Lbm Muntah Hitam
-
Upload
nadiah-restu-meilindha -
Category
Documents
-
view
163 -
download
0
description
Transcript of Lbm Muntah Hitam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib di
penuhi seorang manusia untuk bertahan hidup. Keadaan ini dibuktikan
denganadanya sistem pencernaan atau traktus gastrointestinal yang merupakan
salah satusistem yang mendukung tubuh manusia. Sistem pencernaan atau
gastrointestinal terdiri dari beberapa organ, yaitu mulut, esofagus, gaster,
colon dan anus.Sistem pencernaan akan terganggu apabila salah satu atau
beberapa organ pencernaan terjadi inflamasi, kerusakan, maupun
ketidaknormalan.
Beberapa penyakit saluran cerna adalah Gastroesofageal refluks disease,
gastritis, tukak gaster, tukak duodenum. GERD (Gastroesophageal reflux
disease) adalah suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan
lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat
keterlibatan esofagus, faring, laring, dan sauran nafas.
Gastritis secara sederhana definisi gastritis adalah proses infamasi pada
mukosa dan submukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan kesehatan
yang paling sering dijumpai di klinik, karena diagnosisnya sering hanya
berdasarka gejala klinis bukan pemeriksaan histopatologi.
Tukaka gaster jinak adalah suatu gambaran bulat atau semi bulat/oval,
ukuran > 5 mm kedalaman sub mukosal pada mukosa lambung akibat
terputusnya kontinuitas/integritas mukosa lambung. Tukak gaster merupakan
luka terbuka dengan pinggir edema disertai denga indurasi dengan dasar tukak
dtutupi debris.
Etiologi tukak duodenum (TD) yang telah diketahui sebagai faktor
agresif yang merusak pertahanan mukosa adalah helicobacter pylori, obat anti
imfalamasi non-steroid, asam lambung/pepsin dan faktor-faktor lingkungan
1
serta kelainan satu atu beberapa faktor pertahanan yang berpengaruh pada
kejadian TD.(2)
2
BAB II
LANDASAN TEORI
A. ANATOMI FISIOLOGI PENCERNAAN
a) Oesofagus
Oesophagus merupakan organ seperti tabung yang
menghubungkan pharynx dengan gaster. Melalui foramen oesophagicum,
oesophagus menembus diaphragma. Suplai darah untuk oesophagus
bagian atas, tengah, dan bawah berturut-turut oleh cabang dari arteria
thyroidea inferior, arteria oesophagica, arteria bronchialis, dan cabang
dari arteria gastrica sinistra. Persarafan parasimpatis diurus oleh nervus
vagus. Sedangkan persarafan simpatis oleh rami oesophageales dari
ganglia thoracica dan nervus splanchnicus major.
Panjang ±10 inc. Meluas dari faring sampai lambung dibelakang
trakea, sebagian besar dl rongga thoraks dan menembus diafragma masuk
rongga abdomen. Di esofagus inilah terdapat gerakan peristaltik untuk
membuat makanan menjadi bolus-bolus sehingga lebih mudah dicerna
dilambung nantinya(1)
Gambar 1 : Anatomi Esofagus
3
Gambaran Histologi:
Terdiri atas:
1. Tunika Mukosa
Epitel squamosa kompleks non keratin, lamina propia, muskularis
mukosa.
2. Tunika Submukosa
Jaringan ikat longgar mengandung sel lemak, pembuluh darah, dan
kelenjar esophageal propia.
3. Tunika Muskularis
Terdiri atas otot sirkular (bagian dalam) dan otot longitudinal (bagian
luar). Diantara otot tersebut sedikit dipisah jaringan ikat. Pada ⅓ bagian
atas esophagus terdiri otot rangka, ⅓ bagian tengah terdiri otot polos
dan otot rangka, ⅓ bagian bawah dibentuk otot polos.
4. Adventisia
Terdapat pembuluh darah, saraf, jaringan lemak. Adventisia merupakan
lapisan terluar dari esophagus bagian atas sedangkan serosa merupakan
lapisan esophagus bagian bawah
b) Lambung (Gaster)
Anatomi dan Fisiologi:
Terdiri dari 3 bagian yaitu
1. Kardia.
2. Fundus.
3. Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam
keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke
dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel
yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
4
1. Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.
Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang
mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
2. Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan
oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga
berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh
berbagai bakteri.
3. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
Gambar2 : Anatomi Lambung
Gambaran Histologi:
1. Tunika Mukosa
Merupakan epitel kolumner simpleks, tidak terdapat vili intestinalis
dan sel goblet. Terdapat foveola gastrika/pit gaster yang dibentuk
epitel, lamina propia dan muskularis mukosa. Seluruh gaster
terdapat rugae (lipatan mukosa dan submukosa) yang bersifat
sementara dan menghilang saat gaster distensi oleh cairan dan
material padat. Foveola tersebut terdapat sel mukosa yang
menyekresi mucus terutama terdiri dari:
5
- Sel neck. Menghasilkan secret mukosa asam kaya
glikosaminoglikan
- Sel parietal. Menghasilkan HCl
- Sel chief. Mengahasilkan pepsin
- Sel argentaffin. Menghasilkan intrinsic factor castle untuk
pembentukan darah
2. Tunika submukosa
Jaringan ikat longgar banyak mengandung pembuluh darah dan
saraf pleksus meissner
3. Tunika muskularis
Terdiri atas otot oblik (dekat lumen),otot sirkular (bagian tengah)
dan otot longitudinal (bagian luar). Diantara otot sirkuler dan
longitudinal tersebut sedikit dipisah pleksus saraf mienterikus
auerbach
4. Tunika Serosa
Peritoneum visceral dengan epitel squamosa simpleks, yang diisi
pembuluh darah dan sel-sel lemak.(1)
c) Liver/Hepar
Hati (hepar) merupakan pusat metabolisme tubuh yang menempati
sebagian besar kuadran kanan atas abdomen (hypogastrica dekstra dan
sebagian epigastrica). Batas atas hati berada sejajar dengan ruang
interkostal V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan
ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat
celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum
minor terdapat mulai dari sistem porta yang mengandung arteri hepatika,
vena porta dan duktus koledokus. Sistem porta terletak di depan vena kava
dan di balik kandung empedu. Unit fungsional dasar hati adalah lobulus
hati, yang berbentuk silindris dengan panjang beberapa milimeter dan
berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter. Hati manusia berisi 50.000 sampai
100.000 lobulus. Setiap lobuli hepar disusun oleh vena sentralis, sel
6
parenkim hepar, hepatosit, kapiler empedu, dan sinusoid. Pada bagian
perifer tertentu, lobuli dipisahkan oleh jaringan ikat yang mengandung
duktus biliaris, pembuluh limfe, saraf, dan pembuluh darah. Daerah ini
dinamakan kanalis porta (celah porta). Kanalis porta mengandung jaringan
pengikat yang di dalamnya terdapat trigonum kiernann yang terdiri dari:
cabang-cabang vena porta, cabang-cabang arteri hepatica, duktus biliferus,
pembuluh limfe, dan saraf.
Fungsi dasar hati dapat dibagi menjadi (1) fungsi vaskular untuk
menyimpan dan menyaring darah, (2) fungsi metabolisme yang
berhubungan dengan sebagian besar sistem metabolisme tubuh, dan (3)
fungsi sekresi yang berperan membentuk empedu yang mengalir melalui
saluran empedu ke saluran pencernaan. Dalam fungsi vaskularnya hati
adalah sebuah tempat mengalir darah yang besar. Hati juga dapat dijadikan
tempat penimpanan sejumlah besar darah. Hal ini diakibatkan hati
merupakan suatu organ yang dapat diperluas. Aliran limfe dari hati juga
sangat tinggi karena pori dalam sinusoid hati sangat permeable. Selain itu
di hati juga terdapat sel Kupffer (derivat sistem retikuloendotelial atau
monosit-makrofag) yang berfungsi untuk menyaring darah.
Dalam metablosime karbohidrat fungsi hati : (1) menyimpan
glikogen; (2) me-ngubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa; (3)
glukoneogenesis; (4) membentuk senyawa kimia penting dari hasil
perantara metabolisme karbohidrat.
Dalam metabolisme lemak fungsi hati : (1) kecepatan oksidasi beta
asam lemak yang sangat cepat untuk mensuplai energi bagi fungsi tubuh
yang lain; (2) pembentukan sebagian besar lipoprotein; (3) pembentukan
sejumlah besar kolesterol dan fosfolipid, dan (4) penguraian sejumlah
besar karbohidrat dan protein menjadi lemak.
Dalam metabolisme protein hati berfungsi : (1) deaminasi asam
amino; (2) pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari dalam
tubuh; (3) pembentukan protein plasma; (4) interkonversi diantara asam
amino yang berbeda.
7
Fungsi sekresi hati membentuk empedu juga sangat penting. Salah
satu zat yang dieksresi ke empedu adalah pigmen bilirubin yang berwarna
kuning-kehijauan. Bilirubin adalah hasi akhir dari pemecahan hemoglobin.
Bilirubin merupakan suatu alat mendiagnosis yang sangat bernilai bagi
para dokter untuk mendiagnosis penyakit darah hemolitik dan berbagai
tipe penyakit hati (Guyton, 1998).
Metabolisme bilirubin normal terjadi dalam beberapa langkah:
1) Heme dari hemoglobin diubah menjadi bilirubin tak terkonjugasi,
2) Bilirubin tak terkonjugasi yang dibawa ke hepar berikatan dengan
albumin,
3) Ambilan protein karier hepatik (Y dan Z) hepatik bilirubin tak
terkonjugasi setelah disosiasi dari albumin,
4) Konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat untuk menghasilkan
bilirubin glukuronida/ bilirubin terkonjugasi, yang menjadi larut dalam air
dan dapat diekskresi,
5) Ekskresi bilirubin terkonjugasi ke dalam kanalikulus empedu,
6) Pasase bilirubin terkonjugasi ke bawah cabang biliaris,
7) Reduksi bilirubin terkonjugasi menjadi urobilinogen oleh bakteri usus,
8) Sirkulasi enterohepatik bilirubin tak terkonjugasi dan urobilinogen,
9) Ekskresi urobilinogen dan bilirubin terkonjugasi dalam ginjal.(1)
Gambar 3 : Anatomi Hepar
8
d) Usus
1. Usus Halus (Small Intestine)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan
yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui
vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan
air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna
protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot
melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan
lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Gambar 4: Antomi Usus
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari
(duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus
yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong
(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari
usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum
Treitz.
