LP aneurisma.doc

27
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN ADULT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM (ARDS) DI RUANG PERIN RSUD dr. SOEBANDI KABUPATEN JEMBER disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan Maternitas Anak oleh: M. Nurhamzah Fahiqi, S. Kep. NIM 112311101062

Transcript of LP aneurisma.doc

Page 1: LP aneurisma.doc

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN ADULT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM (ARDS)

DI RUANG PERIN RSUD dr. SOEBANDI KABUPATEN JEMBER

disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi NersStase Keperawatan Maternitas Anak

oleh:M. Nurhamzah Fahiqi, S. Kep.

NIM 112311101062

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER2016

Page 2: LP aneurisma.doc

1. Kasus (Masalah Utama) (Diagnosa Medis)

Adult Respiratory Distress Syndrom (ARDS)

2. Proses Terjadimya Masalah (Pengertian, Penyebab, Patofisiologi,

Manifestasi Klinis, Komplikasi)

A. Pengertian

Sindrom gangguan pernapasan akut (Acute respiratory distress

syndrome - ARDS) merupakan manifestasi cedera akut paru-paru,

biasanya akibat sepsis, trauma, dan infeksi paru berat. Secara klinis, hal

ini ditandai dengan dyspnea, hipoksemia, fungsi paru-paru yang

menurun, dan infiltrat difus bilateral pada radiografi dada Gawat nafas

dan hipoksemia akut terjadi dalam 72 jam setelah masalah tersebut

terjadi pada anak yang terjadi pada anak sehat (Thilo & Rosenbreg,

2011).

Sindrom distres respiratorik akut merupakan bentuk edema

pulmoner yang menyebabkan gagal respiratorik akut dan disebabkan

oleh meningkatnya permeabilitas membran alveolokapiler. Cairan

terakumulasi dalam interstisium paru-paru dan ruang alveolar. ARDS

parah bisa menyebabkan hipoksemia yang sulit disembuhkan dan fatal,

tetapi pasien yang sembuh mungkin hanya mengalami sedikit kerusakan

paru-paru atau tidak sama sekali (Farid, 2006).

Page 3: LP aneurisma.doc

B. Etiologi

ARDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena

kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak

kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula

kemungkinan terjadi ARDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi

surfaktan pada ARDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal

diabetes, seksual sesaria.. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang

matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap

berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana

surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru

kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya

muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.

ARDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur.

Sindrom ini dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru,

sehingga tindakan disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan

dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/

pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH), pneumonia,

aspirasi. Faktor-faktornya antara lain :

1. Faktor ibu

Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida emmpat atau lebih,

sosial ekonomi rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu yang

mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit

diabetes mellitus, dan lain-lain.

2. Faktor plasenta

Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan plasenta,

plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada

tempatnya.

3. Faktor janin

Page 4: LP aneurisma.doc

Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat

melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,

kelainan kongenital pada neonaatus dan lain-lain.

4. Faktor persalinan

Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan

lain-lain.

C. Patofisiologi

Berdasarkan patofisiologinya, ARDS dideskripsikan sebagai gagal

nafas akut yang merupakan akibat dari edema pulmoner oleh sebab non

kardiak. Edema ini disebabkan oleh karena adanya peningkatan

permeabilitas membrane kapiler sebagai akibat dari kerusakan alveolar

yang difus. Selain itu, protein plasma diikuti dengan makrofag, neutrofil,

dan beberapa sitokin akan dilepaskan dan terakumulasi dalam alveolus,

yang kemudian akan menyebabkan terjadinya dan berlangsungnya proses

inflamasi, yang pada akhirnya dapat memperburuk fungsi pertukaran gas

yang ada. Pada keadaan ini membrane hialin (hialinisasi) juga terbentuk

dalam alveoli (Amin & Purwoto,2007)

Secara lebih terperinci patofisiologi ARDS berjalan melalui 3 fase,

yaitu fase eksudatif, fase proliteratif, fase fibrinolitik.

