Makalah Andika Ya

17
1 MAKALAH HUKUM ACARA PERDATA TENTANG PENGERTIAN HUKUM PERDATA oleh : Nama : R. ANDIKA ARDIANSYAH Nim : 12150046 FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU HUKUM UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH AJARAN 2012/2013

description

jhgg

Transcript of Makalah Andika Ya

Page 1: Makalah Andika Ya

1

MAKALAH

HUKUM ACARA PERDATA

TENTANG PENGERTIAN HUKUM PERDATA

oleh :

Nama : R. ANDIKA ARDIANSYAH

Nim : 12150046

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU HUKUM

UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEHAJARAN 2012/2013

Page 2: Makalah Andika Ya

2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nyalahkami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Kemudian shalawat dan salam kami sanjungkan ke pangkuan Nabi Besar Muhammad SAW, yang dengan izin Allah telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu bahan penunjang materi pembelajaran “Hukum Acara Perdata ”.

Melalui makalah ini kami mencoba memberikan materi tentang hukum acara perdata yang kami ambil dari sumber buku. Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada bapak APRILIAN, S.H. atas kesediaan beliau untuk menjadi Dosen kami, dan kepada teman-teman sekalian yang selalu membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca semua.

Sebagai manusia biasa, kami meminta maaf atas ketidak sempurnaan makalah ini. Oleh karenaitupula, kritik dan saran dari para pakar, senior, teman sejawat, dan pembaca lainnya  akan kami terima dengan senang hati.

Hormat Kami,( Penulis )

R. ANDIKA ARDIANSYAH

Page 3: Makalah Andika Ya

3

DAFTAR ISI 

Kata Pengantar………………………………………………………….……………………....

Daftar Isi ......................................................................................................................................

BAB I

Pendahuluan ................................................................................................................................

 A. Latar Belakang Masalah........................................................................................................

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................

C. Manfaat penulisan.................................................................................................................  BAB II

Pembahasan………..…........…………………………………………………………........……

2.1 Pengertian Hukum Acara Perdata.........................................................................................

2.2 Sejarah Singkat Hukum Acara Perdata Di Indonesia.............................................................

2.3 Pembuktian.......................................................................................................................

2.4 Asas-Asas Dalam Hukum Acara Perdata.................................................................................

2.5 Sifat/Karakteristik Hukum Acara Perdata...............................................................................

BAB III

Penutup.......................................................................................................................................

A. Kesimpulan.......................................................................................................................... 

Daftar pustaka............................................................................................................................

Page 4: Makalah Andika Ya

4

PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang

Sudah merupakan sunnatullah, manusia diciptakan oleh tuhan untuk hidup bersama dengan

manusia lainya serta bersama mahluk dan lingkungan sekitarnya untuk bermasyarakat dan menjaga

hak dan kewajibanya atas diri dan sesama. Dalam hidup bermasyarakat ini mereka saling menjalin

hubungan yang sifat dan jumlahnya tidak terhinga.

Dalam hidup, masing-masing orang kadang memiliki kepentingan yang berbeda antara yang

satu dengan yang lainya. Adakalanya kepentingan mereka saling bertentangan, yang kadang

menimbulkan sengketa, untuk menghindarkan gejala tersebut, mereka mencari jalan untuk

mengadakan tata tertib, yaitu dengan membuat ketentuan atau kaidah hukum yang harus ditaati oleh

setiap angota masyarakat. Sehingga kepentingan angota masyarakat lainya akan terjaga dan

terlindungi, apabila kaidah hukum itu dilanggar, maka kepada yang bersangkutan akan diberikan

sanksi atau hukuman. Yang dimaksud dengan kepentingan disini adalah hak-hak dan kewajiban

perdata yang diatur dalam hukum perdata materiil atau lazim disebut sebagai hukum acara perdata.

Hukum acara perdata adalah sekumpulan peraturan yang membuat bagaimana caranya

orang bertindak di depan pengadilan, bagaimana caranya pihak yang terserang kepentinganya

mempertahankan diri, bagaimana hakim bertindak sekaligus memutus perkara dengan adil,

bagaimana melaksanakan keputusan hakim yang kesemuanya bertujuan agar hak dan kewajiban

yang telah diatur dalam hukum perdata materiil itu dapat berjalan dengan semestinya, sehingga

terwujud tegaknya hukum dan keadilan.

