LP PJB Prisca

23
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN RUANG 7 HCU RUMAH SAKIT DR. SAIFUL ANWAR PENYAKIT JANTUNG BAWAAN Oleh, Prisca Triviana Yanuar NIM. 0910720069

description

Penyakit Jantung Bawaan

Transcript of LP PJB Prisca

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

RUANG 7 HCU RUMAH SAKIT DR. SAIFUL ANWAR

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

Oleh,

Prisca Triviana Yanuar

NIM. 0910720069

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2013

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

1. Definisi

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan

abnormalitas pada struktur maupun fungsi sirkulasi yang telah ada

sejak lahir (Sani, 2007). Kelainan ini terjadi karena gangguan atau

kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal pertumbuhan

janin (Harimurti, 2008).

PJB adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan

akibat proses pembentukan jantung yang kurang sempurna. Proses

pembentukan jantung ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi). Pada

waktu jantung mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada

kemungkinan mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung pada

janin ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan, karena

jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia empat bulan

(Dhania, 2009).

2. Etiologi

Penyebab penyakit jantung congenital berkaitan dengan kelainan

perkembangan embrionik, pada usia lima sampai delapan minggu,

jantung dan pembuluh darah besar dibentuk. Penyebab utama terjadinya

penyakit jantung congenital belum dapat diketahui secara pasti,

tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada

peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :

a. Faktor Prenatal :

1) Ibu menderita penyakit infeksi : rubella, influenza atau

chicken fox.

2) Ibu alkoholisme.

3) Umur ibu lebih dari 40 tahun.

4) Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang

memerlukan insulin.

5) Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu dan sebelumnya

ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa

resep dokter, ( thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin,

amethopterin).

6) Terpajan radiasi (sinar X).

7) Gizi ibu yang buruk.

8) Kecanduan obat-obatan yang mempengaruhi perkembangan

embrio.

b. Faktor Genetik

1) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung

bawaan.

2) Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.

3) Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.

4) Lahir dengan kelainan bawaan yang lain

3. Klasifikasi

a. PJB Non Sianotik

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan

struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak

ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung

sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu

katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau

pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung.

Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang

bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan

beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru (Roebiono, 2003).

1) Ventricular Septal Defect (VSD)

Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain

tergantung pada besarnya lubang, juga sangat tergantung

pada tingginya tahanan vaskuler paru. Makin rendah tahanan

vaskuler paru makin besar aliran pirau dari kiri ke kanan.

Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru belum sempurna,

tahanan vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya

aliran pirau dari kiri ke kanan terhambat walaupun lubang

yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 2–3 bulan dimana

proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi penurunan

tahanan vaskuler paru dengan cepat maka aliran pirau dari

kiri ke kanan akan bertambah. Ini menimbulkan beban volume

langsung pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi

gagal jantung (Roebiono, 2003).

2) Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak

membesar. Sering ditemukan secara kebetulan saat

pemeriksaan rutin dengan adanya bising kontinyu yang khas

seperti suara mesin (machinery murmur) di area pulmonal,

yaitu di parasternal sela iga 2–3 kiri dan di bawah

klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke paru yang

berlebihan pada PDA yang besar akan terlihat saat usia 1–4

bulan dimana tahanan vaskuler paru menurun dengan cepat.

Nadi akan teraba jelas dan keras karena tekanan diastolik

yang rendah dan tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari

aorta ke arteri pulmonalis yang besar saat fase diastolik.

Bila sudah timbul hipertensi paru, bunyi jantung dua

komponen pulmonal akan mengeras dan bising jantung yang

terdengar hanya fase sistolik dan tidak kontinyu lagi

karena tekanan diastolik aorta dan arteri pulmonalis sama

tinggi sehingga saat fase diastolik tidak ada pirau dari

kiri ke kanan. Penutupan PDA secara spontan segera setelah

lahir sering tidak terjadi pada bayi prematur karena otot

polos duktus belum terbentuk sempurna sehingga tidak

responsif vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar

prostaglandin E2 masih tinggi. Pada bayi prematur ini otot

polos vaskuler paru belum terbentuk dengan sempurna

sehingga proses penurunan tahanan vaskuler paru lebih cepat

dibandingkan bayi cukup bulan dan akibatnya gagal jantung

timbul lebih awal saat usia neonatus (Roebiono, 2003).

