Makalah Blok 12
-
Upload
anna-martin -
Category
Documents
-
view
218 -
download
3
Transcript of Makalah Blok 12
Limfadenitis dan Cara Penanggulangannya
Yoda Desika Kolim
102011014
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email : [email protected]
Pendahuluan
Limfadenitis adalah radang yang terjadi pada kelenjar limfe karena infeksi,
merupakan suatu reaksi mikroorganisme yg terbawa oleh limfe dari daerah yang terinfeksi ke
kelenjar limfe regional yang kadang-kadang membengkak. Secara singkat, limfadenitis
adalah peradangan pada satu atau beberapa kelenjar getah bening.
Limfadenitis bisa disebabkan oleh infeksi dari berbagai organisme seperti bakteri,
virus, protozoa, riketsia, atau jamur. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang
ditimbulkan oleh penyebab infeksi.
Di dalam makalah ini akan dibahas mengenai faktor-faktor yang menyebabkan
limfadenitis beserta siklus terjadinya, penyebarannya, gejala yang ditimbulkan, pengobatan,
komplikasi, pencegahan dan prognosis yang diberikan berdasarkan kasus. Tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang
penyakit limfadenitis berdasarkan kasus yang telah diberikan.
Kasus
Seorang laki-laki berusia 40 tahun datang dengan keluhan bengkak pada tungkai kaki
kirinya sejak 1 bulan yang lalu. Bengkak awalnya muncul mulai dari telapak kaki kemudian
membesar sampai ke tungkai dan lama-lama terasa nyeri sampai menyebabkan pasien sulit
berjalan. Pasien mengeluh sering demam naik turun setiap 3 hari namun tidak terlalu tinggi.
Pasien juga mengeluh pada saat buang air kecil kencingnya berwarna keputihan seperti susu.
1
Pasien bertempat tinggal di daerah padat dan kumuh sehingga sering terkena gigitan nyamuk
pada malam hari.
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang; kesadaran compos mentis; tekanan darah
110/70mmHg, heart rate 90 kali/menit; respiratory rate 20 kali/ menit; dan suhu tubuh
37,2oC. Terdapat edema non pitting di tungkai kiri dan nyeri tekan positif. Pemeriksaan
penunjang belum dilakukan.
Anamnesis
Anamnesis atau medical history adalah informasi yang dikumpulkan oleh seorang
dokter dengan cara melakukan wawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
spesifik baik itu terhadap pasien itu sendiri (auto-anamnesis) maupun dari orang yang
dianggap dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan keadaan pasien (allo-
anamnesis/hetero-anamnesis). Berdasarkan anamnesis yang baik, seorang dokter biasanya
akan menanyakan identitas dan keadaan pasien meliputi:1
- Nama lengkap
- Jenis kelamin
- Umur
- Tempat tanggal lahir
- Alamat tempat tinggal
- Status perkawinan
- Pekerjaan
- Suku bangsa
- Agama
- Pendidikan
Setelah mendapatkan data pribadi pasien, anamnesis selanjutnya adalah menanyakan
keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan riwayat
penyakit keluarga.
Keluhan utama adalah keluhan yang mendorong pasien datang berobat ke rumah sakit
atau puskesmas/klinik atau ke praktek dokter. Dalam kasus ini, keluhan utama pasien adalah
bengkak pada tungkai kaki kirinya sejak 1 bulan yang lalu.2
Riwayat penyakit sekarang adalah riwayat perjalanan penyakit secara kronologis yang
merupakan keluhan pasien dari awal dirasakan kemudian keluhan berkembang, meluas dan
semakin berat sehingga sampai pada keluhan utama. Riwayat penyakit sekarang dari pasien
pada kasus ini adalah bengkak awalnya muncul mulai dari telapak kaki kemudian membesar
2
sampai ke tungkai dan lama-lama terasa nyeri sampai menyebabkan pasien sulit berjalan,
sering demam naik turun setiap 3 hari namun tidak terlalu tinggi dan pasien juga mengeluh
pada saat buang air kecil kencingnya berwarna keputihan seperti susu.2
Riwayat penyakit dahulu adalah riwayat penyakit yang pernah diderita oleh pasien
pada masa lalu. Sementara riwayat penyakit keluarga adalah riwayat penyakit yang pernah
atau sedang diderita oleh keluarga pasien.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik secara umum meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan juga
auskultasi. Inspeksi adalah cara memeriksa dengan melihat dan mengamati bagian tubuh
pasien yang diperiksa.3
Palpasi adalah pemeriksaan secara perabaan dengan menggunakan rasa propioseptif
ujung jari tangan. Palpasi dapat dilakukan dengan satu, dua, tiga, empat, atau dengan semua
jari tangan tergantung bagian yang diperiksa. Dengan palpasi dapat diketahui tepi atau batas
organ yang diperiksa (tajam/tumpul), permukaan bagian tubuh yang diperiksa (halus atau
kasar, rata atau berbenjol), konsistensi dari bagian tubuh yang diperiksa (lunak, keras atau
kenyal), nyeri tekan atau tidak, getaran dan denyutan nadi.3
Perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mengetuk permukaan tubuh dengan
perantaraan tangan, untuk mengetahui keadaan organ-organ di dalam tubuh.3
Auskultasi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mendengarkan suara yang didapat di
dalam tubuh dengan bantuan alat yang disebut stetoskop.3
Hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan dalam kasus ini adalah keadaan umum
pasien tampak sakit sedang; kesadaran compos mentis; tekanan darah 110/70mmHg, heart
rate 90 kali per menit; respiratory rate 20 kali per menit; dan suhu tubuh 37,2oC. Terdapat
edema non pitting di tungkai kiri dan nyeri tekan positif.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk memastikan
penyakit yang sedang diderita oleh pasien. Pemeriksaan penunjang bisa berupa pemeriksaan
laboratorium seperti tes darah (sediaan darah tebal), pemeriksaan serologi, tes urin, USG, foto
thorax, tes sputum (untuk melihat apakah ada indikasi tuberkulosis) dan pemeriksaan
penunjang lainnya.
Tes darah untuk mengetahui apakah terdapat kelainan di dalam sel-sel darah dan
apakah terdapat parasit di dalamnya atau tidak.4
3
Serologi merupakan cabang imunologi yang mempelajari reaksi antigen-antibodi
secara invitro. Reaksi serologis dilakukan berdasarkan asumsi bahwa agen infeksius memicu
host untuk menghasilkan antibodi spesifik, yang akan bereaksi dengan agen infeksius
tersebut. Reaksi serologis dapat digunakan untuk mengetahui respon tubuh terhadap agen
infeksius.4
Tes urin bisa dilihat dibawah mikroskop apakah ada butir darah merah atau butir
darah putih, sel nanah, maupun bakteri.4
Tes radiologi meliputi USG maupun foto thorax untuk melihat kondisi di dalam tubuh
pasien apakah normal atau abnormal.4
Tes sputum biasanya dilakukan pemeriksaan secara bakteriologik untuk melihat
apakah ada basil tuberkulosis (bila ada indikasi). Sputum adalah kelenjar yang dihasilkan di
dalam paru-paru dan sistem pernapasan manusia. Cara pengambilan dengan jalan pasien
membatukkan sekuat mungkin, bila tidak bisa, sputum harus diambil dengan menggunakan
suction tube.5
Diagnosis
Diagnosis terbagi menjadi diagnosis kerja dan diagnosis banding. Diagnosis banding
dirumuskan terlebih dahulu dan setelah dilakukan berbagai pemeriksaan barulah menentukan
diagnosis kerja yang merupakan diagnosis akhir yang menentukan penyakit yang sedang
diderita oleh pasien.
