Shock - Paskal

29
Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P SYNCOPE DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI Istilah “syncope” berasal dari bahasa Yunani yang berarti "untuk memotong pendek"atau"mengganggu "; dalam dunia medis kini, "sinkop" menunjukkan jenis tertentu dari "gangguan" dengan ciri: 1. Kehilangan kesadaran bersifat sementara 2. Pemulihan terjadi secara spontan, cepat, dan lengkap 3. Penyebabnya adalah kurangnya pasokan darah ke otak 1 . Penyebab tersering adalah terjadinya penurunan tekanan arteri sistemik di luar kemampuan autoregulasi serebrovaskular. Diperkirakan sepertiga dari orang dewasa pernah mengalami paling sedikit sekali episode sinkop selama hidupnya. Kejadian sinkop pada populasi umum, digambarkan pada studi Framingham dalam survailans selama 26 tahun, adalah 3 % pada laki-laki dan 3,5% pada perempuan. ETIOPATOFISIOLOGI DAN KLASIFIKASI Dalam praktek klinis, pasien yang datang dengan mengeluhkan kejadian kehilangan kesadaran sementara (Transient Loss of Consciousness / TLOC) menggambarkan gejala mereka dengan kata-kata seperti "jatuh," atau "pingsan". Dalam hal ini diagnosa"sinkop" hanyalah satu kemungkinan saja; berbagai penyebab potensial lain untuk TLOC harus dipertimbangkan(non-sinkop). Dengan demikian, epilepsi, gegar otak, gangguan metabolisme, intoksikasi, dan "pseudo-sinkop" (misalnya, psikogenik pseudo-sinkop, cataplexy) semuanya mesti dipertimbangkan; masing- masing penyakit tersebut berbeda dari syncope dalam hal patofisiologi maupun pengobatan. KLASIFIKASI SYNCOPE Klasifikasi syncope terkait dengan etiologi dan patofisiologinya, dan secara garis besar terbagi menjadi: 1. NEURALLY-MEDIATED (REFLEX) SYNCOPE / NMS Berhubungan dengan reflex alami tubuh manusia, yang bila dipicu, menimbulkan vasodilatasi dan bradikardi, yang kemudian menyebabkan hipotensi sistemik dan hipoperfusi serebral. Peristiwa yang memicu sangat bervariasi dari waktu ke waktu dan antar individu. Berdasarkan pemicu dan patofisiologinya, NMS dapat dibagi lagi menjadi : a. Classic vasovagal syncope; yang dimediasi oleh emosi dan stress ortostatik dan biasanya dapat didiagnosis dengan anamnesis yang baik.

Transcript of Shock - Paskal

Page 1: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

SYNCOPE

DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI Istilah “syncope” berasal dari bahasa Yunani yang berarti "untuk memotong

pendek"atau"mengganggu "; dalam dunia medis kini, "sinkop" menunjukkan jenis tertentu

dari "gangguan" dengan ciri:

1. Kehilangan kesadaran bersifat sementara

2. Pemulihan terjadi secara spontan, cepat, dan lengkap

3. Penyebabnya adalah kurangnya pasokan darah ke otak1.

Penyebab tersering adalah terjadinya penurunan tekanan arteri sistemik di luar

kemampuan autoregulasi serebrovaskular. Diperkirakan sepertiga dari orang dewasa

pernah mengalami paling sedikit sekali episode sinkop selama hidupnya. Kejadian sinkop

pada populasi umum, digambarkan pada studi Framingham dalam survailans selama 26

tahun, adalah 3 % pada laki-laki dan 3,5% pada perempuan.

ETIOPATOFISIOLOGI DAN KLASIFIKASI Dalam praktek klinis, pasien yang datang dengan mengeluhkan kejadian kehilangan

kesadaran sementara (Transient Loss of Consciousness / TLOC) menggambarkan gejala

mereka dengan kata-kata seperti "jatuh," atau "pingsan". Dalam hal ini diagnosa"sinkop"

hanyalah satu kemungkinan saja; berbagai penyebab potensial lain untuk TLOC harus

dipertimbangkan(non-sinkop). Dengan demikian, epilepsi, gegar otak, gangguan

metabolisme, intoksikasi, dan "pseudo-sinkop" (misalnya, psikogenik pseudo-sinkop,

cataplexy) semuanya mesti dipertimbangkan; masing- masing penyakit tersebut berbeda

dari syncope dalam hal patofisiologi maupun pengobatan.

KLASIFIKASI SYNCOPE Klasifikasi syncope terkait dengan etiologi dan patofisiologinya, dan secara garis besar

terbagi menjadi:

1. NEURALLY-MEDIATED (REFLEX) SYNCOPE / NMS Berhubungan dengan reflex alami tubuh manusia, yang bila dipicu, menimbulkan

vasodilatasi dan bradikardi, yang kemudian menyebabkan hipotensi sistemik dan

hipoperfusi serebral. Peristiwa yang memicu sangat bervariasi dari waktu ke waktu dan

antar individu. Berdasarkan pemicu dan patofisiologinya, NMS dapat dibagi lagi menjadi :

a. Classic vasovagal syncope; yang dimediasi oleh emosi dan stress ortostatik dan biasanya

dapat didiagnosis dengan anamnesis yang baik.

Page 2: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

b. Carotid sinus syncope; biasanya terjadi akibat manipulasi dari sinus karotis secara tidak

sengaja, dan yang dapat direproduksi dengan pemijatan sinus karotis kembali.

c. Situtional syncope; merupakan NMS yang terjadi pada keadaan tertentu (misalnya,

berkemih, batuk, buang air, dll).

Namun seringkali, NMS memiliki presentasi klinis yang 'non-klasik', dan biasanya

didiagnosis setelah mengeksklusi tipe sinkop lain dan berespon positif terhadap tilt-testing

dan pemijatan sinus karotis.

2. ORTHOSTATIC HIPOTENSION (OH) Mengacu pada sinkop yang terjadi saat posisi tegak lurus (paling sering terjadi setelah

gerakan dari duduk atau berbaring ke posisi tegak) yang menyebabkan hipotensi arteri. Ini

terjadi karena dua hal. Pertama karena sistem saraf otonom gagal untuk merespon

perubahan yang terjadi saat posisi tegak. Kedua adalah deplesi volume, di mana sistem

otonom sendiri berfungsi baik, namun tetap tidak dapat menjaga tekanan darah akibat

penurunan volume sirkulasi. Penting untuk diingat bahwa vasovagal sinkop juga dapat

terjadi akibat perubahan posisi dari duduk ke berdiri, namun peristiwa ini tetap

dikelompokkan ke NMS

3. ARITMIA JANTUNG Menyebabkan penurunan curah jantung, biasanya terjadi terlepas dari kebutuhan darah

tubuh.

4. PENYAKIT STRUKTURAL JANTUNG

Menyebabkan sinkop ketika kebutuhan darah tubuh melebihi kemampuan jantung untuk

mengkompensasi akibat kelainan jantungnya.

5. STEAL SYNDROME Dapat menyebabkan sinkop ketika pembuluh darah yang sama mesti memasok kebutuhan

darah untuk otak dan lengan sekaligus.

