Andika Tugas Perikatan

21
SURAT PERJANJIAN KERJASAMA PELENGKAP K ami yang bertanda tangan di bawah ini: Dalam hal ini bertindak sebagai Pemilik Sarana Apotek di Apotek Dunia Sehat yang beralamat di Perum Poris Indah Blok A No.24, Tangerang. Selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai Pihak Pertama. Dalam hal ini bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek di Apotek Dunia Sehat. Selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua. Kedua belah pihak telah sepakat untuk mengadakan kerjasama dalam bidang perapotekan. Perjanjian yang dimaksud disebutkan dalam pasal-pasal perjanjian ini, sebagai dasar untuk melakukan kerjasama. PASAL 1 KETENTUAN UMUM Perjanjian ini bersifat mengikat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian sebagai dasar untuk melakukan kerjasama yang dimaksud. Perlu adanya kejelasan mengenai hak dan kewajiban masing- masing pihak atas kegiatan operasional apotek. PASAL 2 KEGIATAN OPERASIONAL APOTEK Pihak kedua selaku Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab atas operasi apotek sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dalam bidang perapotekan di Indonesia.

description

kumhuuliah ks gaut

Transcript of Andika Tugas Perikatan

Page 1: Andika Tugas Perikatan

SURAT PERJANJIAN KERJASAMA PELENGKAP

Kami yang bertanda tangan di bawah ini:

Dalam hal ini bertindak sebagai Pemilik Sarana Apotek di Apotek Dunia Sehat yang beralamat di Perum Poris Indah Blok A No.24, Tangerang. Selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai Pihak Pertama.

Dalam hal ini bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek di Apotek Dunia Sehat.Selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua.

Kedua belah pihak telah sepakat untuk mengadakan kerjasama dalam bidang perapotekan. Perjanjian yang dimaksud disebutkan dalam pasal-pasal perjanjian ini, sebagai dasar untuk melakukan kerjasama.

PASAL 1KETENTUAN UMUMPerjanjian ini bersifat mengikat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian sebagai dasar untuk melakukan kerjasama yang dimaksud.Perlu adanya kejelasan mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak atas kegiatan operasional apotek. PASAL 2KEGIATAN OPERASIONAL APOTEKPihak kedua selaku Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab atas operasi apotek sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dalam bidang perapotekan di Indonesia.Kehadiran Apoteker Pengelola Apotek di apotek minimal sebulan sekali.Pihak kedua melimpahkan sebagian tugas manjemen operasional kepada pihak pertama tanpa mengurangi fungsi dan tanggung jawabnya sebagai Apoteker Pengelola Apotek.

PASAL 3 HAK DAN KEWAJIBAN PIHAK KEDUAKewajiban pihak kedua selaku Apoteker Pengelola Apotek adalah fungsi dan tanggung jawab sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 1980 tentang Apotek dan peraturan perundangan lain yang terkait.Berada di Apotek sesuai dengan Pasal 2 ayat 2 perjanjian ini.Sebagai imbalan atas kewajibannya, pihak kedua berhak untuk mendapatkan :a. Gaji perbulan sebesar Rp.750.000; (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) yang dibayarkan paling lambat akhir bulan berjalan.b. Tunjangan hari raya sebesar satu kali gaji

Page 2: Andika Tugas Perikatan

PASAL 4HAK DAN KEWAJIBAN PIHAK PERTAMAKewajiban pihak pertama adalah memenuhi hak-hak pihak kedua.Hak pihak pertama adalah hal-hal yang menjadi kewajiban pihak kedua.

PASAL 5LAIN-LAINDalam hal pihak kedua berhalangan dalam melakukan kewajibannya sebagai Apoteker Pengelola Apotek, maka wajib mengadakan Apoteker baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PASAL 6PENUTUPSurat perjanjian ini dibuat dan ditanda tangani di bawah materai oleh kedua belah pihak dalam keadaan sadar dan tidak dalam tekanan pihak lain.Apabila di kemudian hari terjadi ketidaksepahaman dan atau terdapat hal-hal lain yang belum terdapat dalam surat perjanjian ini maka akan diselesaikan secara musyawarah.Perjanjian ini berlaku sejak surat izin apotek diterima oleh apoteker dan berlaku sampai salah satu pihak merasa perlu meninjau kembali kesepakatan bersama ini.Demikian surat perjanjian ini dibuat dengan sebenarnya dan untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Page 3: Andika Tugas Perikatan

Ketentuan bersifat memaksaSURAT PERJANJIAN KERJA

Nomor :

TENTANG

PEKERJAAN……………………………………………………..

ANTARA

………………………………….

DENGAN

…………………………………

Pada hari ini, ………………., kami yang bertandatangan dibawah ini, masing-masing :

1. Nama        :

Jabatan      :

Alamat     :

Bertindak untuk dan atas nama……, selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA,1. Nama        :

Jabatan      :

Alamat      :

Bertindak untuk dan atas nama……, selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.