Dalam kasus ini, diagnosis bandingnya adalah limfadenitis bakterial dan limfadenitis
tuberkulosis. Sementara diagnosis kerjanya adalah limfadenitis filariasis.
1. Diagnosis Banding
1.1. Limfadenitis Bakterial
Limfadenitis bakterial adalah peradangan kelenjar getah bening atau limfe yang
disebabkan oleh infeksi akibat adanya bakteri di dalam tubuh.6
Etiologi Limfadenitis Bakterial
Selain limfadenitis tuberkulosis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
Streptoccocus dan bakteri Staphylococcus adalah penyebab paling umum dari limfadenitis
bakterial, meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan basil tubserkulosis juga dapat
menginfeksi kelenjar getah bening.6
4
Patogenesis Limfadenitis Bakterial
Organisme penyebab sering memasuki tubuh melalui faring, hidung, gigi, atau luka
pada kulit. Penyebab tersering adalah Staphylococcus aureus.6
Gejala untuk menganalisa apakah terkena penyakit ini adalah kelenjar getah bening
yang terserang biasanya akan membesar dan jika diraba terasa lunak dan nyeri, selain itu
gejala klinis yang timbul adalah demam, nyeri tekan, dan tanda radang. Kulit di atasnya
terlihat merah dan terasa hangat, pembengkakan ini akan menyerupai daging tumbuh atau
biasa disebut dengan tumor. Untuk memastikan apakah gejala-gejala tersebut merujuk pada
penyakit limfadenitis maka perlu adanya pengangkatan jaringan untuk pemeriksaan di bawah
mikroskop.7
Pengobatan Limfadenitis Bakterial
Pengobatan pada infeksi KGB (kelenjar getah bening) oleh bakteri (limfadenitis)
adalah antibiotik oral 10 hari dengan pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin
25mg/kg berat badan empat kali sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotik golongan
penisilin, dapat diberikan cephalexin 25mg/kg (sampai dengan 500mg) tiga kali sehari atau
eritromisin 15mg/kg (sampai 500mg) tiga kali sehari.7
Untuk penyakit ini, terdapat beberapa cara pengobatan tergantung jenis organisme
yang memunculkan penyakit tersebut. Salah satu di antaranya adalah dengan antibiotik per-
oral (melalui mulut) atau intravena melalui pembuluh darah jika jenis organismenya adalah
bakteri. Jika untuk sekedar mengurangi rasa sakit, bisa melakukan pengompresan air hangat
pada bagian kelenjar yang bengkak.7
Pencegahan Limfadenitis Bakterial
Kehadiran penyakit limfadenitis ini dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan.
Mengingat penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri dan lainnya. Memastikan semua
makanan dan minuman yang kita konsumsi bersih dan hiegenis, menjaga kebersihan badan
dengan rajin membersihkannya memakai sabun secara teratur serta menjaga kebersihan
tempat tinggal adalah beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit ini.7
1.2. Limfadenitis Tuberkulosis
Limfadenitis adalah radang yang terjadi pada kelenjar limfe karena infeksi,
merupakan suatu reaksi mikroorganisme yang terbawa oleh limfe dari daerah yang terinfeksi
5
ke kelenjar limfe regional yang kadang-kadang membengkak. Definisi lain menyebutkan
bahwa peradangan pada satu atau beberapa kelenjar getah bening.
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit infeksi
terbanyak di dunia. Dalam penyebarannya, tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua yaitu
tuberkulosis paru dan tuberkulosis di ekstraparu. Limfadenitis tuberkulosis adalah penyakit
tuberkulosis di luar paru yang menyerang kelenjar getah bening.5
Etiologi Limfadenitis Tuberkulosis
Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis complex,
yaitu Mycobacterium tuberculosis (pada manusia), Mycobacterium bovis (pada sapi),
Mycobacterium africanum, Mycobacterium canetti dan Mycobacterium caprae. Secara
mikrobiologi, Mycobacterium tuberculosis merupakan basil tahan asam yang dapat dilihat
dengan pewarnaan Ziehl- Neelsen atau Kinyoun-Gabbett. Pada pewarnaan tahan asam akan
terlihat kuman berwarna merah berbentuk batang halus berukuran 3 x 0,5um. Mycobacterium
tuberculosis dapat tumbuh dengan energi yang diperoleh dari oksidasi senyawa karbon yang
sederhana. Karbondioksida dapat merangsang pertumbuhan.7
Mycobacterium tuberculosis merupakan mikroba kecil seperti batang yang tahan
terhadap desinfektan lemah dan bertahan hidup pada kondisi yang kering hingga berminggu-
minggu, tetapi hanya dapat tumbuh di dalam organisme hospes. Kuman akan mati pada suhu
60oC selama 15-20 menit, pada suhu 30o atau 40o-45oC sukar tumbuh atau bahkan tidak dapat
tumbuh. Pengurangan oksigen dapat menurunkan metabolisme kuman.7
Daya tahan kuman Mycobacterium tuberculosis lebih besar dibandingkan dengan
kuman lainnya karena sifat hidrofobik pada permukaan selnya. Kuman ini tahan terhadap
asam. Pada sputum, bakteri ini dapat bertahan hidup selama 8-10 hari. Mycobacterium
tuberculosis dapat dibunuh dengan pasteurisasi.7
Epidemiologi Limfadenitis Tuberkulosis
Tuberkulosis ekstraparu telah memberikan kontribusi yang besar dalam kejadian
tuberkulosis terutama pada pasien yang menderita imunodefisiensi akibat HIV (45-70%)
dibandingkan yang tidak menderita HIV AIDS (15%).7
Limfadenitis tuberkulosis merupakan tuberkulosis ekstraparu yang paling sering
terjadi. Menurut jenis kelamin, perempuan lebih sering terkena dibandingkan laki-laki.