Fase-fase patologi ARDS

1. Fase eksudatif

Page 5: LP aneurisma.doc

Fase eksudatif merupakan fase pertama yang timbul pada pasien

ARDS, muncul lebih kurang 12 hingga 36 jam, atau hingga 7 hari sejak

paparan pertama pasien dengan factor risiko. Pada fase ini terjadi

kerusakan dari sel endothelial kapiler alveolar dan pneumosit tipe I,

mengakibatkan penurunan kemampuan sawar alveolar untuk menahan

cairan dan makromolekul. Gambaran histologis berupa eosinofilik padat

membrane hialin dan kolaps alveoli. Sel endotel membesar, sambungan

interselular melebar dan vesikel pinocytic meningkat, menyebabkan

membrane kapiler terganggu dan mengakibatkan kebocoran kapiler.

Pneumosit tipe I juga membesar dengan vacuola sitoplasmik, yang sering

terlihat di membrane basal. Lebih lanjut lagi kelainan ini akan

mengakibatkan terjadinya edema alveolar yang disebabkan oleh

akumulasi sel-sel radang, debris selular, protein plasma, surfaktan

alveolar yang rusak, menimbulkan penurunan aerasi dan atelektaksis.

Keadaan tersebut kemudian akan diperburuk dengan adanya oklusi

mikrovascula dan menyebabkan penurunan dari kemampuan perfusi

darah menuju ke daerah ventilasi (Lorrain et al, 2010)

Kondisi tersebut di atas akan menyebabkan terjadinya sintas

(shunting) interpulmonal dan hipoksemia ataupun pada keadaan lanjut

hiperkarbia, disertai dengan peningkatan kerja nafas yang ditandai

dengan gejala dispnea, takipnea, atau gagal nafas pada pasien. Secara

radiologis, kalainan ronsen thorax yang dapat dijumpai pada fase awal

perkembangan ARDS ini, dapat berupa opasitas alveolar dan interstisial

yang melibatkan setidaknya dua per tiga dari keseluruhan lapangan paru

(Udobi et al, 2003).

2. Fase Proliferatif

Fase perkembangan selanjutnya dari ARDS adalah fase proliferative

yang terjadi pada hari ke-7 hingga ke-21 dari awal gejala. Fase

proliferatif ditandai dengan organisasi eksudat dan fibrosis. Paru-paru

yang tetap berat dan solid, dan secara mikroskopik integritas arsitektur

paru-paru menjadi lebih kaku, kapiler jaringan rusak dan ada

Page 6: LP aneurisma.doc

progresifitas penurunan profil kapiler di jaringan. Proliferasi intimal jelas

dalam pembuluh darah kecil lebih lanjut mengurangi daerah luminal.

Ruang interstisial menjadi nekrosis yang melebar, dan mengisi lumen

alveolar dengan leukosit, sel darah merah, fibrin, dan puing-puing sel.

Sel alveolus tipe II berkembang dalam upaya untuk menutupi epitel

permukaan yang gundul dan berdiferensiasi menjadi sel tipe I. Fibroblas

menjadi jelas dalam ruang interstisial dan kemudian di alveolar lumen.

Hasil dari proses ini adalah penyempitan ekstrem atau bahkan kolapnya

ruang udara. Fibrin dan puing-puing sel digantikan oleh fibril kolagen.

Tempat utama fibrosis adalah ruang intra-alveolar, tetapi juga terjadi di

dalam interstitium (Levy et al, 2007).

3. Fase Fibrotik (Fibrosis Alveolitis)

Fase terakhir dari perkembangan ARDS adalah fase fibrotic yang

hanya akan dialami oleh sebagian kecil dari pasien, yakni pada minggu

ke-3 atau ke-4 penyakit. Pada fase ini, edema alveolar dan eksudat

inflamasi yang terlihat pada fase awal penyakit akan mengalami

perubahan menuju fibrosis duktal dan interstisial yang intensif. Struktural

asiner akan mengalami kerusakan yang berat, mengakibatkan terjadinya

perubahan mirip emfisema dengan munculnya bula-bula yang besar.

