh kepulauan Indonesia. Spesies ini sepintas tampak
seperti Aedes aegypti yaitu mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih, tetapi pada
mesonotumnya terdapat garis tebal putih vertical. Walaupun kadang-kadang larva Aedes
albopictus sering ditemukan hidup bersama dalam satu tempat dengan tempat perindukan larva
Aedes aegypti, namun larva Aedes albopivtus ini lebih menyukai tempat-tempat perindukan
alamiah (plant containers) seperti kelopak daun, tonggak bamboo, dan tempurung kelapa yang
mengandung air hujan. Perilaku nyamuk Aedes albopictus boleh dikatakan sama dengan Aedes
aegypti meskipun nyamuk Aedes albopictus lebih senang beristirahat di luar rumah
Patofisiologi
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan
dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.3,7
Respons imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah: a) respons
humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis
yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi
virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enchancement
(ADE); b) limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imum
seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon
gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH-2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c)
monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun,
proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh
makrofag; d) selain itu, aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya
C3a dan C5a.
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang
menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang
berbededa. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi sehingga mengakibatkan
konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain;
menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis
kompleks virus antibodi non netralisasi shingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi
makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksik sehingga
diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet activating
factor), IL-6, dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi
kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi kompleks virus-antibodi
yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1) supresi sumsum
tulang dan 2) destruksi dan pemendekan massa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada
fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposelular dan supresi megakariosit. Setelah
keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk
megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru
menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai
mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui
peningkatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme
gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan
petanda degranulasi trombosit.
Koagulapati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan
disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada
demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue
terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik *tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan
melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex).
Manifestasi Klinik
Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang ringan, sedang seperti DD, sampai ke DBD
dengan manifestasi demam akutperdarahan, serta kecenderungan terjadi renjatan yang dapat
berakibat fatal. Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.7
Pada DD terdapat peningkatan suhu secara tiba-tiba, disertai sakit kepala, nyeri yang hebat pada
otot dan tulang, mual, kadang muntah, dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau
berpusat pada supraorbital atau retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila tendon
dan otot perut ditekan. Pada mata dapat ditemukan pembengkakan, injeksi konjungtiva,
lakrimasi, dan fotofobia. Otot-otot sekitar mata terasa pegal. Eksantem dapat muncul pada awal
demam yang terlihat jelas di muka dan dada, berlangsung beberapa jam lalu akan muncul
kembali pada hari ke 3-6 berupa bercak petekie di lengan dan kaki lalu ke seluruh tubuh. Pada
saat suhu turun ke normal, ruam berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa
gatal. Pada sebagian pasien dapat ditemukan kurva suhu yang bifasik. Dalam pemeriksaan fisik
pasien DD hampir tidak ditemukan kelainan. Nadi pasien mula-mula cepat kemudian menjadi
normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap beberapa hari dalam
masa penyembuhan. Dapat ditemukan lidah kotor dan kesulitan buang air besar. Pada pasien
DBD dapat terjadi gejala perdarahan pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekie, purpura, ekimosis,
hematemesis, melena, dan epitaksis. Hati umumnya membesar dan terdapat nyeri tekan yang
tidak sesuai dengan beratnya penyakit. Pada pasien DSS, gejala renjatan ditandai dengan kulit
yang terasa lembab dan dingin, sianosis perifer yang terutama tampak pada ujung hidung, jari-
jari tangan dan kaki, serta dijumpai penurunan tekanan darah. Renjatan biasanya terjadi pada
waktu demam atau saat demam turun antara hari ke-3 dan hari ke-7.
Penatalaksanaan
Pada seminar ini akan dibahas penatalaksanaan : 1) kasus DBD yang memungkinkan untuk
berobat jalan, 2) kasus DBD derajat I & II, 3) kasus DBD derajat III & IV, dan 4) kasus DBD
dengan penyulit.
1. Kasus DBD yang diperkenankan berobat jalan
Bila penderita hanya mengeluh panas, tetapi keingingan makan dan minum masih baik.
Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak diperkenankan memberikan obat panas
paracetamol 10 – 15 mg/kg BB setiap 3-4 jam diulang jika simptom panas masih nyata diatas
38,5 0C. Obat panas salisilat tidak dianjurkan karena mempunyai resiko terjadinya penyulit
perdarahan dan asidosis. Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini adalah kasus
DBD yang menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa menunjukkan
penyulit lainnya.