Berdasarkan kesepakatan penawaran pekerjaan dari Pihak Kedua, dengan ini Pihak Pertama

dan Pihak Kedua telah sepakat untuk mengadakan perjanjian kerjasama yang mengikat

kedua belah pihak dengan ketentuan sebagai berikut :

Page 4: Andika Tugas Perikatan

 

PASAL 1

PEMBERIAN TUGAS1. Pihak Pertama memberikan tugas kepada Pihak Kedua dan Pihak Kedua menerima

tugas Pihak Pertama serta mengikatkan diri sebagai pelaksana pekerjaan sebagaimana yang diatur pada Pasal 2 surat perjanjian ini untuk kepentingan Pihak Pertama.

2. Pihak Kedua diwajibkan melaksanakan Surat Perjanjian ini dengan sebaik-baiknya sesuai dengan ruang lingkup yang disepakati kedua belah pihak.

PASAL 2

LINGKUP PEKERJAAN1. Perjanjian kerja ini meliputi segala kegiatan untuk melakukan pekerjaan…..

PASAL 3

KELENGKAPAN DATA DAN INFORMASI

Sebelum dilaksankan pekerjaan lapangan oleh Pihak Kedua, terlebih dahulu Pihak Pertama

akan menyediakan data-data yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan seperti yang

tersebut pada pasal 2 surat perjanjian ini kepada Pihak Kedua berupa :

PASAL 4

JANGKA WAKTU PELAKSANAAN1. Pekerjaan lapangan seperti yang tersebut pada pasal 2 surat perjanjian ini harus

diselesaikan sebelum…..dengan catatan seluruh data yang diperlukan seperti yang tersebut pada pasal 3 surat perjanjian ini tersedia tepat pada waktu…

2. Laporan hasil pekerjaan seperti yang tersebut pada pasal 2 surat perjanjian ini akan dibuat dan diserahkan oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama paling lambat sebelum tanggal…..

PASAL 5

IMBALAN JASA DAN TATA CARA PEMBAYARAN

Pihak Pertama akan memberikan imbalan jasa kepada Pihak Kedua atas pekerjaan

sebagaiman disebutkan pada pasal 2 surat perjanjian ini sebesar Rp. …………..

(……………………………………..) termasuk pajak, dengan tahap pembayaran sebagai berikut :

Tahap 1                          : Dilakukan pada saat hari pertama dilakukannya pekerjaan oleh

Pihak Kedua sebesar 50% dari nilai perjanjian ini atau sebesar Rp. …………………………..

(……………)

Tahap 2                          : Sebesar 50% atau senilai Rp…………….(………..) akan

dibayarkan pada saat laporan pekerjaan selesai dan telah diserahkan kepada Pihak

Pertama.

 

Page 5: Andika Tugas Perikatan

PASAL 6

KEADAAN MEMAKSA/FORCE MAJURE1. Pihak Kedua dibebaskan dari tanggungjawab atas kerugian dan keterlambatan

penyelesaian pekerjaan yang telah ditetapkan apabila terjadi keadaan memaksa (Force Majure);

2. Keadaan memaksa (Force Majure ) yang dimaksud ayat ini adalah :A. “ Adanya bencana alam seperti Gempa Bumi, angin ribut, angin puyuh, Banjir

Besar, Hujan Besar Terus-menerus, Kebakaran Hebat, Epidemi, Perang, dan sebagainya. Yang mengakibatkan kerusakan dan menghambat pelaksanaan pekerjaan “

B. Setiap peristiwa force majure harus dilaporkan dan mendapat pengesahan tertulis dari Pihak Pertama paling lambat 2 (dua) hari setelah kejadian berlangsung.

PASAL 7

PERSELISIHAN1. Bila terjadi perselisihan antara Pihak Pertama dengan Pihak Kedua pada dasarnya akan

diselesaikan dengan jalan musyawarah .

2. Bila dengan musyawarah tidak dapat diselesaikan, maka dengan persetujuan kedua belah pihak dibentuk suatu Panitia Arbitrage yang terdiri dari tiga orang, yaitu :

3. Seorang wakil Pihak Pertama sebagai anggota.

4. Seorang wakil Pihak Kedua sebagai anggota.

5. Seorang ahli sebagai ketua yang pengangkatannya disetujuin oleh kedua belah pihak.

6. Apabila dengan adanya kedua cara tersebut di atas belum juga mendapat penyelesaian, maka penyelesaian akan diteruskan menurut saluran hukum yang berlaku.

PASAL 8

TEMPAT KEDUDUKAN

Segala sesuatu yang berhubungan dengan akibat dari perjanjian ini, kedua belah pihak

sepakat memilih tempat kedudukan yang tetap dan tidak berubah pada kantor Panitera

Pengadilan Negeri Tanjungkarang.