Fibroproliferasi intimal juga akan terjadi pada jaringan mikrosirkulasi

pulmoner yang pada akhirnya akan menyababkan terjadinya oklusi

vaskular yang progresif dan hipertensi pulmoner. Pada akhirnya

konsekuensi fisiologis yang muncul dari perubahan perubahan yang

terjadi ini adalah adanya peningkatan resiko dari pneumothoraks, reduksi

dari komplians paru, dan peningkatan dari ruang mati (dead space)

pulmoner (Price & Wilson, 2002).

D. Manifestasi Klinis

ARDS biasanya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah

kerusakan awal pada paru. Setelah 72 jam 80% pasien menunjukkan

gejala klinis ARDS yang jelas. Awalnya pasien akan mengalami dispnea,

Page 7: LP aneurisma.doc

kemudian biasanya diikuti dengan pernapasan yang cepat dan dalam.

Sianosis terjadi secara sentral dan perifer, bahkan tanda yang khas pada

ARDS ialah tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah diberi

oksigen. Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar,

serta kadang wheezing (Farid, 2006).

Analisa gas darah pada awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik

(PaO2 sangat rendah, PaCO2 normal atau rendah, serta peningkatan pH).

Foto toraks biasanya memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus

yang mirip dengan edema paru atau batas-batas jantung, namun siluet

jantung biasanya normal (Ware et al,2000).

PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun

konsentrasi oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini

merupakan indikasi adanya pintas paru kanan ke kiri melalui atelektasis

dan konsolidasi unit paru yang tidak terjadi ventilasi. Keadaan inilah

yang menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di sana-

sini, bentuk yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang sangat tidak

adekuat (Farid, 2006)

E. Komplikasi

Komplikasi jangka pendek

1. Ruptur alveoli

Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,

pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel) pada

bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis

hipotensi, apnea, atau bradikardia.

2. Infeksi

Infeksi disebabkan perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni

yang dapat timbul karena tindakan invasif.

3. Perdarahan intrakranial dan leukomalicia periventrikular

Perdarahan intraventrikuler terjadi oada 20-40% bayi prematur dengan

frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.

4. Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Page 8: LP aneurisma.doc

Disebabkan karena penghentian terapi surfaktan.

Komplikasi Jangka Panjang

1. Bronchuspolmonary Dysplasia (BPD)

Disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36

minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan

yang digunakan pada wakyi menggunakan ventilasi mekanik, adanya

infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A.

2. Retinopathy premature

Kegagalan fungsi neurologi terjadi sekitar 10-70% bayi yang

berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoksiam komplikasi

intrakranial, dan infeksi.

F. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Selain hipoksemia, gas darah arteri sering awalnya menunjukkan

alkalosis pernapasan. Namun, jika ARDS terjadi dalam konteks sepsis,

asidosis metabolik yang dengan atau tanpa kompensasi respirasi dapat

terjadi (Harman, 2011).

Bersamaan dengan penyakit yang berlangsung dan pernapasan

meningkat, tekanan parsial karbon dioksida (PCO2) mulai meningkat.

Pasien dengan ventilasi mekanik untuk ARDS dapat dikondisikan untuk

tetap hiperkapnia (hiperkapnia permisif) untuk mencapai tujuan volume

tidal yang rendah yang bertujuan menghindari cedera paru-paru terkait

ventilator (Harman, 2011).

Kelainan lain yang diamati pada ARDS tergantung pada penyebab

yang mendasarinya atau komplikasi yang terkait dan mungkin termasuk

yang berikut (Harman, 2011).

a. Hematologi. Pada pasien sepsis, leukopenia atau leukositosis dapat

dicatat. Trombositopenia dapat diamati pada pasien sepsis dengan

adanya koagulasi intravaskular diseminata (DIC). Faktor von

Page 9: LP aneurisma.doc

Willebrand (vWF) dapat meningkat pada pasien beresiko untuk

ARDS dan dapat menjadi penanda cedera endotel.

b. Ginjal. Nekrosis tubular akut (ATN) sering terjadi kemudian dalam

perjalanan ARDS, mungkin dari iskemia ke ginjal. Fungsi ginjal

harus diawasi secara ketat.

