Makalah Andri
-
Upload
andri-roukmana -
Category
Documents
-
view
45 -
download
0
description
Transcript of Makalah Andri
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada
lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa
trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan
tulang klavikula atau radius distal patah.
Untuk menjelaskan keadaan fraktur, hal-hal yang perlu dideskripsikan
adalah komplit atau tidak komplit, bentuk garis patah dan hubungannya dengan
mekanisme trauma, jumlah garis patah, bergeser atau tidak bergeser, terbuka atau
tertutup serta komplikasi atau tanpa komplikasi. Fraktur komplit, bila garis fraktur
melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang, sedangkan
fraktur tidak komplit bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang,
seperti hairline fracture (patah retak rambut), buckle fracture atau torus fracture bila
terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya,
biasanya pada distal radius anak-anak. Serta juga greenstick fracture yang
mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang
panjang anak. Bentuk garis fraktur dan hubungannya dengan mekanisme trauma
yang meliputi garis patah melintang (trauma angulasi atau langsung), garis patah
oblik (trauma angulasi), garis patah spiral (trauma rotasi), fraktur kompresi (trauma
aksial-fleksi pada tulang spongiosa) dan fraktur avulsi (trauma tarikan/traksi otot
pada insersinya di tulang, misalnya fraktur patela. Jumlah garis patah meliputi
fraktur kominutif bila garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan, fraktur
segmental bila garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan. Bila dua garis
patah disebut pula fraktur bifokal. Fraktur multiple bila garis patah lebih dari satu
tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur femur, fraktur kruris
dan fraktur tulang belakang. Deskripsi fraktur berikutnya adalah bergeser atau
tidak. Fraktur undisplaced (tidak bergeser), garis patah komplit tetapi kedua
fragmen tidak bergeser, periosteumnya masih utuh, sedangkan fraktur displaced
(bergeser) bila terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut lokasi
fragmen. Berikutnya adanya komplikasi atau tanpa komplikasi yang akan penulis
bahas pada bagian yang selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pengkajian pada pasien dengan Fraktur?
2. Apakakah diagnosa keperawatan pada pasien pasien dengan Fraktur?
3. Bagaimana perencanaan pada pasien pasien dengan Fraktur?
4. Bagaimana evaluasi pada pasien pasien dengan Fraktur?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
1. Mengetahui proses pengkajian pada pasien dengan pasien dengan Fraktur
2. Mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien dengan Fraktur
3. Mengimplementasikan perencanaan pada pasien dengan Fraktur
4. Mengetahui evaluasi pada pasien dengan Fraktur
2. Tujuan Khusus
Adapun Tujuan Khusu Pembuatan Makalah ini adalah untuk memenuhi Tugas
Profesi Ners Mata Kuliah KDP yang diberikan oleh Dosen Pembimbing
Ns.Pawestri,S.Kep, M.Kes sekaligus menambanh pengetahuan bagi penulis.
D. Manfaat
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan Fraktur yang
meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan dan evaluasi.
BAB II
KONSEP DASAR
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR
A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall
C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar (Soedarman, 2000). Pendapat lain
menyatakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena
kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson, M. A, 2002).
B. Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.
C. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum
dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang.
B. Klasifikasi
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh)
tanpa komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan
kulit.
E. Manifestasi Klinik
1. Deformitas
2. Bengkak/edema
3. Echimosis (Memar)
4. Spasme otot
5. Nyeri
6. Kurang/hilang sensasi
7. Krepitasi
8. Pergerakan abnormal
9. Rontgen abnormal
F. Penatalaksanaan
1. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman
belum terlalu jauh meresap dilakukan:
a. Pembersihan luka
b. Exici
c. Hecting situasi
d. Antibiotik
2. Seluruh Fraktur
a. Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
b. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang)
adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasfanatomis (brunner, 2001).
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk
mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,
namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan
reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mulai mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk
menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan
analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia.
Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan
dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips,
biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga
reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x
harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam
kesejajaran yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Sinar-x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen
tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x.
Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan
imobilisasi.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna
dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi
tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga
aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
c. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun.
Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang
harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang
benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan,
gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna.
Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
d. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler
(mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan
ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler.
Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai
pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri,
termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi
dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki ke-
mandirian fungsi dan harga-diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas
semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan
stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada
ekstrermitas yang diperbolehkan.
G. Pathways
Konsep Dasar Kebutuhan Mobilisasi Fisik
A. Definisi / Deskripsi Kebutuhan
Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi
seseorang (Ansari, 2011).
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan
bebas (Kosier, 1989 cit Ida 2009)
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi
diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit
khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan
perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi
gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah
sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Mubarak, 2008).
B. Tujuan Mobilisasi
1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Mencegah terjadinya trauma
3. Mempertahankan tingkat kesehatan
4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari - hari
5. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
C. Batasan karakteristik
1. Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan,
termasuk mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi.
2. Keengganan untuk melakukan pergerakan.
3. Keterbatasan rentang gerak.
4. Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot.
5. Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol
mekanis dan medis.
6. Gangguan koordinasi
D. Factor – factor yang mempengaruhi fungsi system muskuloskeletal
1) Merokok, cenderung mempunyai pola pernafasan yang pendek, dengan
pernafasan yang pendek, gerakpun harus di batasi, dan juga dapat muncul
intoleransi aktivitas.
2) Multiple aklerosis / cidera pada saraf tulang belakang
3) Klien post operasi, cenderung membatasi gerakannya
4) Usia
E. Macam – macam gangguan
1) Fraktur
2) Gout
3) Arthritis oleh bakteri
4) Cidera jaringan lunak / keras
F. Pengkajian keperawatan.
Hal-hal yang perlu dikaji dalam kebutuhan aktivitas dan latihan :
a. Identitas pasien.
Biodata pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan,
agama, dan alamat.
b. Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan meliputi :
· Riwayat aktivitas dan olah raga
· Toleransi aktivitas
· Jenis dan frekuensi olah raga
· Faktor yang mempengaruhi mobilitas
· Pengararuh imobilitas
c. Pemeriksaan Fisik : Data Focus
1) Kesejajaran tubuh
Mengidentifikasi perubahan postur tubuh akibat pertumbuhan dan
perkembangan normal. Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi pasien dari
lateral, anterior, dan posterior guna mengamati :
a) bahu dan pinggul sejajar
b) jari - jari kaki mengarah kedepan
c) tulang belakang lurus, tidak melengkung kesisi yang lain
2) Cara berjalan
Dilakukan untuk mengidentifikasi mobilitas klien dan risiko cedera akibat jatuh.
a) Kepela tegak, pandangan lurus, dan tulang belakang lurus
b) Tumit menyentuh tanah terlebih dahulu daripada jari kaki
c) Lengan mengayun kedepan bersamaan dengan ayunan kaki di sisi yang
berlawanan
d) Gaya berjalan halus, terkoordinasi,
3) Penampilan dan pergerakan sendi
Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi, serta pengkajian rentang gerak aktif
atau rentang gerak pasif. Hal-hal yang dikaji yaitu :
a) Adanya kemerahan / pembengkakan sendi
b) Deformitas
c) Adanya nyeri tekan
d) Krepitasi
e) Peningkatan temperature di sekitar sendi
f) Perkembangan otot yang terkait dengan masing – masing sendi
g) Derajat gerak sendi
4) Kemampuan dan keterbatasan gerak
Hal-hal yang perlu dikaji antara lain :
a) Bagaimana penyakit klien mempengaruhi kemampuan klien untuk
bergerak
b) Adanya hambatan dalam bergerak ( terpasang infus, gips )
c) Keseimbangan dan koordinasi klien
d) Adanya hipotensi ortostatik
e) Kenyamanan klien
5) Kekuatan dan massa otot
Perawat harus mengkaji kekuatan dan kemampuan klien untuk bergerak,
langkah ini diambil untuk menurunkan risiko tegang otot dan cedera tubuh
baik pada klien maupun perawat.