Apabila penderita DBD ini menunjukkan manifestasi penyulit hipertermi dan konvulsi
sebaiknya kasus ini dianjurkan di rawat inap.10
2. Kasus DBD derajat I & II
Pada hari ke 3, 4, dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini mempunyai
resiko terjadinya syok. Untuk mengantisipasi kejadian syok tersebut, penderita disarankan
diinfus cairan kristaloid dengan tetesan berdasarkan tatanan 7, 5, 3.
Pada saat fase panas penderita dianjurkan banyak minum air buah atau oralit yang biasa
dipakai untuk mengatasi diare. Apabila hematokrit meningkat lebih dari 20% dari harga
normal, merupakan indikator adanya kebocoran plasma dan ssebaiknya penderita dirawat di
ruang observasi di pusat rehidrasi selama kurun waktu 12-24 jam.
Penderita DBD yang gelisah dengan ujung ekstremitas yang teraba dingin, nyeri perut
dan produksi air kemih yang kurang sebaiknya dianjurkan rawat inap. Penderita dengan
tanda-tanda perdarahan dan hematokrit yang tinggi harus dirawat di rumah sakit untuk segera
memperoleh cairan pengganti.
Volume dan macam cairan pengganti penderita DBD sama dengan seperti yang
digunakan pada kasus diare dengan dehidrasi sedang (6-10% kekurangan cairan) tetapi
tetesan harus hati-hati. Kebutuhan cairan sebaiknya diberikan kembali dalam waktu 203 jam
pertama dan selanjutnya tetesan diatur kembali dalam waktu 24-48 jam saat kebocoran
plasma terjadi. Pemeriksaan hematokrit ecara seri ditentukan setiap 4-6 jam dan mencatat
data vital dianjurkan setiap saat untuk menentukan atau mengatur agar memperoleh jumlah
cairan pengganti yang cukup dan cegah pemberian transfusi berulang. Perhitungan secara
kasar sebagai berikut :
(ml/jam) = ( tetesan / menit ) x 3
Jumlah cairan yang dibutuhkan adalah volume minimal cairan pengganti yang cukup
untuk mempertahankan sirkulasi secara efektif selama periode kebocoran (24-48 jam),
pemberian cairan yang berlebihan akan menyebabkan kegagalan faal pernafasan (efusi pleura
dan asites), menumpuknya cairan dalam jaringan paru yang berakhir dengan edema.
Jenis Cairan
(1) Kristaloid
Ringer Laktat
5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Laktat
5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Ashering
5% Dekstrose di dalam larutan setengah normal garam fisiologi (faali), dan
5% Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologi (faali)
(2) Koloidal
Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dekstran 40)
Plasma
Kebutuhan Cairan
Tabel 1. Kebutuhan cairan untuk dehidrasi sedang
Berat waktu masuk (kg) Jumlah cairan ml/kg BB per hari
< 7 220
7 – 11 165
12 – 18 132
> 18 88
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan
pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat hemokonsentrasi yang terjadi.
Pada anak yang gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal anak umur
yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungkan dari tabel berikut.11
Tabel 2. Kebutuhan cairan rumatan
Berat badan (kg) Jumlah cairan (ml)
10 100 per kg BB
10 – 20 1000 + 50 x kg (diatas 10 kg)
> 20 1500 + 20 x kg (diatas 20 kg)
3. Kasus DBD derajat III & IV
“Dengue Shock Syndrome” (sindrome renjatan dengue) termasuk kasus kegawatan yang
membutuhkan penanganan secara cepat dan perlu memperoleh cairan pengganti secara cepat.
Biasanya dijumpai kelaian asam basa dan elektrolit (hiponatremi). Dalam hal ini perlu
dipikirkan kemungkinan dapat terjadi DIC. Terkumpulnya asam dalam darah mendorong
terjadinya DIC yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan hebat dan renjatan yang
sukar diatasi.
Penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan larutan gaam isotonik (Ringer
Laktat, 5% Dekstrose dalam larutan Ringer Laktat atau 5% Dekstrose dalam larutan Ringer
Asetat dan larutan normal garam faali) dengan jumlah 10-20 ml/kg/1 jam atau pada kasus
yang sangat berat (derajat IV) dapat diberikan bolus 10 ml/kg (1 atau 2x).
Jika syok berlangsung terus dengan hematokrit yang tinggi, larutan koloidal (dekstran
dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal garam faal atau plasma) dapat
diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam.
Selanjutnya pemberian cairan infus dilanjutkan dengan tetesan yang diatur sesuai dengan
plasma yang hilang dan sebagai petunjuk digunakan harga hematokrit dan tanda-tanda vital
yang ditemukan selama kurun waktu 24-48 jam. Pemasangan cetral venous pressure dan
kateter urinal penting untuk penatalaksanaan penderita DBD yang sangat berat dan sukar
diatasi. Cairan koloidal diindikasikan pada kasus dengan kebocoran plasma yang banyak
sekali yang telah memperoleh cairan kristaloid yang cukup banyak.
