Makalah Blok 12

37
Limfadenitis dan Cara Penanggulangannya Yoda Desika Kolim 102011014 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Email : [email protected] Pendahuluan Limfadenitis adalah radang yang terjadi pada kelenjar limfe karena infeksi, merupakan suatu reaksi mikroorganisme yg terbawa oleh limfe dari daerah yang terinfeksi ke kelenjar limfe regional yang kadang-kadang membengkak. Secara singkat, limfadenitis adalah peradangan pada satu atau beberapa kelenjar getah bening. Limfadenitis bisa disebabkan oleh infeksi dari berbagai organisme seperti bakteri, virus, protozoa, riketsia, atau jamur. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang ditimbulkan oleh penyebab infeksi. Di dalam makalah ini akan dibahas mengenai faktor-faktor yang menyebabkan limfadenitis beserta siklus terjadinya, penyebarannya, gejala yang ditimbulkan, pengobatan, komplikasi, pencegahan dan prognosis yang diberikan berdasarkan kasus. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah 1

Transcript of Makalah Blok 12

Page 1: Makalah Blok 12

Limfadenitis dan Cara Penanggulangannya

Yoda Desika Kolim

102011014

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Email : [email protected]

Pendahuluan

Limfadenitis adalah radang yang terjadi pada kelenjar limfe karena infeksi,

merupakan suatu reaksi mikroorganisme yg terbawa oleh limfe dari daerah yang terinfeksi ke

kelenjar limfe regional yang kadang-kadang membengkak. Secara singkat, limfadenitis

adalah peradangan pada satu atau beberapa kelenjar getah bening.

Limfadenitis bisa disebabkan oleh infeksi dari berbagai organisme seperti bakteri,

virus, protozoa, riketsia, atau jamur. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang

ditimbulkan oleh penyebab infeksi.

Di dalam makalah ini akan dibahas mengenai faktor-faktor yang menyebabkan

limfadenitis beserta siklus terjadinya, penyebarannya, gejala yang ditimbulkan, pengobatan,

komplikasi, pencegahan dan prognosis yang diberikan berdasarkan kasus. Tujuan dari

pembuatan makalah ini adalah agar pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang

penyakit limfadenitis berdasarkan kasus yang telah diberikan.

Kasus

Seorang laki-laki berusia 40 tahun datang dengan keluhan bengkak pada tungkai kaki

kirinya sejak 1 bulan yang lalu. Bengkak awalnya muncul mulai dari telapak kaki kemudian

membesar sampai ke tungkai dan lama-lama terasa nyeri sampai menyebabkan pasien sulit

berjalan. Pasien mengeluh sering demam naik turun setiap 3 hari namun tidak terlalu tinggi.

Pasien juga mengeluh pada saat buang air kecil kencingnya berwarna keputihan seperti susu.

1

Page 2: Makalah Blok 12

Pasien bertempat tinggal di daerah padat dan kumuh sehingga sering terkena gigitan nyamuk

pada malam hari.

Keadaan umum pasien tampak sakit sedang; kesadaran compos mentis; tekanan darah

110/70mmHg, heart rate 90 kali/menit; respiratory rate 20 kali/ menit; dan suhu tubuh

37,2oC. Terdapat edema non pitting di tungkai kiri dan nyeri tekan positif. Pemeriksaan

penunjang belum dilakukan.

Anamnesis

Anamnesis atau medical history adalah informasi yang dikumpulkan oleh seorang

dokter  dengan cara melakukan wawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan

spesifik baik itu  terhadap pasien itu sendiri (auto-anamnesis) maupun dari orang yang

dianggap  dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan keadaan pasien (allo-

anamnesis/hetero-anamnesis). Berdasarkan anamnesis yang baik, seorang dokter biasanya

akan menanyakan identitas dan keadaan pasien meliputi:1

- Nama lengkap

- Jenis kelamin

- Umur

- Tempat tanggal lahir

- Alamat tempat tinggal

- Status perkawinan

- Pekerjaan

- Suku bangsa

- Agama

- Pendidikan

Setelah mendapatkan data pribadi pasien, anamnesis selanjutnya adalah menanyakan

keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan riwayat

penyakit keluarga.

Keluhan utama adalah keluhan yang mendorong pasien datang berobat ke rumah sakit

atau puskesmas/klinik atau ke praktek dokter. Dalam kasus ini, keluhan utama pasien adalah

bengkak pada tungkai kaki kirinya sejak 1 bulan yang lalu.2

Riwayat penyakit sekarang adalah riwayat perjalanan penyakit secara kronologis yang

merupakan keluhan pasien dari awal dirasakan kemudian keluhan berkembang, meluas dan

semakin berat sehingga sampai pada keluhan utama. Riwayat penyakit sekarang dari pasien

pada kasus ini adalah bengkak awalnya muncul mulai dari telapak kaki kemudian membesar

2

Page 3: Makalah Blok 12

sampai ke tungkai dan lama-lama terasa nyeri sampai menyebabkan pasien sulit berjalan,

sering demam naik turun setiap 3 hari namun tidak terlalu tinggi dan pasien juga mengeluh

pada saat buang air kecil kencingnya berwarna keputihan seperti susu.2

Riwayat penyakit dahulu adalah riwayat penyakit yang pernah diderita oleh pasien

pada masa lalu. Sementara riwayat penyakit keluarga adalah riwayat penyakit yang pernah

atau sedang diderita oleh keluarga pasien.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik secara umum meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan juga

auskultasi. Inspeksi adalah cara memeriksa dengan melihat dan mengamati bagian tubuh

pasien yang diperiksa.3

Palpasi adalah pemeriksaan secara perabaan dengan menggunakan rasa propioseptif

ujung jari tangan. Palpasi dapat dilakukan dengan satu, dua, tiga, empat, atau dengan semua

jari tangan tergantung bagian yang diperiksa. Dengan palpasi dapat diketahui tepi atau batas

organ yang diperiksa (tajam/tumpul), permukaan bagian tubuh yang diperiksa (halus atau

kasar, rata atau berbenjol), konsistensi dari bagian tubuh yang diperiksa (lunak, keras atau

kenyal), nyeri tekan atau tidak, getaran dan denyutan nadi.3

Perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mengetuk permukaan tubuh dengan

perantaraan tangan, untuk mengetahui keadaan organ-organ di dalam tubuh.3

Auskultasi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mendengarkan suara yang didapat di

dalam tubuh dengan bantuan alat yang disebut stetoskop.3

Hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan dalam kasus ini adalah keadaan umum

pasien tampak sakit sedang; kesadaran compos mentis; tekanan darah 110/70mmHg, heart

rate 90 kali per menit; respiratory rate 20 kali per menit; dan suhu tubuh 37,2oC. Terdapat

edema non pitting di tungkai kiri dan nyeri tekan positif.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk memastikan

penyakit yang sedang diderita oleh pasien. Pemeriksaan penunjang bisa berupa pemeriksaan

laboratorium seperti tes darah (sediaan darah tebal), pemeriksaan serologi, tes urin, USG, foto

thorax, tes sputum (untuk melihat apakah ada indikasi tuberkulosis) dan pemeriksaan

penunjang lainnya.