6) Toleransi aktivitas
Pengkajian ini bermanfaat untuk membantu meningkatkan kemandirian klien
yang mengalami : Disabilitas kardiovaskuler dan respiratorik
(Priharjo, 2006 : 159)
7) Pemeriksaan penunjang.
a. Laboratorium
b. Biopsi
c. Radiologi
CT – Scan
MRI
Sinar
Rontgen (X – Ray)
G. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
b. Nyerii akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
c. Kerusakan integritas jaringan b/d fraktur terbuka , bedah perbaikan
d. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi,
keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
(Doengoes, 2000)
H. Intervensi Keperawatan
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan
rangka neuromuskuler
Tujuan : kerusakn mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan
keperaawatan
Kriteria hasil :
a. Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
b. Mempertahankan posisi fungsinal
c. Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit
d. Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan
b. Tinggikan ekstrimutas yang sakit
c. Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada
ekstrimitas yang sakit dan tak sakit
d. Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah fraktur
ketika bergerak
e. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
f. Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lngkup
keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan’Awasi teanan daraaah, nadi
dengan melakukan aktivitas
g. Ubah psisi secara periodic
h. Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi
2. Nyeri b.d spasme tot , pergeseran fragmen tulang
Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
Kriteria hasil :
a. Klien menyatajkan nyei berkurang
b. Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan
tepat
c. Tekanan darah normal
d. Tidak ada peningkatan nadi dan RR
Intervensi :
a. Kaji ulang lokasi, intensitas dan tpe nyeri
b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
c. Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan
aktivitas hiburan
d. Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi
e. Jelaskanprosedu sebelum memulai
f. Akukan danawasi latihan rentang gerak pasif/aktif
g. Drong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relasksasi, latihan
nafas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan
h. Observasi tanda-tanda vital
i. Kolaborasi : pemberian analgetik
3. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan
Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan
Kriteria hasil :
a. Penyembuhan luka sesuai waktu
b. Tidak ada laserasi, integritas kulit baik
Intervensi:
a. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainae
b. Monitor suhu tubuh
c. Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol
d. Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
e. Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
f. Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol
g. Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
h. Kolaborasi pemberian antibiotik.
BAB III
LAPORAN KASUS
Tanggal Pengkajian : 28 September 2015
A. BIODATA
Identitas :
Nama : Tn. T
Umur : 34 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jangli Dalam Semarang
Tanggal masuk : 25 September 2015
NO. Registrasi : 337510
Diagnosa medis : Fraktur tibia prox. Sinista
Penanggung Jawab :
Nama : Ny. S
Umur : 30 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dg pasien : Istri
B. Riwayat kesehatan
1. Keluhan Utama
Nyeri dibagian kaki kirinya pada saat bergerak
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dirujuk dari IGD RSUD Kota Semarang dan dirawat diruang Nakula
1 dengan diagnosa medis Fraktur tibia prox. Sinistra. Pada saat pengkajian
klien mengatakan nyeri dibagian kaki pada saat bergerak, klien
mengatakan habis jatuh dari motor pada saat sedang mengantar anaknya
sekolah, klien mengatakan kaki kirinya tertimpa motor pada saat terjatuh,
klien mengatakan skala nyeri yang dirasakan 7 cukup berat ( nyeri hebat
tetapi bisa dicontrol ). Pada saat dilakukan rontgen hasil yang didapat
adanya Dislokasi dibagian lutut kiri, klien mengatakan aktifitas sehari-hari
maupun berpindah tempat terganggu / terhambat seperti BAK dan BAB,
klien hanya dapat tidur tertentang. Pasien tampak lemas, wajah klien
tampak meringis kesakitan, aktifitas klien tampak dibantu oleh keluarga.
Hasil data TD : 130/80 S : 36,7 N : 90 RR : 24 Skala nyeri : 7
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah dirawat seperti ini dan
mengalami penyakit seperti ini sampai nyeri / fraktur , klien mengatakan
biasanya hanya sakit biasa / ringan seperti batuk, flu dan masuk angin.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang menderita Fraktur
dan menderita penyakit menular seperti ( TBC, AIDS, & HIV ) maupun
penyakit menahun seperti ( Jantung, ginjal, dll ).