Menurut ras, Asia lebih sering terkena dibandingkan Afrika.7
6
Pada penelitian, infeksi Mycobacterium bovis merupakan penyebab tersering dari
tuberkulosis ekstraparu terutama limfadenitis tuberkulosis. Konsumsi susu mentah memiliki
peran penting dalam infeksi bakteri ini. Maka dari itu, limfadenitis tuberkulosis ini lebih
sering mengenai anak-anak. Menurut penelitian pada anak-anak yang menderita limfadenitis
tuberkulosis, umur rata-rata anak tersebut adalah 9,8 tahun dengan anak perempuan (61,3%)
lebih banyak dari anak laki-laki (38,7%).7
Menurut penelitian dari 1.112 anak-anak, 7,8% anak menderita limfadenitis
tuberkulosis. Penyakit ini didapati pada semua usia tapi lebih sering pada anak usia 10 dan 18
tahun (39,1%). Pada anak dengan ront gen dada yang normal didapati memiliki limfadenitis
tuberkulosis sebanyak 21,8% dan pada pasien ini didapati tes tuberkulin positif sebanyak
87,3% dan memiliki riwayat keluarga menderita TB sebanyak 82,7%.7
Patogenesis Limfadenitis Tuberkulosis
Infeksi tuberkulosis di daerah leher yang mengenai kelenjar disebut limfadenitis.
Tuberkulosis kelenjar bisa diderita oleh semua umur dan kedua jenis kelamin, tetapi lebih
banyak mengenai perempuan usia muda.5
Siklus munculnya penyakit ini adalah bakteria dapat masuk melalui makanan ke
rongga mulut dan melalui tonsil mencapai kelenjar limfa di leher, sering tanpa tanda TBC
paru. Kelenjar yang sakit akan membengkak dan mungkin sedikit nyeri.5
Gejala klinis limfadenitis tuberkulosis adalah pembesaran kelenjar di daerah leher
selama beberapa minggu sampai bulanan dan biasanya tidak sakit. Benjolan bisa terdapat di
leher, daerah di bawah dagu, sampai ke kelenjar di ketiak dan selangkangan. Gejala lain
adalah demam, berat badan turun, dan kadang disertai keringat malam. Batuk jarang
ditemukan kecuali bila bersamaan dengan tuberkulosis paru, kadang tanpa gejala sama
sekali.5
Diagnosis limfadenitis tuberkulosis bisa melalui sediaan apus dengan ditemukannya
kuman tahan asam melalui sediaan apus langsung atau dikultur. Bisa juga melalui aspirasi
jarum halus (FNA) pada massa, kemudian dilihat sel-selnya (sitologi).5
Untuk pasien-pasien tanpa infeksi HIV, terjadinya limfadenopati tuberkulosis perifer
yang terisolasi (contohnya pada bagian cervical) kemungkinan besar disebabkan oleh
reaktivasi dari penyakit pada bagian tersebut melalui jalur hematogen ketika pasien terinfeksi
tuberkulosis primer. Akan tetapi beberapa ahli berpendapat bahwa limfadenitis tuberkulosis
pada bagian cervical mungkin disebabkan oleh infeksi pada tonsil, adenoid, dan cincin
waldeyer’s dimana hal ini akan menyebabkan terlibatnya nodal cervical. Pada pasien yang
7
terinfeksi HIV dengan limfadenitis tuberkulosis, lebih banyak terdapat bukti bahwa infeksi
mereka lebih menyeluruh seperti sering timbul demam yang tiba-tiba, gambaran foto thoraks
yang abnormal dan jumlah mycobacterium yang lebih banyak.7
Pengobatan Limfadenitis Tuberkulosis
Obat-obatan yang umumnya diberikan adalah isoniazid dan rifampisin sebagai
pengobatan dasar bagi penderita. Namun karena adanya kemungkinan resistensi dengan
kedua obat tersebut, maka tambahan obat seperti pirazinamid, streptomisin dan etambutol
HCL sebagai satu kesautan yang dikenal “Triple Drug”.5
Komplikasi dari Limfadenitis Tuberkulosis
Nodus limfe servikal biasanya terlibat pada limfadenitis TB dengan 63-77% dari
kasus. Massa unilateral biasanya sering muncul di bagian anterior atau posterior triangular
servikalis, tetapi nodus limfe submandibular dan supraklavikular juga terlibat. Lesi bilateral
jarang dijumpai, mungkin terjadi kurang dari 10% kasus. Meskipun kebanyakan pasien
mempunyai manifestasi di satu lokasi, nodus-nodus yang lain di lokasi tersebut dapat terlibat
juga. Meskipun regio servikalis sering terkena, lokasi lain juga sering dilaporkan.
Tuberkulosis pada nodus limfe aksilaris, inguinalis, mesentrik, mediastinal, dan
intramammaris telah dilaporkan.7
Limfadenitis tuberkulosis bisa menjalar sampai ke ekstremitas bawah mengenai
kelenjar getah bening di daerah inguinalis dan femoralis.7
Pencegahan Limfadenitis Tuberkulosis
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menjaga daya tahan tubuh dengan asupan
gizi yang baik.5
Prognosis Limfadenitis Tuberkulosis
Penyakit ini dapat disembuhkan secara total asalkan penderita secara rutin
mengonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter dan memperbaiki daya tahan tubuhnya
dengan asupan gizi yang baik.5
8
2. Diagnosis Kerja
Limfadenitis Filariasis
Penyakit ini dapat disebabkan oleh infestasi jenis filaria yaitu Wuchereria bancrofti,
Brugia malayi dan Brugia timori. Cacing filaria ini termasuk famili Filaridae, yang
bentuknya langsing dan ditemukan di dalam sistem peredaran darah limfe, otot, jaringan ikat
atau rongga serosa pada vertebra. Cacing bentuk dewasa dapat ditemukan pada pembuluh dan
jaringan limfe pasien.8
Masa inkubasi penyakit ini cukup lama lebih kurang 1 tahun, sedangkan penularan
parasit terjadi melalui vektor nyamuk sebagai hospes perantara, dan manusia atau hewan kera
dan anjing sebagai hospes definitif. Periodisitas beradanya mikrofilaria di dalam darah tepi
bergantung pada spesies. Periodisitas tersebut menunjukkan adanya filaria di dalam darah
tepi sehingga mudah terdeteksi.8
Filariasis limfatik bercirikan serangan akut dari demam dan pembengkakan limfe,
yang dapat diperumit oleh infeksi sekunder oleh bakteri. Setelah serangan berulang,
pembuluh limfe menjadi rusak secara permanen, menyebabkan limfedema di tungkai, lengan
atau skrotum.9
Etiologi Limfadenitis Filariasis
Penyakit limfadenitis filariasis dapat disebabkan oleh infestasi jenis filaria yaitu
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori.8
Epidemiologi Limfadenitis Filariasis
Penyakit filariasis terutama ditemukan di daerah khatulistiwa dan merupakan masalah
