LK IKA RS HAJI
-
Upload
muhammad-deyanta-hafidz -
Category
Documents
-
view
219 -
download
1
description
Transcript of LK IKA RS HAJI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Z
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 4 Tahun 4 Bulan
Alamat : Ds. Temor Sumenep
Nama Orang Tua : Ny. N
Pekerjaan : Bapak : Wiraswasta
Ibu : Ibu Rumah Tangga
MRS : Rabu, 9 September 2015, 20:10 WIB
Tanggal Pemeriksan : Kamis, 10 September 2015
Ruang : 2C D2
II. ANAMNESA UMUM (HETEROANAMNESA : Ibu )
1. Keluhan Utama : Pucat
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
An. Z, usia 4 tahun 4 bulan datang ke Poli anak RSU Haji
dengan keluhan pucat sejak 3 bulan yang lalu. Menurut ibu
pasien, awalnya bibir pasien berwarna pucat, namun sejak 1
minggu yang lalu pucat nampak pada seluruh tubuh hingga
telapak tangan pasien serta kukunya berwarna putih. Pucat
dirasa perlahan dan makin lama meluas ke seluruh tubuh.
Pasien sering terlihat lemas serta malas beraktivitas semenjak
keluhan pucatnya dirasa 3 bulan yang lalu. Pasien juga lebih
acuh terhadap kejadian di sekitarnya, seperti jarang merespon
apabila diajak bermain dan tidak memperdulikan benda di
sekitar pasien, dimana biasanya pasien sangat aktif dan
bersemangat apabila diajak bermain. Sejak sakit napsu makan
pasien juga berkurang, pasien menjadi malas makan serta
minum.
Keluhan seperti sesak, demam, batuk, pilek, keluar cairan dari
telinga, muntah, gangguan pada buang air besar serta buang
1
air kecil disangkal ibu pasien. Pasien juga menyangkal adanya
perdarahan. Karena kondisi pasien yang tidak membaik, orang
tua pasien membawa pasien ke IGD RSU Haji dan meminta
rawat inap.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Sebelumnya pasien belum pernah mengalami gejala
seperti ini
- Pasien tidak pernah kejang
4. Riwayat kehamilan:
- Kesehatan ibu selama hamil baik
- Tidak minum jamu
5. Riwayat Kelahiran:
- kehamilan 37 minggu
- BBL: 3,1 kg
- Cara kelahiran partus spontan
- Langsung Menangis
6. Riwayat Neonatal
- Menangis
- Sianosis (-)
- Kuning (-)
- Kejang (-)
7. Riwayat Imunisasi
- BCG: 1x
- Hepatitits B: 3x
- DPT: 3x tanpa ulangan
- Polio: 4x tanpa ulangan
-Campak: 1x
2
8. Riwayat Tumbuh Kembang
- Tidak ada keterlambatan pertumbuhan dibandingkan anak-
anak yang lain disekitar lingkungannya
9. Riwayat Gizi
- ASI sampai dengan usia 1 tahun
- PASI mulai usia 6 bulan
10. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak mempunyai penyakit dengan gejala yang
sama seperti pasien
11. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi
III. PEMERIKSAAN UMUM (Kamis, 10 September 2015)
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS : 456)
BB : 14 kg
TB : 100 cm
Gizi : Cukup
Vital Sign : Nadi : 88 x/menit regular, kuat angkat
RR : 28 x/ menit regular
Suhu : 36,6 0C axillar
A / I / C / D : + / - / - / -
IV. PEMERIKSAAN FISIK (Sabtu, 10 September 2015)
Kepala : Normosefali, ubun-ubun sudah tertutup,
rambut warna hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut
3
Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya +/+,
konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-,
mata cowong (-).
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-),
pernafasan cuping hidung (-), sekret -/-
Telinga : Simetris kanan-kiri, serumen -/-, nyeri tekan
-/-
Mulut : Bibir pucat, sianosis (-), mukosa merah
muda.