C. POLA KESEHATAN FUNGSIONAL/GORDON
1. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Klien mengetahui mempunyai penyakit Fraktur dikaki kiri yang
dialaminya semenjak dirawat di RSUD Kota Semarang, upaya yang bisa
dilakukan klien untuk mempertahankan kesehatannya klien langsung
dibawa ke IGD RSUD Kota Semarang agar diberikan tindakan intensif
sehingga Fraktur kaki klien mendapatkan perawatan yang optimal, klien
hanya mengkonsumsi air putih saja.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Sebelum dirawat : klien mengatakan klien dapat makan dengan
porsi banyak tanpa bersisa, sebanyak 3 kali dalam sehari, nafsu makan
baik kemudian minum 5-6 gelas dalam sehari.
Setelah dirawat : klien mengatakan dapat menghabiskan makanan
dari rumah sakit dengan habis tanpa sisa sebanyak 2 kali, nafsu makan
masih stabil, kemudian minum 4-5 kali dalam sehari.
3. Pola Eliminasi
Sebelum dirawat : klien mengatakan dapat BAB 2 kali dalam
sehari dengan konsistensi feces kuning, lunak dan berbau khas, klien dapat
BAK 2-4 kali dengan warna kuning pekat.
Setelah dirawat : klien mengatakan dapat BAB 1-2 kali dalam
sehari dengan konsistensi feces kuning, lunak dan berbau khas, klien dapat
BAK 3-4 kali dalam sehari dengan warna kuning pekat.
4. Pola Aktifitas dan Latihan
Sebelum dirawat : Klien mengatakan dapat beraktifitas dengan
lancar, dan tanpa bantuan dari orang lain maupun keluarga, klien dapat
melakukan aktifitas secara mandiri.
Setelah dirawat : Klien mengatakan tidak dapat beraktifitas sehari-
hari secara mandiri, klien selalu ketergantungan pada orang lain / keluarga
untuk melakukan aktifitas seperti BAK / BAB dan berpindah tempat.
5. Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum dirawat : Klien mengatakan dapat istirahat tidur dengan
nyenyak dan tanpa terbangun ditengah malam dengan konsistensi waktu 7-
8 jam.
Setelah dirawat : Klien mengatakan awalnya tidak dapat istirahat
tidur dengan nyenyak karena sering terbangun mengeluh nyeri dan pegal
pada kaki kirinya dengan konsistensi waktu kurang lebih 5 jam, setelah
kaki klien dimobilisasi klien dapat tidur nyenyak.
6. Pola Persepsi Sensori dan Kognitif
Persepsi sensori terhadap nyeri menggunakan pendekatan P, Q, R, S, T
P : Klien mengatakan nyeri bertambah pada saat kaki kiri digerakan
Q : Nyeri yang dirasakan seperti ditusuk – tusuk benda tajam
R : Lokasi nyeri dibagian kaki kiri tepatnya dilutut
S : Skala nyeri 7
T : Nyeri berlangsung selama 1-2 menit kemudian hilang
7. Pola hubungan dengan orang lain
Klien dikenal dengan orang yang ramah dan baik, mudah bergaul terhadap
orang terdekat maupun di dalam keluarganya, klien mengatakan tidak ada
masalah komunikasi didalam keluarganya maupun orang terdekat.
8. Pola mekanisme koping
Pasien mengetahui penyakitnya dan keluhannya, pasien dapat bersabar
dengan kondisinya saat ini, pasien juga mendapatkan support dari keluarga
terutama dari istrinya agar dapat sembuh dengan cepat.
9. Pola nilai kepercayaan dan keyakinan
pasien beragama islam, sebelum sakit pasien mengatakan dapat beribadah
dengan lancar tetapi saat ini pasien hanya dapat bersabar dan berdoa untuk
kesembuhan penyakit yang diderita saat ini, di dalam keluarga pasien
beragama islam semua.
10. Pola produksi dan seksual
Klien mengatakan mempunyai 2 orang anak, yang anak pertamanya
seorang laki-laki yang berumur 13 tahun dan anak ke-2 seorang anak
perempuan berumur 8 tahun yang masih duduk di Sekolah Dasar.