KEADAAN NON-SYNCOPE Beberapa gangguan lain menyerupai sinkop dalam dua segi. Pada kelompok gangguan

tertentu, kesadaran benar-benar hilang, tapi mekanisme yang mendasarinya adalah

sesuatu yang lain di luar hipoperfusi otak. Contohnya adalah epilepsi, gangguan

metabolisme (Hipoksia dan hipoglikemia) dan intoksikasi. Pada kelompok lain, kesadaran

hanya tampaknya hilang, ini terjadi pada pseudo sinkop psikogenik, cataplexy dan drop

attacks. Penggolongan seperti ini penting karena klinisi biasanya dihadapkan dengan

pasien yang tiba-tiba kehilangan kesadaran, yang mungkin dikarenakan penyebab lain

yang tidak terkait dengan penurunan aliran darah otak, seperti kejang.

Page 3: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

ALUR DIAGNOSIS Pasien yang datang dengan keluhan TLOC perlu dilakukan evaluasi awal untuk

menentukan diagnosis, tatalaksana dan prognosis. Evaluasi awal menyangkut : anamnesis,

pemeriksaan fisik termasuk pengukuran tekanan darah ortostatik dan EKG standar 2-9.

Tantangan pertama bagi klinisi adalah membedakan apakah TLOC pasien disebabkan oleh

sinkop atau non-sinkop. Pembedaan ini penting karena akan menentukan langkah

tatalaksana selanjutnya.

Setelah yakin kalau serangan tersebut merupakan syncope, langkah selanjutnya adalah

menentukan penyebabnya. Evaluasi awal dapat membawa klinisi pada kesimpulan diagnosis tipe

sinkop tertentu, atau berupa kecurigaan diagnosis atau bahkan tidak diketahui penyebabnya.

PENEMUAN CIRI-CIRI KLINIS BERIKUT DAPAT MEMBANTU MENENTUKAN DIAGNOSIS BERBAGAI

TIPE SINKOP: a. Vasovagal syncope : Bila sinkop terkait rasa takut, nyeri hebat, berdiri terlalu lama.

b. Situasional syncope : jikasinkop terjadi selama atau segera setelah buang air kecil,

batuk, defekasi, atau menelan.

c. Orthostatic syncope: bila ada dokumentasi hipotensi ortostatik yang berhubungan

dengan sinkop atau presyncope.

d. Sinkop terkait Iskemia jantung : bila ada bukti tanda iskemia akut dengan atau tanpa

infark miokard

e. Sinkop terkait aritmia: didiagnosis bila pada EKG terdapat:

i. Sinus bradikardi <40 denyut / menit atau blok sinoatrial berulang-ulang atau jeda

sinus> 3 detik tanpa pemberian obat kronotropik negatif

ii. Mobitz tipe II derajat 2 atau 3

Page 4: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

iii. Blok cabang berkas kiri dan kanan (RBBB dan LBBB)

iv. Supraventricular paroksismal takikardia tipe cepat atau ventrikel takikardia

v. Kegagalan fungsi alat pacu jantung

Umumnya evaluasi awal hanya akan mengarahkan ke dugaan diagnosis, bukan diagnosis

pasti. Bila demikian diagnosis harus dikonfirmasi oleh pemeriksaan penunjang yang

terarah. Jika diagnosis berhasil dikonfirmasi dengan pemeriksaan tersebut, pengobatan

dapat segera dimulai. Namun, jika diagnosis tidak berhasil dikonfirmasi, strategi evaluasi

selanjutnya bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan dan frekuensi episode sinkop. Pada

pasien dengan sinkop yang tidak dapat dijelaskan kemungkinan terbesar sinkopnya

termasuk tipe NMS. Pemeriksaan untuk NMS terdiri dari tilt-testing dan pijat karotid.

Sebagian besar pasien dengan episode tunggal atau sangat jarang biasanya termasuk dalam

NMS dan tes untuk konfirmasi biasanya tidak diperlukan. Jika tidak jelas bahwa suatu

kejadian adalah sinkop, diagnosis TLOC diperkenankan dan penilaian kembali dibenarkan.

PENENTUAN TINGKAT RESIKO

Langkah selanjutnya dalam evaluasi awal setelah penentuan diagnosis adalah menilai

apakah pasien membutuhkan perawatan rumah sakit atau rawat jalan saja. Penilaian ini

penting, karena tatalaksana sinkop seringkali berlebihan dan menghabiskan biaya yang

tidak semestinya. Resiko digolongkan menjadi resiko rendah, menengah, dan tinggi;

pembagian dan cara penilaiannya dapat dilihat pada tabel dibawah.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang berbeda-beda untuk masing-masing kecurigaan diagnosis sinkop

dan sangat banyak pemeriksaannya, yang akan dipaparkan berikut adalah pemeriksaan

yang terbukti paling baik nilai diagnostiknya:

1. Neurally mediated syncope / NMS : tilt test, carotid sinus massage dan implantable loop

recorder(ILR)

2. Cardiac related syncope : echocardiography, monitor EKG berlanjutan, stress test,

electrophysiological study dan implantable loop recorder(ILR).

Ketika pemeriksaan ke arah kelainan jantung sudah dilakukan dan tak ditemukan kelainan,

pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan untuk NMS. Jika dua tipe pemeriksaan tersebut

sudah dijalankan dan penyebab sinkop belum bias ditegakkan, evaluasi kembali terhadap alur

diagnosis dari awal perlu dijalankan kembali.

Page 5: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

Page 6: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

SECARA RINGKAS, ALUR TATALAKSANA PASIEN YANG DATANG DENGAN TLOC ADALAH

SEBAGAI BERIKUT

TATALAKSANA Tatalaksana terhadap kejadian sinkop sangat tergantung pada pengalaman klinis dan

kemampuan mengobservasi dan evaluasi hasil pengobatan.

1. NEURALLY MEDIATED SYNCOPE Pada NMS, edukasi merupakan dasar dari pengobatan. Pasien harus diinformasikan, meskipun kejadian sinkop akibat reflex hampir tidak pernah mengancam nyawa1,10, kejadiannya cenderung berulang, kadang dalam bentuk kelompok-kelompok serangan dan bisa mengakibatkan luka bila tidak dilakukan langkah-langkah pencegahan. Edukasi

11

bersama dengan physical counter-pressure maneuvers (PCM) seperti menegangkan tangan (arm-

tensing) atau leg-crossing terbukti bermanfaat dalam menghindari reaksi reflex vasovagal12

.

Strategi untuk mengurangi kejadian sinkop dalam jangka panjang meliputi:

a. Teknik fisik untuk meningkatkan toleransi ortostatik (tilt testing)

b. Intervensi farmakologis untuk mencegah deplesi cairan intravascular dan meningkatkan

tonus pembuluh darah arteri dan vena

c. Pacu jantung untuk mencegah / mengobati bradikardi

Page 7: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

Berikut akan diuraikan masing-masing strategi tersebut.

TEKNIK FISIK Teknik fisik yang paling umum digunakan dan terbukti keefektifitasnya adalah tilt training /

standing training. Tujuan dari latihan ini adalah meningkatkan respon neurovaskular terhadap

terhadap stress ortostatik. Metodenya adalah sebagai berikut. Pada awalnya, latihan berdiri

dilakukan dua kali sehari selama 3-5 menit, kemudian ditambah durasinya tiap 3-4 hari menjadi

dua kali sehari selama 30-40 menit. Suatu studi non randomisasi mendapatkan penurunan

kejadian NMS bila latihan ini dilakukan secara teratur13

. Namun, masalah utama adalah

kepatuhan, dan suatu studi randomisasi observasi selanjutnya tidak memberikan hasil yang

terlalu menjanjikan.14

Penelitian lanjutan mengenai hal ini masih perlu dilakukan.