Dengan demikian kedudukan hukum acara perdata amat penting, karena adanya hukum

acara perdata, masyarakat merasa adanya kepastian hukum bahwa setiap orang berhak

mempertahankan hak perdatanya dengan sebaik-baiknya dan setiap orang yang melakukan

pelangaran terhadap hukum perdata yang mengakibatkan kerugian pada orang lain dapat dituntut

melalui pengadilan. Selain itu hukum acara perdata juga berfungsi untuk menegakan,

mempertahankan dan menjamin ditaatinya ketentuan hukum materiil dalam praktik melalui

perantaraan peradilan. Dengan hukum acara perdata diharapkan akan tercipta ketertiban dan

kepastian hukum dalam masyarakat.

1.2.       Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat kita tarik dari latar belakang diatas adalah  :

Page 5: Makalah Andika Ya

5

         Apa Pergertian dari Hukum Acara Perdata, sifat-sifat, dan azas-azasnya, kemudian sejarah singkat

hokum acara perdata di Indonesia

1.3.       Manfaat Penulisan

Dalam segala hal yang di buat manusia pasti mempunyai tujuan  yang akan di ingin di capai.

Begitu pula dengan makalah ini. Makalah ini mempunyai tujuan di antaranya: Untuk mengetahui

secara mendetail mengenai Hukum Acara Perdata.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.  Pengertian Hukum Acara Perdata

Hukum acara perdata adalah rangkaian-rangkaian peraturan-peraturan yang memuat

cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara

bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya

peraturan-peraturan hukum perdata. 

Putusan hakim merupakan bagian dari hukum acara perdata yang meliputi arti putusan

hakim, susunan, macam-macam dan putusan oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk

membahas dalam makalah ini.

Berikut adalah beberapa pengertian Hukum Acara Perdata menurut beberapa pakar,

Pada dasarnya semua artian atau pengertian dari pada Hukum Acara Perdata memang searah,

maksud dari searah itu nyaris sama karena memang satu tujuan/ untuk satu arti. Berikut

pemaparannya:

a. Menurut Sudikno Mertokusumo

Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg mengatur bagaimana caranya menjamin

ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.

b. Menurut Retnowulan Sutantio

Hukum Acara Perdata disebut juga hukum perdata formil yaitu kesemuanya kaidah

hukum yg menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-

kewajiban perdata sebagaimana yg diatur dalam hukum perdata materiil

•         Hukum formil atau hukum acara  adalah kumpulan  ketentuan-ketentuan  dengan tujuan

memberikan pedoman  dalam usaha mencari  kebenaran dan keadilan  bila terjadi perkosaan

atas suatu ketentuan hukum dalam hukum materiil yang berarti  memberikan kepada hukum

dalam hukum acara suatu hubungan yang mengabdi  kepada  hukum materiil.

Page 6: Makalah Andika Ya

6

•         Hukum Acara adalah serangkaian langkah yang harus diambil seperti yang dijelaskan oleh

undang-undang pada saat suatu kasus akan dimasukkan ke dalam pengadilan dan kemudian

diputuskan oleh pengadilan. 

•         Hukum Acara Perdata merupakan keseluruhan peraturan yang bertujuan melaksanakan dan

mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil dengan perantaraan kekuasaan

negara. Perantaraan negara dalam mempertahankan dan menegakkan hukum perdata materiil

itu terjadi melalui peradilan. Cara inilah yang disebut dengan Litigasi.

2.2.  Sejarah Singkat Hukum Acara Perdata Di Indonesia

Pada mulanya pemerintah Hindia Belanda tidak mempunyai peraturan khusus tentang

Hukum Acara yang diperuntukkan kepada rakyat Bumi Putra yang berperkara di Pengadilan,

tetapi karena kebutuhan yang sangat mendesak pemerintah Hindia Belanda mempergunakan

Soh, 1119 No. 20 dengan sedikit penambahan dan perubahan yang ti ak begitu berarti.

Sementara itu. Mr. H. L. Wichers yang menjabat Ketua Mahkamah Agung Hindia Belanda

(Hooggerechtshof) yang berkeduclukan & Batavia (sekarang Jakarta) melarang dalam

praktek pengadilan mempergunakan Hukum Acara Perdata yang dipergunakan golongan

Eropa kepada rakyat Bumi Putra tanpa dilandasi dengan aturan perundang-undangan yang

berlaku.  Dengan hal tersebut terjadi kekosongan hukum acara dalam praktek peradilan untuk

golongan Bumi Putra. sehingga pemerintah Hindia Belanda merasa perlu membuat hukum

acara khusus yang diberlakukan untuk golongan Bumi Putra agar dipergunakan oleh hakim

dalam melaksanakan tugas-tugas yang di bebankan kepadanya.