Pada kasus bayi, dianjurkan 5% dekstrose di dalam setengah larutan normal garam faali
(5% dekstrose ½NSS) dipakai pada awal memperbaiki keadaan penderita dan 5% dekstrose
di dalam 1/3 larutan normal garam faali boleh diberikan pada bayi dibawah 1 tahun, jika
kadar natrium dalam darah normal. Infus dapat dihentikan bila hematokrit turun sampai 40%
dengan tanda vital stabil dan normal. Produksi urine baik merupakan indikasi sirkulasi dalam
ginjal cukup baik. Nafsu makan yang meningkat menjadi normal dan produksi urine yang
cukup merupakan tanda penyembuhan.
Pada umumnya 48 jam sesudah terjadi kebocoran atau renjatan tidak lagi membutuhkan
cairan. Reabsorbsi plasma yang telah keluar dari pembuluh darah membutuhkan waktu 1-2
hari sesudahnya. Jika pemberian cairan berkelebihan dapat terjadi hipervolemi, kegagalan
faal jantung dan edema baru. Dalam hal ini hematokrit yang menurun pada saat reabsorbsi
jangan diintepretasikan sebagai perdarahan dalam organ. Pada fase reabsorbsi ini tekanan
nadi kuat (20 mmHg) dan produksi urine cukup dengan tanda-tanda vital yang baik.
Koreksi Elektrolit dan Kelainan Metabolik
Pada kasus yang berat, hiponatremia dan asidosis metabolik sering dijumpai, oleh karena
itu kadar elektrolit dan gas dalam darah sebaiknya ditentukan secara teratur terutama pada
kasus dengan renjatan yang berulang. Kadar kalium dalam serum kasus yang berat biasanya
rendah, terutama kasus yang memperoleh plasma dan darah yang cukup banyak. Kadanga-
kadang terjadi hipoglemia.
Obat Penenang
Pada beberapa kasus obat penenang memang dibutuhkan terutama pada kasus yang
sangat gelisah. Obat yang hepatotoksik sebaiknya dihindarkan, chloral hidrat oral atau rektal
dianjurkan dengan dosis 12,5-50 mg/kg (tetapi jangan lebih dari 1 jam) digunakan sebagai
satu macam obat hipnotik. Di RSUD Dr. Soetomo digunakan valium 0,3 – 0,5 mg/kg/BB/1
kali (bila tidak terjadi gangguan pernapasan) atau Largactil 1 mg/kgBB/kali.
Terapi Oksigen
Semua penderita dengan renjatan sebaiknya diberikan oksigen
Transfusi Darah
Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis dan melena
diindikasikan untuk memperoleh transfusi darah. Darah segar sangat berguna untuk
mengganti volume masa sel darah merah agar menjadi normal.
Kelainan Ginjal
Dalam keadaan syok, harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskular telah
benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/kgBB/jam
sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furasemid 1
mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum
dan kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga
belum dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous pressure) perlu
dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya.
Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk
menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah:
Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit atau lebih
sering, sampai syok dapat teratasi.
Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis pasien stabil
Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan
tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.
Jumlah dan frekuensi diuresis.
Kriteria Memulangkan Pasien
Pasien dapat dipulangkan, apabila:
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
Nafsu makan membaik
Tampak perbaikan secara klinis
Hematokrit stabil
Tiga hari setelah syok teratasi
Jumlah trombosit > 50.000/μl
Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
Ruang Khusus Gawat Darurat Penderita DBD
Untuk mencapai pelayanan yang lebih baik, penderita DBD sebaiknya diletakkan di ruang
kegaatan yang dilengkapi sarana mencegah penularan penyakit DBD di rumah sakit.
Paramedis dan orang tua diharapkan dapat membantu pemberian cairan per oral dan
mengamati cairan yang diberikan melalui infus dan keadaan umum penderita.
Prognosis
Demam berdarah dengue dapat menjadi fatal bila kebocoran plasma tidak dideteksi lebih
dini. Namun, dengan manajemen medis yang baik yaitu monitoring trombosit dan hematokrit
maka mortalitasnya dapat diturunkan. Jika trombosit <100.000/ul dan hematokrit meningkat
waspadai DSS.