3) Atrial Septal Defect (ASD)

Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek

berada di septum atrium dan aliran dari kiri ke kanan yang

terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan

juga menyebabkan beban volum pada jantung kanan. Kelainan

ini sering tidak memberikan keluhan pada anak walaupun

pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia

dewasa. Hanya sebagian kecil bayi atau anak dengan ASD

besar yang simptomatik dan gejalanya sama seperti pada

umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan yang

telah diuraikan di atas. Auskultasi jantung cukup khas

yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap

tidak mengikuti variasi pernafasan serta bising sistolik

ejeksi halus di area pulmonal. Bila aliran piraunya besar

mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal sela

iga 4 kiri akibat aliran deras melalui katup trikuspid.

Simptom dan hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia

dekade 30 – 40 sehingga pada keadaan ini mungkin sudah

terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru (Roebiono, 2003).

4) Aorta Stenosis (AS)

Aorta Stenosis derajat ringan atau sedang umumnya

asimptomatik sehingga sering terdiagnosis secara kebetulan

karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik

ejeksi dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta;

parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan leher. Bayi

dengan AS derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif

pada usia minggu pertama atau bulan-bulan pertama

kehidupannya. Pada AS yang ringan dengan gradien tekanan

sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan

intervensi. Intervensi bedah valvotomi atau non bedah

Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera dilakukan pada

neonatus dan bayi dengan AS valvular yang kritis serta pada

anak dengan AS valvular yang berat atau gradien tekanan

sistolik 90 – 100 mmHg (Roebiono, 2003).

5) Coarctatio Aorta (CoA)

Coartatio Aorta pada anak yang lebih besar umumnya juga

asimptomatik walaupun derajat obstruksinya sedang atau

berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh sakit kepala atau

epistaksis berulang, tungkai lemah atau nyeri saat

melakukan aktivitas. Tanda yang klasik pada kelainan ini

adalah tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi

arteri femoralis dibandingkan dengan arteri brakhialis,

kecuali bila ada PDA besar dengan aliran pirau dari arteri

pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga tekanan

darah lengan lebih tinggi dari pada tungkai. Obstruksi pada

AS atau CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung pada

usia dini dan akan mengancam kehidupan bila tidak cepat

ditangani. Pada kelompok ini, sirkulasi sistemik pada bayi

baru lahir sangat tergantung pada pirau dari kanan ke kiri

melalui PDA sehingga dengan menutupnya PDA akan terjadi

perburukan sirkulasi sistemik dan hipoperfusi perifer

(Roebiono, 2003).

6) Pulmonal Stenosis (PS)

Status gizi penderita dengan PS umumnya baik dengan

pertambahan berat badan yang memuaskan. Bayi dan anak

dengan PS ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis

sedangkan neonatus dengan PS berat atau kritis akan

terlihat takipnu dan sianosis. Penemuan pada auskultasi

jantung dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada

PS valvular terdengar bunyi jantung satu normal yang

diikuti dengan klik ejeksi saat katup pulmonal yang

abnormal membuka. Klik akan terdengar lebih awal bila

derajat obstruksinya berat atau mungkin tidak terdengar

bila katup kaku dan stenosis sangat berat. Bising sistolik

ejeksi yang kasar dan keras terdengar di area pulmonal.

Bunyi jantung dua yang tunggal dan bising sistolik ejeksi

yang halus akan ditemukan pada stenosis yang berat

(Roebiono, 2003).

b. PJB Sianotik

Sesuai dengan namanya manifestasi klinis yang selalu terdapat

pada pasien dengan PJB sianotik adalah sianosis. Sianosis

adalah warna kebiruan pada mukosa yang disebabkan oleh

terdapatnya >5mg/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi.

Deteksi terdapatnya sianosis antara lain tergantung kepada

kadar hemoglobin (Prasodo, 1994).

1) Tetralogy of Fallot (ToF)

Tetralogy of Fallot merupakan salah satu lesi jantung yang

defek primer adalah deviasi anterior septum infundibular.

