LP 2012 5 Survei nasional.pdf

27
Laporan Penelitian Studi Kualitatif untuk Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok Anak Jalanan di Banten untuk Departemen Kriminologi, FISIP-UI Semiarto Aji Purwanto NIP 196812151998031003 2010 Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Transcript of LP 2012 5 Survei nasional.pdf

Page 1: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

Laporan Penelitian

Studi Kualitatif untuk Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba

pada Kelompok Anak Jalanan di Banten

untuk Departemen Kriminologi, FISIP-UI

Semiarto Aji Purwanto NIP 196812151998031003

2010

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 2: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

Bab 1 Pendahuluan

Laporan ini disusun sebagai bagian dari analisis dan penulisan laporan akhir untuk ‘Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok Anak Jalanan di 15 Provinsi’. Kegiatan survei merupakan kerjasama antara Departemen Kriminologi FISIP-UI dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Untuk melengkapi data kuantitatif melalui survei, sebuah kajian kualitatif mengenai konteks penyalahgunaan narkoba pada kalangan anak jalanan juga dilakukan.

Kota-kota yang dijadikan sebagai lokasi survei di Banten adalah kota Tangerang, Tangerang Selatan dan Serang. Pemilihan lokasi yang hanya mencakup tiga kota ini didasarkan pada pertimbangan ketercakupan data anak jalanan. Wilayah kota Tangerang dan Tangerang Selatan di dalamnya juga mencakup karakteristik anak jalanan di Kabupaten Tangerang. Demikian pula dengan kota Serang, yang mobilitas anak-anak jalanannya tidak dapat dengan mudah dipisahkan dengan kota Cilegon. Proses pengambilan data dilakaukan selama tiga minggu terentang sejak tanggal tanggal 5 Juli sampai 30 Juli 2010.

Sebanyak 15 surveyor dikerahkan dari Pusat Kajian Antropologi, Uniersitas Indonesia untuk menyebarkan 400 kuesioner, melakukan wawancara mendalam, mengamati dan memfasilitasi FGD. Tim yang terdiri dari para mahasiswa itu dikoordinir oleh seorang peneliti senior untuk memastikan kualitas data. Menggunakan mahasiswa sebagai peneliti dalam survei anak jalanan mempunyai keuntungan tersendiri kaena mereka dapat dengan mudah membaur pada kalangan ini. Mahasiswa yang tengah mendalami metode penelitian dapat sekaligus mempraktekkan materi yang mereka peroleh di kelas ke lapangan. Mereka tidak segan mendekati anak jalanan pada kondisi terslit, melakukan wawancara pada situasi yang ‘berbahaya’ karena kehadiran kawanan penyalahguna narkoba dan bandar, dan tidak segan untuk mengulang prosesnya apabila dirasa kurang sesuai dengan arahan peneliti senior. Faktor bahasa dan istilah yang dipakai di kalangan anak jalanan dengan mudah dapat mereka kuasai karena empati mereka yang tinggi terhadap komunitas ini. Sebagai mahasiswa antropologi, sebagian surveyor merasa perlu untuk bergaul akrab dan masuk ke dalam komunitas anak jalanan. Hal ini merupakan sebuah keuntungan untuk mendapatkan data yang baik namun juga menimbulkan dampak negatif. Kehadiran dan interaksi mereka yang intensif mengundang kecurigaan bandar dan sempat terjadi ketegangan di antara mereka. Untunglah kondisi ini dapat segera teratasi dengan meninggalkan komunitas tersebut segera setelah data terkumpul.

Komunitas anak jalanan yang menjadi target di kota Serang terpusat di wilayah perdagangan, stasiun kereta, alun-alun dan terminal bus bayangan di pusat kota. Sementara di kota Tangerang dan Tangerang Selatan diarahkan di sepanjang jalan protokol, pusat perdagangan modern dan di sekitar perumahan.

Untuk melengkapi data, tim juga mengunjungi sejumlah narasumber di Serang, yaitu : 1. Yayasan Rumah Dunia. Kompleks Hegar Alam No 40 Ciloang, Serang, 42118 Banten. Tel: 0254

202861. E-mail: [email protected]. 2. Satpol PP Propinsi Banten. Kepala: Sumawijaya 3. Dinas Sosial Kabupaten Serang, menjumpai Elih Herlieti, Kabid Rehabilitasi Sosial

Sementara di Tangerang, sejumlah narasumber ditemui di instansi-instansi sbb: 1. Dinas Sosial Kota Tangerang; Kepala Drs H Achmad Lutfi, Kabid Rehabilitasi dan Bimbingan Sosial.

Drs Agus R Wahyudin. 2. Rumah Singgah Dinsos Tangerang “Darul Aitam” di Jl. KH Soleh Ali. Kontak Bapak Mukaffi Solihin.

Disini bisa juga didapatkan anak-anak jalanan untuk survey.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 3: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

3. Yayasan Rumah Singgah Anak Langit. Jalan Akses Tanah Gocap Karawaci Hilir Kota Tangerang,Banten. Mereka punya anak binaan sekitar 50 orang.

4. Yayasan Rumah singgah Baitul Ummi, 5. Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial khusus Anak Jalanan (SDC) Bambu Apus 6. Polres Metro Tangerang. Mereka punya program Aksi Simpatik untuk mendata anak jalanan. 7. Panti Rehabilitasi Galih Pakuan di Bogor. Panti Sosial yang terletak di Jl. H. Miing No. 71 Ciseeng

sering menerima pasien rehabilitasi eks Narkoba dari Dinsos Kota Tangerang.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 4: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

Bab 2 Gambaran umum lokasi

Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten, sebuah wilayah kerajaan kuno yang pernah masyhur di awal pemerintahan kolonial Belanda. Posisi geografis Serang berada tepat di sebelah utara dengan pantai yang menghadap sisi barat-utara Laut Jawa. Kota Serang ramai dengan lalulintas antar kota antar provinsi karena dilintasi jalan tol lintas Jakarta-Merak yang tidak saja menghubungkan Jakarta dengan kota industri Cilegon, tetapi juga menghubungkan plau Jawa dan Sumatra melalui Pelabuhan Merak. Secara cepat, anak jalanan di wilayah Serang dan Cilegon dapat dijumpai di:

1. Di lampu merah sepanjang jalan Sudirman – jalan ahmad yani – Jalan Veteran – hingga Jalan Mayor Syafei yang menuju ke arah Cilegon: a. Kawasan Ciceri b. Sekitar kantor redaksi Radar Banten c. kawasan Sumur Pecung

2. Alun-alun kota Serang. 3. Jalan raya Cilegon di sekitar pasar Kramat Watu. 4. Sekitar exit tol Cilegon Timur hingga ke lampu merah memasuki jalan Raya Anyer. 5. Sekitar Mall Cilegon 6. Sekitar exit tol Cilegon Barat – lampu merah Cilegon

Sementara Kota Tangerang yang terdiri atas 13 kecamatan, dengan luas 164,54 km² awalnya merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Tangerang, yang ditingkatkan statusnya menjadi kota administratif, dan akhirnya ditetapkan sebagai kotamadya pada tanggal 27 Februari 1993. Sesuai dengan peraturan nomenklatur ‘kotamadya' diganti dengan 'kota' pada tahun 2001. Kota ini menjadi pusat manufaktur dan industri di pulau Jawa yang memiliki lebih dari 1000 pabrik. Selain menjadi daerah industri utama, kota tangerang juga menjadi penting karena di situ terletak Bandar Udara Soekarno-Hatta. Sebagai sebuah kota di sektar Jakarta, sebagian besar penduduk Tangerang adalah pekerja komuter di Jakarta sehingga arus lalulintas di sekitar kota selalu ramai pada pagi dan sore hari saat warga berangkat dan kembali dari bekerja. Terminal, angkutan umum dan jalanan sangat ramai dan menjadi lahan subur bagi sektor informal, termasuk kehadiran anak jalanan.

Perkembangan kota Tangerang sangat diwarnai oleh munculnya kawasan sub-urban seperti Lippo Village, Bumi Serpong Damai, Summarecon Gading Serpong dan Alam Sutera yang menjadi tanda dari proses pengkotaan di wilayah ini. Puluhan real estate kelas menengah hadir dilengkapi sarana niaga modern. Mal dan supermarket raksasa dengan lahan parkir yang luas seakan memanggil kehadiran anak jalanan untuk beroperasi dan tinggal di lokasi tersebut. Lokasi anak-anak jalanan di wilayah Tangerang yang teridentifikasi adalah sbb: 1. Pintu Gerbang Perumahan Palem Semi:

Selain anak-anak yang berkeliaran di jalanan disini juga terdapat yayasan anak jalanan Mujaki; kurang lebih 20 orang anak ditemui di sini.

2. Ruko Mitra, daerah Perumnas 2; kebanyakan Anak Punk, yang jumlahnya bisa mencapai 15 orang. 3. Pertigaan PAM (Perusahan Air Minum), masih disekitar daerah Perumnas 2; juga anak-anak Punk,

sekitar 20 orang. 4. Jalan Merdeka dan Sekitar GOR Ahmad Yani; jumlahnya sekitar 20 orang 5. Belakang Ceria Mart, daerah Perumnas 1 Karawaci Tangerang; terdapat kampung anak jalanan,

jumlahnya bisa mencapai 20 orang 6. Fly Over dekat rumah sakit Husada Insani; jumlahnya sekitar 10 orang 7. Sekitar Metropolis Town Square; jumlahnya sekitar 10-15 orang.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 5: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

8. Sekitar Kolam Renang Modernland; jumlahnya sekitar 20 orang

Sekitar lima tahun yang lalu, mulai muncul wacana untuk mengembangkan bagian selatan Kabupaten Tangerang yang berbatasan dengan Kota Tangerang menjadi wilayah administrasi baru. Akhirnya pada tanggal 29 Oktober 2008 secara resmi berdiri Kota Tangerang Selatan yang terdiri atas 7 kecamatan, mencakup kawasan Serpong, Ciputat, Pondok Aren, Pamulang dan Setu. Di kawasan Kota Tangerang Selatan, komunitas anak jalanan ditemui di sepanjang jalan Pasar Ciputat dan Pamulang.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 6: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

3. Studi Kasus 3.1. Bukan Penyalahguna Narkoba 3.1.1 Kasus Ridwan 1. Identitas Diri Anak laki-laki bernama Ridwan saat wawancara dilaku.kan berusia sangat muda, yakni 10 tahun. Berasal dari keluarga dimana ia merupakan anak sulung, dengan 2 orang adiknya seorang adik kandung perempuan dan seorang lagi adik tiri laki-laki. Menurut pengakuannya ia mempunyai kesukaan bermain playstation/videogame dan sepak bola. Orang tuanya tinggal di sekitar stasiun kereta api Jombang, satu statsiun setelah stasiun pondok ranji menuju serang. Kalau memiliki uang, Ridwan gemar bermain videogame di rental di dekat rumah. Di sela-sela kesehariannya ia juga senang bermain sepak bola bersama teman-temannya di dekat rumah. Becak tetangga yang sedang parkir/tidak diggunakan sering menjadi sasaran permainan becak-becakan bersama teman-temannya. Cita-citanya ingin menjadi menjadi polisi karena Ridwan memiliki pengalaman yang baik mengenai polisi. Saat ia sedang sendirian berada di stasiun kereta api Gambir ada polisi yang menghampirinya dan mengajak Ridwan ketempat yang cukup nyaman dan ditawari makanan. Pada awalnya ia sangat ketakutan ditangkap dan menurut saja. Tapi ia merasa gembira justru sebaliknya seraya tertawa sambil bercerita:

“Pas itu kan saya lagi tiduran di Stasiun Gambir ya kak, eh didatengin tuh sama polisi mana saya lagi sendiri. Pertama-tama saya takut pas ditanya-tanyain. Udah mau nangis aja, saya kirain mau ditangkep. Eh ditanya udah makan apa beloman, terus saya diajak ke warung disitu. Ada temennya polisi 2 orang lagi. Polisi itu malah suruh saya bilang aja ke ibu-ibu warung kalo saya mau minta dibikinin mie. Dibayarin deh. Abis itu saya ceritain ke temen-temen saya pada nggak percaya”

Ridwan merasa senang dan memiliki citra positif tentang polisi sehingga kejadian ini mengawali cita-citanya ingin menjadi polisi, dengan harapan dapat melindungi dan membantu anak-anak jalanan. Keluarga orang tua Ridwan bukanlah keluarga yang utuh, di umurnya yang ke-7 tahun kedua orang tuanya berpisah. Ayahnya saat ini bekerja sebagai ahli pengobatan alternatif, sedang ibunya bekerja sebagai pedagang baju di pasar. Sebelumnya, ibu Ridwan berprofesi sebagai penyanyi dangdut keliling. Ridwan mengaku bahwa ibunya dulu sering ngamen keliling di jalanan sekitar stasiun dan pasar Jombang bermodalkan satu set soundsystem yang didorong menggunakan gerobak. Ayahnya merupakan lulusan SLTP, sementara ibunya sempat mengecap SLTP namun tidak tamat. Kemudian ia mencoba mendeskripsikan dengan bangga mengenai citra ayahnya yang dianggap sosok yang baik karena menurut Ridwan, ayahnya dapat menyembuhkan berbagai penyakit.