Dengan beslit Gubernur Jenderal  Jan Jacob Rochussen No. 3 tahun 1846 tanggal 5

Desember 1846, Mr. H.L. Wichers clitunjuk dan ditugaskan untuk menyusun sebuah

reglemen tentang administrasi. polisi, acara perdata dan acara pidana bagi golongan pribumi

atau Bumi Putra yang waktu itu terhadap mereka berlaku Stb.1819 No. 20 yang memuat 7

(tujuh) pasal yang berhubungan dengan Hukum Acara Perdata. Tugas tersebut dilaksanakan

dengan baik oleh Mr. H.L Wichers dalam tempo 8 (delapan) bulan lamanya. Pada tanggal 6

Agustus 1847 rancangan itu disampaikan kepada Gubernur Jenderal Jan Jacob Rochussen

untuk dibahas lebih lanjut dengan pakar hukum yang bertugas di Mahkamah Agung

Hindia Belanda pada waktu itu. Dalam sidang pembahasan di Mahkamah Agung Hindia

Belanda tersebut, berkembang pikiran bahwa rancangan yang disusun oleh Mr. H.L. Wichers

itu terlalu sederhana, mereka menghendaki agar dalam rancangan tersebut supaya

ditambah dengan lembaga penggabungan jaminan, interventie dan reques civil sebagaimana

yang terdapat pada Rv. yang diperuntukkan pada golongan Eropa. (Supomo :1963:5 don

Abdul Kadir Muhammad, SH.: 1978:20).

Page 7: Makalah Andika Ya

7

Gubernur Jenderal Jan Jacob Rochussen tidak setuju atas  penambahan

sebagaimana tersebut di atas, terutama hat yang tersebut dalam pasal 432 ayat (2). Gubernur

Jenderal Jan Jacob Rochussen hanya memperbolehkan Hukum Acara Perdata yang

dipergunakan untuk golongan Eropa di pergunakan oleh Pengadilan Gubernemen yang ada di

Jakarta, Semarang dan Surabaya saja dalam mengadili orang-orang Bumi Putra, selebihnya

dilarang dipergunakan untuk golongan Bumi Putra. Sikap Gubernur Jenderal ini didukung

penuh oleh Mr. H.L. Wichers, beliau mengemukakan bahwa kalau dalam rancangan yang

dibuat itu ditambah sebagaimana yang tersebut dalam Rv, sebaiknya Rv saja yang

diberlakukan seluruhnya untuk golongan Bumi Putra itu. Kalau konse-D rancangan itu

ditambah lagi dengan hat-hat yang dianggap tidak begitu penting, dikhawatirkan

konsep rancangan itu bukan akan bertambah jelas tetapi malah akan menjadi kabur dan tidak

terang lagi rancangannya.

Setelah menerima masukan-masukan dari berbagai pihak,  terutama atas saran

dari Gubernur Jenderal  Jan Jacob Rochussen, ketentuan yang tersebut dalam pasal 432 ayat

(2) dirubah, kemudian ditambah suatu ketentuan penutup yang bersifat umum

yang mengatur berbagai aturan termuat dalam pasal 393 ayat (1) dan (2) sebagaimana

tersebut dalam HIR sekarang ini. Pasal ini merupakan pasal yang sangat penting karena

dalam pasal tersebut dinyatakan dengan tegas bahwa HIR diberlakukan untuk golongan

Bumi Putra, tetapi apabila benar-benar dirasakan perlu dapat dipergunakanketentuan

lain dalam perkara perdata meskipun sedikit mirip dengan ketentuan yang tersebut dalam Rv.

Setelah melalui perubahan d1an penambahan sebagaimana tersebut di atas, akhirnya

Gubernur Jenderal Jan Jacob Rochussen pada tanggal 5 April 1848 menerima rancangan

Mr. H.L. Wichers ini dengan menerbitkan Stb. 1848 No. 16 dan dinyatakan berlaku secara

resmi pada tanggal 1 Mei 1848 dengan sebutan "Reglement Op de Uitoefening Van

de Polite, de Vreemde Osterlingen op Java en Madura" disingkat dengan "Inlandsch

Reglement" (IR). Ketentuan ini akhirnya disahkan dan dikuatkan oleh pemerintah Belanda

dengan firman raja tanggal 29 September 1849, No. 93 Stb. 1849 No. 63. Reglement

ini selain diperuntukkan golongan Bumi Putra (pribumi), juga diperuntukkan bagi

golongan Timur Asing di Jawa dan Madura karena dianggap bahwa orang-orang Timur

Asing itu kecerdasannya disamakan dengan Bumi Putra. (Abdul Kadir Muhammad, SH.:

1978: 21).

