LP Dermatitis
-
Upload
kadek-eddy-kurniawan -
Category
Documents
-
view
78 -
download
3
description
Transcript of LP Dermatitis
LAPORAN PENDAHULUAN
DERMATITIS
Oleh :
Kadek Eddy Kurniawan, S.Kep
C1212020
PROGRAM PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2014
BAB I
KONSEP DASAR PENYAKIT
(TINJAUAN TEORI)
A. ANATOMI FISIOLOGI
Kulit terbagi menjadi 3 lapisan:
1. Epidermis
Epidermis merupakan bagian kulit paling luar. Ketebalan epidermis berbeda-beda
pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimeter misalnya pada
telapak tangan dan telapak kaki, dan yang paling tipis berukuran 0,1 milimeter
terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi dan perut. Sel-sel epidermis
disebut keratinosit. Epidermis melekat erat pada dermis karena secara fungsional
epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma yang
merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis.
Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu :
a. Lapisan tanduk (stratum corneum)
Merupakan lapisan epidermis yang paling atas, dan menutupi semua lapisan
epidermis lebih ke dalam. Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel pipih,
tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan
sangat sedikit mengandung air. Pada telapak tangan dan telapak kaki jumlah
baris keratinosit jauh lebih banyak, karena di bagian ini lapisan tanduk jauh lebih
tebal. Lapisan tanduk ini sebagian besar terdiri atas keratin yaitu sejenis protein
yang tidak larut dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia.
Lapisan ini dikenal dengan lapisan horny, terdiri dari milyaran sel pipih yang
mudah terlepas dan digantikan oleh sel yang baru setiap 4 minggu, karena usia
setiap sel biasanya hanya 28 hari. Pada saat terlepas, kondisi kulit akan terasa
sedikit kasar sampai muncul lapisan baru.
Proses pembaruan lapisan tanduk, terus berlangsung sepanjang hidup,
menjadikan kulit ari memiliki self repairing capacity atau kemampuan
memperbaiki diri. Bertambahnya usia dapat menyebabkan proses keratinisasi
berjalan lebih lambat. Ketika usia mencapai sekitar 60 tahunan, proses
keratinisasi, membutuhkan waktu sekitar 45 - 50 hari, akibatnya lapisan tanduk
yang sudah menjadi lebih kasar, lebih kering, lebih tebal, timbul bercak-bercak
putih karena melanosit lambat bekerja dan penyebaran melanin tidak lagi merata
serta tidak lagi cepat digantikan oleh lapisan tanduk baru. Daya elastisitas kulit
pada lapisan ini sangat kecil, dan lapisan ini sangat efektif untuk mencegah
terjadinya penguapan air dari lapis lapis kulit lebih dalam sehingga mampu
memelihara tonus dan turgor kulit, tetapi lapisan tanduk memiliki daya serap air
yang cukup besar.
b. Lapisan bening (stratum lucidum)
Disebut juga lapisan barrier, terletak tepat di bawah lapisan tanduk, dan
dianggap sebagai penyambung lapisan tanduk dengan lapisan berbutir. Lapisan
bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipis dan bersifat
translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya). Lapisan ini sangat
tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Proses keratinisasi bermula
dari lapisan bening.
c. Lapisan berbutir (stratum granulosum)
Tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang mengandung butir-
butir di dalam protoplasmanya, berbutir kasar dan berinti mengkerut. Lapisan ini
tampak paling jelas pada kulit telapak tangan dan telapak kaki.
d. Lapisan bertaju (stratum spinosum)
Disebut juga lapisan malphigi, terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan
dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-sel
lapisan saling berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi
filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju
normal, tersusun menjadi beberapa baris.
Bentuk sel berkisar antara bulat ke bersudut banyak (polygonal), dan makin ke
arah permukaan kulit makin besar ukurannya. Diantara sel-sel taju terdapat celah
antar sel halus yang berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan
pengantaran butir-butir melanin. Sel-sel di bagian lapis taju yang lebih dalam,
banyak yang berada dalam salah satu tahap mitosis. Kesatuan-kesatuan lapisan
taju mempunyai susunan kimiawi yang khas; inti-inti sel dalam bagian basal lapis
taju mengandung kolesterol dan asam amino.
e. Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)
Merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak
(silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel
torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina basalis
yaitu struktur halus yang membatasi epidermis dengan dermis. Pengaruh lamina
basalis cukup besar terhadap pengaturan metabolisme demo-epidermal dan fungsi-
fungsi vital kulit. Di dalam lapisan ini sel-sel epidermisbertambah banyak melalui
mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan lebih atas, akhirnya menjadi sel
tanduk. Di dalam lapisan benih terdapat pula sel-sel bening (clear cells,
melanoblas atau melanosit) pembuat pigmen melanin kulit.
Tipe-Tipe Sel Epidermis
1) Keratinocytes
Subtansi terbanyak dari sel-sel epidermis, karena keratinocytes selalu
mengelupas pada permukaaan epidermis, maka harus selalu digunakan. Pergantian
dilakukan oleh aktivitas mitosis dari lapisan basal (di malam hari). Selama
perjalanannya ke luar (menuju permukaan. Keratinocyes berdeferensiasi menjadi
keratin filamen dalam sitoplasma. Proses dari basal sampai korneum selama 20-30
hari. Karena proses cytomorhose dari keratinocytes yang bergerak dari basal ke
korneum, lima lapisan dapat diidentifikasi. Yaitu basal, spimosum, granulosum,
losidum dan kornium.
2) Melanocytes
Didapat dari ujung saraf, memproduksi pigment melanin yang memberikan
warna coklat pada kulit. Bentuknya silindris, bulat dan panjang. Mengandung
tirosinase yang dihasilkan oleh REG, kemudian tirosinase tersebut diolah oleh
Aparatus Golgi menjadi oval granules (melanosomes). Ketika asam amino tirosin
berpindah ke dalam melanosomes, melanosomes berubah menjadi melanin. Enzim
tirosinase yang diaktifkan oleh sinar ultra violet.. Kemudian melanin
meninggalkan badan melanicytes dan menuju ke sitoplasma dari sel-sel dalam
lapisan stratum spinosum. Dan pada akhirnya pigmen melanin didegradasi oleh
keratinocytes.