PASAL 9LAIN-LAIN

Segala sesuatu yang belum diatur dalam Surat Perjanjian ini bila dipandang perlu oleh kedua belah pihak maka penambahan dan perubahannya akan diatur dalam addendum Surat Perjanjian.

PASAL 10

PENUTUP1. Kontrak ini dianggap sah setelah ditandatangani oleh kedua belah pihak.

2. Kontrak ini beserta lampiran-lampiran merupakan satu perjanjian yang tidak dapat dipisahkan dan dibuat dalam 2 (dua) eksamplar dan ditandatangani diatas materai, masing-masing pihak (Pihak Pertama dan Pihak Kedua) memegang 1 (satu) eksemplar asli.

 

Page 6: Andika Tugas Perikatan

                                                                                                                                      

       DITANDATANGANI           :

                                                                                                                                      

         PADA  TANGGAL                             :                                                                                      

                                                

PIHAK PERTAMA,                                                                PIHAK KEDUA,

 

Perjanjian KhususPerjanjian Jual Beli Rumah

Pada hari … , tanggal……………., kami yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama         : …………………………….  

Alamat        : ……………………………. (sesuai KTP)

No. kontak    : …………………………….

Dalam hal ini, bertindak untuk dan atas namanya sendiri. Selanjutnya dalam perjanjian ini

disebut sebagai pihak penjual.

Nama        : …………………………….

Alamat        : …………………………….

Pekerjaan    : …………………………….

No. kontak    : …………………………….

    Dalam hal ini, bertindak untuk dan atas namanya sendiri. Selanjutnya dalam perjanjian ini

disebut sebagai pihak pembeli.

    Kedua belah pihak dengan ini menerangkan bahwa pihak penjual menjual kepada pihak

pembeli berupa bangunan dan tanah yang berdiri di atas Sertifikat Hak Milik No

_______________ yang terletak di (alamat lengkap rumah yang akan dijual).

    Kedua belah pihak sepakat untuk mengikatkan diri dalam perjanjian ini dengan syarat-syarat

sebagai berikut.

Page 7: Andika Tugas Perikatan

Pasal 1

Perpindahan Kepemilikan

1.    Perjanjian ini berlaku tujuh hari setelah ditandatangani.

2.    Perjanjian akan berakhir setelah rumah berpindah status kepemilikan menjadi milik pihak

pembeli.

3.    Semua proses perpindahan dan tanggungan biaya yang muncul akan menjadi tanggung

jawab pihak pembeli dan pihak penjual bersifat membantu saja.

4.    Perpindahan kepemilikan rumah akan diproses setelah semua kewajiban dipenuhi oleh pihak

pembeli.

Pasal 2

Nilai Jual Bangunan dan Tanah

1.    Rumah dijual kepada pihak pembeli seharga Rp……………..

2.    Uang muka penjualan sebanyak ……..% atau Rp .………. dari harga jual dan disetorkan

oleh pihak pembeli ke rekening pihak penjual.

3.    Pembayaran selanjutnya dilakukan setiap awal bulan sebelum tanggal ….,  sebesar Rp

………. sebanyak ….. kali ke rekening yang telah ditunjuk oleh pihak penjual.

4.    Pembayaran dianggap lunas saat pembayaran yang ke ……. selesai dilakukan dan setoran

cicilan sudah mencapai nilai jual yang sudah disepakati.

Pasal 3

Keterlambatan Bayar

1.    Keterlambatan pembayaran dari tanggal yang tertera di pasal 2 butir (3) akan dikenakan

pembatalan perjanjian jual beli.

Pasal 4

Kewajiban-Kewajiban Lain

1.    Iuran pajak bumi dan bangunan dilakukan oleh pihak penjual selama proses cicilan masih

berlangsung.

2.    Pihak pembeli membayar iuran listrik dan air yang dikenakan setiap bulannya.

3.    Pihak pembeli tidak diperkenankan untuk mengubah fungsi dan tata letak ruang dalam

rumah hingga pembayaran dianggap lunas.

 

Pasal 5

Lain-Lain

1.    Pihak pembeli berhak melakukan perubahan pada rumah tanpa mengubah konstruksi

Page 8: Andika Tugas Perikatan

bangunan dan NJOP dan tambahan tersebut menjadi milik pihak penjual.

2.    Perubahan yang dilakukan  dalam butir 1 (satu) dapat dilakukan sesuai dengan izin pihak

penjual.

3.    Pihak penjual menjamin pihak pembeli bahwa selama masa perjanjian ini tidak akan

mendapatkan tuntutan atau gugatan dari pihak lain atas kepemilikan rumah.