Pencegahan dan Pengendalian
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk
aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu: 10
a. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan modifikasi dan
manipulasi tempat perkembangbiakan nyamuk, yaitu sebagai berikut :
1) Modifikasi Lingkungan
Perbaikan Persediaan Air
Jika persediaan air berpipa tidak adekuat dan hanya keluar pada jam-jam
tertentu atau tekanan airnya rendah, ada anjuran untuk menyimpan air dalam
berbagai jenis wadah. Hal ini akhirnya akan memperbanyak tempat
perkembangbiakan nyamuk Ae. aegypti. Sebagian besar wadah yang digunakan
memiliki ukuran yang besar dan berat (misal : gentong air) dan tidak mudah
untuk dibuang atau dibersihkan. Di daerah pedesaan, sumur tidak terpakai dan
tidak tercemar akan menjadi tempat perkembangbiakan Ae. aegypti. Dengan
demikian, sangatlah penting apabila persediaan air minum dialirkan dalam
jumlah, mutu, dan konsistensi yang layak untuk mengurangi keharusan dan
penggunaan wadah penyimpanan air yang dapat berfungsi sebagai habitat larva
yang paling produktif.
Tangki atau Reservoir diatas atau bawah Tanah Anti-Nyamuk
Jika habitat larva juga mencakup tanki atau bangunan pelindung jaringan pipa
air, bangunan atau benda tersebut harus anti-nyamuk. Demikian pula, sumur
atau tanki penyimpanan di bawah harus memiliki struktur yang anti-nyamuk.
2) Manipulasi Lingkungan
Drainase Instalasi persediaan Air
Tumpah atau bocornya air dalam bangunan pelindung, dari pipa distribusi,
katup air, pintu air, hidran kebakaran, meteran air, dsb., menyebabkan air
menggenang dan dapat menjadi habitat yang penting untuk larva Ae. aegypti
jika tindakan pencegahan tidak dilakukan.
Penyimpanan Air Rumah Tangga
Sumber utama perkembangbiakan Ae. aegypti sebagian besar daerah perkotaan
di Asia Tenggara adalah wadah penyimpanan air untuk kebutuhan rumah
tangga yang mencakup gentong air untuk kebutuhan rumah tangga yang
mencakup gentong air dari tanha liat, keramik serta teko semen yang dapat
menampung 200 liter air, drum logam berkapasitas 210 liter (50 galon), dan
wadah yang berukuran lebih kecil untuk menampung air bersih atau air hujan.
Wadah penyimpan air harus ditutup dengan tutup yang pas dan rapat yang
harus ditempatkan kembali dengan benar setelah mengambil air. Salah satu
mengenai keefektifan metode tersebut baru-baru ini diperlihatkan di Thailand.
Bagian Luar Bangunan
Desain bangunan penting untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk Aedes.
Pipa aliran dari talang atap sering tersumbat dan menjadi lokasi
perkembangbiakan nyamuk Aedes. Dengan demikian perlu dilakukan
pemeriksaan berkala terhadap bangunan selama musim hujan untuk
menemukan lokasi potensial perkembangbiakan.
Pembuangan Sampah Padat
Sampah padat, seperti kaleng, botol, ember, atau benda tak terpakai lainnya
yang berserakan di sekelilimg rumah harus dibuang dan dikubur di tempat
penimbunan sampah. Barang-barang pabrik dan gudang yang tak terpakai
harus disimpan dengan benar sampai saatnya dibuang. Peralatan rumah tangga
dan kebun (ember, mangkuk, dan alat penyiram tanaman) harus disimpan
dalam kondisi terbalik untuk mencegah tergenang air hujan. Demikian pula,
kano dan perahu harus diletakkan terbalik jika tidak digunakan. Sampah
tanaman (batok kelapa, pelepah kakao) harus dibuang dengan benar tanpa
meunda-nunda.
b. Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan nyamuk dan jentiknya
dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti memelihara ikan cupang pada kolam
atau menambahkannya dengan bakteri Bt H-14.
c. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta pembasmian nyamuk serta
jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain
dengan:
Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion yang berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan aides aegypti sampai batas tertentu.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti
gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.
Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita sebut dengan istilah 3M plus yaitu dengan
menutup tempat penampungan air, menguras bak mandi dan tempat penampungan air sekurang-
kurangnya seminggu sekali serta menimbun sempah-sampah dan lubang-lubang pohon yang
berpotensi sebagai tempat perkembangan jentik-jentik nyamuk. Selain itu juga dapat dilakukan
dengan melakukan tindakan plus seperti memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk, menur
larvasida, menggunakan kelambu saat tidur, memesang kasa, menyemprot dengan insektisida,
menggunakan repellent, memesang obat nyamuk, memeriksa jentik nyamuk secara berkala serta
tindakan lain yang sesuai dengan kondisi setempat.6
Pengendalian Vektor
Pemberantasan sarang nyamuk, merupakan tindakan upaya untuk mengendalikan vektor
dari penyakit demam berdarah dengue, yaitu nyamuk aedes aegypti. Untuk memutus mata rantai
perkembangan nyamuk tersebut, maka dapat dilakukan berbagai cara. Tindakan tersebut terdiri
atas beberapa kegiatan antara lain:
a. 3 M
3M adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan menghindari
gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara:
1. Menguras
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, ember, vas bunga,
tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali.