9
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang
berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan
masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang
bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan
sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Gambar 5 : Usus dua belas jari (duodenum)
2. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum)
adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari
(duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang
seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong.
Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan
mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat
jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis
dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar
10
Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan,
yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk
membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam
bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus,
yang berarti "kosong".
3. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
Gambar 6 : Anatomi Ileum
11
2. Usus Besar (Colon)
Usus besar atau kolon dalam
anatomi adalah bagian usus antara usus
buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini
adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
a. Kolon asendens (kanan)
b. Kolon transversum
c. Kolon desendens (kiri)
d. Kolon sigmoid (berhubungan dengan
rektum) Gambar 7 : Anatomi Usus Besar
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri
di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.
B. Histologi Sistem gastrointestinal
Secara umum, saluran cerna terdiri dari empat lapisan yang sama di sepanjang
saluran. Hanya saja, setiap bagiannya menunjukkan modifikasi dan spesialisasi
regional masing-masing. Empat lapisan itu adalah :
1. Mukosa
Terdiri atas :
o Epitel pelapis
o Lamina Propia
Jaringan ikat longgar dengan banyak pembuluh darah dan pembuluh limfe,
kadang-kadang mengandung kelenjar dan jaringan limfoid
o Muskularis mukosa
Terdiri atas lapisan sirkular dalam yang tipis dan lapis longitudinal luar serat otot
polos yang memisahkan lapisan mukosa dari submukosa
12
2. Submukosa
Terdiri atas jaringan ikat longgar dengan banyak pembuluh darah dan pembuluh
limfe dan pleksus saraf submukosa (pleksus Meissner). Mungkin juga
mengandung kelenjar dan jaringan limfoid.
3. Muskularis eksterna
Mengandung sel-sel otot polos yang berorientasi secara spiral dan terbagi dalam
beberapa lapisan menurut arah utama perjalanan sel otot. Lapisan ini juga
mengandung pleksus saraf mienterikus (pleksus Auerbach) yang terletak diantara
lapisan otot. Terdapat juga pembuluh darah dan pembuluh limfe dalam jaringan
ikat diantara lapisan.
4. Serosa/Adventisia
Lapisan tipis, terdiri atas jaringan ikat longgar yang kaya pembuluh darah dan
pembuluh limfe serta jaringan lemak, dan epitel selapis gepeng mesotel sebagai
pelapis (jika tanpa mesotel disebut sebagai adventisia).
Organ Histologi Keterangan
LIDAH
FILIFORM
PAPILLAE
FUNGIFOR
M
PAPILLAE +
FILIFORM
PAPILLAE
1.Septum linguae 2. M. transversalis I horisontalis 3. M. vertikalis 4. M. longitudinalis
13
1. Epitel berlapis Gepeng2. Keratinized layer of the
epithelium 3. Lamina propria of the mucosa
FOLIATAE
PAPILLAE 1 - epitel berlapis gepeng 2 - Lamina propria of the mucosa3 - taste buds4 - tunica adventitia5 - epithelium of the mucosa6 - lamina propria of the mucosa7 - muscularis mucosae8 - glands in the lamina propria
Oesophagus
Gastro-
Oesophagus
1 – Tunica Mucosa epitel berlapis gepeng 2 – Tunica submukosa tampak serat kolagen dan serat elastis 3 – Tunica muscularis propria 4 - tunica adventitia5 - epithelium of the mucosa6 - lamina propria of the mucosa7 - muscularis mucosae8 - glands in the lamina propria
1 - stomach
14
2 - esophagus
Gaster
Cardiac
Gaster
Cardiac
Fundus
Fundus
Gaster
A. T. Mukosa 1. Ep.selapis silindris 2. Foveola gastrika 3. T. Propia + kel fundus 4. Membran elastis 5. T musk mukosaB. T. Submukosa
A. T. Mukosa 1. Ep.selapis silindris 2. Foveola gastrika 3. kel pylorus dlm t propia 4. Membran elastis 5. T musk mukosaB. T. SubmukosaC. T. Muskularis
15
Bagian t. Propia / kel fundus1. Sel prinzipal / zimogenik2. Sel parietal / HCL
Intestinum
Tenue
Duodenum
Jejunum
Illeum
A. T. Mukosa 1. Vilus intestinalis 2. Ep.selapis silindris + sel goblet 3. Kriptus / kel lieberkuhn dalam t propia 4. T. Musk. MukosaB. T Submukosa berisi gl duodenalisC. T. Muskolaris
1 - epithelium of the mucosa epitel selapis torak 2 - lamina propria of the mucosa3 - goblet cells in the epithelium4 - parts of the muscularis mucosa
16
1 - tunica mucosa2 - tunica submucosa3 - tunica muscularis propria4 - tunica serosa5 - villi6 - epithelium of the mucosa (covers villi)7 - connective tissue of the lamina propria of the mucosa6 - glands (crypts) in the lamina propria of the mucosa
Colon 1 - tunica mucosaEpitel selapis torak + sel goblet banyak2 - tunica submucosa3 - tunica muscularis propria4 - tunica serosa5 - lymphoid follicle in the Lamina propria of the mucosa
FISIOLOGI SALURAN PENCERNAAN
Saluran pencernaan adalah saluran yang panjang yang berkelanjutan
menjalar dari mulut sampai anus. Proses pencernaan berasal dari mulut disini
kelenjar ludah mengeluarkan air ludah yang memulai penghancuran zat pati. Lalu
makanan awalnya berupa karbohidrat komplek bias menjadi gula-gula sederhana
dengan cara diuraikan. Gula-gula masuk ke hati,insulin memberi tahu hati untuk
menyimpan glukosa. Glucagon memberitahu hati untuk ,mengubah glikogen
menjadi glukosa , lalu hati pun menyimpan sejumlah glukosa dalam bentuk
glikogen. Ketika kadar gula darah rendah pancreas mengirim hormone glucagon
ke hati. Sebaliknya ketika kadar gula darah tinggi pancreas mengirim hormon
insulin ke hati. Sejenis enzim dikeluarkan oleh p[ankreas ke dalam bagian ujung
17
depan dari usus halus. Didalam bagian ujung depan dari usus halus enzim ini
memotong-motong rantai karbohidrat menjadi gula-gula sederhana.
Ada beberapa proses :
1. Proses pengunyahan
2. Proses penelanan
3. Proses pencairan dan proses pencernaan
4. Proses penyerapan
Proses pengunyahan makanan didalam mulut mengalami suatu proses
pengunyahan, yaitu makanan dicampur aduk dengan saliva sedemikian rupa
sampai menjadi bolus. Kemudian proses penelanan dimanan terdiri dari 3 fase
yaitu: fase 1 penelanan fase ini dimulai dengan gerak bolus dari mulut ke
dalam faring yang dibantu oleh gerak lidah ke atas yang disertai penekanan
dan pendorongan. Fase 1 berlangsung cepat 0,3 detik oleh karena pengaruh
saraf-saraf otak dan kesadaran. Fase 2 penelanan, selama fase ini makanan
bolus akan ke melalui ke dalam esophagus yang terjadi secara reflektoris.
Karena rangsangan , fase ini berjalan 1 detik. Fase 3, terjadi di esophagus
maka akan terjadi gerak peristaltic. Yang terdiri dari 2 gelombang :
Gelombang 1 dari bagian atas di bawah sfinkter superior dan berjalan
langsung ke kardia. Gelombang ini merupakan gerakan utama untuk
mendorong makanan masuk ke dalam lambung. Gelombang 2 mulai timbul
setinggi arkus aorta biasanya lebih lemah dari gelombang peristaltic pertama.
Terjadi gelombang ini tidak hanya karena proses menelan makana akan tetapi
distensi dari esophagus. Makanan padat sampai di esophagus kurang lebih 5
detik Sedangkan makanan cair hanya 1 detik.
Proses selanjutnya pencairan dan pencernaan dimana sudah dimulai
dari mulut dengan mengeluarkan getah-getah saliva kurang lebih 1500cc/hari.
Dalam saliva terdapat enzim ptyalin, lisozym, kallkrein, dan mukoprotein.
Lalu setelah dri mulut esophagus lanjut ke lambung. Lambung memiliki 2
fungsi. Fungi muskuler berfungsi meneruskan makanan dalam lambung
dengan menunjukan gerakan peristaltic, dimulai dari pertengahan korpus
menuju pylorus memakan waktu 15-30 detik. Pada saat bolus sampai di
18
pylorus , pylorus akan membuka. Kadang sesampainya peristaltic di pylorus
masih tertutup. Sehingga makanan terdorong ke lambung. Maksudnya untuk
mengaduk-ngaduk bolus dengan getah lambung. Fungsi muskuler selain
mempunyai gerakan peristaltic untuk meneruskan bolus, juga berfungsi untuk
mengaduk getah lambung.
Fungsi sekretoris dibagi menjadi sekresi interdigestive dan sekresi
digestif. sekresi interdigestif dapat dibagi atas sekresi terus menerus dan
sekresi emotogenik. Kemudian sekresi digestive dibagi menjadi fase sefalik,
fase gastrik, dan fase intestinal. Fase sefalik ada 2 mekanisme yaitu aksi vagal
direk pada acid secreting glands, dan aksi indirek pada pengeluaran hormone
gastrin dari antral mukosa. Fase gastrik pada saat makan masuk lambung
terutama bilamana bolus telah diantrum. Fase ini akan berakhir 3-4 jam
kemudian. Sekresi yang harus di keluarkan bersifat asam dan banyak
mengandung pepsin. Fase intestinal bolus telah sampai di duodenum dan
yeyunum sekresi getah lambung tetap berjalan teru menerus setelah 1-3 jam.
Fase ini terjadi mungkin karena pengaruh-pengaruh hormone atau absorpsi
zat-zat makanan yang langsung merangsang kelenjar.