Tenggorokan : T1-T1
Leher : KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid
tidak teraba membesar, trakea letak normal
Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, pernafasan simetris,
retraksi (-)
Palpasi : Gerak nafas simetris
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga ke 5 garis mid
klavuikula
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : S1 nornal,S2 normal,reguler, terdapat bunyi
end murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, turgor baik, Hepar/lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
4
Ekstremitas :
Ekstremitas Atas
Akral hangat +/+, Oedem -/-, CRT <2”, Pucat+
Ekstremitas Bawah
Akral hangat +/+, Oedem -/-, CRT <2”, Pucat+
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Tanggal : 7 September 201 5
WBC : 5,43 x 103/μL (N: 4,0 - 12,0x103/μL)
RBC : 3,33 x 106/μL(↓) (N: 3,5 - 5,2x103/μL)
HGB : 4,6 g/dl (↓) (N: 12,0 - 16,0 g/dL)
HCT : 18,3%(↓) (N: 35,0 - 49,0%)
MCV : 55,0 fL (↓) (N: 80,0 - 100,0 fl)
MCH : 13,8 pg(↓) (N: 27,0 - 34,0 pg)
MCHC : 25,1 g/dl(↓) (N: 31,0 - 37,0 g/dl)
PLT : 540 x 103/μL(↑) (N: 150 - 400 x 103/μL)
Hapusan Darah:
Eritrosit: Kesan jumlah menurun dengan mikrositik hipokrom
anisopoikilositosis
Leukosit: Kesan jumlah normal, sel muda (-)
Trombosit: kesan jumlah sedikit meningkat
Kesan: Anemia Mikrositik hipokrom anisopoikilositosis
Tanggal : 9 September 201 5
WBC : 7,27 x 103/μL (N: 4,0 - 12,0x103/μL)
RBC : 3,01 x 106/μL(↓) (N: 3,5 - 5,2x103/μL)
HGB : 4,0 g/dl (↓) (N: 12,0 - 16,0 g/dL)
HCT : 16,2%(↓) (N: 35,0 - 49,0%)5
MCV : 53,8fL(↓) (N: 80,0 - 100,0 fl)
MCH : 13,3 pg(↓) (N: 27,0 - 34,0 pg)
MCHC : 24,7 g/dl(↓) (N: 31,0 - 37,0 g/dl)
PLT : 507 x 103/μL(↑) (N: 150 - 400 x 103/μL)
BUN : 7 mg/dl (N: 6-20 mg/dl)
Creatinin Serum : 0,3 (N: <1.0 mg/dl)
Feritin
Feritin (ECLIA) : 1,24 (N: 4-6th: 4-67 ng/ml)
Serum Iron : 11 (N:33-193 µg/dl)
TIBC : 323 (N: 228-428 µg/dl)
VI. RESUME
An. Z umur 4 tahun 4 bulan, BB 14kg, status gizi cukup,
tanggal MRS: 9 September 2015 datang ke Poli anak RSU Haji
dengan keluhan pucat sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya bibir
pasien berwarna pucat, namun sejak 1 minggu yang lalu pucat
nampak pada seluruh tubuh hingga telapak tangan pasien serta
kukunya berwarna putih. Pasien sering terlihat lemas serta
malas beraktivitas semenjak keluhan pucatnya dirasa 3 bulan
yang lalu. Sejak sakit napsu makan pasien juga berkurang,
pasien menjadi malas makan serta minum. Keluhan seperti
sesak, demam, batuk, pilek, keluar cairan dari telinga, muntah,
gangguan pada buang air besar serta buang air kecil disangkal
ibu pasien. Pasien juga menyangkal adanya perdarahan.
Konjungtiva Anemis (+), mukosa bibir pucat. Leher, thorax,
abdomen dan ekstremitas dalam batas normal. Hb: 4,6.
Hapusan Darah terkesan Anemia mikrosistik hipokrom
anisopoikilositosis
6
VII. DIAGNOSA KERJA
Anemia Gravis ec s. defisiensi besi
VIII. PLANNING
a. Planning diagnosa :
b. Planning terapi :
Non medikamentosa : Diet TKTP
Medikamentosa :
- Transufusi PRC 120cc 2 jam --> Cek DL
- Transfusi PRC 150 cc/12 jam--> Cek DL
- Ca gluconas 1,5 cc
- lasix 15mg
c. Planning monitoring : Observasi vital
sign, darah lengkap
d. Planning edukasi :
- Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit
yang diderita anaknya
- Menjelaskan kepada Keluarga pasien tentang
pengobatan yang akan dilakukan termasuk pemberian
transfusi darah
- Menjelaskan kepada keluarga pasien untuk memberi
pasien makanan yang tinggi besi dan konsumsi protein
hewani yang cukup
7
IX. LAPORAN SOAP
10/09/15 S O A P
Hari 2 Demam
(-)
Batuk (-)
Pusing +
Lemas +
Compos mentis,S: 36,7 C, N: 100x/mntRR: 24 x /mnt
Mata : ca +/+ si -/-
Thoraks : vesikuler, rh -/- wh -/-BJ 1:2 reg
Abdomen: supel, BU + NT –
Ekstremitas akral hangatEdem -/- CRT<2. Pucat +/+
Leu : 5750 ribu/uLHb :6,5 g/dLHt :23,4%Tr: 417ribu/uL
Anemia
Gravis
Transfusi PRC 150cc jeda
24 jam
Lasix 15mg
CA gluconas 1,5cc
Cek darah rutin, MCV
MCH MCHC.
