PBL Andri T. Ciakra

22
Skleritis Oculi Dekstra Andri T. Ciakra 102011126 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta. e-mail: [email protected] Pendahuluan Mata merupakan salah satu panca indera yang pentingg bagi setiap manusia. Bola mata dipandang sebagai organ akhir dari nervus optikus yang merupakan saraf sensoris. Mata menerima rangsang sinar dan mengubahnya menjadi impuls saraf yang berjalan sepanjang lintaasan visual yang terdiri dari retina, nervus optikus, khiasma optikus, traktus optikus dan radiassio optika, yang akhirnya akan mencapai korteks visual di fisura kalkarina sehingga terjadi sensasi melihat. 1 Penyakit untuk mata juga sangat beragam mulai dari yang hanya merah hingga yang mengganggu ketajaman penglihatan. Skeleritis merupakan salah satu penyakit mata merah dengan ketajaman yang normal yang akan dibahas lebih jauh dalam makalah ini. Diharapkan melalui makalah ini, pembaca dapat labih memahami mengenai penyakit mata merah dengan visus normal khususnya skleritis mulai dari gejala hingga tatalaksana yang dapat dilakukan. Pembahasan Anatomi Sklera Sklera yang juga dikenal sebagai bagian putih bola 1

description

adfadfa

Transcript of PBL Andri T. Ciakra

Page 1: PBL Andri T. Ciakra

Skleritis Oculi Dekstra

Andri T. Ciakra

102011126

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta.e-mail: [email protected]

Pendahuluan

Mata merupakan salah satu panca indera yang pentingg bagi setiap manusia. Bola

mata dipandang sebagai organ akhir dari nervus optikus yang merupakan saraf sensoris.

Mata menerima rangsang sinar dan mengubahnya menjadi impuls saraf yang berjalan

sepanjang lintaasan visual yang terdiri dari retina, nervus optikus, khiasma optikus, traktus

optikus dan radiassio optika, yang akhirnya akan mencapai korteks visual di fisura

kalkarina sehingga terjadi sensasi melihat.1 Penyakit untuk mata juga sangat beragam mulai

dari yang hanya merah hingga yang mengganggu ketajaman penglihatan. Skeleritis

merupakan salah satu penyakit mata merah dengan ketajaman yang normal yang akan

dibahas lebih jauh dalam makalah ini. Diharapkan melalui makalah ini, pembaca dapat

labih memahami mengenai penyakit mata merah dengan visus normal khususnya skleritis

mulai dari gejala hingga tatalaksana yang dapat dilakukan.

Pembahasan

Anatomi Sklera

Sklera yang juga dikenal sebagai bagian putih bola mata, merupakan kelanjutan

dari kornea. Sklera berwarna putih buram dan tidak tembus cahaya, kecuali di bagian

depan bersifat transparan yang disebut kornea. Sklera merupakan dinding bola mata yang

paling keras dengan jaringan pengikat yang tebal, yang tersusun oleh serat kolagen,

jaringan fibrosa dan proteoglikan dengan berbagai ukuran. Pada anak-anak, sklera lebih

tipis dan menunjukkan sejumlah pigmen, yang tampak sebagai warna biru. Sedangkan

pada dewasa karena terdapatnya deposit lemak, sklera tampak sebagai garis kuning.1,2

Sklera dimulai dari limbus, dimana berlanjut dengan kornea dan berakhir pada

kanalis optikus yang berlanjut dengan dura. Enam otot ekstraokular disisipkan ke

dalam sklera. Jaringan sklera menerima rangsangan sensoris dari nervus siliaris

1

Page 2: PBL Andri T. Ciakra

posterior. Sklera merupakan organ tanpa vaskularisasi, menerima rangsangan tersebut

dari jaringan pembuluh darah yang berdekatan. Pleksus koroidalis terdapat di bawah

sklera dan pleksus episkleral di atasnya. Episklera mempunyai dua cabang, yang

pertama pada permukaan dimana pembuluh darah tersusun melingkar, dan yang satunya

