LK IKA RS HAJI

43
I. IDENTITAS PASIEN Nama : An. Z Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 4 Tahun 4 Bulan Alamat : Ds. Temor Sumenep Nama Orang Tua : Ny. N Pekerjaan : Bapak : Wiraswasta Ibu : Ibu Rumah Tangga MRS : Rabu, 9 September 2015, 20:10 WIB Tanggal Pemeriksan : Kamis, 10 September 2015 Ruang : 2C D2 II. ANAMNESA UMUM (HETEROANAMNESA : Ibu ) 1. Keluhan Utama : Pucat 2. Riwayat Penyakit Sekarang : An. Z, usia 4 tahun 4 bulan datang ke Poli anak RSU Haji dengan keluhan pucat sejak 3 bulan yang lalu. Menurut ibu pasien, awalnya bibir pasien berwarna pucat, namun sejak 1 minggu yang lalu pucat nampak pada seluruh tubuh hingga telapak tangan pasien serta kukunya berwarna putih. Pucat dirasa perlahan dan makin lama meluas ke seluruh tubuh. Pasien sering terlihat lemas serta malas beraktivitas semenjak keluhan pucatnya dirasa 3 bulan yang 1

description

a

Transcript of LK IKA RS HAJI

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. Z

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 4 Tahun 4 Bulan

Alamat : Ds. Temor Sumenep

Nama Orang Tua : Ny. N

Pekerjaan : Bapak : Wiraswasta

Ibu : Ibu Rumah Tangga

MRS : Rabu, 9 September 2015, 20:10 WIB

Tanggal Pemeriksan : Kamis, 10 September 2015

Ruang : 2C D2

II. ANAMNESA UMUM (HETEROANAMNESA : Ibu )

1. Keluhan Utama : Pucat

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

An. Z, usia 4 tahun 4 bulan datang ke Poli anak RSU Haji

dengan keluhan pucat sejak 3 bulan yang lalu. Menurut ibu

pasien, awalnya bibir pasien berwarna pucat, namun sejak 1

minggu yang lalu pucat nampak pada seluruh tubuh hingga

telapak tangan pasien serta kukunya berwarna putih. Pucat

dirasa perlahan dan makin lama meluas ke seluruh tubuh.

Pasien sering terlihat lemas serta malas beraktivitas semenjak

keluhan pucatnya dirasa 3 bulan yang lalu. Pasien juga lebih

acuh terhadap kejadian di sekitarnya, seperti jarang merespon

apabila diajak bermain dan tidak memperdulikan benda di

sekitar pasien, dimana biasanya pasien sangat aktif dan

bersemangat apabila diajak bermain. Sejak sakit napsu makan

pasien juga berkurang, pasien menjadi malas makan serta

minum.

Keluhan seperti sesak, demam, batuk, pilek, keluar cairan dari

telinga, muntah, gangguan pada buang air besar serta buang

1

air kecil disangkal ibu pasien. Pasien juga menyangkal adanya

perdarahan. Karena kondisi pasien yang tidak membaik, orang

tua pasien membawa pasien ke IGD RSU Haji dan meminta

rawat inap.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

- Sebelumnya pasien belum pernah mengalami gejala

seperti ini

- Pasien tidak pernah kejang

4. Riwayat kehamilan:

- Kesehatan ibu selama hamil baik

- Tidak minum jamu

5. Riwayat Kelahiran:

- kehamilan 37 minggu

- BBL: 3,1 kg

- Cara kelahiran partus spontan

- Langsung Menangis

6. Riwayat Neonatal

- Menangis

- Sianosis (-)

- Kuning (-)

- Kejang (-)

7. Riwayat Imunisasi

- BCG: 1x

- Hepatitits B: 3x

- DPT: 3x tanpa ulangan

- Polio: 4x tanpa ulangan

-Campak: 1x

2

8. Riwayat Tumbuh Kembang

- Tidak ada keterlambatan pertumbuhan dibandingkan anak-

anak yang lain disekitar lingkungannya

9. Riwayat Gizi

- ASI sampai dengan usia 1 tahun

- PASI mulai usia 6 bulan

10. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga tidak mempunyai penyakit dengan gejala yang

sama seperti pasien

11. Riwayat Alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi

III. PEMERIKSAAN UMUM (Kamis, 10 September 2015)

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis (GCS : 456)

BB : 14 kg

TB : 100 cm

Gizi : Cukup

Vital Sign : Nadi : 88 x/menit regular, kuat angkat

RR : 28 x/ menit regular

Suhu : 36,6 0C axillar

A / I / C / D : + / - / - / -

IV. PEMERIKSAAN FISIK (Sabtu, 10 September 2015)

Kepala : Normosefali, ubun-ubun sudah tertutup,

rambut warna hitam, distribusi merata, tidak

mudah dicabut

3

Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya +/+,

konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-,

mata cowong (-).

Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-),

pernafasan cuping hidung (-), sekret -/-

Telinga : Simetris kanan-kiri, serumen -/-, nyeri tekan

-/-

Mulut : Bibir pucat, sianosis (-), mukosa merah

muda.