3) Merkel Cells
Banyak terdapat pada daerah kulit yang sedikit rambut (fingertips, oral
mucosa, daerah dasar folikel rambut). Menyebar di lapisan stratum basal yang
banyak mengandung keratinocytes.
4) Langerhans Cells
Disebut juga dendritic cells karena sering bekerja di daerah lapisan stratum
spinosum. Merupakan sel yang mengandung antibodi. Banyaknya 2% – 4 % dari
keseluruhan sel epidermis. Selain itu, juga banyak terdapat di bagian dermis pada
lubang mulut, esophagus, dan vagina. Fungsi dari langerhans cells adalah untuk
responisasi terhadap imun karena mempunyai antibodi.
2. DERMIS ( Korium)
Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan
kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit (Sebacea) atau kelenjar
minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak rambut
(muskulus arektor pili).
Sel-sel umbi rambut yang berada di dasar kandung rambut, terus-menerus
membelah dalam membentuk batang rambut. Kelenjar palit yang menempel di saluran
kandung rambut, menghasilkan minyak yang mencapai permukaan kulit melalui
muara kandung rambut. Kulit jangat sering disebut kulit sebenarnya dan 95 % kulit
jangat membentuk ketebalan kulit. Ketebalan rata-rata kulit jangat diperkirakan antara
1 - 2 mm dan yang paling tipis terdapat di kelopak mata serta yang paling tebal
terdapat di telapak tangan dan telapak kaki. Susunan dasar kulit jangat dibentuk oleh
serat-serat, matriks interfibrilar yang menyerupai selai dan sel-sel.
Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam kulit jangat, memungkinkan
membedakan berbagai rangsangan dari luar. Masing-masing saraf perasa memiliki
fungsi tertentu, seperti saraf dengan fungsi mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan,
panas, dan dingin. Saraf perasa juga memungkinkan segera bereaksi terhadap hal-hal
yang dapat merugikan diri kita. Jika kita mendadak menjadi sangat takut atau sangat
tegang, otot penegak rambut yang menempel di kandung rambut, akan mengerut dan
menjadikan bulu roma atau bulu kuduk berdiri. Kelenjar palit yan menempel di
kandung rambut memproduksi minyak untuk melumasi permukaan kulit dan batang
rambut. Sekresi minyaknya dikeluarkan melalui muara kandung rambut. Kelenjar
keringat menghasilkan cairan keringat yang dikeluarkan ke permukaan kulit melalui
pori-pori kulit.
Pada dasarnya dermis terdiri atas sekumpulan serat-serat elastis yang dapat
membuat kulit berkerut akan kembali ke bentuk semula dan serat protein ini yang
disebut kolagen. Serat-serat kolagen ini disebut juga jaringan penunjang, karena
fungsinya dalam membentuk jaringan-jaringan kulit yang menjaga kekeringan dan
kelenturan kulit.
Berkurangnya protein akan menyebabkan kulit menjadi kurang elastis dan mudah
mengendur hingga timbul kerutan. Faktor lain yang menyebabkan kulit berkerut yaitu
faktor usia atau kekurangan gizi. Perlu diperhatikan bahwa luka yang terjadi di kulit
jangat dapat menimbulkan cacat permanen, hal ini disebabkan kulit jangat tidak
memiliki kemampuan memperbaiki diri sendiri seperti yang dimiliki kulit ari.
Di dalam lapisan kulit jangat terdapat dua macam kelenjar yaitu :
1) Kelenjar keringat (Sudorifera)
Kelenjar keringat terdiri dari fundus (bagian yang melingkar) dan duet yaitu
saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan kulit membentuk pori-pori
keringat. Semua bagian tubuh dilengkapi dengan kelenjar keringat dan lebih
banyak terdapat dipermukaan telapak tangan, telapak kaki, kening dan di bawah
ketiak. Kelenjar keringat mengatur suhu badan dan membantu membuang sisa-
sisa pencernaan dari tubuh. Kegiatannya terutama dirangsang oleh panas, latihan
jasmani, emosi dan obat-obat tertentu.
Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu :
a) Kelenjar keringat ekrin
Kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih, yaitu keringat yang
mengandung 95-97 persen air dan mengandung beberapa mineral, seperti
garam, sodium klorida, granula minyak, glusida dan sampingan dari
metabolism seluler. Kelenjar keringat ini terdapat di seluruh kulit, mulai dari
telapak tangan dan telapak kaki sampai ke kulit kepala. Jumlahnya di seluruh
badan sekitar dua juta dan menghasilkan 14 liter keringat dalam waktu 24 jam
pada orang dewasa.
Bentuk kelenjar keringat ekrin langsing, bergulung-gulung dan salurannya
bermuara langsung pada permukaan kulit yang tidak ada rambutnya.
b) Kelenjar keringat apokrin
Hanya terdapat di daerah ketiak, puting susu, pusar, daerah kelamin dan
daerah sekitar dubur (anogenital) menghasilkan cairan yang agak kental,
berwarna keputih-putihan serta berbau khas pada setiap orang. Sel kelenjar ini
mudah rusak dan sifatnya alkali sehingga dapat menimbulkan bau. Muaranya
berdekatan dengan muara kelenjar sebasea pada saluran folikel rambut.
Kelenjar keringat apokrin jumlahnya tidak terlalu banyak dan hanya sedikit
cairan yang disekresikan dari kelenjar ini. Kelenjar apokrin mulai aktif setelah
usia akil baligh dan aktivitas kelenjar ini dipengaruhi oleh hormon.
2) Kelenjar palit (Sebacea)
Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan dengan
kandung rambut terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke dalam
kandung rambut (folikel). Folikel rambut mengeluarkan lemak yang meminyaki
kulit dan menjaga kelunakan rambut. Kelenjar palit membentuk sebum atau urap
kulit. Terkecuali pada telapak tangan dan telapak kaki, kelenjar palit terdapat di
semua bagian tubuh terutama pada bagian muka.