“Bapak mah orang baik-baik kak. Bapak dapet kekuatan dari Allah buat nyembuhin penyakit orang-orang. Nih ya, Bapak bisa liat orang jahat yang suka nggak keliatan tapi bisa gangguin kita. Misalkan orang jahatnya lagi duduk gitu, Bapak saya bisa liat kak…”

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 7: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

Disamping itu ibunya juga berusaha mencari penghasilan untuk kehidupan rumah tangganya dengan mengamen, namun kehidupan rumah tangga mereka mengalami keretakan dan berakhir dengan perceraian. Ibunya kini sudah menikah lagi dengan seorang duda beranak satu. Berarti, Ridwan mempunyai adik tiri laki-laki. Adik kandung perempuannya tinggal bersama ibunya, sedang Ridwan berganti-ganti dirumah ibunya atau di rumah bapaknya. Sikap ke dua orang tuanya agak berbeda. Penghasilan yang didapat oleh Ridwan sebagai anak jalanan yang mengemis, sangat menentukan siakap ibunya. Apabila Ridwan tidak membawa uang pulang ke rumah ibunya, ia akan mendapat amarah, sedang bila pulang ke rumah bapaknya tanpa membawa uang bukanlah masalah apa-apa, karena bapaknya tidak pernah memanfaatkan uang hasil pencarían Ridwan. Ridwan ingin sekali penghasilannya ditabung oleh ibunya guna membayar uang sekolah adik perempuannya. Ridwan sempat mengecap pendidikan sampai kelas 3 SD, kemudian meninggalkan bangku sekolah karena keuangan keluarga tidak mencukupi, dan mengharuskan Ridwan turun ke jalan mencari uang untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Ia masih sering mengenang sekolahnya yang terletak di belakang pasar Jombang, tidak jauh dari rumahnya. Buku, alat-alat tulis, seragam SD, tas sekolah, sepatu dan kaos kaki sudah bukan perangkat identitas dirinya lagi. Namun, kenangan sekolah masih lekat dalam pikirannya, seperti yang ia ceritankan:

“Guru saya sih jahat. Saya pernah tuh dipukul tangannya pake besi gara-gara kuku saya kan ítem-item nih ya kak kaya gini (responden menunjukkan kukunya). Sakit banget sampe berapa hari tuh nggak sembuh-sembuh” “Temen saya sih parah kak. Kan ada anak perempuan yang pake rok pendek ya, terus temen saya ke kolong meja buat ngintipin rok tuh cewek. Eh dimarahin sama guru saya, dijambak kaya gini rambutnya…”

Situasi sekolah yang kurang kondusif sedikit demi sedikit mengikis motivasi belajar siswa terutama Ridwan, yang secara perlahan memilih mencari pekerjaan di jalanan sambil sekolah sampai akhirnya benar-benar meninggalkan sekolah untuk mengemis di jalan.

2. Riwayat ke jalan Apa yang diceriterakannya dapat dirunut bahwa banyak faktor yang mempengaruhi mengapa ia sampai melakukan pekerjaan mengemis di jalanan. Pertama kemiskinan yang didera oleh keluarganya, sehingga perpisahan ibu dan bapaknya membuat ia menjadi kesepian. Sekolah yang kurang kondusif untuk ia tetap menuntut ilmu juga menjadi penyebab ia turun ke jalan. Teman-temannya juga menggiring Ridwan untuk turun ke jalan. Pi’an, kenangnya, salah satu sahabatnya yang pertama kali mengajaknya untuk menyapu di atas kereta api sambil mengemis. Saat kereta berjalan, penumpang berbaur dengan sampah-sampah yang berserakan. Peluang ini digunakan oleh Ridwan untuk mengangkat kotoran ladisekitar penumpang, seteh bersih ia meminta uang kepada penumpang. Ini dilakukan dari satu gerbong ke gerbong lainnya. Dari pekerjaan inilah pertama kalinya ia mendapatkan uang dari keringatnya sendiri. Baginya merupakn prestasi yang patut dilaporkan pada orang tuanya. Gayung bersambut, sehingga pekerjaan ini bukan

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 8: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

sambilan lagi tapi sudah merupakn keharusan. Pekerjaan ini dilakukan setiap hari dari satu stasiun ke stasiun lainnya. Sampai suatu hari Ridwan merasa bosan, dan mendapat ajakan dari temannya untuk mengamen ke Bulungan Kebayoran. Ia mencoba pekerjaan ini dengan harapan mendapat penghasilan yang lebih baik. Namun pekerjaan sebagai pengamen membutuhkan keterampilan mengelola suara yang baik yang tidak dia miliki. Selain itu pengamen-pengamen yang usianya lebih tua dengan keterampilan bernyanyi dan memainkan alat musik jumlah cukup banyak, sehingga Ridwan tidak merasa cocok dengan pekerjaan ini. Dan akhirnya kembalilah ia pada pekerjaan semula. Pekerjaan yang dilakukannya lebih sering dilakukan bersama dengan teman seusianya. Imam, Achmad dan Pi’an adalah teman-teman senasib sepekerjaan, bersusah-susah dan bersenang-senang bersama. Misalnya, ketika salah seorang di antara mereka tidak mendapatkan uang sehingga tidak bisa membeli makanan, yang mendapatkan uanglah yang membeli makanan untuk dinikmati bersama. Persaudaraan yang seperti itulah yang membuat Ridwan merasa nyaman berada di tengah-tengahnya. Bukan pekerjaan yang mudah yang dilakukan oleh mereka, karena mereka sering berhadapan dengan kekerasan seperti dipalak oleh preman. Menurut pengalaman Ridwan, ketika ada preman yang memalak Ridwan, ia segera mengadukannya ke temannya yang paling tua, yang dianggap paling kuat dan berkuasa di wilayah tersebut. Pemalakan tidak hanya ada antara anak jalanan dengan preman, namun juga terjadi antar anak jalanan. Ridwan pernah juga dipalak oleh sesama anak jalanan yang ketika Ridwan mencoba menjajaki daerah lain.

“Saya pernah dipirit (dipalak) sama anak jalanan juga tapi itu sih biasa kalo sama anak jalanan. Kadang kalo sama temen-temen becandaannya kasar kak. Saya suka dibonet (disundut pake korek api) kalo lagi tidur biar bangun”

Dalam kesehariannya Ridwan tergabung dalam kelompok yang beranggotakan kira- kira 50 orang yang semuanya adalah ”anak kereta api”. Anggota kelompok ini saling mengenal, dan yang dianggap sebagai ketuanya, sering mereka panggil namanya Kopet. Ridwan memperkirakan usia Kopet 19 tahun, dan sudah berkeluarga. 3. Kehidupan anak jalanan yang bersih dari narkoba Kekerasan yang mereka hadapi adalah preman, namun penyimpangan yang sering menerpa anak jalanan di wilayah stasiun kereta api adalah gangguan untuk mencoba menggunakan narkoba atau sejenis. Menurut Ridwan hampir separuh dari teman-teman seusianya sudah pernah menggunakan narkoba. Sejauh ini Ridwan tahu tentang apa itu narkoba, sejauhmana berbahayanya narkoba. Setelah melihat dampak penggunaan narkoba, dari teman-teman yang menggunakannya, ia tahu betapa berbahayanya menggunakan barang terlarang tersebut. Walau ia pernah mendapatkan tawaran oleh teman seusianya untuk mencoba, tapi ia menolak, seperti yang diceritakan:

”Saya pernah ditawarin sama Imam kak, kakak tau Imam kan? Dia nyuruh saya minum dextro katanya makan aja, tapi saya nggak mau. Saya tau kalo ngobat kan jantung bisa abis terus mati kak. Abis itu saya dipaksa lagi sama Imam buat nyoba Anggur Merah, saya gak mau lagi tapi terus saya dibilangin sama Imam kalo saya nggak minum Anggur Merah, kepala saya mau dipecahin. Saya nggak takut, saya bilang aja noh pecahin. Orang badannya Imam aja sama kaya saya”

Tidak pernah mencoba bukan berarti tidak memiliki pengetahuan tentang narkoba sama sekali. Pengetahuan Ridwan tentang narkoba ternyata cukup luas walaupun tidak tahu secara pasti bagaimana

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 9: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

efek sampingnya. Beberapa jenis narkoba seperti dextro, tremadol, putaw, ngelem, shabu-shabu, 3X, dll diketahui oleh Ridwan melalui TV maupun lihat langsung ketika teman-temannya sedang menikmati obat terlarang tersebut. Berbeda dengan abang Ridwan, sesama anak jalanan yang usianya jauh lebih dewasa dari Ridwan. Abang-abangan Ridwan cenderung melarang Ridwan untuk mencoba narkoba dan minuman alkohol yang digunakan sendirinya. Menurut pengakuannya, Ridwan belum pernah mengikuti program-program anti-narkoba, termasuk melihat iklan larangan penggunaan narkoba. Mengingat ketidakmampuan Ridwan dalam membaca, memang sulit baginya untuk mencerna iklan anti-narkoba tersebut terutama yang berbentuk poster ataupun leaflet. Tanpa program tersebut, ternyata Ridwan mampu meyakini dirinya sendiri untuk tidak menggunakan narkoba mengingat barang tersebut sangat membahayakan kesehatan, menurut Ridwan. 3.1.2 Kasus Barudin 1. Identitas Diri Barudin, mempunyai nama panggilan sehari-hari Bab. Anak lelaki berusia 16 tahun ini merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Barudin mempunyai hobi bermain bola. Lapangan kampung menjadi panggung bagi Barudin untuk menunjukkan kepiawaiannya mengocek bola. Barudin pun dipercayai oleh teman-teman sepermainannya untuk menjadi penyerang depan. Barudin bermain bola bisa hampir setiap hari, setelah pulang bersekolah dan berjualan di pasar.

“Saya, tuh hobinya main bola. Saya suka main jadi penyerang, yah, permintaan teman-teman. Enaknya main bola, yah, bisa senang sama-sama teman. Kan biasanya saya itu kalau main yah habis sekolah sama pulang dari pasar.”

Selain bermain bola, Bab mempunyai satu hobi lain: bermain musik bersama sahabat dekatnya, Khaerul. Bab dan Khaerul hanya bermain musik setiap satu minggu sekali, pada hari sabtu atau minggu di ruang studio musik sewaan di dekat kampung tempat tinggal mereka. Biaya sewa ruang studio musik Rp. 20.000 perjam dirasa terlampau mahal. Bab dalam kelompok musik tersebut bermain gitar melodi. Kelompok musik tersebut membawakan lagu-lagu gubahan grup musik teranyar: Peterpan, Armada, The Massive dan ST12, yang menjadi favorit Bab.