Tes darah untuk mengetahui apakah terdapat kelainan di dalam sel-sel darah dan

apakah terdapat parasit di dalamnya atau tidak.4

3

Page 4: Makalah Blok 12

Serologi merupakan cabang imunologi yang mempelajari reaksi antigen-antibodi

secara invitro. Reaksi serologis dilakukan berdasarkan asumsi bahwa agen infeksius memicu

host untuk menghasilkan antibodi spesifik, yang akan bereaksi dengan agen infeksius

tersebut. Reaksi serologis dapat digunakan untuk mengetahui respon tubuh terhadap agen

infeksius.4

Tes urin bisa dilihat dibawah mikroskop apakah ada butir darah merah atau butir

darah putih, sel nanah, maupun bakteri.4

Tes radiologi meliputi USG maupun foto thorax untuk melihat kondisi di dalam tubuh

pasien apakah normal atau abnormal.4

Tes sputum biasanya dilakukan pemeriksaan secara bakteriologik untuk melihat

apakah ada basil tuberkulosis (bila ada indikasi). Sputum adalah kelenjar yang dihasilkan di

dalam paru-paru dan sistem pernapasan manusia. Cara pengambilan dengan jalan pasien

membatukkan sekuat mungkin, bila tidak bisa, sputum harus diambil dengan menggunakan

suction tube.5

Diagnosis

Diagnosis terbagi menjadi diagnosis kerja dan diagnosis banding. Diagnosis banding

dirumuskan terlebih dahulu dan setelah dilakukan berbagai pemeriksaan barulah menentukan

diagnosis kerja yang merupakan diagnosis akhir yang menentukan penyakit yang sedang

diderita oleh pasien.

Dalam kasus ini, diagnosis bandingnya adalah limfadenitis bakterial dan limfadenitis

tuberkulosis. Sementara diagnosis kerjanya adalah limfadenitis filariasis.

1. Diagnosis Banding

1.1. Limfadenitis Bakterial

Limfadenitis bakterial adalah peradangan kelenjar getah bening atau limfe yang

disebabkan oleh infeksi akibat adanya bakteri di dalam tubuh.6

Etiologi Limfadenitis Bakterial

Selain limfadenitis tuberkulosis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,

Streptoccocus dan bakteri Staphylococcus adalah penyebab paling umum dari limfadenitis

bakterial, meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan basil tubserkulosis juga dapat

menginfeksi kelenjar getah bening.6

4

Page 5: Makalah Blok 12

Patogenesis Limfadenitis Bakterial

Organisme penyebab sering memasuki tubuh melalui faring, hidung, gigi, atau luka

pada kulit. Penyebab tersering adalah Staphylococcus aureus.6

Gejala untuk menganalisa apakah terkena penyakit ini adalah kelenjar getah bening

yang terserang biasanya akan membesar dan jika diraba terasa lunak dan nyeri, selain itu

gejala klinis yang timbul adalah demam, nyeri tekan, dan tanda radang. Kulit di atasnya

terlihat merah dan terasa hangat, pembengkakan ini akan menyerupai daging tumbuh atau

biasa disebut dengan tumor. Untuk memastikan apakah gejala-gejala tersebut merujuk pada

penyakit limfadenitis maka perlu adanya pengangkatan jaringan untuk pemeriksaan di bawah

mikroskop.7

Pengobatan Limfadenitis Bakterial

Pengobatan pada infeksi KGB (kelenjar getah bening) oleh bakteri (limfadenitis)

adalah antibiotik oral 10 hari dengan pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin

25mg/kg berat badan empat kali sehari. Bila ada reaksi alergi terhadap antibiotik golongan

penisilin, dapat diberikan cephalexin 25mg/kg (sampai dengan 500mg) tiga kali sehari atau

eritromisin 15mg/kg (sampai 500mg) tiga kali sehari.7

Untuk penyakit ini, terdapat beberapa cara pengobatan tergantung jenis organisme

yang memunculkan penyakit tersebut. Salah satu di antaranya adalah dengan antibiotik per-

oral (melalui mulut) atau intravena melalui pembuluh darah jika jenis organismenya adalah

bakteri. Jika untuk sekedar mengurangi rasa sakit, bisa melakukan pengompresan air hangat

pada bagian kelenjar yang bengkak.7

Pencegahan Limfadenitis Bakterial

Kehadiran penyakit limfadenitis ini dapat dicegah dengan cara menjaga kebersihan.

Mengingat penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri dan lainnya. Memastikan semua

makanan dan minuman yang kita konsumsi bersih dan hiegenis, menjaga kebersihan badan

dengan rajin membersihkannya memakai sabun secara teratur serta menjaga kebersihan

tempat tinggal adalah beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit ini.7

1.2. Limfadenitis Tuberkulosis

Limfadenitis adalah radang yang terjadi pada kelenjar limfe karena infeksi,

merupakan suatu reaksi mikroorganisme yang terbawa oleh limfe dari daerah yang terinfeksi

5

Page 6: Makalah Blok 12

ke kelenjar limfe regional yang kadang-kadang membengkak. Definisi lain menyebutkan

bahwa peradangan pada satu atau beberapa kelenjar getah bening.

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit infeksi

terbanyak di dunia. Dalam penyebarannya, tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua yaitu

tuberkulosis paru dan tuberkulosis di ekstraparu. Limfadenitis tuberkulosis adalah penyakit

tuberkulosis di luar paru yang menyerang kelenjar getah bening.5

Etiologi Limfadenitis Tuberkulosis

Limfadenitis tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis complex,

yaitu Mycobacterium tuberculosis (pada manusia), Mycobacterium bovis (pada sapi),

Mycobacterium africanum, Mycobacterium canetti dan Mycobacterium caprae. Secara

mikrobiologi, Mycobacterium tuberculosis merupakan basil tahan asam yang dapat dilihat

dengan pewarnaan Ziehl- Neelsen atau Kinyoun-Gabbett. Pada pewarnaan tahan asam akan

terlihat kuman berwarna merah berbentuk batang halus berukuran 3 x 0,5um. Mycobacterium

tuberculosis dapat tumbuh dengan energi yang diperoleh dari oksidasi senyawa karbon yang

sederhana. Karbondioksida dapat merangsang pertumbuhan.7

Mycobacterium tuberculosis merupakan mikroba kecil seperti batang yang tahan

terhadap desinfektan lemah dan bertahan hidup pada kondisi yang kering hingga berminggu-

minggu, tetapi hanya dapat tumbuh di dalam organisme hospes. Kuman akan mati pada suhu

60oC selama 15-20 menit, pada suhu 30o atau 40o-45oC sukar tumbuh atau bahkan tidak dapat

tumbuh. Pengurangan oksigen dapat menurunkan metabolisme kuman.7

Daya tahan kuman Mycobacterium tuberculosis lebih besar dibandingkan dengan

kuman lainnya karena sifat hidrofobik pada permukaan selnya. Kuman ini tahan terhadap

asam. Pada sputum, bakteri ini dapat bertahan hidup selama 8-10 hari. Mycobacterium

tuberculosis dapat dibunuh dengan pasteurisasi.7

Epidemiologi Limfadenitis Tuberkulosis

Tuberkulosis ekstraparu telah memberikan kontribusi yang besar dalam kejadian

tuberkulosis terutama pada pasien yang menderita imunodefisiensi akibat HIV (45-70%)

dibandingkan yang tidak menderita HIV AIDS (15%).7

Limfadenitis tuberkulosis merupakan tuberkulosis ekstraparu yang paling sering

terjadi. Menurut jenis kelamin, perempuan lebih sering terkena dibandingkan laki-laki.