Pada umumnya, satu batang rambut hanya mempunyai satu kelenjar palit atau
kelenjar sebasea yang bermuara pada saluran folikel rambut. Pada kulit kepala,
kelenjarpalit atau kelenjar sebasea menghasilkan minyak untuk melumasi rambut
dan kulit kepala. Pada kebotakan orang dewasa, ditemukan bahwa
kelenjar palit atau kelenjar sebaseamembesar sedangkan folikel rambut mengecil.
Pada kulit badan termasuk pada bagian wajah, jika produksi minyak dari
kelenjar palit atau kelenjar sebasea berlebihan, maka kulit akan lebih berminyak
sehingga memudahkan timbulnya jerawat.
3. HIPODERMIS / SUBCUTIS.
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe,
saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang dari
pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat. Jaringan ikat bawah
kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ tubuh
bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan.
Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh,
paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia
menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga menurun. Bagian
tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak, lemaknya berkurang sehingga kulit akan
mengendur serta makin kehilangan kontur.
B. DEFINISI
Dermatitis kontak adalah dermatitis karena kontak eksternal yang menimbulkan
fenomena sensitisasi (alergik) atau toksik (iritan).
Dermatitis merupakan epiderma-dermatitis dengan gejala subjektif pruritus, obyek
tampak inflamasi eritema, vesikulasi, eksudasi dan pembentukan sisik. (Mansjoer, 2000)
Dermatitis kontak sering terjadi pada tempat tertentu dimana alergen mengadakan
kontak dengan kulit. (Sylvia Anderson, 1991)
Dermatitis kontak adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang disertai dengan
adanya spongiosis/edeme interseluler pada epidermis karena kulit berinteraksi dengan
bahan – bahan kimia yang berkontak atau terpajan kulit .Bahan- bahan tersebut dapat
bersifat toksik ataupun alergik. (Mawarli, 2006)
C. ETIOLOGI
Dermatitis kontak bisa ditimbulkan oleh bahan-bahan irritan primer atau penyebab
alergic primary irritant contact dermatitis merupakan reaksi non alergik dari pada kulit
yang disebabkan karena terkena irritantia. Zat diterjen ( seperti lisol ) desinfektan dan zat
warna ( untuk pakaian, sepatu dan lain – lain ) dapat mengakibatkan dermatitis.
a) Irritantia ringan, relatif atau marginal, memebutuhkan kontak berulang-ulang dan atau
kontak yang lama untuk menimbulkan peradangan atau termasuk di sini adalah sabun,
deterjen dan kebanyakan jenis bahan pelarut.Dermatitis pekerjaan tampak pula
fisura ,skuama,dan paronikima sebagai akibat iritasi kronik.dermatitis juga dapat
terdapat pada rumah tangga yang terjadi karena insektisida dan pelbagai salep yang di
jual secara bebas yang mengandung sulfonamid,penisilin,merkuri,atau sulfur.
b) Irritantia keras atau absolut merupakan zat-zat perusak yang keras sehingga akan
melukai kulit dengan seketika jika mengenainya (asam kuat dan basa kuat).
PENYEBAB YANG BAKU DARI DERMATITIS KONTAK
PADA BERBAGAI BAGIAN TUBUH
Bagian Tubuh Penyebab
Muka Kosmetik, hairspray, semir rambut.
Cuping telinga Nikel, perhiasan imitasi
Kelopak mataKosmetik, transfer oleh tangan,
tangkai kaca mata
Bagian Tubuh Penyebab
Hidung, bibir dan
sekitarnyaPasta gigi, lipstick
Leher Parfum, pakaian (bahan wool)
Aksila Deodoran, pakaian, parfum
Dada Bahan kuningan
Lengan dan kaki Deterjen, bahan pembersih, sepatu
Tangan Sarung tangan, deterjen
D. PREDISPOSISI
Penyakit dermatitis ini biasanya dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, yang antara
lain:
1. Obat-obatan : obat kumur, balsem dan salep yang mengandung sulfanamid, penisilin,
insektisida, neomisin, benzokain dan etilendiamin.
2. Karet atau nilon : sandal karet, kaos kaki nilon, pakaian nilon.
3. Kunyit, kapur sirih, merkuri dan sulfur.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dari dermatitis kontak adalah:
a) Fase akut : merah,edema,papula,vesikula,berair,kusta, dan gatal
b) Fase kronik : kulit tebal/likenifikasi,kulit pecah – pecah skuama, kulit kering, dan
hiperpigmentasi.
c) Gejala subyektif : Iritan primer akan menyebabkan kulit terasa kaku, rasa tidak
enak karena kering, gatal-gatal sebab peradangan dan rasa sakit karena fisura,
vesikula, ulcus.
d) Gejala obyektif : - Erythema
- Mikrovesikulasi dan keluarnya
- Kulit menebal, kering, retak
- Pengelupasan kulit
- Vesikulasi, erosi,ulcus, fisura
- Edema muka dan tangan
- Ruam-ruam dan lesi
F. KLASIFIKASI
Dermatitis kontak ditimbulkan oleh fenomena alergik atau toksik.
1. Dermatitis kontak dapat berupa:
a. Tipe dermatitis kontak alergi, merupakan manifestasi “Delayed Hypersesitivity”;
hipersensitifitas yang tertunda dan merupakan terkena oleh alergen kontak pada
orang yang sensitif.
b. Tipe dermatitis kontak iritan, terjadi karena irritant primer dimana reaksi non
alergik terjadi akibat pejanan terhadap substansi iritatif.