di daerah dataran rendah. Kadang-kadang dapat juga ditemukan di daerah bukit yang tidak
terlalu tinggi. Di Indonesia, penyakit ini lebih banyak ditemukan di daerah pedesaan. Di
daerah kota hanya Wuchereria bancrofti yang telah ditemukan seperti Jakarta, Tangerang,
Pekalongan dan Semarang dan mungkin di beberapa kota lainnya.10
Di Indonesia, filariasis tersebar luas; daerah endemi terdapat di banyak pulau di
seluruh Nusantara seperti di Sumatera dan sekitarnya, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT,
Maluku dan Irian Jaya. Masih banyak daerah yang belum diselidiki.10
Pemberantasan filariasis sudah dilakukan oleh Departemen Kesehatan sejak tahun
1970 dengan pemberian DEC dosis rendah jangka panjang (100 mg/minggu selama 40
minggu).10
9
Survei prevalensi filariasis yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan menunjukkan
bahwa prevalensi infeksi cukup tinggi bervariasi dari 0,5%-19,46%. Prevalensi ini dapat
berubah-ubah dari masa ke masa dan pada umumnya ada tendensi menurun dengan adanya
kemajuan dalam pembangunan yang menyebabkan perubahan lingkungan. Untuk dapat
memahami epidemiologi filariasis, perlu diperhatikan faktor-faktor seperti hospes, hospes
reservoar, vektor dan keadaan lingkungan yang sesuai untuk menunjang kelangsungan hidup
masing-masing.10
Hospes
Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang
lain yang rentan (suseptibel). Biasanya pendatang baru ke daerah endemi (transmigran) lebih
rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita daripada penduduk asli. Pada umumnya,
laki-laki lebih banyak yang terkena infeksi, karena lebih banyak kesempatan untuk
mendapatkan infeksi (exposure). Juga gejala penyakit lebih nyata pada laki-laki, karena
pekerjaan fisik yang lebih berat.10
Hospes Reservoar
Tipe Brugia malayi yang dapat hidup pada hewan merupakan sumber infeksi untuk
manusia. Hewan yang sering ditemukan mengandung infeksi adalah kucing dan kera
terutama jenis Presbytis (pemakan daging), meskipun hewan lain mungkin juga terkena
infeksi.10
Vektor
Banyak spesies nyamuk telah ditemukan sebagai vektor filariasis, tergantung pada
jenis cacing filarianya. Wuchereria bancrofti yang terdapat di daerah perkotaan ditularkan
oleh Culex quinquefasciatus yang tempat perindukannya di air kotor dan tercemar.10
Wuchereria bancrofti di daerah pedesaan dapat ditularkan oleh bermacam spesies
nyamuk. Di Irian Jaya, Wuchereria bancrofti ditularkan terutama oleh Anopheles farauti
yang dapat menggunakan bekas jejak kaki binatang (footprint) untuk tempat perindukannya.
Selain itu ditemukan juga vektor lain seperti Anopheles koliensis, Anopheles punctulatus,
Culex annulirostris, dan Aedes kochi. Wuchereria bancrofti di daerah lain dapat ditularkan
oleh spesies lain, seperti Anopheles subpictus di daerah pantai di Nusa Tenggara Timur. Jadi
selain nyamuk Culex, Aedes juga pernah ditemukan sebagai vektor.10
10
Brugia malayi yang hidup pada manusia dan hewan biasanya ditularkan oleh berbagai
spesies Mansonia seperti Mansonia uniformis, Mansonia bonneae, Mansonia dives dan
lainnya, yang berkembang biak di daerah rawa di Sumatra, Kalimantan, Maluku dan
kepulauan lainnya. Brugia malayi yang periodik ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang
memakai sawah sebagai tempat perindukannya, seperti di daerah Sulawesi.10
Brugia timori, spesies yang ditemukan di Indonesia sejak 1965 hingga sekarang hanya
ditemukan di daerah Nusa Tenggara Timur dan Timor-Timur, ditularkan oleh Anopheles
barbirostris yang berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah
pedalaman.10
Komplikasi
Penghancuran mikrofilaria dalam jumlah yang berlebihan oleh sistem kekebalan di
dalam tubuh penderita filariasis limfatik dapat menyebabkan penyakit Occult filariasis.
Mikrofilaria dihancurkan oleh zat anti dalam tubuh hospes akibat hipersensitivitas terhadap
antigen mikrofilaria. Gejala penyakit ini ditandai dengan hipereosinofilia, peningkatan kadar
antibodi IgE dan antifilaria IgG4, kelainan klinis yang menahun berupa pembengkakan
kelenjar limfe dan gejala asma bronkial.10
Hipereosinofilia merupakan salah satu tanda utama dan gejala ini seringkali
merupakan petunjuk ke arah etiologi penyakit tersebut. Jumlah leukosit biasanya ikut
meningkat akibat meningkatnya jumlah sel eosinofil dalam darah. Kelenjar yang paling
sering terkena adalah kelenjar limfe inguinal. Kadang-kadang dapat pula terkena kelenjar
limfe leher, lipat siku atau kelenjar limfe di tempat lain. Mungkin pula terdapat pembesaran
kelenjar limfe di seluruh tubuh, menyerupai penyakit Hodgkin. Bila paru terkena, maka
gejala klinis dapat berupa batuk dan sesak napas, terutama pada waktu malam, dengan dahak
yang kental dan mukopurulen. Foto rontgen paru biasanya memperlihatkan garis-garis yang
berlebihan pada kedua hilus dan bercak-bercak halus terutama di lapangan paru bawah.
Gejala lain dapat berupa demam subfebril (suhu badan meningkat sedikit), pembesaran limpa
dan hati.10
Mikrofilaria tidak ditemukan di darah, tetapi mikrofilaria atau sisa-sisanya dapat
ditemukan di jaringan kapiler limfe, paru, limpa, dan hati. Pada jaringan tersebut terdapat
benjolan-benjolan kecil berwarna kuning kelabu dengan penampang 1-2mm, terdiri dari
infiltrasi sel eosinofil yang dikenal dengan nama Meyers Kouwenaar yang dapat ditemukan
sisa-sisa mikrofilaria di dalamnya.10
11
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup hospes, hospes
reservoar dan vektor, merupakan hal yang sangat penting untuk epidemiologi filariasis. Jenis
filariasis yang ada di suatu daerah endemi dapat diperkirakan dengan melihat keadaan
lingkungannya. Filariasis di daerah endemi dapat diduga jenisnya dengan melihat keadaan
lingkungan. Pencegahan filariasis, hanya dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk.