lagi yang lebih di dalam, terdapat pembuluh darah yang melekat pada sklera.1,2

Sklera membentuk 5/6 bagian dari pembungkus jaringan pengikat pada bola

mata posterior. Sklera kemudian dilanjutkan oleh duramater dan kornea, untuk

menentukan bentuk bola mata, penahan terhadap tekanan dari luar dan menyediakan

kebutuhan bagi penempatan otot-otot ekstra okular. Sklera ditembus oleh banyak saraf

dan pembuluh darah yang melewati foramen skleralis posterior. Pada cakram optikus,

2/3 bagian sklera berlanjut menjadi sarung dural, sedangkan 1/3 lainnya berlanjut

dengan beberapa jaringan koroidalis yang membentuk suatu penampang yakni lamina

kribrosa yang melewati nervus optikus yang keluar melalui serat optikus atau fasikulus.

Kedalaman sklera bervariasi mulai dari 1 mm pada kutub posterior hingga 0,3 mm

pada penyisipan muskulus rektus atau akuator. Sklera mempunyai 2 lubang utama

yaitu:1,2

1) Foramen sklerasis anterior, yang berdekatan dengan kornea dan merupakan

tempat meletaknya kornea pada sklera.

2) Foramen sklerasis posterior atau kanalis sklerasis, merupakan pintu keluar

nervus optikus. Pada foramen ini terdapat lamina kribosa yang terdiri dari

sejumlah membran seperti saringan yang tersusun transversal melintas foramen

sklerasis posterior. Serabut saraf optikus lewat lubang ini untuk menuju ke

otak.

Secara histologis, sklera terdiri dari banyak pita padat yang sejajar dan berkas-

berkas jaringan fibrosa yang teranyam, yang masing-masing mempunyai tebal 10-16

µm dan lebar 100-140 µm, yakni episklera, stroma, lamina fuska dan endotelium.

Struktur histologis sklera sangat mirip dengan struktur kornea.1,2

Fisiologi SkleraSklera berfungsi untuk menyediakan perlindungan terhadap komponen intra

okular. Pembungkus okular yang bersifat viskoelastis ini memungkinkan pergerakan bola

mata tanpa menimbulkan deformitas otot-otot penggeraknya. Pendukung dasar dari sklera

2

Page 3: PBL Andri T. Ciakra

adalah adanya aktifitas sklera yang rendah dan vaskularisasi yang baik pada sklera dan

koroid. Hidrasi yang terlalu tinggi pada sclera menyebabkan kekeruhan pada jaringan

sklera. Jaringan kolagen sklera dan jaringan pendukungnya berperan seperti cairan

sinovial yang memungkinkan perbandingan yang normal sehingga terjadi hubungan

antara bola mata dan socket. Perbandingan ini sering terganggu sehingga menyebabkan

beberapa penyakit yang mengenai struktur artikular sampai pembungkus sklera dan

episklera.2

Anamnesis

Anamnesis merupakan wawancara yang dilakukan oleh dokter kepada pasiennya

atau keluarga dekatnya menggenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat

pelayanan kesehatan.Anamnesis harus dilakukan secara tenang, ramah dan sabar, dalam

suasana yang rahasia dengan menggunakan bahasa yang mudaah dipahami pasien.Saat

anamnesis, perlu dibuat status pasien yang merupakan catatan medik pasien yang memuat

mengenai penyakit pasien dan perjalanan penyakit pasien.Anamnesis dapat langsung

dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantasrnya

(alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai. Anamnesis

yang baik akan terdiri dari :3

1. Identitas : meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis

kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, status, agama, dan suku bangsa.

2. Keluhan utama : keluhan yanng dirasakan pasien yangg membawa pasien

ergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama,

harus disertai dengan indikator waktu.

3. Riwayat penyakit sekarang : riwayat perjalanan penyakit yang berupa cerita

kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak

sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.

4. Riwayat penyakit dahulu : untuk mengetahui kemungkinan – kemungkinan

adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya

sekarang.