11/09/15 S O A P
Hari 3 Demam
(-)
Batuk (-)
Pusing +
Lemas +
Compos mentis,S: 36,6 C, N: 98x/mntRR: 23 x /mnt
Mata : ca -/-
Anemia
Gravis
Sangobion 2x1 cth
8
si -/-
Thoraks : vesikuler, rh -/- wh -/-BJ 1:2 reg
Abdomen: supel, BU + NT –
Ekstremitas akral hangatEdem -/- CRT<2. Pucat -/-
Leu : 9.600 ribu/uLHb :11,1 g/dLHt :35,9%Tr: 380ribu/uL
12/09/15 S O A P
Hari 4 Demam
(-)
Batuk (-)
Pusing(-)
Lemas(-)
Compos mentis,S: 36,5 C, N: 88x/mntRR: 22 x /mnt
Mata : ca -/- si -/-
Thoraks : vesikuler, rh -/- wh -/-BJ 1:2 reg
Abdomen: supel, BU + NT –
Anemia
Gravis
Sangobion 2x1 cth
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah berkurang
sehingga kapasitas oksigen yang ditransfer idak memenuhi kebutuhan
fisiologis tubuh.
Anemia merusak kemampuan tubuh untuk pertukaran gas, dan
mengurangi jumlah sel darah merah mengangkut O2 dan CO2.
Anemia terjadi karena :
Sel darah merah yang rusak
Penghancuran sel darah merah atau kehilangan darah
Penyebab tersering anemia di Negara berkembang khususnya dikalangan
kelompok yang paling rentan ( ibu hamil dan anak-anak usia prasekolah )
adalah gangguan gizi dan infeksi.
A N E M I A
11
EPIDEMIOLOGI
Database WHO untuk anemia 1993-2005 meliputi hampir setengah
populasi dunia , jumlah anemia diseluruh dunia yaitu 1,62 miliar dengan
prevalensi 293 juta anak-anak usia presekolah, 56 juta wanita hamil dan
468 juta wanita yang tidak hamil.
Anemia diperkirakan berkontribusi 115.000 kematian ibu dan kematian
perinatal 591.000/ 4 tahun, anemia ibu sangat berpengaruh terhadap
anemia anak.
Table 1.1: Haemoglobin levels to diagnose anaemia (g/dl)
Age groups No
AnaemiaMild
Modera
teSevere
Children 6–59
months of age ≥11 10–10.9 7–9.9 <7
Children 5–11
years of age ≥11.5 11–11.4 8–10.9 <8
Children 12–14
years of age ≥12 11–11.9 8–10.9 <8
Non-pregnant
women (15 years
of age and above)
≥12 11–11.9 8–10.9 <8
Pregnant women ≥11 10–10.9 7–9.9 <7
Men ≥13 11–12.9 8–10.9 <8
Source: Haemoglobin concentration for the diagnosis of anaemia
and assessment of severity. WHO
Table 2.2: Prevalence of anaemia among different age groups
Age groups Prevalence of anaemia (%)
Children (6–35 months) 79
12
Children (6–59 months) 69.5
All women (15–49 years) 55.3
Ever married women (15–
49 years) 56
Pregnant women (15–49
years) 58.7
Lactating women (15–49
years) 63.2
Adolescent Girls
12–14 years 68.6*
15–17 years 69.7*
15–19 years 55.8
Source: NFHS-3
*National Nutrition Monitoring Bureau Survey (NNMBS), 2006
KLASIFIKASI ANEMIA
1. Anemia normositik normokrom
Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta
mengandung hemoglobin dalam jumlah normal.
MCV = 84-96 fL dan MCHC = 32-36%
Contoh anemia jenis ini adalah anemia pada :
Perdarahan akut
Penyakit kronik
Anemia hemolitik
Anemia aplastik
2. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah lebih besar dari normal
tetapi normokrom karena konsentrasi Hb-nya normal.
MCV meningkat dan MCHC normal
13
Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesa asam
nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam
folat.
Contoh anemia jenis ini :
Anemia megaloblastik akibat defisiensi vitamin B12 atau asam folat.
3. Anemia mikrositik hipokrom
Mikrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih kecil dari normal
dan hipokrom karena Hb dalam jumlah kurang dari normal.
MCV kurang dan MCHC kurang
Contoh anemia jenis ini yaitu :
Anemia defisiensi besi
Anemia penyakit kronik
Talasemia
Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia
adalah pucat. Ini umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume darah,
berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi untuk memperbesar
pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti
pigmentasi kulit, suhu dan distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit,
maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan.
Warna kuku, telapak tangan dan membran mukosa mulut serta
konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Pada umumnya anemia yang terjadi diakibatkan defisiensi
nutrisi seperti defisiensi Fe, asam folat dan vitamin B12. Dalam referat ini
dibahas lebih lanjut mengenai anemia defisiensi Fe.