FARMAKOTERAPI

Terdapat beberapa studi RCT, dan sampai saat ini tidak ada satu obatpun, selain mungkin

midodrine, yang terbukti efektif untuk mengatasi kejadian sinkop karena NMS. Ekspansi volume

intravaskular telah menjadi dasar terapi baik untuk sinkop vasovagal dan sinkop ortostatik.

Pendekatan yang biasanya digunakan dalam ekspansi volume intravaskular adalah meningkatkan

asupan garam dan minuman kaya elektrolit. Berikut beberapa terapi farmakologik yang bisa

digunakan :

1. Fludrocortisone (suatu mineralokortikoid sintetik) merupakan obat untuk ekspansi volume

yang paling sering digunakan, terutama pada pasien usia muda. Efek sampingnya adalah

hipertensi dan hipokalemi. Namun bukti efikasi klinisnya sangat lemah. Beberapa studi

mendapatkan hasil yang tidak berbeda bila dibandingkan dengan penggunaan atenolol15

dan

plasebo16

.

2. Betablockers merupakan pilihan obat untuk mencegah sinkop vasovagal diantara berbagai

obat lain yang tersedia. Beta blockers diduga berperan menurunkan eskalasi adrenalin yang

biasanya terjadi sebelum kejadian sinkop dan yang diduga menjadi bagian factor pemicu.

Namun bukti efektifitasnya baru didukung oleh satu studi observasional dan suatu studi RCT

skala kecil17

. Studi RCT skala besar terbaru (POST [Prevention of Syncope Trial])

menunjukkan tidak ada manfaat nyata dari beta blocker dalam hal pencegahan pencegahan

rekurensi sinkop.18

3. Golongan vasokonstriktor dan venokonstriktor. Dalam golongan ini, midodrine merupakan

vasokonstriktor yang tersering digunakan. Midodrine dimetabolisme di hati menjadi zat

aktifnya, desglymidodrine, yang bekerja mengkonstriksi pembuluhg darah vena dan arteri,

sehingga meningkatkan tekanan perifer, meningkatkan darah balik vena, dan menurunakn

stasis vena. Midodrine telah banyak diteliti dan terbukti efektifitasnya terhadap hipotensi

ortostatik19

namun belakangan ini juga terbukti efektif untuk sinkop vasovagal20

.

CARDIAC PACING

Pacu jantung telah lama dipertimbangkan sebagai bagian penting dalam tatalaksana carotid

sinus syndrome. Namun, perannya dalam sinkop vasovagal yang refrakter masih tidak jelas. Dari

studi-studi yang ada, terdapat beberapa kontradiksi temuan. Tiga studi RCT yang non blinded

menunjukkan efikasi pacu jantung, namun dua studi berturutan setelah itu, VPS II [Second

Vasovagal Pacemaker Study]21

dan SYNPACE [Vasovagal Syncope and Pacing Trial]22

tidak

Page 8: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

menunjukkan manfaatnya. Maka itu, pacu jantung hanya direkomendasikan untuk pasien usia

lanjut yang mengalami sinkop vasovagal dengan asystolic pauses selama kejadian sinkop (e.g.,

terekam dengan ILR).

2. ORTHOSTATIC SYNCOPE DAN GANGGUAN OTONOM LAINNYA. Pencegahan terhadap hal ini cukup sulit. Bila disebabkan oleh suatu proses otonom primer,

progresifitas kadang dapat dicegah dengan terapi yang persisten, namun konsep kembali ke

keadaan “normal” seringkali tidak dapat dicapai dan masih belum merupakan target terapi.

Terapi sebaiknya berfokus pada edukasi terhadap faktor-faktor yang mencetus hipotensi

postural. Pasien harus diedukasi tentang pentingnya mempertahankan keseimbangan cairan yang

baik dan melakukan PCM. Pasien dengan kegagalan otonom sebaiknya tidur dengan kepala yang

agak dielevasi (kira-kira 20-25 cm). Bila perlu, dapat pula digunakan midodrine dengan

mempertimbangkan efek samping berupa tekanan darah yang akan berfluktuasi dan supine

hypertension.

Keadaan khusus adalah pada pasien yang memiliki gangguan otonom murni. Dalam keadaan ini,

konsumsi air, terutama sebelum bangun dari tempat tidur pada pagi hari dapat menyebabkan

peningkatan tekanan darah yang cukup bermakna. Cara ini juga dapat dicoba pada pasien dengan

hipotensi postural dimana gejalanya paling dirasa mengganggu pada pagi hari.

Beberapa agen medikamentosa lain yang dapat digunakan pada keadaan tertentu adalah

erythropoietin, clonidine, octreotide, dan desmopressin. Namun, studi mengenai keefektifitas

obat-obatan tersebut masih sangat sedikit.

3. ARITMIA JANTUNG SEBAGAI PENYEBAB UTAMA SINKOP Dalam kasus dimana aritmia jantung sebagai penyebab utama , pengobatan ditujukan terhadap

tipe aritmia yang berhasil diidentifikasi.1 Pacu jantung merupakan terapi yang sanagt efektif

untuk bradikardi. Untuk takiaritmia, kadang diperlukan EPS mapping dan ablasi. Pada keadaan

dimana tidak dapat dilakukan prosedur ablasi, kadang diperlukan kombinasi obat antiaritmia

dengan alat yang ditanamkan (implanted devices) seperti pacemakers atau implantable

cardioverter-defibrillators (ICDs). Pada pasien tertentu dengan kondisi yang mengancam nyawa

(e.g., long QT syndrome,Brugada syndrome, short QT syndrome), disarankan untuk segera

menggunakan terapi dengan ICD, dan tidak dimulai dengan obat-obatan.

4. GANGGUAN STRUKTURAL JANTUNG PEMBULUH DARAH DAN PENYAKIT PARU

Seringkali sinkop terkait SHD (Structural Heart Disease) adalah sekunder terhadap NMS

atau kelainan aritmia. Bila ternyata dibuktikan tidak, maka tatalaksana berupa

menghilangkan atau memperbaiki kelainan struktur utamanya. Sebagai contoh, valvulopati

yang berat memerlukan operasi. Namun tak dapat dipungkiri, sampai saat ini intervensi

yang tersedia belum mampu menyediakan perlindungan memadai; sebagai contoh

terpenting adalah pada kasus hipertensi pulmonal.

Page 9: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

5. SINKOP SEREBROVASKULAR. Pada sinkop serebrovaskular manajemen medis dapat dengan penggunaan betablockers

dan sumatriptan 23. Subclavia steal syndrome tergolong pada klasifikasi sinkop

serebrovaskular, tetapi sangat langka; pengobatannya berupa pembedahan atau dengan

intervensi langsung menggunakan kateter24.

Evaluasi dan pengobatan sinkop sangat menantang. Pertama, "sinkop" hanyalah satu dari

sekian banyak penyebab TLOC. Kedua, gejala sinkop sangat singkat, dan pasien biasanya

asimtomatik ketika dijunpai. Ketiga, peristiwa sering terjadi tanpa diamati pihak lain, dan

meskipun ada yang menyaksikan, rasa panik yang timbul mungkin akan mengaburkan

ingatan spesifik akan kejadiannya. Terakhir, sinkop membawa suatu aura yang gawat

darurat, sehingga sering klinisi menjadi terburu-buru dan panik dalam mengahdapi sinkop,

dan pada akhirnya terburu-buru melakukan beberapa prosedur diagnostik yang tidak tepat

atau berlebihan secara tidak sengaja. Pendekatan berdasarkan stratifikasi risiko akan

cenderung membantu mencapai diagnosis yang tepat dan menghindari pengeluaran biaya

tinggi yang tidak perlu.