5. Riwayat obstetri dan ginekologi : ditanyakan hanya pada pasien wanita

6. Riwayat penyakit keluarga : untuk mencari kemungkinan penyakit herediter,

familial atau penyakit infeksi atau riwayat atopik.

3

Page 4: PBL Andri T. Ciakra

7. Anamnesis susunan sistem : bertujuan mengumpulkan data – data positif dan

negatif yang berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien berdasarkan

alat tubuh yang sakit.

8. Riwayat pribadi : meliputi data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan.

Pada saat anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama pasien, perjalanan

penyakit, riwayat penyakit dahulu termasuk riwayat infeksi, trauma ataupun

riwayat pembedahan juga perlu pemeriksaan dari semua sistem pada tubuh.

Gejala-gejala dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme, dan tanpa

penurunan ketajaman penglihatan. Tanda primernya adalah mata merah. Nyeri adalah

gejala yang paling sering dan merupakan indikator terjadinya inflamasi yang aktif..

Nyeri timbul dari stimulasi langsung dan peregangan ujung saraf akibat adanya

inflamasi. Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa berat, nyeri tajam

menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien terbangun sepanjang malam, kambuh

akibat sentuhan. Nyeri dapat hilang sementara dengan penggunaan obat analgetik.

Mata berair atau fotofobia pada skleritis tanpa disertai sekret mukopurulen. Penurunan

ketajaman penglihatan biasa disebabkan oleh perluasan dari skleritis ke struktur

yang berdekatan yaitu dapat berkembang menjadi keratitis, uveitis, glaucoma, katarak

dan fundus yang abnormal.4,5

Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pada mata menjelaskan adanya

penyakit sistemik, trauma, obat-obatan atau prosedur pembedahan dapat

menyebabkan skleritis seperti :4,5

i. Penyakit vaskular atau penyakit jaringan ikat

ii. Penyakit infeksi

iii. Penyakit miscellanous ( atopi,gout, trauma kimia, rosasea)

iv. Trauma tumpul atau trauma tajam pada mata

v. Obat-obatan seperti pamidronate, alendronate, risedronate, zoledronic

acid dan ibandronate.

vi. Post pembedahan pada mata

Riwayat penyakit dahulu seperti ulserasi gaster, diabetes, penyaki hati,

penyakit ginjal, hipertensi dimana mempengaruhi pengobatan selanjutnya. Pengobatan

yang sudah didapat dan pengobatan yang sedang berlangsung dan responnya terhadap

pengobatan.4,5

4

Page 5: PBL Andri T. Ciakra

Pemeriksaan Fisik

Permeriksaan tanda – tanda vital juga mengandung ukuran – ukuran klinis kuatitatif

yang sangat besar nilainya.Tanda – tanda vital adalah nadi, pernapasan, suhu dan tekanan

darah.Semuanya harus diukur dalam pemeriksaan yang lengkap dan dalam banyak

pertemuan singkat. Hal teserbut dapat memberikan bantuan yang tidak ternilai dalam

penilaian global terhadap seorang penderita dan dapat memperoleh diagnnosis spesifik.6

Seperti semua keluhan pada mata, pemeriksaan diawali dengan pemeriksaan tajam

penglihatan.Visus dapat berada dalam keadaan normal atau menurun.Gangguan visus lebih

jelas pada skleritis posterior. Pemeriksaan umum pada kulit, sendi, jantung dan paru – paru

dapat dilakukan apabila dicurigai adanya penyakit sistemik. 4,5

General Inspeksi

Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa skleritis sering kali disebabkan ataupun

disertai dengan penyakit sistemik ( penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis, dan gout ).