Menurut ras, Asia lebih sering terkena dibandingkan Afrika.7

6

Page 7: Makalah Blok 12

Pada penelitian, infeksi Mycobacterium bovis merupakan penyebab tersering dari

tuberkulosis ekstraparu terutama limfadenitis tuberkulosis. Konsumsi susu mentah memiliki

peran penting dalam infeksi bakteri ini. Maka dari itu, limfadenitis tuberkulosis ini lebih

sering mengenai anak-anak. Menurut penelitian pada anak-anak yang menderita limfadenitis

tuberkulosis, umur rata-rata anak tersebut adalah 9,8 tahun dengan anak perempuan (61,3%)

lebih banyak dari anak laki-laki (38,7%).7

Menurut penelitian dari 1.112 anak-anak, 7,8% anak menderita limfadenitis

tuberkulosis. Penyakit ini didapati pada semua usia tapi lebih sering pada anak usia 10 dan 18

tahun (39,1%). Pada anak dengan ront gen dada yang normal didapati memiliki limfadenitis

tuberkulosis sebanyak 21,8% dan pada pasien ini didapati tes tuberkulin positif sebanyak

87,3% dan memiliki riwayat keluarga menderita TB sebanyak 82,7%.7

Patogenesis Limfadenitis Tuberkulosis

Infeksi tuberkulosis di daerah leher yang mengenai kelenjar disebut limfadenitis.

Tuberkulosis kelenjar bisa diderita oleh semua umur dan kedua jenis kelamin, tetapi lebih

banyak mengenai perempuan usia muda.5

Siklus munculnya penyakit ini adalah bakteria dapat masuk melalui makanan ke

rongga mulut dan melalui tonsil mencapai kelenjar limfa di leher, sering tanpa tanda TBC

paru. Kelenjar yang sakit akan membengkak dan mungkin sedikit nyeri.5

Gejala klinis limfadenitis tuberkulosis adalah pembesaran kelenjar di daerah leher

selama beberapa minggu sampai bulanan dan biasanya tidak sakit. Benjolan bisa terdapat di

leher, daerah di bawah dagu, sampai ke kelenjar di ketiak dan selangkangan. Gejala lain

adalah demam, berat badan turun, dan kadang disertai keringat malam. Batuk jarang

ditemukan kecuali bila bersamaan dengan tuberkulosis paru, kadang tanpa gejala sama

sekali.5

Diagnosis limfadenitis tuberkulosis bisa melalui sediaan apus dengan ditemukannya

kuman tahan asam melalui sediaan apus langsung atau dikultur. Bisa juga melalui aspirasi

jarum halus (FNA) pada massa, kemudian dilihat sel-selnya (sitologi).5

Untuk pasien-pasien tanpa infeksi HIV, terjadinya limfadenopati tuberkulosis perifer

yang terisolasi (contohnya pada bagian cervical) kemungkinan besar disebabkan oleh

reaktivasi dari penyakit pada bagian tersebut melalui jalur hematogen ketika pasien terinfeksi

tuberkulosis primer. Akan tetapi beberapa ahli berpendapat bahwa limfadenitis tuberkulosis

pada bagian cervical mungkin disebabkan oleh infeksi pada tonsil, adenoid, dan cincin

waldeyer’s dimana hal ini akan menyebabkan terlibatnya nodal cervical. Pada pasien yang

7

Page 8: Makalah Blok 12

terinfeksi HIV dengan limfadenitis tuberkulosis, lebih banyak terdapat bukti bahwa infeksi

mereka lebih menyeluruh seperti sering timbul demam yang tiba-tiba, gambaran foto thoraks

yang abnormal dan jumlah mycobacterium yang lebih banyak.7

Pengobatan Limfadenitis Tuberkulosis

Obat-obatan yang umumnya diberikan adalah isoniazid dan rifampisin sebagai

pengobatan dasar bagi penderita. Namun karena adanya kemungkinan resistensi dengan

kedua obat tersebut, maka tambahan obat seperti pirazinamid, streptomisin dan etambutol

HCL sebagai satu kesautan yang dikenal “Triple Drug”.5

Komplikasi dari Limfadenitis Tuberkulosis

 Nodus limfe servikal biasanya terlibat pada limfadenitis TB dengan 63-77% dari

kasus. Massa unilateral biasanya sering muncul di bagian anterior atau posterior triangular

servikalis, tetapi nodus limfe submandibular dan supraklavikular juga terlibat. Lesi bilateral

jarang dijumpai, mungkin terjadi kurang dari 10% kasus. Meskipun kebanyakan pasien

mempunyai manifestasi di satu lokasi, nodus-nodus yang lain di lokasi tersebut dapat terlibat

juga. Meskipun regio servikalis sering terkena, lokasi lain juga sering dilaporkan.

Tuberkulosis pada nodus limfe aksilaris, inguinalis, mesentrik, mediastinal, dan

intramammaris telah dilaporkan.7

Limfadenitis tuberkulosis bisa menjalar sampai ke ekstremitas bawah mengenai

kelenjar getah bening di daerah inguinalis dan femoralis.7

Pencegahan Limfadenitis Tuberkulosis

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menjaga daya tahan tubuh dengan asupan

gizi yang baik.5

Prognosis Limfadenitis Tuberkulosis

Penyakit ini dapat disembuhkan secara total asalkan penderita secara rutin

mengonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter dan memperbaiki daya tahan tubuhnya

dengan asupan gizi yang baik.5

8

Page 9: Makalah Blok 12

2. Diagnosis Kerja

Limfadenitis Filariasis

Penyakit ini dapat disebabkan oleh infestasi jenis filaria yaitu Wuchereria bancrofti,

Brugia malayi dan Brugia timori. Cacing filaria ini termasuk famili Filaridae, yang

bentuknya langsing dan ditemukan di dalam sistem peredaran darah limfe, otot, jaringan ikat

atau rongga serosa pada vertebra. Cacing bentuk dewasa dapat ditemukan pada pembuluh dan

jaringan limfe pasien.8

Masa inkubasi penyakit ini cukup lama lebih kurang 1 tahun, sedangkan penularan

parasit terjadi melalui vektor nyamuk sebagai hospes perantara, dan manusia atau hewan kera

dan anjing sebagai hospes definitif. Periodisitas beradanya mikrofilaria di dalam darah tepi

bergantung pada spesies. Periodisitas tersebut menunjukkan adanya filaria di dalam darah

tepi sehingga mudah terdeteksi.8

Filariasis limfatik bercirikan serangan akut dari demam dan pembengkakan limfe,

yang dapat diperumit oleh infeksi sekunder oleh bakteri. Setelah serangan berulang,

pembuluh limfe menjadi rusak secara permanen, menyebabkan limfedema di tungkai, lengan

atau skrotum.9

Etiologi Limfadenitis Filariasis

Penyakit limfadenitis filariasis dapat disebabkan oleh infestasi jenis filaria yaitu

Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori.8

Epidemiologi Limfadenitis Filariasis

Penyakit filariasis terutama ditemukan di daerah khatulistiwa dan merupakan masalah

di daerah dataran rendah. Kadang-kadang dapat juga ditemukan di daerah bukit yang tidak

terlalu tinggi. Di Indonesia, penyakit ini lebih banyak ditemukan di daerah pedesaan. Di

daerah kota hanya Wuchereria bancrofti yang telah ditemukan seperti Jakarta, Tangerang,

Pekalongan dan Semarang dan mungkin di beberapa kota lainnya.10

Di Indonesia, filariasis tersebar luas; daerah endemi terdapat di banyak pulau di

seluruh Nusantara seperti di Sumatera dan sekitarnya, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT,

Maluku dan Irian Jaya. Masih banyak daerah yang belum diselidiki.10

Pemberantasan filariasis sudah dilakukan oleh Departemen Kesehatan sejak tahun

1970 dengan pemberian DEC dosis rendah jangka panjang (100 mg/minggu selama 40

minggu).10

9

Page 10: Makalah Blok 12

Survei prevalensi filariasis yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan menunjukkan

bahwa prevalensi infeksi cukup tinggi bervariasi dari 0,5%-19,46%. Prevalensi ini dapat

berubah-ubah dari masa ke masa dan pada umumnya ada tendensi menurun dengan adanya

kemajuan dalam pembangunan yang menyebabkan perubahan lingkungan. Untuk dapat

memahami epidemiologi filariasis, perlu diperhatikan faktor-faktor seperti hospes, hospes

reservoar, vektor dan keadaan lingkungan yang sesuai untuk menunjang kelangsungan hidup

masing-masing.10

Hospes

Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang

lain yang rentan (suseptibel). Biasanya pendatang baru ke daerah endemi (transmigran) lebih

rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita daripada penduduk asli. Pada umumnya,

laki-laki lebih banyak yang terkena infeksi, karena lebih banyak kesempatan untuk

mendapatkan infeksi (exposure). Juga gejala penyakit lebih nyata pada laki-laki, karena

pekerjaan fisik yang lebih berat.10

Hospes Reservoar

Tipe Brugia malayi yang dapat hidup pada hewan merupakan sumber infeksi untuk

manusia. Hewan yang sering ditemukan mengandung infeksi adalah kucing dan kera

terutama jenis Presbytis (pemakan daging), meskipun hewan lain mungkin juga terkena

infeksi.10

Vektor

Banyak spesies nyamuk telah ditemukan sebagai vektor filariasis, tergantung pada

jenis cacing filarianya. Wuchereria bancrofti yang terdapat di daerah perkotaan ditularkan

oleh Culex quinquefasciatus yang tempat perindukannya di air kotor dan tercemar.10

Wuchereria bancrofti di daerah pedesaan dapat ditularkan oleh bermacam spesies

nyamuk. Di Irian Jaya, Wuchereria bancrofti ditularkan terutama oleh Anopheles farauti

yang dapat menggunakan bekas jejak kaki binatang (footprint) untuk tempat perindukannya.

Selain itu ditemukan juga vektor lain seperti Anopheles koliensis, Anopheles punctulatus,

Culex annulirostris, dan Aedes kochi. Wuchereria bancrofti di daerah lain dapat ditularkan

oleh spesies lain, seperti Anopheles subpictus di daerah pantai di Nusa Tenggara Timur. Jadi

selain nyamuk Culex, Aedes juga pernah ditemukan sebagai vektor.10

10

Page 11: Makalah Blok 12

Brugia malayi yang hidup pada manusia dan hewan biasanya ditularkan oleh berbagai

spesies Mansonia seperti Mansonia uniformis, Mansonia bonneae, Mansonia dives dan

lainnya, yang berkembang biak di daerah rawa di Sumatra, Kalimantan, Maluku dan

kepulauan lainnya. Brugia malayi yang periodik ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang

memakai sawah sebagai tempat perindukannya, seperti di daerah Sulawesi.10

Brugia timori, spesies yang ditemukan di Indonesia sejak 1965 hingga sekarang hanya

ditemukan di daerah Nusa Tenggara Timur dan Timor-Timur, ditularkan oleh Anopheles

barbirostris yang berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah

pedalaman.10

Komplikasi

Penghancuran mikrofilaria dalam jumlah yang berlebihan oleh sistem kekebalan di

dalam tubuh penderita filariasis limfatik dapat menyebabkan penyakit Occult filariasis.

Mikrofilaria dihancurkan oleh zat anti dalam tubuh hospes akibat hipersensitivitas terhadap

antigen mikrofilaria. Gejala penyakit ini ditandai dengan hipereosinofilia, peningkatan kadar

antibodi IgE dan antifilaria IgG4, kelainan klinis yang menahun berupa pembengkakan

kelenjar limfe dan gejala asma bronkial.10

Hipereosinofilia merupakan salah satu tanda utama dan gejala ini seringkali

merupakan petunjuk ke arah etiologi penyakit tersebut. Jumlah leukosit biasanya ikut

meningkat akibat meningkatnya jumlah sel eosinofil dalam darah. Kelenjar yang paling

sering terkena adalah kelenjar limfe inguinal. Kadang-kadang dapat pula terkena kelenjar

limfe leher, lipat siku atau kelenjar limfe di tempat lain. Mungkin pula terdapat pembesaran

kelenjar limfe di seluruh tubuh, menyerupai penyakit Hodgkin. Bila paru terkena, maka

gejala klinis dapat berupa batuk dan sesak napas, terutama pada waktu malam, dengan dahak

yang kental dan mukopurulen. Foto rontgen paru biasanya memperlihatkan garis-garis yang

berlebihan pada kedua hilus dan bercak-bercak halus terutama di lapangan paru bawah.

Gejala lain dapat berupa demam subfebril (suhu badan meningkat sedikit), pembesaran limpa

dan hati.10

Mikrofilaria tidak ditemukan di darah, tetapi mikrofilaria atau sisa-sisanya dapat

ditemukan di jaringan kapiler limfe, paru, limpa, dan hati. Pada jaringan tersebut terdapat

benjolan-benjolan kecil berwarna kuning kelabu dengan penampang 1-2mm, terdiri dari

infiltrasi sel eosinofil yang dikenal dengan nama Meyers Kouwenaar yang dapat ditemukan

sisa-sisa mikrofilaria di dalamnya.10

11

Page 12: Makalah Blok 12

Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup hospes, hospes

reservoar dan vektor, merupakan hal yang sangat penting untuk epidemiologi filariasis. Jenis

filariasis yang ada di suatu daerah endemi dapat diperkirakan dengan melihat keadaan

lingkungannya. Filariasis di daerah endemi dapat diduga jenisnya dengan melihat keadaan

lingkungan. Pencegahan filariasis, hanya dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk.