Tenggorokan : T1-T1

Leher : KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid

tidak teraba membesar, trakea letak normal

Thorax

Paru

Inspeksi : Bentuk dada normal, pernafasan simetris,

retraksi (-)

Palpasi : Gerak nafas simetris

Perkusi : Sonor di semua lapang paru

Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga ke 5 garis mid

klavuikula

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : S1 nornal,S2 normal,reguler, terdapat bunyi

end murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Supel, turgor baik, Hepar/lien tidak teraba.

Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen

Auskultasi : Bising usus (+) normal

4

Ekstremitas :

Ekstremitas Atas

Akral hangat +/+, Oedem -/-, CRT <2”, Pucat+

Ekstremitas Bawah

Akral hangat +/+, Oedem -/-, CRT <2”, Pucat+

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hematologi

Tanggal : 7 September 201 5

WBC : 5,43 x 103/μL (N: 4,0 - 12,0x103/μL)

RBC : 3,33 x 106/μL(↓) (N: 3,5 - 5,2x103/μL)

HGB : 4,6 g/dl (↓) (N: 12,0 - 16,0 g/dL)

HCT : 18,3%(↓) (N: 35,0 - 49,0%)

MCV : 55,0 fL (↓) (N: 80,0 - 100,0 fl)

MCH : 13,8 pg(↓) (N: 27,0 - 34,0 pg)

MCHC : 25,1 g/dl(↓) (N: 31,0 - 37,0 g/dl)

PLT : 540 x 103/μL(↑) (N: 150 - 400 x 103/μL)

Hapusan Darah:

Eritrosit: Kesan jumlah menurun dengan mikrositik hipokrom

anisopoikilositosis

Leukosit: Kesan jumlah normal, sel muda (-)

Trombosit: kesan jumlah sedikit meningkat

Kesan: Anemia Mikrositik hipokrom anisopoikilositosis

Tanggal : 9 September 201 5

WBC : 7,27 x 103/μL (N: 4,0 - 12,0x103/μL)

RBC : 3,01 x 106/μL(↓) (N: 3,5 - 5,2x103/μL)

HGB : 4,0 g/dl (↓) (N: 12,0 - 16,0 g/dL)

HCT : 16,2%(↓) (N: 35,0 - 49,0%)5

MCV : 53,8fL(↓) (N: 80,0 - 100,0 fl)

MCH : 13,3 pg(↓) (N: 27,0 - 34,0 pg)

MCHC : 24,7 g/dl(↓) (N: 31,0 - 37,0 g/dl)

PLT : 507 x 103/μL(↑) (N: 150 - 400 x 103/μL)

BUN : 7 mg/dl (N: 6-20 mg/dl)

Creatinin Serum : 0,3 (N: <1.0 mg/dl)

Feritin

Feritin (ECLIA) : 1,24 (N: 4-6th: 4-67 ng/ml)

Serum Iron : 11 (N:33-193 µg/dl)

TIBC : 323 (N: 228-428 µg/dl)

VI. RESUME

An. Z umur 4 tahun 4 bulan, BB 14kg, status gizi cukup,

tanggal MRS: 9 September 2015 datang ke Poli anak RSU Haji

dengan keluhan pucat sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya bibir

pasien berwarna pucat, namun sejak 1 minggu yang lalu pucat

nampak pada seluruh tubuh hingga telapak tangan pasien serta

kukunya berwarna putih. Pasien sering terlihat lemas serta

malas beraktivitas semenjak keluhan pucatnya dirasa 3 bulan

yang lalu. Sejak sakit napsu makan pasien juga berkurang,

pasien menjadi malas makan serta minum. Keluhan seperti

sesak, demam, batuk, pilek, keluar cairan dari telinga, muntah,

gangguan pada buang air besar serta buang air kecil disangkal

ibu pasien. Pasien juga menyangkal adanya perdarahan.

Konjungtiva Anemis (+), mukosa bibir pucat. Leher, thorax,

abdomen dan ekstremitas dalam batas normal. Hb: 4,6.

Hapusan Darah terkesan Anemia mikrosistik hipokrom

anisopoikilositosis

6

VII. DIAGNOSA KERJA

Anemia Gravis ec s. defisiensi besi

VIII. PLANNING

a. Planning diagnosa :

b. Planning terapi :

Non medikamentosa : Diet TKTP

Medikamentosa :

- Transufusi PRC 120cc 2 jam --> Cek DL

- Transfusi PRC 150 cc/12 jam--> Cek DL

- Ca gluconas 1,5 cc

- lasix 15mg

c. Planning monitoring : Observasi vital

sign, darah lengkap

d. Planning edukasi :

- Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit

yang diderita anaknya

- Menjelaskan kepada Keluarga pasien tentang

pengobatan yang akan dilakukan termasuk pemberian

transfusi darah

- Menjelaskan kepada keluarga pasien untuk memberi

pasien makanan yang tinggi besi dan konsumsi protein

hewani yang cukup

7

IX. LAPORAN SOAP

10/09/15 S O A P

Hari 2 Demam

(-)

Batuk (-)

Pusing +

Lemas +

Compos mentis,S: 36,7 C, N: 100x/mntRR: 24 x /mnt

Mata : ca +/+ si -/-

Thoraks : vesikuler, rh -/- wh -/-BJ 1:2 reg

Abdomen: supel, BU + NT –

Ekstremitas akral hangatEdem -/- CRT<2. Pucat +/+

Leu : 5750 ribu/uLHb :6,5 g/dLHt :23,4%Tr: 417ribu/uL

Anemia

Gravis

Transfusi PRC 150cc jeda

24 jam

Lasix 15mg

CA gluconas 1,5cc

Cek darah rutin, MCV

MCH MCHC.