Konsekuensi deviasi ini adalah obstruksi aliran darah ke

ventrikel kanan (stenosis pulmoner), defek septum

ventrikel, dekstroposisi aorta, hipertrofi ventrikuler

kanan. Anak dengan derajat yang rendah dari obstruksi

aliran ventrikel kanan menimbulkan gejala awal berupa gagal

jantung yang disebabkan oleh pirau kiri ke kanan di

ventrikel. Sianosis jarang muncul saat lahir, tetapi dengan

peningkatan hipertrofi dari infundibulum ventrikel kanan

dan pertumbuhan pasien, sianosis didapatkan pada tahun

pertama kehidupan.sianosis terjadi terutama di membran

mukosa bibir dan mulut, di ujung-ujung jari tangan dan

kaki. Pada keadaan yang berat, sianosis langsung ditemukan

(Bernstein, 2007).

2) Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum

Saat duktus arteriosus menutup pada hari-hari pertama

kehidupan, anak dengan Pulmonary Atresia with Intact

Ventricular Septum mengalami sianosis. Jika tidak

ditangani, kebanyakan kasus berakhir dengan kematian pada

minggu awal kehidupan. Pemeriksaan fisik menunjukkan

sianosis berat dan distress pernafasan. Suara jantung kedua

terdengar kuat dan tunggal, seringnya tidak terdengar suara

murmur, tetapi terkadang murmur sistolik atau yang

berkelanjutan dapat terdengar setelah aliran darah duktus.

(Bernstein, 2007)

3) Tricuspid Atresia

Sianosis terjadi segera setelah lahir dengan dengan

penyebaran yang bergantung dengan derajat keterbatasan

aliran darah pulmonal. Kebanyakan pasien mengalami murmur

sistolik holosistolik di sepanjang tepi sternum kiri. Suara

jantung kedua terdengar tunggal. Diagnosis dicurigai pada

85% pasien sebelum usia kehamilan 2 bulan. Pada pasien yang

lebih tua didapati sianosis, polisitemia, cepat lelah, dan

sesak nafas saat aktivitas berat kemungkinan sebagai hasil

dari penekanan pada aliran darah pulmonal. Pasien dengan

Tricuspid Atresia berisiko mengalami penutupan spontan VSD

yang dapat terjadi secara cepat yang ditandai dengan

sianosis. (Bernstein, 2007)

4. Patofisiologi

Secara fisiologis sirkulasi paru akan membawa darah yang telah

teroksigenasi meninggalkan paru dan akan masuk kembali ke dalam

siklus jantung untuk dialirkan kembali ke seluruh tubuh guna

memenuhi kebutuhan nutrisi dan oksigen seluruh organ-organ vital

dalam tubuh. Sedangkan secara patofisiologi pada kelompok ini

terdapat defek pada dinding pemisah antara ventrikel kiri dan kanan

sehingga dapat menimbulkan peralihan (shunt) darah yang telah

teroksigenasi penuh akan kembali ke paru-paru.

Arah dan besar shunt tersebut bergantung pada ukuran defek dan

tekanan relatif pulmonal dan sistemik serta tahanan vaskuler

pulmonal dan sistemik. Normalnya, tahanan arteriol pulmonal janin

yang tinggi akan menurun dengan cepat pada pernapasan dan pada umur

jam-jam pertama neonatus, kemudian penurunan lebih perlahan-lahan

dan stabil pada setingkat dewasa sekitar umur 3-6 bulan. Pemajanan

yang lama sirkulasi pulmonal pada tekanan dan aliran darah yang

tinggi akan menyebabkan kenaikan tahanan vaskuler pulmonal sedikit

demi sedikit. Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia

neonatus tahanan vaskuler pulmonal akan menurun akibatnya shunt

darah dari kiri ke kanan yang melalui defek tersebut akan mulai dan

bertambah besar, sehingga menyebabkan bertambahnya volume darah

dalam paru dan mengakibatkan penurunan kelenturan paru dan menaikkan

kerja pernapasan.