Untuk mendapat infeksi diperlukan gigitan nyamuk yang banyak sekali. Pengobatan masal

dengan DEC dapat menurunkan angka filariasis dengan jelas. Pencegahan dengan obat masih

dalam taraf penelitian.10

Nematoda

Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan juga Brugia timori termasuk dalam kelas

cacing nematoda.8

Nematoda mempunyai jumlah spesies terbanyak di antara cacing-cacing yang hidup

sebagai parasit. Kebanyakan hidup bebas di air tawar, laut serta ada juga yang hidup di

lumpur atau tanah perkebunan.11 Cacing tersebut berbeda-beda dalam habitat, daur hidup dan

hubungan hospes-parasit (host-parasite relationship).10

Besar dan panjang cacing Nematoda beragam; ada yang panjangnya beberapa

milimeter, ada pula yang melebihi satu meter. Nematoda mempunyai kepala, ekor, dinding,

rongga badan yang disebut pseudoselom, saluran pencernaan makanan, sistem saraf, sistem

eksresi, serta sistem reproduksi, akan tetapi tidak memiliki sistem sirkulasi darah.11

Sistem pencernaan, eksresi dan reproduksi biasanya terpisah. Pada umumnya cacing

bertelur, tetapi ada juga yang vivipar. Dalam siklus hidupnya terjadi tiga stadium yaitu

stadium telur, larva dan dewasa. Cacing jantan lebih kecil dari cacing betina, biasanya ujung

posterior melengkung ke depan. Cacing dewasa tidak bertambah banyak di dalam badan

manusia. Seekor cacing betina dapat mengeluarkan telur atau larva sebanyak 20 sampai

200.000 butir sehari. Telur atau larva tersebut dikeluarkan dari badan hospes bersama dengan

tinja. Larva biasanya mengalami pertumbuhan diikuti pergantian kulit. Bentuk infektif dapat

memasuki badan manusia dengan berbagai cara. Ada yang masuk secara aktif, ada pula yang

tertelan atau masuk melalui gigitan vektor.10,11

Wuchereria bancrofti

Wuchereria bancrofti merupakan parasit manusia yang menyebabkan filariasis

bancrofti atau wukereriasis bancrofti. Penyakit ini tergolong dalam filariasis limfatik,

12

Page 13: Makalah Blok 12

bersamaan dengan penyakit yang disebabkan oleh Brugia malayi dan Brugio timori.

Wuchereria bancrofti tidak terdapat secara alami pada hewan.10

Epidemiologi Wuchereria bancrofti

Parasit ini tersebar luas di daerah yang beriklim tropis di seluruh dunia. Filariasis

bancrofti dapat dijumpai di perkotaan atau di pedesaan. Di Indonesia, parasit ini lebih sering

dijumpai di pedesaan daripada di perkotaan dan penyebarannya bersifat lokal. Kurang lebih

20 juta penduduk Indonesia bermukim di daerah endemi filariasis bankrofti, malayi dan

timori dan mereka sewaktu-waktu dapat ditulari. Kelompok umur dewasa muda merupakan

kelompok penduduk yang paling sering menderita, terutama mereka yang tergolong

penduduk berpenghasilan rendah.10

Daur Hidup dan Morfologi Wuchereria bancrofti

Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfe. Bentuk cacing

ini halus seperti benang dan berwarna putih. Cacing betina berukuran 65-100mm x 0,25mm

sedangkan cacing jantan mempunyai ukuran 40mm x 0,1mm. Cacing betina mengeluarkan

mikrofilaria yang bersarung dengan ukuran panjang 250-300 mikron dan lebar 7-8 mikron.10

Mikrofilaria hidup di dalam darah dan terdapat di aliran darah tepi pada waktu-waktu

tertentu saja karena mempunyai periodisitas. Pada umumnya, mikrofilaria Wuchereria

bancrofti bersifat periodisitas nokturna, artinya mikrofilaria hanya terdapat di dalam darah

tepi pada waktu malam. Pada siang hari, mikrofilaria terdapat di kapiler alat dalam (paru,

jantung, ginjal, dan organ lainnya).10

Gambar 1. Mikrofilaria Wuchereria bancrofti.12

13

Page 14: Makalah Blok 12

Di daerah Pasifik, mikrofilaria Wuchereria bancrofti mempunyai periodisitas

subperiodik diurna dimana mikrofilaria terdapat di dalam darah siang dan malam, tetapi

jumlahnya lebih banyak pada waktu siang.10

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi periodisitas mikrofilaria adalah kadar zat

asam dan zat lemas di dalam darah, aktivitas hospes, irama sirkadian, jenis hospes dan jenis

parasit, tetapi secara pasti mekanisme dari periodisitas mikrofilaria belum diketahui.10

Di daerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex quinquefasciatus. Di

pedesaan, vektornya berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes. Parasit ini tidak

ditularkan oleh nyamuk Mansonia.10

Daur hidup parasit ini memerlukan waktu yang sangat panjang. Masa pertumbuhan

parasit di dalam nyamuk kurang lebih dua minggu.10

Pada manusia, masa pertumbuhan tersebut belum diketahui secara pasti, tetapi diduga

kurang lebih 7 bulan, sama dengan masa pertumbuhan parasit ini di dalam Prebytis cristata

(lutung). Mikrofilaria yang terisap oleh nyamuk, melepaskan sarungnya di dalam lambung,

menembus dinding lambung dan bersarang di antara otot-otot toraks. Mula-mula parasit ini

memendek, bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang

lebih seminggu, larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang, disebut

larva stadium II. Pada hari kesepuluh dan selanjutnya, larva bertukar kulit sekali lagi, tumbuh

semakin panjang dan lebih kurus, disebut larva stadium III.10

Gerak larva stadium III sangat aktif. Bentuk ini bermigrasi, mula-mula ke rongga

abdomen kemudian ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk yang mengandung larva

stadium III (bentuk infektif) menggigit manusia, maka larva terebut secara aktif masuk

melalui luka tusuk ke dalam tubuh hospes dan bersarang di saluran limfe setempat. Di dalam

tubuh hospes, larva mengalami dua kali pergantian kulit, tumbuh menjadi larva stadium IV,

lalu stadium V atau cacing dewasa.10

Patologi Limfadenitis Filariasis akibat Wuchereria bancrofti

Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembuluh getah bening akibat

inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa, bukan oleh mikrofilaria. Cacing dewasa

hidup di pembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah bening dan menyebabkan

pelebaran pembuluh getah bening dan penebalan dinding pembuluh. Infiltrasi sel plasma,

eosinofil, dan makrofag di dalam dan di sekitar pembuluh getah bening yang mengalami

inflamasi bersama dengan proliferasi sel endotel dan jaringan penunjang menyebabkan

14

Page 15: Makalah Blok 12

berliku-likunya sistem limfatik dan kerusakan atau inkompetensi katup pembuluh getah

bening.8

Limfedema dan perubahan kronik akibat statis bersama dengan edema keras terjadi

pada kulit yang mendasarinya. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat filariasis ini

disebabkan oleh efek langsung dari cacing ini dan oleh respon imun pejamu terhadap parasit.