4.    Kepemilikan secara penuh akan didapatkan pihak pembeli setelah pembayaran rumah lunas.

5.    Segala kerusakan atas rumah menjadi tanggungan pihak pembeli tanpa kecuali.

6.    Segala ketentuan yang belum dituliskan dalam perjanjian ini akan diatur dalam amandemen

yang diputuskan oleh pihak penjual dan pihak pembeli.

7.    Apabila terjadi perselisihan atas pelaksanaan perjanjian ini, kedua belah pihak akan

mendiskusikannya secara musyawarah.

    Demikian perjanjian ini disetujui, dibuat, dan ditandatangani oleh kedua belah pihak dengan

dihadiri saksi-saksi yang dikenal oleh kedua belah pihak. Perjanjian ini dibuat dalam dua

rangkap yang sama-sama bermaterai cukup yang masing-masing mempunyai kekuatan hukum

yang sama.

    Semoga ikatan perjanjian ini membawa berkah bagi semua pihak.

 

_______,  ___  _______ 2010

Pihak Penjual                                                                Pihak Pembeli

…………………                             …………………

Saksi-Saksi

1. ……………..                                                                   2. ……………………

Page 9: Andika Tugas Perikatan

PERJANJIAN TIDAK DIATUR KHUSUSPerjanjian ini dibuat pada hari Senin, tanggal empat, bulan satu, tahun dua ribu sepuluh (04-01-2010), bertempat di Jakarta, antara:1. Nama : Amin Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Alamat : Jl. Jaya RT 01 RW 02 No. 10, Jakarta BaratBertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri, yang selanjutnya disebut Pihak Pertama.2. Nama : Budi Pekerjaan : Karyawan Swasta Alamat : Jl. Petojo RT 03 RW 04 No. 08, Jakarta PusatBertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri, yang selanjutnya disebut Pihak Kedua.Para Pihak terlebih dahulu menerangkan terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut:- Bahwa Pihak Pertama adalah pemilik sah dari sebidang tanah dan bangunan seluas 350 m2 (tiga ratus lima puluh meter persegi) yang terletak di Jl. Jaya RT 01 RW 02 No. 15, Jakarta Barat. - Bahwa Pihak Kedua memerlukan bangunan tersebut untuk tempat tinggal.- Bahwa Pihak Pertama bersedia meminjam-pakaikan bangunan tersebut kepada Pihak Kedua.Selanjutnya Para Pihak sepakat mengikatkan dirinya dalam Perjanjian Pinjam Pakai Rumah dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

Pasal 1Perjanjian Pinjam Pakai Rumah ini berlangsung selama 4 tahun, terhitung sejak tanggal empat bulan satu tahun dua ribu sepuluh (04-01-2010) dan berakhir pada tanggal tiga bulan satu tahun dua ribu empat belas (03-01-2014).

Pasal 2Pihak Kedua wajib memelihara dan menjaga rumah yang dimaksud dengan sebaik-baiknya atas biaya Pihak Kedua, dan menyerahkan rumah yang dimaksud setelah Perjanjian ini berakhir kepada Pihak Pertama.

Pasal 3Pihak Kedua berjanji terhadap Pihak Pertama bahwa rumah yang dimaksud dalam Perjanjian ini hanya akan dipergunakan sebagai tempat tinggal.

Pasal 4Pihak Kedua tidak diperkenankan atau dilarang untuk melakukan perubahan-perubahan pada rumah yang dimaksud dalam Perjanjian ini tanpa seizin tertulis dari Pihak Pertama. Apabila setelah ada izin dari Pihak Pertama, Pihak Kedua akan melakukan perubahan-perubahan pada rumah yang dimaksud dalam Perjanjian ini, harus dilakukan atas risiko dan biaya Pihak

Page 10: Andika Tugas Perikatan

Kedua sendiri, dan sesudah habis waktu Perjanjian ini menjadi milik Pihak Pertama tanpa sesuatu ganti kerugian apa pun juga kepada Pihak Kedua.

Pasal 51. Terhadap pembatalan akibat Force Majeure, Pihak Pertama dan Pihak Kedua akan merundingkan lagi perjanjian ini.2. Force Majeure yang dimaksud dalam perjanjian ini adalah suatu keadaan memaksa di luar batas kemampuan kedua belah pihak yang dapat mengganggu bahkan menggagalkan terlaksananya perjanjian ini, seperti bencana alam, epidemik, peperangan, sabotase, pemberontakan masyarakat, blokade, kecelakaan atau keterlambatan yang disebabkan karena keadaan di luar kemampuan manusia.

Pasal 6Pihak Kedua tidak berhak dan tidak diizinkan untuk mengalihkan dan/atau menyerahkan dengan cara apa pun, atau dengan dalih apa pun rumah yang dimaksud dalam Perjanjian ini kepada orang lain atau pihak lain, baik untuk seluruhnya maupun sebagian.

