Lp Osteomielitis

13
I. PENGERTIAN Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap i tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempeng hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas (Smeltzer, Suzanne C, 2002). Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat disebabkan ol virus atau proses spesifik (Mansjoer, 2000). Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infek (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi frakt reduksi (osteomielitis eksogen) (Corwin, 2001). II. ETIOLOGI Adapun penyebab penyebab osteomielitis ini adalah: a. Bakteri Menurut Joyce & Hawks (2005), penyebab osteomyelitis adalah Staphylococcus au (70 %-80 %), selain itu juga bisa disebabkan oleh Escherichia coli, Klebsiella, Salmonella, dan Proteus. b. Virus c. Jamur d. Mikroorganisme lain (Smeltzer, Suzanne C, 2002). Osteomyelitis juga bisa terjadi melalui 3 cara (Wikipedia, the free encyclopedia, 2 a. Aliran darah Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus tempat lain (misalnya tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi) membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang. Pada anak-anak, infeksi biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan. pada orang dewasa biasanya terjadi pada tulang belakang dan panggul. akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma b. Penyebaran langsung

description

orthopedi

Transcript of Lp Osteomielitis

I. PENGERTIANOsteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan dari pada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas (Smeltzer, Suzanne C, 2002).Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus atau proses spesifik (Mansjoer, 2000).Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen) (Corwin, 2001).

II. ETIOLOGIAdapun penyebab penyebab osteomielitis ini adalah:a. BakteriMenurut Joyce & Hawks (2005), penyebab osteomyelitis adalah Staphylococcus aureus (70 %-80 %), selain itu juga bisa disebabkan oleh Escherichia coli, Pseudomonas, Klebsiella, Salmonella, dan Proteus.b. Virusc. Jamurd. Mikroorganisme lain (Smeltzer, Suzanne C, 2002).Osteomyelitis juga bisa terjadi melalui 3 cara (Wikipedia, the free encyclopedia, 2000) yaitu:a. Aliran darahInfeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di tempat lain (misalnya tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi). Aliran darah bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang.Pada anak-anak, infeksi biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan. Sedangkan pada orang dewasa biasanya terjadi pada tulang belakang dan panggul. Osteomyelitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma.b. Penyebaran langsungOrganisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, selama pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar yang menembus tulang.c. Infeksi dari jaringan lunak di dekatnyaOsteomyelitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak Infeksi pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang setelah beberapa hari atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya pasokan darah (misalnya ulkus dekubitus yang terinfeksi).Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat. Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani dengan baik. Osteomyelitis kronis akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan, manusia atau penyuntikan intramuskular dapat menyebabkan osteomyelitis eksogen. Osteomyelitis akut biasanya disebabkan oleh bakteri, maupun virus, jamur, dan mikroorganisme lain.Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artritis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, menjalani pembedahan ortopedi, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, juga beresiko mengalami osteomyelitis.

III. KLASIFIKASI OSTEOMIELITIS1) Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu :a. Osteomyelitis primer penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah. b. Osteomyelitis Sekunder terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka, fraktur, dan sebagainya (Mansjoer, 2000).2) Osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas :a. Osteomyelitis akut Nyeri daerah lesi Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka Pembengkakan local Kemerahan Suhu raba hangat Gangguan fungsi Lab: anemia, leukositosis b. Osteomyelitis kronis Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri Gejala-gejala umum tidak ada Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur Lab = LED meningkat

IV. PATOFISIOLOGI Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan stadium 1) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronis (Smeltzer, Suzanne C, 2002).

V. MANIFESTASI KLINIS1) Infeksi dibawa oleh darah Biasanya awitannya mendadak. Sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum).2) Infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang Bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan.3) Infeksi terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.4) Osteomyelitis kronik Ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan darahSel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.2. Pemeriksaan titer antibodi anti staphylococcusPemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.3. Pemeriksaan fesesPemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella.4. Pemeriksaan Biopsi tulang.5. Pemeriksaan ultra soundPemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.6. Pemeriksaan radiologisPemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.

VII. PRINSIP PENATALAKSANAANDaerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran darah.Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Kultur darah, swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu pathogen.Begitu spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap peningkatan semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus-menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diirigasi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Terapi antibiotika dilanjutkan.Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk menjalankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpenghisap untuk mengontrol hematoma dan membuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dangan pemberian irigasi ini.Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan grafit tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flap otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah, perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, yang kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang (Smeltzer, Suzanne C, 2002).

VIII. PENCEGAHANPencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatikan terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat pembedahan dan Selama 24 sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial dan potensial terjadinya osteomielitis (Smeltzer, Suzanne C, 2002).

IX. ASUHAN KEPERAWATAN1. Pengkajian1) Riwayat keperawatanIdentifikasi awitan gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritema, demam atau keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam.Kaji faktor resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera, infeksi dan riwayat bedah ortopedi sebelumnya.Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi.2) Pemeriksaan fisikArea sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah, bengkak, nyeri, maupun eritema.3) Riwayat psikososialPasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu mengkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah.4) Pemeriksaan diagnosticHasil laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI.

2. Diagnosa keperawatanMenurut Smeltzer, Suzanne C, Brendea G. ( 2002 : 2345 ), carpenito (1995 :370), dan DepKes ( 1995:36 ), diagnosa keperawatan yang timbul pada klien dengan osteomielitis adalah :0. Gangguan rasa nyaman nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan0. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri0. Resiko terhadap penyebaran infeksi yang berhubungan dengan pembentukan abses tulang0. Kerusakan kontinuitas jaringan dan kulit berhubungan dengan inflamasi, luka dan ulcerasi.0. Gangguan rasa aman : cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan.