2. Perbedaan dermatitis kontak iritan dan alergi:
Faktor Dermatitis Kontak Iritan Dermatitis Kontak Alergi
Penyebab Iritan primer Alergen kontak sensitizer
Permulaan Pada kontak pertama Pada kontak ulang
Penderita Semua orang Orang yang alergik
Lesi Batas lebih jelas, eritema Batas tidak begitu jelas,
eritema
Faktor Dermatitis Kontak Iritan Dermatitis Kontak Alergi
sangat jelas kurang jelas
Uji tempel Sesudah ditempel 24 jam
bila iritan diangkat, reaksi
akan segera
Bila sesudah 24 jam bahan
alergen diangkat, reaksi
menetap/meluas berhenti
Contoh Sabun, deterjen Pemakaian terlalu lama, jam,
sandal jepang, kalung imitasi
G. PATOFISIOLOGI
Dermatitis Kontak termasuk reaksi hipersensitivitas tipe IV, yaitu reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. Patogenesisnya melalui dua fase:
1. Fase Induksi (sensitisasi)
a. Saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit mengenal dan memberi
respons, perlu waktu 2-3 minggu.
b. Hapten (protein tidak lengkap) berpenetrasi ke dalam tubuh dan berikatan dengan
protein karier membentuk ,antigen yang lengkap. Antigen ditangkap dan diproses
oleh macrofag dan sel langerhans kemudian memicu reaksi limfosit T yang belum
tersensitisasi di kulit, sehingga terjadi sensitisasi limfosit T melalui saluran limfe.
2. Fase Eksitasi
Yaitu saat terjadinya kontak ulang dengan hapten yang sama atau serupa. Sel
efektor yang telah tersensitisasi mengeluarkan limfokin yang mampu menarik
berbagai sel radang sehingga timbul gejala klinis.
H. Pathway
(terlampir)
I. Penatalaksanaan
Proteksi terhadap zat penyebab dan menghindarkan kontaktan merupakan tindakan
penting. Anti-hisatamin tidak diindikasikan pada stadium permulaan, sebab tidak ada
pembebasan hisatamin. Pada stadium berikutnya terjadi pembebasan histamin secara
pasif. Kortikosteroid diberikan bila penyakit berat, misalnya prednison 20 mg/hari. Terapi
topikal diberikan sesuai petunjuk umum
“Dasar penyakit dermatitis adalah mencari etiologi dan menyingkirkan penyebabnya.”
Pada dermatitis akut
Dilihat adanya oedema, erasia, eksudasi, pustula, erythema.
1) Kompres
Cara kompres : - Rendam kain putih halus ke air
- Letakkan di lesi, 10-20 menit
- Ganti dengan kain dan air yang bersih
Perhatian : - Pakai 2/3 obat lokal, ketahui seluk beluk obat
- Pada daerah tropis perlu dipertimbangkan faktor penguapan. Sol
Boric Acid 3 % bila dibalutkan pada lesi maka konsentrasinya
menjadi 20-50 % sehingga melekat pada lesi dan terdapat kristal
Boric (BAHAYA).
2) Antibiotik
Biasanya infeksi sekunder disebabkan oleh Gram positif.
Diobati dengan penicillin/ampicillin untuk penderita yang tidak alergi, buctrim,
supristol, septrin (efek aplasticanemia).
3) Antihistamin
4) Obat- obat topical
Karena kulit mudah diakses maka mudah pula diobati maka obat obat topical
dapat sering digunakan,beberapa obat dengan konsentrasi yang tinggi dapat dioleskan
langsung pada kulit yang sakit dengan sedikit absorbsi sistemik sehingga efek
samping sistemiknya juga sedikit.adapun obat topikalnya antara lian:
a. Lotion
Lotion memeiliki dua tipe : suspensi yang terdiri atas serbuk dan dalam air yang
perlu di kocok sebelum di gunakan ,dan larutan jernih yang mengandung unsur
- unsur aktif yang bisa di larutkan seluruhnya .
b. Bedak
Bedak biasanya memiliki bahan dasar talk,zinkoksida,bentonit atau pati jagung
dan ditaburkan pada kulit dengan alat pengocok atau spons katun.Meski kerja
medisnya singkat ,bedak merupakan preparat higroskopis yang menyerap serta
menahan kelembaban kulit dan seprei.
c. Krim
Krim dapat berupa suspensi minyak - dalam – air atau emulsi air- dalam- minyak
dengan unsur-unsur untuk mencegah bakteri ataupun jamur (Mackie,1991).
d. Jel
Jel merupakan emulsi semisolid yang menjadi cair ketila dioleskan pada
kulit,bentuk preparat topikal ini secara kosmetik dapat diterima oleh pasien
karena tidak terlihat setelah dioleskan dan juga tidak terasa berminyak serta
tidak meninggalkan noda.
e. Pasta
Pasta merupakan campuran bedak dengan salep dan digunakan pada keadaan
inflamasi,pasta melekat pada kulit tetapi sulit dihilangkan tanpa menggunakan
minyak seperti minyak zaitun atau minyak mineral.
f. Salep
Salep bersifat menahan kehilangan air dan melumasi serta melindungi kulit,
bentuk preparat topikal ini lebih disukai untuk kelainan kulit yang kronis atau
terlokalisasi.
g. Preparat spray dan aerosol
Dapat di gunakan untuk lesi yang luas,bentuk ini akan mengisat ketika mengenai
kulit sehinga harus digunakan dengan sering.
h. Korrtikosteroid
Banyak dipakai dalam pengobatan kelainan dermatologik untuk memberikan efek
anti inflamasi,anti priritus dan vasokontriksi(Litt,1993).
BAB II
KONSEP TUMBUH KEMBANG & HOSPITALISASI
A. Konsep Pertumbuhan Usia
Tumbuh adalah proses bertambahnya ukuran/dimensi akibat penambahan jumlah atau
ukuran sel dan jaringan interseluler, (Wong. 2003),
Jenis Tumbuh Kembang :
1. Tumbuh kembang fisis meliputi perubahan dalam bentuk besar dan fungsi organisme
individu.
2. Tumbuh kembang intelektual berkaitan dengan kepandaian berkomunikasi dan
kemampuan menangani materi yang bersifat abstrak dan simbolik seperti
berbicara,bermain,berhitung dan membaca.