11/09/15 S O A P

Hari 3 Demam

(-)

Batuk (-)

Pusing +

Lemas +

Compos mentis,S: 36,6 C, N: 98x/mntRR: 23 x /mnt

Mata : ca -/-

Anemia

Gravis

Sangobion 2x1 cth

8

si -/-

Thoraks : vesikuler, rh -/- wh -/-BJ 1:2 reg

Abdomen: supel, BU + NT –

Ekstremitas akral hangatEdem -/- CRT<2. Pucat -/-

Leu : 9.600 ribu/uLHb :11,1 g/dLHt :35,9%Tr: 380ribu/uL

12/09/15 S O A P

Hari 4 Demam

(-)

Batuk (-)

Pusing(-)

Lemas(-)

Compos mentis,S: 36,5 C, N: 88x/mntRR: 22 x /mnt

Mata : ca -/- si -/-

Thoraks : vesikuler, rh -/- wh -/-BJ 1:2 reg

Abdomen: supel, BU + NT –

Anemia

Gravis

Sangobion 2x1 cth

9

Ekstremitas akral hangat Edem -/- CRT<2. Pucat -/-

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah berkurang

sehingga kapasitas oksigen yang ditransfer idak memenuhi kebutuhan

fisiologis tubuh.

Anemia merusak kemampuan tubuh untuk pertukaran gas, dan

mengurangi jumlah sel darah merah mengangkut O2 dan CO2.

Anemia terjadi karena :

Sel darah merah yang rusak

Penghancuran sel darah merah atau kehilangan darah

Penyebab tersering anemia di Negara berkembang khususnya dikalangan

kelompok yang paling rentan ( ibu hamil dan anak-anak usia prasekolah )

adalah gangguan gizi dan infeksi.

A N E M I A

11

EPIDEMIOLOGI

Database WHO untuk anemia 1993-2005 meliputi hampir setengah

populasi dunia , jumlah anemia diseluruh dunia yaitu 1,62 miliar dengan

prevalensi 293 juta anak-anak usia presekolah, 56 juta wanita hamil dan

468 juta wanita yang tidak hamil.

Anemia diperkirakan berkontribusi 115.000 kematian ibu dan kematian

perinatal 591.000/ 4 tahun, anemia ibu sangat berpengaruh terhadap

anemia anak.

Table 1.1: Haemoglobin levels to diagnose anaemia (g/dl)

Age groups No

AnaemiaMild

Modera

teSevere

Children 6–59

months of age ≥11 10–10.9 7–9.9 <7

Children 5–11

years of age ≥11.5 11–11.4 8–10.9 <8

Children 12–14

years of age ≥12 11–11.9 8–10.9 <8

Non-pregnant

women (15 years

of age and above)

≥12 11–11.9 8–10.9 <8

Pregnant women ≥11 10–10.9 7–9.9 <7

Men ≥13 11–12.9 8–10.9 <8

Source: Haemoglobin concentration for the diagnosis of anaemia

and assessment of severity. WHO

Table 2.2: Prevalence of anaemia among different age groups

Age groups Prevalence of anaemia (%)

Children (6–35 months) 79

12

Children (6–59 months) 69.5

All women (15–49 years) 55.3

Ever married women (15–

49 years) 56

Pregnant women (15–49

years) 58.7

Lactating women (15–49

years) 63.2

Adolescent Girls

12–14 years 68.6*

15–17 years 69.7*

15–19 years 55.8

Source: NFHS-3

*National Nutrition Monitoring Bureau Survey (NNMBS), 2006

KLASIFIKASI ANEMIA

1. Anemia normositik normokrom

Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta

mengandung hemoglobin dalam jumlah normal.

MCV = 84-96 fL dan MCHC = 32-36%

Contoh anemia jenis ini adalah anemia pada :

Perdarahan akut

Penyakit kronik

Anemia hemolitik

Anemia aplastik

2. Anemia makrositik normokrom

Makrositik berarti ukuran sel-sel darah lebih besar dari normal

tetapi normokrom karena konsentrasi Hb-nya normal.

MCV meningkat dan MCHC normal

13

Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesa asam

nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam

folat.

Contoh anemia jenis ini :

Anemia megaloblastik akibat defisiensi vitamin B12 atau asam folat.

3. Anemia mikrositik hipokrom

Mikrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih kecil dari normal

dan hipokrom karena Hb dalam jumlah kurang dari normal.

MCV kurang dan MCHC kurang

Contoh anemia jenis ini yaitu :

Anemia defisiensi besi

Anemia penyakit kronik

Talasemia

Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia

adalah pucat. Ini umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume darah,

berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi untuk memperbesar

pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti

pigmentasi kulit, suhu dan distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit,

maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan.

Warna kuku, telapak tangan dan membran mukosa mulut serta

konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.