Untuk mendapat infeksi diperlukan gigitan nyamuk yang banyak sekali. Pengobatan masal
dengan DEC dapat menurunkan angka filariasis dengan jelas. Pencegahan dengan obat masih
dalam taraf penelitian.10
Nematoda
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan juga Brugia timori termasuk dalam kelas
cacing nematoda.8
Nematoda mempunyai jumlah spesies terbanyak di antara cacing-cacing yang hidup
sebagai parasit. Kebanyakan hidup bebas di air tawar, laut serta ada juga yang hidup di
lumpur atau tanah perkebunan.11 Cacing tersebut berbeda-beda dalam habitat, daur hidup dan
hubungan hospes-parasit (host-parasite relationship).10
Besar dan panjang cacing Nematoda beragam; ada yang panjangnya beberapa
milimeter, ada pula yang melebihi satu meter. Nematoda mempunyai kepala, ekor, dinding,
rongga badan yang disebut pseudoselom, saluran pencernaan makanan, sistem saraf, sistem
eksresi, serta sistem reproduksi, akan tetapi tidak memiliki sistem sirkulasi darah.11
Sistem pencernaan, eksresi dan reproduksi biasanya terpisah. Pada umumnya cacing
bertelur, tetapi ada juga yang vivipar. Dalam siklus hidupnya terjadi tiga stadium yaitu
stadium telur, larva dan dewasa. Cacing jantan lebih kecil dari cacing betina, biasanya ujung
posterior melengkung ke depan. Cacing dewasa tidak bertambah banyak di dalam badan
manusia. Seekor cacing betina dapat mengeluarkan telur atau larva sebanyak 20 sampai
200.000 butir sehari. Telur atau larva tersebut dikeluarkan dari badan hospes bersama dengan
tinja. Larva biasanya mengalami pertumbuhan diikuti pergantian kulit. Bentuk infektif dapat
memasuki badan manusia dengan berbagai cara. Ada yang masuk secara aktif, ada pula yang
tertelan atau masuk melalui gigitan vektor.10,11
Wuchereria bancrofti
Wuchereria bancrofti merupakan parasit manusia yang menyebabkan filariasis
bancrofti atau wukereriasis bancrofti. Penyakit ini tergolong dalam filariasis limfatik,
12
bersamaan dengan penyakit yang disebabkan oleh Brugia malayi dan Brugio timori.
Wuchereria bancrofti tidak terdapat secara alami pada hewan.10
Epidemiologi Wuchereria bancrofti
Parasit ini tersebar luas di daerah yang beriklim tropis di seluruh dunia. Filariasis
bancrofti dapat dijumpai di perkotaan atau di pedesaan. Di Indonesia, parasit ini lebih sering
dijumpai di pedesaan daripada di perkotaan dan penyebarannya bersifat lokal. Kurang lebih
20 juta penduduk Indonesia bermukim di daerah endemi filariasis bankrofti, malayi dan
timori dan mereka sewaktu-waktu dapat ditulari. Kelompok umur dewasa muda merupakan
kelompok penduduk yang paling sering menderita, terutama mereka yang tergolong
penduduk berpenghasilan rendah.10
Daur Hidup dan Morfologi Wuchereria bancrofti
Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfe. Bentuk cacing
ini halus seperti benang dan berwarna putih. Cacing betina berukuran 65-100mm x 0,25mm
sedangkan cacing jantan mempunyai ukuran 40mm x 0,1mm. Cacing betina mengeluarkan
mikrofilaria yang bersarung dengan ukuran panjang 250-300 mikron dan lebar 7-8 mikron.10
Mikrofilaria hidup di dalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu-waktu
tertentu saja karena mempunyai periodisitas. Pada umumnya, mikrofilaria Wuchereria
bancrofti bersifat periodisitas nokturna, artinya mikrofilaria hanya terdapat di dalam darah
tepi pada waktu malam. Pada siang hari, mikrofilaria terdapat di kapiler alat dalam (paru,
jantung, ginjal, dan organ lainnya).10
Gambar 1. Mikrofilaria Wuchereria bancrofti.12
13
Di daerah Pasifik, mikrofilaria Wuchereria bancrofti mempunyai periodisitas
subperiodik diurna dimana mikrofilaria terdapat di dalam darah siang dan malam, tetapi
jumlahnya lebih banyak pada waktu siang.10
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi periodisitas mikrofilaria adalah kadar zat
asam dan zat lemas di dalam darah, aktivitas hospes, irama sirkadian, jenis hospes dan jenis
parasit, tetapi secara pasti mekanisme dari periodisitas mikrofilaria belum diketahui.10
Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus. Di
pedesaan, vektornya berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes. Parasit ini tidak
ditularkan oleh nyamuk Mansonia.10
Daur hidup parasit ini memerlukan waktu yang sangat panjang. Masa pertumbuhan
parasit di dalam nyamuk kurang lebih dua minggu.10
Pada manusia, masa pertumbuhan tersebut belum diketahui secara pasti, tetapi diduga
kurang lebih 7 bulan, sama dengan masa pertumbuhan parasit ini di dalam Prebytis cristata
(lutung). Mikrofilaria yang terisap oleh nyamuk, melepaskan sarungnya di dalam lambung,
menembus dinding lambung dan bersarang di antara otot-otot toraks. Mula-mula parasit ini
memendek, bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang
lebih seminggu, larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang, disebut
larva stadium II. Pada hari kesepuluh dan selanjutnya, larva bertukar kulit sekali lagi, tumbuh
semakin panjang dan lebih kurus, disebut larva stadium III.10
Gerak larva stadium III sangat aktif. Bentuk ini bermigrasi, mula-mula ke rongga
abdomen kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk yang mengandung larva
stadium III (bentuk infektif) menggigit manusia, maka larva terebut secara aktif masuk
melalui luka tusuk ke dalam tubuh hospes dan bersarang di saluran limfe setempat. Di dalam
tubuh hospes, larva mengalami dua kali pergantian kulit, tumbuh menjadi larva stadium IV,
lalu stadium V atau cacing dewasa.10
Patologi Limfadenitis Filariasis akibat Wuchereria bancrofti
Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembuluh getah bening akibat
inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa, bukan oleh mikrofilaria. Cacing dewasa
hidup di pembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah bening dan menyebabkan
pelebaran pembuluh getah bening dan penebalan dinding pembuluh. Infiltrasi sel plasma,
eosinofil, dan makrofag di dalam dan di sekitar pembuluh getah bening yang mengalami
inflamasi bersama dengan proliferasi sel endotel dan jaringan penunjang menyebabkan
14
berliku-likunya sistem limfatik dan kerusakan atau inkompetensi katup pembuluh getah
bening.8
Limfedema dan perubahan kronik akibat statis bersama dengan edema keras terjadi
pada kulit yang mendasarinya. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat filariasis ini
disebabkan oleh efek langsung dari cacing ini dan oleh respon imun pejamu terhadap parasit.