“Yah, iseng-iseng aja. Main band buat santai-santai aja, sekalian kumpul-kumpul sama temen seminggu sekali. Kalau gak sabtu yah minggu. Di kampung saya sewa studio itu dua puluh ribuan buat satu jam main. Yah, mahal sih, makanya saya sama temen-temen kumpul uang dulu baru sewa studio. Saya sih main gitar, biasanya saya sama temen-temen bawain lagu-lagu Peterpan, Armada, The Massive, sama ST 12. Favorit saya sih ST12.”

Sehari-hari, Barudin berjualan di Pasar Lawu Serang. Pekerjaan yang dilakoni oleh Barudin kerap berubah-ubah, tergantung oleh keadaan pasar. Jika saat itu cuaca terasa panas menggerahkan, Barudin memilih untuk bekerja menjual teh gelas. Pada kesempatan lain, Barudin berjualan mainan anak-anak jika dirasa pada hari tersebut terlampau banyak penjual teh atau pasar sedang ramai pengunjung. Kegiatan berjualan di pasar Barudin lakukan seusai bersekolah. Barudin bersekolah dari sekitar pukul tujuh sampai jam satu siang atau seringkali sebelum jam satu siang dikarenakan pelajaran di sekolah dipersingkat dengan berbagai alasan, seperti: guru yang mengajar tidak masuk, ada rapat sekolah dan sebagainya. Perjalanan Barudin ke pasar Rawu pun dapat ditempuh dalam waktu singkat karena jarak kedua tempat itu tidak terlampau jauh. Barudin biasa berjalan kaki dari sekolahnya ke Pasar Rawu yang

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 10: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

memakan waktu sekitar 10 menit. Lamanya Barudin berjualan di Pasar Rawu sekitar empat sampai enam jam. Hal ini tergantung dari ramai atau tidaknya pasar, laku atau tidaknya barang-barang yang dijajakan oleh Barudin. Seusai berjualan di pasar rawu, Barudin segera pulang ke rumahnya. Di rumah, Barudin menghabiskan waktu dengan menonton televisi, DVD atau sekadar berbincang dengan kedua orang tuanya atau kakaknya. Barudin mengaku jarang bermain ke rumah teman-temannya karena ayahnya melarangnya untuk ke luar malam. Ayahnya Barudin khawatir anaknya akan melakukan aktivitas yang merugikan saat berkumpul dengan teman-temannya, seperti: mengonsumsi miras atau obat-obatan terlarang. Barudin berharap kemampuan musiknya dapat berkembang. Cita-citanya di hari esok adalah menjadi anak band, seperti ST12 yang menjadi panutannya. Bab terinspirasi oleh perjuangan band ST12, terutama Charlie, vokalis utama. Bab mengisahkan bahwa Charlie sebelum menjadi penyanyi terkenal adalah penyanyi yang melantunkan suaranya dari kafe ke kafe, bahkan pernah dari satu simpang jalan ke simpang jalan lainnya. Charlie hidup dalam keadaan serba kekurangan, namun keadaan itu tidak menyebabkan Charlie berputus asa. Charlie tetap berusaha untuk menjadi penyanyi kenamaan, dan saat ini wajah dan suara Charlie terasa akrab bagi sebagian besar penduduk negeri ini. Barudin pun menjadikan Charlie sebagai rujukan untuk menggapai cita-citanya sebagai penyanyi. Barudin masih tinggal dengan kedua orang tuanya serta seorang kakaknya. Ayahnya bernama Sidik, seorang pria berusia empat puluh tahunan yang berprofesi sebagai penjual keliling. Barudin sekadar tahu bila ayahnya tidak bersekolah. Ayahnya menjual dalaman pria dan topi yang berkeliling dari kampung ke kampung. Barang dagangan ayah Barudin diperoleh dari satu distributor yang kebetulan tinggal satu kampung. Ayahnya mulai berkeliling dari kampung ke kampung sejak pukul tujuh pagi, berbarengan dengan keberangkatan Barudin ke sekolah. Ayahnya baru pulang ke rumah sekitar pukul lima atau enam sore. Barudin memperkirakan dalam sehari ayahnya memperoleh pendapatan kotor sekitar Rp. 40.000 perhari. Adapun mengenai sifat ayahnya Barudin mengingat:

”Bapak orangnya baik, gak pernah mukul gak pernah galak-galak. Cuma, kalau sekalinya bapak marah, yah nakutin. Saya suka dimarahin kalau gak nurut sama Bapak. Bapak sih seringnya marah kalau saya main sampai malem dan gak bilang-bilang dulu.”

Ibu Barudin, Atikah, berumur tidak jauh lebih muda dari usia ayah Barudin, tapi Barudin tidak dapat mengingat dengan tepat berapa usia kedua orang tuanya. Ibu Barudin seingat Barudin menempuh pendidikkan di pesantren. Ibu Barudin adalah seorang ibu rumah tangga. Setiap hari, Atikah mengurus pekerjaan rumah tangga: mencuci, memasak, merapikan rumah dan sebagainya. Barudin mengatakan bahwa ibunya lebih banyak berdiam diri, tidak pernah ke luar rumah. Hal ini selaras dengan sifat ibu yang menurut Barudin:

”Ibu itu orangnya pendiem. Sama saya sama kaka juga. Kalau saya dimarahin bapak, ibu juga diem aja. Karena diemnya itu, ibu juga jarang ke luar rumah, jarang juga ngobrol sama tetangga jadinya.”

Kakak Barudin satu-satunya, Firman berumur 18 tahun. Barudin mengingat kakaknya hanya berpendidikkan sampai SMP. Setelah itu, kakaknya ikut bekerja pada seorang tukang jahit. Baru beberapa bulan terakhir, kakak Barudin membuka tempat jahit sendiri. Satu bulan terakhir Firman sedang mengerjakan orderan menjahit baju seragam SD pesanan tetangga yang akan dijualnya di pasar Rawu. Firman menurut Barudin bersifat biasa saja, sama seperti anak lainnya. Kadang bisa marah,

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 11: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

kadang bisa baik hati. Jika sedang ada rejeki, Barudin mengingat kakaknya dengan ringan memberikannya tambahan uang jajan. Ibu Barudin saat ini, Atikah, tidak lain adalah ibu tiri. Ibu kandung Firman telah lama tiada. Ayah kandung dan ibu tiri firman menjalin hubungan semenjak dua tahun lalu. Ayah kandung Barudin merupakan penduduk asli dari kampung tempat tinggal Barudin. Sementara ibu tiri Barudin merupakan penduduk kampung Tanjung, Serang. Ayah kandung dan ibu tiri Barudin dijodohkan oleh kerabat dekat ayah Barudin. Setelah menikah, kedua orang itu tinggal di rumah yang dahulu ditinggali oleh ibu kandung Barudin yang telah meninggal. Barudin mengenang rumah itu telah ditinggali olehnya semenjak ia terlahir ke dunia ini. Barudin tidak pernah pergi atau pindah rumah, begitu pula dengan ayah kandung dan kakaknya. Barudin mengingat satu kenangan yang takkan terlupakan, saat pernikahan salah satu kerabat ayahnya baru-baru ini. Apa yang teringat adalah kebersamaan di dalam keluarganya. Kebersamaan saling membantu antarkerabat dalam menyukseskan penyelenggaraan pernikahan kerabat ayahnya yang tidak hanya melibatkan kerabat ayahnya semata, namun juga melibatkan kerabat ibu kandung dan tiri Barudin. Barudin sendiri bersekolah di SMP Pecanangan 7, Cipoco, Serang. Bab sudah menginjak kelas dua SMP. Baginya, bersekolah merupakan kesempatan untuk memperoleh ilmu dan terutama dapat membantunya untuk mendapatkan pekerjaan layak. Pekerjaan layak baginya adalah bekerja sebagai pegawai kantoran. Bab berharap dapat terus melanjutkan sekolahnya

”Saya sih sekolah supaya dapet ilmu, sama mudah-mudahan dapat membantu saya dapetin kerjaan di kantor.”

Namun, Barudin menilai hal tersebut bukan perihal mudah untuk diwujudkan. Barudin mengakui ia merasa malas bersekolah. Pelajaran yang disampaikan oleh para gurunya membuatnya mengantuk dan jenuh. Bila dibandingkan dengan saat-saat Barudin berjualan di pasar, Barudin mengakui lebih menyukai saat-saat berjualan karena ia merasakan kebebasan, tidak merasa bosan, selain memperoleh penghasilan, seperti yang Barudin kemukakan:

”Di sekolah sih, kadang masalahnya yah itu, ngantuk sama bosen aja dengerin pelajaran. Beda dengan waktu jualan, enak bisa bebas, banyak kegiatan sama dapat uang juga.”

Di sekolah, Barudin mengaku tidak mempunyai hubungan yang buruk dengan teman-teman sebayanya di sekolah. Hubungan guru dan murid berlangsung sebagaimana biasanya:

”Yah, namanya juga guru ke murid, harus hormat, cium tangan, gak ngelawan, yah sama kayak di sekolah-sekolah lain hubungan guru sama murid.”

Adapun mengenai peristiwa yang paling berkesan, Barudin merasa bingung untuk mengingat peristiwa apa. Baginya, saat di sekolah, tidak ada peristiwa yang dinilainya begitu berkesan. Semua berjalan biasa-biasa saja.

2. Riwayat ke Jalan Barudin mengenang saat menghabiskan sebagian besar waktunya di ruang publik, Pasar Rawu, dimulai dari ajakan teman sekolahnya untuk berjualan dengan tujuan menambah uang saku.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 12: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

”Satu hari, teman saya ngajak saya jualan. Saya sempat ragu, memang di kampung saya sudah banyak yang jualan di (Pasar) Rawu. Teman saya bilang tenang aja, nanti dia mau jaga saya. Terus dia bilang, kalau jualan bisa nambah uang jajan.”

Saat ini, sudah hampir satu tahun Barudin berjualan di pasar Rawu. Barudin tidak pernah berpindah lokasi jualan. Barudin mengaku merasa takut untuk berjualan di tempat lain.

”Kalau di Pasar Rawu, banyak yang saya kenal jadi aman. Gak berani saya pindah-pindah jualan ke tempat lain.”

Di pasar Rawu ini Barudin berkawan dengan teman-teman satu kampung atau sekolah yang juga berjualan. Dikarenakan, berasal dari satu kampung atau sekolah, Barudin mengaku mereka menjadi saling menjaga dan bersatu. Di Pasar Rawu, bagi Barudin, sosok yang dinilai menganggu adalah penjaga keamanan pasar (Satpam). Satpam Pasar Rawu seringkali melakukan tindakan keras terhadap para penjual seperti Barudin. Para Satpam pun seringkali meminta uang rokok. Setiap ada permasalahan tersebut, Barudin meminta bantuan pada teman-teman sekampung atau sekolahnya. Teman-temannya dapat membantu melerai bahkan melakukan gertakan balik pada Satpam tersebut. Barudin sendiri merasa ada seorang abang, atau orang yang dituakan yang selalu melindungi serta mengatasi segala masalah yang dihadapinya dan juga teman-temannya/ Abang tersebut juga merupakan distributor mainan anak di pasar Rawu. Ia juga merupakan tetangga satu kampung dengan Barudin dan mengenal dekat ayah Barudin. Selain mengatasi masalah semacam perselisihan dengan petugas keamanan Pasar Rawu, abang selalu memberi nasihat, terutama terkait dalam penggunaan narkoba, serta juga membantu Barudin maupun teman-temannya dengan memperbolehkan untuk mengambil dulu barang dagangan, mengutang dan sesekali memberikan bonus.

