LP SH.doc
-
Upload
michael-jones -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
Transcript of LP SH.doc
BAB I
KONSEP DASAR MEDIK
A. Pengertian
Berikut ini adalah beberapa pengertian mengenai stroke menurut beberapa ahli :
1. Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002).
2. CVA atau stroke merupakan salah satu manifestasi neurologi yang umum yang timbul
secara mendadak sebagai akibat adanya gangguan suplai darah ke otak (Depkes,
1995).
3. Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa
defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
4. Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang
terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri
otak (Sylvia A Price, 2006)
B. Insidensi Kejadian
Di negara industri, stroke umumnya merupakan penyebab kematian nomor tiga
pada kelompok usia lanjut setelah penyakit jantung dan kanker. Insiden stroke adalah
200 per 100.000 penduduk dalam satu tahun. Bila dilihat dari usia, angka kejadian dalam
dalam satu tahun dikelompokkan sebagai berikut : sumber kutipan supaya ditulis!!
1. Usia 35-44 tahun insidennya adalah 0,2 0/0
2. Usia 45-54 tahun insidennya adalah 0,7 0/0
3. Usia 55-64 tahun insidennya adalah 1,8 0/0
4. Usia 65-74 tahun insidennya adalah 2,7 0/0
5. Usia 75-84 tahun insidennya adalah 10,4 0/0
6. Usia >85 tahun insidennya adalah 13,9 0/0
Di AS stroke merupakan peringkat ketiga penyebab kematian. Diperkirakan angka
kejadian 400.000 setiap tahunnya, kira-kira 200.000 orang dengan kematian dan
200.000 orang dengan gejala sisa. Sedangkan di United Kingdom terdapat 110.000
kasus baru setiap tahunnya sedangkan di Australia 250.000 orang setiap tahunnya. 10%
- 15% lebih banyak terserang pada laki-laki dibandingkan pada perempuan., namun di
Indonesia belum ada data pasti. Sebagai gambaran dari 900 kasus pada tahun 1996,
25% adalah kasus stroke dan kebanyakan mengenai usia diatas 50 tahun dan beberapa
mengenai usia di bawah 35 tahun.sumber kutipan supaya ditulis
Dengan insiden diatas dapat disimpulkan bahwa angka kejadian makin meningkat
dengan bertambahnya usia manusia.tidak perlu disimpulkan !!
C. Anatomi Fisiologi
1. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon (Satyanegara,
1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan
area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur
parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi
sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area
sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks
penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater
yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian
posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata,
pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks
yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan,
pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang
penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan
serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat
stimulus saraf pendengaran dan penglihatan sumber supaya ditulis
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal
yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi
pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan
kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan
pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan
pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai
ekspresi tingkah dan emosi (Sylvia A. Price, 2006)
2. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi
oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh
dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga
kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis,
yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri76a karotis komunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan
bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan
media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti
nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan
bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk
korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk
lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang
sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri
basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini
bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-
cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons,
serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan
cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis
dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price,
1995)
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna,
yang mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke
sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-
vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
D. Klasifikasi
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (SH) dan stroke non
hemoragik (SNH).
1. Stroke Hemoragik
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan
parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya.
Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak. Stroke hemoragik
biasanya terjadi saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat.
Stroke hemoragik terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak
(aneurisma,mikroaneurisma,kelainan pembuluh darah congenital) pecah atau
robek.Keadan penderita stroke hemoragik umumnya lebih parah .Kesadaran
umumnya menurun. Mereka berada dalam keadaan somnolen, spoor, atau koma
pada fase akut.
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah pendarahan terjadi di dalam otak.
Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab
lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti
hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa
dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular.
b. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah pendarahan di daerah antara otak dan
jaringan tipis yang menutupi otak, keadaan terdapatnya/masuknya darah ke
dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya
aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari
PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.
c. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena
jembatan ( bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan
sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.
2. Stroke Non-Hemoragik
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau
di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Arif Muttaqin, 2008)
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan
proses patologik (kausal):
a. Berdasarkan manifestasi klinik:
1) Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) Gejala neurologik
yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang
dalam waktu 24 jam.
2) Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari
24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3) Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation) Gejala neurologik
makin lama makin berat.
4) Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
b. Berdasarkan Kausal:
1) Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah
di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan
pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi
akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang
cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol
jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah
kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil
terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis.
2) Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan
lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
Perbedaan Stroke Non Haemorragic dan Stroke Haemorragic
Gejala Stroke Non Hemoragik Stroke HemoragikSaat kejadian Nyeri kepala Kejang Muntah Adanya tanda peringatanTIASakit kepala
Reflek patologisPembengkakan otak
Mendadak, saat istirahatRingan, sangat ringanTidak adaTidak ada Ada AdaTergantung luas daerah yang terkenaTidak adaTidak ada
Mendadak, sedang aktifitasHebat Ada Ada Tidak adaTidak adaMulai dari pingsan – koma
AdaAda
Perbandingan Stroke Kiri dan Kanan tulis sumber kutipan
Stroke Hemisfer Kanan Stroke Hemisfer KiriParalisis pada tubuh kanan Paralisis pada sisi kiri tubuhDefek lapang pandang kanan Defek lapang pandang kiriAfasia (ekspresif, reseptif, atau global) Deficit persepsi-khususPerubahan kemampuan intelektual Peningkatan distraktibilitasPerilaku lambat dan kewaspadaan Perilaku impuls dan penilaian buruk,
kurang kesadaran terhadap deficit
E. Etiologi tulis sumber kutipan
Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi, yang
menekankan dinding arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik
adalah:
1. Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat
pecah.
2. Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa.
3. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti payudara,
kulit, dan tiroid.
4. Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding arteri
di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.
5. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
6. Overdosis narkoba, seperti kokain.
F. Faktor Risiko Stroke
Bisa dikendalikanPotensial
bisa dikendalikan
Tidak bisaDikendalikan
- Hipertensi- Penyakit jantung : Endokarditis,
Fibrilasi atrium, Stenosis mitralis, Infark jantung, Merokok
- Konsumsi alkohol- Stress- Anemia sel sabit- Transient Ischemic Attack (TIA)- Stenosis karotis asimtomatik- Kontrasepsi oral (khususnya
dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi),
- Kolesterol tinggi,
- Diabetes Militus
- Hiperhomosisteinemia
- Hipertrofi ventrikel kiri
- Umur- Jenis kelamin- Herediter- Ras dan etnis- Geografi
- Penyalahgunaan obat (kokain),- Makanan lemak dan faktor usia.
G. Manifestasi Klinis Stroke Hemorraghic tulis sumber kutipan
1. Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS)
Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah: nyeri kepala
berat, mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada pemeriksaan
pungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan sering kali di siang
hari, waktu beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran biasanya menurun dan
cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara 1/2-2 jam,
dan 12% terjadi setelah 3 jam).
2. Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher dan
punggung, mual, muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan
pemeriksaan kaku kuduk, Lasegue dan Kernig untuk mengetahui kondisi rangsangan
selaput otak, jika terasa nyeri maka telah terjadi gangguan pada fungsi saraf. Pada
gangguan fungsi saraf otonom terjadi demam setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi
ulkus pepticum karena pemberian obat antimuntah disertai peningkatan kadar gula
darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.
3. Gejala Perdarahan Subdural
Pada penderita perdarahan subdural akan dijumpai gejala: nyeri kepala, tajam
penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda defisit neurologik
daerah otak yang tertekan. Gejala ini timbul berminggu-minggu hingga berbulan-
bulan setelah terjadinya trauma kepala.
Defisit Neurologic Stroke: Manifestasi dan Implikasi Keperawatan
Defisit Neurologik ManifestasiImplikasi Keperawatan atau Penerapan
Penyuluhan PasienDefisit Lapang PenglihatanHomonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan)
Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
Mengabaikan salah satu sisi tubuh
Kesulitan
Tempatkan objek dalam lapang penglihatan pasien yang utuh
Dekati pasien dari sisi lapang pandang yang utuh
Instruksikan atau ingatkan pasien untuk memalingkan kepala ke arah kehilangan lapang pandang
Dorong penggunaan kaca mata bila
menilai jarak tersedia. Ketika mengajarkan pasien, lakukan
dalam lapang panjang pasien yang utuh.Kehilangan penglihatan perifer
Kesulitan melihat pada malam hari
Tidak menyadari objek atau batas objek
Tempatkan objek dalam pusat lapang penglihatan pasien.
Dorong penggunaan tongkat atau objek lain untuk mengidentifikasi objek di perifer lapang pandang.
Hindari berkendara pada malam hari atau aktivitas beresiko dalam kegelapan.
Diplopia Penglihatan ganda Jelaskan pada pasien lokasi objek ketika menempatkannya dekat pasien.