Dalam keadaan biasa ke tiga fase terjadi bersama-sama. Sekresi getah
lambung yang normal 2.500 cc. setelah makanan masuk dalam duodenum
selain terjadi fase intestinal, maka dalam intestinum terjadi fase sekresi dan
penyerapan. Proses penyerapan ( absorpsi) terjadi di usus halus (intestinum).
Karena makanan harus dalam bentuk larutan atau molekul-molekul kecil.
Penghancuran tersebut dilakukan secara mekanis dan oleh enzim. Agar
absorpsi dapat berjalan lebih cepat dan sempurna. Maka permukaan usus halus
seluas-luasnya. Hal ini terjadi karena mukosa usus berlipat-lipat dan adanya
vili intestinalis. Absorpsi makanan dibagi menjadi 2 aktif dan pasif. Absorpsi
Aktif belum diketahui sampai sekarang. Absorpsi pasif terjadi karena difusi,
perbedaan kepekatan bahan dalam lumen dan milieu interior dan sebagainya.(1)
BAB III
19
PEMBAHASAN
2.1 SKENARIO
Muntah Hitam
Laki-laki 42 tatun di bawah ke IGD setelah adanya episode muntah
darah dan pingsan di sebuah bar. Sebelumnya tida tidak memiliki riwayat
muntah darah. Pasien secara regular mengkonsumsi aspirin untuk mengurangi
rasa nyeri punggung belakang yang sudah lama diderita beberapa bulan
terakhir. Muntah darah yang keluar hanya sekitar 14
gelas berwarna merah tua
dan BAB berwarna hitam dan lengket sejak2 hari.
Sejak satu bulan terakhir pasien sering mengeluh nyeri uluhhati, walanya
hanya ringan dan hilang timbul, namun makin lama makin memberat dan
menetap. Nyeri uluhati dirasakan semakin memberat terutama saat lapar atau
perut kosong dan sedikit membaik jika masuk makanan. Pasien juga
mengeluhkan adanya heart burn yang kadang terasa menjalar dari bawah
hingga ke tenggorokan, dan ludah menjadi terasa pahit dan nafsu makan
berkurang. Selain demikian keluhan adanya mual dan muntah juga dirasakan,
muntah sampai 3 kali sehari isi cairan dan makanan kadang seperti lendir
berwarna hijau kekuningan dan bahkan sempat keluar berrcak darah.
Pada pemeriksaan fisik saat berbaring didapatkan tensi 120/75 mmHg,
suhu 37,4 C, nadi 110x/menit, saat di minta duduk pasien merasa seperti
ingin pingsan dan tensi 90 mmHg. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
nyeri tekan epigastrium, dan tampak distensi. Kemudian dokter berencana
melakukan pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis.
2.2 TERMINOLOGI
1. Heartburn adalah sensasi terbakar pada dada yang sering menjadi
parah pada saat mengambil posisi berbaring atau membungkuk.
20
Heartburn disebabkan oleh bergeraknya asam lambung ke dalam
esofagus.
2. Aspirin atau asam asetil salisilat adalah sejenis obat turunan dari
salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesic
(penahan rasa sakit), antipiretik (terhadap demam) dan anti
inflamasi.
2.3 PERMASALAHAN
1. Mekanisme Muntah
Proses muntah dibagi menjadi 3 fase berbeda, yaitu: nausea, retching, dan
emesis
Nausea atau mual merupakan sensasi psikis berupa kebutuhan untuk
muntah. mual tidak selalu diikuti oleh retching atau muntah. Mual
merupakan gejala non-spesifik , yang berarti bahwa ia memiliki
banyak kemungkinan penyebab. Beberapa penyebab umum adalah
mual. mabuk , pusing , migrain , pingsan , gastroenteritis (infeksi
lambung) atau keracunan makanan Efek samping dari berbagai obat
termasuk kemoterapi kanker, nauseants atau morning sickness pada
awal kehamilan. Mual juga bisa disebabkan oleh kecemasan , jijik dan
depresi.
Retching merupakan fase di mana terjadi gerak nafas spasmodik
dengan glotis tertutup, bersamaan dengan adanya usaha inspirasi dari
otot dada dan diafragma sehingga menimbulkan tekanan intratoraks
yang negatif.
Emesis (ekspulsi) terjadi bila fase retching mencapai puncaknya yang
ditandat dengan kontraksi kuat otot perut, diikuti dengan bertambah
turunnya diafragroa, disertai dengan penekanan mekanisme
antirefluks. Pada fase ini, pilorus dan antrum berkontraksi, fundus dan
esofagus relaksasi, dan mulut terbuka.
21
Mekanisme Terjadinya muntah
Muntah terjadi setelah adanya rangsangan yang diberikan
kepada pusat muntah (vomiting center, VC) di medula oblongata atau
pada zona pemicu kemoreceptor (chemoreceptor trigger zone, CTZ
yaitu adalah daerah medula yang menerima masukan dari darah yang
terbawa obat atau hormon , dan berkomunikasi dengan pusat muntah ,
untuk memulai muntah ) yang berada di sistim syaraf pusat (central
nervous system).
Sinyal kimia dari aliran darah dan cairan cerebrospinal (jaringan
syaraf otak sampai tulang ekor) dideteksi oleh CTZ. Ujung syaraf dan
syaraf-syaraf yang ada didalam saluran pencernaan merupakan
penstimulir muntah jika terjadi iritasi saluran pencernaan, kembung
dan tertundanya proses pengosongan lambung. Ketika pusat muntah
(VC) distimulasi, maka motor dari cascade akan bereaksi
menyebabkan muntah.
Proses Yang terjadi saat muntah
Gaya utama penyebab muntah adalah berasal dari kontraksi otot-
otot pernapasan yaitu diafragma (otot-otot inspirasi utama) dan otot
abdomen.
Insipirasi yang dalam dan penutupan glotis menyebabkan diafragma
berkontraksi, turun dan menekan lambung. Selain kontraksi otot-otot
difragma timbul juga kontraksi otot-otot abdomen yang akan menekan
rongga abdomen sehingga tekanan intra abdomen meningkat, selanjutnya
mendorong isi lambung ke osefa-gus dan terjadilah muntah.
Pada waktu muntah, glotis tertutup dan uvula terangkat, hal ini
bertujuan agar muntahan tidak masuk pada saluran pernapasan. Selama
muntah duodenum berkontraksi kuat, sehingga isinya kembali ke lambung
dan keluar bersama muntah. Muntahan yang berwarna ke kuningan
biasanya karena empedu yang berasal dari hati dan pankreas, jika
22
muntahannya berwarna merah terang berarti berasal dari pendarahan di
saluran pencernaan sebelum lambung, tetapi jika berwarna kehitaman,
kemungkinan ada keterlibatan asam lambung.
2. Mekanisme Muntah Darah
Seperti yang telah saya jelaskan diatas mengenai apa itu muntah
dan proses terjadinya muntah, maka muntah darah berarti muntahan yang
bercampur dengan darah.
Penyebab muntah darah
Ada beberapa Kondisi medis berikut yang kemungkinan menjadi
penyebab Muntah Darah . Bisa juga Ada kemungkinan ada kemungkinan
lain yang menjadi penyebab, sehingga kita perlu pemeriksaan dokter
tentang gejala tersebut.
Pendarahan saluran Cerna bagian atas
o Adanya Masalah pada mulut
misalnya ada perlukaan pada mulut atau gusi
o Adanya masalah kerongkongan
misanya kanker laring
o Masalah pada lambung, misanya ada erosi pada lambung atau
juga karena karsinoma
o Masalah pada abdomen, misalnya abses atau peradangan
ataupun pendarahan.
o Masalah pada esofagus, misalnya Varises osefagus
Makanan tertentu atau minuman - dapat menyebabkan warna
kemerahan di muntahan bukannya darah, misalnya : pewarna buatan
pada makanan dan minuman
Ganguan pada Hepar, misalnya sirosis hepatitis, hipertensi pulmonal
atau hepatitis kronis
23
Kondisi dari saluran pernapasan yang bermanifestasi ke saluran
pencernaan
o Misalnya hidung yang mengalami pendarahan kemudian
bermanifestasi ke saluran pencernaan, misalnya ada pada
Mimisan, Sebelum mimisan, darah dari mimisan mungkin telah
menelan menyebabkan darah tertelan .
o Kondisi dari Tenggorokan, misalnya kanker, atau perlukaan
pada tenggorokan yang masuk ke saluran pencernaan.
o Darah dalam dahak - darah dari paru-paru mungkin telah telah
tertelan sehingga masuk saluran pencernaan
Akibat dari konsumsi obat- obatan tertentu
o Obat-obat tertentu seperti aspirin dan antikoagulan lainnya
dapat mengurangi kemampuan darah untuk membeku dan
mengakibatkan waktu perdarahan berkepanjangan.
3. Mekanisme BAB Hitam
Pada melena, dalam perjalannya melalui usus, darah menjadi
berwarna merah gelap bahkan hitam. Perubahan warna ini disebabkan oleh
HCL lambung, pepsin, dan warna hitam ini diduga karena adanya pigmen
porfirin. Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum
akan tertahan pada saluran cerna sekitar 6-8 jam untuk merubahwarna
feses menjadi hitam. Paling sedikit perdarahan sebanyak 50-100 cc baru
dijumpai keadaan melena. Feses tetap berwarna hitamseperti ter selama
48-72 jam setelah perdarahan berhenti. Ini bukanberarti keluarnya feses
yang berwarna hitam tersebut menandakan perdarahan masih berlangsung.
Darah yang tersembunyi terdapat pada feses selama 7-10 hari setelah
episode perdarahan tunggal.
4. Membedakan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas Atau Bawah
Seorang pasien dating dengan keluhan hematemesis, muntah
seperti kopi karena berubahnya darah oleh asam lambung, hamper pasti
24
perdarahannyaberasal dari SCBA. Timbul melena, berak hitam lengket
dengan bau busuk, bila pendarahannya berlangsung sekaligus sejumlah 50
– 100 mlatau lebih. Untuk lebih memastikan keterangan melena yang di
peroleh dari anamnesa, dapat dilakukan pemeriksaan digital rectum.
