makalah baru
-
Upload
hesti-riana -
Category
Documents
-
view
232 -
download
3
description
Transcript of makalah baru
![Page 1: makalah baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082500/563db814550346aa9a90603b/html5/thumbnails/1.jpg)
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010
TENTANG
INDUSTRI FARMASI
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
1. Desten Prima2. Hesti Riana Sari3. Indah Putriani Ibnu4. Ita Ari Mike5. Shinta Christiani
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKERFAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA
2015
![Page 2: makalah baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082500/563db814550346aa9a90603b/html5/thumbnails/2.jpg)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya, sehingga makalah Permenkes RI No.1799/Menkes/Per/XII/2010
Tahun 2010 tentang industri farmasi dapat terselesaikan tepat waktu.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna dan masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini untuk kedepannya.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi bagi yang membacanya.
Samarinda, Oktober 2015
Penyusun
ii
![Page 3: makalah baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082500/563db814550346aa9a90603b/html5/thumbnails/3.jpg)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Tujuan ..................................................................................................... 1
1.3. Manfaat ................................................................................................... 1
BAB II ISI
2.1. Ketentuan Umum .................................................................................... 2
2.2. Izin Industri Farmasi ............................................................................... 3
2.3. Penyelenggaran ....................................................................................... 7
2.4. Pelaporan ................................................................................................ 7
2.5. Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi ....................................... 8
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 11
iii
![Page 4: makalah baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082500/563db814550346aa9a90603b/html5/thumbnails/4.jpg)
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industri farmasi adalah industri yang meliputi industri obat jadi dan industri
bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang menghasilkan suatu
produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan, sedangkan industri
bahan baku obat adalah industri yang menghasilkan bahan baku yang diperlukan
pada proses pembuatan suatu obat jadi. Proses pembuatan merupakan seluruh
rangkaian kegiatan yang menghasilkan suatu obat yang meliputi produksi dan
pengawasan mutu mulai dari pengadaan bahan awal, proses pengolahan,
pengemasan, sampai obat jadi untuk distribusi.
Dalam memproduksi suatu obat, setiap industri farmasi harus dapat
memenuhi Cara pembuatan Obat yang Baik (CPOB) agar dapat menjamin dan
menghasilkan produk yang bermutu. Perkembangan yang sangat pesat dan
teknologi farmasi dewasa ini mengakibatkan perubahan-perubahan yang sangat
cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB. Produk yang bermutu tidak
dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan produk akhir saja, melainkan setiap
komponen yang berhubungan dengan proses produksi, mulai dari penyiapan
bahan baku, bahan kemas, proses pembuatan, pengemasan, termasuk bangunan
dan personil harus mengikuti Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
1.2. Tujuan
a. Memahami tentang peran dan tanggung jawab apoteker dalam industri
farmasi.
b. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan dalam industri farmasi.
c. Mengetahui tata cara proses untuk memperoleh izin dari Direktur Jenderal.
1.3. Manfaat
a. Sebagai acuan dalam pelaksanaan pembinaan industri farmasi.
b. Agar dapat mengembangkan industri farmasi yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1
![Page 5: makalah baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082500/563db814550346aa9a90603b/html5/thumbnails/5.jpg)
BAB IIISI
2.1. Ketentuan Umum
a. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk
manusia.
b. Bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat
yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai
bahan baku farmasi.
c. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat.
d. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat,
yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi,
pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat
untuk didistribusikan.
e. Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPOB adalah
cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang
dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya.
f. Farmakovigilans adalah seluruh kegiatan tentang pendeteksian, penilaian
(assessment), pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah
lainnya terkait dengan penggunaan obat.
g. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang selanjutnya disebut
Kepala Badan adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang pengawasan obat dan makanan.
h. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan
yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan
alat kesehatan.
i. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.
2
![Page 6: makalah baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082500/563db814550346aa9a90603b/html5/thumbnails/6.jpg)
3
2.2. Izin Industri Farmasi
Proses pembuatan obat dan atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh
industri farmasi. Selain industri farmasi, instalasi farmasi rumah sakit juga dapat
melakukan proses pembuatan obat untuk keperluan pelaksanaan pelayanan
kesehatan di rumah sakit dan harus memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan
dengan sertifikat CPOB.
Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi
dari Direktur Jenderal. Industri farmasi yang membuat obat dan atau bahan obat
yang termasuk dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk
memproduksi narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi sebagaimana dimaksud
dalam Permenkes RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah sebagai berikut:
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
d. Memiliki secara tetap paling sedikit tiga orang Apoteker Warga Negara
Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,
produksi, dan pengawasan mutu
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun tidak
langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
2.2.1.Persetujuan Prinsip
Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip.