Meskipun sulit, evaluasi menyeluruh dari penyebab syncope diperlukan pada semua pasien,

dan bukan hanya pada mereka yang dianggap memiliki risiko kematian tinggi. Sebaliknya,

penemuan hasil abnormal dari pemeriksaan semata tidak merupakan "diagnosis." Dokter

harus hati-hati mempertimbangkan apakah kelainan yang terdeteksi sesuai dengan

penampilan klinisnya. Dalam setiap kasus sinkop, dokter dituntut untuk mampu menentukan

penyebab dengan keyakinan dan dasar yang cukup sehingga mampu memberikan penilaian

prognosis dan memilih pengobatan yang tepat.

Page 10: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

SYOK

DEFINISI Terdapat beragam definis syok. Di tahun 1870, Samuel D. Gross menggambarkan syok

sebagai "pemutusan rantai kehidupan secara kasar dari mesin kehidupan”. Seratus tahun

kemudian, pada tahun 1970-an, G. T. Shires mengatakan bahwa syok terjadi ketika sirkulasi

darah gagal untuk memberikan oksigen yang cukup untuk mempertahankan metabolisme

aerobik mitokondria dalam sel. Menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS), syok

merupakan konsekuensi dari ketidakcukupan perfusi jaringan, sehingga tidak mampu

memenuhi kebutuhan oksigen sel dan mengakibatkan akumulasi limbah metabolisme.

Syok adalah suatu rangkaian gangguan metabolik yang pada akhirnya mengakibatkan

hipotermia, asidosis, dan koagulopati. Jika tidak cepat ditangani, syok akan berkembang

menjadi keadaan yang ireversibel, dan bisa mengakibatkan kegagalan banyak organ dan

kematian.

ETIOPATOFISIOLOGI DAN KLASIFIKASI SYOK Meskipun ada banyak metode klasifikasi dan definisi dari syok25, dalam pembahasan ini,

syok dibagi menjadi empat, berdasar pada patofisiologi yang mendasarinya, yaitu :

1. Hipovolemik

2. Anafilaktik

3. Kardiogenik

4. Sepsis.

1. SYOK HIPOVOLEMIK

Syok hipovolemik terjadi akibat dari penurunan volume sirkulasi darah. Etiologi yang paling

sering adalah perdarahan akut. Berat ringannya syok tergantung dari :

a. Jumlah defisit cairan

b. Jangka waktu hilangnya cairan

c. Usia

d. Status kesehatan individu (komorbid)

Page 11: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

Dalam kepentingan klinis, syok hipovolemik diklasifikasikan menjadi ringan, sedang, atau berat,

tergantung dari banyaknya darah / cairan yang hilang. 26

a. Syok hipovolemik ringan; kurang dari 20% dari volume darah hilang. Pada tahap ini

tubuh mulai mengkompensasi dengan vasokonstriksi dan terjadi redistribusi aliran darah

di tubuh ke organ-organ kritis seperti otak dan janutng.

b. Syok hipovolemik sedang; kehiulangan 20% sampai 40% dari volume darah. Pada tahap

ini sudah terdapat penurunan perfusi yang nyata pada organ seperti ginjal, limpa, dan

pankreas.

c. Syok hipovolemik berat; kehilangan lebih dari 40% volume darah. Pada tahap ini terjadi

okpenurunan perfusi dari otak dan jantung.

PATOFISIOLOGI SYOK HIPOVOLEMIK Pada pasien trauma, syok hipovolemik dapat disebut juga sebagai syok hemorhagik. Pasien

mungkin mengalami suatu perdarahan internal atau eksternal, dengan konsekuensi

penurunan volume sirkulasi darah. Hal ini mengakibatkan penurunan preload dan

afterload dan akhirnya penurunan curah jantung. Patofisiologi dari syok hipovolemik

menyangkut perubahan-perubahan dari kondisi berikut :

Vasokonstriksi

Vasokonstriksi adalah awal mekanisme kompensasi tubuh terhadap syok. Penurunan

tekanan darah akan menghambat rangasangan baroreseptor di lengkung aorta dan sinus

karotid. Penurunan volume darah juga akan merangsang reseptor regang di atrium kanan.

Kedua hal ini akan merangsang pelepasan katekolamin, epinefrin, dan norepinephrine,

meningkatkan tonus vena, meningkatkan denyut jantung, kontraktilitas miokard, dan pada

akhirnya meningkatkan curah jantung.25 Hal yang penting untuk dipahami adalah tidak

semua pasien yang berada dalam syok hipovolemik akan menunjukkan takikardia (Pasien

dalam pengobatan β-blocker, dan cedera sumsum tulang belakang27)

Penglepasan katekolamin yang menyebabkan penyempitan arteriol, tidak mempengaruhi

semua bagian tubuh dalam taraf yang sama. Tubuh akan memprioritaskan jantung dan

otak dengan “mengorbankan” saluran pencernaan (GI), kulit, dan rangka otot. Jika syok

berkepanjangan dan tak segera diatasi, dapat mengakibatkan iskemia usus, nekrosis

tubular, rasa dingin dari kulit yang semuanya diakibatkan hipovolemi.25

Volume Plasma

Vasokonstriksi akan menyebabkan pergeseran cairan antara kompartemen vaskular dan

ruang interstisial. Pada keadaan awal syok , terjadi pengurangan tekanan hidrostatik

kapiler, yang memungkinkan pergerakan bebas cairan dari interstitium ke pembuluh darah

darah. Mobilisasi cairan ini biasanya terjadi dalam periode 6-12 jam. Mekanisme ini

Page 12: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

bukanlah mekanisme yang mendasari perubahan volume besar dalam fase awal syok

hemorhagik.25 Penurunan aliran darah ginjal akan mengaktifkan aksis renin-angiotensin-

aldosteron dan akan meningkatkan retensi natrium dan air, serta ekskresi kalium.

Bersamaan dengan itu, akan dilepaskan hormon antidiuretik dari hipofisis, yang selain

menghambat ekskresi air, juga akan merangsang vasokonstriksi perifer.25

Katabolisme

Selama keadaan syok, penglepasan katekolamin dan glukokortikoid menciptakan keadaan

katabolik. Bersama-sama, katekolamin dan glukagon meningkatkan glikogenolisis dan lipolisis.

Akibatnya, hiperglikemia, serta peningkatan kadar asam laktat dan lemak, dapat diamati dalam

perkembangan syok.25

Gangguan Asam Basa

Gangguan asam basa adalah salah satu kelainan yang timbul saat syok. Kelainan awal yang

paling sering terjadi adalah alkalosis respiratorik. Dalam perkembangan syok, metabolisme

anaerobik menjadi dominan, dan akan merangsang produksi laktat yang berlebihan, yang pada

akhirnya menyebabkan asidosis metabolik. Asidosis metabolik akan memperburuk keadaan

syok, akan menurunkan kepekaan terhadap hormon stres dan katekolamin, penurunan

kontraktilitas miokard dan meningkatkan kecenderungan terjadinya disritmia jantung.25

Jumlah

laktat berkorelasi positif dengan defisiensi oksigen, keparahan hipoperfusi, dan kecukupan

resusitasi yang telah dilakukan. Serum laktat merupakan indikator yang sensitif dan mungkin

berguna pada pasien yang meskipun tanda-tanda vitalnya masih normal sudah memiliki cedera

seluler. Satu lagi indikator yang dapat digunakan adalah defisit basa (Base excess). Defisit basa

dapat digunakan sebagai indeks keparahan syok dan mencerminkan tingkat asidosis seluler

secara global.