Peningkatan volume paru yang berlebihan akan menyebabkan cairan

tersebut bocor ke dalam sela intertisial dan alveoli sehingga

menimbulkan edema paru dan akan menimbulkan gejala seperti takipneu,

retraksi dada, pernapasan cuping hidung dan mengi. Akibat dari edema

paru ini menyebabkan volume dalam ventrikel kiri berkurang dan untuk

tetap mempertahankan tingkat curah ventrikel kiri yang tinggi,

frekuensi jantung dan volume sekuncup dinaikkan yang diperantarai

oleh aktivitas sistem saraf simpatis mengaktivasi katekolamin dalam

sirkulasi, bersama dengan bertambahnya kerja pernapasan

mengakibatkan kenaikan konsumsi oksigen total tubuh, sering diluar

kemampuan transport oksigen sirkulasi sehingga menimbulkan gejala

tambahan seperti berkeringat, iritabel, takikardi dan gagal tumbuh. 

5. Manifestasi Klinis

a. Infants

1) Dyspnea

2) Difficulty breathing (Kesulitan Bernafas)

3) Pulse rate over 200 beats/mnt (Nadi lebih dari 200

kali/menit)

4) Recurrent respiratory infections (infeksi saluran nafas

yang berulang)

5) Failure to gain weight (kesulitan penambahan berat badan)

6) Heart murmur

7) Cyanosis

8) Cerebrovasculer accident/ CVA

9) Stridor and choking spells/ mencekik

b. Children

1) Dyspnea

2) Poor physical development ( perkembangan fisik yang kurang)

3) Decrease exercise tolerance (aktitas menurun)

4) Recurrent respiratory infections (infeksi saluran nafas

yang berulang)

5) Heart murmur and thrill

6) Cyanosis

7) Squatting

8) Clubbing of fingers and toes

9) Elevated blood pressure (tekanan darah tinggi)

6. Komplikasi

Pasien dengan penyakit jantung congenital terancam mengalami

berbagai komplikasi antara lain:

a. Gagal jantung kongestif / CHF.

b. Renjatan kardiogenik/ Henti Jantung.

c. Aritmia.

d. Endokarditis bakterialistis.

e. Hipertensi.

f. Hipertensi pulmonal.

g. Tromboemboli dan abses otak.

h. Obstruksi pembuluh darah pulmonal.

i. Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur).

j. Enterokolitis nekrosis.

k. Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat

nafas atau displasia bronkkopulmoner).

l. Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit.

m. Hiperkalemia (penurunan keluaran urin).

n. Gagal tumbuh.

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Foto thorak : Melihat atau evaluasi adanya atrium dan ventrikel

kiri membesar secara signifikan (kardiomegali), gambaran

vaskuler paru meningkat.

b. Echokardiografi : Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih

dari 1,3:1 pada bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi

praterm (disebabkan oleh peningkatan volume atrium kiri sebagai

akibat dari pirau kiri ke kanan).

c. Pemeriksaan laboratorium : Ditemukan adanya peningkatan

hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen yang

rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan

hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan

tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan

parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.

d. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk

mengevaluasi aliran darah dan arahnya.

e. Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan,

adanya hipertropi ventrikel kiri, kateterisasi jantung yang

menunjukan striktura.

f. Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih

jauh hasil ECHO atau Doppler yang meragukan atau bila ada

kecurigaan defek tambahan lainnya.

b. Diagnosa ditegakkan dengan cartography & Cardiac iso enzim

(CK,CKMB) meningkat.

8. Penatalaksanaan Medis

a. Medik: atasi gizi, infeksi dan kegagalan jantung. Pada kasus

dengan defek kecil dan perkembangan baik tidak memerlukan

operasi.

b. Pembedahan berupa banding, penutupan defek. 

1) Operasi paliatif: berupa banding (penyempitan) arteri

pulmonalis untuk mengurangi aliran darah ke paru. Setelah

dilakukan banding kelak harus diikuti dengan operasi

penutupan defek sekaligus dengan membuka penyempitan arteri

pulmonalis.

2) Penutupan defek septum ventrikel. Operasi dilakukan dengan

sternotomi median, dengan bantuan mesin jantung-paru.

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

1. Pengkajian

Riwayat Keperawatan

a. Riwayat terjadinya infeksi pada ibu selama trimester pertama.