PATOFISIOLOGI
A. Pembentukan Hemoglobin
Sel darah merah manusia dibuat dalam sumsum tulang.Dalam keadaan
biasa (tidak ada anemi, tak ada infeksi, tak ada penyakit sumsum tulang),
14
sumsum tulang memproduksi 500 x109 sel dalam 24 jam.Hb merupakan
unsur terpenting dalam plasma eritrosit. Molekul Hb terdiri dari :
1. Globin
2. Protoporfirin
3. Besi (Fe)
Globin dibentuk sekitar ribosom sedangkan protoporfirin dibentuk sekitar
mitokondria.Besi didapat dari transferin. 10,11
Dalam keadaan normal 20% dari sel sumsum tulang yang berinti adalah
sel berinti pembentuk eritrosit. Sel berinti pembentuk eritrosit ini biasanya
tampak berkelompok-kelompok dan biasanya tidak masuk ke dalam
sinusoid.10
Pada permulaan sel eritrosit berinti terdapat reseptor transferin.Gangguan
dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb akan mengakibatkan
terbentuknya eritrosit dengan sitoplasma yang kecil (mikrositer) dan
kurang mengandung Hb di dalamnya (hipokrom).3,10
Tidak berhasilnya sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat Fe untuk
pembentukan Hb dapat disebabkan oleh rendahnya kadar Fe dalam
darah. Hal ini dapat disebabkan oleh :
1. Kurang gizi
2. Gangguan absorbsi Fe (terutama dalam lambung)
3. Kebutuhan besi yang meningkat akan besi (kehamilan, perdarahan dan
dalam masa pertumbuhan anak).
Sehingga menyebabkan rendahnya kadar transferin dalam darah. Hal ini
dapat dimengerti karena sel eritrosit berinti maupun retikulosit hanya
memiliki reseptor transferin bukan reseptor Fe.10,11
B. Metabolisme Besi
Pengangkutan besi dari rongga usus hingga menjadi transferin
merupakan suatu ikatan besi dan protein di dalam darah yang terjadi
dalam beberapa tingkatan. Besi dalam makanan terikat pada molekul lain
yang lebih besar di dalam lambung besi akan dibebaskan menjadi ion feri
oleh pengaruh asam lambung (HCl). Di dalam usus halus, ion feri diubah
menjadi ion fero oleh pengaruh alkali.Ion fero inilah yang kemudian
15
diabsorpsi oleh sel mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai
persenyawaan feritin dan sebagian lagi masuk ke peredaran darah yang
berikatan dengan protein, disebut transferin. Selanjutnya transferin ini
dipergunakan untuk sintesis hemoglobin.11,12
Sebagian dari transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai labile
iron pool. Ion fero diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri, terutama
bila makan mengandung vitamin atau fruktosa yang akan membentuk
suatu kompleks besi yang larut , sedangkan fosfat, oksalat dan fitat
menghambat absorpsi besi.3,12
Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang dilepaskan pada
pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk
kembali ke dalam iron pool dan akan dipergunakan lagi untuk sintesis
hemoglobin. Jadi di dalam tubuh yang normal kebutuhan akan besi sangat
sedikit. Kehilangan besi melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang
terkelupas dan karena perdarahan sangat sedikit. Oleh karena itu
pemberian besi yang berlebihan dalam makanan dapat mengakibatkan
terjadinya hemosiderosis.10,11,12
Kebutuhan rata-rata zat besi per hari : 13
- 0-6 bulan 3 mg
- 7-12 bulan 5mg
- 1-3 tahun 8 mg
- 4-6 tahun 9 mg
- 7-9 tahun 10 mg
- 10-12 tahun pria : 14 mg wanita : 14 mg
-13-15 tahun 17 mg 19 mg
-16-19 tahun 23 mg 25 mg
- Hamil : + 20 mg
- Menyusui : 0-12 bulan + 2 mg
Jumlah zat besi pada bayi kira-kira 400mg yang terbagi sebagai berikut : 12
- Massa eritrosit 60%
- Feritin dan hemosiderin 30%
16
- Mioglobin 5-10%
- Hemenzim 1%
- Besi plasma 0,1%
Pengeluaran besi dari tubuh yang normal adalah :
- Bayi 0,3-0,4 mg/hari
- Anak 4-12 tahun 0,4-1mg/ hari
- Wanita hamil 2,7 mg/hari
Kebutuhan besi dari bayi dan anak jauh lebih besar dari pengeluarannya,
karena besi dipergunakan untuk pertumbuhan. 12
C. Anemia Defisiensi Besi
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan hitung eritrosit lebih
rendah dari harga normal.
Menurut WHO dikatakan anemia bila :
Pada orang dewasa Hb < 12,5 g/dl
Pada anak-anak berumur 6-14 tahun < 12 g/dl
Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya
kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4
gram. Kira-kira 50 mg/Kgbb pada pria dan 35 mg/Kgbb pada wanita.
Secara morfologis anemia defisiensi besi diklasifikasikan sebagai anemia
mikrositik hipokrom. Anemia defisiensi besi akibat kurang besi dalam diit
bisa terjadi pada setiap orang.
Besi diperlukan untuk sintesis haemoglobin, kekurangan zat besi
dianggap penyebab paling sering terjadi dan kemudian kekurangan nutrisi
lainnya (folat, B12 dan Vit A ), peradangan akut dan kronis, infeksi parasit
dan genetik.
Kurangnya zat besi dalam tubuh dapat menyebabkan anemia, zat
besi yang berlebihan dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ.
17
ETIOLOGI
Kekurangan zat besi dikarenakan :
Berkurangnya zat besi
Kebutuhan zat besi meningkat
Kehilangan zat besi dari tubuh meningkat
Efek dari kekurangan zat besi :
1. Kinerja kongnitif, perilaku dan pertumbuhan fisik bayi, presekolah dan usia
sekolah anak-anak.