TANDA DAN GEJALA Tanda dan gejala pada syok hipovolemik dapat dibedakan menjadi gejala awal dan lanjut. Tanda

dan gejala awal syok hipovolemik termasuk tingkat kesadaran yang berubah kadang-kadang

berupa agitasi dan kegelisahan, atau depresi sistem saraf pusat. Pemeriksaan fisik akan

mendapatkan tanda-tanda yang nonspesifik seperti kulit dingin, lembab, hipotensi ortostatik,

takikardia ringan, dan vasokonstriksi.27

Tanda syok fase lanjutan adalah perburukan status mental sampai pada koma, hipotensi, dan

tachycardia yang berat. Penting untuk diketahui, pada orang dewasa normal, bila terdapat

hipotensi dengan hipovolemik hemorhagik, mengartikan sudah terjadi kehilangan volume darah

sebanyak 30%.27

Page 13: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

TATALAKSANA Tatalaksana pada pasien syok pertama kali adalah melakukan penilaian status dan

menstabilkan ABC (Airway, Breathing, Circulation) pada pasien. Pada syok hipovolemik

maka kondisi kekurangan volume cairan tubuh harus segera dikembalikan dengan

pemberian cairan melalui jalur intravena.

a. Pemberian cairan

Tipe cairan

Kristaloid

Kristaloid tersedia dalam berbagai bentuk seperti cairan isotonis (normal saline)NaCl 0,9%,

NaCl hipertonis 7,5%, balanced salt solutions seperti Ringer Laktat.

Koloid

Koloid merupakan cairan denganberat molekul besar, sehingga akan meningkatkan

tekanan onkotik intravaskular dan menarik cairan dari interstisium. Namun, dari Current

Emergency dikatakan penggunaan koloid pada keadaan syok tidak terbukti lebih baik

dibandingkan penggunaan kristaloid. 28

Darah

Pemilihan darah sebagai terapi pada syok tergantung pada tingkat keparahan syok, pada

syok ringan tidak memerlukan darah sebagai pengganti cairan sementara pada syok

moderat hingga berat pemberian darah memberikan keluaran yang baik. Darah yang

diberikan sedapat mungkin sesuai dengan golongan darah pasien yang sebelumnya juga

telah dilakukan pemeriksaan silang, jika tidak didapatkan maka dapat menggunakan

golongan darah donor universal yakni golongan darah O rhesus negatif. 28

Pemilihan cairan

Pemilihan cairan yang diberikan tergantung pada tingkat keparahan syok dan jenis

syoknya (hemoragik atau nonhemoragik).2 Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk

resusitasi awal, jenis cairan ini dapat segera mengisi ruang intravaskular dan juga

menstabilkan volume intravaskular. Larutan ringer laktat adalah pilihan pertama dan NaCl

adalah pilihan kedua, hal ini disebabkan NaCl dapat menyebabkan asidosis hiperkloremik.

Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada evaluasi

awal penderita. Pada kondisi awal dikenal hukum 3 to1 dimana setiap mililiter darah

digantikan oleh 3 mililiter kristaloid. Untuk mengetahui keadekuatan pemberian cairan,

maka dapat dilihat dari keluaran urin pasien, tingkat kesadaran dan perfusi perifer.

Pemberian cairan isotonis sebanyak 2- 4 L dalam 20-30 menit diharapkan dapat

mengembalikan keadaan hemodinamik. 28

Pada keadaan yang berat dapat diberikan dopamin, vasopressin atau dobutamin.

Pemberian norepinefrin infus tidak banyak memberikan manfaat pada syok hipovolemik.

Page 14: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

b. Evaluasi resusitasi

Keberhasilan resusitasi dapat dilihat dari perbaikan takanan darah, keluaran urin,

hilangnya takikardia, perbaikan kesadaran, menurunnya kadar laktat, dan tingkat

keasaman darah yang normal. Pasien di ruang rawat intensif akan dinilai pengisian tekanan

dari atrium dengan menggunakan CVP, keadaan yang normal berkisar 3-8 mmHg H2O,

pada keadaan syok CVP dipertahankan sekita 8-`12 mmHg H2O. Keluaran urin merupakan

salah satu indikator yang menandakan perbaikan sirkulasi dengan volume intravaskular

yang memadai, jumlah yang dikeluarkan harus dipertahankan sekitar 0,5 ml/kgBB/jam

pada dewasa dan 1ml/kgBB/jam pada anak dan lebih dari 2 ml/kgBB/jam pada balita,

namunperhitungan ini tidak berlaku pada pasien dengan kerusakan ginjal.28

Page 15: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

2. SYOK ANAFILAKTIK Anafilaksis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu peristiwa

imunologis yang cepat, umum dan sering tak terduga, yang terjadi setelah terpapar zat

asing tertentu pada orang yang peka. Sedangkan reaksi anafilaktoid merupakan peristiwa

dengan sindroma klinis yang sama namun tidak dipicu oleh antibodi IgE dan tidak selalu

membutuhkan paparan sebelumnya. Kedua peristiwa ini dapat mengancam nyawa melalui

mekanisme kolaps kardiovaskular atau syok. Efek lain yang mengancam nyawa termasuk

bronkospasme, angio-edema dan edema paru.29

MEKANISME SYOK ANAFILAKTIK

Mekanisme syok anafilaksis dapat dibagi menjadi empat kategori utama:

a. Triggering events, faktor pencetus reaksi

b. Celuler events, mekanisme seluler sampai pada pelepasan mediator yang

menimbulkan reaksi

c. Farmakologi klinis mediator

d. Respon kardiovaskular / pasien terhadap mediator.

Triggering Events

Merupakan peristiwa yang memicu terjadinya anafilaksis, baik yang dimediasi oleh IgE

atau berupa reaksi anafilaktoid. Walaupun demikian dalam reaksinya banyak terdapat

bukti keterlibatan kedua jalur ini secara bersamaan. Berikut adalah pemicu-pemicu reaksi

anafilaksis :

Page 16: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

Sedangkan reaksi anafilaktoid dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut :

Celluler events

Terlepas dari mekanisme mana yang memicu anafilaksis, respon seluler yang terjadi

kurang lebih sama. Semua tanda dan gejala dari reaksi anafilaksis dapat dihasilkan oleh

histamin. Reaksi yang lebih berat biasanya berkorelasi dengan tingkat histamin lebih

tinggi. Namun, reaksi fatal juga dapat terjadi tanpa elevasi histamin, menunjukkan bahwa

selain histamin ada mediator –mediator penting lainnya yang terlibat. Sel yang paling

berperan adalah sel mast dan basofil, yang setelah dipicu akan dua kelompok utama

mediator berikut29:

i. Primary, preformed, granule-associated mediator

Setelah dipicu oleh antigen, siklik AMPakan mengaktifkan protein kinase yang akan

mengkatalisis fosforilasi protein sel tertentu. Setelah melewati rangkaian reaksi yang

kompleks, akan terbentuk mikrotubulus yang memungkinkan pergerakan preformed

granule ke membran sel, dan melepaskan mediator ke dalam ruang interseluler.29

Mediator-mediator yang dilepas pada tahap ini dapat dilihat dibawah ini.