Kadang-kadang disebabkan tuberculosis, bakteri ( pseudomonas ), sarkoidosis, hipertensi,

dan masih banyak penyakit lain, sehingga dari pemeriksaan umum pasien, akan muncul

berbagai kelainan tergantung penyakit sistemik yang menyertai penderita. Penderita sering

kali mengeluhkan adanya rasa nyeri pada dahi, dagu dan alis yang merupakan penjalaran

nyeri dari mata akibat skleritis. Penderita skleritis tanpa penyakit penyerta atau penyakit

sistemik akan tampak sehat tanpa ada kelainan fisik selain pada mata. 4,7

General Inspeksi pada Mata

Pasien skleritis hampir selalu mengeluhkan adanya nyeri, yang biasanya bersifat

konstan sehingga sulit tidur. Ketajaman penglihatan sedikit berkurang jika dilakukan

pemeriksaan visus dengan menggunakan Snellen chart, terutama bila timbul peradangan

pada kamera anterior, skleritis akibat invasi mokroba langsung, dan pada skleritis posterior.

Bola mata terasa nyeri. Tanda klinis kunci adalah bola mata berwarna ungu gelap akibat

dilatasi pleksus vaskular di sklera dan episklera. 4,7

Pada skleritis anterior nekrotikans tipe difus atau Non-necrotizing anterior diffuse

scleritis, merupakan jenis skleritis yang paling umum terjadi, ditandai dengan adanya

peradangan yang luas melibatkan satu atau lebih bagian pada sklera. Bagian anterior yang

terlibat akan terlihat berwarna seperti ikan salmon mengarah ke warna ungu. 8

5

Page 6: PBL Andri T. Ciakra

Gambar 1. Gambaran sklera pada Non-necrotizing anterior diffuse scleritis.8

Pada skleritis anterior non nekrotikans tipe nodular atau non-necrotising anterior

nodular scleritis, dikarakteristikkan dengan terdapatnya satu atau dua bagian yang keras

pada sklera, dimana warna ungu terlihat lebih terang pada nodule sklera, dan sering kali

nodul terletak di daerah dekat limbus. Kadang kadang, nodul tersusun seperti cincin

disekitar limbus ( annular scleritis ). 4,5,6

Gambar 2 . Gambaran sklera pada

Non-necrotising anterior nodular scleritis.8

Anterior skleritis nekrotikans dengan inflamasi (anterior necrotizing scleritis with

inflammation), merupakan skleritis akut yang berat dengan karakteristik lokasi terjadinya

inflamasi berhubungan dengan tempat terjadinya infark sesuai dengan vaskulitis. Akibat

tempat yang nekrosis adalah sklera menjadi tipis dan transparan. Hal ini sering terkait

dengan uveitis pada bagian anterior.. Necrotizing scleritis anterior dengan peradangan

kornea juga dikenal sebagai sclerokeratitis.8

6

Page 7: PBL Andri T. Ciakra

Gambar 3. Gambaran sklera anterior necrotizing scleritis with inflammation.8

Skleritis anterior nekrotikans tanpa inflamasi (Anterior necrotizing scleritis without

inflammation). Tipe ini paling sering terjadi pada pasien dengan rheumatoid arthritis lama,

itu adalah karena pembentukan nodul rheumatoid di sklera dan dan sering tidak ditemukan

adanya gejala. Scleritis anterior nekrotikans tanpa peradangan juga dikenal sebagai

perforans scleromalacia. Tipe skleritis ini sering kali terjadi pada wanita akibat dari

penyakit rheumatoid arthritis yang berkepanjangan. Tipe ini dikarakteristikkan dengan

perubahan sklera berwarna putih susu menjadi sklera yang tampak kekuningan dan tidak

jarang mengenai episklera dan konjungtiva lepas atau memisah dari dari sklera yang

normal. Perforasi yang berlangsung secara spontan sering kali terjadi. 8

Gambar 4. Gambaran sklera pada

Anterior necrotizing scleritis without inflammation.8

Tanda-tanda pada skleritis posterior adalah viritis, pembengkakan diskus, edema

makula, dan pelepasan retina eksudatif . Kadang-kadang tidak ada kelainan yang bisa

dideteksi pada mata bagian anterior, nyeri mata merupakan gejala satu-satunya. Inflamasi

dapat menyebabkan proptosis ( eksopthalmus) dan perbaikan yang terjadi tergantung

tergantung proses mitosis pada otot-otot okular. 8

7

Page 8: PBL Andri T. Ciakra

Pemeriksaan Penunjang

Tergantung kepada kecurigaan klinis, studi laboratorium dapat dilakukan. Uji

laboratorium meliputi : 7

Hitung darah lengkap (CBC) dan elektrolit

Komplemen serum (C3)