3. Perencanaana. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakanTujuan : Rasa nyaman terpenuhi dan tidak terjadi rasa nyeriKriteria hasil :1. Klien mengatakan nyeri hilang1. Klien menunjukan tindakan yang santai dan beraktivitas/tidur dengan tepat1. Klien tampak tenang dan kooperatif IntervensiRasional

1. Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat.1. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.

1. Dorong menggunakan teknik manajemen stress seperti relaksasi, latihan napas dalam, imajinasi visualisasi.

1. Kaji skala, lokasi dan karakteristik nyeri.1. Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh merubah posisi.

1. Kolaborasi : berikan obat analgetik yang tepat1. Menghilangkan rasa nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang atau tegangan jaringan yang cedera.1. Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan mengurangi nyeri.1. Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang mungkin menetap periode lebih lama1. Mempengaruhi pilihan/ pengawasan keefektifan intervensi.1. Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot.1. Dapat menurunkan nyeri/ spasme otot

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, dan peradanganTujuan : Mempertahankan pergerakan fisikKriteria hasil :1. Klien dapat mempertahankan mobilitas1. Terpeliharanya posisi fungsional1. Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh

IntervensiRasional

1. Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap immobilisasi.

1. Intruksikan pasien untuk gerak aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.

1. Dorong menggunakan latihan isometric mulai dari tungkai yang tidak sakit

1. Lindungi tulang dengan alat imobilisasi dan hindarkan stres pada tulang karena Tulang menjadi lemah akibat proses infeksi1. Klien mungkin dibatasi oleh pandangan diri tentang keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi atau intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan1. Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot,mempertahankan gerak sendi,mencegah kontraktur/atrofi dan reabsorbsi kalsium karena tidak digerakan.1. Kontraksi otot isometric tanpa menekuk sendi atau menggerakan tungkai dan membantu pmempertahankan kekuatan dan masa otot.catatan : kontraindikasi pada perdarahan akut atau edema.1. Mempertahankan posisi fungsional ekstremitas, tangan/kaki dan mencegah komplikasi (contoh: kontraktur)

c. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulangTujuan : setelah dilakukan intervensi luka sembuh dan penyebaran infeksi tidak terjadi infeksiKriteria hasil :1. Proses infeksi dapat terkontrol1. Bebas drainase purulen, eritema dan panasIntervensiRasionalisasi

1. Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam sekali.

1. Berikan cairan dan nutrisi yang adekuat (TKTP)1. Siapkan klien untuk prosedur eksisi dan drainage (Jika diprogramkan).1. Lakukan perawatan luka dengan teknik steril (Bila terdapat ulserasi)

1. Kolaborasi : Lakukan pemeriksaan leukosit

1. Kolaborasi : berikan obat antibiotik sesuai indikasi5. Meningkatnya tanda vital antara lain suhu merupakan indikasi bertambahnya proses inflamasi. 5. Dapat mempercepat penyembuhan.

5. Eksisi dan drainage untuk mengeluarkan abses.5. Perawatan luka dengan teknik steril dapat mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi semakin meluas.5. Adanya peningkatan leukosit merupakan indikasi terjadinya infeksi yang lebih lanjut.5. Antibiotik berfungsi untuk mengobati infeksi dengan cara membunuh kuman yang masuk.

d. Kerusakan kontinuitas jaringan dan kulit berhubungan dengan inflamasi, luka atau ulserasiTujuan : Integritas kulit dan jaringan terpeliharaKriteria hasil :1. Menyatakan ketidaknyamanan hilang1. Menunjukan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi1. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadiIntervensiRasional

1. Kaji luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna, kelabu memutih1. Ganti balutan setiap hari secara steril.1. Berikan diet protein seimbang, vitamin C dan vitamin D

1. Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit yang membutuhkan intervensi medik lebih lanjut.1. Untuk mempercepat penyembuhan dan menghindarkan akumulasi pus.1. Untuk menyakinkan adanya keseimbangan nitrogen dan merangsang penyembuhan.

e. Gangguan rasa aman : cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatanTujuan : Rasa aman terpenuhiKriteria hasil : 1. Ekspresi wajah pasien tampak tenang1. Pasien mengerti tentang kondisi luka dan prosedur tindakan1. Pasien mau mengungkapkan perasaannyaIntervensiRasional

1. Kaji tingkat kecemasan klien

1. Beri penjelasan mengenai kondisi luka dan prosedur yang dilakukan.

1. Tanyakan kembali tentang penjelasan yang telah diberikan.

1. Berikan reinforcement positif apabila klien mau menjelaskan kembali tentang prosedur tindakan dan kondisi lukanya1. Untuk mengetahui apakah klien berada dalam tahap cemas ringan, sedang atau berat1. Dengan penjelasan dapat menambah wawasan klien tentang keadaan luka dan prosedur tindakan.1. Dengan menanyakan kembali akan dapat diketahui apakah klien telah paham atau belum.1. Reinforcement positif dapat memberikan motivasi klien sehingga dapat mengurangi rasa cemas

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGCDoenges, Marilynn E, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Alih Bahasa I Made Kariasa dan Ni Made Sumarwati. Jakarta: EGCHarrison. 1999. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGCMansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media AesculapiusPamela L. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGCPrice, Sylvia Anderson, dkk. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi IV. alih bahasa Peter Anugerah. Jakarta: EGCReeves, Charlene J. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta: Salemba Medika.Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku ajar keperawatan medical-bedah. Jakarta: EGCSmeltzer, C. Suzanne, Bare, G.Brenda. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi VIII Volume 3. alih bahasa Agung Waluyo. Jakarta: EGC

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN OSTEOMYELITISDiajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3

Disusun olehNur Amalia(17320112053)Tingkat 2 A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNGJURUSAN KEPERAWATAN BANDUNGDr. Otten 32