Dalam perkembangan lebih lanjut Inlandsch Reglement  (IR) ini beberapa kali terjadi

perubahan. Perubahan penama dilaksanakan pada tahun 1926 yang merubah dan

menambah beberapa ketentuan :) baru dalam IR tersebut yang kemudian dirumuskan

Page 8: Makalah Andika Ya

8

dengan Stb. 1926 No. 559 jo. 496. Perubahan kedua dilaksanakan pada tahun 1941.

perubahan ini sangat mendasar sehubungan di bentuknya  Lembaga Penuntut Umum yang

anggota-anggotanya tidak lagi di bawah Pamong Praja, melainkan langsung di bawah

Kejaksaan tinggi dan Jaksa Agung yang berdiri sendiri yang tidak terpecah-

pecah (Ondeelbaar) dan togas lembaga tersebut menyangkut soal-soal  pidanasehingga perlu

diatur juga tentang acara pidananya- Oleh karena adanya perubahan yang sangat

mendasar ini. yang dalam bahasa Belandanya disebut "Herzien", maka sebutan yang semuia

'Wandsch reglement" diganti namanya menjadi 'Het HeTziene Inlandsch Reglement"

disingkat HIR. Setelah Indonesia Merdeka. HIR disebut juga RIB. singkatan dari Reglement

Indonesia yang di:perbaharui. Pengundangan secara keseluruhan HIR ini dilakukan

dengan Stb. 1941 No. 44.

Pada zaman penjajahan  Jepang. Berdasarkan  undang-undang Nomor 1 Tahun 1942

pemerintah Balatentara Dai Nippon mulai tanggal 7 Maret 1942 di Jawa dan

Madura memberlakukan  ketentuan yang mengatakanbahwa semua Badan

pemerintah dan kekuasannva  Hukum dan Undang-undang dari pemerintah yang dulu

tetap diakui sah buat sementara waktu asal saja tidak bertentangan dengan 

aturan  pemerintah militer. Atas dasar Undang-undang ini HIR. Bg.  masih tetap

berlaku. Kemudian pada bulan April 1942 pemerintah Balatentara Dai Nippon

mengeluarkan peraturan Baru tentang  susunan dan kekuasaan Pengadilan yaitu yang

membentuk suatu  P e n g a d i l a n u n t u k t i n g k a t p e r t a m a y a n g H o o i n .   dan

Kootoo Hoon untuk pemeriksaan tingkat tingkat banding. Kedua  macamPeradilan tersebut

di peruntukan kepada semua golongan penduduk tanpa membeda-bedakan orang,

kecuali bagi orang-orang Jepang yang diadili dengan Pengadilan sendiri. Dengan di

hapusnya Raad Van  Justitie dan Residentie Gerech, dengan sendirinya Hukum Acara  yang

termuat dalam B.R%-. juga tidak berlaku lagi  kecuati untuk rnengisi kekosongan hukum

sepanjang diperlukan sedangkan dalam  HIR dan R. Bg. juga  tidak diatur.

(Wirjono Projodikoro : 1-962; 25 don Abdul Kadir Muhammad, SH: 1978.24-25).

Ketika Indonesia merdeka sejak tanggal 17 Agustus 1945 kondisi  yang

be r laku pada zaman pen ja jahan Jepang t e t ap be r l aku  berdasarkan  Aturan

Peralihan pasal II dan  IV Undang-Undang Dasar 1945 dan Peraturan Presiden Nomor 2

Tahun 1945 tanggal 10 Oktober 1945. Dengan demikian HIR, dan R.Bg. masih tetap

berlaku sebagai Hukum Acara di lingkungan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi

dan Mahkamah Agung RI. Kemudian dengan pasal 5 Undang-Undang  Darurat

Nomor 1 Tahun 1951 tentang tindakan-tindakan sementara  untuk menyelenggarakan

kesatuan, susunan, kekuasaan dan acara Pengadilan-Pengadilan sipil yang

Page 9: Makalah Andika Ya

9

diberlakukan pada tanggal 14  Januari 1951 Lembaran Negara Nomor 9 Tahun

1951 ditentukan bahwa HIR dan R.Bg. sebagai aturan yang harus dipedomani

dalam pemeriksaan perkara di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi

dan Mahkamah Agung RI.