2. Kekebalan dan morbiditas dari infeksi untuk semua kelompok umur
3. Penggunaan sumber energi dari otot sehingga kapasitas kerja fisik pada
remaja mengalami gangguan.
Pertumbuhan aktif dalam massa kanak-kanak terutama 6 bulan-3 tahun
dalam massa pertumbuhan, paling sering terjadi penurunan zat besi.
Anemia defisiensi besi dapat menyebabkan kematian pada bayi
prematuritas, dan BBLR, ADB juga dapat mempengaruhi respon tubuh.
PRESENTASI ZAT BESI
Zat besi tertinggi untuk wanita hamil -1,9 mg / 1000 Kcal energi
makanan pada trisemester 2 dan 2,7 mg/1000 Kcal pada trisemester 3.
Bayi : 1,0 mg,
Remaja perempuan : 0,8 mg
remaja laki-laki : 0,6 mg
presekolah : 0,4 mg
laki-laki dewasa 0,3 mg
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi
yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif
ini menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. tahap
defisiensi besi, yaitu:1,3,10
I. Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai
dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi.
18
Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan
ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun
sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi
masih normal.
II. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient
erythropoietin atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang
tidak cukup untuk menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin
menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat
danfree erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.
III. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini
terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga
menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan
mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi
perubahan epitel terutama pada anemia defisiensi besi yang lebih lanjut.
Tabel 1. Tahapan kekurangan besi 1
Hemoglobin Tahap I
(Normal)
Tahap II
(sedikit
menurun)
Tahap III
(menurun jelas)
Mikrositik
hipokrom
Cadangan besi
(mg)
<100 0 0
Fe serum (ug/dl) Normal <60 <40
TIBC (ug/dl) 360-390 >390 >410
Saturasi
transferin (%)
20-30 <15 <10
19
Feritin serum
(ug/dl)
<20 <12 <12
Sideroblas (%) 40-60 <10 <10
FEP (ug/dl
eritrosit)
>30 >100 >200
MCV Normal Normal Menurun
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan
oleh penderita dan keluarganya.Pada yang ringan diagnosis ditegakkan
hanya dari temuan laboratorium saja.Gejala yang umum terjadi adalah
pucat. Pada ADB dengan kadar Hb 6-10 g/dl terjadimekanisme
kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya ringan saja. Bila
kadar Hb turun berlanjut dapat terjadi takikardi, dilatasi jantung dan
murmur sistolik. Namun kadang-kadang jika telah terkompensasi,
beratnya gejala ADB sering tidak sesuai dengan kadar Hb. 1,3,9
Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan
besi seperti:3,8,14
1. Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (bentuk
kuku konkaf atauspoon-shaped nail), atrofi papila lidah,dan
perubahanmukosa lambung dan usus halus.
2. Intoleransi terhadap latihan: penurunan aktivitas kerja dan daya tahan
tubuh
3. Termogenesis yang tidak normal: terjadi ketidakmampuan untuk
mempertahankan suhutubuh normal pada saat udara dingin
4. Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, hal ini terjadi karena fungsi
leukosit yang tidak normal. Pada penderita ADB neutrofil mempunyai
kemampuan untuk fagositosis tetapi kemampuan untuk membunuh E.coli
dan S. aureus menurun.
20
5. Iritabel berupa berkurangnya nafsu makan dan berkurangnya perhatian
terhadap sekitar tapi gejala ini dapat hilang setelah diberi pengobatan zat
besi beberapa hari.