Tata cara pemberian persetujuan prinsip antara lain:
a. Permohonan persetujuan prinsip diajukan kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi.
b. Sebelum pengajuan permohonan persetujuan prinsip, pemohon wajib
mengajukan permohonan persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP)
kepada Kepala Badan.
![Page 7: makalah baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082500/563db814550346aa9a90603b/html5/thumbnails/7.jpg)
4
c. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) diberikan oleh Kepala
Badan dalam bentuk rekomendasi hasil analisis Rencana Induk
Pembangunan (RIP) paling lama dalam jangka waktu empat belas hari kerja
sejak permohonan diterima.
d. Permohonan persetujuan prinsip diajukan dengan kelengkapannya sebagai
berikut:
1. Surat permohonan
2. Fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
3. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk/Identitas direksi dan komisaris perusahaan
4. Susunan direksi dan komisaris
5. Pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi
6. Fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan tanah
7. Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha berdasarkan Undang-undang Gangguan
(HO)
8. Fotokopi Surat Tanda Daftar Perusahaan
9. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan
10. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak
11. Persetujuan lokasi dari pemerintah daerah provinsi
12. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan
13. Rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
14. Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker
penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu,
dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu
15. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung
jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan
apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan
e. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal paling lama dalam
waktu empat belas hari kerja setelah permohonan diterima atau menolaknya.
![Page 8: makalah baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082500/563db814550346aa9a90603b/html5/thumbnails/8.jpg)
5
f. Pemohon izin industri farmasi dengan status Penanaman Modal Asing atau
Penanaman Modal Dalam Negeri yang telah mendapatkan Surat Persetujuan
Penanaman Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman
modal, wajib mengajukan permohonan persetujuan prinsip sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini.
Persetujuan Prinsip yang diberikan kepada pelaku usaha yang telah
memperoleh persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala
Badan, sebelum pelaku usaha melakukan persiapan, pembangunan,
pengadaan, pemasangan, dan instalasi peralatan, termasuk produksi
percobaan.
Persetujuan prinsip berlaku selama tiga tahun. Persetujuan prinsip
dapat diubah berdasarkan permohonan dari pemohon izin industri farmasi
yang bersangkutan. Dalam hal tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan
penyelesaian pembangunan fisik, atas permohonan pemohon, persetujuan
prinsip dapat diperpanjang paling lama satu tahun. Pada saat pemohon izin
industri farmasi mulai melakukan pembangunan fisik, yang bersangkutan
dapat menyampaikan surat permohonan impor mesin-mesin dan peralatan
lainnya termasuk pengendalian pencemaran, selain itu wajib
menyampaikan laporan informasi kemajuan pembangunan fisik setiap
enam bulan sekali. Persetujuan prinsip batal apabila setelah jangka waktu
3 tahun dan atau setelah jangka waktu satu tahun perpanjangan, pemohon
belum menyelesaikan pembangunan fisik.
2.2.2.Perizinan Industri Farmasi
Izin yang diberikan kepada pelaku usaha yang telah selesai
melaksanakan tahap persetujuan prinsip, sebelum industri farmasi
melakukan kegiatan produksi. Surat permohonan izin industri farmasi
harus ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab
pemastian mutu dengan kelengkapan sebagai berikut:
a. Fotokopi persetujuan prinsip Industri Farmasi
b. Surat Persetujuan Penanaman Modal untuk Industri Farmasi dalam rangka
Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri
![Page 9: makalah baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082500/563db814550346aa9a90603b/html5/thumbnails/9.jpg)
6
c. Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan
d. Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya
e. Fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
f. Rekomendasi kelengkapan administratif izin industri farmasi dari Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi
g. Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala Badan
h. Daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir
i. Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker
penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu,
dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu
j. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung
jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan
apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan
k. Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masing-
masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab
pengawasan mutu dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu
l. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung
atau tidak langsung dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
Permohonan izin industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi setempat. Paling lama dalam waktu dua puluh hari kerja sejak
diterimanya tembusan permohonan, Kepala Badan melakukan audit
pemenuhan persyaratan CPOB. Paling lama dalam waktu dua puluh hari
kerja sejak diterimanya tembusan permohonan, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan persyaratan administratif.