Agen penyebab lain adalah rubella, influenza atau chicken pox.

b. Riwayat prenatal seperti ibu yang menderita diabetes mellitus

dengan ketergantungan pada insulin.

c. Kepatuhan ibu menjaga kehamilan dengan baik, termasuk menjaga

gizi ibu, dan tidak kecanduan obat-obatan dan alcohol, tidak

merokok.

d. Proses kelahiran atau secara alami atau adanya faktor-faktor

memperlama proses persalinan, penggunaan alat seperti vakum

untuk membantu kelahiran atau ibu harus dilakukan SC.

e. Riwayat keturunan, dengan rnemperhatikan adanya anggota

keluarga lain yang juga mengalami kelainan jantung, untuk

mengkaji adanya factor genetik yang menunjang.

f. Riwayat pertumbuhan, biasanya anak cenderung mengalami

keterlambatan pertumbuhan karena fatiq selama makan dan

peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi

penyakit.

g. Riwayat psikososial/ perkembangan :

1) Kemungkinan mengalami masalah perkembangan.

2) Mekanisme koping anak/ keluarga.

3) Pengalaman hospitalisasi sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan sama dengan pengkajian fisik

yang dilakukan terhadap pasien yang menderita penyakit jantung

padaumumnya. Secara spesifik data yang dapat ditemukan dari hasil

pengkajian fisik pada penyakit jantung congenital ini adalah:

a. Riwayat keperawatan : respon fisiologis terhadap defek

(sianosis, aktivitas terbatas).

b. Observasi adanya tanda-tanda gagal jantung, nafas cepat, sesak

nafas, retraksi, bunyi jantung tambahan (machinery mur-mur),

cedera tungkai, hepatomegali.

c. Observasi adanya hipoksia kronis : clubbing finger.

d. Observasi adanya hiperemia pada ujung jari.

e. Observasi pola makan, pola pertambahan berat badan.

f. Bayi baru lahir berukuran kecil dan berat badan kurang.

g. Observasi apakah anak terlihat pucat, banyak keringat

bercucuran, ujung-ujung jari hiperemik.

h. Observasi diameter dada bertambah, sering terlihat benjolan

dada kiri.

i. Tanda yang menojol adalah nafas pendek dan retraksi pada

jugulum, sela intrakostal dan region epigastrium.

j. Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung yang

hiperdinarnik.

k. Observasi anak mungkin sering mengalami kelelahan dan infeksi

saluran pernafasan, sedangkan neonatus menunjukan tanda-tanda

respiratory distress seperti mendengkur, tacipnea dan

retraksi.

l. Observasi apakah anak pusing, tanda-tanda ini lebih nampak

apabila pemenuhan kebutuhan terhadap O2 tidak terpenuhi

ditandai dengan adanya murmur sistolik yang terdengar pada

batas kiri sternum.

m. Observasi apakah ada kenaikan tekanan darah. Tekanan darah

lebih tinggi pada lengan daripada kaki. Denyut nadi pada

lengan terasa kuat, tetapi lemah pada popliteal dan temporal.

n. Pengkajian psikososial meliputi : usia anak, tugas

perkembangan anak, koping yang digunakan, kebiasaan anak,

respon keluarga terhadap penyakit anak, koping keluarga dan

penyesuaian keluarga terhadap stress.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Penurunan cardiac output berhubungan dengan penurunan

kontraktilitas jantung, perubahan tekanan jantung.

b. Tidak efektif pola nafas berhubungan dengan peningkatan

resistensi vaskuler paru, kongesti pulmonal.

c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia miokard.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan

kalori.

e. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan tidak

adekuatnya suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan.

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan,

ketidakseimbangan antara pemakaian oksigen oleh tubuh dan

suplai oksigen ke jaringan.

g. Peningkatan volume cairan tubuh berhubungan dengan kongestif

vena, penurunan fungsi ginjal.

h. Kurang pengetahuan ibu tentang keadaan anaknya berhubungan

dengan kurangnya inforrnasi.

i. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan kurang

pengetahuan keluarga tentang diagnosis/prognosis penyakit anak.

3. Rencana Intervensi

a. Penurunan cardiac output berhubungan dengan penurunan

kontraktilitas jantung, perubahan tekanan jantung.