Respon imun ini menyebabkan proses granulomatosa dan proliferasi yang menyebabkan
obstruksi total pembuluh getah bening.8
Pengobatan Filariasis akibat Wuchereria bancrofti
Selama lebih dari 40 tahun, dietil karbamasin sitrat (DEC) merupakan obat pilihan
baik untuk pengobatan perorangan maupun masal. DEC bersifat membunuh mikrofilaria dan
juga cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Pengobatan ditujukan untuk membunuh
parasit, mencegah kesakitan dan mencegah transmisi.10
Hingga saat ini, DEC merupakan satu-satunya obat yang efektif, aman dan relatif
murah. Dosis yang dianjurkan adalah 6 mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Dosis harian
obat ini dapat diberikan dalam tiga kali pemberian sesudah makan. Umumnya dengan dosis
ini akan menghilangkan mikrofilaria tapi untuk benar-benar bebas dari parasitnya diperlukan
beberapa kali pengobatan.10
Program elemininasi filariasis melalui pengobatan masal di daerah endemis
(prevalensi ≥ 1%) telah dicanangkan oleh organisasi kesehatan dunia. Obat yang dianjurkan
adalah kombinasi DEC 6mg/kg berat badan dan albendazol 400mg yang diberikan sekali
setiap tahun selama 5-10 tahun pada penduduk di atas usia 2 tahun.10
Obat lain yang juga dipakai dan saat ini masih terus diuji coba adalah ivermektin.
Ivermektin adalah antibiotik semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktifitas
luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek
samping yang ditimbulkannya lebih ringan dibanding DEC. Diberikan sebagai dosis tunggal
400ug/kg berat badan; dapat sebagai obat tunggal (setiap 6 bulan sekali) atau dikombinasikan
dengan dietil-karbamasin (diberikan setahun sekali). Pengobatan kombinasi memberikan efek
lebih baik.10
Kelangsungan hidup filaria di dalam tubuh hospes dipengaruhi oleh adanya
Wolbachia yang merupakan endobakteri dari famili ricketsiaceae. Endobakteri ini berperan
pada perkembangan, reproduksi dan kelangsungan hidup parasit filaria dalam tubuh hospes
sehingga dapat dijadikan target pada pengobatan filariasis. Pengobatan DEC pada filariasis
akan membunuh parasit sehingga keluarnya Wolbachia atau molekul lipopolisakarida
15
menyebabkan efek samping pengobatan. Antibiotik golongan makrolid (tetrasiklin,
doksisiklin) efektif membunuh Wolbachia dalam parasit filaria. Pemberian antibiotik pada
filariasis dapat membunuh Wolbachia dan parasit filaria serta mengurangi efek samping
pengobatan DEC.10
Edukasi kepada Penderita Limfadenitis Filariasis akibat Wuchereria bancrofti
Untuk mengurangi serangan akut oleh infeksi bakteri dan jamur serta mencegah
perkembangan lanjut limfedema maka pada penderita limfedema perlu diajarkan cara
membersihkan kaki dengan air dan sabun terutama di daerah lipatan kulit dan sela jari. Bila
ditemukan luka harus segera diobati dengan antibiotik dan antimikotik.10
Gejala Klinis dan Komplikasi akibat Wuchereria bancrofti
Gejala klinis filariasis limfatik disebabkan oleh mikrofilaria dan cacing dewasa baik
yang hidup maupun yang mati. Mikrofilaria biasanya tidak menimbulkan kelainan tetapi
dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan occult filariasis. Hal ini disebabkan oleh respon
berlebihan imunologik terhadap infeksi filaria. Sindrom ini ditandai dengan kadar eosinofil
darah tepi yang sangat tinggi, gejala mirip asma, penyakit paru restriktif (dan kadang
obstruktif), kadar antibodi spesifik antifilaria sangat tinggi, dan respon pengobatan yang baik
dengan terapi antifilaria (DEC).8,10
Gejala yang disebabkan oleh cacing dewasa menimbulkan limfadenitis dan
limfangitis retrograd dalam stadium akut, disusul dengan obstruktif menahun 10 sampai 15
tahun kemudian.10
Perjalanan penyakit filariasis limfatik dapat dibagi dalam beberapa stadium yaitu
stadium mikrofilaremia tanpa gejala klinis, stadium akut dan stadium menahun. Ketiga
stadium ini tumpang tindih, tanpa ada batas yang nyata. Gejala klinis filariasis bankrofti yang
terdapat di suatu daerah mungkin berbeda dengan yang terdapat di daerah lain. Gejala dari
limfadenitis adalah nyeri lokal, keras di daerah kelenjar limfe yang terkena dan biasanya
disertai demam, sakit kepala dan badan, muntah-muntah, lesu, tidak nafsu makan.8,10
Pada penderita mikrofilaremia tanpa gejala klinis, pemeriksaan dengan limfosintigrafi
menunjukkan adanya kerusakan saluran limfe. Cacing dewasa hidup dapat menyumbat
saluran limfe dan terjadi dilatasi pada saluran limfe, disebut lymphangiektasia. Jika jumlah
cacing dewasa banyak dan lymphangiektasia terjadi secara intensif menyebabkan disfungsi
sistem limfatik. Cacing dewasa yang mati menyebabkan reaksi inflamasi. Sumbatan sirkulasi
limfatik terus berlanjut pada individu yang terinfeksi berat sampai semua saluran limfatik
16
tertutup menyebabkan limfedema di daerah yang terkena. Selain itu juga terjadi hipertrofi
otot polos di sekitar daerah terkena.8
Stadium akut ditandai dengan peradangan pada saluran dan kelenjar limfe, berupa
limfadenitis dan limfangitis retrograd yang disertai demam dan malaise. Gejala peradangan
tersebut hilang timbul beberapa kali dalam setahun dan berlangsung beberapa hari sampai
satu atau dua minggu lamanya. Peradangan pada sistem limfatik alat kelamin laki-laki, seperti
funikulitis, epididimitis dan orkitis sering dijumpai. Saluran sperma meradang, membengkak
menyerupai tali dan sangat nyeri pada perabaan.8
Pada stadium menahun, gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah hidrokel.
Dapat pula dijumpai gejala limfedema dan elefantiasis yang mengenai seluruh tungkai,
seluruh lengan, testis, payudara dan vulva. Kadang-kadang terjadi kiluria, yaitu urin yang
berwarna putih susu yang terjadi karena dilatasi pada pembuluh limfe pada sistem ekskretori
dan urinari. Pada stadium obstruktif, mikroflaria sering tidak ditemukan lagi di dalam darah,
tetapi ada di dalam cairan hidrokel atau cairan kiluria.10
Dalam stadium menahun, penyumbatan duktus torasikus atau saluran limfe perut
bagian tengah turut mempengaruhi skrotum dan penis pada laki-laki dan bagian luar alat
kelamin pada wanita. Infeksi kelenjar inguinal dapat mempengaruhi tungkai dan bagian luar
alat kelamin. Elephantiasis pada umunya mengenai tungkai serta alat kelamin dan
menyebabkan perubahan bentuk yang luas.8
Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai. Limfedema
tungkai ini dapat dibagi dalam 4 tingkat yaitu:8
- Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversible) bila tungkai diangkat.
- Pitting/non pitting edema yang tidak dapat kembali normal (irreversible) bila tungkai
diangkat.
- Edema non pitting, tidak dapat kembali normal bila tungkai diangkat, kulit menjadi tebal.
- Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit (elephantiasis).