2.3.      Pembuktian

Masuk kedalam pembahasan pembuktian, sebelumnya harus diketahui bagaimana dan

apa yang perlu dibuktikan atau objek dari pembuktian tersebut, didalam pembahasan kali ini,

pembuktian dikhususkan pada ranah Hukum Acara Perdata yang dimana ada kaitannya

dengan tugas hakim dalam mengkonstatirkan peristiwa atau fakta yang diajukan para pihak.

Kebenaran yang  diperoleh dari pembuktian berhubungan langsung dengan keputusan

yang adil oleh hakim. Ada hal atau peristiwa yang dikecualikan atau tidak perlu diketahui

oleh hakim.

2.4. Asas-Asas Dalam Hukum Acara Perdata

Dalam mengajukan gugatan ke pengadilan ada beberapa hal yang menjadi dasar dalam

mengajukan gugatan. Adapun asas-asas dalam hukum acara perdata adalah sebagai berikut:

1.      Asas Hakim Aktif

          Hakim sebagai tempat pelarian bagi para pencari keadilan, dianggap bijaksana dan tahu

akan hukum, bahkan menjadi tempat bertanya segala macam soal bagi rakyat. Seorang hakim

diharapkan dapat memberi pertimbangan sebagai orang yang tinggi pengetahuan dan

martabatnya serta berwibawa, dan juga memiliki sifat yang bijaksana.

Dalam peradilan perdata tugas hakim adalah mempertahankan tata hukum perdata

(burgelijke rechtsorde), menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara

(Supomo, 1985:13). Berhubung dengan tugas tersebut oleh ahli hukum sering kali

dipersoalkan mengenai seberapa jauh hakim harus mengejar kebenaran (waarheid) di dalam

memutus perkara.

2.      Asas Hakim Pasif

Selain hakim memiliki sifat aktif, juga memilik sifat pasif, akan tetapi hanya dalam

arti kata bahwa dalam ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim

untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan oleh

hakim (Sudikno Mertokusumo, 1988: 11).

Pengertian pasif diatas adalah yang dianut oleh sistem hukum acara perdata dalam

HIR/RBg, akan tetapi pengertian pasif menurut regelement rechtsvordering agak berbeda,

yaitu bahwa proses beracara adalah soal kedua belah pihak yang berperkara, yang memakai

proses itu sebagai alat untuk menetapkan saling hubungan hukumnya dikemudian hari, baik

Page 10: Makalah Andika Ya

10

posistif maupun negatif, sedangkan hakim hanya mengawasi supaya peraturan-peraturan

acara yang ditetapkan dengan undang-undang dituruti oleh kedua belah pihak (Supomo,

1985:18)

3.      Asas Terbukanya Pengadilan

Peraturan hukum acara perdata seperti yang termuat dalam HIR mempunyai sifat

yang fleksibel dan terbuka, sebab HIR itu diciptakan untuk golongan bumiputera yang hukum

perdata materiilnya adalah hukum adat. Hukum adat selalu berdasarkan kenyataan yang

hidup dalam masyarakat (Abdulkadir Muhamad, 1990:24).

Menurut K. Wantjik Saleh (1981:13), dalam mencontoh lembaga hukum itu,

pengadilan menerapkan suatu “ciptaan sendiri” sehingga merupakan suatu “hukum

yurisprudensi”, jadi tanpa menyebutkan pasal-pasal dari regelement tersebut. Asas

terbukanya sidang pengadilan telah diatur dalam undang-undang kekuasaan kehakiman, yang

menentukan: sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali Undang-

Undang menentukan lain (Pasal 18 ayat 1 UU No. 5 tahun 2004).

4.      Asas Mendengarkan Kedua Belah Pihak

Di dalam hukum acara perdata, kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak

memihak dan didengarkan bersama-sama. Asas kedua belah pihak harus didengar dikenal

dengan asas “audi et alteram partem atau Eines Mannes Rede ist keines Mannes Rede, man

soll sie horen alle beide”. Hal ini berarti bahwa hakim tidak boleh menerima keterangan dari

salah satu pihak sebagai benar, bila pihak lawan tidak didengar atau diberi kesempatan untuk

mengeluarkan pendapatnya. Hal ini berarti juga pengajuan alat bukti harus dilakukan di muka

sidang yang dihadiri oleh kedua belah pihak (Pasal 121, 132 HIR/145, 157 RBg) (Sudikno

Mertokusumo, 1988:12).