Pasal 7Segala bentuk biaya rekening telepon, listrik, maupun PDAM dibebankan kepada Pihak Kedua seluruhnya selama Pihak Kedua meminjam-pakaikan rumah tersebut.

Pasal 8Apabila Perjanjian Pinjam Pakai Rumah ini berakhir padatanggal tiga bulan satu tahun dua ribu empat belas (03-01-2014) maupun apabila Perjanjian ini berakhir sebelum tanggal tersebut di atas menurut ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini atau menurut ketentuan-ketentuan lain yang sah, maka Pihak Kedua wajib menyerahkan kembali rumah yang dipinjampakaikan dengan Perjanjian ini dalam keaadaan kosong seluruhnya serta dalam keadaan semula.

Pasal 10Apabila terjadi perselisihan sehubungan dengan pelaksanaan Perjanjian ini, maka Para Pihak akan menyelesaikan dengan jalan musyawarah. Dan, apabila dengan jalan musyawarah tidak tercapai, maka Para Pihak sepakat untuk memilih domisili hukum yang umum dan tetap pada Kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Pasal 11Demikian Perjanjian ini dibuat dalam rangkap 2 (dua), bermaterai cukup dan ditandatangani oleh Para Pihak dalam keadaan sadar, sehat jasmani dan rohani, serta tanpa adanya paksaan dari pihak mana pun.

Pihak Pertama Pihak Kedua

Amin Budi

Saksi-saksi1. Siti 2.Kurniawan

SURAT PERJANJIAN PINJAM PAKAI GEDUNG

Page 11: Andika Tugas Perikatan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini   :1. Nama        : Kurniawan Rante Bombang   Alamat       : Green Land blok 2/ No 3, Jakarta Pusat

    No.KTP     : 731500023232302303    Tlp             : 243424343    Pekerjaan   : PengusahaSelanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA2. Nama         : Leo    Alamat        : NTI blok Pa/No 21, Jakarta Timur    No.KTP     : 293762767864876    Tlp             :9876876    Pekerjaan     : PNSSelanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA

Dengan ini menerangkan bahwa PIHAK PERTAMA telah meminjampakaikan sebuah bangunan yang terletak di Jl Kebayoran Lama Kelurahan Cikampek Kecamatan Kota/Kab Jatinagor Provinsi DKI Jakarta kepada PIHAK KEDUA selama 5 (lima) tahun terhitung mulai Hari Senin 24 Oktber 2012 sampai dengan 24 Oktober 2018 untuk digunakan sebagai Kantor Advokat.Demikianlah suarat perjanjian Pinjam Pakai ini dibuat dengan sebenar-benarnya untuk digunakan sebagaimana mestinya.

                                                                                                     17 Oktober 2012

                     PIHAK PERTAMA                                    PIHAK KEDUA                                                            Materai 6000

                    ( KURNIAWAN)                                            ( LEO )

A.    ASAS LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALIDalam hukum terdapat suatu asas penting yang dikenal dengan “specialis derogat legi

generali”. Secara sederhana hal ini berarti aturan yang bersifat khusus (specialis) mengesampingkan aturan yang bersifat umum (generali), maka aturan yang bersifat umum itu tidak lagi sebagai hukum ketika telah ada aturan yang bersifat khusus. Dengan kata lain, aturan yang khusus itulah sebagai hukum yang valid, dan mempunyai kekuatan mengikat untuk diterapkan terhadap peristiwa-peristiwa konkrit. Contoh/kasus yang berkenaan dengan asas lex specialis derogat legi generali :1. Pemberlakuan KUHD terhadap KUHPerdata dalam hal perdagangan.

Page 12: Andika Tugas Perikatan

Apabila ada suatu perbuatan dibidang perdagangan, maka yang hukum yang digunakan adalah KUHD meskipun pebuatan tersebut diatur didalam KUHPerdata. Hal ini dikarenakan KUHD merupakan ketentuan yang lebih khusus sedangkan KUHPerdata masih bersifat umum.2. Kasus Bank Global Tbk. (Kasus yang bertentangan dengan asas lex specialis derogat legi generali).

Dalam kasus Bank Gobal, pengurus dan sekaligus pemilik bank tersebut melakukan praktik tidak patut yang dilakukan oleh seorang bankir (Neloe CS) dan merupakan tindakan kriminal dari kacamata hukum. Serangkaian praktik memelukan dan berbau kriminal telah terjadi pada bank tersebut. Mulai dari tidak bersedia memberikan dokumen dan tidak mau memberikan keterangan kepada Bank Indonesia (BI) sebagai pengawas perbankan, berupaya memusnahkan dokumen sampai menerbitkan surat berharga fiktif.

Putusan Pengadilan Negeri NO. 2068/PIDANA BIASA/2005/PN JAKARTA SELATAN, membebaskan Neloe, CS karena tidak terbukti melakukan perbuatan korupsi dan Putusan Mahkamah Agung Indonesia No. 1144 K/Pid/2006 yang kemudian menghukum Neloe CS dengan hokuman 10 Tahun Penjara, karena terbukti perbuatan terpidana telah melanggar Undang-undang Korupsi.