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Tampak lemah dan kesakitan
2. Tingkat kesadaran : Composmetis
E : 4 M : 6 V : 5
3. Tanda – tanda vital ( 29 september 2015 )
TD : 110/70 N : 88
S : 36,7 RR : 24
4. Pengukuran Antropometri
TB : 172 cm
BB : 70 kg
Lila : 32 cm
5. Kepala : Bundar (oval), bersih dan tidak ada luka
a. Rambut : Hitam, tebal, pendek, dan bersih
b. Mata : Penglihatan normal, tidak ada sekret, konjungvita tidak
anemis
c. Hidung : Bersih, tidak ada polip / sekret
d. Telinga : Simetris, tidak ada serumen, tidak ada tanda infeksi
e. Mulut : Bersih, bibir tidak cyanosis, bibir tidak ada stomatis
f. Gigi : Tidak ada carang gigi
g. Kuku : Tidak panjang, putih, bersih
6. Dada dan thorax :
Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris, pernafasan normal, tidak
ada alat bantuan nafas.
7. Paru-paru
In : bentuk kanan & kiri simetris, suara nafas regular
Pa : ekspansi dinding dada maximal
Pe : pekak seluruh lapang paru
Au : suara nafas vesikuler, tidak ada suara ronchi maupun wheezing
8. Jantung
In : jantung kanan & kiri saat nafas simetris
Pa : tidak ada benjolan & pembesaran jantung
Pe : rectus cardis teraba
Au : jantung I & II berbunyi (Lup – Dup)
9. Abdomen
In : bentuk simetris
Au : terdengar bising usus 17x/menit
Pe : suara thympani
Pa : tidak ada nyeri tekan dan tidak teraba adanya benjolan
10. Genital
Tampak bersih, tidak menggunakan kateter, tidak ada luka dibagian
perienal, klien tidak menggunakan pempers, klien mengatakan pada saat
BAK & BAB klien hanya menggunakan Pispot.
11. Ekstremitas atas : warna kulit sawo matang, terpasang infus ditangan
kanan, turgor kulit baik, tidak ada infeksi didaerah tusukan infus
Ekstremitas bawah : Adanya pembengkakan dikaki kiri dan terasa
hangat , warna kulit sawo matang, tidak ada oedema dikaki kanan,
ekstremitas tidak ada luka dan panjang sejajar
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN HASIL LABORATORIUM
Hematologi
Golongan darah O
HB 13,4
HT 41,2
Jumlah eritrosit 4,7
Jumlah leukosit 13,6
Jumlah trombosit 373
Kimia Klinik
ureum 27,2
Kreatinin 0,9
Natrium 139
Kalium 4,10
Kalsium 1,17
Imunologi
HbsAg Negatif
Program Therapy Injeksi :
1. Inf RL 20 Tpm 4. Ranitidin 1 x 1
2. Methyl 3 x 125 mg
3. Deksketo 2 x 1
F. ANALISA DATA
DATA (DS & DO) MASALAH (P) ETIOLOGI (E)
DS :- Px mengatakan
sulit untuk mengubah posisi - Px mengatakan
tidak dapat melakukan ADL secara mandiri
DO : - Px tampak
kesulitan mengubah posisi - Gerakan klien tampak tremor- Px tampak dibantu ADLnya oleh
keluarga - Px BAK menggunakan pispot - Kaki kiri klien tempat dipasang
bidai
GANGGUAN MOBILITAS
FISIK
KERUSAKAN RANGKA
NEUROMUSCULER
DS :- Px mengatakan nyeri
dikaki kirinya - Px mengatakan nyeri
muncul pada saat kaki digerakan DO :
- Skala nyeri 7- Px tampak menahan nyeri dikaki - wajah pasien tampak meringis
kesakitan P : Px mengatakan nyeri bertambah pada saat kaki Kiri digerakan Q : Nyeri yang dirasakan seperti ditusuk tusuk benda tajam R : Lokasi nyeri dikaki kiri tepatnya dilutut S : Skala nyeri 7 T : Nyeri berlangsung selama 1-2 menit
NYERI TERPUTUSNYA
KONTINUITAS
JARINGAN PADA
TULANG /
FRAKTUR.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler
2 Gangguan rasa nyaman nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan
pada tulang / fraktur.