c. Hepatik. Kelainan fungsi hati dapat dicatat baik dalam pola cedera

hepatoseluler atau kolestasis.

d. Sitokin. Beberapa sitokin, seperti interleukin (IL) -1, IL-6, dan IL-

8, yang meningkat dalam serum pasien pada risiko ARDS.

b. Radiologi

Pada pasien dengan onset pada paru langsung, perubahan fokal

dapat terlihat sejak dini pada radiograf dada. Pada paien dengan onset

tidak langsung pada paru, radiograf awal mungkin tidak spesifik atau

mirip dengan gagal jantung kongestif dengan efusi ringan. Setelah itu,

edema paru interstisial berkembang dengan infiltrat difus. Seiring

dengan perjalanan penyakit, karakteristik kalsifikasi alveolar dan

retikuler bilateral difus menjadi jelas.Komplikasi seperti pneumotoraks

dan pneumomediastinum mungkin tidak jelas dan sulit ditemuakn,

terutama pada radiografi portabel dan dalam menghadapi kalsifikasi

paru difus. Gambaran klinis pasien mungkin tidak parallel dengan

temuan radiografi. Dengan resolusi penyakit, gambaran radiografi

akhirnya kembali normal (udobi et al, 2003)

ARDS menunjukkan perubahan interstisial dan bercak infiltrat

Page 10: LP aneurisma.doc

c. Bronkoskopi

Bronkoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi

kemungkinan infeksi pada pasien akut dengan infiltrat paru bilateral.

sampel dapat diperoleh dengan bronkoskop bronkus subsegmental

dalam dan mengumpulkan cairan yang dihisap setelah meberikan cairan

garam nonbacteriostatic (bronchoalveolar lavage; UUPA). Cairan

dianalisis untuk diferensial sel, sitologi, perak noda, dan Gram stain dan

pemeriksaan kuantitatif (Harman, 2011).

G. Penatalakanaan

Tujuan terapi

1. Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya bersifat

suportif 

2. Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan

yang adekuat

3. Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi)

Farmakologi

a. Inhalasi NO2 (nitric oxide) memberi efek vasodilatasi selektif pada

area paru yan terdistribusi, sehingga menurunkan pirau intrapulmoner

dan tekanan arteri pulmoner, memperbaiki V/Q matching dan

oksigenasi arterial. Diberikan hanya pada pasien dengan hipoksia

berat yang refrakter

b. Kortikosteroid pada pasien dengan usia lanjut ARDS / ALI atau fase

fibroproliferatif, yaitu pasien dengan hipoksemia berat yang persisten,

pada atau sekitar hari ke 7 ARDS. Rekomendasi mengenai hal ini

masih menunggu hasil studi multi senter RCT besar yang sedang

berlangsung.

c. Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan

menghambat biosintesisleukotrienes mungkin bisa digunakan untuk

mencegah ARDS 

Non-farmakologi

Page 11: LP aneurisma.doc

1. Ventilasi mekanis dgn berbagai teknik pemberian, menggunakan

ventilator, mengatur PEEP (positive-end expiratory pressure)

2. Pembatasan cairan. pemberian cairan harus menghitung keseimbangan

antara :

Kebutuhan perfusi organ yang optimal

Masalah ekstra vasasi cairan ke paru dan jaringan : peningkatan

tekanan hidrostatik intravascular mendorong akumulasi cairan di

alveolus.

Page 12: LP aneurisma.doc

I. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu dikaji

A. Anamesa

1. Identitas

Identitas klien: Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Agama, Alamat,

No. RM, Tanggal MRS, Sumber informasi.

2. Keluhan Utama :

Pasien dengan ARDS didapatkan keluhan seperti sesak, mengorok

ekspiratori, pernapasan cuping hidung, lemah, lesu, apneu, tidak responsive,

penurunan bunyi napas.