Dari kasus diatas dapat dikatakan bahwa Mahkamah Agung telah mengabaikan dan melanggar doktrin specialite sistematische. Dengan keputusan ini Mahkamah Agung telah menyatakan diri secara tegas bahwa undang-undang Perbankan sebagai undang yang bersifat umum, sedangkan undang-undang korupsi merupakan ketentuan yang lebih khusus. Dari hal tersebut diatas, dalam kasus Neloe, penerapan hukum tindak pidana perbankan sebagai tindak pidana korupsi dalam penegakan hukum pidana di Indonesia telah melanggar ketentuan sistematische specialite sebagai secondary rules yang harusnya dipatuhi. Akibat putusan ini, Mahkamah Agung telah berkontribusi mendeligitimasi undang-undang perbankan, karena putusan ini berimplikasi terhadap habisnya kepentingan-kepentingan hukum yang ingin dilindungi oleh undang-undang perbankan .

Seharusnya MA menjerat terdakwa dengan UU Perbankan, karena aturan hukum memuat asas lex specialis derogate legi generali. Jadi bisa dikatakan UU Perbankan merupakan ketentuan yang lebih khusus sedangkan UU Korupsi merupakan ketentuan yang lebih umum, bukan sebaliknya.

ASAS LEX SPECIALIS DEROGAT LEGE GENERALIS

  Ketentuan Pasal 63 ayat (2) KUHP mengatur bahwa: Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka yang khusus itulah yang diterapkan. Pasal 63 ayat (2) KUHP ini menegaskan keberlakuan (validitas) aturan pidana yang khusus ketika mendapati suatu perbuatan yang masuk baik kedalam aturan pidana yang umum dan aturan pidana yang khusus. Dalam ketentuan Pasal 63 ayat (2) KUHP terkandung asas Lex specialis derogat legi generalis  yang merupakan suatu asas hukum yang mengandung makna bahwa aturan yang bersifat khusus (specialis) mengesampingkan aturan yang bersifat umum (general).  Berdasarkan asas Lex specialis derogat legi generalis,  aturan

Page 13: Andika Tugas Perikatan

yang bersifat umum itu tidak lagi memiliki “validity” sebagai hukum ketika telah ada aturan yang bersifat khusus, aturan yang khusus tersebut sebagai hukum yang valid, yang mempunyai kekuatan mengikat untuk diterapkan terhadap peristiwa-peristiwa konkrit.

Menentukan suatu aturan yang berifat khusus itu (lex specialis,  berpangkal tolak dari metode deduktif (dari yang khusus ke yang umum). Aturan yang bersifat khusus itu dibandingkan dengan aturan umumnya dengan mengidentifikasikan sifat-sifat umum yang terkandung dalam dalam aturan yang bersifat khusus itu. Sifat-sifat umum ketentuan tersebut dapat diketahui dengan memahami secara baik aturan yang bersifat umum tersebut. Sehingga ditemukan aturan yang khusus (lex specialis) berisi hal-hal yang bersifat umum yang ditambah hal lainnya (yang merupakan kekhususannya). Suatu aturan hukum yang tidak memuat norma yang hakekat addressat-nya tertuju pada perlindungan benda-benda hukum yang umum ditambah sifat khususnya, maka tidak dapat dikatakan sebagai lex specialis, oleh karena dalam aturan yang bersifat khusus terdapat keseluruhan ciri-ciri (kenmerk) atau kategoris dari aturan yang bersifat umum (lex generalis) dan ditambahkan ciri-ciri baru yang menjadi inti kekhususannya itu.

Menurut teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Hart, aturan hukum yang memuat asas lex specialis derogate legi generalis termasuk kategori rule of recognition. Asas lex specialis derogat legi generalis,  mengatur aturan hukum mana yang diakui absah sebagai suatu aturan yang berlaku, dan asas lex specialis derogat legi generalis merupakan suatu secondary rules, yang sifatnya bukan mengatur perilaku sebagaimana primary rules, tetapi mengatur (pembatasan) penggunaan kewenangan (aparat) negara dalam mengadakan suaru represi terhadap pelanggaran atas aturan tentang perilaku tersebut.

Ditinjau dari teori criminal law policy yang dikemukakan Ancel, bahwa asaslex specialis derogat legi generalis merupakan asas hukum yang menentukan dalam tahap aplikasi (application policy) yang mengatur tentang kewenangan. Artinya, bukan berkenaan dengan perumusan suatu kebijakan tentang hukum (formulation policy), tetapi berkenaan dengan game-rules dalam penerapan hukum. Asas lex specialis derogat legi generalis ini penting bagi aparat penegak hukum guna menentukan aturan apa yang di terapkan atas suatu peristiwa yang diatur oleh lebih dari satu aturan, yang manakah aturan diantara aturan-aturan tersebut yang bersifat umum dan yang manakah aturan-aturan yang lain tersebut yang bersifat khusus.