Tujuan : Pasien dapat mentoleransi gejala-gejala yang

ditimbulkan akibat penurunan curah jantung, dan setelah

dilakukan tindakan keperawatan terjadi peningkatan curah

jantung sehingga keadaan normal.

Kriteria Hasil : Anak akan menunjukkan tanda-tanda membaiknya

curah jantung/ cardiac output.

Intervensi

1) Bina hubungan saling percaya (BHSP) dengan pasien dan

keluarga pasien.

Rasional : Menciptakan suasana yang kondusif dan

bersahabat.

2) Berikan health education pada pasien dan keluarga pasien

tentang cardiac output.

Rasional : lebih meningkatkan pengetahuan dan informasi

bagi pasien dan keluarga pasien serta lebih kooperatif

dalam tindakan pelaksanaan yang dilakukan perawat.

3) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam

Rasional: permulaan terjadinya gangguan pada jantung akan

ada perubahan pada tanda-tanda vital seperti pernafasan

menjadi cepat, peningkatan suhu, nadi meningkat,

peningkatan tekanan darah, semuanya dapat cepat dideteksi

untuk penanganan lebih lanjut.

4) Informasikan dan anjurkan tentang pentingnya istirahat yang

adekuat.

Rasional: istirahat yang adekuat dapat meminimalkan kerja

dari jantung dan dapat mempertahankan energi yang ada.

5) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai

indikasi.

Rasional : meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan

miokord dan untuk melawan efek hipoksia/iskemia.

6) Observasi keadaan kulit terhadap pucat dan sianosis.

Rasional : pucat menunjukan adanya penurunan perfusi

sekunder terhadap ketidakadekuatan curah jantung,

vasokonstriksi dan anemi.

7) Monitor tanda-tanda CHF seperti gelisah, takikardi,

tachypnea, sesak, mudah lelah, periorbital edema, oliguria,

dan hepatomegali.

Rasional : untuk mengetahui sejauhmana tingkat kegawatan

dari anak serta diperlukan dalam mendeteksi untuk

penanganan lebih lanjut.

8) Observasi perubahan pada sensori, contoh letargi, bingung

disorientasi cemas.

Rasional: dapat menunjukan tidak adekuatnya perfusi

serebral sekunder terhadap penurunan curah jantung.

9) Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian tindakan

farmakologis berupa digitalis dan digoxin.

Rasional : mempengaruhi reabsorbsi natrium dan air, dan

digoksin meningkatkan kekuatan kontraksi miokard dan

memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan konduksi

dan memperlambat periode refraktori pada hubungan AV untuk

meningkatkan efisiensi curah jantung.

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan peningkatan

resistensi vaskuler paru, kongesti pulmonal.

Tujuan : Tidak terjadi ketidakefektitan pola nafas.

Kriteria hasil : Anak akan menunjukkan tanda-tanda tidak

adanya peningkatan resistensi pembuluh paru dan efektif pola

nafasnya

Intervensi

1) Berikan health education pada pasien dan keluarga pasien

tentang cardiac output.

Rasional : lebih meningkatkan pengetahuan dan informasi

bagi pasien dan keluarga pasien serta lebih kooperatif

dalam tindakan pelaksanaan yang dilakukan perawat.

2) Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman serta catat

upaya pernafasan.

Rasional : pengenalan dini dan pengobatan ventilasi

abnormal dapat mencegah komplikasi.

3) Observasi penyimpangan dada, penurunan ekspansi paru atau

ketidaksimetrisan gerakan dada.

Rasional : udara atau cairan pada area pleura mencegah

ekspansi lengkap (biasanya satu sisi) dan memerlukan

pengkajian lanjut status ventilasi.

4) Observasi ulang laporan foto thorax dan pemeriksaan

laboratorium GDA, Hb sesuai indikasi.

Rasional: pantau keefektifan terapi pernafasan dan catat

terjadinya komplikasi.

5) Minimalkan menangis atau aktifitas yang meningkat pada

anak.

Rasional : menangis akan menyebabkan pernafasan anak akan

meningkatkan.

c. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia miokard.

Tujuan : Menyatakan nyeri hilang dan anak keliatan nyaman.

Kriteria hasil : Anak akan merasa nyaman dan tidak mengalami/

merasa nyeri dada.