Respon imun ini menyebabkan proses granulomatosa dan proliferasi yang menyebabkan

obstruksi total pembuluh getah bening.8

Pengobatan Filariasis akibat Wuchereria bancrofti

Selama lebih dari 40 tahun, dietil karbamasin sitrat (DEC) merupakan obat pilihan

baik untuk pengobatan perorangan maupun masal. DEC bersifat membunuh mikrofilaria dan

juga cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Pengobatan ditujukan untuk membunuh

parasit, mencegah kesakitan dan mencegah transmisi.10

Hingga saat ini, DEC merupakan satu-satunya obat yang efektif, aman dan relatif

murah. Dosis yang dianjurkan adalah 6 mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Dosis harian

obat ini dapat diberikan dalam tiga kali pemberian sesudah makan. Umumnya dengan dosis

ini akan menghilangkan mikrofilaria tapi untuk benar-benar bebas dari parasitnya diperlukan

beberapa kali pengobatan.10

Program elemininasi filariasis melalui pengobatan masal di daerah endemis

(prevalensi ≥ 1%) telah dicanangkan oleh organisasi kesehatan dunia. Obat yang dianjurkan

adalah kombinasi DEC 6mg/kg berat badan dan albendazol 400mg yang diberikan sekali

setiap tahun selama 5-10 tahun pada penduduk di atas usia 2 tahun.10

Obat lain yang juga dipakai dan saat ini masih terus diuji coba adalah ivermektin.

Ivermektin adalah antibiotik semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktifitas

luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek

samping yang ditimbulkannya lebih ringan dibanding DEC. Diberikan sebagai dosis tunggal

400ug/kg berat badan; dapat sebagai obat tunggal (setiap 6 bulan sekali) atau dikombinasikan

dengan dietil-karbamasin (diberikan setahun sekali). Pengobatan kombinasi memberikan efek

lebih baik.10

Kelangsungan hidup filaria di dalam tubuh hospes dipengaruhi oleh adanya

Wolbachia yang merupakan endobakteri dari famili ricketsiaceae. Endobakteri ini berperan

pada perkembangan, reproduksi dan kelangsungan hidup parasit filaria dalam tubuh hospes

sehingga dapat dijadikan target pada pengobatan filariasis. Pengobatan DEC pada filariasis

akan membunuh parasit sehingga keluarnya Wolbachia atau molekul lipopolisakarida

15

Page 16: Makalah Blok 12

menyebabkan efek samping pengobatan. Antibiotik golongan makrolid (tetrasiklin,

doksisiklin) efektif membunuh Wolbachia dalam parasit filaria. Pemberian antibiotik pada

filariasis dapat membunuh Wolbachia dan parasit filaria serta mengurangi efek samping

pengobatan DEC.10

Edukasi kepada Penderita Limfadenitis Filariasis akibat Wuchereria bancrofti

Untuk mengurangi serangan akut oleh infeksi bakteri dan jamur serta mencegah

perkembangan lanjut limfedema maka pada penderita limfedema perlu diajarkan cara

membersihkan kaki dengan air dan sabun terutama di daerah lipatan kulit dan sela jari. Bila

ditemukan luka harus segera diobati dengan antibiotik dan antimikotik.10

Gejala Klinis dan Komplikasi akibat Wuchereria bancrofti

Gejala klinis filariasis limfatik disebabkan oleh mikrofilaria dan cacing dewasa baik

yang hidup maupun yang mati. Mikrofilaria biasanya tidak menimbulkan kelainan tetapi

dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan occult filariasis. Hal ini disebabkan oleh respon

berlebihan imunologik terhadap infeksi filaria. Sindrom ini ditandai dengan kadar eosinofil

darah tepi yang sangat tinggi, gejala mirip asma, penyakit paru restriktif (dan kadang

obstruktif), kadar antibodi spesifik antifilaria sangat tinggi, dan respon pengobatan yang baik

dengan terapi antifilaria (DEC).8,10

Gejala yang disebabkan oleh cacing dewasa menimbulkan limfadenitis dan

limfangitis retrograd dalam stadium akut, disusul dengan obstruktif menahun 10 sampai 15

tahun kemudian.10

Perjalanan penyakit filariasis limfatik dapat dibagi dalam beberapa stadium yaitu

stadium mikrofilaremia tanpa gejala klinis, stadium akut dan stadium menahun. Ketiga

stadium ini tumpang tindih, tanpa ada batas yang nyata. Gejala klinis filariasis bankrofti yang

terdapat di suatu daerah mungkin berbeda dengan yang terdapat di daerah lain. Gejala dari

limfadenitis adalah nyeri lokal, keras di daerah kelenjar limfe yang terkena dan biasanya

disertai demam, sakit kepala dan badan, muntah-muntah, lesu, tidak nafsu makan.8,10

Pada penderita mikrofilaremia tanpa gejala klinis, pemeriksaan dengan limfosintigrafi

menunjukkan adanya kerusakan saluran limfe. Cacing dewasa hidup dapat menyumbat

saluran limfe dan terjadi dilatasi pada saluran limfe, disebut lymphangiektasia. Jika jumlah

cacing dewasa banyak dan lymphangiektasia terjadi secara intensif menyebabkan disfungsi

sistem limfatik. Cacing dewasa yang mati menyebabkan reaksi inflamasi. Sumbatan sirkulasi

limfatik terus berlanjut pada individu yang terinfeksi berat sampai semua saluran limfatik

16

Page 17: Makalah Blok 12

tertutup menyebabkan limfedema di daerah yang terkena. Selain itu juga terjadi hipertrofi

otot polos di sekitar daerah terkena.8

Stadium akut ditandai dengan peradangan pada saluran dan kelenjar limfe, berupa

limfadenitis dan limfangitis retrograd yang disertai demam dan malaise. Gejala peradangan

tersebut hilang timbul beberapa kali dalam setahun dan berlangsung beberapa hari sampai

satu atau dua minggu lamanya. Peradangan pada sistem limfatik alat kelamin laki-laki, seperti

funikulitis, epididimitis dan orkitis sering dijumpai. Saluran sperma meradang, membengkak

menyerupai tali dan sangat nyeri pada perabaan.8

Pada stadium menahun, gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah hidrokel.

Dapat pula dijumpai gejala limfedema dan elefantiasis yang mengenai seluruh tungkai,

seluruh lengan, testis, payudara dan vulva. Kadang-kadang terjadi kiluria, yaitu urin yang

berwarna putih susu yang terjadi karena dilatasi pada pembuluh limfe pada sistem ekskretori

dan urinari. Pada stadium obstruktif, mikroflaria sering tidak ditemukan lagi di dalam darah,

tetapi ada di dalam cairan hidrokel atau cairan kiluria.10

Dalam stadium menahun, penyumbatan duktus torasikus atau saluran limfe perut

bagian tengah turut mempengaruhi skrotum dan penis pada laki-laki dan bagian luar alat

kelamin pada wanita. Infeksi kelenjar inguinal dapat mempengaruhi tungkai dan bagian luar

alat kelamin. Elephantiasis pada umunya mengenai tungkai serta alat kelamin dan

menyebabkan perubahan bentuk yang luas.8

Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai. Limfedema

tungkai ini dapat dibagi dalam 4 tingkat yaitu:8

- Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversible) bila tungkai diangkat.

- Pitting/non pitting edema yang tidak dapat kembali normal (irreversible) bila tungkai

diangkat.