3. Tumbuh kembang social emosional bergantung kemampuan bayi untuk membentuk
ikatan batin,berkasih saying,menangani kegelisahan akibat suatu frustasi dan
mengelola rangsangan agresif (Wong 2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang :
1. Faktor Genetik
2. Faktor herediter konstitusional
3. Faktor lingkungan
B. Konsep Perkembangan Usia
Kembang/perkembangan adalah proses pematangan/maturasi fungsi organ tubuh
termasuk berkembangnya kemampuan mental intelegensia serta perlakuan anak.
Menurut Whaley dan Wong (2003), dalam bukunya Supartini (2004) mengemukakan
bahwa perkembangan menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari
tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses
maturasi dan pembelajaran. Perkembangan berhubungan dengan perubahan secara
kualitas, diantaranya terjadi peningkatan kapasitas individu untuk berfungsi yang dicapai
melalui proses pertumbuhan, pematangan dan pembelajaran.
Menurut Nursalam (2004), perkembangan merupakan hasil interaksi antara
kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, sehingga
perkembangan ini berperan penting dalam kehidupan manusia.
Marlow (1988) dalam Supartini (2004) mendefinisikan perkembangan sebagai
peningkatan ketrampilan dan kapasitas anak untuk berfungsi secara bertahap dan terus
menerus.
Dari pengertian diatas dapat disimpulakan bahwa perkembangan adalah suatu proses
yang terjadi secara simultan dengan pertumbuhan yang menghasilkan kualitas individu
untuk berfungsi, yang dihasilkan melalui proses pematangan dan proses belajar dari
lingkungannya.
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan atau keahlian dalam struktur dan
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai
hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses di ferensiasi dari sel-sel
tubuh, jaringan tubuh organ-organ dan system organ yang berkembang sedemikian rupa
sehingga msing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi,
intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan (Wong DL, 2003).
Teori Perkembangan Menurut Sigmund Freud :
1. Fase Oral : 0 – 1 tahun
Keuntungan : Kepuasaan/kebahagian terletak pada mulut
Mengisap,menelan,memainkan bibir,makan,kenyang dan tidur.
Kerugian : menggigit,mengeluarkan air liur,marah,menangis jika tidak terpenuhi.
2. Fase Anal : 1 – 3 tahun
Keuntungan : belajar mengontrol pengeluran BAB dan BAK,senang melakukan
sendiri
Kerugian : jika tidak dapat melakukan dengan baik.
3. Fase Phalic : 3 – 6 tahun
a. Dekat dengan orang tua lawan jenis
b. Bersaing dengan orang tua sejenis
4. Fase latent : 6 – 12 tahun
a. Orientasi social keluar rumah
b. Pertumbuhan intelektual dan sosial
c. Banyak teman dan punya group
d. Impuls agresivitas lebih terkontrol
5. Fase genital
a. Pemustan seksual pada genital
b. Penentuan identitas
c. Belajar tidak tergantung pada orang tua
d. Bertanggung jawab pada diri sendiri
e. Intim dengan lawan jenis.
Keuntungan : bergroup, Kerugian : konflik diri,ambivalen (Nursalam, 2004)
C. Konsep Hospitalisasi Usia
1. Hospitalisasi pada Anak
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di
rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan
lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor
stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2003).
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan
perawatan. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan masalah besar
dan menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini, 2004). Hospitalisasi juga
dapat diartikan adanya beberapa perubahan psikis yang dapat menjadi sebab anak
dirawat di rumah sakit (Nursalam, 2004).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi adalah
suatu proses karena alasan berencana maupun darurat yang mengharuskan anak
dirawat atau tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang dapat
menyebabkan beberapa perubahan psikis pada anak. Perubahan psikis terjadi
dikarenakan adanya suatu tekanan atau krisis pada anak. Jika seorang anak di rawat di
rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis yang disebabkan anak
mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun
lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari. Selain itu, anak mempunyai sejumlah
keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-
kejadian yang sifatnya menekan (Nursalam, 2004).
a. Stressor pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada
anak (Nursalam, 2005). Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak
tersebut akan mudah mengalami krisis karena anak mengalami stres akibat
perubahan yang dialaminya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan status
kesehatan anak, perubahan lingkungan, maupun perubahan kebiasaan sehari-hari.
Selain itu anak juga mempunyai keterbatasan dalam mekanisme koping untuk
mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan.
Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat di rumah sakit
dapat berupa perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun spiritual
Perubahan lingkungan fisik ruangan seperti fasilitas tempat tidur yang sempit
dan kuang nyaman, tingkat kebersihan kurang, dan pencahayaan yang terlalu
terang atau terlalu redup. Selain itu suara yang gaduh dapat membuat anak merasa
terganggu atau bahkan menjadi ketakutan. Keadaan dan warna dinding maupun
tirai dapat membuat anak marasa kurang nyaman (Nursalam, 2004).
Beberapa perubahan lingkungan fisik selama dirawat di rumah sakit dapat
membuat anak merasa asing. Hal tersebut akan menjadikan anak merasa tidak
aman dan tidak nyaman. Ditambah lagi, anak mengalami perubahan fisiologis
yang tampak melalui tanda dan gejala yang dialaminya saat sakit. Adanya
perlukaan dan rasa nyeri membuat anak terganggu. Reaksi anak usia prasekolah
terhadap rasa nyeri sama seperti sewaktu masih bayi. Anak akan bereaksi terhadap
nyeri dengan menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit
bibir, membuka mata dengan lebar, atau melakukan tindakan agresif seperti
menendang dan memukul. Namun, pada akhir periode balita anak biasanya sudah
mampu mengkomunikasikan rasa nyeri yang mereka alami dan menunjukkan
lokasi nyeri (Nursalam, 2004).