Pendarahan SCBA dengan manifestasi hematokezia (berak darah segar)
dimungkinkan bila perdarahannya cepat dan banyak melebihi 1000 ml dan
disertai kondisi hemodinamik yang tidak stabil atay syok.
Pada semua kasus pendarahan saluran makanan disarankan untuk
memasang pipa nasogastrik, kecuali pada pendarahan SCBB. Pada
pendarahan SCBA akan keluar cairan seperti kopi atau cairan darah
segarsebagai tanda bahwa pendarahan masih aktif. Selanjutnya dilakukan
kumbah lambung dengan air suhu kamar. Sekiranya sejak awal tidak di
temukan darah pada cairan aspirasi, di anjurkan pipa nasogastrik tetap
terpasang sampai 12 atau 24 jam. Bila selama kurun waktu tersebut hanya
di temukan cairan empedu dapat dianggap bukan pendarahan SCBA.
Perbandingan BUN dan kratinin serum juga dapat dipakai untuk
memperkirakan asal pendarahan, nilai puncak biasanya dicapai dalam 24-
48 jam sejak terjadinya perdarahan, normalnya perbandingan 20, di atas 35
kemungkinan perdarahan SCBB. Pada kasus yang masih sulit untuk
menentukan asal perdarahannya, langkah pemeriksaan selanjutnya ialah
endoskopi SCBA.(2)
Perbedaan Perdarahan SMBA dan SMBB
Perdarahan SMBAPerdarahan
SMBBManifestasi Klinik pada umumnya
Hematemesis dan/ melena
Hematokesia
Aspirasi nasogastrik Berdarah Tidak berdarahRasio (BUN/kreatinin) Meningkat > 35 < 35Auskultasi Usus Hiperaktip Normal
2.4 DIAGNOSIS BANDING
A. Gangguan pada esofagus
1. GERD (Gastro Esophageal Refluks Disease)(3)
25
- Definisi : Suatu keadaan patologis akibat refluks kandungan
lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala yang timbul
akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran napas.
- Etiologi : Penyakit refluks gastroesofageal bersifat
multifaktorial.
- Patogenesis : Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona
tekanan tinggi yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal
sphincter (LES). Pada indvidu normal, pemisah ini dipertahankan
kecuali adanya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau
aliran retrograd yang terjadi pada sendawa atau muntah. Aliran
balik dari gaster ke esofagus melalui LES hanya terjadi jika tonus
LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg).
- Manifestasi : Rasa nyeri/ rasa tidak enak enak di epigastrium
atau retrosternal bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan
sebagai rasa terbakar (heartburn), kadang - kadang bercampur
dengan gejala disfagia, mual dan rasa pahit di lidah.
2. Akalasia(3)
- Definisi : Suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak
adanya peristaltis korpus esofagus bagian bawah dan sfingter
esofagus bagian bawah (SEB) yang hipertonik sehingga tidak bisa
mengadakan relaksasi secara sempurna ketika menelan makanan.
- Etiologi : a. Akalasia primer adalah akalasia yang tidak
diketahui penyebab pastinya. Diduga disebabkan oleh virus
neurotropik yang menyebabkan lesi pada nukleus dorsalis vagus
pada batang otak dan ganglia mienterikus pada esofagus. b.
26
Akalasia sekunder adalah akalasia yang dapat disebabkan oleh
infeksi, tumor intraluminer seperti tumor kardia.
- Manifestasi : Gejala utama yang ditemukan adalah disfagia.
Gejala lain yang didapatkan adalah regurgitasi yang berhubungan
dengan posisi pasien dan sering terjadi pada malam hari oleh
karena adanya akumulasi makanan pada esofagus yang melebar.
Gejala – gejala tersebut akan memicu penurunan berat badan serta
nyeri dada akibat penumpukan makanan.
3. Karsinoma Esofagus(3)
- Definisi : Suatu tumor ganas esofagus yang berasal dari
epitel berlapis gepeng yang biasanya cepat membesar dan
menyebabkan berbagai gangguan pada esofagus.
- Etiologi : Tidak diketahui adanya satu faktor tunggal tertentu
sebagai penyebab terjadinya kanker ini.
- Manifestasi : Disfagia merupakan gejala paling sering
ditemukan pada 90% penderita. Rasa tidak nyaman di
kerongkongan, mual, muntah hingga perdarahan dapat terjadi pada
penderita.
4. Barret’s Esofagus(4)
- Definisi : Berubahnya struktur sel – sel pada esofagus bagian
bawah. Epitel gepeng berlapis normal yang biasanya menjalar di
sepanjang esofagus berubah menjadi epitel kolumnar selapis
dengan sel goblet (yang biasa ditemukan pada traktus
gastrointestinal bagian bawah).
27
- Etiologi : Penyebab utama dari Barret’s esofagus adalah
adaptasi dari kondisi kronis terpapar asam dari fenomena GERD.
- Manifestasi : Biasanya Barret’s esofagus memiliki beberapa
gejala yaitu disfagia, muntah darah, heartburn, dan penurunan
berat badan akibat nyeri saat menelan.
5. Varises Esofagus(5)
- Definisi : Dilatasi abnormal yang terjadi pada vena sub
mukosa pada 1/3 bagian bawah esofagus
- Etiologi : Sering disebabkan oleh hipertensi portal
sehubungan dengan terjadinya gagal hati.
- Manifestasi : Varises yang pecah dapat menyebabkan
perdarahan pada esofagus
.
6. Sindrom Mallory-Weiss(6)
- Definisi : Ulserasi atau luka yang terjadi di mukosa esofagus
- Etiologi : Biasanya disebabkan oleh alkohol. Alkohol
merusak mukosa dari esofagus sehingga terjadilah luka.
- Manifestasi : Dapat terjadi hematemesis atau muntah darah dan
juga dapat diketahui bila ada melena (feses berwarna hitam). Pada
kebanyakan kasus, perdarahan biasanya berhenti setelah 24-48 jam.
B. Gangguan Gaster
1. Gastritis(3)
28
- Definisi : Proses inflamasi pada mukosa dan submukosa
lambung.
- Etiologi : Infeksi kuman Helicobacter pylori merupakan
kasus gastritis yang amat penting. Terdapat beberapa jenis virus
yang dapat menginfeksi mukosa lambung misalnya enteric
rotavirus dan calicivirus. Jamur spesies candida, Histoplasma
capsulatum, dan Mukonaceae dapat menginfeksi mukosa gaster
pada pasien immuno compromised.
- Manifestasi : Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Keluhan yang
sering dihubung-hubungkan dengan gastritis adalah nyeri panas
dan pedih di uluhati disertai mual kadang-kadang sampai muntah.
2. Tukak Gaster(3)
- Definisi : Tukak gaster jinak adalah suatu gambaran bulat
atau semibulat/ oval, ukuran >5 mm kedalaman sub mukosal pada
mukosa lambung akibat terputusnya kontinuitas integritas mukosa
lambung. Tukak gaster merupakan luka terbuka dengan pinggir
edema disertai infiltrasi dengan dasar tukak ditutupi debris.
- Etiologi : Helicobacter pylori hidup pada permukaan epitel,
mengandung urease, hidup di antrum. Infeksi akut dapat
menyebabkan gastritis kronik diikuti atrofi sel mukosa korpus dan
kelenjar, metaplasia intestinal dan hipoasiditas . Tukak gaster
kebanyakan disebabkan oleh HP.
- Manifestasi : Secara umum pasien tukak gaster biasanya
mengeluh dispepsia. Dispepsia adalah suatu sindroma
klinik/kumpulan keluhan beberapa penyakit saluran pencernaan
seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati dan cepat merasa
29
kenyang. Rasa sakit tukak gaster timbul setelah makan, rasa sakit
bermula pada satu titik akhirnya difus dan bisa menjalar ke
punggung.
3. Karsinoma Gaster(7)
- Definisi : Tumor ganas yang berasal/berkembang dari epitel
lambung.
- Etiologi : Penyebab terbanyak dari kanker lambung adalah
infeksi bakteri H. pylori
- Manifestasi : Gejala awal yang dapat timbul adalah heartburn,
nyeri perut bagian atas, mual muntah dan kehilangan nafsu makan.
Gejala-gejala lanjut dapat berupa penurunan berat badan, muntah
darah, disfagia, dan melena.
C. Gangguan duodenum
1. Tukak duodenum(3)
- Definisi : Tukak peptik secara anatomis didefinisikan
sebagai suatu defek mukosa/sub mukosa yang berbatas tegas dapat
menembus muskularis mukosa sampai lapisan serosa sehingga
dapat terjadi perforasi. Secara klinis, suatu tukak adalah hilangnya
epitel superfisial atau lapisan lebih dalam dengan diameter >= 5
mm yang dapat diamati secara endoskopis dan radiologis.
- Etiologi : Telah diketahui bahwa faktor agresif yang
merusak pertahanan mukosa adalah Helicobacter pylori, obat
antiinflamasi non-steroid, asam lambung/pepsin dan faktor-faktor
lingkungan lain.
30
- Patogenesis : Bila terjadi infeksi H.pylori maka bakteri ini akan
melekat pada permukaan epitel dengan bantuan adhesin sehingga
dapat lebih efektif merusak mukosa dengan melepaskan sejumlah
zat sehingga terjadi gastritis akut yang dapat berlanjut menjadi
gastritis kronik aktif atau duodenitis aktif. Kerusakan sel yang
mensekresi somatostatin menyebabkan peningkatan gastrin
sehingga terjadi produksi asam lambung yang berlebihan. Asam
lambung masuk ke dalam duodenum sehingga menyebabkan
duodenitis kronik aktif yang dapat berlanjut menjadi tukak
duodenum.
- Manifestasi : Nyeri epigastrium merupakan gejala yang paling
dominan, meskipun sensitivitas dan spsesifitasnya sebagai tanda
ulserasi mukosa rendah. Nyeri seperti terbakar, nyeri rasa lapar,
rasa sakit/ tidak nyaman yang mengganggu dan tidak terlokalisasi,
nyeri berkurang setelah makan, minum susu, atau minum antasida.
Tinja berwarna seperti ter (melena) harus diwaspadai sebagai suatu
perdarahan tukak.