- Edema non pitting, tidak dapat kembali normal bila tungkai diangkat, kulit menjadi tebal.

- Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit (elephantiasis).

Hubungan antara adanya mikrofilaria di dalam darah dan elephantiasis sangat kecil,

karena mikrofilaria menghilang setelah cacing mati. Bila saluran limfe kandung kencing

pecah akan timbul kiluria, sedangkan episode berulang adenolimfangitis pada saluran limfe

testis yang mengakibatkan pecahnya tunika vaginalis akan terjadi hidrokel.8

Umumnya penduduk yang tinggal di daerah endemis tidak menunjukkan reaksi

peradangan yang berat, walaupun mereka mengandung banyak mikrofilaria. Pada

pemeriksaan dengan radionukleotida menunjukkan adanya gangguan drainase limfatik.10

17

Page 18: Makalah Blok 12

Pencegahan Limfadenitis Filariasis akibat Wuchereria bancrofti

Penduduk perlu dididik untuk melindungi dirinya dari gigitan nyamuk. Kontak

dengan nyamuk terinfeksi dapat dikurangi melalui penggunaan obat anti oles nyamuk,

kelambu atau insektisida.8

Prognosis untuk Penderita akibat Wuchereria bancrofti

Pengobatan akan memberikan kesembuhan pada penderita mikrofilaremia, stadium

akut, limfedema stadium 1-2, kiluria dan stadium dini elefantiasis. Bila sudah mencapai

hidrokel dan elefantiasis lanjut biasanya ditanggulangi dengan cara pembedahan.10

Pada kasus-kasus dini dan sedang, prognosis baik terutama bila pasien pindah dari

daerah endemik. Pengawasan daerah endemik tersebut dapat dilakukan dengan pemberian

obat, serta pemberantasan vektornya. Pada kasus-kasus lanjut terutama dengan edema

tungkai, prognosis lebih buruk.8

Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan akibat Wuchereria bancrofti

1. Deteksi parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam darah, cairan hidrokel atau cairan

kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal dan teknik konsentrasi Knott, membran

filtrasi. Pengambilan darah harus dilakukan pada malam hari (setelah pukul 20.00)

mengingat periodisitas mikrofilaria umumnya nokturna.10 Mikrofilaria dapat ditemukan

dengan pengambilan darah tebal atau tipis dengan pewarnaan Giemsa atau Wright.

Spesimen darah yang diambil lebih baik diambil dari darah kapiler dibanding dengan

darah vena karena konsentrasi mikrofilaria di darah kapiler lebih tinggi dibandingkan

dengan darah vena. Pada alat membran filtrasi, sampel dapat disimpan dalam waktu yang

lama; selain itu karena menggunakan formalin maka dapat memfiksasi mikrofilaria dalam

darah dan membuang organisme yang tidak diinginkan seperti HIV, Hepatitis B dan C.8

2. Pemeriksaan histopatologi dimana kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat

dijumpai di saluran dan kelenjar limfe dari jaringan yang dicurigai sebagai tumor.10

3. Teknik biologi molekuler dapat digunakan untuk mendeteksi parasit melalui DNA parasit

dengan menggunakan reaksi rantai polimerase (Polymerase Chan Reaction/PCR). Teknik

ini mampu memperbanyak DNA sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi parasit.10

4. Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar getah bening

inguinal pasien akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak. Ini berguna

terutama untuk evaluasi hasil pengobatan. Pemeriksaan ini hanya dapat digunakan untuk

infeksi filaria oleh Wuchereria bancrofti.10

18

Page 19: Makalah Blok 12

5. Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang ditandai

dengan zat radioaktif menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik sekalipun pada

penderita yang asimptomatik mikrofilaremia.10

6. Deteksi antigen dengan immunochromatographic test (ICT) yang menggunakan antibodi

monoklonal telah dikembangkan untuk mendeteksi antigen Wuchereria bancrofti dalam

sirkulasi darah. Hasil tes positif menunjukkan adanya infeksi aktif walaupun mikrofilaria

tidak ditemukan dalam darah.10

Brugia malayi dan Brugia timori

Brugia malayi dapat dibagi dalam dua varian yaitu yang hidup pada manusia dan

yang hidup pada manusia dan hewan misalnya kucing, kera dan lain sebagainya.10

Brugia timori hanya terdapat pada manusia. Penyakit yang disebabkan Brugia malayi

disebut filariasis malayi dan yang disebabkan oleh Brugia timori disebut filariasis timori.

Kedua penyakit tersebut kadang-kadang disebut sebagai filariasis brugia.10

Epidemiologi Brugia malayi dan timori

Brugia malayi hanya terdapat di Asia, dari India sampai ke Jepang, termasuk

Indonesia. Brugia timori hanya terdapat di Indonesia Timur di pulau Timor, Flores, Rote,

Alor dan beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara Timur. Penyakit ini terdapat diluar kota bila

vektornya adalah Mansonia, dan bila vektornya adalah Anopheles terdapat di daerah kota dan

sekitarnya.8,10

Brugia malayi dan Brugia timori hanya terdapat di pedesaan, karena vektornya tidak

dapat berkembang biak di perkotaan. Brugia malayi dan Brugia timori yang hanya hidup

pada manusia biasanya terdapat di daerah persawahan, sesuai dengan tempat perindukan

vektornya yaitu Anopheles barbirostris.10

Brugia malayi yang terdapat pada manusia dan hewan biasanya terdapat di pinggir

pantai atau aliran sungai dan rawa-rawa. Penyebaran Brugia malayi dari Sumatera sampai ke

kepulauan Maluku. Brugia timori hanya terdapat pada Indonesia bagian Timur yaitu NTT dan

Timor-Timur. Penderita yang terkena penyakit ini terutama adalah petani dan nelayan.

Kelompok umur dewasa muda paling sering terkena penyakit ini, sehingga produktivitas

penduduk dapat berkurang akibat serangan adenolimfangitis yang berulang kali. Cara

pencegahan sama dengan filariasis bankrofti.10

19

Page 20: Makalah Blok 12

Daur Hidup dan Morfologi Brugia malayi dan Brugia timori

Cacing dewasa jantan dan betina hidup di pembuluh limfe. Bentuknya halus seperti

benang dan berwarna putih susu. Cacing betina berukuran 55mm x 0,16mm untuk Brugia

malayi, sedangkan Brugia timori betina berukuran 21-39 mm x 0,1 mm. Cacing jantan

Brugia malayi berukuran 22-23mm x 0,09mm, sedangkan Brugia timori mempunyai ukuran

13-23mm x 0,08mm.10

Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang bersarung. Ukuran mikrofilaria Brugia

malayi adalah 200-260 mikron x 8 mikron dan ukuran mikrofilaria Brugia timori adalah 280-

310 mikron x 7 mikron.10

Gambar 2. Cacing Brugia.12

Periodisitas mikrofilaria Brugia malayi adalah periodik nokturna, subperiodik

nokturna atau non periodik, sedangkan mikrofilaria Brugia timori mempunyai sifat periodik

nokturna. Brugia malayi yang hidup pada manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles

barbirostris dan yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh nyamuk Mansonia.