Hubungan antara adanya mikrofilaria di dalam darah dan elephantiasis sangat kecil,
karena mikrofilaria menghilang setelah cacing mati. Bila saluran limfe kandung kencing
pecah akan timbul kiluria, sedangkan episode berulang adenolimfangitis pada saluran limfe
testis yang mengakibatkan pecahnya tunika vaginalis akan terjadi hidrokel.8
Umumnya penduduk yang tinggal di daerah endemis tidak menunjukkan reaksi
peradangan yang berat, walaupun mereka mengandung banyak mikrofilaria. Pada
pemeriksaan dengan radionukleotida menunjukkan adanya gangguan drainase limfatik.10
17
Pencegahan Limfadenitis Filariasis akibat Wuchereria bancrofti
Penduduk perlu dididik untuk melindungi dirinya dari gigitan nyamuk. Kontak
dengan nyamuk terinfeksi dapat dikurangi melalui penggunaan obat anti oles nyamuk,
kelambu atau insektisida.8
Prognosis untuk Penderita akibat Wuchereria bancrofti
Pengobatan akan memberikan kesembuhan pada penderita mikrofilaremia, stadium
akut, limfedema stadium 1-2, kiluria dan stadium dini elefantiasis. Bila sudah mencapai
hidrokel dan elefantiasis lanjut biasanya ditanggulangi dengan cara pembedahan.10
Pada kasus-kasus dini dan sedang, prognosis baik terutama bila pasien pindah dari
daerah endemik. Pengawasan daerah endemik tersebut dapat dilakukan dengan pemberian
obat, serta pemberantasan vektornya. Pada kasus-kasus lanjut terutama dengan edema
tungkai, prognosis lebih buruk.8
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan akibat Wuchereria bancrofti
1. Deteksi parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam darah, cairan hidrokel atau cairan
kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal dan teknik konsentrasi Knott, membran
filtrasi. Pengambilan darah harus dilakukan pada malam hari (setelah pukul 20.00)
mengingat periodisitas mikrofilaria umumnya nokturna.10 Mikrofilaria dapat ditemukan
dengan pengambilan darah tebal atau tipis dengan pewarnaan Giemsa atau Wright.
Spesimen darah yang diambil lebih baik diambil dari darah kapiler dibanding dengan
darah vena karena konsentrasi mikrofilaria di darah kapiler lebih tinggi dibandingkan
dengan darah vena. Pada alat membran filtrasi, sampel dapat disimpan dalam waktu yang
lama; selain itu karena menggunakan formalin maka dapat memfiksasi mikrofilaria dalam
darah dan membuang organisme yang tidak diinginkan seperti HIV, Hepatitis B dan C.8
2. Pemeriksaan histopatologi dimana kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat
dijumpai di saluran dan kelenjar limfe dari jaringan yang dicurigai sebagai tumor.10
3. Teknik biologi molekuler dapat digunakan untuk mendeteksi parasit melalui DNA parasit
dengan menggunakan reaksi rantai polimerase (Polymerase Chan Reaction/PCR). Teknik
ini mampu memperbanyak DNA sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi parasit.10
4. Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar getah bening
inguinal pasien akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak. Ini berguna
terutama untuk evaluasi hasil pengobatan. Pemeriksaan ini hanya dapat digunakan untuk
infeksi filaria oleh Wuchereria bancrofti.10
18
5. Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang ditandai
dengan zat radioaktif menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik sekalipun pada
penderita yang asimptomatik mikrofilaremia.10
6. Deteksi antigen dengan immunochromatographic test (ICT) yang menggunakan antibodi
monoklonal telah dikembangkan untuk mendeteksi antigen Wuchereria bancrofti dalam
sirkulasi darah. Hasil tes positif menunjukkan adanya infeksi aktif walaupun mikrofilaria
tidak ditemukan dalam darah.10
Brugia malayi dan Brugia timori
Brugia malayi dapat dibagi dalam dua varian yaitu yang hidup pada manusia dan
yang hidup pada manusia dan hewan misalnya kucing, kera dan lain sebagainya.10
Brugia timori hanya terdapat pada manusia. Penyakit yang disebabkan Brugia malayi
disebut filariasis malayi dan yang disebabkan oleh Brugia timori disebut filariasis timori.
Kedua penyakit tersebut kadang-kadang disebut sebagai filariasis brugia.10
Epidemiologi Brugia malayi dan timori
Brugia malayi hanya terdapat di Asia, dari India sampai ke Jepang, termasuk
Indonesia. Brugia timori hanya terdapat di Indonesia Timur di pulau Timor, Flores, Rote,
Alor dan beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara Timur. Penyakit ini terdapat diluar kota bila
vektornya adalah Mansonia, dan bila vektornya adalah Anopheles terdapat di daerah kota dan
sekitarnya.8,10
Brugia malayi dan Brugia timori hanya terdapat di pedesaan, karena vektornya tidak
dapat berkembang biak di perkotaan. Brugia malayi dan Brugia timori yang hanya hidup
pada manusia biasanya terdapat di daerah persawahan, sesuai dengan tempat perindukan
vektornya yaitu Anopheles barbirostris.10
Brugia malayi yang terdapat pada manusia dan hewan biasanya terdapat di pinggir
pantai atau aliran sungai dan rawa-rawa. Penyebaran Brugia malayi dari Sumatera sampai ke
kepulauan Maluku. Brugia timori hanya terdapat pada Indonesia bagian Timur yaitu NTT dan
Timor-Timur. Penderita yang terkena penyakit ini terutama adalah petani dan nelayan.
Kelompok umur dewasa muda paling sering terkena penyakit ini, sehingga produktivitas
penduduk dapat berkurang akibat serangan adenolimfangitis yang berulang kali. Cara
pencegahan sama dengan filariasis bankrofti.10
19
Daur Hidup dan Morfologi Brugia malayi dan Brugia timori
Cacing dewasa jantan dan betina hidup di pembuluh limfe. Bentuknya halus seperti
benang dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 55mm x 0,16mm untuk Brugia
malayi, sedangkan Brugia timori betina berukuran 21-39 mm x 0,1 mm. Cacing jantan
Brugia malayi berukuran 22-23mm x 0,09mm, sedangkan Brugia timori mempunyai ukuran
13-23mm x 0,08mm.10
Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung. Ukuran mikrofilaria Brugia
malayi adalah 200-260 mikron x 8 mikron dan ukuran mikrofilaria Brugia timori adalah 280-
310 mikron x 7 mikron.10
Gambar 2. Cacing Brugia.12
Periodisitas mikrofilaria Brugia malayi adalah periodik nokturna, subperiodik
nokturna atau non periodik, sedangkan mikrofilaria Brugia timori mempunyai sifat periodik
nokturna. Brugia malayi yang hidup pada manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles
barbirostris dan yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh nyamuk Mansonia.