6. Pada beberapa pasien menunjukkan perilaku yang aneh berupa pika
yaitu gemar makan atau mengunyah benda tertentu karena rasa kurang
nyaman di mulut yang disebabkan enzim sitokrom oksidase yang
mengandung besi berkurang.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Untuk menegakkan diagnosis ADB diperlukan pemeriksaan laboratorium
yang meliputipemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV, leukosit, trombosit
ditambah pemeriksaan indeksentrosit, retikulosit, morfologi darah tepi dan
pemeriksaan status besi (Fe serum, Total ironbinding capacity (TIBC),
saturasi transferin, FEP, feritin), dan apus sumsum tulang.1,8
Menentukan adanya anemia dengan memeriksa kadar Hb dan atau PCV
merupakanhal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan
lebih lanjut dalam menegakkan diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks
eritrosit MCV, MCH dan MCHC menurun sejajardengan penurunan kadar
Hb. Jumlah retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat
karenaperdarahan jumlahnya meningkat. Gambaran morfologi darah tepi
ditemukan keadaanhipokromik, mikrositik, anisositosis dan poikilositosis
(dapat ditemukan sel pensil, sel target, ovalosit, mikrosit dan sel
fragmen).1,3,4
Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama
dapat terjadigranulositopenia. Pada keadaan yang disebabkan infestasi
cacing sering ditemukan eosinofilia.Jumlah trombosit meningkat 2-4 kali
dari nilai normal. Trombositosis hanya terjadi pada penderita dengan
perdarahan yang masif. Kejadian trombositopenia dihubungkan dengan
anemia yang sangat berat. Namun demikian kejadian trombositosis
dan trombositopenia pada bayi dan anak hampir sama, yaitu trombositosis
sekitar 35% dan trombositopenia 28%.4,8
21
Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun dan
TIBC meningkat. Pemeriksan Fe serum untuk menentukan jumlah besi
yang terikat pada transferin, sedangkan TIBC untuk mengetahui jumlah
transferin yang berada dalam sirkulasi darah. Perbandingan antara Fe
serum dan TIBC (saturasi transferin) yang dapat diperoleh dengan cara
menghitung Fe serum/TIBC x 100%, merupakan suatu nilai
yang menggambarkan suplai besi ke eritroid sumsum tulang dan sebagai
penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara plasma dan
cadangan besi dalam tubuh. ST <7%>dapat dipakai untuk mendiagnosis
ADB bila didukung oleh nilai MCV yang rendah ataupemeriksaan
lainnya.1,4,8
Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid sumsum tulang
dapatdiketahui dengan memeriksa kadar Free Erythrocyte
Protoporphyrin (FEP). Pada pembentukan eritrosit akan dibentuk cincin
porfirin sebelum besi terikat untuk membentuk heme. Bila penyediaan besi
tidak adekuat menyebabkan terjadinya penumpukan porfirin didalam
sel. Nilai FEP > 100 ug/dl eritrosit menunjukkan adanya ADB.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya ADB lebih dini. Meningkatnya
FEP disertai ST yang menurun merupakan tanda ADB yang
progresif. Jumlah cadangan besi tubuh dapat diketahui dengan
memeriksa kadar feritin serum.Pada pemeriksaan apus sumsum tulang
dapat ditemukan gambaran yang khas ADB yaitu hiperplasia sistem
eritropoitik dan berkurangnya hemosiderin. Untuk mengetahui ada atau
tidaknya besi dapat diketahui dengan pewarnaanPrussian blue.1,8
DIAGNOSIS
22
Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan laboratorium. Ada beberapa kriteria diagnosis yang
dipakai untuk menentukan ADB: 1,3,,8
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO :
1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia.
2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31%
3. Kadar Fe serum <50
4. Saturasi transferin (ST) <15%
Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen:
1. Anemia hipokrom mikrositik
2. Saturasi transferin <16%
3. Nilai FEP >100 ug/dl
4. Kadar feritin serum <12
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria (ST, Feritin serum,
FEP) harus dipenuhi.
Lanzkowsky menyimpulkan ADB dapat diketahui melalui:1
1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi
dengan kadar MCV,MCH, dan MCHC yang menurun.
2. FEP meningkat
3. Feritin serum menurun
4. Fe serum menurun, TIBC meningkat,ST<16%
5. Respon terhadap pemberian preparat besi
- Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian
preparat besi.
- Kadar Hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 gr/dl perhari atau PCV
meningkat 1% perhari
6. Sum-sum tulang :
- Tertundanya maturasi sitoplasma
23
- Pada pewarnaan sum-sum tulang tidak ditemukan besi atau besi
berkurang
Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian
preparat besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB
subklinis dengan melihat responshemoglobin terhadap pemberian
preparat besi.Prosedur ini sangat mudah, praktis, sensitif dan ekonomis
terutama pada anak yang berisiko tinggi menderita ADB. Bila
dengan pemberian preparat besi dosis 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu
terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 g/dl maka dapat dipastikan bahwa yang
bersangkutan menderita ADB.1,3,8
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan
gambaran anemia hipokrom makrositik lain (Tabel 2). Keadaan yang
sering memberi gambaran klinis dan laboratorium hampir sama dengan
ADB adalah talasemia minor dan anemia karena penyakit
kronis. Sedangkan lainnya adalah lead poisoning/ keracunan timbal dan
anemia sideroblastik.Untuk membedakannya diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium. 1,5
Pada talasemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB. Salah satu
cara sederhanauntuk membedakan kedua penyakit tersebut adalah
dengan melihat jumlah sel darah merah yang meningkat meski sudah
anemia ringan dan mikrositosis, sebaliknya pada ADB jumlah sel darah
merah menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb dan MCV. Pada
talasemia minordidapatkan basophilic stippling, peningkatan kadar
bilirubin plasma dan peningkatan kadarHbA2.1,3,9
Gambaran morfologi darah tepi anemia karena penyakit kronis biasanya
normokrom mikrositik, tetapi bisa juga ditemukan hipokrom
mikrositik.Terjadinya anemia pada penyakitkronis disebabkan