Laju endap darah

Kompleks imun serum

Faktor rheumatoid serum

Urinalisis

Sedimen eritrosit (ESR)

Asam urat

Antinuclear antibody (ANA)

B-scan ultrasonografi juga dapat membantu dalam mendeteksi skleritis posterior.

MRI atau CT scan mungkin memainkan peran yang baik. Foto thoraks dapat diindikasikan

untuk mencari keterlibatan paru yang mendasari timbulnya penyakit sistemik. Foto sendi

sakroiliaka dapat dilakukan atau dipertimbangkan jika adanya spondilitis dicurigai. 7

Diagnosis Banding

Pterygium

Pterygium adalah penebalan dan lipatan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga

dengan banyak pembuluh darah. Puncaknya terletak di kornea dan dasarnya dibagian

perifer. Biasanya terletak di celah kelopak mata dan sering meluas ke daerah pupil.

Keadaan ini sering timbul oleh rangsangan debu, cahaya matahari dan angina pada

konjungtiva bulbi. Konjungtiva pada daerah selaput akan tampak kemerahan serta adanya

pelebaran pembuluh darah dengan edema pada jaringan tersebut. Gejala kliniknya pasien

akan mengalami kemunduran dalam penglihatan akibat astigmat kornea atau karena

pterygium telah meluas melewati zona optic. Therapynya dapat diberikan tetes mata

inflamasi baik steroid maupun non steroid dan terapi bedah dilakukan apabila usia lebih

dari 40 tahun.1,4

8

Page 9: PBL Andri T. Ciakra

Pesudopterygium

Memberikan gejala yang serupa dengan pterygium, hanya asal tumbuhnya oleh

karena kerusakan pada kornea(ulkus kornea), sehingga tempatnya tidak harus pada celah

kelopak mata. Baik gejala dan therapynya sama dengan pterygium. 1,4

Pinguekula

Pinguekula adalah pertumbuhan jaringan hialin pada konjungtiva. Penyebabnya

sama dengan pterygium yaitu karena iritasi angina dan ultraviolet. Peradangan

mengakibatkan pelebaran pembuluh darah sekitar. Pada pinguekula tidak perlu diberikan

pengobatan, akan tetapi apabila terlihat adanya tanda peradangan ( pinguekulitis ), dapat

diberikan obat-obat antiradang.1,4

Diagnosis

Skleritis

Skleritis merupakan peradangan pada sklera berupa gangguan granulomatosa kronik

yang ditandai oleh destruksi kolagen, sebukan sel, dan kelainan vaskular yang

mengisyaratkan adanya vaskulitis. Kelainan ini murni diperantarai oleh proses imunologik,

yakni reaksi tipe IV ( hipersensitivitas tipe lambat ) dan tipe III ( kompleks imun ) dan

disertai atau disebabkan oleh penyakit sistemik ( penyakit jaringan ikat, pasca herpes,

sifilis, dan gout ). Kadang-kadang disebabkan tuberculosis, bakteri ( pseudomonas ),

sarkoidosis, hipertensi, benda asing dan pasca bedah.4,7

Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Penyakit ini bersifat unilateral atau

bilateral, dengan onset perlahan atau kambuh. Wanita lebih sering terkena daripada pria.