2. Menutup
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum, dan lain-lain.
3. Mengubur
Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah yang dapat menampung
air hujan.
b. Memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk
c. Cegah gigitan nyamuk dengan cara:
1. Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit air
dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosoid 2-3 bulan sekali dengan
takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram Altosoid untuk 100 liter air.Abate
dapat di peroleh/dibeli di Puskesmas atau di apotik.
2. Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
3. Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
4. Memasang kawat kasa dijendela dan di ventilasi
5. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
6. Gunakan sarung klambu waktu tidur.
Komplikasi
1. Sindrom Syok Dengue
Keadaan ini merupakan keadaan dimana kondisi pasien berkembang kearah syok tiba-
tiba. Keadaan ini menyimpang dimana terjadi selama 2-7 hari. Penyimpangan ini terjadi
pada waktu, atau segera setelah, penurunan suhu antara hari ketiga dan ketujuh sakir.
Terdapat tanda-tanda khas dari gagal sirkulasi, seperti :11
Kulit menjadi dingin
Bintil-bintil
Kongesti sinosispun (sering terjadi, dimana keadaan denyut nadi semakin cepat)
Pada umumnya pasien dapat mengalami letargi, kemudian menjadi gelisah dan dengan
cepat memasuki tahap kritis dari shok.
DSS biasanya ditandai dengan nadi yang semakin cepat dan lemah, tekanan darah turun
(≤ 20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta
gelisah.. Dimana pasien yang shok bila tidak segera ditangani akan dapat berakibat pada
kematian. Biasanya bila tidak ditangani 12-24 jam maka akan menimbulkan kematian.
2. Edema Paru12
Edema Paru Kardiogenik adalah edema paru yang disebabkan oleh meningkatnya
tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan vena
pulmonalis. Edema Paru Kardiogenik menunjukkan adanya akumulasi cairan yang
rendah protein di interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik
vena di atrium kiri melebihi keluaran ventrikel kiri.
Penutup
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat empat serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan
di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terddapat reaksi silang anatara
serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis, dan West
Nile virus.13
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan
antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada antropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan
Toxorhynchites.
Fokus utama pada masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah pencegahan.
Pembenahan kebersihan sekitar lingkungan sekitar kita akan sangat membantu pencegahan
terjadinya Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue. Dengan lingkungan bersih, maka
akan tercipta hidup sehat tanpa adanya penyakit baik DBD ataupun penyakit lainnya.
Daftar Pustaka
1. Suroso T, Hadinegoro SR, Wuryadi S, Simanjuntak G, Umar Al, Pitoyo PD, dkk.
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah
Dengue. Jakarta: WHO dan Departemen Kesehatan RI; 2001.
2. Gleadle, Jonathan. Pengambilan Anamnesis. Dalam : At a Glance Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h. 1-17.
3. Satari, Hindra I., Meiliasari,Mila. Demam berdarah. Jakarta: Puspa Swara, 2004.h.28-31.
4. Nadesul, Handrawan. Cara mudah mengalahkan demam berdarah. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas; 2007.h.7-8.
5. Bastiansyah, Eko. Panduan lengkap: membaca hasil test kesehatan. Jakarta: Penebar Plus;
2008.h.45-7.
6. Widyastuti, Palupi. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah
dengue:panduan lengkap. Jakarta: EGC; 2005.h.41-5.
7. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-5. Jakarta : InternaPublishing; 2009. h. 2773 – 9.
8. Mansjoer Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001. h.428-433
9. World Health Organization. Demam berdarah dengue: diangnosis, pengobatan,
pencegahan, dan pengendalian. Jakarta: EGC; 2001. h.101-6.
10. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Pengendalian Vektor. Dalam : Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2009. h.275-7.
11. WHO. Diagnosis Klinis. Dalam : Demam Berdarah Dengue. Edisi 2. Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC. 2003. H. 22-3.
12. Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Hipoksia. Dalam : Prinsip-
prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002.
H. 207
13. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Morfologi, Daur Hidup dan Perilaku
Nyamuk. Dalam : Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. h.250.