Brugia timori juga ditularkan oleh nyamuk Anopheles barbirostris. Daur hidup kedua parasit
ini cukup panjang, tetapi lebih pendek daripada Wuchereria bancrofti. Masa pertumbuhannya
di dalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan. Di dalam
tubuh nyamuk kedua parasit ini juga mengalami dua kali pergantian kulit, berkembang dari
larva stadium I menjadi larva stadium II dan III, menyerupai perkembangan parasit
Wuchereria bancrofti. Di dalam tubuh manusia perkembangan kedua parasit tersebut juga
sama dengan perkembangan Wuchereria bancrofti.10
20
Patologi dan Gejala Klinis Brugia malayi dan Brugia timori
Gejala klinis filariasis malayi sama dengan gejala klinis filariasis timori. Gejala klinis
kedua penyakit tersebut berbeda dengan gejala klinis filariasis bankrofti. Stadium akut
ditandai dengan serangan demam dan peradangan saluran dan kelenjar limfe, yang hilang
timbul berulang kali.10
Limfadenitis biasanya mengenai kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan peradangan
ini sering timbul setelah penderita bekerja berat di ladang atau sawah. Limfadenitis biasanya
berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh tanpa pengobatan. Kadang-kadang peradangan pada
kelenjar limfe ini menjalar ke bawah, mengenai saluran limfe dan menimbulkan limfangitis
retrograd, yang bersifat khas untuk filariasis. Peradangan pada saluran limfe ini dapat terlihat
sebagai garis merah yang menjalar ke bawah dan peradangan ini dapat pula menjalar ke
jaringan sekitarnya, menimbulkan infiltrasi pada seluruh paha atas. Pada stadium ini tungkai
bawah biasanya ikut membengkak dan menimbulkan gejala limfedema.10
Limfadenitis dapat pula berkembang menjadi bisul, pecah menjadi ulkus. Ulkus pada
pangkal paha ini, bila sembuh meninggalkan bekas sebagai jairngan parut dan tanda ini
merupakan salah satu gejala obyektif filariasis limfatik.10
Diagnosis Filariasis Brugia
Diagnosis dibuktikan dengan menemukan mikrofilaria di dalam darah tepi. Diagnosis
parasitologi sama dengan pada filariasis bankrofti. Radiodiagnosis umumnya tidak dilakukan
pada filariasis malayi. Diagnosis imunologi dengan deteksi IgG4.10
Pengobatan Filariasis Brugia
Hingga saat ini DEC masih merupakan obat pilihan. Dosisi yang dipakai di beberapa
negara Asia berbeda-beda. Di indonesia, dosis yang dianjurkan adalah 5mg/kg berat
badan/hari selama 10 hari. Efek samping DEC pada pengobatan filariasis brugia jauh lebih
berat, bila dibandingkan dengan yang terdapat pada pengobatan filariasis bankrofti. Efek
samping pengobatan akan berkurang pada ulangan pengobatan.10
Komplikasi Limfadenitis Filariasis akibat Brugia malayi dan Brugia timori
Limfadenitis dengan gejala komplikasinya dapat berlangsung beberapa minggu
sampai tiga bulan lamanya. Pada filariasis brugia, sistem limfe alat kelamin tidak pernah
terkena, berbeda dengan filariasis bankrofti. Limfedema biasanya hilang lagi setelah gejala
peradangan menyembuh, tetapi dengan serangan berulang kali, lambat laun pembengkakan
21
tungkai tidak menghilang setelah gejala peradangan sembuh, sehingga menimbulkan
elefantiasis. Selain kelenjar limfe inguinal, kelenjar limfe di bagian medial tungkai, di ketiak
dan di bagian medial lengan juga sering terkena.10
Pada filariasis brugia, elefantiasis hanya mengenai tungkai bawah, di bawah lutut,
atau kadang-kadang lengan bawah di bawah siku. Alat kelamin dan payudara tidak pernah
terkena, kecuali di daerah filariasis brugia yang bersamaan dengan filariasis bankrofti. Kiluria
bukan merupakan gejala klinis filariasis brugia.10
Pencegahan dari Brugia malayi dan Brugia timori
Untuk program pencegahan filariasis akibat Brugia malayi dan Brugia timori,
pengobatan yang dianjurkan adalah kombinasi DEC 6mg/kg berat badan dengan albendazol
400mg yang diberikan sekali setahun secara masal pada penduduk di daerah endemis selama
minimal 5 tahun. Bisa juga dengan pencegahan individual dengan mengurangi kontak dengan
nyamuk.10
Prognosis untuk Limfadenitis akibat Brugia malayi dan Brugia timori
Pengobatan dengan ivermektin sama dengan pada filariasis bankrofti. Untuk
mendapatkan hasil penyembuhan yang sempurna, pengobatan ini diulang beberapa kali.
Stadium mikrofilaremia, peradangan, limfedema dan elefantiasis dini dapat disembuhkan
dengan pengobatan DEC. Beberapa kasus elefantiasis lanjut dapat pula diobati dengan
DEC.10
Kesimpulan
Berdasarkan kasus yang telah diberikan, gejala-gejala klinis yang terdapat pada pasien
memperlihatkan bahwa pasien menderita penyakit limfadenitis filariasis yang disebabkan
oleh cacing Wuchereria bancrofti yang terlihat dengan adanya gejala pembengkakan pada
tungkai kiri, demam, nyeri, edema non pitting, dan kiluria pada pasien. Gejala-gejala tersebut
adalah gejala khas penyakit limfadenitis filariasis yang disebabkan oleh cacing Wuchereria
bancrofti. Dapat disimpulkan bahwa pasien menderita limfadenitis filariasis yang disebabkan
oleh Wuchereria bancrofti.
22
Daftar Pustaka
1. Nah YK, Hidayat D, Hudyono J. Buku panduan keterampilan klinik skills lab 1. Jakarta:
Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana; 2011.h.59-60.
2. Nah YK, Santoso M, Rumawas JSP, Winaktu GJMT, Sularyo TS, Adam H. Buku
panduan keterampilan klinik skills lab 3. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana; 2008.h.2.
3. Nah YK, Santoso M, Wati WW, Sumadikarya IK. Buku panduan keterampilan klinik
skills lab 2. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana; 2008.h.23-4.
4. Djojodibroto RD. General medical check-up. Jakarta: Pustaka Populer Obor; 2002.h.68-
71.
5. Suryo J. Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka; 2010.h.62-3,
65-6.
6. Schwartz MW. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC; 2004.h.514.
7. Utji R, Harun H. Kuman tahan asam. Ed 3. Jakarta: Binarupa Aksara; 2003.h.191-2.
8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Imu penyakit dalam. Ed 5.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1789-90, 1792.
9. Gillespie SH, Bamford KB. At a glance mikrobiologi medis dan infeksi. Ed 3. Jakarta:
Erlangga; 2008.h.91.
10. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Parasitologi kedokteran. Ed 4. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011.h. 6, 32-42.
11. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang diserang.
Jakarta: EGC; 2009.h.21.
12. Anwar C. Atlas parasitologi kedokteran. Jakarta: Hipokrates; 2003.h.185.
23