Dari hasil anamnese, pasien skleritis hampir selalu mengeluhkan adanya nyeri. Nyeri

biasanya bersifat konstan, meyebar ke dahi, alis dan dagu sehingga pasien sering

mengeluhkan sulit tidur. Mata merah berair dan fotofobia. Selain nyeri, pasien juga

mengeluhkan adanya penurunan ketajaman penglihatan. Skleritis tidak mengeluarkan

kotoran. Sklera yang terkena tampak membengkak. Bola mata sering terasa nyeri dan tanda

9

Page 10: PBL Andri T. Ciakra

klinis yang penting adalah bola mata berwarna ungu gelap akibat dilatasi pleksus vaskular

dalam di sklera dan episklera.7,9

Etiologi

Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai oleh proses

imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III

(kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus, mungkin terjad

invasi mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses imunologisnya tampaknya

dicetuskan oleh proses-proses lokal, misalnya bedah katarak.9

Tabel 1. Penyebab Skleritis.9

Penyakit Autoimun Spondilitis ankylosing, Artritis rheumatoid,

Poliartritis nodosa, Polikondritis berulang,

Granulomatosis Wegener, Lupus eritematosus

sistemik, Pioderma gangrenosum, Kolitis

ulserativa, Nefropati IgA, Artritis psoriatik

Penyakit Granulomatosa Tuberkulosis, Sifilis, Sarkoidosis, Lepra, Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (jarang)

Gangguan metabolik Gout, Tirotoksikosis, Penyakit jantung rematik aktif

Infeksi Onkoserkiasis, Toksoplasmosis, Herpes Zoster,Herpes Simpleks, Infeksi oleh Pseudomonas,

Aspergillus, Streptococcus, Staphylococcus

Lain-lain Fisik (radiasi, luka bakar termal), Kimia (luka bakar asam atau basa), Mekanis (cedera tembus), Limfoma, Rosasea, Pasca ekstraksi katarak

Tidak diketahui

Patogenesis

Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi sel T

dan makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis. Inflamasi

dari sklera bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan menyebabkan

10

Page 11: PBL Andri T. Ciakra

penipisan pada sklera dan perforasi dari bola mata.4,5

Inflamasi yang mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit imun

sistemik dan penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit auto imun

secara umum merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi bisa

disebabkan oleh kompleks imun yang berhubungan dengan kerusakan vascular (reaksi

hipersensitivitas tipe III ) dan respon kronik granulomatous (reaksi hipersensitivitas

tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun aktif dimana dapat

menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun pada pembuluh di

episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi kapiler dan venula post kapiler dan

respon imun sel perantara.4,5

Klasifikasi

Skleritis dapat diklasifikasikan menjadi anterior atau posterior. Empat tipe dari

skleritis anterior adalah:5

1. Diffuse anterior scleritis. Ditandai dengan peradangan yang meluas pada seluruh

permukaan sklera. Merupakan skleritis yang paling umum terjadi.

2. Nodular anterior scleritis. Ditandai dengan adanya satu atau lebih nodul radang

yang eritem, tidak dapat digerakkan, dan nyeri pada sklera anterior. Sekitar 20%

kasus berkembang menjadi skleritis nekrosis.

3. Necrotizing anterior scleritis with inflammation. Biasa mengikuti penyakit

sistemik seperti rheumatoid arthtitis. Nyeri sangat berat dan kerusakan pada sklera

terlihat jelas. Apabila disertai dengan inflamasi kornea, dikenal sebagai

sklerokeratitis.

4. Necrotizing anterior scleritis without inflammation. Biasa terjadi pada pasien yang

sudah lama menderita rheumatoid arthritis. Diakibatkan oleh pembentukan nodul

rematoid dan absennya gejala. Juga dikenal sebagai skleromalasia perforans.

Di samping skleritis anterior, ada pula skleritis posterior. Skleritis posterior ini jarang

terjadi dan ditandai dengan adanya nyeri tekan bulbus okuli dan proptosis. Terdapat

perataan dari bagian posterior bola mata, penebalan lapisan posterior mata (koroid dan

sklera), dan edema retrobulbar. Pada skleritis posterior dapat dijumpai penglepasan retina

eksudatif, edema makular, dan papiledema.5

11

Page 12: PBL Andri T. Ciakra

Gejala Klinis

Gejala skleritis nyeri mata yang hebat. Rasa nyeri dirasakan bersifat dalam

seringkali sampai membuat penderita tidak bisa tidur dan menurunkan nafgsu makan.