Pada umumnya anemia yang terjadi diakibatkan defisiensi

nutrisi seperti defisiensi Fe, asam folat dan vitamin B12. Dalam referat ini

dibahas lebih lanjut mengenai anemia defisiensi Fe.

PATOFISIOLOGI

A. Pembentukan Hemoglobin

Sel darah merah manusia dibuat dalam sumsum tulang.Dalam keadaan

biasa (tidak ada anemi, tak ada infeksi, tak ada penyakit sumsum tulang),

14

sumsum tulang memproduksi 500 x109 sel dalam 24 jam.Hb merupakan

unsur terpenting dalam plasma eritrosit. Molekul Hb terdiri dari :

1. Globin

2. Protoporfirin

3. Besi (Fe)

Globin dibentuk sekitar ribosom sedangkan protoporfirin dibentuk sekitar

mitokondria.Besi didapat dari transferin. 10,11

Dalam keadaan normal 20% dari sel sumsum tulang yang berinti adalah

sel berinti pembentuk eritrosit. Sel berinti pembentuk eritrosit ini biasanya

tampak berkelompok-kelompok dan biasanya tidak masuk ke dalam

sinusoid.10

Pada permulaan sel eritrosit berinti terdapat reseptor transferin.Gangguan

dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb akan mengakibatkan

terbentuknya eritrosit dengan sitoplasma yang kecil (mikrositer) dan

kurang mengandung Hb di dalamnya (hipokrom).3,10

Tidak berhasilnya sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat Fe untuk

pembentukan Hb dapat disebabkan oleh rendahnya kadar Fe dalam

darah. Hal ini dapat disebabkan oleh :

1. Kurang gizi

2. Gangguan absorbsi Fe (terutama dalam lambung)

3. Kebutuhan besi yang meningkat akan besi (kehamilan, perdarahan dan

dalam masa pertumbuhan anak).

Sehingga menyebabkan rendahnya kadar transferin dalam darah. Hal ini

dapat dimengerti karena sel eritrosit berinti maupun retikulosit hanya

memiliki reseptor transferin bukan reseptor Fe.10,11

B. Metabolisme Besi

Pengangkutan besi dari rongga usus hingga menjadi transferin

merupakan suatu ikatan besi dan protein di dalam darah yang terjadi

dalam beberapa tingkatan. Besi dalam makanan terikat pada molekul lain

yang lebih besar di dalam lambung besi akan dibebaskan menjadi ion feri

oleh pengaruh asam lambung (HCl). Di dalam usus halus, ion feri diubah

menjadi ion fero oleh pengaruh alkali.Ion fero inilah yang kemudian

15

diabsorpsi oleh sel mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai

persenyawaan feritin dan sebagian lagi masuk ke peredaran darah yang

berikatan dengan protein, disebut transferin. Selanjutnya transferin ini

dipergunakan untuk sintesis hemoglobin.11,12

Sebagian dari transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai labile

iron pool. Ion fero diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri, terutama

bila makan mengandung vitamin atau fruktosa yang akan membentuk

suatu kompleks besi yang larut , sedangkan fosfat, oksalat dan fitat

menghambat absorpsi besi.3,12

Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang dilepaskan pada

pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk

kembali ke dalam iron pool dan akan dipergunakan lagi untuk sintesis

hemoglobin. Jadi di dalam tubuh yang normal kebutuhan akan besi sangat

sedikit. Kehilangan besi melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang

terkelupas dan karena perdarahan sangat sedikit. Oleh karena itu

pemberian besi yang berlebihan dalam makanan dapat mengakibatkan

terjadinya hemosiderosis.10,11,12

Kebutuhan rata-rata zat besi per hari : 13

- 0-6 bulan 3 mg

- 7-12 bulan 5mg

- 1-3 tahun 8 mg

- 4-6 tahun 9 mg

- 7-9 tahun 10 mg

- 10-12 tahun pria : 14 mg wanita : 14 mg

-13-15 tahun 17 mg 19 mg

-16-19 tahun 23 mg 25 mg

- Hamil : + 20 mg

- Menyusui : 0-12 bulan + 2 mg

Jumlah zat besi pada bayi kira-kira 400mg yang terbagi sebagai berikut : 12

- Massa eritrosit 60%

- Feritin dan hemosiderin 30%

16

- Mioglobin 5-10%

- Hemenzim 1%

- Besi plasma 0,1%

Pengeluaran besi dari tubuh yang normal adalah :

- Bayi 0,3-0,4 mg/hari

- Anak 4-12 tahun 0,4-1mg/ hari

- Wanita hamil 2,7 mg/hari

Kebutuhan besi dari bayi dan anak jauh lebih besar dari pengeluarannya,

karena besi dipergunakan untuk pertumbuhan. 12

C. Anemia Defisiensi Besi

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan hitung eritrosit lebih

rendah dari harga normal.

Menurut WHO dikatakan anemia bila :

Pada orang dewasa Hb < 12,5 g/dl

Pada anak-anak berumur 6-14 tahun < 12 g/dl

Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya

kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4

gram. Kira-kira 50 mg/Kgbb pada pria dan 35 mg/Kgbb pada wanita.

Secara morfologis anemia defisiensi besi diklasifikasikan sebagai anemia

mikrositik hipokrom. Anemia defisiensi besi akibat kurang besi dalam diit

bisa terjadi pada setiap orang.