Secara konsisten tempatkan barang perawatan pasien di lokasi yang sama.
Defisit MotorikHemiparesis Kelemahan wajah,
lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer yang belawanan).
Tempatkan objek dalam jangkauan pasien pada sisi yang tidak sakit
Instruksikan pasien untuk latihan dan meningkatkan kekuatan pada sisi yang tidak sakit.
Hemiplegia Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).
Dorong pasien untuk memberikan latihan rentang gerak pada sisi yang sakit.
Berikan mobilisasi sesuai kebutuhan pada sisi yang sakit.
Pertahankan kesejajaran tubuh dalam posisi fungsional.
Latih tungkai yang tidak sakit untuk meningkatkan mobilitas, kekuatan, dan penggunaan.
Ataksia Berjalan tidak mantap, tegakTidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas.
Dukung pasien selama fase ambulasi awal.
Berikan alat penyokong untuk ambulasi (mis. walker, kruk, tongkat).
Instruksikan pasien untuk tidak berjalan tanpa bantuan atau alat penyokong.
Disartria Kesulitan dalam membentuk kata
Memberikan pasien metode alternatif untuk berkomunikasi
Memberi pasien cukup waktu untuk berespons untuk komunikasi verbal.
Dukung pasien dan keluarga untuk menghilangkan frustasi yang b.d. kesulitan berkomunikasi.
Disfagia Kesulitan menelan Uji refleks faring pasien sebelum memberikan makanan dan cairan.
Bantu pasien saat makan. Tempatkan makanan pada sisi mulut
yang tidak sakit. Berikan waktu yang cukup untuk
makan.Defisit SensoriParestesia (terjadi pada sisi berlawan dari lesi)
Kebas dan kesemutan pada bagian tubuhKesulitan dalam proporsional
Instruksikan pasien untuk menghindari penggunaan bagian tubuh ini sebagai tungkai domain
Berikan rentang gerak pada area yang sakit dan berikan alat korektif yang diperlukan.
Tempatkan barang perawatan pasien ke arah sisi yang tidak sakit.
Defisit VerbalAfasia ekspresif Tidak mampu
membentuk kata yang dapat dipahami; mungkin mampu bicara dalam respons kata tunggal
Dorong pasien untuk mengulang bunyi alfabet.
Afasia reseptif Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan: mampu bicara tetapi tidak masuk akal.
Bicara perlahan dan jelas untuk membantu pasien membentuk bunyi.
Afasia global Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif
Bicara perlahan dan dalam kalimat sederhana; gunakan sikap tubuh atau gambaran bila mampu.
Defisit kognitif Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
Penurunan lapang perhatian
Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
Perubahan penilaian
Reorientasikan pasien pada waktu, tempat, dan situasi dengan sering.
Gunakan petunjuk verbal dan auditorius untuk mengorientasikan pasien.
Berikan objek keluarga (foto keluarga, foto favorit)
Gunakan bahasa tidak rumit dengan pasien.
Cocokan tugas visual dengan petunjuk verbal: memegang sakit gigi, mensimulasikan sakit gigi dengan mengatakan “Saya ingin menyikat gigi Anda sekarang”
Minimalkan suara dan gambaran distraksi ketika menyuluh pasien
Ulang dan tekankan instruksi dengan sering.
Defisit Emosional Kehilangan kontrol diri
Labilitas emosional
Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan
Dukung pasien selama kejadian tidak terkontrol
Diskusikan dengan pasien dan keluarga bahwa kejadian tersebut karena proses penyakit.
Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas kelompok
stress Depresi Menarik diri Rasa takut,
bermusuhan, dan marah
Perasaan isolasi
Berikan stimulasi untuk pasien Kontrol situasi penimbul stress bila
mungkin. Berikan lingkungan yang aman Dorong pasien untuk
mengekspresikan perasaan dan frustasi yang berkaitan dengan proses penyakit.
H. Komplikasi tulis sumber kutipan
1. Perdarahan ulang
2. Vasospasme
3. Kelumpuhan total
4. Dekubitus
5. Berhubungan dengan immobilisasi ; infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi dan thromboflebitis.
6. Berhubungan dengan paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh
7. Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dansakit kepala.
8. Hidrocephalus
9. Peningkatan tekanan intrakranial
10. Herniasi
11. Deteorisasi
12. Disabilitas Permanen
I. Pemeriksaan Penunjang
(Doenges E, Marilynn,2000)
1. CT Scan : Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark.
2. Angiografi serebral : Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
3. Pungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal, peningkatan tekanan dan
adanya cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging) : Menunjukan daerah yang mengalami infark,
hemoragik.