Menyimak ketentuan Pasal 63 ayat (2) KUHP yang menegaskan keberlakuan atau validitas aturan pidana yang khusus ketika mendapati suatu perbuatan yang masuk baik kedalam aturan pidana yang umum dan aturan pidana yang khusus. Namun, apa yang dimaksud dengan aturan pidana tersebut, tidak ada dijelaskan dalam undang-undang. Dengan demikian perlu adanya penafsiran, sehingga jika melihat pandangan Friedmann yang menyatakan suatu sistem hukum terdiri substansi (substance), struktur (structure) dan budaya (culture), maka aturan pidana dimaksud yaitu substansi (materi) hukum itu sendiri dalam hal ini, aturan pidana tersebut yaitu sub-bagian hukum yang masuk kedalam ruang lingkup hukum pidana itu sendiri. Kemudian, jika memperhatikan pandangan Packer yang menyatakan ruang lingkup hukum pidana tersebut meliputi pengaturan tentang tindak pidana (crime), pertanggungjawaban pidana (responsibility) dan pemidanaan (punishment), maka aturan pidana diartikan ke dalam aturan tentang tindak pidana, pertanggungjawaban pidana dan pemidanaan. Sehingga, jika

Page 14: Andika Tugas Perikatan

terdapat aturan yang sifatnya khusus mengenai tindak pidana, pertanggungjawaban pidana dan pemidanaan, maka aturan yang sifatnya umum menjadi tidak lagi valid.

Aturan hukum yang mengandung asas lex specialis derogat legi generalis, berlaku bukan hanya dalam menyikapi perbuatan-perbuatan yang taatbestanddengan aturan pidana yang terdapat dalam KUHP, tetapi juga bahkan terutama terhadap aturan pidana yang terdapat dalam undang-undang lain di luar KUHP. Bahkan sepanjang tidak diatur sebaliknya, asas ini juga berlaku terhadap sesama undang-undang di luar KUHP. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 103 KUHP, yang menentukan: “ketentuan ini berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan yang lain diancam pidana, kecuali jika oleh undang-undang itu ditentukan lain”. Sehingga, ketentuan Pasal 63 ayat (2) tidak hanya berlaku ketika mencermati peristiwa konkrit dihadapkan pada aturan-aturan tentang tindak pidana, pertanggungjawaban pidana pemidanaan yang terdapat dalam KUHP, tetapi juga terhadap hal yang sama yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan di luar KUHP dihadapkan dengan KUHP itu sendiri, atau lebih jauh lagi terhadap dihadapkannya dua atau lebih undang-undang di luar KUHP. Sepanjang suatu peraturan perundang-undangan memuat aturan pidana yang khusus, maka mengenai hal yang sama yang secara umum diatur dalam KUHP (atau undang-undang di luar KUHP yang memiliki sifat lebih umum), menjadi tidak absah dalam arti  tidak lagi valid.

Ketentuan Pasal 63 ayat (2) KUHP, tidak ada hubungannya dengan masalah samenloop dari beberapa perilaku yang terlarang. yang diatur dalam Pasal 63 ayat 2 KUHP , mengenai kemungkinan suatu perilaku yang terlarang itu telah diatur di dalam suatu ketentuan pidana tertentu, akan tetapi kemudian ternyata telah diatur kembali di dalam suatu ketentuan pidana yang lain, dan ketentuan pidana tersebut merupakan suatu ketentuan pidana yang bersifat khusus, dalam arti secara khusus mengatur perilaku yang sebenarnya telah diatur di dalam suatu ketentuan pidana, maka ketentuan pidana yang bersifat khusus itulah yang harus diberlakukan. Atau dengan perkataan lain, dalam hal seperti itu berlakulah ketentuan hukum yang mengatakan: lex specialis derogat legi generalis.

Untuk dapat mengetahui, suatu ketentuan pidana itu secara lebih khusus telah mengatur suatu perilaku, yang sebenarnya telah diatur di dalam suatu ketentuan pidana yang lain, sehingga ketentuan tersebut dapat disebut sebagai suatu bijzondere strafbepaling atau ketentuan pidana yang bersifat khusus, tidak ada suatu kriterium yang dapat dipergunakan sebagai pedoman. Namun demikian, ada doktrin cara memandang suatu ketentuan pidana, yaitu: a. caramemandang secara logis ataupun juga yang disebut logische beschouwing, dan b. cara memandang secara yuridis atau secara sistematis ataupun yang juga disebut jurisdische atau systematische beschouwing.