5.      Asas Tidak Ada Keharusan Mewakilkan

HIR/RBg tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada orang lain,

sehingga pemeriksaan di persidangan terjadi secara langsung terhadap para pihak yang

langsung berkepentingan. Akan tetapi para pihak dapat dibantu atau diwakili oleh kuasanya

kalau dikehendakinya (Pasal 123 HIR/147 RBg). Dengan demikian hakim tetap memeriksa

sengketa yang diajukan, meskipun para pihak tidak mewakilkan kepada seorang kuasanya

(Sudikno Mertokusumo, 1988:16).

2.5.   Sifat/Karakteristik Hukum Acara Perdata

            Hukum acara perdata  yang berlaku saat ini sifatnya luwes, terbuka dan sederhana

(tidak formalistis). Para hakim mendapat kesempatan yang seluas-luasnya  untuk

Page 11: Makalah Andika Ya

11

mempergunakan hukum yang tidak tertulis disamping juga hukum yang tertulis sepanjang

tidak bertentangan dengan UUD 1945.

            Dalam hukum acara perdata, orang yang merasa (kata “merasa” perlu digaris bawahi) 

haknya dilanggar  berhak untuk menuntut di pengadilan atau orang yang “dirasa” melanggar

hak  dituntut dipengadilan. Dengan kata “merasa” dan “dirasa” ini menunjukan bahwa belum

tentu orang tersebut dilanggar haknya dan melanggar hak orang lain.

            Orang yang merasa haknya dilanggar disebut dengan Penggugat. Sedang orang yang 

dirasa melanggar hak Penggugat dan ditarik sebagai pihak dimuka pengadilan disebut sebagai

Tergugat.

            Apabila dalam satu perkara terdapat banyak Penggugat, maka disebut dengan

Penggugat I, Penggugat II dan seterusnya yang kesemuanya disebut dengan Para Penggugat.

Demikian juga dengan Tergugat disebut dengan Tergugat I, Terugat II dan seterusnya yang

kesemuanya disebut dengan Para Tergugat.

            Sedangkan apabila terdapat pihak yang dalam praktek disebut dengan Turut Tergugat

yang merupakan pihak yang tidak menguasai barang sengketa tapi harus diikutsertakan untuk

melengkapi gugatan dan biasanya hanya berkewajiban untuk mematuhi isi putusan.

Page 12: Makalah Andika Ya

12

BAB III

PENUTUP

3.1.   Kesimpulan

 Hukum formil atau hukum acara  adalah kumpulan  ketentuan-ketentuan  dengan tujuan

memberikan pedoman  dalam usaha mencari  kebenaran dan keadilan  bila terjadi perkosaan

atas suatu ketentuan hukum dalam hukum materiil yang berarti  memberikan kepada hukum

dalam hukum acara suatu hubungan yang mengabdi  kepada  hukum materiil.

 hukum acara adalah serangkaian langkah yang harus diambil seperti yang dijelaskan oleh

undang-undang pada saat suatu kasus akan dimasukkan ke dalam pengadilan dan kemudian

diputuskan oleh pengadilan. 

 Hukum Acara Perdata merupakan keseluruhan peraturan yang bertujuan melaksanakan dan

mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil dengan perantaraan kekuasaan

negara. Perantaraan negara dalam mempertahankan dan menegakkan hukum perdata materiil

itu terjadi melalui peradilan. Cara inilah yang disebut dengan Litigasi.

 Hukum acara perdata  yang berlaku saat ini sifatnya luwes, terbuka dan sederhana (tidak

formalistis). Para hakim mendapat kesempatan yang seluas-luasnya  untuk mempergunakan

hukum yang tidak tertulis disamping juga hukum yang tertulis sepanjang tidak bertentangan

dengan UUD 1945.

Page 13: Makalah Andika Ya

13

DAFTAR PUSTAKA

Kitab Undang Udang Hukum Perdata

Mertokusumo, Sudikno. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. (Yogyakarta : Liberty. Edisi VII)

Mr. C. Asser’s Handleiding tot de beoefening van het Nedherlands Burgerlijk Recht, Vijfde Deel : Van Bewijs, N.V. Uigevers Maatschappij, W.E.J. Tjeenk Willink, Zwolle. 1953.

Reglement Biusten Govesten (RBg)

Yahya, M. Harahap, 2011. Hukum Acara Perdata. (Jakarta : Sinar Grafika)

Moh. Taufik Makaro, SH. MH, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, 2004. Jakarta: PT. Rineka Cipta