Brugia timori juga ditularkan oleh nyamuk Anopheles barbirostris. Daur hidup kedua parasit

ini cukup panjang, tetapi lebih pendek daripada Wuchereria bancrofti. Masa pertumbuhannya

di dalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan. Di dalam

tubuh nyamuk kedua parasit ini juga mengalami dua kali pergantian kulit, berkembang dari

larva stadium I menjadi larva stadium II dan III, menyerupai perkembangan parasit

Wuchereria bancrofti. Di dalam tubuh manusia perkembangan kedua parasit tersebut juga

sama dengan perkembangan Wuchereria bancrofti.10

20

Page 21: Makalah Blok 12

Patologi dan Gejala Klinis Brugia malayi dan Brugia timori

Gejala klinis filariasis malayi sama dengan gejala klinis filariasis timori. Gejala klinis

kedua penyakit tersebut berbeda dengan gejala klinis filariasis bankrofti. Stadium akut

ditandai dengan serangan demam dan peradangan saluran dan kelenjar limfe, yang hilang

timbul berulang kali.10

Limfadenitis biasanya mengenai kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan peradangan

ini sering timbul setelah penderita bekerja berat di ladang atau sawah. Limfadenitis biasanya

berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh tanpa pengobatan. Kadang-kadang peradangan pada

kelenjar limfe ini menjalar ke bawah, mengenai saluran limfe dan menimbulkan limfangitis

retrograd, yang bersifat khas untuk filariasis. Peradangan pada saluran limfe ini dapat terlihat

sebagai garis merah yang menjalar ke bawah dan peradangan ini dapat pula menjalar ke

jaringan sekitarnya, menimbulkan infiltrasi pada seluruh paha atas. Pada stadium ini tungkai

bawah biasanya ikut membengkak dan menimbulkan gejala limfedema.10

Limfadenitis dapat pula berkembang menjadi bisul, pecah menjadi ulkus. Ulkus pada

pangkal paha ini, bila sembuh meninggalkan bekas sebagai jairngan parut dan tanda ini

merupakan salah satu gejala obyektif filariasis limfatik.10

Diagnosis Filariasis Brugia

Diagnosis dibuktikan dengan menemukan mikrofilaria di dalam darah tepi. Diagnosis

parasitologi sama dengan pada filariasis bankrofti. Radiodiagnosis umumnya tidak dilakukan

pada filariasis malayi. Diagnosis imunologi dengan deteksi IgG4.10

Pengobatan Filariasis Brugia

Hingga saat ini DEC masih merupakan obat pilihan. Dosisi yang dipakai di beberapa

negara Asia berbeda-beda. Di indonesia, dosis yang dianjurkan adalah 5mg/kg berat

badan/hari selama 10 hari. Efek samping DEC pada pengobatan filariasis brugia jauh lebih

berat, bila dibandingkan dengan yang terdapat pada pengobatan filariasis bankrofti. Efek

samping pengobatan akan berkurang pada ulangan pengobatan.10

Komplikasi Limfadenitis Filariasis akibat Brugia malayi dan Brugia timori

Limfadenitis dengan gejala komplikasinya dapat berlangsung beberapa minggu

sampai tiga bulan lamanya. Pada filariasis brugia, sistem limfe alat kelamin tidak pernah

terkena, berbeda dengan filariasis bankrofti. Limfedema biasanya hilang lagi setelah gejala

peradangan menyembuh, tetapi dengan serangan berulang kali, lambat laun pembengkakan

21

Page 22: Makalah Blok 12

tungkai tidak menghilang setelah gejala peradangan sembuh, sehingga menimbulkan

elefantiasis. Selain kelenjar limfe inguinal, kelenjar limfe di bagian medial tungkai, di ketiak

dan di bagian medial lengan juga sering terkena.10

Pada filariasis brugia, elefantiasis hanya mengenai tungkai bawah, di bawah lutut,

atau kadang-kadang lengan bawah di bawah siku. Alat kelamin dan payudara tidak pernah

terkena, kecuali di daerah filariasis brugia yang bersamaan dengan filariasis bankrofti. Kiluria

bukan merupakan gejala klinis filariasis brugia.10

Pencegahan dari Brugia malayi dan Brugia timori

Untuk program pencegahan filariasis akibat Brugia malayi dan Brugia timori,

pengobatan yang dianjurkan adalah kombinasi DEC 6mg/kg berat badan dengan albendazol

400mg yang diberikan sekali setahun secara masal pada penduduk di daerah endemis selama

minimal 5 tahun. Bisa juga dengan pencegahan individual dengan mengurangi kontak dengan

nyamuk.10

Prognosis untuk Limfadenitis akibat Brugia malayi dan Brugia timori

Pengobatan dengan ivermektin sama dengan pada filariasis bankrofti. Untuk

mendapatkan hasil penyembuhan yang sempurna, pengobatan ini diulang beberapa kali.

Stadium mikrofilaremia, peradangan, limfedema dan elefantiasis dini dapat disembuhkan

dengan pengobatan DEC. Beberapa kasus elefantiasis lanjut dapat pula diobati dengan

DEC.10

Kesimpulan

Berdasarkan kasus yang telah diberikan, gejala-gejala klinis yang terdapat pada pasien

memperlihatkan bahwa pasien menderita penyakit limfadenitis filariasis yang disebabkan

oleh cacing Wuchereria bancrofti yang terlihat dengan adanya gejala pembengkakan pada

tungkai kiri, demam, nyeri, edema non pitting, dan kiluria pada pasien. Gejala-gejala tersebut

adalah gejala khas penyakit limfadenitis filariasis yang disebabkan oleh cacing Wuchereria

bancrofti. Dapat disimpulkan bahwa pasien menderita limfadenitis filariasis yang disebabkan

oleh Wuchereria bancrofti.

22

Page 23: Makalah Blok 12

Daftar Pustaka

1. Nah YK, Hidayat D, Hudyono J. Buku panduan keterampilan klinik skills lab 1. Jakarta:

Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana; 2011.h.59-60.

2. Nah YK, Santoso M, Rumawas JSP, Winaktu GJMT, Sularyo TS, Adam H. Buku

panduan keterampilan klinik skills lab 3. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana; 2008.h.2.

3. Nah YK, Santoso M, Wati WW, Sumadikarya IK. Buku panduan keterampilan klinik

skills lab 2. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida

Wacana; 2008.h.23-4.

4. Djojodibroto RD. General medical check-up. Jakarta: Pustaka Populer Obor; 2002.h.68-

71.

5. Suryo J. Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka; 2010.h.62-3,

65-6.

6. Schwartz MW. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC; 2004.h.514.

7. Utji R, Harun H. Kuman tahan asam. Ed 3. Jakarta: Binarupa Aksara; 2003.h.191-2.

8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Imu penyakit dalam. Ed 5.

Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1789-90, 1792.

9. Gillespie SH, Bamford KB. At a glance mikrobiologi medis dan infeksi. Ed 3. Jakarta:

Erlangga; 2008.h.91.

10. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Parasitologi kedokteran. Ed 4. Jakarta:

Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011.h. 6, 32-42.

11. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang diserang.

Jakarta: EGC; 2009.h.21.

12. Anwar C. Atlas parasitologi kedokteran. Jakarta: Hipokrates; 2003.h.185.

23