3. Kehidupan Anak Jalanan yang Bersih Narkoba Barudin berkisah bahwa sejumlah orang maupun beberapa temannya menggunakan narkoba. Pengunaan narkoba biasanya dilakukan di Pasar Rawu, terutama pojok di lantai paling atas Pasar Rawu yang sepi atau lapak-lapak pedagang di sore hari. Narkoba yang digunakan di Pasar Rawu adalah destrox, pil anti-depresan. Pil destrox sendiri menurut Barudin yang mengetahui dari teman yang menggunakannya baru beberapa waktu ini digunakan di Pasar Rawu. Oleh sebab itu, penggunaan pil destrox di pasar Rawu ini hanya terbatas pada beberapa orang yang dikenal sudah memakai obat-obatan sejenis narkoba sejak lama. Barudin mengaku pernah ditawari menggunakan pil destrox tersebut oleh teman-temannya sesama penjual. Namun, teman-teman yang menawarinya berumur lebih dewasa dan seringkali berasa dari kelompok anak jalanan (anjel), bukan teman sekampung atau satu sekolah.

”Sering itu temen-temen saya nawarin saya pakai gituan. Biasanya yah kalau lagi kumpul-kumpul gitu. Minum-minum. Terus nelen destro. Yang nawarin sih bukan temen sekolah atau kampung saya. Biasanya yah anak-anak anjel asli, yang suka ngamen di pasar atau di jalan.”

Barudin mengaku tidak tergoda untuk menggunakannya. Jika ditawari, Barudin segera menolaknya. Hal ini disebabkan Barudin sadar bahwa di pasar itu banyak orang-orang sekampung yang bukan saja kenal

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 13: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

dengannya, namun dengan ayahnya. Barudin mengaku takut bertengkar dengan ayahnya jika ketahuan menggunakan narkoba.

”Enggak. Saya gak mau pakai gituan. Saya langsung nolak. Saya juga gak mau coba-coba. Di sini banyak yang kenal sama saya juga bapak. Saya takut bapak tahu, nanti bisa-bisa saya kena ma bapak.”

Barudin bercerita jika ia melakukan penolakan, teman-teman yang menggunakan tersebut tidak mempermasalahkannya. Barudin tidak pernah diancam atau dimusuhi karena penolakannya. Ia memilih untuk meninggalkan teman-temannya bila mulai menggunakan obat-obatan tersebut. Mengenai kegunaan narkoba, Barudin mengaku tidak mengetahuinya. Ia cuma mendengar dari teman-temannya jika memakai narkoba, terutama destrox yang sedang ramai diperbincangkan, dapat membuat seseorang menjadi tenang dan merasa enak.

”Kalau kata temen-temen saya yang pake sih, rasanya enak sekali, buat tenang pikiran, ngilangin stress gitu.”

Barudin sendiri menilai pemakaian narkoba itu berdampak negatif. Barudin mempunyai tetangga yang menggunakan obat-obatan sejenis narkoba. Satu waktu tetangga Barudin itu mengalami kejang-kejang. Menurut kabar angin yang Barudin dengar, kejang-kejang itu disebabkan oleh penggunaan obat-obatan yang berlebihan. Oleh sebab itu, dampak negatif yang paling nyata bagi Barudin adalah dapat menyebabkan kerusakan pada kesehatan tubuh. Barudin menilai tidak semua dari teman-temannya yang berada di Pasar Rawu dapat dengan mudah terbujuk menggunakan narkoba. Hal ini disebabkan banyaknya orang-orang di Pasar Rawu yang berasal dari kampung yang sama dengan teman-temannya yang senantiasa mengawasi. Orang-orang tersebut menurut Barudin telah mengetahui mengenai peredaran narkoba di Pasar Rawu dan merasa khawatir akan hal tersebut, terlebih destrox dapat diperoleh dengan teramat mudah, yaitu membelinya pada salah satu apotik di kisaran Pasar Rawu. Barudin mengaku tidak pernah memperoleh penyuluhan menegnai narkoba. Ia juga tidak pernah mencoba untuk mengajak teman-temannya untuk berhenti menggunakan narkoba.

”Yah, gak ada seperti itu (penyuluhan) di sini, sini mah. Saya belum pernah ikut atau diajak... terus saya juga belum pernah ngajak temen-temen saya berenti pakai. Saya gak enak, sama takut, apalagi kan yang pakai sebagian besar umurnya lebih tua dari saya.”

Meskipun, di pasar tempatnya berjualan terdapat sejumlah orang yang menggunakan narkoba, Barudin merasa yakin dirinya akan tetap bersih dari pemakaian narkoba.

”Saya yakin aja kalau saya gak akan make-make kaya gitu. Saya masih inget Tuhan, katanya kan dosa. Terus apalagi ngerusak badan. Dan saya sih gak mau untuk buat orang tua sedih.”

3.1.3. Kasus Oyoh

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 14: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

Oyoh merupakan anak perempuan pertama dari tiga bersaudara. Mempunyai dua arang adik, satu perempuan dan satu laki-Iaki. Oyoh sehari-hari berjualan es teh keliling di Pasar Rau, berangkat dari rumah pukul 9 pagi sampai pukul 5 sore. Selain berjualan, ayah lebih suka nangkrong dengan teman-teman sekitar rumah. Habi oyoh adalah ngobrol dan kadangkadang membaca buku, terutama buku-buku sekolah. Hal ini dikarenakan ayah sudah berhenti setelah lulus SD, dan ini membuat oyoh hanya berkeingina n atau bercita-cita satu saja, yaitu sekolah lagi. Oyo tinggal dengan keluarganya, bapak dan ibunya sudah meninggal. Sebelum meninggal, bapak oyoh berprafesi sebagai tukang ojek. ayah mengaku tidak mengetahui tingkat pendidikan kedua arang tuanya. Sifat bapak oyah baik, pendiam dan tidak pernah marah. Kalau ada permintaan dari ayoh yang tidak dapat disanggupi aleh bapaknya, maka bapaknya hanya diam saja, tidak mengomel atau memarahi seperti kebanyakan bapakbapak lainnya. Kalau ibu ayoh bekerja sebagai ibu rumah tangga: "orangnya cerewet, bawel, kadang-kadang tapi.. itu kalo ada maunya.. kala ga ada mah biasa aja, baik arangnya.." Adik oyoh yang perempuan sudah tidak sekolah juga semenjak putus srnp. Dia bekerja di toko baju di Pasar yang sama dengan oyoh. Uang yang dihasilkan olen ayah dan adiknya digunakan untuk makan sehari-hari di rumah. Adiknya yang ini pemarah, dan sering marah-marah setiap hari, setelah pulang kerja biasanya langsung tidur . Kalau adiknya yang bungsu, orangnya baik-baik saja, mungkin karena masih kecil sehingga menurut oyoh dia belum mengerti banyak hal. Tetapi adiknya yang bungsu suka marah kalau sudah lapar, tetapi makanan belum matang. Bapak oyoh berasal dari Cilasah, ibunya dari Terumbu. Kedua daerah ini merupakan nama desa di Serang. ayah mengaku tidak bisa berbahasa sunda walaupun mengaku sebagai orang Serang atau Jawa Serang. Sehari-hari memang oyoh menggunakan bahasa Indonesia dengan logat jawa yang cukup kental. Tidak ada peristiwa yang berkesan diantara kedua orang tuanya dan adik-adiknya. Hanya saja meninggalnya bapak dan ibunya hanya berjarak setahun, pada saat itu oyoh merasa sangat terpukul. Oyoh mengaku baru berjualan sekitar dua bulan, itu pun diajak oleh teman-teman di lingkungan rumahnya, yang hasilnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari saja. Oyoh hanya berjualan di pasar saja. Pengalaman yang paling mengesalkan sekaligus sedih buat ayah selama berjualan di pasar adalah ketika diserobot oleh sesama penjual es teh. Apalagi kalau tidak laku, ayoh merasa sedih sekali, karena tidak dapat uang dan diomeli oleh teh luyi yang merupakan karyawan es teh 2 tang sekaligus sebagai orang yang dihormati oyoh. Pengalaman lain ketika berjualan di pasar adalah banyak mengganggu , misalnya dibawa temen atau bahkan diambil baik itu sesama penjual es teh maupun preman. Oyoh juga sering diusir ketika berjualan dan hanya diam saja sambil berpikir: "mungkin bukan rejeki saya.. yah paling ada lagi yang belilah.." Menurut ayoh, Narkoba tidak ada gunanya. Walaupun oyoh tidak mengetahui dampak positif dan negati!nya ayah tidak tertarik untuk mencabanya: "ga lau .. ga ada baiknya.. je lek paling jelek itu!!" Oyoh juga berpendapal tidak senang terhadap orang yang menggunakan narkoba, menurutnya hal itu merupakan hal yang paling buruk. Tetapi oyoh tidak pernah mempunyai teman yang menggunakan narkoba, menurut pengakuannya dia tidak mengetahui ada temannya yang menggunakan narkoba, lerutama teman-temannya sesama penjual es the keliling. Untuk kedepannya, oyoh berpendapat bahwa dia tidak akan pernah menggunakan narkoba bahkan unluk mencobanya sekalipun.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 15: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

3.1.4. Kasus Novi , Novi merupakan anak keempat dari empat dar i empat bersaudara atau anak bungsu. Novi dilahirkan di tangerang selatan dan berse kolah di SD pd ranj i 2 kelas 6 sd. Bapak novi adalah orang jawa betawi dan ibunya orang jawa. Novi tidak mengetahui li ngkat pendidikan kedua orang tuanya. Bapak novi bekerja sebagai supir angkot dan ibunya berjualan jamu di komplek-komplek. Menurut novi, bapaknya adalah orang yang galak dan suka berbicara, terkesan bawel , bahkan kadang-kadang kalau lagi marah sering memukul. Kalau ibu novi sebaliknya, bersifat kalem dan jarang berbicara. Kalau dengan kakak-kakaknya novi, dia berpendapat bahwa kakak -kakaknya orang yang biasa saja , ada yang pendiam, ada yang suka ngomel. Kakaknya yang pertama sudah menikah , yang kedua sudah luius sma dan bekerja, seda ngkan yang ketiga masih sekolah. Peristiwa yang tidak pernah dilupakan oleh novi adalah ketika kedua orangtuanya bertengkar di rumah. Novi mengaku pertingkaran kedua orang tuanya melibatkan barang -barang di rumah alias saling melemparkan barang. Novi bercita-cita untuk menjadi dokter, tetapi dia mengaku malas belajar. Apalagi ketika di kelas. Novi tidak pern ah mendapat rnasalah di kelas atau pun di sekolah, kecuali denga n ternan-ternan nya. Novi mera sa tidak pernah merasa akrab dengan teman-teman sekolahnya karena selalu berkelahi adu mulut dengan mereka. Alasan novi berkelahi karena teman-temannya mempunyai rnulut yang cornel. Novi biasa mengadukan masalah di sekolah dengan gurunya, karena gurunya menurut sering membantunya kalau terlibat masalah dengan teman-temannya. Novi mulai pertama kali mengamen pada tah un 2004. Ketika itu novi diajak oleh teman sekitar rumah dan teman sekolahnya. Alasan novi mengamen adalah untuk mencari uang jajan dan uang tambahan buat sekolah. Novi biasanya mengamen bersama teman temannya di kereta rnenuju tanah abang , tanah abang jug a menjadi lokasi mengamen novi, kemudian roxy, sekita r bintaro - pondok ranji atau di bulungan. Selama mengamen, novi sebenarnya sering merasa takut terutama sarna preman. Tetapi novi mera sa senang karena punya temen banyak. Penga laman novi di kereta, novi merasa takut dengan tante popi: "paling ditakulin di kereta namanya tante popi, orangnya sok jagoan .. suka maen keroyokan, suka gebukin" Novi mengaku dia pernah dipukuli tante popi tersebut di kereta arah ke tanah abang. Oengan mengam en, novi merasa senang , karena telah mendapatkan dua hal, yaitu uang jajan dan teman-teman yang banyak. Walaupun kadang-kadang teman-temannya sering main ledek-Iedekan dan sesekali berkelahi. Menurut novi, banyak pengguna narkoba di jalanan . Dia juga pernah ditawari oleh temannya sesama pengamen. Waktu itu, jenis narkoba yang ditawari adalah dextro, tetapi novi menolak. Novi berpendapat bahwa narkoba itu je lek dan tidak ada dampak positifnya karena pernah melihat temannya yang menggunakan meninggal di jalan; "make-make gitu sakit, entar bisa mati.. kava si tedi, mati dia gara-gara ngedextro" Walaupun novi menolak untuk make dextra dan obat-obat yang sejenis, tetapi novi merasa dia tidak dijauhi oleh teman-temannya , dan temannya pun bersikap biasa saja terhadapnya. Begitu pula ketika novi berusaha untuk mengajak berhenti beberapa teman-temannya, tidak ada perubahan sikap terhadap novi. Kondisi anak jalanan yang rentan terhadap narkoba membuat novi merasa tidak nyaman, terutama melihal anak jalanan yang menggunakan narkoba; "ga enak, ga asik"

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 16: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

Novi tetap optimis kalau dia lidak akan pernah menggunakan narkoba, bahkan mencobanya sekali pun. Walaupun demikian, novi tidak pernah mendapatkan penyuluhan tentang narkoba di sekolah. Informasi yang pernah didapat novi lentang narkoba adalah dari tv, yaitu di liputan 6 di SCTV.