H. PERENCANAAN
No Waktu Tujuan & KH Rencana Rasional
1. 28-09-2015 Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x12 jam
diharapkan kerusakan
mobilisasi fisik klien
dapat berkurang dengan
KH :
- Mampu
melakukan aktifitas
sendiri
-
Mempertahankan
posisi fungsional
- Klien mampu
berpindah tempat
1. Kaji
kemampuann pasien
dalam mobilisasi
2. Latih pasien
dalam pemenuhan
kebutuhan ADL
secara mandiri
3. Berikan posisi
semi fowler pada
klien
4. Berikan
dorongan pada
pasien dalam
memenuhi
mobilisasi maupun
ADL
5. Melakukan
kolaborasi fisioterapi
pada klien
1. Untuk
membantu klien
dalam melakukan
aktifitas
2. Untuk melatih
kemandirian pasien
dalam beraktifitas
3. Untuk
memberikan rasa
nyaman pada klien
4. Agar
pemenuhan ADL
klien terpenuhi
walaupun belum
mandiri
5. Agar pasien
dapat merubah
posisi secara mandiri
2. 29-09-2015 Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x24 jam
diharapkan klien tahu cara
mengatasi nyeri timbul
akibat fraktur yang
dialami klien dengan KH :
- Klien dapat
meneyebutkan cara
mengurangi nyeri
- Intensitas nyeri
berkurang
- Ekspresi muka
rileks
1. Kaji
tingkat nyeri
2. Atur posisi yang
nyaman pada klien
3. Ajarkan tehnik
relaksasi nafas dalam
4. Berikan
lingkungan nyaman,
aman, dan tenang
5. Kolaborasi untuk
pemberian obat
analgetik pada klien
1. Untuk
mengetahui skala nyeri
yang dirasakan klien
2. Dapat
memberi rasa nyaman
pada klien.
3. Denga
n teknik ini perhatian
klien tidak terpusat
pada nyeri.
4. Lingku
ngan yang nyaman
dapat memberikan
suasana yang
nyaman..
5. Pemeb
erian obat analgetik
dapat menekan rasa
nyeri pada klien
I. TINDAKAN KEPERAWATAN
No Tanggal / jam
Implementasi Respon hasil Paraf
1
-mempertahankan
mobilisasi bagian yang
sakit dengan tirah baring
dan spalk
-meninggikan dan
mendukung ekstrimitas
yang terkena
-mengevaluasi keluhan
nyeri lokasi,karakteristik
dan intensitasnya
-mengukur TD pasien
Mengkolaborasikan
pemberian obat analgetik
sesuai indikasi yaitu:
ranitidin
membantu mobilisasi
dengan kruk dan
mengintruksikan
keamanan dalam
menggunakan alat
mobilitas
Mempertahankan
mobilisasi bagian yang
sakit dengan tirah baring
dan spalk
Meninggikan dan
mendukung eksremitas
Nyeri
berkurang
Nyeri
berkurang tapi
masih edema
Neri pada prox
sinistra Nyeri
nyilu skala 7
TD : 130/80
mmHg
Ranitidin 1x1
amp IV
Membantu
menyembuhkan
dan
menormalisaka
n fungsikan
organ
Nyeri
berkurang
yang terkena
Mengevaluasi keluhan
nyeri
Mengukur TD pasien
Berkolaborasi dalam
pemberian obat analgetik
sesuai indikasi yaitu :
Ranitidin
membantu mobilisasi
dengan kruk dan
mengintruksikan
keamanan dalam
menggunakan alat
mobilitas
Mempertahankan
mobilasasi bagian yang
sakit dengan tirah baring
dan spalk
Meninggikan dan
medukung eksremitas
yang terkena
Mengevaluasi keluhan
nyeri
Mengukur TD pasien
Berkolaborasi dalam
pemberian obat analgetik
sesuai indikasi yaitu :
ketrolak
membantu mobilisasi
dengan kruk dan
mengintruksikan
keamanan dalam
menggunakan alat
mobilitas
Nyeri
berkurang tapi
masih edema
Skala nyeri 7
TD : 130/90
Ranitidin 1x1
amp IV
Membantu
penyembuhan
dan normalisai
fungsi organ
Nyeri
berkurang
Nyeri
berkurang tapi
masih edema
Skala nyeri 6
TD : 130/90
Ranitidin 1x1
amp IV
Membantu
penyebuhan dan
normalisasi
fungsi organ
J. CATATAN PERKEMBANGAN
Hr/tgl/jam No. Evaluasi Keperawatan paraf
29-09-15 1.