Intervensi

1) Berikan health education pada pasien dan keluarga pasien

tentang nyeri dan penanganannya.

Rasional : lebih meningkatkan pengetahuan dan informasi

bagi pasien dan keluarga pasien serta lebih kooperatif

dalam tindakan pelaksanaan yang dilakukan perawat.

2) Observasi adanya keluhan nyeri, pada anak bisa ditunjukan

dengan rewel atau sering menangis.

Rasional: Perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi

penyebab nyeri.

3) Observasi perilaku dan tanda-tanda vital anak tiap 4 jam.

Rasional : Perilaku dan tanda vital membantu menentukan

derajat atau adanya ketidaknyamanan pasien.

4) Evaluasi respon terhadap obat/terapi yang diberikan.

Rasional: penggunaan terapi obat dan dosis, catat nyeri

yang tidak hilang atau menurun dengan penggunaan nitrat.

5) Berikan lingkungan istirahat yang nyaman dan batasi

aktivitas anak sesuai kebutuhan.

Rasional: aktivitas berlebih dapat meningkatkan kebutuhan

oksigen miokard. (contoh kerja tiba-tiba, stress, makan

banyak, terpajan dingin) dapat mencetuskan nyeri dada.

6) Ajarkan teknik distraksi relaksasi pada anak dan ibu.

Rasional : dengan adanya distraksi nyeri anak dapat

dialihkan/pengalihan dan dapat menurunkan respon nyeri.

7) Anjurkan ibu untuk selalu memberikan ketenangan pada anak.

Rasional: ketenangan anak akan mengurangi stress yang dapat

memperberat nyeri yang dirasakan.

8) Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian analgesic.

Rasional : analgesik bekerja dengan menghambat nosiseptor

nyeri menempati reseptornya, sehingga nyeri tidak dirasakan

lagi.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan

kalori.

Tujuan: Anak dapat makan dan menyusu dan tidak terjadi

penurunan berat badan selama terjadi perubahan status nutrisi.

Kriteria hasil : Anak akan mempertahankan intake makanan dan

minuman untuk mempertahankan berat badan dalam menopang

pertumbuhan

Intervensi:

1) Berikan health education pada pasien dan keluarga pasien

tentang manfaat dari nutrisi sendiri.

Rasional: lebih meningkatkan pengetahuan dan informasi bagi

pasien dan keluarga pasien serta lebih kooperatif dalam

tindakan pelaksanaan yang dilakukan perawat.

2) Anjurkan ibu untuk terus memberikan anak susu, walaupun

sedikit tetapi sering

Rasional: air susu akan mempertahankan kebutuhan nutrisi

anak.

3) Pada anak yang sudah tidak menyusui lagi maka berikan

makanan dengan porsi sedikit tapi sering dengan diet sesuai

instruksi (TKTP).

Rasional : meningkatan intake atau masukan dan mencegah

kelemahan.

4) Jika anak menunjukkan kelemahan akibat ketidakadekuatannya

nutrisi yang masuk maka pasang infuse.

Rasional: infuse akan menambah kebutuhan nutrisi yang tidak

dapat dipenuhi melalui oral.

5) Observasi selama pemberian makan atau menyusui.

Rasional: selama makan atau menyusui mungkin dapat terjadi

anak sesak atau tersedak.

6) Timbang berat badan setiap hari dengan timbangan yang sama

dan waktu yang sama.

Rasional : mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas

intervensi nutrisi.

7) Observasi dan catat masukan makanan anak/ intake dan output

secara benar.

Rasional : mengawasi masukkan kalori dan kualitas

kekurangan konsumsi makanan.

8) Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan

sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan

yang lembut, berikan pencuci mulut yang di encerkan bila

mukosa oral luka.

Rasional : meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral,

menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan

infeksi.

e. Peningkatan volume cairan tubuh berhubungan dengan kongestif

vena, penurunan fungsi ginjal.

Tujuan : Menunjukan keseimbangan masukan dan keluaran, berat

badan stabil,tanda-tanda vital dalam rentang normal, tidak

terjadinya edema.

Kriteria hasil : Anak akan tumbuh sesuai dengan kurva

pertumbuhan berat dan tinggi badan.