3.2. Penyalahguna Narkoba 3.2.1. Kasus Jaelani

1. Identitas Diri Jaelani, seorang bocah bertubuh gempal. Tahun ini Jaelani berumur sepuluh tahun. Sehari-hari teman-teman sebayanya maupun yang berusia lebih tua memanggilnya Kentung. Sementara, di rumah ia dipanggil Lani. Jaelani merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Jaelani mempunyai hobi menonton DVD. Kartun menjadi tontonan kesukaan Jaelani, seperti Ben 10, The Legend of Aang dan lain sebagainya. Jaelani menonton gambar hidup kesukaannya di tivi kepunyaan salah seorang pemilik warung.

“Saya senengnya nonton. Nonton kartun. Nontonnya di warung punya si teteh. Filmnya yah Ben10, Aang, terus apa yah itu namanya, yah kartun.”

Namun, selain menonton DVD, Jaelani mempunyai salah satu kesukaan yang selalu menggodanya: makan. Jaelani mengaku senang menggerakan mulutnya untuk mengunyah kue-kuean. Jaelani paling senang jika memakan kue yang katanya “kue toko” pemberian sejumlah orang kepadanya. Sehari-hari Jaelani menghabiskan waktu di jalanan. Jaelani mengaku sudah jarang pulang ke rumah. Setiap hari ia tidur di salah satu rumah singgah atau ikut tidur dengan teman-temannya yang berumur lebih tua di taman kota atau halte bus. Kegiatan sehari-hari yang Jaelani lakukan adalah mengamen.

“Udah jarang pulang ke rumah ka, jadinya Jaelani banyakan tidur di jalan, atau di rumah abang (sebutan untuk rumah singgah), kalau gak di sana yah di situ, di warung besi, di haltenya, atau di taman sama abang. Kalau tiap hari, yah saya sih ngamen-ngamen aja kak.”

Jaelani memulai kegiatan mengamennya saat matahari mulai berada di atas ubun-ubun kepalanya. Pada pagi hari, Jaelani menghabiskan waktu untuk tidur-tiduran saja, duduk-duduk di pinggir jalan, mengobrol, atau sekadar memainkan gitar. Saat siang hari, Jaelani memulai kegiatan mengamennya dengan mengikuti perjalanan kendaraan angkutan umum keliling kota. Jaelani mengaku mengikuti hampir seluruh trayek angkutan umum. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, Jaelani pernah mengikuti angkutan umum yang membawanya ke Cilegon, Rangkasbitung sampai Jakarta. Barulah, pada sekitar pukul tiga atau empat sore, Jaelani mengamen di persimpangan jalan Carrefour, tepat di bawah lampu merah bersama teman-temannya. Alasan Jaelani:

“Kalau sore kan udah gak panas, kak. Terus saya bisa kumpul sama temen-temen. Gak capek.” Jaelani biasa menghabiskan waktu dengan mengamen di persimpangan jalan Carrefour hingga pukul tujuh atau delapan malam. Setelah itu, Jaelani akan menghabiskan waktunya dengan teman-teman mengamennya.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 17: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

Jaelani mempunyai cita-cita menjadi polisi. Ia ingin menjadi pelindung masyarakat. Di matanya, polisi adalah sosok yang memberantas dan melindungi masyarakat dari segala ancaman kejahatan.

”Ia cita-cita Jaelani, kak, pengen jadi polisi. Biar bisa bantu masyarakat. Ngelindungin dari yang jahat.”

Ayah Jaelani bernama Mangkubesi. Jaelani tidak tahu berapa umur ayahnya, tidak juga dapat menerkanya. Ayah Jaleani bekerja sebagai tukang becak. Tempat mangkal ayah Jaelani berada di dekat perumahan. Ayah Jaelani bekerja semenjak dari pagi hingga sore. Kadang, ayah Jaelani mengantarkan ibu-ibu pengguni perumahan itu ke pasar. Jaelani mengingat kalau ayahnya tidak bersekolah. Ayahnya dulu seingat Jaelani pernah bekerja di salah satu usaha kecil, semacam bengkel. Usaha itu tutup dan menyebabkan ayah Jaelani tidak bekerja dalam sekian waktu sebelum akhirnya menarik becak. Mengenai sifat ayahnya, Jaelani mengingat:

”Bapak orangnya gak banyak omong. Diem terus. Kalau ke Jaelani bapak baik, kak. Terus suka ngasih uang jajan ke Jaelani.”

Ibu Jaelani bernama Tuningsih. Seperti halnya dengan usia ayahnya, Jaelani tidak mengetahui pasti berapa umur ibunya. Ibunya tidak bekerja. Sehari-hari waktunya ditujukan untuk mengerjakan urusan rumah tangga, seperti: memasak, mencuci, merapikan rumah dan sebagainya. Jaelani mengingat, ibunya serupa dengan ayahnya: ”Ibu sama kaya bapak, sukanya diem, terus gak pernah marah-marah.” Adapun mengenai kedua kakaknya, Jaelani mengaku tidak tahu pekerjaan kedua kakaknya. Salah seorang di antaranya bekerja ke luar kota, tapi tidak tahu apa yang dikerjakannya. Adapun, salah seorang kakaknya lagi lebih sering ke luar rumah, dan jarang pulang ke rumah dan Jaelani pun tidak tahu apa yang dikerjakannya. Sifat kedua kakaknya yang Jaelani ingat adalah baik hati dan tidak pernah memarahinya. Kadang-kadang kakak keduanya memberikan hadiah, baik berupa mainan atau uang saku. Jaelani sudah tidak melanjutkan sekolah. Jaelani dahulu sekolah di SD Cipitut, Serang. Jaelani sekolah hingga kelas tiga SD. Jaelani tidak melanjutkan sekolah karena sudah tidak mempunyai biaya. Jaelani merasa sebal jika pihak sekolah sudah menagih untuk bayar iuran bulanan. Jika Jaelani memintanya pada ayahnya, ayahnya kadang hanya menjanjikan untuk segera membayarakannya, namun rupanya pada suatu hari, ayahnya menyuruhnya untuk berhenti sekolah. Saat disuruh berhenti sekolah, Jaelani merasa biasa-biasa saja. Tidak merasa kehilangan, atau sedih. Semasa kelas dua SD, Jaelani sudah mulai mengamen atau bermain di jalanan. Ia pun jarang ke sekolah. Saat mengenang masa-masa di sekolah, terutama pertemanannya dengan rekan-rekan sebayanya, Jaelani merasa senang-senang saja. Hubungan antara teman-temannya –murid sekolah dengan guru, pun dinilainya biasa-biasa saja, dalam artian, tidak ada pertentangan di antara guru dan murid atau perselisihan. Bagi Jaelani, apa yang dia kenang saat bersekolah, adalah saat jajan di kantin sekolah. Di kantin sekolah Jaelani mengingat banyak yang menjual jajanan seperti kue-kue, ciki, sosis, roti bakar.

2. Riwayat ke Jalan Sedari kelas 2 SD, Jaelani sudah berhubungan dengan anak-anak jalanan. Jaelani mengakui anak-anak jalanan itu dikenalnya saat ia mencoba-coba main di jalanan. Jaelani mengakui tidak mengalami

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 18: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

permasalahan apa-apa dengan anak-anak jalanan tersebut. Jaelani malah merasa diterima, dan bermain dengan anak-anak jalanan terasa lebih mengasyikan dibanding dengan teman-teman di sekolah. Jaelani pun merasa kerasan bermain di jalanan. Satu hari, setelah beberapa waktu berhenti sekolah, Aa Dayat mengajaknya untuk mengamen daripada sekadar bermain di jalanan. Aa Dayat kemudian mengajarkannya memainkan gitar kecil, ukulele, kendang pipa plastik dan bernyanyi.

”Dulu saya kak, di sini (di jalanan) cuma main-main aja, gak ngapa-ngapain. Sesekali pernah sih ikut ngamen, tapi nemenin temen. Nah, terus ada Aa Dayat dateng. Dia ngajak saya ngamen. Tapi ngamen beneran, katanya, jangan cuma ngamen-ngamenan. Terus Aa Dayat nanya mau ga? Daripada maen2 aja. Terus saya jawab mau. Terus Aa Dayat ngajarin saya main gitar, ngukulele, gendangan sama nyanyi.”

Jaelani mengingat dirinya baru sekitar satu tahun berada di jalanan. Selama di jalanan Jaelani mengamen hanya di sekitar daerah Warung Besi, persimpangan jalan Carrefour, di kendaraan umum dalam dan luar kota.

”Kalau ngamen saya biasanya di Warung Besi, di Carrefour, di angkot sama di bis. Terus waktu ngamen udah sampe Balaraja, Terminal, Pelabuhan, Kebon Jahe, Jakarta sama Tanggerang.”

Waktu berada di jalanan, Jaelani berteman dengan Onis, Egen, Didin, Romi. Anak-anak tersebut baru dikenalnya saat berada di jalanan. Selama di jalanan Jaelani bersama teman-temannya sering berbagi bersama, dalam hal uang, makanan dan bahkan saling bantu-membantu. Hal inilah yang menyebabkan terjalinnya persahabatan yang erat di antara mereka. Jaelani bercerita bahwa gangguan diperolehnya dari orang yang tidak dikenal. Orang tidak dikenal sering tiba-tiba melakukan tindakan kekerasan padanya. Satu waktu ia pernah dipukul orang waktu mengamen di kendaraan umum. Di waktu lain pernah juga ada orang yang meminta uang kepadanya.

„Biasa saya gak kenal kak, siapa tuh yang ganggu saya. Seringnya orang gede. Pernah juga kakek. Sukanya mukul tiba-tiba. Atau malakin uang ke saya.”

Selama di jalanan, Jaelani mengaku mempunyai abang. Abang di sini adalah orang yang dituakan yang siap membantu atau mengatasi permasalahan si anak jalanan dalam berbagai hal. Abang Jaelani antara Bang Erwin, Bang Andi dan Aa Dayat. Abang-abang ini seringkali membantu Jaelani, semisal kalau Jaelani sedang tidak mempunyai uang, atau memberikan makanan ke pada Jaelani.

”Abang-abang itu baik-baik kak. Bisa lindungin Jaelani. Terus kalau Jaelani lagi ga punya uang, biasanya dikasih. Rokok juga. Terus sama makanan juga.”

3. Riwayat Penggunaan Narkoba

Jaelani semenjak menghabiskan sebagian waktunya di jalanan lebih banyak bergaul dengan anak-anak yang berusia lebih tua dengannya. Jaelani mengakui dirinya nurut, atau menurut selalu ajakan dari anak-anak yang berusia lebih tua dengannya. Berbeda dengan teman-teman sebayanya yang seringkali memilih pulang lebih dulu atau menghindar untuk berkumpul dengan anak-anak yang berusia lebih tua, Jaelani malah seringkali ngitil, mengikuti selalu anak-anak yang berusia lebih tau.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 19: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

Hal inilah yang menjadi pintu masuk perkenalan Jaelani terhadap narkoba. Jaelani mulanya diajak untuk merokok dan meminum minuman keras oleh anak-anak yang berusia lebih tua darinya yang kemudian berlanjut pada penggunaan sejumlah obat-obatan.