3.      Riwayat Penyakit Sekarang :

Pada pasien ARDS, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih,

dispnea, sianosis, bradikardi, hipotensi, hipotermi, tonus otot menurun,

edema terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, retraksi supersternal/

epigastrik/ intercosta, grunting expirasi. Perlu juga ditanyakan mulai kapan

keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan

atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.

4.      Riwayat Penyakit Dahulu :

Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami prematuritas dengan paru-paru

yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu), gangguan surfactan, lahir

premature dengan operasi Caesar serta penurunan suplay oksigen saat janin

saat kelahiran pada bayi matur atau premature, atelektasis, diabetes mellitus,

hipoksia, asidosis

5.      Riwayat Maternal

Meliputi riwayat menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi

seperti perdarahan placenta, placenta previa, tipe dan lama persalinan, stress

fetal atau  intrapartus, dan  makrosomnia (bayi dengan ukuran besar akibat

ibu yang memiliki riwayat sebagai perokok, dan  pengkonsumsi minuman

keras serta tidak memperhatikan gizi yang baik bagi janin).

6.      Riwayat penyakit keluarga

Page 13: LP aneurisma.doc

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang terkena penyakit -

penyakit yang disinyalir sebagai penyebab kelahiran premature / Caesar

sehinnga menimbulakan membrane hyialin disease.

7.      Riwayat psikososial

Meliputi perasaan keluarga pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara

mengatasinya serta bagaimana perilaku keluarga pasien terhadap tindakan

yang dilakukan terhadap bayinya.

8.      Status Infant saat Lahir

a. Prematur, umur kehamilan.

b. Apgar score, apakah terjadi aspiksia.

Apgar score adalah : Suatu ukuran yang dipakai untuk mengevaluasi

keadaan umum bayi baru lahir.

c.  Bayi premature yang lahir melalui operasi Caesar

B. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit),

pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung,

sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan

sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan

menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.

Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat

dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler.

Penilaian fungsi respirasi meliputi:

1.      Frekuensi nafas

Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi.

Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha

kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare,

dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi

ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi

pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda

memburuknya keadaan klinik.

Page 14: LP aneurisma.doc

2.   Mekanika usaha pernafasan

Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi

dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit

alveolar. Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang

menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.

3. Warna kulit/membran mukosa

Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat

berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.

4.     Kardiovaskuler

a) Frekuensi jantung dan tekanan darah

Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietas,

nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.

b) Kualitas nadi

Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan

aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu

sisi menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah

pada daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat

dengan adanya bercak, pucat dan sianosis.

5.   Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:

a) Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)

b) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit

ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau

kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya

tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik.

c)  Perfusi pada otak dan respirasi

Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi

dan letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan

kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.

Page 15: LP aneurisma.doc

C. ADL (Activity daily life)

1. Nutrisi :

Bayi dapat kekeurangan cairan sebagai akibat  bayi belum minum atau

menghisap

2. Istirahat tidur

Kebutuhan istirahat terganggu karena adanya sesak nafas ataupun

kebutulan nyaman tergangu akibat tindakan medis

3. Eliminasi  

Penurunan pengeluaran urine 

Page 16: LP aneurisma.doc

D. Diagnosis Keperawatan

a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan

imaturitas organ paru, torak, dan defisiensi surfaktan

b. Hipotermi berhubungan dengan imaturitas

organ termoregulasi kulit

c. Resiko Infeksi berhubungan dengan belum

optimalnya sistem imunitas dan paparan lingkungan

d. Gangguan pertukaran gas berhubungan

dengan hiperkaliemia

e. Gangguan perfusi jaringan perifer

berhubungan dengan saturasi oksigen ke jaringan perifer menurun

f. Resiko cidera berhubungan dengan

menurunya saturasi oksigen

Page 17: LP aneurisma.doc

E. Rencana Tindakan Keperawatan

NoDiagnosa

keperawatanTujuan Kriteria hasil Intervensi keperawatan Rasional

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas organ paru, torak, dan defisiensi surfaktan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas efektif.