Muncul kemerahan pada sebagian mata atau seluruh mata, penglihatan kadang ada yang

kabur da nada yang tidak, mata menjadi sensitive terhadap cahaya terang, mata berair,

mempunyai secret yang bening, nyeri waktu ditekan dan adanya benjolan disertai dengan

hiperemis.4

Epidemiologi

Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat insidensi

kejadian diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi. Dari pasien-pasien yang ditemukan,

didapatkan 94% adalah skleritis anterior, sedangkan 6%nya adalah skleritis posterior. Di

Indonesia belum ada penelitian mengenai penyakit ini. Penyakit ini dapat terjadi

unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau mendadak, dan dapat berlangsung

sekali atau kambuh-kambuhan.5

Peningkatan insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras.

Wanita lebih banyak terkena daripada pria dengan perbandingan 1,6 : 1. Insiden

skleritis terutama terjadi antara 11-87 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun.5

Penatalaksanaan

Terapi skleritis disesuaikan dengan penyebabnya. Terapi awal skleritis adalah

obat anti inflamasi non-steroid sistemik. Obat pilihan adalah indometasin 100 mg perhari

atau ibuprofen 300 mg perhari. Pada sebagian besar kasus, nyeri cepat mereda diikuti oleh

pengurangan peradangan. Apabila tidak timbul respon dalam 1-2 minggu atau segera

setelah tampak penyumbatan vaskular harus segera dimulai terapi steroid sistemik dosis

tinggi. Steroid ini biasanya diberikan peroral yaitu prednison 80 mg perhari yang ditirunkan

dengan cepat dalam 2 minggu sampai dosis pemeliharaan sekitar 10 mg perhari.

Kadangkala, penyakit yang berat mengharuskan terapi intravena berdenyut dengan metil

prednisolon 1 g setiap minggu. 4,7,9

Obat-obat imunosupresif lain juga dapat digunakan. Siklofosfamid sangat

bermanfaat apabila terdapat banyak kompleks imun dalam darah. Tetapi steroid topikal saja

tidak bermanfaat tetapi dapat dapat menjadi terapi tambahan untuk terapi sistemik. Apabila

12

Page 13: PBL Andri T. Ciakra

dapat diidentifikasi adanya infeksi, harus diberikan terapi spesifik. Peran terapi steroid

sistemik kemudian akan ditentukan oleh sifat proses penyakitnya, yakni apakah

penyakitnya merupakan suatu respon hipersensitif atau efek dari invasi langsung

mikroba.4,7,9

Tindakan bedah jarang dilakukan kecuali untuk memperbaiki perforasi sklera

atau kornea. Tindakan ini kemungkinan besar diperlukan apabila terjadi kerusakan hebat

akibat invasi langsung mikroba, atau pada granulomatosis Wegener atau poliarteritis

nodosa yang disertai penyulit perforasi kornea. 4,7,9

Komplikasi

Skleritis dapat mengakibatkan terjadinya beberapa komplikasi. Makular edema

dapat terjadi karena perluasan peradangan di sklera bagian posterior sampai koroid, retina,

dan saraf optik. Makular edema dapat mengakibatkan penurunan penglihatan. Komplikasi

lainnya yaitu perforasi dari sklera yang mengakibatkan hilangnya kemampuan mata untuk

melihat. Skleromalasia juga dapat terjadi, terutama pada skleritis dengan rheumatoid

arthritis. Obat kortikosteroid juga dapat memicu terjadinya perforasi serta meningkatkan

tekanan intraokular sehingga beresiko merusak saraf optik akibat glaukoma. Tanpa

pengobatan segera dapat terjadi kondisi seperti katarak, ablasio retina, keratitis, uveitis, atau