“Kan disuruh ngerokok pertamanya, waktu itu belum bisa, baru bisa isep – keluarin asap, isep-keluarin asap, belum bisa ngebelem (menelan asap rokok). Lama-lama bisa. Terus abis ngerokok ditawarin minum. Rasanya gak enak. Asem-asem pait. Sama panas badan. Tapi enaknya badan jadi enteng gitu. Nah baru abis itu dikasih destrok sama pernah tuh tri-x.”

Ketika menggunakan narkoba, Jaelani menceritakannya bahwa ia menggunakannya dalam keadaan sadar serta bersama-sama dengan anak-anak lainnya yang menurut Jaelani inilah yang menyenangkan.

”Saya tuh kalau make yah lagi sadar kak. Lagi gak ada perasaan apa-apa, lagi biasa-biasa aja gitu. Enaknya tuh kalo lagi make pas sama temen-temen. Jadi seneng gitu. Jadi rame gimana gitu rasa.”

Pertama kali Jaelani mencoba menggunakan lem. Penggunaan lem dilakukannya secara iseng. Namun, Jaelani mengaku tidak menyukainya karena menyebabkan kepalanya pusing dan mual-mual. Setelah menggunakan lem, Jaelani ditawari sejumlah obat-obatan Ia mengaku lebih senang memakai obat-obatan daripada ngelem. Karena, membuatnya tenang dan nyaman. Salah satu obat-obatan yang sedang paling sering digunakan olehnya adalah pil destrox. Pil ini dimakannya biasa dua atau tiga kali seminggu, tergantung ketersediaan obat. Jaelani mengaku obat itu diperoleh dari anak-anak yang lebih tua. Ia disuruh oleh anak-anak itu menggunakannya. Pil itu biasanya dikonsumsi sebanyak sepuluh sampai dua puluh butir untuk sekali minum. Seringkali, pil itu dicampur dengan bir atau minuman keras. Mengenai sensasi penggunaan pil itu, Jaelani menceritakan:

”Rasanya enak, gimana gitu, jadinya tenang gitu, yah enak, kayanya enteng gitu pikiran. Itu kalau destro. Kalau pil tri-x beda lagi, tuh sama-sama enak, tapi buat kita gak sadar, suka lari-lari.”

Sensasi rasa yang diperoleh Jaelani diakui tidak dapat diperolehnya dari hal lain. Rasanya berbeda, dan sulit untuk dijelaskan. Namun, satu hal yang diperoleh oleh Jaelani adalah ketenangan jiwa yang berupa dari perasaan enteng akan terlepasnya masalah-masalah yang mengukungnya.

4. Riwayat Mengedarkan Narkoba Jaelani mengaku kalau dirinya sering mengantar narkoba. Narkoba yang diantar tidak lain adalah pil destrox. Pil destrox ini dapat dibeli di apotik atau di salah satu toko Jamu yang juga menjual Amer (anggur merah) di salah satu persimpangan kota Serang. Namun, pil destrox yang diantarkan Jaelani diperolehnya dari anak-anak yang berusia lebih tua darinya. Alasan Jaelani mengantarkan pil tersebut:

”Yah, cuma mau bantu kakak-kakak saya aja. Saya cuma disuruh anter kresekan (plastik) ke siapa gitu. Saya tau sih isinya pil. Yah kalau nganter paling dikasih goceng (Rp. 5.000) paling besar atau dibayarin makan.”

Jaelani mengaku bukan karena uang dirinya mengantar narkoba. Lebih didasarkan membantu anak-anak jalanan yang berusia lebih tua darinya. Dirinya pun tidak tahu siapa orang-orang yang diantarkan pil-pil tersebut olehnya. Yang dirinya tahu, hanya mengantarkan, itu saja. Tidak ada proses semacam transaksi,

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 20: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

si orang yang diantar memberikan uang kepada Jaelani atau semacamnya. Jaelani pun mengaku tidak merasa takut jika sewaktu-waktu berurusan dengan polisi.

”Kan dianter ke orang-orang yang deket-deket sini aja. Gak jauh-jauh. Terus kalo ada polisi, kan saya cuma nganter, bilang aja ngak tau apa-apa, Pengalaman nganter yah biasa-biasa aja sih”

Mengenai bagaimana hubungan dirinya dengan penggunaan narkoba di kemudian hari kelak, Jaelani bingung. Ia merasa dirinya sulit untuk lepas dari penggunaan narkoba, karena dirinya lebih sering berkumpul dengan teman-teman yang juga memakainya.

”Yah, gak tau kak. Kan temen-temen saya pada make. Terus saya suka diajak-anak temen. Jadi saya gak tau kapan berenti”

3.2.2. Kasus Tb. Ahmad Sitahdi, Tb Ahmad Sitahdi, panggilannya Setyadi, merupakan anak ke-6 dari 7 bersaudara. Setyadi sudah tidak bersekolah lagi semenjak lulus sd. Dia mengaku lebih senang berada di jalan, karena lebih bebas dan mau hidup mandiri, tidak menyusahkan orang tua. Sehari-hari selyadi berada di jalan sebagai anak punk, kegialannya adalah nongkrong, bermain, dan mengamen. Selyadi memiliki hobi memancing, tempat favoritnya untuk memancing adalah di anjungan kapal di pelabuhan merak. Setyadi bahkan pernah terbawa sampai lampung karena memancing . Setyadi bercita-cita menjadi pilot atau pembalap , bahkan dia beranganangan untuk menjadi pembalap motor suatu saal nanti kelika sudah pensiun menjadi anak punk. Ketika masih bersekolah dulu, setyadi mengaku cukup berprestasi , karena sering menjadi rangking satuu di kelas dan pernah mendapat beasiswa. Selain itu, setyadi pernah menjadi juara 1 lomba teknologi sederhana sekabupaten Serang dengan membual alat pemotong rumput. Selain itu, selyadi juga pernah menjadi juara 2 lomba silat seprovinsi banten dan juara 3 laekwondo seprovinsi banten, pernah juga juara 2 lomba debus sekabupalen serang. Setyadi mengaku belajar beladiri dari kakeknya yang merupakan warisan turun lemurun dari keluarga. Setyadi mengaku tidak pernah bermasalah dengan teman-teman dan pelajaran sekolah, kecuali guru. Setyadi pernah bertengkar bahkan berkelahi dengan salah satu gurunya karena dituduh mencuri penggaris temannya yang adalah anak dari guru lersebut. Menurul setyadi penggarisnya mirip dengan temannya yang hilang, padahal penggaris lersebut merupakan salah satu hadiah perlombaan teknologi sederhana yang dimenangkannya. Kedua orang tua setyadi berpendidikan, ayahnya tamalan SMK dan ibunya SMA. Ayahnya bekerja sebagai salah satu staf kantor Krakatau Steel, sedangkan ibunya bekerja sebagai guru TK. Menurut setyadi, ayahnya bersifat baik dan tidak pelit: "bokap orangnya santai.. kadang-kadang marah sih.. tapi seneng punya bokap kaya gini.. sering beliin maenan.. ga pelitlah" Ibu setyadi bersifat santai dan baik, kadang-kadang suka mencubit sampai setyadi merasa kesakitan, menjewer bahkan menampar. Tetapi sering juga mengajak belanja, hal ini membuat selyadi merasa senang punya ibu seperti ibunya. Hal yang tidak disukai dan kedua orang tua setyadi adalah sering memanjakan dirinya. Hal ini membuat dia merasa tidak nyaman dan lebih senang berada di jalan, karena merasa lebih mandiri daripada di rumah. Kakak-kakak dari setyadi merupakan orang-orang yang santai, dan sudah lulus sma semua. Setyadi mempunyai salu adik yang masih berusia tiga tahun kelika dia

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 21: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

menjadi anak punk. Peristiwa yang paling berkesan buat setyadi adalah ketika diakal makan-makan dan maen di mall oleh kedua orang tuanya. Kalau ingat peristiwa ini, membuat setyadi ingat rumah. Kalau dengan kakak-kakaknya , peristiwa yang paling berkesan adalah ketika berenang bersama di kolam renang publik di brimob. Kegiatan sehari-hari setyadi adalah nongkrong dan mengamen, selain itu bermain sepakbola di alun-alun. Tempat yang paling sering ditongkrongi adalah di taman ciceri dan alun-alun, terutama ketika malam. Selama di jalanan, setyadi sering mengalami kekerasan fisik terutama dari sesama anak jalanan dan preman. Kekerasan fisik terutama dialami setyadi ketika mengamen di kota lain selain serang, biasanya di Jakarta atau Tangerang. Setyadi adalah perokok, dia pertama kali mencoba rokok ketika umur 8 tahun dan sudah mulai rutin merokok pada umur 1Dtahun. Alasan setyadi merokok adalah penasaran, dia ingin tahu rasanya bagaimana rokok itu. Lain halnya dengan minuman alkohol, setyadi mencoba minum minuman alkohol karena diajak teman-teman dijalanan. Pada saat itu, setyadi masih berumur 11 tahun dan masih bersekolah, walaupun sudah sering nongkrong di jalanan. Setyadi mulai rutin minum minuman beralkohol pada umur 12 tahun , dan saat ini dia hampir setiap hari minum. Minuman yang paling sering adalah rajawali dan anggur merah, tapi sekarang karena harga anggur merah sudah naik, maka minuman yang dijadikan pengganti adalah tuak. Minuman yang pernah dicoba setyadi banyak, salah satunya adalah jack daniels dan newport. Dia mendapatkan dari seorang teman yang sudah tua, berumur 3D-an, yang kebetulan sangat dihormati olehnya. Orang ini menurut setyadi adalah anak seorang perwira yang kebetulan dia sendiri juga perwira. Orang tersebut juga yang sesekali memberikan setyadi obat-obatan (narkoba) selain teman-temannya sesama anak punk, Narkoba yang pertama kali dicoba setyadi adalah dextro pada umur 12 tahun. Alasannya sederhana, karena ternan. Pertama kali mencoba minuman beralkohol dan dextro, setyadi merasa santai dan rileks. Hal ini membuat setyadi menjadi senang minum dan menggunakan narkoba. Selain dextro, setyadi juga pernah mencoba dan beberapa kali menggunakan jenis narkoba lainnya, yaitu ganja, inex, kecubung, lem aibon, tri-x, eta, dsb. Pada umur 13 tahun, setyadi mulai rutin menggunakan narkoba, terutama dextro yang menjadi favorit setyadi. Setyadi juga pernah mengalami overdosis, kurang lebih 4 bulan yang lalu. Setyadi mendapat perawatan medis di rumah sakit yang dibiayai oleh orangtuanya . Setelah itu setyadi sempat berhenti selama kurang lebih sebulan karena perawatan. Selama perawatan, setyadi berada di rumah. Setyadi menggunakan narkoba kembali setelah dia kembali ke jalan, terutama karena diajak teman-temannya: "tadinya udah berhenti mas.. cuma gara-gara bosen di rumah, terus maen, pas lagi maen ke pasar rau, ditawarin temen.. trus make lagi.. hehehe.." Oleh karena itu, menurut setyadi tempat yang paling cocok untuk rehabilitasi adalah di rumah. Selain mengkonsumsi dextro, setyadi juga pernah menjualnya. Hal ini terjadi tidak disengaja dan hanya terjadi sekali. Setyadi menjualnya ke teman-temannya sesama anak punk; "iva.. pernah tuh .. tapi ga niat jualnya.. iseng doang.. kan yang tau tempat beli dextro saya doang.. waktu itu saya beli 200 , trus ada temen yang rnau, waktu itu dextro masih 100 sebiji, trus saya bilang 200 sebiji.. eh mau.. yaudah.. hehehe.. tapi Cuma sekali itu doang .. ga mau lagi, takut .." Setyadi mengaku dia tidak mau menjualnya lagi , karena takut tertangkap oleh polisi dan dipenjara, karena dia pernah melihat hal tersebut pada salah satu temannya di jalan. Walaupun begitu, setyadi mengaku ketika menjual dia tidak rnerasakan apapu n, tidak takut , biasa aja . Namun setelahnya dia baru merasakan perasaan takut tersebut. Untuk kedepan, setyadi tidak tahu apakah akan berhenti