Besi diperlukan untuk sintesis haemoglobin, kekurangan zat besi

dianggap penyebab paling sering terjadi dan kemudian kekurangan nutrisi

lainnya (folat, B12 dan Vit A ), peradangan akut dan kronis, infeksi parasit

dan genetik.

Kurangnya zat besi dalam tubuh dapat menyebabkan anemia, zat

besi yang berlebihan dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ.

17

ETIOLOGI

Kekurangan zat besi dikarenakan :

Berkurangnya zat besi

Kebutuhan zat besi meningkat

Kehilangan zat besi dari tubuh meningkat

Efek dari kekurangan zat besi :

1. Kinerja kongnitif, perilaku dan pertumbuhan fisik bayi, presekolah dan usia

sekolah anak-anak.

2. Kekebalan dan morbiditas dari infeksi untuk semua kelompok umur

3. Penggunaan sumber energi dari otot sehingga kapasitas kerja fisik pada

remaja mengalami gangguan.

Pertumbuhan aktif dalam massa kanak-kanak terutama 6 bulan-3 tahun

dalam massa pertumbuhan, paling sering terjadi penurunan zat besi.

Anemia defisiensi besi dapat menyebabkan kematian pada bayi

prematuritas, dan BBLR, ADB juga dapat mempengaruhi respon tubuh.

PRESENTASI ZAT BESI

Zat besi tertinggi untuk wanita hamil -1,9 mg / 1000 Kcal energi

makanan pada trisemester 2 dan 2,7 mg/1000 Kcal pada trisemester 3.

Bayi : 1,0 mg,

Remaja perempuan : 0,8 mg

remaja laki-laki : 0,6 mg

presekolah : 0,4 mg

laki-laki dewasa 0,3 mg

Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi

yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif

ini menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. tahap

defisiensi besi, yaitu:1,3,10

I. Tahap pertama

Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai

dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi.

18

Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan

ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun

sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi

masih normal.

II. Tahap kedua

Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient

erythropoietin atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang

tidak cukup untuk menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan

laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin

menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat

danfree erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.

III. Tahap ketiga

Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini

terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga

menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan

mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi

perubahan epitel terutama pada anemia defisiensi besi yang lebih lanjut.

Tabel 1. Tahapan kekurangan besi 1

Hemoglobin Tahap I

(Normal)

Tahap II

(sedikit

menurun)

Tahap III

(menurun jelas)

Mikrositik

hipokrom

Cadangan besi

(mg)

<100 0 0

Fe serum (ug/dl) Normal <60 <40

TIBC (ug/dl) 360-390 >390 >410

Saturasi

transferin (%)

20-30 <15 <10

19

Feritin serum

(ug/dl)

<20 <12 <12

Sideroblas (%) 40-60 <10 <10

FEP (ug/dl

eritrosit)

>30 >100 >200

MCV Normal Normal Menurun

MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan

oleh penderita dan keluarganya.Pada yang ringan diagnosis ditegakkan

hanya dari temuan laboratorium saja.Gejala yang umum terjadi adalah

pucat. Pada ADB dengan kadar Hb 6-10 g/dl terjadimekanisme

kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya ringan saja. Bila

kadar Hb turun berlanjut dapat terjadi takikardi, dilatasi jantung dan

murmur sistolik. Namun kadang-kadang jika telah terkompensasi,

beratnya gejala ADB sering tidak sesuai dengan kadar Hb. 1,3,9

Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan

besi seperti:3,8,14

1. Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (bentuk

kuku konkaf atauspoon-shaped nail), atrofi papila lidah,dan

perubahanmukosa lambung dan usus halus.

2. Intoleransi terhadap latihan: penurunan aktivitas kerja dan daya tahan

tubuh

3. Termogenesis yang tidak normal: terjadi ketidakmampuan untuk

mempertahankan suhutubuh normal pada saat udara dingin

4. Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, hal ini terjadi karena fungsi

leukosit yang tidak normal. Pada penderita ADB neutrofil mempunyai

kemampuan untuk fagositosis tetapi kemampuan untuk membunuh E.coli

dan S. aureus menurun.

20

5. Iritabel berupa berkurangnya nafsu makan dan berkurangnya perhatian

terhadap sekitar tapi gejala ini dapat hilang setelah diberi pengobatan zat

besi beberapa hari.

6. Pada beberapa pasien menunjukkan perilaku yang aneh berupa pika

yaitu gemar makan atau mengunyah benda tertentu karena rasa kurang

nyaman di mulut yang disebabkan enzim sitokrom oksidase yang

mengandung besi berkurang.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Untuk menegakkan diagnosis ADB diperlukan pemeriksaan laboratorium

yang meliputipemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV, leukosit, trombosit

ditambah pemeriksaan indeksentrosit, retikulosit, morfologi darah tepi dan

pemeriksaan status besi (Fe serum, Total ironbinding capacity (TIBC),

saturasi transferin, FEP, feritin), dan apus sumsum tulang.1,8

Menentukan adanya anemia dengan memeriksa kadar Hb dan atau PCV

merupakanhal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan

lebih lanjut dalam menegakkan diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks

eritrosit MCV, MCH dan MCHC menurun sejajardengan penurunan kadar

Hb. Jumlah retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat

karenaperdarahan jumlahnya meningkat. Gambaran morfologi darah tepi

ditemukan keadaanhipokromik, mikrositik, anisositosis dan poikilositosis

(dapat ditemukan sel pensil, sel target, ovalosit, mikrosit dan sel

fragmen).1,3,4

Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama

dapat terjadigranulositopenia. Pada keadaan yang disebabkan infestasi

cacing sering ditemukan eosinofilia.Jumlah trombosit meningkat 2-4 kali

dari nilai normal. Trombositosis hanya terjadi pada penderita dengan

perdarahan yang masif. Kejadian trombositopenia dihubungkan dengan

anemia yang sangat berat. Namun demikian kejadian trombositosis

dan trombositopenia pada bayi dan anak hampir sama, yaitu trombositosis

sekitar 35% dan trombositopenia 28%.4,8

21

Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun dan

TIBC meningkat. Pemeriksan Fe serum untuk menentukan jumlah besi

yang terikat pada transferin, sedangkan TIBC untuk mengetahui jumlah

transferin yang berada dalam sirkulasi darah. Perbandingan antara Fe

serum dan TIBC (saturasi transferin) yang dapat diperoleh dengan cara

menghitung Fe serum/TIBC x 100%, merupakan suatu nilai

yang menggambarkan suplai besi ke eritroid sumsum tulang dan sebagai

penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara plasma dan

cadangan besi dalam tubuh. ST <7%>dapat dipakai untuk mendiagnosis

ADB bila didukung oleh nilai MCV yang rendah ataupemeriksaan

lainnya.1,4,8

Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid sumsum tulang

dapatdiketahui dengan memeriksa kadar Free Erythrocyte

Protoporphyrin (FEP). Pada pembentukan eritrosit akan dibentuk cincin

porfirin sebelum besi terikat untuk membentuk heme. Bila penyediaan besi

tidak adekuat menyebabkan terjadinya penumpukan porfirin didalam

sel. Nilai FEP > 100 ug/dl eritrosit menunjukkan adanya ADB.

Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya ADB lebih dini. Meningkatnya

FEP disertai ST yang menurun merupakan tanda ADB yang

progresif. Jumlah cadangan besi tubuh dapat diketahui dengan

memeriksa kadar feritin serum.Pada pemeriksaan apus sumsum tulang

dapat ditemukan gambaran yang khas ADB yaitu hiperplasia sistem

eritropoitik dan berkurangnya hemosiderin. Untuk mengetahui ada atau

tidaknya besi dapat diketahui dengan pewarnaanPrussian blue.1,8

DIAGNOSIS

22

Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,

pemeriksaan fisik dan laboratorium. Ada beberapa kriteria diagnosis yang

dipakai untuk menentukan ADB: 1,3,,8

Kriteria diagnosis ADB menurut WHO :

1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia.

2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31%

3. Kadar Fe serum <50

4. Saturasi transferin (ST) <15%

Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen:

1. Anemia hipokrom mikrositik

2. Saturasi transferin <16%

3. Nilai FEP >100 ug/dl

4. Kadar feritin serum <12

Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria (ST, Feritin serum,

FEP) harus dipenuhi.

Lanzkowsky menyimpulkan ADB dapat diketahui melalui:1

1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi

dengan kadar MCV,MCH, dan MCHC yang menurun.

2. FEP meningkat

3. Feritin serum menurun

4. Fe serum menurun, TIBC meningkat,ST<16%

5. Respon terhadap pemberian preparat besi

- Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian

preparat besi.

- Kadar Hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 gr/dl perhari atau PCV

meningkat 1% perhari

6. Sum-sum tulang :

- Tertundanya maturasi sitoplasma

23

- Pada pewarnaan sum-sum tulang tidak ditemukan besi atau besi

berkurang

Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian

preparat besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB

subklinis dengan melihat responshemoglobin terhadap pemberian

preparat besi.Prosedur ini sangat mudah, praktis, sensitif dan ekonomis

terutama pada anak yang berisiko tinggi menderita ADB. Bila

dengan pemberian preparat besi dosis 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu

terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 g/dl maka dapat dipastikan bahwa yang

bersangkutan menderita ADB.1,3,8

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan

gambaran anemia hipokrom makrositik lain (Tabel 2). Keadaan yang

sering memberi gambaran klinis dan laboratorium hampir sama dengan

ADB adalah talasemia minor dan anemia karena penyakit

kronis. Sedangkan lainnya adalah lead poisoning/ keracunan timbal dan

anemia sideroblastik.Untuk membedakannya diperlukan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium. 1,5