5. EEG (Electroencephalography) : Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
8. Pemeriksaan kimia darah : Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg didalam serum.
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Predossi (2007) sebagai berikut :
1. Stadium Hiperakut tulis sumber kutipan
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak
tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan
kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan
pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan
jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk
elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat
Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan
penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
2. Stadium Akut tulis sumber kutipan
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit.
Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah
sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga
pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata
cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
a. Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid
atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130
mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan
darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2
menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv
0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan
tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 300, posisi kepala
dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik),
dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan
pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral,
sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan
fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.
b. Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya
kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus
akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan
perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan
ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis
Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun
gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena
(arteriovenous malformation, AVM).
3. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara,
dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang
panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit
dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan
program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya, penatalaksanaan komplikasi,
restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi
kognitif, dan terapi okupasi, prevensi sekunder, edukasi keluarga dan Discharge
Planning.
ALGORITMA PENATALAKSAAN STROKE (Pudiastuti, 2011)
Medikamentosa 5 B( Brain, Blood, Bowel, Bladder):Posisi kepala 20o-30o, posisi dekubitus kiri bila
disertai muntahBebaskan jalan nafas dan ventilasi adekuat, bila
perlu berikan O2 1-2 L/mntKosongkan kandung kemih dengan kateterisasiKendalikan tekanan darahKoreksi hiperglikemi atau hipoglikemiSuhu tubuh dipertahankan normalNutrisi peroral, gangguan menelan atau penderita
dengan kesadaran menurun, pasang pipa nasogastrik
Infus cairan kristaloid atau keloid, hindari kandungan glukosa murni atau hipotonik
Bila terjadi akut iskhemik stroke, rujuk 5 No:No AntihipertensivesNo diuretikNo DexametasoneNo glucosa infusionNo anticoagulan
Stroke terkontrol: kendalikan faktor risiko dengan pola hidup sehat
Teruskan pengobatan dan evaluasi berkala
Stroke tidak terkontrol
Rehabilitasi/preventif
Rujuk ke RS
Risiko Rendah Risiko Tinggi
Non Medika MentosaPengendalian faktor risikoPromosi kesehatan dalam
rangka pengendalian faktor risiko
Diuretik
Anamnesa
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan PenunjangDarah LengkapEKG: fibriasi atrium
iskhemik/infrak jantung
Identifikasi faktor risiko
K. Konsep Asuhan Keperawatan tulis sumber kutipan
Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Riwayat kesehatan klien
a. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. Klien juga mengeluh
pusing, klien mengeluh kesulitan dalam beraktivitas, kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralysis, klien mengeluh mudah lelah,
kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot). Klien mengeluh kesemutan
atau kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh atau mati, klien
mengeluh nafsu makan hilang, klien mengeluh mengalami nausea
atau vomitus dan klien mengeluh mengalami gangguan rasa
pengecapan
b. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain (Siti Rochani, 2000)
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan (Donna D. Ignativicius, 1995)
d. Riwayat keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus (Hendro Susilo, 2000)
3. Keadaan kesehatan saat ini
a. Aspek fisik-biologis
1) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut.
2) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
3) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
4) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena
kejang otot/nyeri otot
5) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi,
antagonis histamin.
b. Askep Mental-Intelektual-Sosial-Spiritual
1) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
2) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
tidak kooperatif.
3) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun
pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif
biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
4) Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
5) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku
yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh (Marilynn E. Doenges, 2000)
6) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan
obat kontrasepsi oral.
Pemeriksaan Fisik Tulis sumber
a. Keadaan umumkutipan
1) Kesadaran : umumnya mengalami penurunan kesadaran
2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara
3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi
b. Pemeriksaan sistematik head to toe
1) Kepala : bentuk normocephalik
2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
4) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
5) Pemeriksaan integumen
Jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3
minggu
6) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
7) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak
teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
8) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama,
dan kadang terdapat hipertimpani.
9) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
10) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
11) Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis. Umumnya terdapat gangguan
nervus cranialis VII dan XII central.
12) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan salah satu sisi
tubuh.
13) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
14) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
didahuli dengan refleks patologis (Jusuf Misbach, 2008)
4. Pemeriksaan penunjang tulis sumber kutipan
a. Pemeriksaan radiologi
1) CT scan
2) MRI
3) Angiografi serebral
4) Pemeriksaan foto thorax
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pungsi lumbal
2) Pemeriksaan darah rutin
3) Pemeriksaan kimia darah : gula darah dapat mencapai 250 mg
dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali
(Jusuf Misbach, 1999)
4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah
itu sendir (Linardi Widjaja, 1993)
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intracerebral (Marilynn E. Doenges, 2000)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia
3. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan (Marilynn E.
Doenges, 2000)
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
darah otak
5. Konstipasi berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak
adekuat
6. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan.
7. Defisit self care berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
8. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama
9. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
penurunan refleks batuk dan menelan.
10. Gangguan eliminasi urin (inkontinensia uri) ( Carpenito, 1998).
Intervensi Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intracerebral.
Tujuan : Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil :
Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, GCS 456, Tanda-
tanda vital normal
Intervensi RasionalBerikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya
Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
Untuk mencegah perdarahan ulang
Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam
Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)
Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
Ciptakan lingkungan yang tenang Rangsangan aktivitas yang
dan batasi pengunjung meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Memperbaiki sel yang masih viabel
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia
Tujuan : Klien melaksanakan aktivitas fisik sesuai kemampuannya
Kriteria hasil
Tidak terjadi kontraktur sendi, Bertambahnya kekuatan otot, Klien
menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi RasionalUbah posisi klien tiap 2 jam Menurunkan resiko terjadinnya
iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
Tinggikan kepala dan tangan Aliran darah ke otak semakin lancar
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Melemaskan otot-otot yang kaku
3. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan
Tujuan : Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal.
Kriteria hasil :
Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi,
Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan
merasa, Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi
terhadap perubahan sensori
Intervensi RasionalTentukan kondisi patologis klien Untuk mengetahui tipe dan lokasi
yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan
Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian
Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.
Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.
Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal
Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.
Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit.
Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan mengintegrasikan sisi yang sakit.
Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan
Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebih.
Lakukan validasi terhadap persepsi klien
Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi stimulus.
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
darah otak
Tujuan : Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
Kriteria hasil :
Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi,
Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal dan isarat
Intervensi RasionalBerikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat
Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien
Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”
Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat Komunikasi
Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif
Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi
Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar
5. Konstipasi berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak
adekuat
Tujuan : Klien tidak mengalami konstipasi
Kriteria hasil : Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa
menggunakan obat, Konsistensi feses lunak, Tidak teraba masa pada
kolon ( scibala ), Bising usus normal ( 7-12 kali per menit )
Intervensi RasionalBerikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
Auskultasi bising usus Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik
Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang mengandung serat
Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi regular
Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi
Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi regular
Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot abdomen
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema)
Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi
6. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil : BB dipertahankan/ditingkatkan, Hb dan albumin dbn
Intervensi RasionalTentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air
Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak
Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan
Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang
Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut
7. Defisit self care berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
Tujuan : Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil : Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
dengan kemampuan klien, Klien dapat mengidentifikasi sumber
pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan
Intervensi Rasional Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri
Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh
Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya
Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus
8. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama
Tujuan : Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil : Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka, Klien
mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka, Tidak ada tanda-tanda
kemerahan atau luka
Intervensi Rasional Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
Rubah posisi tiap 2 jam Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
Mempertahankan keutuhan kulit
9. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
penurunan refleks batuk dan menelan (Lynda Juall Carpenito, 1998)
Tujuan : jalan nafas tetap efektif.
Kriteria hasil :Klien tidak sesak nafas, Tidak terdapat ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, Tidak retraksi otot bantu pernafasan,
Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
Intervensi Rasional Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas
Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Rubah posisi tiap 2 jam sekali Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan
Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
Observasi pola dan frekuensi nafas Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
Auskultasi suara nafas Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
10. Gangguan eliminasi urin (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.
Tujuan : Klien mampu mengontrol eliminasi urinya
Kriteria hasil : Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya
inkontinensia, Tidak ada distensi bladder
Intervensi Rasional Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering
Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih
Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis
Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal)
Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih
Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah direncanakan
Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih
Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)
Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran, EGC
Herdman, Heather. 2010. Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
Penerbit: EGC
Harsono. 1996. Buku Ajar : Neurologi Klinis. Yogyakarta: Penerbit Gajah Mada
University press
Hudaya, Prasetya. 2003. Patologi Umum. Surakarta: Politeknik Keseshatan
Surakarta Jurusan fisioterapi.
Mansjoer, arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Pertama.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Pudiastuti, Ratna D. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Penerbit Nuha
Medika
Smeltzer, S. dan Bare, B. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.
Volume 3. Jakarta: Penerbit EGC