atrofi optik. Uveitis anterior terjadi pada sekitar 30% kasus skleritis. Sedangkan uveitis

posterior terjadi pada hampir seluruh kasus skleritis posterior, namun tak jarang juga

dijumpai pada kasus skleritis anterior. Skleritis dapat berulang dan berpindah ke posisi

sklera yang berbeda.5

Prognosis

Prognosis skleritis tergantung pada penyakit penyebabnya. Skleritis pada

spondiloartropati atau pada SLE biasanya relatif jinak dan sembuh sendiri dimana termasuk

tipe skleritis difus atau skleritis nodular tanpa komplikasi pada mata Skleritis pada penyakit

Wagener adalah penyakit berat yang dapat menyebabkan buta permanen dimana termasuk

tipe skleritis nekrotik dengan komplikasi pada mata. 7,9

Skleritis pada rematoid artritis atau polikondritis adalah tipe skleritis difus, nodular

atau nekrotik dengan atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada penyakit sistemik

selalu lebih jinak daripada skleritis dengan penyakit infeksi atau autoimun. Pada kasus

13

Page 14: PBL Andri T. Ciakra

skleritis idiopatik dapat ringan, durasi yang pendek, dan lebih respon terhadap tetes mata

steroid. Skleritis tipe nekrotik merupakan tipe yang paling destruktif dan skleritis dengan

penipisan sklera yang luas atau yang telah mengalami perforasi mempunyai prognosis yang

lebih buruk. 7,9

Kesimpulan

Skleritis adalah peradangan pada lapisan sklera yang ditandai dengan adanya

infiltrasi seluler, kerusakan kolagen, dan perubahan vaskuler. Skleritis merupakan penyakit

yang jarang terjadi. Skleritis biasanya terjadi bersama dengan penyakit sistemik, yaitu

penyakit autoimun dan infeksi, namun bisa juga terjadi secara idiopatik. Adapun gejala-

gejala umum yang biasa terjadi pada skleritis yaitu rasa nyeri berat yang dapat menyebar ke

dahi, alis, dan dagu. Selain itu terdapat pula mata merah berair, fotofobia, dan tanpa

penurunan tajam penglihatan.

Tatalaksana skleritis membutuhkan pengobatan sistemik. Obat-obatan yang biasa

dipakai yaitu NSAIDs, kortikosteroid, agen imunosupresan, dan imunomodulator. Apabila

terdapat penyakit penyerta, harus dikonsultasikan ke bagian terkait. Komplikasi yang dapat

terjadi pada penyakit skleritis yaitu edema makular, perforasi sklera, glaukoma, uveitis,

katarak, dan keratitis. Prognosis skleritis seringkali tergantung pada penyakit sistemik yang

menyertainya.

Daftar Pustaka

1. Morosidi SA, Paliyama MF. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FK UKRIDA; 2011. hal

2,4,38-44

2. Foulks GN, Langston DP. Cornea and External Disease. In: Manual of Ocular

Diagnosis and Therapy. Second Edition. United States of America: Library of

Congress Catalog; 1988. pg 111-6

3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta: interna Publishing; 2010. hal 5-7

4. Ilyas S,Yulianti SR. Ilmu penyakit mata Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,

2012. hal 116-20

5. Gaeta, Theodore J. Scleritis in Emergency Medicine [online]. 2008. Tersedia pada

http://emedicine.medscape.com/article/809166-overview. Diunduh 17 Maret 2014.

14

Page 15: PBL Andri T. Ciakra

6. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik. Edisi 22. Jakarta :

EGC; 2005. hal 62-5

7. James B., Oftalmologi ed 9 : Jakarta: Erlangga ; 2003 : hal 74-75

8. Khurana A.K., Comprehensive Ophthalmology, 4th ed. New Delhi: New Age

International (P) Ltd; 2007 : pg 127-132

9. Eva PR. Sklera. Dalam:Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P, Suyono J, Editor.

Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: EGC;2000. hal 169-73

15