NOC :Kriteria Hasil: 1. Jalan nafas bersih2. Frekuensi jantung

100-140 x/menit3. Pernapasan 40-60

x/menit4. Takipneu atau

apneu tidak ada5. Sianosis tidak ada

NIC :1. Kaji status pernapasan pasien2. Observasi tanda-tanda vital

pasien3. Observasi tanda-tanda distress

pernapasan (mengorok, cuping hidung, retraksi dada)

4. Bersihkan jalan napas dan pastikan airway paten

5. Atur posisi pasien terlentang dengan leher sedikit ekstensi

6. Berikan terapi O2 sesuai dengan kebutuhan

7. Kolaborasi pemberian terapi medikamentosa.

1. Menentukan status keparahan napas dan menentukan terapi yang diperlukan

2. Memantau keadaan umum pasien

3. Mencegah terjadinya kegawatan gagal napas

4. menghilangkan mucus yang menghalangi jalan napas

5. Mencegah penyempitan jalan napas dan membuka jalan napas

6. Memenuhi kebutuhan oksigen pasien

2. Hipotermi berhubungan dengan imaturitas organ termoregulasi kulit

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan suhu tubuh tetap normal (36,5-37,5 °C).

NOC : Kriteria Hasil :

- Suhu 36,5-37,5 °C- Bayi tampak tidak

kedinginanAkral hangat

NIC: Wound Care1. Kaji dan observasi perubahan

suhu pasien2. Atur lingkungan yang nyaman

bagi bayi3. Tempatkan bayi pada tempat

yang hangat (incubator, extra lamp)

4. Atur suhu inkubator

1. Memonitor perkembangan dan perubahan suhu bayi

2. Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk bayi

3. Mencegah memburuknya penurunan suhu bayi

4. Menjaga kestabilan suhu tubuh bayi

Page 18: LP aneurisma.doc

5. Ganti bedong atau pakaian bayi jika basahKolaborasi pemberian terapi medikamentosa sesuai indikasi

5. Menghindari kehilangan panas bayi melalui perpindahan panas

Mengobati penyebab dan mengurangi gejala

3. Resiko Infeksi berhubungan dengan belum optimalnya sistem imunitas dan paparan lingkungan

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien bebas dari infeksi.

NOC: Kriteria Hasil: 1. Tidak ada demam2. Tidak ada tanda-

tanda infeksi (rubor, 3. Tanda-tanda vital

dalam batas normal

NIC:1. Pantau munculnya tanda-tanda

infeksi (rubor, kalor, tumor, dolor, fungsileosa)

2. Kaji TTV setiap hari3. Kontrol lingkungan sekitar

pasien4. Lakukan perawatan bayi

dengan menjaga teknik aseptic ketika perawatan

5. Kolaborasi pemberian antibiotic

1. Mencegah terjadinya infeksi dan penanganan yang tepat

2. Memantau status pasien secara umum

3. Mencegah terjadinya infeksi dari lingkungan

4. Membersihkan luka untuk mencegah infeksi

5. Membantu mencegah munculnya infeksi secara medikamentosa

Page 19: LP aneurisma.doc

F. Daftar Pustaka

Amin Zulkifli, Purwoto J. (2007). ‘Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)’ Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II; Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Farid (2006). Acute Respiratory Distress Syndrome. Maj Farm vol 4 (12). <http://content.ebscohost.com/pdf 1821/pdf/2010/IJM/01Feb06/4949718.pdf> diakses pada 01 april 2013

Guntur AH. (2007). ‘Sepsis’ Dalam : buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II; Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam : FKUI

Harman EM. (2011). Acute Respiratory Distress Syndrome Overview. http://emedicine.medscape.com/article/165139-overview diakses pada 01 april 2013

Udobi KF, Touijer K. (2003). Acute Respiratory Distress Syndrome. Am Fam Physician. Vol. 67 (2) :315-322. http://www.biomedcentral.com/1471-230X/11/35 diakses pada 01 april 2013

Ware LB, Matthay MA.(2000) The Acute Respiratory Distress Syndrome. N Engl J Med vol (342) 1334-1349. www.nejm.org

Wilkinson,J & Ahern, N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Nanda, Intervensi Nic, Kriteria Hasil Noc. Jakarta : Prima Medika.