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 22: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

menggunakan narkoba atau tidak , tapi yang pasti suatu saat nanti akan berhenti ketika sudah pensiun dari jalan. 3.2.3. Kasus Sukri Sukri biasa dikenal oleh teman-temannya sebagai Ebong. Usia Sukri adalah 14 tahun yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Hobi Sukri adalah bennain musik dan dia mempunyai band serta sering bennain band disebuah studio musik milik temannya yang kebetulan dari keluarga berada. Kegiatan sehari-hari Sukri adalah membantu orang tua (ngangsu air) untuk kegiatan sehari-hari, sekolah, dan kemudian ngamen dijalanan yang dilakukannya sepulang sekolah hingga malam tiba biasanya hingga pukul sebelas malam. Cita-citanya sederhana, "Hanya ingin bekerja seperti orang-orang dan kalau bisa ingin menjadi KOPASSUS seperti adik mama saya", katanya. Ayahnya memiliki dua pekerjaan, pagi sebagai tukang ojek motor dan kalau malam menjadi tukang parkir yang menurut Sukri penghasilan dari tukang parkir di malam hari itu lumayan. Ayah Sukri yang hanya lulusan sekolah dasar ini dikenalnya sebagai orang yang baik dan tidak galak. Beliau pun sering sekali memperingati anak-anaknya agar tidak suka mabuk-mabukan. Ketika saya tanya tentang pendapatnya tentang ayahnya ini, Sukri menjawab, "senang bang karena ayah saya orangnya gak terlalu suka ngelarang, ya paling cuma masalah mabok tadi aja bang." Ibu Sukri bekerja sebagai tukang cuci di daerah tempat tinggalnya. Ibu yang hanya lulusan sekolah menengah pertama ini pun dikenalnya sangat baik dan tidak pernah marah padanya. "Ibu saya ini baik banget sarna saya bang, kalo saya ketangkep pol pp aja dia selalu bantuin saya, dia manggil adiknya yang di brimob sini buat bebasin saya, mungkin karena kan tiap pagi saya selalu bantuin kerjaan nyuci dia itu bang ngambil-ngambilin air makanya dia baik banget sarna saya." katanya. Adik-adik Sukri masih sekolah di sekolah dasar dekat rumah mereka. Hubungannya dengan adik-adik pun sangat baik dan suka bercanda dengan mereka. Orangtua Sukri berasal dari Banten juga. Dan semenjak mereka berpacaran sudah tinggal di Serang hingga sekarang. Hal yang paling berkesan menurut Sukri dari ayahnya adalah ketika ada acara perayaan ulang tahun tetangganya, sang ayah rnenyuruhnya untuk mengisi acara di perayaan tersebut dengan bernyanyi. Menurutnya ketika itu dia merasa bahwa selama ini hobi bermusiknya diperhatikan oleh ayahnya. Hal yang paling berkesan menurut Sukri dari ibunya adalah ketika mereka berdua mencuci pakaian di waktu hujan. Karena mencuci pakaian tersebut merupakan pakaian pelanggan yang harus selesai dikerjakan pada hari itu juga. Sedangkan dari saudara-saudaranya adalah selalu berbagi keceriaan selama dirumah. Sukri sekarang sekolah di sekolah menengah pertama kelas 2. Masalah yang dihadapinya selama disekolah adalah karena sifatnya yang terIalu berani . Jika menolong ternan dan harus berantem, maka akan dia lakukan. Hubungannya dengan guru pun benrmasalah hanya kepada guru-guru yang tidak suka kepada dirinya. Kalau kepada teman-temannya sangat baik karena dia dikenal setia kawan dan suka menolong, dan hanya kepada beberapa ternan saja dia bennasalah. Peristiwa yang paling berkesan menurutnya adalah ketika dia bersama beberapa temannya ketahuan merokok di wc sekolah oleh guru dan kemudian dihukurn jalan bebek di halaman sekolahan bersama teman-temannya itu. Alasan Sukri sering berada di jalan adalah karena ingin membantu orang tua, meringankan beban biaya yang ditanggung orang tuanya untuk menghidupi keluarganya. Lokasi perpindahan Sukri selama ada

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 23: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

dijalanan adalah tidak melulu di Serang. Jika di Serang dia hanya memutari alun-alun dan biasanya dia ikut bis mengamen hingga ke Merak untuk kemudian kembali ke Serang pada hari yang sarna. "Biasanya saya sarna ternan-ternan ikut bis sarnpe Merak bang, trus nanti jam San balik lagi ke sini, cuma tadi aja kita gakjadi ke Merak." katanya. Di jalanan, Sukri bersarna teman-temannya yang merupakan ternan satu daerah tempat tinggal. Bukan ternan sekolah karena ternan sekolah Sukri kebanyakan dari keluarga berada yang tidak mau diajak menggelandang di jalan. Awalnya Sukri diajak berkumpul dengan ternan-ternan disekitar tempat tinggalnya, kemudian berkenalan dengan anak-anak lain yang sudah lebih dulu tinggal atau hidup di jalanan. Selama hidup di jalanan Sukri selalu diganggu oleh Pol PP, dan apabila dia tertangkap oleh Pol PP maka ibunya yang selalu membantu membebaskannya dengan membawa Brimob. Menurutnya tidak ada struktur sosial dikelompoknya, semuanya sama saja tidak ada yang dituakan dan tidak ada yang menganggap dirinya pemimpin. Dan sejauh ini Sukri mendapatkan apa yang dia cari dijalanan. Yaitu "uang untuk bantu orang tua dan pengalaman hidup .' katanya. Sukri mengenal narkoba sejak awal SMP. Awalnya dari ternan yang menyuruh dan memaksanya mencoba. Kemudian menjadi tertarik karena dapat membantunya melepas stress karena masalah cewe. Dan dia hanya menggunakan narkoba itu hanya ketika dirinya merasa frustasi karena masalah cewe, "biasanya kalo abis diputusin sama cewe." katanya. Jenis narkoba yang pertarna kali dipakai dan sering dipakai adalah Dextro . Dan dia hanya menggunakan Dextro sebagai anti stressnya selama ini. Yang dia rasakan adalah menjadi enteng, jalan jadi enteng, bisa melupakan segala macarn masalah. Untuk menggantikan narkoba, biasanya Sukri menggunakan minurnan Anggur Merah. Kenikmatan yang didapat dari mengkonsurnsi narkoba menurutnya adalah menjadi tenang. Menurut Sukri, kegunaan narkoba untuk dirinya adalah dapat melepaskan dirinya dari stress. Dan ketika saya tanya mana yang lebih dirasakan antara positif dan negatif dia pun menjawab, "negatif bang". Selama ini hanya pacarnya yang memintanya untuk berhenti menggunakan narkoba, karena hanya pacarnya saja yang mengetahui Sukri menggunakan narkoba. Ketika ditanya mengenai peristiwa yang paling berkesan dari penggunaan narkoba, lagi-lagi dia menjawab "ketika diputusin sarna cewe saya, maka dengan narkoba saya jadi bisa tenang lagi bang, saya jadi bisa ngelupain masalah saya sama cewe saya itu". Kebetulan Sukri ini tidak pemah mengedarkan narkoba karena dia pun hanya memakai dalam situasi dan keadaan tertentu saja . Dan karena menurutnya untuk mendapatkan Dextro ini cukup mudah, yaitu di apotek. 3.2.4. Kasus Muhammad Guradi 1. Identitas Diri Muhammad Guradi , kesehariannya disapa sebagai Ponte!' Stasiun kereta api Pondok Ranji menjadi tempat tinggal sehari-hari anak lelaki berumur 16 tahun yang bertubuh kurus. Muhamad Guradi merupakan anak sulung dari lima bersaudara. la mempunyai dua adik kandung dan dua adik tiri yang tinggal di kabupaten Krojo, Manuk, Banten. "Adik saya banyak. Ada empat. Beda ibu, satu bapak tapinya kak." PonteI mempunyai hobi bennain sepak bola. la terpilih sebagai kapten tim TPS, tim binaan sekolah intemasional yang Muhamad Guradi namakan sebagai sekolah British. Ia berposisi sebagai penyerang serta pengatur permainan (playmaker). Keikutsertaan Guradi dalam tim binaan tersebut disebabkan Guradi sering mengikuti kompeti si pertandingan bola. Kepiawaian pennainan Guradi menarik perhatian pembina tim yang rupanya seorang berkeban gsaan asing, di mana Guradi memanggilnya si bule. Hobi

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 24: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

Guradi ini rupanya berkembang menjadi satu prestasi bagi dirinya, Pada tahun 2009, tim tempat Guradi bennain memperoleh juara satu dalam suatu kompeti si. Pada tahun 20 I0, tim Guradi tersebut baru saja memperoleh juara dua dalam kompeti si yang sama dengan tahun sebelumnya. "Hobi saya main bola kak. Saya suka ikut kompeti si. Lama-lama ada yang liatin saya main, orang bule yang gak taunya kerja di sekolah British. Saya diajakin gabung sarna dia ke tim TPS. Lama-lama saya ikut juga kompeti si sarna tim TPS. Tandingnya jauh-jauh. Di Boger, Bekasi, terus lapangan samping Senayan. Kalau finalnya, kompetisi di Bali. Nama saya juga ada di Bekasi kecatat jadi master, waktu juara kernarin. Saya sih senang aja, soalnya hobi saya ini lumayan buat saya kak. Buat nambah-narnbah uang jajan." Selain bermain bola. Guradi rnernpun yai hobi bermain rnusik. Guradi bermain rnusik bersama ternan-ternan anak jalanan stasiun kereta Pondok Ranji. Gurad i sendiri memfavoritkan grup rnusik ST 12. "Saya dari awal ke luar rnusik STI 2 pertama, saya langsung suka." Guradi sendiri mempunyai cita- cita bekerja tetap. Guradi menyadari usianya sudah terbilan g tidak rnuda . Guradi rnulai rnernikirkan kehidupannya di kernudian hari kelak. Hal ini disebabkan orang tuanya, rneskipun rnenurut Guradi bukan sebagai bentuk tekanan, seringkali menanyakan Guradi akan menjadi apa. Oran g tuanya pun mulai rnernberikan garnbaran tentang kehidupan di kemudian hari , seperti kelak Guradi akan rneminang gadis, mernbangun rurnah tangga hingga rnempunyai buah hati yang keseluruhannya mernbutuhkan biaya. Adapun pandangan Guradi rnengenai cita-cita dan harapannya: "Saya rnaunya kerja. Gitu . Gak nyapu-nyapu lagi di kereta. Maunya di kantoran. Kernarin si bule bilang habis kornpetisi saya rnau disuruh kerja di sekolah British. Yah, jadi apa gitu. Bantu-bantu aja gitu. Jadi pesuruh atau buat kopi. Saya sih gak rnasalah ." Guradi hanya berharap dengan bekerja tetap dapat membahagiakan kedua orang tuanya, meskipun pekerjaan yang dijalaninya hanya sebatas pesuruh. Ayah Guradi bemama Musrip berusia 40an-50an, Guradi tidak tahu dengan pasti. Pekerjaan bapak Guradi adalah supir kornplek . Apa yang dimaksud sebagai supir kompl ek Guradi rnenceritakan bahwa pekerjaannya rnengantar-rnengantar orang kompleks, apakah hendak pergi ke satu ternpat, ke pasar atau ke luar kota, dan dia akan diupah. Mengenai besaran upah tidak tahu. Ayah Guradi hanya berpendidikkan sampai 6 SD. Guradi mengisahkan sifat ayahnya sebagai: "Bapak itu, galak enggak, baik juga enggak. Lebih senngnya marah-marah. Apalagi kalau saya buat salah kak." Ibu kandung Guradi bemama Damah, berusia kurang lebih 45 tahun. Guradi tidak tahu jenjang pendidikkan yang di tempuh oleh ibunya. Ibunya bekerja sebagai pembantu di kompleks. Gaji yang diperoleh ibunya sekitar 400 ribu perbulan. Guradi mengenang sifat ibunya sebagai sosok yang baik, sosok yang selalu membelanya jika Guradi dimarahi oleh ayahnya . Mengenai ibu tiri, Guradi tidak kenaI dekat, karena ibu tiri itu tinggal di rumah yang berbeda. Adik-adik Guradi antara lain bernama: Mudirah, 15 tahun yang bersekolah di Senepar, Tanggerang, Mayangsari, 12 tahun yang bersekolah di kampungnya di Krojo, Manuk, Banten, dan Yanto 14 tahun yang bersekolah di tempat yang sarna dengan Mayangsari. Guradi mengakui sebenarnya ia mempunyai