Page 17: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

ii. Rapidly formed, newly synthesized mediators

Setelah penglepasan mediator-mediator tersebut, masuknya ion kalsium ke dalam sel mast

akan menyebabkan aktivasi fosfolipase A2, 10, 11. Enzim ini akan memecah membran

fosfolipid menjadi asam arakidonat dan lysofosfolipid. Asam arakidonat, melalui jalur

cyclo-oxygenase, kemudian diubah menjadi prostaglandin dan tromboksan, serta melalui

jalur lipoxygenase menjadi leukotrien. Mediator-mediator yang dilepas pada tahap ini

adalah :

Page 18: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

Penting untuk diingat, zat yang meningkatkan siklik AMP seperti adrenalin, akan

menghambat penglepasan mediator, sedangkan zat yang mengurangi siklik AMP atau

meningkatkan siklik GMP, seperti agen kolinergik, akan meningkatkan penglepasan

mediator.29

Farmakologi klinis mediator

Untuk mempermudah pemahaman, kerja dari mediator-mediator dalam reaksi anafilaksis

dapat dibagi menjadi tiga kategori, sebagai agen inflamasi, spasmogen dan agen

kemotaktik. Perlu ditekankan, pembagian ini tidak mutlak dan satu agen bisa memiliki

berbagai mekanisme kerja, namun penggolongan ini berdasar pada kerja utamanya.

Pembagiannya dapat dilihat sebagai berikut :

Respon Kardiovaskular

Pembahasan terakhir dalam mekanisme syok anafilaktik adalah bagaimana respon

kardiovaskular terhadap mediator primer dan sekunder tersebut. Kolaps kardiovaskular

Merupakan hal yang umum terjadi dalam reaksi anafilaksis. Aritmia, hipovolemia,

penurunan kontraktilitas miokard dan hipertensi pulmonal merupakan respon umum dari

kardiovaskular yang bila tak diidentifikasi dan ditangani bisa menyebabkan syok dan

kolaps kardiovaskular. Penjabarannya dapat dilihat di bawah ini:

Page 19: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

TATALAKSANA SYOK ANAFILAKTIK Sifatnya yang cenderung eksplosif, onset tak terduga dan respon yang cepat terhadap

pengobatan merupakan ciri dari syok anafilaksis. Melihat dari cirinya, dapat dimengerti

bahwa hanya sedikit sekali studi terapeutik terkontrol yang telah dilakukan terhadap

manusia. Oleh sebab itu, pengobatan terutama didasarkan pada pemahaman patofisiologi

anafilaksis dan syok pada umumnya dan, sampai pada batasan tertentu, uji coba pada

hewan.29

Administrasi obat secara parenteral merupakan rute yang paling disukai dalam reaksi

anafilaksis, dimana reaksi terhadap obat terjadi di bawah 3 menit. Lebih dari 50% orang

yang meninggal dari anafilaksis terjadi dalam satu jam pertama, sehingga terapi harus

diusahakan secepat dan setepat mungkin. Dalam 75% kasus, penyebab utama kematian

adalah akibat asfiksia akibat edema saluran napas bagian atas dan hipoksia akibat

bronkospasme berat. Dalam 25% kematian terdapat bukti adanya gagal sirkulasi dengan

hipotensi. Tatalaksana syok anafilaktik dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 20: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

Diagnosis anafilaksis tidak sulit ketika pasien datang dengan urtikaria, bersin dan

mengeluhkan sengatan lebah. Sampai saat ini belum tersedia uji laboratorium untuk

mengkonfirmasi diagnosis anafilaksis. Kadar triptase serum merupakan penanda akurat

degranulation sel mast yang dapat ditemukan sampai dengan 6 jam setelah kejadian , tetapi

penggunaannya terbatas karena hanya dapat dikerjakan laboratorium imunologi khusus.

Kemampuan untuk diagnosis dengan tepat dan melakukan tatalaksana pengobatan yang

sesuai untuk syok anafilaksis sampai sekarang masih menjadi tantangan.

Page 21: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

3. SYOK KARDIOGENIK Syok kardiogenik didefinisikan sebagai ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan

perfusi jaringan yang memadai sekunder akibat gangguan pompa. Bila dikaitkan dengan

trauma, syok kardiogenik dapat merupakan akibat infark miokard akut baik karena cedera

di masa lampau atau cedera miokard langsung.

PATOFISIOLOGI Teori mengenai paotfisiologi syok kardiogenik klasik menggambarkan skenario di mana infark

miokard yang luas menimbulkan penurunan kontraktilitas miokard yang akan mengurangi curah

jantung, menyebabkan hipotensi sistemik dan memperburuk perfusi koroner. Peristiwa ini

kemudian memicu kompensasi tubuh berupa vasokonstriksi sistemik yang kemudian

menyebabkan penurunan kontraktilitas dan curah jantung lebih jauh lagi, sehingga berujung pada

kegagalan multi-organ dan kematian. Namun, baru-baru ini hasil SHOCK trial menunjukkan

bahwa sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS) merupakan komponen penting dari

ketidakstabilan hemodinamik yang mendasari tampilan klinis syok kardiogenik 30

. Studi lain

menunjukkan asosiasi agen proinflamasi terhadap IMA yang berakhir pada syok kardiogenik. 30

Selectin E, yang fungsinya memfasilitasi adhesi dari komponen proinflamasi ke endotelium,

didapatkan merupakan faktor resiko independen yang mampu memprediksi tingkat keparahan

dari syok kardiogenik. Selain itu, Brain Natriuretic Peptide(BNP) dan N-terminal pro BNP telah

dikaitkan dengan peningkatan risiko syok kardiogenik sesudah IMA pada pasien diabetes. Semua

temuan ini menunjukkan adanya peran agen proinflamasi dan inflamasi dalam patofisiologi syok

kardiogenik, dan dapat menjadi target terapi untuk syok kardiogenik di kemudian hari.

TATALAKSANA

Medikamentosa

Tatalaksana awal untuk pasien syok kardiogenik diarahkan untuk menstabilkan kondisi

hemodinamik yang mengancam nyawa, bersama dengan pengelolaan cairan, memperbaiki

status oksigenasi dan mengontrol aritmia. Untuk mengontrol ini semua, terapi awal

umumnya terdiri dari kombinasi agen inotropik, vasopressors, dan IABP counterpulsation.

Contoh obat inotropik dan vasopresor yang umum digunakan adalah dobutamine,

dopamin, milrinone, epinefrin, norepinefrin, dan fenilefrin. Pemilihan obat inotropik dan

vasopresors bervariasi antar negara, tapi umumnya vasopresor yang paling sering

digunakan adalah norepinefrin (80.2% dari pasien), baik sendiri ataupun kombinasi.

Vasopressin kini lebih sering digunakan bersama dengan norepinefrin sejak tahun 2002.

Dalam beberapa negara, statin digunakan juga sebagai terapi adjuvan, namun apakah statin

bersifat kardioprotektif belum ditemukan dalam suatu studi RCT prospektif.