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis
Pemeriksaan Endoskopi
Definisi
Endoskop yaitu suatu alat yang digunakan untuk memeriksa organ di
dalam tubuh manusia visual dengan cara mengintip dengan alat tersebut
(rigid/fiber-skop) atau langsung melihat pada layar monitor (skop Evis),
sehingga kelainan yang ada pada organ tersebut dapat dilihat dengan jelas.
31
Pemeriksaan endoskopi adalah pemeriksaan penunjang yang memakai
alat endoskop untuk mendiagnosis kelainan-kelainan organ di dalam tubuh
antara lain saluran cerna, saluran kemih, rongga mulut, rongga abdomen, dan
lain-lain.
Esofagoskopi yaitu pemeriksaan endoskopi untuk mendiagnosis
kelainan di esofagus. Gastroskopi yaitu pemeriksaan endoskopi untuk
mendiagnosis kelainan di gaster/lambung. Duedenoskopi yaitu pemeriksaan
endoskopi untuk mendiagnosis kelainan di duodenum. Enteroskopi yaitu
pemeriksaan endoskopi untuk mendiagnosis kelainan di usus halus.
Kolonoskopi yaitu pemeriksaan endoskopi untuk mendiagnosis
kelainan di kolon/usus besar. Endoskopi kapsul yaitu pemeriksaan endoskopi
menggunakan endoskop bentuk kapsul untuk mendiagnosis kelainan di usus
halus.(2)
Jenis Endoskopi
Endoskopi kaku ( rigidscope )
Endoskopi lentur ( fiberscope )
Video endoscope ( evis scope )
Endoskop kapsul ( capsule endoscope )
Jenis Pemeriksaan Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas
Diagnostik
Esofagogastrosduodenoskopi dan biopsy
Jejunoskopi dan biopsy
Enteroskopi dan biopsy
Kapsul endoscopy
Terapeutik
Skleroterapi dan ligasi hemoroid
Hemostatik endoskopik perdarahan non varises : adrenalin +
aethoxyscerol, berryplast, electric coagulation, bipolar probe,
endosclips dll
32
Polipektomi polip esofagus-gaster-duodenum
Endoscopic mucosal resection ( EMR )
Terapi laser untuk tumor, perdarahan dll
Dilatasi esofagus : dengan busi hurst atau savary-guillard
Pemasangan stent esofagus
Pemasangan percutaneus endoscopic gastrostomy ( PEG )
Pemasangan selang makanan/ NGT-flocare perendoskopik
Jenis Pemeriksaan Endoskopi Saluran Cerna Bagian Bawah
Diagnostik
Enteroskopi dan biopsy
Kapsul endoskopi
Ileo-kolonoskopy dan biopsy
Rektosigmoidoskopi dan biopsy
Anoskopi
Terapeutik
Skleloterapi dan ligasi hemoroid
Hemostatik endoskopik pendarahan non varises : adrenalin +
aethoxyscerol, berryplast, electric coagulation, bipolar probe,
endosclips dll
Polipektomi polip kolon
Endoscopic mucosal resection ( EMR )
Terapi laser untuk tumor, pendarahan dll
Dialtasi striktur/stenosis kolon
Pemasangan stent kolon
Diagnosis Infeksi Helicobacter Pylori
33
Kuman Helicobacter Pyloribersifat mikroaerofilik dan hidup di
lingkungan yang unik, di bawah mukus dinding lambung yang bersuasana
asam. Kuman ini mempunyai enzim urease yang dapat memecah ureum
menjadi ammonia yang bersifat basa, sehingga tercipta lingkungan mikro
yang memungkinkan kuman ini bertahan hidup. Karena itu prosedur
diagnostic cukup sulit karena harus melakukan tindakan yang invasive
yaitu dengan melakukan gastroskopi untuk mendapatkan specimen yang
diperlukan untuk pemeriksaan langsung,histopatologis ataupun kultur
mikrobiologi. Selain itu terdapat pemeriksaan non invasif seperti tes
serologi dan urea breath test ( UBT ).
Tujuan pemeriksaan diagnostic infeksi Hp adalah untuk
menetapkan adanya infeksi sebelum memberikan pengobatan atau untuk
penelitian epidemiologi. Selain itu untuk mengamati apakah telah tercapai
eradikasi sesudah pemberian obat antibiotic.
Dalam perkembangannya jenis tes diagnostik infeksi Helicobacter
Pylori adalah sebagai berikut :
Non invasif : serologi : IgD. IgA anti Hp, urea breath test : 13C, 14C
Invasif/endoskopis : tes urease : CLO. MIU, Histopatologi, kultur
mikrobiologi, polymerase chain reaction ( PCR )(2)
Serologi
Pemeriksaan serologi banyak digunakan dalam pemeriksaan
epidemiologi kerana relative murah dan dapat diterima oleh sekelompok
pasien asimtomatik atau anak-anak yang tidak mau diperiksa dengan cara
yang invasif seperti gastroskopi.
Pada umumnya yang diperiksa adalah antibody IgG terhadap
kuman Helicobacter Pylori. Cara ini sering digunakan untuk penelitian
epidemiologi atau untuk evaluasi sebelim pemberian terapi eradikasi.
Teknik yang dipakai adalah dengan menggunakan EIISA, westernblot,
fiksasi komplemen, dan imunofluoresen. EIISA paling luas
penggunaannya. Studi prevalensi di Indonesia dilakukan dengan
34
menggunakan metode PHA, sedangkan studi klinik umumnya,
menggunakan EIISA.
Dewasa ini secara komersial telah cukup banyak EIISA yang
tersedia dengan cara penggunaan yang relatif sederhana dan hasil yang
akurat. Yang menjadi masalah adalah sensitivitas dan spesifisitas yang
bervariasi secara geografis. Hal ini diduga karena pengaruh faktorantigen
lokal yang berbeda atau titeryang relatif rendah, misalnya pada kelompok
pasien anak atau populasi tertentu. Dengan demikian dianggapperlu untuk
melakukan validasi tes sebelum digunakan secara meluas di suatu wilayah.
Sebagai contoh, studi di Jakarta menggunakan Elisa buatan Roche
menunjukkan sensitivitas dan spesifisitasnya, dapat dilakukan dengan
menetapkan cut off point sebagai batas hasil yang positif dan negative
dalam suatu populasi. Penelitian di Jakarta menunjukkan, dengan
menetapkan cut off point 1800 EU/L dapat ditingkatkan sensitivitas tes
EIISA.
Dalam perkembangannya cara EIISA telah dipakai pula untuk tes di
ruang praktek dokter, in office Hp test, dengan cara yang sederhana, tanpa
sentrifugasi, berarti kualitatif dan hasinya diperoleh dalam waktu 5-10 menit
Selain serum, tes EIISA telah dipakai pula pada saliva pasien terutama pada
anak. Sensitivitas dan sensifisitasnya lebih rendah disbanding dengan serum
terapi diduga kadar antibody dalam saliva menurun lebih awal pasca terapi
eradikasi sehingga mungkin dapat digunakan untuk melihat hasil terapi
antimikrobati.
Urea Breath Test ( UBT )
Pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk deteksi H. Pylory
secara non invasif yang pertama kali ditemukan pada tahun 1987 oleh
Graham dan Bell. Cara kerjanya adalah dengan menyuruh pasien menelan
urea yang mengandung isotop carbon, baik 13C ataupun 14C. bila ada
aktivitas urease dari kuman H. Pylory akan dihasilkan isotop karbon
35
dioksida yang diserap dan dikeluarkan melalui pernapasan. Hasilnya dinilai
dengan membandingkan kenaikan ekskresi isotope dibandingkan dengan
nilai dasar. Bila hasilnya positif berarti terdapat infeksi kuman H. Pylory.
13C merupakan isotope nonradioaktif, ditemukan pada 1,11% karbon
dioksida yang keluar melalui udara pernapasan untuk menentukan nilai dasr.
Kemudian diberikan tes meal berupa cairan dengan kalori tinggi atau larutan
0,1 asam sirat untuk memperlambat pengosongan lambung sehingga kontak
antara isotop dengan mukosa lambung lebih baik.
Dosis 13C yang diberikan adalah dalam bentuk urea sebanyak 75-
100 mg yang memberikan akurasi lebih dari 95%. Terdapat berbagai
modifikasi protocol sehingga setiap perubahan memerlukan validasi untuk
mempertahankan akurasi pemeriksaan.
Isotop 14C memancarkan radiasi yang dapat dianalisis dengan
scintillation counter. Pengambilan sampel dilakukan sesudah 10 dan 20
menit baik dengan atau tanpa tes meal. Cara ini relatif murah, tetapi harus
diperhatikan standar keamanan yang baik, walaupun sebenarnya dosis
radiasi sengat kecil. Cara ini tidak dianjurkan pada perempuan hamil
ataupun anak-anak.
Dalam hal akurasi, kedua cara ini setara, dengan sensitifitas dan
spesifisitas lebih dari 90% . hasil positif palsu harus dipertimbangkan bila
diduga bila ada mikroorganisme lain yang juga menghasilkan urease pada
keadaan aklorhidria. Hasil negatif palsu dapat terjadi apabila pasien
mendapat antibiotic, antacid, bismuth, atau anti sekresi asam. Karena itu
dianjurkan untuk menghentikan obat tersebut dua minggu sebelum
dilakukan pemeriksaan. Penggunaan UBT mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan tes yang menggunakan specimen biopsy karena
mewakili seluruh permukaan mukosa lambung. Aplikasi klinik digunakan
untuk deteksi infeksi pada studi epidemiologi dan individu pasien dan
konfirmasi keberhasilan terapi eradikasi yang dilakukan sesudah 4 minggu
kemudian
36
Dapat disimpulkan bahwa indikasi tes serologi dan UBT agak
tumpang tindih, sehingga pemanfaatannya harus disesuaikan dengan tujuan
yang ingin dicapai. Pemeriksaan serologi lebih mudah, mudah sehingga
sangat cocok untuk suatu penelitian populasi yang luas. Pemeriksaan UBT
tidak memerlukan vialidasi lokal, menetapkan adanya infeksi yang aktif,
dan merupakan pemeriksaan baku emas untuk konfirmasi hasil terapi
eradikasi. Dengan adanya pemeriksaan noninvasif, terbuka kesempatan
untuk melakukan penatalaksanaan pasien dyspepsia ditingkat pelayanan
primer oleh dokter umum, dengan memperhatikan latar belakang prevalensi
infeksi H. Pylory serta penyakit yang menyertainya, terutama tukak peptic
dan keganasan lambung.(2)
Pemeriksaan invasif
Pemeriksan invasif untuk diagnosis H. Pylory dilakukan dengan
mengambil specimen biopsy mukosa lambung secara endoskopik.