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 25: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

banyak saudara, karena ayahnya mempunyai banyak istri, dan ada beberapa saudara tirinya yang tidak ia ketahui namanya. Guradi menggambarkan hubungan antara dirinya dengan saudara-saudaranya terjalin cukup akur, perselisihan atau pertengkaran hanya disebabkan oleh permasalahan sepele, seperti dirinya sering memarahi adiknya jika adik-adiknya tidak mau mandi. Guradi sudah lama tidak melanjutkan sekolah. Hal ini Guradi ceritakan: "Saya berhenti sekolah waktu kelas 3 SD. Saya berhenti sekolah karena dituduh cium anak guru. Sebenarnya anak itu yang suka ke saya kak. Dia yang buat cerita kalau saya cium dia." Orang tua Guradi tidak melarang Guradi. Guradi pun mengakui dirinya juga suka nakal ketika sekolah. Jarang masuk atau tidak mendengarkan guru ketika di kelas. Hubungan antara guru dan murid menurut Guradi berlangsung biasa saja, "Yang namanya anak-anak, pasti ada aja yang ngelawan ke guru." Guradi berharap dia bisa melanjutkan sekolah lagi agar tidak dibegoin sarna orang. Ayah Guradi pemah menawarkan dirinya untuk melanjutkan sekolah, tapi Guradi sendiri merasa malas karena menyadari usianya yang hampir menginjak 17 tahun. 2. Riwayat ke Jalan Guradi mengaku saat turun ke jalan didasari oleh keputusannya sendiri. Guradi aslinya tinggal di Krojo, Manuk, Banten. Guradi menetapkan untuk tinggal di Pondok Ranji secara tidak sengaja saat sekitar 5 tahun lalu. Guradi saat pertama kali di Pondok Ranji tidak mempunyai seorang ternan pun. la yang berinisiatif untuk berkenalan dengan anak-anak lainnya. Respon anak-anak lain dapat dibilang terbuka , sehingga Guradi merasa kerasan dan nyaman tinggal di tempat itu. "Saya berangkat sendiri ke Pondok Ranji. Waktu itu saya mau jalan-jalan aja. Dari stasiun ke stasiun. Sampai akhirnya sampai di stasiun Pondok Ranji. Waktu di sini jujur aja saya gak takut, namanya juga laki-laki, kalau kita dijahatin yah kita lawan aja. Tapi, temyata anak-anak disini baik-baik, welkom sarna saya. Jadi akhirnya saya jadi betah." Selama menetap di stasiun Pondok Ranji, Guradi bekerja sebagai penyapu kereta. Ia memilih menjadi penyapu kereta karena dini lai lebih mudah mendapatkan uang. "Saya milih jadi tukang nyapu aja. Sehari bisa dapet 20 ribu sampe 50 ribu. Kalau ngamen biasanya lebih dikit karena orang-orang kadang suka lebih agak gimana sarna pengamen." Guradi menuturkan menjad i penyapu kereta mempunyai batasan lokasi kerja. Guradi menuturkan dirinya hanya boleh menyapu sampai stasiun Serpong, tidak boleh ke stasiun Kota atau ke stasiun kereta lainnya. Selama di stasiun Pondok Ranji, Guradi berteman dengan Mbeng, Kodin, Kondem. Pertemanan mereka dida sarkan oleh asas saling bantu, di mana jika ada kesulitan, maka Guradi dan ternan-temannya akan bekerja sarna. Sosok yang dipandang sebagai penganggu adalah OKD, atau anggota keamanan stasiun. Sosok ini dipandang Gurandi sering bertindak berlebihan, semisal melakukan kekerasan pada satu hal sepele, seperti j ika Guradi dan teman-temannya sedang tidur, PKD tersebut dapat melakukan kekerasan dengan cara memukul atau menendang.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 26: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

Di stasiun Pondok Ranji, sosok yang dianggap sebagai abang atau yang dituakan adalah Mbeng, Kodin, Kondem yang tidak lain ternan-ternan sepermainannya. Gurandi mengakui dirinya lebih senang bermain dengan orang-orang yang Iebih tua karena dirinya merasa cocok saja dalam pembicaraan atau dalam pergaulan. 3. Riwayat Penggunaan Narkoba Selama bergaul di stasiun Pondok Ranji, Guradi mengakui pemah menggunakan narkoba, antara lain ngelem dan ngepil tremolo "Waktu make sih itu maunya saya sendiri. Saya penasaran aja liat temen-temen yang pada make itu." Guradi menggunakan narkoba atas inisiatif sendiri. la tergoda melihat ternan-ternan yang sudah menggunakannya terlebih dahulu. Menurut Guradi, teman-temannya sering menceritakan bila menggunakan narkoba badan akan terasa lebih enak dan pikiran menjadi lebih tenang. Rasa yang diperoleh dari menggunakan narkoba tersebut adalah: "Rasanya puyeng sih, tapi lama-lama enak juga." Guradi mengakui setelah menggunakan narkoba dirinya menjadi lebih tenang. Tidak mudah marah-marah dan rasa kesal pada dirinya akan hilang. Oi stasiun Pondok Ranji, Guradi mengakui banyak dari anak-anak jalanan yang menggunakan obat-obatan tersebut. "Yah, tapi itu urusan masing-masing. Saya pnnsipnya gak mau ikut campur urusan orang." Guradi saat menggunakan narkoba tersebut memilih tempat di pinggir jalan tal. Pilihan itu disebabkan dirinya merasa lebih leluasa dan tidak ada yang mengawasinya. Guradi mengaku dirinya memakai narkoba jika sedang merasa BT, atau kesal. Narnun, dirinya mengaku beberapa waktu terakhir ini sudah jarang memakai obat-obatan tersebut. "Semenjak saya ikut kompetisi. Saya dikontrak dua tahun. Saya jarang make kaya gitu lagi. Soalnya saya takut mengaruhin permainan bola saya." Selain itu, salah satu temannya, Gote! telah meregang nyawa akibat penggunaan pil destrox yang berlebihan. Hal ini telah memberikan pengaruh baginya. Bagi Guradi, narkoba di satu sisi memang memberikan dampak yang positif terutama memang berpengaruh dalam memberikan ketenangan. "Pokoknya segala yang namanya BT, kesel, langsung hilang kalau pake kaya gituan." Tapi Guradi pun paham bahwa penggunaan itu dapat berakibat buruk bagi kesehatannya. "Itu kalau kebanyakan tuh bisa buat badan gak enak, pusmg, menang, saya pemah rasain itu. Mudah-mudahan gak sampe lewat kaya temen saya." Guradi pun berupaya untuk tidak akan menggunakan narkoba lagi di kemudian hari. La sudah mempunyai pandangan bahwa dirinya harus segera memperbaiki diri, tidak lagi mengamen, dan segera memperoleh kerjaan tetap.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 27: LP 2012 5 Survei nasional.pdf

Bab 4. Penutup: Pola Penggunaan narkoba pada Anak Jalanan

4.1. Usia, pengenalan dan jenis narkoba Usia penyalahguna narkoba di kalangan anak jalanan di Banten relatif masih mudah. Namun demikian mereka berpengalaman mengkonsumsi narkoba, rokok dan minuman keras. Seorang informan berusia 10 tahun di Serang mengaku mengenal narkoba sejak kelas 2 SD, pada usia 7-8 tahun. Salah satu obat-obatan yang sedang paling sering digunakan olehnya adalah pil dextro. Pil ini dimakannya biasa dua atau tiga kali seminggu, tergantung ketersediaan obat. Jaelani mengaku obat itu diperoleh dari anak-anak jalanan yang lebih tua. Ia disuruh oleh anak-anak itu menggunakannya. Pil itu biasanya dikonsumsi sebanyak sepuluh sampai dua puluh butir untuk sekali minum. Seringkali, pil itu dicampur dengan bir atau minuman keras. Mengenai sensasi penggunaan pil itu, Jaelani menceritakan: ”Rasanya enak, gimana gitu, jadinya tenang gitu, yah enak, kayanya enteng gitu pikiran. Itu kalau destro. Kalau pil tri-x beda lagi, tuh sama-sama enak, tapi buat kita gak sadar, suka lari-lari”. 4.2. Penyalahgunaan dan pengedaran narkoba Anak-anak jalanan juga menjadi bagian yang aktif dari sindikat pengedar narkoba dengan berbagai alasan. Tidak semuanya terkait dengan uang tapi ada juga yang merujuk pada solidaritas pertemanan. Seorang anak jalanan pengedar narkoba jenis destro di Serang mengatakan bahwa obat tersebut dapat dibeli di apotik atau di salah satu toko Jamu yang juga menjual Amer (anggur merah) di salah satu persimpangan kota Serang. Mengaku bukan karena uang dirinya mengantar narkoba, namun lebih didasarkan membantu anak-anak jalanan yang berusia lebih tua darinya. Ia tidak tahu siapa orang-orang yang dikirim pil-pil tersebut, ia hanya mengantarkan. Ia mengaku tidak merasa takut jika sewaktu-waktu berurusan dengan polisi karena selalu diantar teman-teman sekelompok yang lebih tua yang berjaga di sekelilingnya. Sekalipun demikian, pada sejumlah anak jalanan yang bukan penyalahguna, narkoba dipadang sebagai barang yang sangat harus dihindari. Menurut Oyoh, anak jalanan di Serang, narkoba tidak ada gunanya. Walaupun ia tidak mengetahui dampak positif dan negatifnya, ia sama sekali tidak tertarik untuk mencobanya, "ga lah .. ga ada baiknya.. jelek, paling jelek itu". Oyoh juga tidak senang terhadap orang yang menggunakan narkoba, karena merupakan hal yang paling buruk. Ke depannya, ia mengatakan tidak akan pernah menggunakan narkoba bahkan unluk mencobanya sekalipun. 4.3. Anak jalan dan Kehidupan yang keras Kehidupan anak jalanan, baik laki-laki maupun perempuan sangat keras dan beresiko. Kekerasan dari teman, pimpinan kelompok, orang luar komunitas atau aparat dapat mereka alami; bahkan akibat buruk dari alkohol atau narkoba juga mereka terima. Seorang pengamen perempuan di Tangerang, Novi, 14 tahun mengaku dia pernah dipukuli Tante Popi, koordinator pengamen, saat berada di kereta api menuju Tanah Abang. Walaupun demikian, ia senang dengan pekerjaan mengamen, karena telah mendapatkan uang jajan dan teman yang banyak. Menurut Novi, banyak pengguna narkoba di jalanan. Dia juga pernah ditawari dextro oleh sesama pengamen tetapi ia tolak. Novi berpendapat bahwa narkoba itu jelek dan tidak ada dampak positifnya karena pernah melihat temannya yang menggunakan meninggal di jalan.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010