terganggunya mobilisasi besi dan makrofag oleh transferin. Kadar Fe
serum dan TIBC menurun meskipun cadangan besi normal atau
meningkat sehingga nilai saturasi transferin nomal atau sedikit menurun,
24
kadar FEP meningkat. Pemeriksaan kadar reseptor
transferin receptor (TfR) sangat berguna dalam membedakan ADB
dengan anemia karena penyakit kronis. Pada anemia karena penyakit
kronis kadar TfR normal karena pada inflamasi kadarnya tidak
terpengaruh, sedangkan pada ADB kadarnya menurun. Peningkatan rasio
TfR/feritin sensitif dalam mendeteksi ADB.1,9
Table 2: Pemeriksaan laboratorium untuk membedakan ADB
Pemeriksaan
Laboratorium
Anemia
defisiensiBesi
Thalasemia
Minor
Anemia
PenyakitKronis
MCV Menurun Menurun N/Menurun
Fe serum Menurun Normal Menurun
TIBC Naik Normal Menurun
Saturasi
transferin
Menurun Normal Menurun
FEP Naik Normal Naik
Feritin serum Menurun Normal Menurun
Lead poisoning memberikan gambaran darah tepi yang serupa dengan
ADB tetapididapatkan basophilic stippling kasar yang sangat jelas. Pada
keduanya kadar FEP meningkat. Diagnosis ditegakkan dengan
memeriksa kadar lead dalam darah. Anemia sideroblastik merupakan
kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis heme, bisa didapat atau
herediter. Pada keadaan ini didapatkan gambaran hipokrom
mikrositik dengan peningkatan kadar RDW yang disebabkan populasi sel
darah merah yang dimorfik. Kadar Fe serum dan ST biasanya meningkat,
pada pemeriksaan apus sumsum tulang didapatkan sel darah merah
berinti yang mengandung granula besi (agregat besi dalam mitokondria)
25
yang disebut ringed sideroblast. Anemia ini umumnya terjadi pada
dewasa.1,5,9
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksnaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat
besi.Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga
penanganannya dapat dilakukan dengan tepat.Pemberian preparat
Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman,
murah dan samaefektifnya dengan pemberian secara
parenteral. Pemberian secara parenteral dilakuka padapenderita yang
tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak
dapatterpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan. 1,3,8,9
Pemberian preparat besi
a. Pemberian preparat besi peroral
Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam
feri.Preparat yang tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan
suksinat.Yang sering dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya yang
lebih murah. Ferous glukonat, ferous fumarat dan ferous
suksinatdiabsorpsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia preparat besi
berupa tetes (drop).1,3
Untuk mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6 mg
besi/kgBB/hari.Dosis obat dihitung berdasarkan kandungan besi yang
ada dalam garam ferous.Garam ferous sulfat mengandung besi sebanyak
20%. Dosis obat yang terlalu besar akan menimbulkan efek samping pada
saluran pencernaan dan tidak memberikan efek penyembuhan yang lebih
cepat. Absorpsi besi yang terbaik adalah pada saat lambung kosong,
diantara dua waktu makan, akan tetapi dapat menimbulkan efek samping
pada saluran cerna. Untuk mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat
dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan meskipun akan
mengurangi absorpsi obat sekitar 40-50%. Obat diberikan dalam 2-3
26
dosis sehari. Tindakan tersebut lebih penting karena dapat
diterima tubuh dan akan meningkatkan kepatuhan penderita. Preparat
besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada
penderita teratasi. Respons terapi dari pemberian preparat besi dapat
dilihat secara klinis dan dari pemeriksaan laboratorium, seperti tampak
pada tabel di bawah ini.1,8,9
Preparat terapi besi per oral : 3
- Fe sulfat (20 % Fe)
- Fe fumarat (33 % Fe)
- Fe succinate (12 % Fe)
- Fe gluconate (12 % Fe)
Respons terhadap pemberian besi pada ADB
Efek samping pemberian preparat besi peroral lebih sering terjadi pada
orang dewasa dibandingkan bayi dan anak. Pewarnaan gigi yang bersifat
sementara. 1,8
Tabel 3: Respons pemberian besi
Waktu setelah Pemberian besi Respons
12-24 jam Penggantian enzim besi intraselular,
keluhan subjektif berkurang, nafsu
makan bertambah
36-48 jam Respons awal dari sumsum tulang
hiperplasia eritroid
48-72 jam Retikulosis, puncaknya pada hari ke
5-7
Dosis Fe pada bayi dan anak
0–5 years lactating women
20 mg elemental iron and 100 microgram (mcg) folic acid per ml of liquid
formulation and age Appropriate de-worming for 100 days.27
6-10 years
30 mg elemental iron and 250 mcg folic acid per child per day for 100 days
in year
Adolescents 10–19 years (recently introduced)
Weekly dose of 100 mg elemental iron and 500 mcg folic acid with
biannual de-worming
Pregnant and lactating women
100 mg of elemental iron and 500 mcg of folic acid daily for 100 days
during pregnancy. Followed by same dose for 100 days in the post-partum
period
(Long Lasting Insecticide Nets (LLINs)/Insecticide Treated Bed Nets
(ITBNs) are also provided to p[regnant women )
b. Pemberian preparat besi parenteral
Pemberian besi secara intramuskular menimbulkan rasa sakit dan
harganya mahal. Dapatmenyebabkan limfadenopati regional dan reaksi
alergi. Kemampuan untuk menaikkan kadarHb tidak lebih baik dibanding
peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini
mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan:1,8
Dosis besi (mg) — BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5
c. Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada
keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat
mempengaruhi respons terapi. Koreksianemia berat dengan transfusi
tidak perlu secepatnya, malah akan membahayakan karena dapat
menyebabkan hipervolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC
dilakukan secaraperlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan
kadar Hb sampai tingkat aman sambilmenunggu respon terapi besi.1,8,9
28
PROGNOSIS
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi
saja dan diketahuipenyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan
yang adekuat. Gejala anemia danmanifestasi klinis lainnya akan membaik
dengan pemberian preparat besi.