Berdasarkan pandangan secara logis (logische beschouwing), suatu ketentuan pidana itu dapat dianggap sebagai suatu ketentuan pidana yang bersifat khusus, jika ketentuan pidana tersebut di samping memuat unsur-unsur yang lain, juga memuat semua unsur dari suatu ketentuan pidana yang bersifat umum. Pandangan ini juga disebut sebagai suatu logische specialiteit atau sebagai suatukekhususan secara logis.

Selanjutnya, berdasarkan pandangan secara yuridis atau secara sistematis, suatu ketentuan pidana itu walaupun tidak memuat semua unsur dari suatu ketentuan yang bersifat umum, ia tetap dianggap sebagai suatu ketentuan pidana yang bersifat khusus, yaitu apabila dengan jelas dapat diketahui, bahwa pembentuk undang-undang memang bermaksud untuk

Page 15: Andika Tugas Perikatan

memberlakukan ketentuan pidana tersebut sebagai suatu ketetentuan pidana yang bersifat khusus. Pandangan ini juga disebut suatu jurisdische specialiteit atausystematische specialiteit, yang berarti kekhususan secara yuridis atau secara sistematis. Perkataan systematische specialiteit, untuk pertama kalinya dipergunakan Ch.J. ENSCHEDE dalam tulisannya yang berjudul “Lex specialis derogat legi generali” di dalam Tijdschrift van het Strafrecht  pada halaman 177 di tahun 1963.

Kekhususan ketentuan-ketentuan pidana yang bersifat khusus itu dapat juga terletak pada sifatnya yang memberatkan atau meringankan hukuman. Menurut P.A.F. Lamintang, untuk dapat disebut sebagai suatu ketentuan pidana yang bersifat khusus, suatu ketentuan pidan itu tidak selalu harus memuat semua unsur dari suatu ketentuan pidana yang bersifat umum. Ketentuan pidana yang sama sekali tidak memuat satu unsur pun dari suatu ketentuan pidana yang bersifat umum, bahkan juga tidak menyebutkan kualifikasi kejahatan-kejahatan yang telah dimaksudkan di dalam ketentuan pidana tersebut, melainkan hanya menyebutkan pasal-pasal dari kejahatan-kejahatan yang telah dimaksudkan, akan tetapi ketentuan pidana tersebut harus juga dipandang sebagai suatu ketentuan pidana yang bersifat khusus.

Ketentuan pidana sebagaimana diatur Pasal 63 ayat (2) KUHP, perlu diperhatikan oleh hakim  maupun Jaksa Penunut Umum. Sebab, jika  suatu tindak pidana yang telah didakwakan terhadap seorang sebagaimana diatur di dalam suatu ketentuan pidana yang bersifat umum, dan kemudian ternyata bahwa tindak pidana tersebut yang bersifat khusus, maka unsur-unsur dari ketentuan pidana yang bersifat khusus inilah yang harus ia cantumkan di dalam surat dakwaannya. oleh karena, jika jaksa penuntut umum hanya mencantumkan unsur-unsur dari tindak pidana sebagaimana diatur dalam suatu ketentuan pidana yang bersifat umum di dalam surat dakwaannya, dan di dalam sidang peradilan kemudian yang  terbukti  (dapat dibuktikannya secara sah) yaitu perbuatan terdakwa yang telah memenuhi semua unsur dari suatu tindak pidana sebagaimana diatur dalam suatu ketentuan pidana yang bersifat khusus, maka hakim harus membebaskan terdakwa dari segala yang telah didakwakan oleh jaksa penuntut umum di dalam surat dakwaannya tersebut .

Kejadian sebagaimana diterangkan di atas, pernah diputuskan oleh HOGE RAAD dalam arrest-nya tanggal 6 Desember 1960, N.J. 1961 no. 54, HOGE RAAD yang telah membebaskan tertuduh dari segala tuntutan hukum, oleh karena penuntut umum di dalam surat tuduhannya hanya menuduhkan pelanggaran terhadap Pasal 494 ayat (2) KUHP, yang pada hakekatnya hanya merupakan suatu tindak pidana yang telah diatur di dalam suatu ketentuan pidana yang bersifat umum, namun kemudian di persidangan peradilan kemudian ternyata perbuatan tertuduh itu telah memenuhi semua unsur dari tindak pidana seperti yang telah diatur di dalam Pasal 13 ayat (3) juncto Pasal 84Wegverkeerreglement yang berlaku di Negeri Belanda, yang pada hakekatnya merupakan suatu ketentuan pidana yang bersifat khusus yang mengatur tindak pidana yang sama secara lebih khusus.  HOGE RAAD di dalam pertimbangannya menyebutkan: walaupun apa yang telah dituduhkan oleh penuntut umum itu memang terbukti, akan tetapi perbuatan-perbuatan yang terbukti itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana, oleh karena dalam hal ini yang harus diberlakukan adalah ketentuan pidana yang bersifat khusus.