Selain perubahan pada lingkungan fisik, stressor pada anak yang dirawat di
rumas sakit dapat berupa perubahan lingkungan psiko-sosial. Sebagai akibatnya,
anak akan merasakan tekanan dan mengalami kecemasan, baik kecemasan yang
bersifat ringan, sedang, hingga kecemasan yang bersifat berat. Pada saat anak
menjalani masa perawatan, anak harus berpisah dari lingkungannya yang lama
serta orang-orang yang terdekat dengannya. Anak biasanya memiliki hubungan
yang sangat dekat dengan ibunya, akibatnya perpisahan dengan ibu akan
meninggalkan rasa kehilangan pada anak akan orang yang terdekat bagi dirinya
dan akan lingkungan yang dikenalnya, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan
perasaan tidak aman dan rasa cemas (Nursalam, 2004).
b) Hospitalisasi pada Anak Usia Prasekolah
Anak usia prasekoolah adalah anak yang berusia antara 3 sampai 6 tahun
(Supartini, 2004). Menurut Sacharin (1996), anak usia prasekolah sebagian besar
sudah dapat mengerti dan mampu mengerti bahasa yang sedemikian kompleks.
Selain itu, kelompok umur ini juga mempunyai kebutuhan khusus, misalnya,
menyempurnakan banyak keterampilan yang telah diperolehnya. Pada usia ini,
anak membutuhkan lingkungan yang nyaman untuk proses tumbuh kembangnya.
Biasanya anak mempunyai lingkungan bermain dan teman sepermainan yang
menyenangkan. Anak belum mampu membangun suatu gambaran mental
terhadap pengalaman kehidupan sebelumnya sehingga dengan demikian harus
menciptakan pengalamannya sendiri (Suparini, 2004).
Bagi anak usia prasekolah, sakit adalah sesuatu yang menakutkan. Selain itu,
perawatan di rumah sakit dapat menimbulkan cemas karena anak merasa
kehilangan lingkungan yang dirasakanya aman, penuh kasih sayang, dan
menyenangkan. Anak juga harus meninggalkan lingkungan rumah yang
dikenalnya, permainan, dan teman sepermainannya (Supartini, 2004). Beberapa
hal tersebut membuat anak menjadi stres atau tertekan. Sebagai akibatnya, anak
merasa gugup dan tidak tenang, bahkan pada saat menjelang tidur.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
A. PENGKAJIAN
Kulit merupakan bagian tubuh yang paling terlihat, bila terjadi cedera akut dari
dermatitis kontak eksim pasien sulit untuk mengabaikan atau menyembunyikanya dari
orang lain.Sangat penting untuk mengetahui faktor penyebabnya agar dapat mencegah
kontak ulang atau terhadap perubahan data yang harus dikumpulkan sejak awal adalah:
1. Pengetahuan tentang faktor penyebab dan metode kontak.
2. Kemungkinan bisa kontak dengan menimbulkan iritasi di rumah, tempat
pekerjaan/pada waktu kegiatan rekreasi.
3. Bagaimana kelainan kulit yang timbul dimulai.
4. Riwayat tentang infeksi yang berulang, kemungkinan kurangnya respon imunitas.
5. Respon obat baru, terutama penicillin/sulfanilamide.
6. Peningkatan stress yang dicatat pasien.
7. Faktor-faktor yang membuat lebih parah (resep dokter/pengobatan pribadi).
8. Luasnya pruritis dan faktor yang membuat lebih parah.
9. Lesi diperiksa setiap hari untuk diketahui apakah pasien masih suka menggaruk lesi,
periksa apakah terdapat perubahan atau ada infeksi.
B. DIAGNOSA
1. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi
barier kulit.
2. Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan adanya lesi kulit.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya pruritus.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah tanggap informasi.
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya lesi pada kulit.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perbahan fungsi
barier kulit.
Intervensi:
a. Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan maserasi ( hidrasi stratum
korneum yang berlebihan ) ketika memasang kompres basah.
b. Hilangkan kelembaban dari kulit dengan menutulkan untuk menghisap dan
menghindari friksi.
c. Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya cedera termal akibat penggunaan
kompres hangat dengan suhu yang terlau tinggi dan akibat cedera panas yang
tidak terasa ( bantalan pemanas, radiator )
d. Nasehati pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
Rasional:
a. Maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan pecahnya kulit dan perluasan
kelainan primer.
b. Friksi dan maserasi memainkan peranan yang penting dalam proses terjadinya
sebagian penyakit kulit.
c. Penderita Dermatitis dapat mengalami penurunan sensitifitas terhadap panas.
d. Banyaknya masalah kosmetika pada hakekatnya semua kelainan malignitas kulit
dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik.
2. Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan adanya lesi kulit.
Intervensi:
Periksa daerah yang terlibat
a. Upayakan untuk menemukan penyebab gangguan rasa nyaman.
b. Mencatat hasil-hasil observasi secara rinci dengan memakai terminologi
deskriptif
c. Mengantisipasi reaksi alergi yang mungkin terjadi , mendapatkan riwayat
pemakaian obat.
Kendalikan faktor – faktor iritan.
a. Pertahankan kelembaban kira-kira 60%;gunakan alat pelembab
b. Pertahankan lingkungan dingin
c. Gunakan sabun ringan atau sabun yang dibuat untuk kulit sensitif.
d. lepaskan kelebihan pakaian atau peralatan di tempat tidur.
e. Cuci linen tempat tidur dan pakaian dengan sabun ringan .
f. Hentikan pemajanan berulang terhadap deterjen, pembersih, dan pelarut.
Menggunakan tindakan perawatan kulit untuk mempertahankan integritas kulit
dan meningkatkan kenyamanan pasien.
a. Melaksanakan kompresi penyejuk dengan air suam – suam kuku, atau
kompres dingin guna meredakan rasa gatal.
b. Mengatasi kekeringan sebagaimana di preskripsikan .
c. Mengoleskan losion dan krim kulit segera setelah mandi.
d. Menjaga agar kuku selau terpangkas.
e. Menggunakan terapi tropikal seperti yang preskiripsikan.
f. Membantu pasien menerima terapi yang lama, yang diperlukan pada beberapa
kelainan kulit.
g. Menasehati pasien untuk menghindari pemakaian salep atau losion yang di
beli tanpa resep dokter
Rasional:
a. Pemahaman tentang luas dan karakteristik kulit meliputi bantuan dalam
menyusun rencana interfensi
1) Membantu menidentifikasi tindakan yang tepat untk memberikan
kenyamanan.
2) Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan untuk diagnosa dan
pengobatan. Banyak kondisi kulit tampak serupa tetapi memepunyai etiologi
yang berbeda, respon inflamasi kutan mungjin mati pada pasien lansia.
3) Ruang menyeluruh terutama dengan awitan yang mendadak dapat
menunjukan reaksi alergi terhadap obat.
b. Rasa gatal diperburuk oleh panas, kimia dan fisik.
1) Dengan kelembaban yang rendah, kulit akan kehilangan air.
2) Kesejukan mengurangi gatal.
3) Upaya ini mencakup tidak adanya larutan diterjen, zat pewarna atau bahan
pengeras.
4) Meningkatkan lingkungan yang sejuk.
5) Sabun yang keras dapat menimbulkan iritasi kulit.
6) Setiap substansi yang menghilangkan air, lipid atau protein dari epidermis
akan mengubah fungsi barier kulit.
c. Kulit merupakan barier yang penting yang harus dipertahankan keutuhanya agar
berfungsi dengan benar.
a) Pengisatan air yang bertahap dari kasa kompres akan menyejukan kulit dan
meredakan pruritus.
b) Kulit yang kering dpat menimbulkan daerah dermatitis dengan gejala
kemerahan, gatal, deskuamasi dan pada bentuk yang lebih berat,
pembengkakan, pembentukan lepuh, keretakan dan eksudat.
c) Hidrasi yang efektif pada stratum korneum mencegah gangguan lapisan
barier pada kulit.
d) Pemotongan kuku akan mengurangi kerusakan kulit karena garukan.
e) Tindakan ini membantu meredakan gejala.
f) Tindakan koping biasanya akan meningkatkan kenyamanan.
g) Masalah pasien dapat disebabkan oleh iritasi atau sensitisasi pengobatan
sendiri.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya pruritus.
Intervensi:
Cegah dan obati kulit yang kering.
a. Menasehati pasien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki fentilasi
dan kelembaban yang baik.
b. Menjaga agar kulit selalu lembab.
c. Mandi hanya diperlukan jika kulit sangat kering.
d. Jangan gunakan sabun atau gunakan sabun yang lembut oleskan losion segera
sesudah mandi sementara kulit masih lembab.
Nasehati pasien untuk melakukan hal berikut yang dapat membantu meningkatkan
tidur
a. Menjaga jadwal tidur yang teratur pergi tidur pada saat yang sama dan bangun
pada sat yang sama.
b. Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur dimalam
hari.
c. Melaksanakan gerak badan secara teratur.
d. Mengerjakan hal – hal yang rirual dan rutin menjelang tidur.
Rasional:
1. Pruritus nokturnal mengganggu tidur yang normal.
a. Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman
meningkatkan relaksasi.
b. Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya
tidak dapat disembuhkan, tapi bisa di kendalikan.
c. Semua tindakan ini kan memelihara kelembaban kulit.
2. Dengan kelembaban yang rendah kulit akan kehilangan air.
a. Kafein memiliki efek puncak 2 – 4 jam sesduah di konsumsi.
b. Gerak badan memberikan efek yang menguntungkan untuk tidur jika
dilaksanakan pada sore hari.
c. Tindakan ini memudahkan peralihan dari keadaan terja menjadi tertidur.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
Intervensi:
a. Kaji adanya gangguan pada citra diri pasien ( Menghindari kontak mata,
merendahkan diri sendiri,Ekspresi muak terhadap kondisi kulitnya ).
b. Identiffikaasi stadium psikososial tahap perkembangan.
c. Berikan kesempatan untuk pengungkapan, dengarkan,( dengan cara yang terbuka,
tidak menghkimi ). Untuk mengekspresikan berduka/ ansietas tentang perubahan
citra tubuh
d. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan pasien, bantu pasien yang cemas dalam
mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali serta mengatasi
masalah.
e. Mendukung upaya pasien untuk memperbaiki citra diri ( turut berpartisippasi
dalam penanganan kulitnya, merias atau merapikan diri )
f. Membantu pasien ke arah penerimaan diri.
g. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
h. Memberikan nasehat kepada pasien mengenai cara – cara perawatan kosmetik
untuk menyembunyikan kondisi kulit yang abnormal.
Rasional:
a. Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit atau keadaan yang nyata bagi
pasien. Kesan seseorang terhadap dirinya sendiri akan berpengaruh pada konsep
diri.
b. Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta
pemahaman pasien terhadap kondisi kulitnya.
c. Pasien membutuhkan pengalaman, didengarkan dan dipahami.
d. Tindakan ini memeberikan kesempatan kepada petugas kesehatan untuk
menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi.
Ketakutan merupakan unsur yang merusak adaptasi pasien .
e. (Untuk nomor 5 s/d 8). Pnedekatan dan sasaran yang positif tentang tekhnik –
tekhnik kosmetik seringkali membantu dalam meningkatkan penerimaan diri dan
sosialisasi.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah tanggap informasi.
Intervensi:
a. Tentukan apakah pasien mengetahui ( memahami dan salah mengerti ) tentang
kondisi dirinya.
b. Jaga agar pasien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan
konsepsi / informasi.
c. Peragakan penerapan terapi yang di programkan ( kompres basah; terapi topikal )
d. Berikan nasehat pada pasien untuk menjaga agar kulit tetap lembab dan fleksibel
dengan tindakan hidrasi dan pengolesan krim serta losion kulit.
e. Dorong pasien utnuk mendapatkan status nutrisi yang sehat.