Paling lama dalam waktu sepuluh hari kerja sejak dinyatakan memenuhi
persyaratan CPOB, Kepala Badan mengeluarkan rekomendasi pemenuhan
persyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon. Paling lama dalam waktu
![Page 10: makalah baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082500/563db814550346aa9a90603b/html5/thumbnails/10.jpg)
7
sepuluh hari sejak dinyatakan memenuhi kelengkapan persyaratan
administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan
rekomendasi pemenuhan persyaratan administratif kepada Direktur
Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan pemohon. Paling
lama dalam waktu sepuluh hari kerja setelah menerima rekomendasi serta
persyaratan lainnya, Direktur Jenderal menerbitkan izin industri farmasi.
2.3. Penyelenggaran
Industri farmasi mempunyai fungsi untuk pembuatan obat dan atau
bahan obat, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan.
Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama Industri
Farmasi yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan. Industri farmasi yang akan melakukan
perubahan kapasitas dan atau fasilitas produksi wajib melapor dan
mendapat persetujuan.
Industri farmasi wajib mengajukan permohonan perubahan izin
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat apabila:
a. Melakukan perubahan alamat dan pindah lokasi
b. Melakukan perubahan terhadap akte pendirian perseroan terbatas
c. Melakukan perubahan penanggung jawab, alamat di lokasi yang sama, atau
nama industri
Industri farmasi yang menghasilkan obat dapat mendistribusikan
hasil produksinya kepada pedagang besar farmasi, apotek, instalasi farmasi
rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, klinik, dan toko obat. Sedangkan
yang hanya menghasilkan bahan obat mendistribusikan hasil produksinya
kepada pedagang besar bahan baku farmasi dan instalasi farmasi rumah
sakit.
2.4. Pelaporan
![Page 11: makalah baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082500/563db814550346aa9a90603b/html5/thumbnails/11.jpg)
8
Industri farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala
mengenai kegiatan usahanya:
a. Sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlah dan nilai produksi setiap obat
atau bahan obat yang dihasilkan sesuai dengan ketentuan
b. Sekali dalam 1 (satu) tahun sesuai dengan ketentuan
2.5. Pembinaan dan Pengawasan Industri Farmasi
Pembinaan terhadap pengembangan industri farmasi dilakukan oleh
Direktur Jenderal, sedangkan pengawasan dilakukan oleh Kepala Badan.
Dalam melaksanakan pengawasan, tenaga pengawas dapat melakukan
pemeriksaan sebagai berikut:
a. Memasuki setiap tempat yang digunakan dalam kegiatan pembuatan,
penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan obat dan bahan obat untuk
memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh segala sesuatu yang digunakan
dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan
obat dan bahan obat.
b. Membuka dan meneliti kemasan obat dan bahan obat.
c. Memeriksa dokumen atau catatan lain yang memuat keterangan mengenai
kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan obat
dan bahan obat, termasuk menggandakan atau mengutip keterangan
tersebut.
d. Mengambil gambar (foto) seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang
digunakan dalam pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan atau
perdagangan obat dan bahan obat.
Setiap orang yang bertanggung jawab atas tempat dilakukannya
pemeriksaan oleh tenaga pengawas mempunyai hak untuk menolak pemeriksaan
apabila tenaga pengawas yang bersangkutan tidak dilengkapi dengan tanda
pengenal dan surat perintah pemeriksaan. Apabila hasil pemeriksaan
menunjukkan adanya dugaan atau pelanggaran pidana di bidang obat dan atau
![Page 12: makalah baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082500/563db814550346aa9a90603b/html5/thumbnails/12.jpg)
9
bahan obat, segera dilakukan penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Permenkes RI Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010 dapat dikenakan sanksi administratif berupa:
a. Peringatan secara tertulis
b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk
penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan
obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat atau
kemanfaatan, atau mutu
c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi
persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, atau mutu.
d. Penghentian sementara kegiatan baik seluruh kegiatan maupun sebagian
kegiatan
e. Pembekuan izin industri farmasi
f. Pencabutan izin industri farmasi
![Page 13: makalah baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082500/563db814550346aa9a90603b/html5/thumbnails/13.jpg)
10
![Page 14: makalah baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082500/563db814550346aa9a90603b/html5/thumbnails/14.jpg)
BAB IIIPENUTUP
Makalah ini dimaksudkan sebagai acuan dalam pelaksanaan pembinaan industri
farmasi bari apoteker yang sedang melaksakan pekerjaan di industri kefarmasian.
Dengan makalah ini diharapkan dapat mengembangkan industri farmasi yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mampu
menyediaakan produk farmasi yang aman, berkhasiat atau bermanfaat dan
bermutu, cukup terjangkau serta memiliki daya saing.
10
![Page 15: makalah baru](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082500/563db814550346aa9a90603b/html5/thumbnails/15.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010
11