Pada talasemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB. Salah satu

cara sederhanauntuk membedakan kedua penyakit tersebut adalah

dengan melihat jumlah sel darah merah yang meningkat meski sudah

anemia ringan dan mikrositosis, sebaliknya pada ADB jumlah sel darah

merah menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb dan MCV. Pada

talasemia minordidapatkan basophilic stippling, peningkatan kadar

bilirubin plasma dan peningkatan kadarHbA2.1,3,9

Gambaran morfologi darah tepi anemia karena penyakit kronis biasanya

normokrom mikrositik, tetapi bisa juga ditemukan hipokrom

mikrositik.Terjadinya anemia pada penyakitkronis disebabkan

terganggunya mobilisasi besi dan makrofag oleh transferin. Kadar Fe

serum dan TIBC menurun meskipun cadangan besi normal atau

meningkat sehingga nilai saturasi transferin nomal atau sedikit menurun,

24

kadar FEP meningkat. Pemeriksaan kadar reseptor

transferin receptor (TfR) sangat berguna dalam membedakan ADB

dengan anemia karena penyakit kronis. Pada anemia karena penyakit

kronis kadar TfR normal karena pada inflamasi kadarnya tidak

terpengaruh, sedangkan pada ADB kadarnya menurun. Peningkatan rasio

TfR/feritin sensitif dalam mendeteksi ADB.1,9

Table 2: Pemeriksaan laboratorium untuk membedakan ADB

Pemeriksaan

Laboratorium

Anemia

defisiensiBesi

Thalasemia

Minor

Anemia

PenyakitKronis

MCV Menurun Menurun N/Menurun

Fe serum Menurun Normal Menurun

TIBC Naik Normal Menurun

Saturasi

transferin

Menurun Normal Menurun

FEP Naik Normal Naik

Feritin serum Menurun Normal Menurun

Lead poisoning memberikan gambaran darah tepi yang serupa dengan

ADB tetapididapatkan basophilic stippling kasar yang sangat jelas. Pada

keduanya kadar FEP meningkat. Diagnosis ditegakkan dengan

memeriksa kadar lead dalam darah. Anemia sideroblastik merupakan

kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis heme, bisa didapat atau

herediter. Pada keadaan ini didapatkan gambaran hipokrom

mikrositik dengan peningkatan kadar RDW yang disebabkan populasi sel

darah merah yang dimorfik. Kadar Fe serum dan ST biasanya meningkat,

pada pemeriksaan apus sumsum tulang didapatkan sel darah merah

berinti yang mengandung granula besi (agregat besi dalam mitokondria)

25

yang disebut ringed sideroblast. Anemia ini umumnya terjadi pada

dewasa.1,5,9

PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksnaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan

mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat

besi.Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga

penanganannya dapat dilakukan dengan tepat.Pemberian preparat

Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman,

murah dan samaefektifnya dengan pemberian secara

parenteral. Pemberian secara parenteral dilakuka padapenderita yang

tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak

dapatterpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan. 1,3,8,9

Pemberian preparat besi

a. Pemberian preparat besi peroral

Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam

feri.Preparat yang tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan

suksinat.Yang sering dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya yang

lebih murah. Ferous glukonat, ferous fumarat dan ferous

suksinatdiabsorpsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia preparat besi

berupa tetes (drop).1,3

Untuk mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6 mg

besi/kgBB/hari.Dosis obat dihitung berdasarkan kandungan besi yang

ada dalam garam ferous.Garam ferous sulfat mengandung besi sebanyak

20%. Dosis obat yang terlalu besar akan menimbulkan efek samping pada

saluran pencernaan dan tidak memberikan efek penyembuhan yang lebih

cepat. Absorpsi besi yang terbaik adalah pada saat lambung kosong,

diantara dua waktu makan, akan tetapi dapat menimbulkan efek samping

pada saluran cerna. Untuk mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat

dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan meskipun akan

mengurangi absorpsi obat sekitar 40-50%. Obat diberikan dalam 2-3

26

dosis sehari. Tindakan tersebut lebih penting karena dapat

diterima tubuh dan akan meningkatkan kepatuhan penderita. Preparat

besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada

penderita teratasi. Respons terapi dari pemberian preparat besi dapat

dilihat secara klinis dan dari pemeriksaan laboratorium, seperti tampak

pada tabel di bawah ini.1,8,9

Preparat terapi besi per oral : 3

- Fe sulfat (20 % Fe)

- Fe fumarat (33 % Fe)

- Fe succinate (12 % Fe)

- Fe gluconate (12 % Fe)

Respons terhadap pemberian besi pada ADB

Efek samping pemberian preparat besi peroral lebih sering terjadi pada

orang dewasa dibandingkan bayi dan anak. Pewarnaan gigi yang bersifat

sementara. 1,8

Tabel 3: Respons pemberian besi

Waktu setelah Pemberian besi Respons

12-24 jam Penggantian enzim besi intraselular,

keluhan subjektif berkurang, nafsu

makan bertambah

36-48 jam Respons awal dari sumsum tulang

hiperplasia eritroid

48-72 jam Retikulosis, puncaknya pada hari ke

5-7

Dosis Fe pada bayi dan anak

0–5 years lactating women

20 mg elemental iron and 100 microgram (mcg) folic acid per ml of liquid

formulation and age Appropriate de-worming for 100 days.27

6-10 years

30 mg elemental iron and 250 mcg folic acid per child per day for 100 days

in year

Adolescents 10–19 years (recently introduced)