Intervensi:

1) Berikan health education pada pasien dan keluarga pasien

tentang cairan.

Rasional : lebih meningkatkan pengetahuan dan informasi

bagi pasien dan keluarga pasien serta lebih kooperatif

dalam tindakan pelaksanaan yang dilakukan perawat.

2) Pantau pemasukan dan pengeluaran/ intake dan output, catat

keseimbangan cairan, timbangberat badan anak setiap hari.

Rasional : penting pada pengkajian jantung dan fungsi

ginjal dan keefektifan terapi diuretic, keseimbangan cairan

berlanjut dan berat badan meningkat menunjukkan makin

buruknya gagal jantung.

3) Kaji adanya edema periorbital, edema tangan dan kaki,

hepatomegali, rales,ronchi, penambahan berat badan.

Rasional: menunjukan kelebihan cairan tubuh.

4) Berikan batasan diet natrium sesuai dengan indikasi.

Rasional : menurunkan retensi natrium.

5) Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian diuretic

( furosemid ) sesuai indikasi.

Rasional: menghambat reabsorsi natrium, yang meningkatkan

eksresi cairan dan menurunkan kelebihan cairan total tubuh.

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan,

ketidakseimbangan antara pemakaian oksigen oleh tubuh dan

suplai oksigen ke jaringan.

Tujuan : Anak dapat melakukan aktivitas yang sesuai tanpa

adanya kelemahan.

Kriteria hasil : Anak akan mempertahankan tingkat aktivitas

yang adekuat

Intervensi:

1) Berikan health education pada pasien dan keluarga pasien

tentang aktifitas.

Rasional : lebih meningkatkan pengetahuan dan informasi

bagi pasien dan keluarga pasien serta lebih kooperatif

dalam tindakan pelaksanaan yang dilakukan perawat.

2) Kaji perkembangan tanda-tanda peningkatan tanda-tanda

vital, seperti adanya sesak.

Rasional: menunjukan gangguan pada jantung yang kemudian

akan menggunakan energi lebih sebagai kompensasi sehingga

akhirnya anak menjadi kelelahan.

3) Bantu pasien dalam aktivitas yang tidak dapat dilakukannya.

Rasional: teknik penghematan energi.

4) Support dalam pemberian nutrisi anak.

Rasional : nutrisi dapat membantu meningkatkan metabolisme

juga akan meningkatkan produksi energi.

5) Batasi aktifitas anak yang berlebihan.

Rasional : meminimalkan kerja dari jantung dan dapat

mempertahankan energi yang ada.

g. Kurang pengetahuan ibu/ keluarga tentang keadaan anaknya

berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Ibu/ keluarga tidak mengalami kecemasan dan

mengetahui proses penyakit dan penatalaksanaan keperawatan

yang dilakukan.

Kriteria hasil : Orang tua akan mengekspresikan perasaannya

akibat memiliki anak dengan kelainan jantung, mendiskusikan

rencana pengobatan, dan memiliki keyakinan bahwa orang tua

memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan.

Intervensi:

1) Berikan pendidikan kesehatan (health education) kepada ibu

dan keluarga mengenai penyakit serta gejala dan

penataksanaan yang akan dilakukan.

Rasional: informasi akan meningkatkan pengetahuan ibu/

keluarga sehingga cemas yang dialami ibu/ keluarga melihat

kondisi anaknya akan berkurang bahkan hilang.

DAFTAR PUSTAKA

Mirzanie, Hanifah. 2006. Pediatrica. Tosca Enterprise : Jogjakarta.

Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. EGC : Jakarta.

Nursalam. dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba

Medika : Jakarta.

Rudolph, Abraham M. dkk. 2007. Buku Ajar Pediatrik Rudolp Volume 3.

EGC : Jakarta.

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, edisi 4.

Jakarta ; EGC.

Mirzanie, Hanifah. 2006. Pediatrica. Tosca Enterprise : Jogjakarta.

Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. EGC : Jakarta.

Nursalam. dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba

Medika : Jakarta.

Rudolph, Abraham M. dkk. 2007. Buku Ajar Pediatrik Rudolp Volume 3.

EGC : Jakarta.

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, edisi 4.

Jakarta ; EGC.