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan
beberapa kemungkinansebagai berikut: 1,3,8
a. Diagnosis salah
b. Dosis obat tidak adekuat
c. Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
d. Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak
berlangsungmenetap
e. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi
(seperti: infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid,
penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat)
f. Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang
berlebihan pada ulkuspeptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap
besi)
PENCEGAHAN
Pencegahan merupakan tujuan utama dalam penanganan masalah
anemia defisiensi besi, untuk itu diperlukan pendidikan tentang pemberian
makanan dan suplementasi besi. 3,8
1. Makanan
Pemberian ASI minimal 6 bulan.
Hindari minum susu sapi yang berlebih.
Tambahan makanan/bahan yang meningkatkan absorpsi besi (buah-
buahan, daging, unggas)
Hindari peningkatan berat badan yang berlebihan.
Pemberian Fe dalam makanan (iron Fortified Infant Cereal)
2. Suplementasi besi
Kebutuhan perhari untuk bayi hingga 1 tahun 2 mg Fe/kgBB.
29
Bayi prematur membutuhkan Fe dua kali lebih banyak (4mg Fe/kgBB)
Suplementasi besi juga dibutuhkan pada bayi yang minum ASI lebih dari 6
bulan.
Untuk menurunkan frekuensi ADB di Indonesia pemerintah memberikan
suplementasi zat besi sebanyak 60 mg besi elemental tiap minggu selama
16 minggu dalam setahun kepada anak sekolah, buruh pabrik dan ibu-ibu
hamil.
Penyuluhan mengenai perbaikan gizi terutama mengenai pentingnya
makanan yang banyak mengandung zat besi untuk pertumbuhan dan
peningkatan prestasi belajar pada anak remaja.
Iron fortified milk mengandung 11-12 mg Fe perliter dan yang diserap
tubuh hanya 4% (0,48 mg Fe). ASI mengandung 0,3 mg Fe/liter dan yang
dapat diserap tubuh sebanyak 50% (0,15mg Fe). Unfortified milk
mengandung 0,8 mg Fe/liter dan yang diserap tubuh sebanyak 10% (0,08
mgFe). 3
DAFTAR PUSTAKA1. Raspati H, Reniarti L, dkk. 2006. Anemia defisiensi besi. Buku Ajar
Hematologi Onkologi Anak. Cetakan ke-2 IDAI pp 30-42. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
2. Syamsi, BR. 2005.Hubungan defisiensi besi dengan perkembangan fungsi kognitif.Anemia defisiensi besi.Yogyakarta: MEDIKA Fakultas kedokteran UGM.
3. Soegijanto,S. 2004.Anemia defisiensi besi pada bayi dan anak. Jakarta :IDI
4. Behrman Kliegman, Arvin. 2004. Anemia Defisiensi Besi. Nelson’s Textbook ofPediatrics. Edisi 18 pp 1691-1694. Jakarta. EGC.
5. Soemantri,AG.2005.Epidemiology of iron deficiency anemia.Anemia defisiensibesi.Yogyakarta.Medika Fakultas Kedokteran UGM
30
6. Endang,P.2008.Jangan anggap enteng anemia pada anak.Diakses dari www.kesrepro.info.com
7. Dwiprahasto,I.2005.Terapi anemia defisiensi besi berbasis bukti. Anemia defisiensi besi.Yogyakarta.Medika Fakultas Kedokteran UGM
8. Abdussalam,M. 2005.Diagnosis, pengobatan pencegahan anemia defisiensi besipada bayi dan anak.Anemia defisiensi besi.Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM
9. Wahyuni AS. 2004. Anemia Defisiensi Besi Pada Balita. Diakses dari www.digitallibraryfkusu.htm.
10.Reksodiputro, H.Mekanisme anemia defisiensi besi.Diakses dari www.kalbefarmaportal/cerminduniakedokteran.com
11.Negara, NS.2005.Bioavailibilitas zat besi. Anemia defisiensi besi.Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM
12.Hasan,R, Alatas, H.2002.Anemia defisiensi besi.Ilmu kesehatan anak jilid1.Jakarta.Penerbit:Bagian Ilmu kesehatan anak FKUI.
13.Ursula,PR.2005.Neurodevelopment and cognitives in children with iron deficiency anemia. Anemia defisiensi besi.Yogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM
31