Weekly dose of 100 mg elemental iron and 500 mcg folic acid with

biannual de-worming

Pregnant and lactating women

100 mg of elemental iron and 500 mcg of folic acid daily for 100 days

during pregnancy. Followed by same dose for 100 days in the post-partum

period

(Long Lasting Insecticide Nets (LLINs)/Insecticide Treated Bed Nets

(ITBNs) are also provided to p[regnant women )

b. Pemberian preparat besi parenteral

Pemberian besi secara intramuskular menimbulkan rasa sakit dan

harganya mahal. Dapatmenyebabkan limfadenopati regional dan reaksi

alergi. Kemampuan untuk menaikkan kadarHb tidak lebih baik dibanding

peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini

mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan:1,8

Dosis besi (mg) — BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5

c. Transfusi darah

Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada

keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat

mempengaruhi respons terapi. Koreksianemia berat dengan transfusi

tidak perlu secepatnya, malah akan membahayakan karena dapat

menyebabkan hipervolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC

dilakukan secaraperlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan

kadar Hb sampai tingkat aman sambilmenunggu respon terapi besi.1,8,9

28

PROGNOSIS

Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi

saja dan diketahuipenyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan

yang adekuat. Gejala anemia danmanifestasi klinis lainnya akan membaik

dengan pemberian preparat besi.

Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan

beberapa kemungkinansebagai berikut: 1,3,8

a. Diagnosis salah

b. Dosis obat tidak adekuat

c. Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa

d. Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak

berlangsungmenetap

e. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi

(seperti: infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid,

penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat)

f. Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang

berlebihan pada ulkuspeptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap

besi)

PENCEGAHAN

Pencegahan merupakan tujuan utama dalam penanganan masalah

anemia defisiensi besi, untuk itu diperlukan pendidikan tentang pemberian

makanan dan suplementasi besi. 3,8

1. Makanan

Pemberian ASI minimal 6 bulan.

Hindari minum susu sapi yang berlebih.

Tambahan makanan/bahan yang meningkatkan absorpsi besi (buah-

buahan, daging, unggas)

Hindari peningkatan berat badan yang berlebihan.

Pemberian Fe dalam makanan (iron Fortified Infant Cereal)

2. Suplementasi besi

Kebutuhan perhari untuk bayi hingga 1 tahun 2 mg Fe/kgBB.

29

Bayi prematur membutuhkan Fe dua kali lebih banyak (4mg Fe/kgBB)

Suplementasi besi juga dibutuhkan pada bayi yang minum ASI lebih dari 6

bulan.

Untuk menurunkan frekuensi ADB di Indonesia pemerintah memberikan

suplementasi zat besi sebanyak 60 mg besi elemental tiap minggu selama

16 minggu dalam setahun kepada anak sekolah, buruh pabrik dan ibu-ibu

hamil.

Penyuluhan mengenai perbaikan gizi terutama mengenai pentingnya

makanan yang banyak mengandung zat besi untuk pertumbuhan dan

peningkatan prestasi belajar pada anak remaja.

Iron fortified milk mengandung 11-12 mg Fe perliter dan yang diserap

tubuh hanya 4% (0,48 mg Fe). ASI mengandung 0,3 mg Fe/liter dan yang

dapat diserap tubuh sebanyak 50% (0,15mg Fe). Unfortified milk

mengandung 0,8 mg Fe/liter dan yang diserap tubuh sebanyak 10% (0,08

mgFe). 3

DAFTAR PUSTAKA1. Raspati H, Reniarti L, dkk. 2006. Anemia defisiensi besi. Buku Ajar

Hematologi Onkologi Anak. Cetakan ke-2 IDAI pp 30-42. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

2. Syamsi, BR. 2005.Hubungan defisiensi besi dengan perkembangan fungsi kognitif.Anemia defisiensi besi.Yogyakarta: MEDIKA Fakultas kedokteran UGM.

3. Soegijanto,S. 2004.Anemia defisiensi besi pada bayi dan anak. Jakarta :IDI

4. Behrman Kliegman, Arvin. 2004. Anemia Defisiensi Besi. Nelson’s Textbook ofPediatrics. Edisi 18 pp 1691-1694. Jakarta. EGC.

5. Soemantri,AG.2005.Epidemiology of iron deficiency anemia.Anemia defisiensibesi.Yogyakarta.Medika Fakultas Kedokteran UGM

30

6. Endang,P.2008.Jangan anggap enteng anemia pada anak.Diakses dari www.kesrepro.info.com

7. Dwiprahasto,I.2005.Terapi anemia defisiensi besi berbasis bukti. Anemia defisiensi besi.Yogyakarta.Medika Fakultas Kedokteran UGM

8. Abdussalam,M. 2005.Diagnosis, pengobatan pencegahan anemia defisiensi besipada bayi dan anak.Anemia defisiensi besi.Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM

9. Wahyuni AS. 2004. Anemia Defisiensi Besi Pada Balita. Diakses dari www.digitallibraryfkusu.htm.

10.Reksodiputro, H.Mekanisme anemia defisiensi besi.Diakses dari www.kalbefarmaportal/cerminduniakedokteran.com

11.Negara, NS.2005.Bioavailibilitas zat besi. Anemia defisiensi besi.Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM

12.Hasan,R, Alatas, H.2002.Anemia defisiensi besi.Ilmu kesehatan anak jilid1.Jakarta.Penerbit:Bagian Ilmu kesehatan anak FKUI.

13.Ursula,PR.2005.Neurodevelopment and cognitives in children with iron deficiency anemia. Anemia defisiensi besi.Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM

31