Selanjutnya specimen yang diambil dengan persyaratan dan cara tertentu
akan diperiksa dengan teknik khusus dengan sesuai dengan tujuan
diagnostic yang akan dicapai. Persyaratan yang dimaksudkan adalah upaya
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya hasil negative palsu akibat
pengaruh obat-obatan yang dipergunakan sebelum pengambilan sampel
biopsy. Biasanya dianjurkan untuk menghentikan obat antibiotic, anti
sekresi asam lambung terutama golongan inhibitor pompa proton, bismuth
selama satu atau dua minggu sebelum pemeriksaan. Biopsy standar untuk
diagnosis infeksi H. Pylory diambil dari antrum (2) dan korpus (2),
sedangkan untuk menilai adanya metaplasia intestinal biasanya diambil
biopsy pada angulus. Specimen untuk kultur mikrobiologi harus diambil
pertama kali karena harus dilakukan secara steril. Kemudian untuk biopsy
urease test dan hostopatologi.
37
Biopsy Urease Test ( BUT )
Tersedia berbagai pilihan mudah yang dibuat sendiri dalam bentuk
cairan ataupun padat seperti tes CLO. Dasarnya adalah adanya enzim
urease dari kuman H. Pylory yang mengubah urea menjadi ammonia yang
bersifat basa sehingga terjadi perubahan warna media menjadi merah.
Hasilnya dapat dibaca dalam beberapa menit sampai 24 jam, dan
pengambilan lebih dari satu spesimen akan meningkatkan akurasi
pemeriksaan ini. Sensitivitas pemeriksaan ini sekitar 89-98% sedankan
spesifitasnya mencapai 100%.
Penggunaan anti biotik atau penghambat pompa proton akan
menghambat pertumbuhan kuman sehingga harus dihentikan satu minggu
sebelumnya. Cara ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil
pengobatan terafi eradikasi.(2)
Histtopatologi
pemeriksaan histopatologi dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi
h. pylori serta menilai derajat inflamasi gastritis. Pemeriksaan standar
dengan pewarnawaan H & E untuk deteksi kuman mempunyai sensitivitas
93% dan sfesifitas 87% dengan akurasi 92%. Pewarnaan khusus secara
giemsa, genta atau warthin-starry memberikan gambaran h. pylori yang
lebih jelas, sedangkan dengan pewarnaan genta gambaran metaflasia
gastrik akan tampak lebih jelas. Densitas kuman akan menurun bila
sebelumnya akan diberikan obat antibiotik atau inhibitor pompa proton,
sehingga menurunkan sensitivitas pemeriksaan.
Biakan Mikrobiologi
Dalam penatalaksanaan penyakit akibat infeksi h. pylori. Kultur
tidak dilakukan secara rutin karena dua alasan. Cara diagnostic lain baik
yang non invasive maupun yang invasive memberikan hasil yang
memuaskan dengan akurasi yang tinggi. Selain itu pemeriksaan kultur
38
sendiri tidak mudah dilakukan , dengan sensitivitas yang relative rendah,
berkaisar antara 66-98%. Tekhnik yang dianjurkan adalah dengan tes
difusi agar atau dengan E test dimana sekaligus dapat ditentukan
konsentrasi inhibisi minimal dari antibiotik yang diuji. Pemeriksaan kultur
akan sangat membantu untuk pengobatan kegagalan terapi eradikasi,
sehingga dapat dipilih antibiotic yang sesuai.
Polymerase Chain Reaction ( PCR)
Polymerase chain reaction merupakan pilihan yang menarik karena
sensitifitas yang tinggi ( 94-100%). Bahan yang digunakan adalah
spesimen biofsi yang tinggi pula (100%). Bahan yang digunakan adalah
spesimen biofsi baik yang sudah diparafin maupun bekas tes urease seperti
CLO. Keuntungannya adalah kemampuannya untuk mendeteksi infeksi
dengan densitas yang rendah, bahkan juga ekspresi dari bebrbagai gen
bakteri seperti cag.A. selain biofsi mukosa lambung , PCR dapat pula
mendeteksi infeksi H. pylori dengan memeriksa cairan lambung, yang
perlu dijaga jangan sampai terjadi kontaminasi baik dari skop endoskopi
maupun dari rongga mulut atau plak gigi karena dapat memberikan hasil
positif palsu. PCR dapat juga dipergunakan untuk menilai hasil terapi
eradikasi. Cara ini termasuk pemeriksaan yang canggih dengan biaya yang
cukup mahal.(2)
Infeksi Hp, Gastritis Dan Sekresi Asam Lambung
Terdapat hubungan timbal balik antara infeksi helicobacter pylori,
gastritis dengan asam lambung. Infeksi hp yang predominan diantrum
akan meningkatkan sekresi asam lambung dengan konsekuensi terjadi
tukak duodenum. Inflamasi pada antrum akan menstimulasi sekresi
gastrin, yang seharusnya akan merangsang sel parietal untuk
meningkatkan sekresi asam lambung. Infeksi hp akan meningkatkan kadar
gastrin, yang terutama berasal dari mukosa antrum. Selain itu peningkatan
sekresi gastrin juga terjadi akibat menurunnya kadar somatostatin dalam
mukosa antrum, yang berasal dari sel D. dalam hal ini secara fisiologis
39
somatostatin atau sel D berfungsi sebagai acid brake, mekanisme lain
adalah peran sitokin lokal akibat inflamasi antrum yang juga dapat
mempengaruhi sekresi somatostatin maupun gastrin.
Apabila gastritis akibat infeksi hp predominan di korpus, sekresi
asam lambung akan menurun, dengan resiko jangka panjang yang lebih
besar untuk menjadi kanker lambung. Inflamasi korpus yang berat atau
luas, akan mengganggu atau menekan fungsi sel parietal yang
menimbulkan hipo atau aklorhidriah, biasanya disertai pula dengan atrofi
mukosa korpus, yang merupakan lesi premaligna untuk terjdinya
keganasan lambung. Sebaliknya, tingkat sekresi asam lambung yang
mungkin dipengaruhi factor genetik diduga berperan terhadap perbedaan
predominasi gastritis akibat infeksi hp. Bila sekresi asam lambung tinggi,
akan terjadi gastritis predominan antrum, sedangkan bila rendah akan
terjadi gastritis prodiminan korpus dengan akibat penyakit yang berbeda.(2)
2.6 DIAGNOSIS SEMENTARA
Suspect GERD dan ulkus peptikum
Gastroesofageal refluks disease
1. Definisi
GERD (Gastroesophageal reflux disease) adalah suatu keadaan patologis
sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan
berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring, dan
sauran nafas.
2. Etiologi dan patogenesis
Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifaktorial. Esofagitis dapat
terjadi sebagai akibat dari refluks gastroesofageal apabila : 1). Terjadi
kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan
mukosa esofagus, 2). Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa
esofagus, walaupun waktu kontak antara bahan refluksat dengan esofagus
tidak cukup lama.
40
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi yang
dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu
normal, pemisah ini akan diertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran
antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi
pada saat senadawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esofagus
melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah
(<3 mmHg).
Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3
mekanisme : 1). Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak
adekuat, 2). Aliran retrograd yang mendahului kembalinya tonus LES
setelah menelan, 3). Maningkatnya tekanan intrabdomen.
Dengan demikian dapat diterangkanbahwa patogenesis terjadinya
GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esofagus dan
faktor ofensif dari bahan refluksat. Yang termasuk faktor defensif esofagus
adalah :
Pemisah antirefluks. Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus
LES. Menurunnya tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks
retrograd pada saat terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen.
Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal.
Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES : 1). Adanya hiatus
hernia, 2). Panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya), 3).
Obat-obatan seperti antikolinergik, beta adrenergik, theofilin, opiat, dan
lain-lain, 4). Faktor hormonal. Selama kehamilan peningktana kadar
progesteron dapat menurunkan tonus LES.
Namun dengan berkembangnya teknik pemeriksaan manometri, tampak
bahwa pada kasus-kasus GERD dengan tonus LES yang normal yang
berperan dalam terjadniya proses refluks ini adalah transient LES
relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan dan
berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa di dahului proses menelan. Belum
diketahui bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi pada beberapa individu
41
diketahui ada hubungannya dengan pengosongan lambung lambat (delayed
gastric emptying) dan dilatasi lambung.
Peranan hiatus hernia pada patogenesis terjadinya GERD masih
kontoversial. Banyak pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi
ditemukan hiatus hernia, namun hanya sedikit yang memperlihatkan gejala
GERD yang signifikan. Hiatus hernia dapat memperpanjang waktu yang
dibutuhkan untuk bersihan asam dari esofagus serta menurunkan tonus
LES.(2)
Bersihan asam dari lumen esofagus. Faktor-faktor yang berperan pada
bersihan asam dari esofagus adalah gravitasi, peristaltik, ekresi air liur dan
bikarbonat.
Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke
lambung dengan dorongan peristaltik yang dirangsang oleh proses
menelan. Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi oleh
kelenjar saliva dan kelenjar esofagus.
Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama kontak
antara bahanrefluksat dengan esofagus (watu transit esofagus) makin besar
kemungkinan terjadinya esofagitis. Pada sebagian besar pasien GERD
ternyata memiliki waktu transit esofagus yang normal sehingga kelainan
yang timbul disebabkan karena peristaltik esofagus yang minimal.
Refluks malam hari (nokturnal reflux) lebih besar berpotensi
menimbukan kerusakan esofagus karena selama tidur sebagian besar
mekanisme bersihan esofagus tidak aktif.
Ketahanan epitelial esofagus. Berbeda dengan lambung dan duodenum,
esofagus tidak memiliki lapisan mukus yang melindungi mukosa esofagus.