Page 22: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

Dukungan alat mekanik

Dukungan alat mekanik dengan counterpulsation IABP, khususnya dalam kombinasi

dengan terapi reperfusi arteri koroner saat ini dikategorikan dalam rekomendasi terapi

kelas I American College of Cardiology / American Heart Association untuk pengelolaan

pasien dengan syok kardiogenik dengan ACS.30

Percutaneous Coronary Intervention dan Coronary Artery Bypass Graft

Rrevaskularisasi awal baik dengan PCI atau operasi CABG sudah merupakan rekomendasi

kelas I oleh American College of Cardiology /American Heart Association untuk pasien

yang lebih muda dari 75 tahun dengan syok kardiogenik.

Trombolisis

Penggunaannya masih kontroversial, namun beberapa studi menunjukkan efek yang baik.

Suatu studi kohort di Swedia menunjukkan tingkat kematian yang lebih rendah (7.2%

dibandingkan dengan 11,8%) pada pasien yang diterapi dengan trombolitik sebelum

masuk rumah sakit. Namun, pada pasien yang memiliki syok kardiogenik, penggunaan

trombolitik tanpa penambahan IABP masih dipertanyakan.30

Syok kardiogenik terus mengakibatkan kematian tinggi meskipun telah banyak disusun

pedoman tatalaksana berbasis bukti saat ini. Intervensi farmakologis di masa depan yang

dirancang untuk menghadapi patofisiologi proinflamasi yang mendasarinya, bersama

kombinasi dengan revaskularisasi awal, diharapkan mampu menghasilkan luaran yang baik,

tetapi sampai saat ini belum ada peluru ajaib untuk mengatasi syok kardiogenik.

Mengusahakan waktu yang singkat untuk transportasi dan pengobatan pasien dengan fokus

pada revaskularisasi sampai saat ini masih merupakan pilihan untuk syok

kardiogenik.Berikut disajikan algoritma tatalaksana syok kardiogenik dari ACCA / AHA 2006.

Page 23: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

Page 24: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

4. SYOK SEPTIK Sepsis adalah puncak dari interaksi kompleks antara mikroorganisme yang menginfeksi

dan respon imun pejamu, inflamasi, dan koagulasi. Sepsis dengan disfungsi organ terjadi

saat respon imun pejamu terhadap infeksi tidak memadai. Berdasarkan konsensus dari

American College of Chest Physician dan Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992

sepsis didefinisikan sebagai keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi

SIRS (Systemic Inflammatory Respons Syndrome).31

PATOFISIOLOGI Bakteri penyebab sepsis akan melepaskan endotoksin (lipopolisakarida) yang akan

menyebabkan proses inflamasi, yand diperantai oleh sitokin, neutrofil, komplemen, NO dan

berbagai mediator lain. Jika tubuh tidak dapat beradaptasi dengan inflamasi yang terjadi

maka dapat menyebabkan hom eostasis yang maladaptif, yang akan menghasilkan proses

inflamasi yang destruktif. Gangguan pada tingkat sel akan menyebabkan disfungsi endotel,

vasodilatasi akibatpengaruh NO yang menyababkan maldistribusi volume darah sehingga

terjadi hipoperfusi jaringan dan syok. Proses inflamasi yang belanjut akan menyebabkan

gagal organ multipel. Gagal organ merupakan hasil dari kerusakan seluler, gangguan

perfusi organ, iskemia reperfusi dan mikrotrombus. 31

TATALAKSANA

Konsensus pedoman penatalaksanaan syok sepsis baru-baru ini disosialisasi.32 Dalam

pedoman tersebut, penatalaksanaan syok sepsis yang disarankan adalah tatalaksana

intensif dini (0 sampai 6 jam) beru kemudian dilanjutkan pemeliharaan dan perbaikan

fungsi organ.

Page 25: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

Early Goal Directed Therapy / EGDT

Landasan pengelolaan sepsis adalah terapi dini, goal-directed, ditambah dengan

melindungi fungsi paru, pemberian antibiotik spektrum luas, dan pemberian protein C5

aktif. River menemukan bahwa, strategi EGDT yang diterapkan berhasil menurunkan

angka kematian pada perawatan hari ke 28 dan 60 serta menurunkan durasi rawat inap.

Mekanisme mengapa EGDT ini memberi hasil yang lebih baik dibanding terapi

konvensional masih belum jelas, tapi mungkin karena terjadi pemulihan cepat hipoksia

jaringan serta penurunan reaksi peradangan dan defek koagulasi.32

Ventilasi

Setelah EGDT dijalankan, langkah selanjutnya adalah melakukan ventilasi paru. Cedera

akut paru sering mempersulit sepsis. Ventilasi paru yang baik terbukti menurunkan

mortalitas dan bermanfaat mencegah dan memperbaiki cedera paru septik akut. Namun,

tidak ada perbedaan yang bermakna dalam mortalitas antara pasien yang diobati dengan

rejimen PEEP biasa dan regimen PEEP yang lebih tinggi. 32

Pemberian antibiotik spektrum luas

Kultur harus segera dilakukan dan segera diberikan antibiotik spektrum luas intravena

sementara menilai status imun pejamu. Meningkatnya prevalensi jamur dan pola

resistensi antibiotik setempat perlu dipertimbangkan dalam memilih antibiotik.

Pemberian protein C aktif

Setelah EGDT, pemberian ventilasi dan antibiotik, penggunaan protein C aktif harus

dipertimbangkan. Terapi dengan protein C teraktivasi (24 mg per kilogram per jam selama

96 jam) dilaporkan mampu menurunkan angka kematian dan memperbaiki disfungsi organ

pada pasien sepsis berat. Pemberiannya telah terbukti bermanfaat pada pasien sepsis

resiko tinggi, tapi tidak pada yang berisiko rendah. Mekanisme kerjanya dalam

memperbaiki kondisi klinis masih tidak diketahui.

Pengobatan anemia pada sepsis

Anemia umum ditemukan pada sepsis karena mediator-mediator yang berperan pada

sepsis (TNF-α dan interleukin-1β) menurunkan ekspresi dari gen eritropoetin dan protein

penting lainnya . Transfusi dapat bermanfaat pada kondisi emergensi pada sepsis. Rivers et

al. mendapatkan penurunan mortalitas bila transfusi diberikan lebih awal. Hebert et al.

menyarankan untuk mempertahankan tingkat hemoglobin antara 70-90 gram per liter

setelah 6 jam yang pertama untuk mengurangi kebutuhan transfusi.

Pemberian Kortikosteroid untuk pasien kritis

Meskipun kortikosteroid kadang telah digunakan untuk pengelolaan sepsis selama

beberapa dekade, suatu RCT terbaru menunjukkan pemberian kortikosteroid dosis tinggi

jangka pendek (48 jam) tidak meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien sepsis berat. 32 Kortikosteroid juga telah dipertimbangkan dalam pengobatan ARDS (Acute respiratory

Page 26: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

distress syndrome), namun sampai saat ini hubungan yang jelas antara keduanya belum

didapatkan. Kortikosteroid memiliki beberapa efek merugikan pada pasien sepsis,

termasuk diantaranya menyebabkan neuromiopati dan hiperglikemia, serta penurunan

jumlah limfosit, imunosupresi, dan hilangnya sel-sel epitel usus melalui mekanisme

apoptosis. Imunosupresi yang menyertai penggunaan kortikosteroid pada sepsis dapat

menyebabkan infeksi nosokomial dan mengganggu penyembuhan luka. Dengan demikian,

penggunaan kortikosteroid pada pasien dengan sepsis masih kontroversial.