S : Keluarga pasien mengatakan aktivitas pasien masih dibantu oleh keluargaO : Pasien masih tampak dibantu oleh keluarga dalam beraktivitasA : Masalah belum teratasi sebagianP : Lanjutkan intervensi
- pantau KU pasien - pantau mobilisasi dan ADL pasien - berikan posisi yang nyaman semi fowler
2.
S : Pasien mengatakan nyerinya sudah berkurangO : skala nyeri : 6, pasien masih tampak lemahA : Masalah belum teratasi sebagianP : Lanjutkan intervensi - mengobservasi TTV - mengkaji tingkat nyeri - mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
NO WAKTU( TGL / JAM)
EVALUASI
1. 30 – 09 - 2015 S : Klien mengatakan dapat beraktifitas walaupun belum mandiri sepenuhnya O : Klien tampak berlatih ADL secara mandiri A : Masalah teratasi sebagian P : Pertahankan intervensi - pantau KU pasien - pantau mobilisasi dan ADL pasien - berikan posisi yang nyaman semi fowler
2. S : Klien mengatakan rasa nyeri dikaki kiri berkurang O : wajah klien tampak rileks A : Masalah teratasi sebagian P : Pertahankan intervensi - mengobservasi TTV - mengkaji tingkat nyeri - mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
BAB IV
PEMBAHASAN
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress
pada tulang yang berlebihan. Selanjutnya penulis akan menyimpulakn sesuai
dengan tahapan-tahapan yang ada didalam proses keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, evaluasi.
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi langsung
yang penulis dapatkan dari keluarga pasein dan pasien itu sendiri, selain itu juga
penulis mendapatkan informasi dari perawat dan catatan medik pasien. Dua
diagnosa yang penulis temukan pada pasien setelah dilakukan pengkajian yaitu :
4. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka
neuromuskuler
5. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d terputusnya kontinuitas
jaringan pada tulang / fraktur
Dalam menyusun rencana keprawatan pada pasien penulis mengacu pada
konsep dasar askep yang kemudian disesuaikan dengan kemampuan pasien dan
ruangan perawatan pasien. Dalam melakukan tindakan keperawatan penulis tidak
melakukan semua yang ada dalam rencana keperawatan karena keterbatasan
sarana, kemampuan pasien dan waktu yang ada
Evaluasi dilakukan pada ketiga hari perawatan sesuai dengan rencana yang
telah ada, tetapi masih banyak diagnosa yang belum teratasi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung,
misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius
dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu
pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Imobilisasi lengan atau tungkai menyebabkan otot menjadi lemah dan
menciut. Karena itu sebagian besar penderita perlu menjalani terapi fisik.
Terapi dimulai pada saat imobilisasi dilakukan dan dilanjutkan sampai
pembidaian, gips atau traksi telah dilepaskan. Pada patah tulang tertentu
(terutama patah tulang pinggul), untuk mencapai penyembuhan total,
penderita perlu menjalani terapi fisik selama 6-8 minggu atau kadang lebih
lama lagi.
B. SARAN
Pada penderita fraktur sangat dibutuhkan istirahat total dan
minimalkan pengeluaran energi, jadi hal yang paling utama yang dapat
dilakukan pasien dan keluarganya jika terjadi komplikasi adalah berupaya
untuk beristirahat total.
DAFTAR PUSTAKA
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi. Vol. 2 Ed 6. Jakarta : EGC;
2006.h. 1365
Gleadle Jonathan. At a glance. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta :
Erlangga; 2007.
Corwin Elizabeth J. Buku saku patofisiologi. Ed 3. Jakarta: EGC; 2009
Departemen farmakologi dan terapeutik FKUI. Farmakologi dan terapi. Ed 5.
Jakarta: FKUI; 2009.
Rasjad C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi III. Makassar: Yarsif
Watampone 2007.
Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edidi ke 5.
Jakarta: FKUI;2007
Carpenito, L.J. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC, 2001
Doengoes, E. Marilyn. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC, 2000
Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC,
2009
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI,
2007
NANDA. Diagnosis Keperawatan 2000. Alih bahasa mahasiswa PSIK – FK
UGM Angkatan 2002