Rasional:
a. Memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan.
b. Pasien harus memiliki perasaan bahwa ada yang harus diperbuat, kebanyakan
pasien merasakan manfaat yang lebih.
c. Memungkinkan pasien untuk memperoleh kesempatan untuk menunjukan cara
yang tepat untuk melakukan terapi.
d. Stratum korneum memerlukan air agar fleksibilitas kulit tetap terjaga. Pengolesan
krim atau losion untuk melembabkan kulit akan mencegah agar kulit tidak
menjadi kering, kasar, retak dan bersisik.
e. Penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang. Perubahan pada
kulit akan menandakan status nutrisi yang ab normal.
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya lesi pada kulit.
Intervensi:
a. Memiliki indeks kecurigaan yang tinggi terhadap suatu infeksi pada pasien yag
sistem kekebalanya ter ganggu.
b. berikan petunjuk yang jelas dan rinci kepada pasien mengenai program terapi.
c. Laksanankan pemakaian kompres basah seperti yang diprogramkan untuk
mengurangi intensitas inflamasi
d. Sediakan terapi rendaman separti yang diprogramkan .
e. Berikan preparat anibiotik yang diresepkan dokter.
f. Gunakan obat-obat topikal yang mengandug kortikosteroid seperti yang
diresepkan dokter dan menurut indikasinya
1) Observasi lesie secara periodik untuk peribahan respon terhadap terapi.
2) Instruksikan pasien tentang kemungkinan efek samping penggunaan jangka
panjang kortikosteroid, topikal, difluorinasi.
g. Nasihati pasien untuk menghentukan pemakaian obat kulit yang yang
memperburuk masalah.
Rasional:
a. Setiap keadaan yang mengganggu status imune akan memperbesar resiko
terjadinya infeksi kulit.
b. Pendidikan pasien yang efektif bergantung kepada ketrampilan, keterampilan
interpresonal, profesional kesehatan dan pada pemberian instruksi yang jelas yang
diperkuat instruksi tertulis.
c. Kompres basah akan menghasilkan pendinginan lewat pengisatan yang
menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah kulit dan dengan demikian
mengurangi eritema serta produksi serum. Kompres basah akan membantu
tindakan debridemen fesikel serta krusta dan mengendalikan proses inflamasi.
d. Melepaskan eksudat dan krusta.
e. Membunuh atau mencegah pertumbuhan mikrorganisme penyebab infeksi.
f. Kortikosteroid memiliki kerja anti inflamasi yang menjelaskan sebagian
kemampuanya untuk menimbuklan vasokontriksi pada pembuluh - pembuluh
kecil dalam dermis lapisan atas. Pemakaian kortikosterod topikal yang ekstensif
dalam waktu yang lama dapat menimbulkan efek anti proliferatif pada sel – sel
epidermis ( kerontokan rambut pada daerah yang dioleskan ).
g. Dermatitis kontak atau reaksi alergi dapat terjadi setiap unsur yang ada dalam obat
tersebut.
D. IMPLEMENTASI
Tindakan keperawatan/ implementasi dilaksanakan sesuai rencana keperawatan yang
telah dibuat.
E. EVALUASI
Setelah dilakukan tindakan hasil yang di harapkan adalah sebagai berikut:
1. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perbahan fungsi
barier kulit.
a. Memepertahankan integritas kulit.
b. Tidak adanya maserasi.
c. Tidak ada tanda – tanda cedara termal.
d. Tidak ada infeksi.
e. Memberikan obat topikal yang diprogramkan.
f. Menggunakan obat yang dirersepkan sesuai jadwal.
2. Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan adanya lesi kulit.
a. Mencapai peredaran gangguan rasa.
b. Mengutarakan dengan kata – kata bahwa gatal telah reda.
c. Memeperlihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan.
d. Mematuhi terapi yang diprogramkan.
e. Pertahankan keadekuatan hidrasi dan lubrikasi kulit.
f. Menunjukan kulit utuh; kulit menunjukan kemajuan dalam penampilan yang
sehat.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya pruritus.
a. Mencapai tidur yang nyenyak.
b. Melaporkan peredaran rasa gatal.
c. Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
d. Menghindari konsumsi kafein pada sore hari dan menjelang tidur malam hari.
e. Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
f. Mengalami pola tidur / istirahat yang memuaskan.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
a. Mengembangkan peningkatan kemampuan untuk menerima diri sendiri.
b. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan mandiri.
c. Melaporkan perasaan dalam mengendalikan situasi.
d. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri
e. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang sehat.
f. Tampak tidak begitu memperhatikan kondisi.
g. Menggunakan tekhnik menyembunyikan kekurangan dan menekankan teknik
untuk meningkatkan penampilan.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah tanggap informasi.
a. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
b. Mengikuti terapi seperti yang diprogramkan dan dapat mengungkapkan rasional
tindakan yang dilakukan.
c. Menjalankan mandi, pencucian, barutan basah sesuai yang diprogramkan.
d. Gunakan obat tropikal dengan tepat.
e. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya lesi pada kulit.
a. Tetap bebas dari infeksi.
b. Mengungkapkan tindakan perawatan kulit yang meningkatkan kebersihan dan
mencegah kerusakan.
c. Mengidentifikasikan tanda dan gejala infeksi untuk dilaporkan.
d. Mengidentifikasi efek merugikan dari obat yang harus dilaporkan ke petugas
perawatan kesehatan.
e. Berpartisipasi dalam tindakan perawatan kulit ( misalnya mandi, dan penggantian
balut ).
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Jakarta, EGC.
Corwin, Elizabeth J, 2000. Anak Demam Perlu Kompres. www. Pediatrik. Com/knal.php
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, ed 2. Jakarta: EGC.
Nursalam. 2004. Asuhan Keperawatan Bayi & Anak. Jakarta : Salemba Medika
Setiadi. 2007.Anatomi dan Fisiologi Manusia.Yogyakarta: Graha Ilmu
Smeltzer, suzannec. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,
ed.8, vol.1. Jakarta: EGC.
Supartini , 2004. Pengkajian Pediatrik. Ed. 2. Jakarta, EGC
Wong DL, 2003. Nursing Care Of Infant and Children Fifth Edition,Mosby Year
Book,Philadelpia USA.