EVALUASI DAN MENGONTROL SUMBER SEPSIS

Setelah berhasil menatalksana pasien sepsis yang berada pada stadium kritis dengan

EGDT, langkah selanjutnya adalah mengembalkikan fungsi organ-organ serta mencari

sumber sepsis. Bila kuman penyebabnya berhasil diidentifikasi (20% dari pasien sepsis

memiliki kultur negatif) maka segera diberikan antibiotik yang spesifik untuk mengurangi

resiko munculnya kuman yang resisten. Pencarian sumber dari sepsis kadang

membutuhkan penggunaan pencitraan (e.g., USG atau CT scan) dan pengambilan sampel

langsung dari kecurigaan sumber infeksinya drainage (e.g.,thoracentesis).

Bagan tatalaksana syok sepsis dapat dilihat pada halaman berikutnya.

Page 27: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

Page 28: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

DAFTAR PUSTAKA

1. Brignole M, Alboni P, Benditt D et al. Guidelines on management (diagnosis and

treatment) of syncope. Eur Heart J 2001;22:1256–306.

2. Hoefnagels WAJ, Padberg GW, Overweg J et al. Transient loss of consciousness: the

value of the history for distinguishing seizure from syncope. J Neurol 1991;238:39–43.

3. Martin GJ, Adams SL, Martin HG et al. Prospective evaluation of syncope. Ann Emerg

Med 1984;13:499–504.

4. Kapoor W, Karpf M, Wieand S et al. A prospective evaluation and follow-up of patients

with syncope. New Engl J Med 1983;309:197–204.

5. Kapoor W. Evaluation and outcome of patients with syncope. Medicine 1990;69:169–75.

6. Kapoor WN, Fortunato M, Hanusa SH et al. Psychiatric illnesses in patients with

syncope. Am J Med 1995;99:505–12.

7. Alboni P, Brignole M, Menozzi C et al. The diagnostic value of history in patients with

syncope with or without heart disease. J Am Coll Cardiol 2001;37:1921–8.

8. Calkins H, Shyr Y, Frumin H et al. The value of clinical history in the differentiation of

syncope due to ventricular tachycardia, atrioventricular block and neurocardiogenic

syncope. Am J Med 1995;98:365–73.

9. Sheldon R, Rose S, Ritchie D et al. Historical criteria that distinguish syncope from

seizures. J Am Coll Cardiol 2002;40:142–8.

10. Soteriades ES, Evans JC, Larson MG, et al. Incidence and prognosis of syncope. N Engl J

Med 2002;347:878–85.

11. Almquist A, Gornick C, Benson DW Jr., Dunnigan A, Benditt DG. Carotid sinus

hypersensitivity: evaluation of the vasodepressor component. Circulation 1985;71:927–36.

12. Krediet CT, van Dijk N, Linzer M, van Lieshout JJ, Wieling W. Management of vasovagal

syncope: controlling or aborting faints by leg crossing and muscle tensing. Circulation

2002;106:1684 –9.

13. Di Girolamo E, Di Iorio C, Leonzio L, Sabatini P, Barsotti A. Usefulness of a tilt training

program for the prevention of refractory neurocardiogenic syncope in adolescents: a

controlled study. Circulation 1999;100:1798–801.

14. Gurevitz O, Barsheshet A, Bar-Lev D, et al. Tilt training: Does it have a role in preventing

vasovagal syncope? Pacing Clin Electrophysiol 2007;30:1499 –505.

15. Scott WA, Pongiglione G, Bromberg BI, et al. Randomized comparison of atenolol and

fludrocortisone acetate in the treatment of pediatric neurally mediated syncope. Am J Cardiol

1995;76:400 –2.

16. Salim MA, Di Sessa TG. Effectiveness of fludrocortisone and salt in preventing syncope

recurrence in children: a double-blind, placebocontrolled, randomized trial. J Am Coll

Cardiol 2005;45:484–8.

Page 29: Shock - Paskal

Diskusi Topik : Sinkop dan syok Disusun oleh : dr. Paskalis Gunawan

Pembimbing : dr. Ceva W Pitoyo, SpPD, K-P

17. Mahanonda N, Bhuripanyo K, Kangkagate C, et al. Randomized double-blind, placebo-

controlled trial of oral atenolol in patients with unexplained syncope and positive upright tilt

table test results. Am Heart J 1995;130:1250 –3.

18. Sheldon R, Connolly S, Rose S, et al. Prevention of Syncope Trial (POST): a randomized,

placebo-controlled study of metoprolol in the prevention of vasovagal syncope. Circulation

2006;113:1164 –70.

19. Jankovic J, Gilden JL, Hiner BC, et al. Neurogenic orthostatic hypotension: a double-blind,

placebo-controlled study with midodrine. Am J Med 1993;95:38–48.

20. Ward CR, Gray JC, Gilroy JJ, Kenny RA. Midodrine: a role in the management of

neurocardiogenic syncope. Heart 1998;79:45–9.

21. Connolly SJ, Sheldon R, Thorpe KE, et al. Pacemaker therapy for prevention of syncope in

patients with recurrent severe vasovagal syncope: Second Vasovagal Pacemaker Study (VPS

II): a randomized trial. JAMA 2003;289:2224 –9.

22. Raviele A, Giada F, Menozzi C, et al. A randomized, double-blind, placebo-controlled study

of permanent cardiac pacing for the treatment of recurrent tilt-induced vasovagal syncope.

The Vasovagal Syncope and Pacing Trial (SYNPACE). Eur Heart J 2004;25:1741– 8.

23. Silberstein SD. Practice parameter: evidence-based guidelines for migraine headache: report

of the quality standards subcommittee of the American Academy of Neurology. Neurology

2000;55:754–62.

24. Hadjipetrou P, Cox S, Piemonte T, Eisenhauer A. Percutaneous revascularization of

atherosclerotic obstruction of aortic arch vessels. J Am Coll Cardiol 1999; 33:1238–45.

25. Stern SA, Bobek EM. Resuscitation: management of shock. In: Ferrera PC, Colucciello SA,

Marx JA, et al., eds. Trauma Management: An Emergency Medicine Approach. St Louis:

Mosby; 2001:75–102.

26. Bongard FS. Shock and resuscitation. In: Bongard FS, Sue DS, eds. Current Critical Care

Diagnosis and Treatment. 2nd ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill; 242–

267; 2002.

27. Cohen S. Shock. In: Cohen S, ed. Trauma Nursing Secrets. Philadelphia: Hanley and

Belfus; 2003:109– 114.

28. Greenwald PW. Shock. In: Stone CK, Humphries R, editors. Current Emergency

Diagnosis & Treatment. 5th ed. New York: McGraw-Hill; 2004.p.191-207

29. Brown AFT. Anaphylactic shock: mechanisms and treatment. Journal of Accident and

Emergency Medicine 1995; 12: 89-100

30. Mann HJ, Nolan PE. Update on the management of cardiogenic shock. Current Opinion

in Critical Care 2006,;12: 431–436

31. Chen K, Pohan H. Penatalaksanaan Syok Septik. Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Book I. 4th Edition. Jakarta:

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.p.190-92.

32. Russell, JA. Review article: Drug Therapy, Management of Sepsis. N Engl J Med

2006;355:1699-713