Mekanisme ketahanan epitelial esofagus terdiri dari :
Membran sel
Batas intraseluler (intracellular junction) yang membatasi difusi
H+ ke jaringan esofagus
Aliran darah esofagus yang mensuplai nutrien, oksigen dan
bikarbonat, serta mengeluarkan ion H- dan CO2
42
Sel-sel esofagus mempunyai kemampuan untuk mentransport ion
H- dan Cl- intraseluler dengan Na- dan bikarbonat ekstraseluler.
Nikotin dapat menghambat transport ion Na+ melalui epiel
esofagus, sedangkan alkohol dan aspirin maningkatkan permeabilitas
epitel terhadap ion H. Yang dimaksud dengan faktor ofensif adalah potensi
daya rusak refluksat. Kandungan lambung yang menambah potensi daya
rusak refluksat terdiri dari HCL, pepsin, garam empedu, enzim pankreas.
Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung pada bahan yang
dikandungnya. Derajat kerusakan mukosa esofagus makin meningkat pada
pH <2, atau adanya pepsin atau garam empedu. Namun dari kesemuanya
itu yang memiliki potensi daya rusak paling tinggi adalah asam.
Faktor-faktor lain yang turut berperan dalam timbulnya gejala
GERD adalah kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks
fisiologis, antara lain : dilatasi lambung atau obstruksi gastic outlet dan
delayed gastric emptying.
Peranan infkesi Helicobacter pylori dalam patogenesis GERD
relatif kecil dan kurang didukung oleh data yag ada. Namun demikian ada
hubungan terbalik antara infeksi H. pylori dengan strain yang virulens
(Cag A positif) dengan kejadian esofagitis, Barrett’s esophagus dan
adenokarsinoma esofagus. Pengaruh dari infeksi H.pylori terhadap GERD
merupakan konsekuensi logis dari gastritis serta pengaruhnya terhadap
sekresi asam lambung. Pengaruh eradikasi infeksi H.pylori sangat
tergantung kepada distribusi dan lokasi gastritis. Pada pasien-pasien yang
tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi H.pylori dengan predominant
antral gastritis, pengaruh eradikasi H.pylori dapat menekan munculnya
gejala GERD. Sementara itu pada pasien-pasien yang tidak megeluh gejala
refluks pra-infeksi H.pylori dengan corpus predominant gastritis,
pengaruh eradikasi H.pylori dapat meningkatkan sekresi asam lambung
serta memunculkan gejala GERD. Pada pasien-pasien dengan gejala
GERD pra infkesi H.pylori dengan antral predominant gastritis, eradikasi
43
H.pylori dapat memperbaiki keluhan GERD serta menekan skeresi asam
lambung. Semenara itu pada pasien-pasien dengan gejala GERD pra-
infeksi H.pylori dengan corpus predominant gastritis, eradikasi H.pylori
dapat memperburuk keluhan GERD serta meningkatkan sekresi asam
lambung. Pengobatan PPI jangka panjang pada pasien-pasien dengan
infkesi H.pylori dapat mempercepat terjadinya gastritis atrofi. Oleh sebab
itu, pemeriksaan serta eradikasi H.pylori diajurkan pada pasien GERD
sebelum pengobatan PPI jangka panjang.(2)
Walaupun belum jelas benar, akhir-akhir ini telah diketahui bahwa
non-acid reflux turut berperan dalam patogenesis timbulnya gejala GERD.
Yang dimaksud dengan non-acid reflux antara lain berupa bahan refluksat
yang tidak bersifat asam atau refluks gas. Dalam keadaan ini, timbulnya
gejala GERD diduga karena hipersensitivitas viseral.
3. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di
epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya
dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heart burn), kadang-kadang
bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan makanan), mual atau
regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walaupun demikian derajat berat
ringannya keluhan heart burn ternyata tidak berkolerasi dengan temuan
endoskopi. Kadang-kadang timbul rasa tidak enak retrosternal yang mirip
dengan keluhan pada serangan angina pektoris. Disfagia yang timbul saat
makan makanan padat mungkin terjadi karena striktur atau keganasan yang
berkembang dari Barrett’s esophagus. Odinofagia (rasa sakit pada waktu
menelan makanan) bisa timbul jika sudah terjadi ulserasi esophagus yang
berat.
GERD juga dapat menimbulkan manifestasi gejala ekstra esofageal yang
atipik dan sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak (non-cardiac
chest pain/NCCP), suara serak, laringitis, batuk karena aspirasi sampai
timbulnya bronkiektasis atau asma.
44
Di lain pihak, beberapa penyakit paru dapat menjadi faktor predisposisi
untu timbulnya GERD karena timbulnya perubahan anatomis di daerah
gastroesophageal high pressures zone akibat penggunaan obat-obatan
yang menurunkan tonus LES (misalnya theofilin).
Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi
episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa. Oleh sebab itu,
umumnya pasien dengan GERD memerlukan penatalaksanaan secara
medik.
4. Diagnosis
Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama, beberapa
pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
GERD, yaitu :
Endoskopi saluran cerna bagaian atas. Pemeriksaan endoskopi saluran
cerna bagian atas merupakan standar baku untuk diganosis GERD dengan
ditemukannya mucosal break di esofagus (esofagitis refluks). Dengan
melakukan pemeriksaan endoskopi dapat dinilai perubahan makroskopik
dari mukosa esophagus, serta dapat menyingkirkan keadaan patologis lain
yang dapat menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan mucosal
break pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien
dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut sebagai non-erosive refluks
disease (NERD).
Ditemukannya keainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi
yang dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi (biopsi), dapat
mengkonfirmasikan bahwa gejala herat brun atau regurgitasi tersebut
disebabkan oleh GERD.
Pemeriksaan histoptologis juga dapat memastikan adanya Barrett’s
esophagus, displasia atau keganasan. Tidak ada bukti yang mendukung
perlunya pemeriksaan histopatologis/biopsi pada NERD.
Tabel 1. Klasifikasi Los Angeles
45
Derajat kerusakan Gambaran endoskopi
A Erosi kecil-kecil pada mukosa
esofagus dengan diameter <5 mm
B Erosi pada muosa/lipatan mukosa
dengan diameter >5mm tanpa saling
berhubungan
C Lesi yang konfluen tetapi tidak
mengenai/mengelilingi seluruh lumen
D Lesi mukosa esofagus yang bersifat
sirkumferensial (mengelilingi seluruh
lumen esofagus)
Terdapat beberapa klasifikasi kelainan esofagitis pada pemeriksaan
endoskopi dari pasien GERD, antara lain klasifikasi Los Angeles dan
klasifikasi Savarry-Miller.
Esofagografi dengan barium. Dibandingkan dengan endoskopi,
pemeriksaan ini kurang peka dan sering sekali tidak menunjukkan
kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Pada keadaan yang lebih
berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan
mukosa, ulkus atau penyempitan lumen. Walaupun pemeriksaan ini sangat
tidak sensitif untuk diagnosis GERD, namun pada keadaan tertentu
pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada 1).
Stenosis esofagus derajat ringan akibat esofagitis peptik dengan gejala
disfagia, 2). Hiatus hernia.
Pemantauan pH 24 jam. Episode refluks gastroesofageal menimbulkan
asidifikasi bagian distal esofagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam
dengan menempatkan mikroelektroda pH pada bagian distal esofagus.
Pengukuran pH pada esofagus bagian distal dapat memastikan ada
tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas
LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal.
46
Tes breisnten. Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasnag
selang transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan
HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari 1 jam, test ini bersifat pelengkap
terhadap monitoring pH 24 jam pada pasien-pasien dengan gejala yang
tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri pada dada seperti yang
biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak meimbulkan rasa
nyeri, maka test ini dianggap positif. Test Breinstein yang negatif tidak
menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esofagus.(2)
Manometri esofagus. Test manometri akan memberi manfaat yang berarti
jika pada pasien-pasien dengan gejala nyeri epigastrium dan regurgitasi
yang nyata didapatkan esofagografi barium dan endoskopi yang normal.
Sintigrafi gastroesofageal. Pemeriksaan ini menggunakan cairna atau
campuran makanan cair dan padat yang di label dengan radioisotop yang
tidak di absorpsi, biasanya technetenium. Selanjutnya sebuah penghitung
gamma (gamma counter) eksternal akan memonitor transit dari
cairan/makanan yang diabel tersebut. Sensitivitas dan spesifitas test ini
masih diragukan.
Tes penghambat pompa proton (Proton pump inhibitor /PPI Test/
(test supresi asam) Acid supression test. Pada dasarnya test ini
merupakan terapi empirik untuk menilai gejala dari GERD dengan
memberikan PPI dosis tinggi selama 1-2 minggu sambil melihat respons
yang terjadi. Test ini terutama dilakukan jika tidak tersedia modalitas
diagnostik seperti endoskopi, pH metri, dan lain-lain. Test ini di anggap
positif jika terdapat perbaikan dari 50%-75% gejala yang terjadi. Dewasa
ini terapi empirik/PPI test merupakan salah satu langkah yag di anjurkan
dalam algoritme tatalaksana GERD pada pelayanan kesehatan lini pertama
untuk pasien-pasien yang tidak disertai dengan gejala alarm (yang
dimaksud dengan gejala alarm adalah : berat badan turun, anemia,
hematemesis/melena, disfagia, odinofagia, riwayat keluarga dengan kanker
esofagus/lambung) dan umur >40 tahun.
5. Penatalaksanaan
47
Walaupun keadaan ini jarang sebagai peyebab kematian,
mengingat kemungkinan timbunya komplikasi jangka panjang berupa
uslerasi, striktur esofagus ataupun esofagus Barrett yang merupakan
keadaan permaligna, maka seyogyanya penyakit ini mendapat
penatalaksanaan yang adekuat.
Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi
gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai
dilakukan terapi endoskopik.
Target penatalaksanaan GERD adalah : a). Menyembuhkan lesi
esofagus, b). Menghilangkan gejala/keluhan, c). Mencegah kekambuhan,
d). Memperbaiki kualitas hidup, e). mencegah timbulnya komplikasi.
Modifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu
bagian dari penatalaksanaan GERD, namun bukan merupakan pengobatan
primer. Walaupun belum ada studi yang memperlihatkan kemaknaannya,
namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi
refluks serta mencegah kekambuhan.
Hal ini yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah
sebagai berikut : 1). Meningkatkan posisi kepala pada saat tidur serta
menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan untuk meningkatkan
bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke
esofagus, 2). Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena
keduanya dapat menurunkan tonus LES sehingga secara langsung
mempengaruhi sel-sel epitel, 3). Mengurangi konsumsi lemak serta
mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena keduanya dapat
menimbukan distensi lambung, 4). Menurunkan berat badan pada pasien
kegemukan serta menghindari pakaian ketat sehingga dapat megurangi
tekanan intra abdomen, 5). Menghindari makanan/minuman seperti coklat,
teh, peppermint, kopi dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi
sekresi asam, 6). Jika memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat
menurunkan tonus LES seperti antikolinergik, theofiin, diazepam, opiat,
antagonis kalsium, agonist beta adrenergik, progesteron.
48
Terapi medikamentosa
Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada
penaalaksanaan GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa sampai
saat ini GERD merupakan atau termasuk dalam kategori gangguan
motilitas saluran cerna bagian atas. Namun dalam perkembangannya
sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam lebih efektif daripada
pemberian obat-obat prokinetik untuk memperbaiki gangguan motilitas.
Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up
dan step down. Pada pendekatan step up pengobatan di mulai dengan obat-
obat yang tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis
reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan
penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama
(penghambat pompa proton/PPI). Sedangkan pada pendekatan step down
pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan
dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah
aau antagonis reseptor H2, atau prokinetik atau bahkan antasid.
Dari berbagai studi dilaporkan bahwa pendekatan terapi step down
ternyata lebih ekonomis (dalam segi biaya yang dikeluarkan pasien)
dibandingkan dengan pendekatan terapi step up.(2)
Menurut Genval statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifik
tentang pelaksanaan GERD (2003) telah disepakati bahwa terapi lini
pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan digunakan pendekatan
terapi step down.
Pada umumnya studi pegobatan memperlihatan hasil tingkat
kesembuhan di atas 80% dalam waktu 6-8 minggu. Untuk selanjutnya
dapat diteruskan dengan terapi pemeliharaan (maintenance therapy) atau
bahkan terapi “bila perlu” (on demand therapy) yaitu pemberian obat-
obatan selama beberapa hari sampai dua minggu jika ada kekambuhan
sampai gejala hilang.
Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala
menandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan
49
esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup
efektif dalam mengatasi gejala pada tatalaksanaan GERD.
Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi
medikamentosa GERD :
Antasid. Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan
gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis.
Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan
sfingter esofagus bagian bawah.
Kelemahan golongan obat ini adalah 1). Rasanya kurang
menyenangkan, 2). Dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung
magnesium serta konstipasi terutama antasid yang mengandung
aluminium, 3). Penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal.
Dosis : sehari 4 x 1 sendok makan.
Antagonis reseptor H2. Yang termasuk golongan obat ini adalah
simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi
asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks
gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk
terapi ulkus.
Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat
ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.
Dosis pemberian :
Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg
Ranitidin : 4 x 150 mg
Famotidin : 2 x 20 mg
Nizatidin : 2 x 150 mg
Obat-obatan prokinetik. Secara teoritis, obat ini paling sering untuk
pengobatan GERD karena penyakit ini dianggap lebih condong ke arah
gangguan motilitas. Namun pada prakteknya, pengobatan GERD sangat
bergantung kepada penekanan sekresi asam.
50
Metoklopramid :
Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamin
Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak
berperan dalam penyembuhan lesi di esofagus kecuali dalam
kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat
pompa proton.
Karena melalui sawar darah otak, maka dapat tumbuh efek
terhadap susunan saraf pusat berupa ngantuk, pusing, agitasi,
tremor dan diskinesia.
Dosis : 3 x 10 mg
Domperidon :
Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamin dengan
efek samping yang lebih jarang dibanding metoklopramid karena
tidak melalui sawar darah otak.
Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan
penyembuhan lesi esofageal belum banyak dilaporkan, golongan
obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta
mempercepat pengosongan lambung.
Dosis : 3 x 10-20 mg sehari
Cisapride :
Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, oabt ini dapat
mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan tonus
LES.
Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan
lesi esofagus lebih baik dibanding domperidon.
Dosis : 3 x 10 mg sehari
Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat). Berbeda
dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek
langsung terhadap asam lambung.
51
Obat ini bekerja dengan cara meningkatan pertahan mukosa
esofagus, sebagai buffer terhadap HCl di esofagus serta dapat mengikat
pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan
karena bekerja secara topikal (sitproteksi)
Dosis : 4 x 1 gram(2)
Penghambat pompa proton (proton pump inhibitor/PPI).
Golongan ini merupakan drug of choice dalam pengobatan
GERD.
Golongan obat-obatan ini bekerja secara langsung pada pompa
proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase
yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam
lambung.
Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilagkan keluhan serta
penyembuhan lesi esofagus, bahkan pada esofagitis erosiva
derajat berat serta yang refrakter dengan golongan antagonist
reseptor H2.
Dosis yang diberikan untuk GERD adalah dosis penuh, yaitu :
- Omeprazol : 2 x 20 mg
- Lansoprazol : 2 x 30 mg
- Rabeprazol : 2 x 10 mg
- Esomeprazol : 2 x 40 mg
Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial)
yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maitenance therapy)
selama 4 bulan atau on demand therapy, tergantung dari derajat
esofagitisnya.
Efektivitas golongan obat ini semakin bertambah jika
dikombinasikan dengan golongan prokinetik.
Untuk pengobatan NERD diberikan obat standar, yaitu
- Omeprazol : 1 x 20 mg
- Lansoprazol : 1 x 30 mg
52
- Pantoprazol : 1 x 40 mg
- Rabeprazol : 1 x 10 mg
- Esomeprazol : 1 x 40 mg
Umumnya pengobatan ini diberikan selama minimal 4 minggu,
dilanjutkan dengan on demand therapy.
Terdapat beberapa algoritme dalam penatalaksanaan GERD pada
pelayanan kesehatan lini pertama, salah satu diantaranya adalah yang
direkomendasikan dalam Konsensus Nasional untuk Penatalaksanaan
GERD di Indonesia (2004).
Terapi terhadap komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah striktur dan perdarahan.
Sebagai dampak adanya rangsangan kronik asam lambung terhadap
mukosa esofagus, dapat terjadi perubahan mukosa esofagus dari skuamosa
menjadi epitel kolumnar yang metaplastik. Keadaan ini disebut sebagai
esofagus Barrett’s esofagus dan merupakan suatu keadaan permaligna.
Risiko terjadinya karsinoma pada Barrett’s esofagus adalah sampai 30-40
kali dibandingkan populasi normal.
Striktur esofagus
Jika pasien mengeluh disfagia dengan diameter striktur kurang dari 13
mm, dapat dilakukan dilatasi busi (Hurst bougie, Maloney bougie, Savary
bougie, Pneumatic bougie). Jika dilatasi busi gagal, dapat dilakukan
operasi.
Esofagus Barrett
Esofagus Barrett dapat diobati secara medikamentosa. Berikut ini adalah
algoritme penatalaksanaan Barrett’s esofagus pada pasien GERD :
Terapi bedah
Beberapa keadaan dapat menyebabkan gagalnya terapi
medikamentosa, yaitu : 1). Diagnosis tidak benar, 2). Pasien
GERD sering disertai gejala-gejala lain seperti rasa kembung,
cepat kenyang dan mual-mual yang lebih lama untuk
53
menyembuhkan esofagitisnya; 4). Kadang-kadang beberapa
kasus Barrett’s esophagus tidak memberikan respons terhadap
terapi PPI. Begitu pula halnya dengan adenokarsinoma; 5).
Terjadi striktur; 6). Terdapat statis lambung dan disfungsi LES.
Terapi bedah merupakan terapi alternatif yang penting jika terapi
medikamentosa gagal, atau pada pasien GERD dengn striktur
berulang. Umumnya pembedahan yang dilakukan adalah
fundoplikasi.(2)
Terapi Endoskopi
Walaupun laporannya masih terbatas serta masih dalam konteks
penelitian, akhir-akhir ini mulai dikembangkan pilihan terapi
endoskopi pada pasien GERD, yaitu
- Penggunaan energi radiofrekuensi
- Plikasi gastrik endoluminal
- Implantasi endoskopis, yaitu dengan menyuntikkan zat
implan dibawah mukosa esofagus bagian distal, sehingga
lumen esofagus bagian distal menjadi lebih kecil.
54
GASTRITIS
Secara sederhana definisi gastritis adalah proses infamasi pada mukosa
dan submukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang
paling sering dijumpai di klinik, karena diagnosisnya sering hanya
berdasarka gejala klinis bukan pemeriksaan histopatologi.
Pembagian gastritis
Update Sydney System membagi gastritis berdasarkan pada topografi,
mortologi dan etiologi. Secara garis besar gastritis dibagi menjadi 3 tipe
yakni : 1. Monahopatik, 2. Atropik dan, 3. Bentuk khusus.
Selain pembagian tersebut diatas, terdapat suatu bentu kelainan
pada gaster yang digolongkan sebagai gastropati. Disebut demikian karena
secara histopatologik tidak menggambarkan radang. Klasifikasi gastritis
sesuai dengan Update Sydney System memerlukan tindakan gastroskopi,
pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang untuk
menentukan etiologinya. Biopsi harus dilakukan dengan metode yang
benar, dievaluasi dengan baik sehingga morfologi dan topografi kelainan
mukosa dapat disintesiskan. Banyak tindakan gastrokopi yang
mengabaikan topografi saat megambil specimens untuk pemeriksaan
histopatoogi. Akibatnya hasil tidak dapat disintesiskan, sehingga
klasifikasi gastritis tidak dapat disusun dengan baik.(2)
ETIOLOGI
Infeksi kuman Helicobacter pylori meruapakn kausa gastritis yang amat
penting. Di negara berkembang prevalensi infeksi Helicobacter pylori
pada orang dewasa mendekati 90%. Sedangkan pada anak-anak prevalensi
infeksi Helicobacter pylori lebih tinggi lagi. Hal ini menunjukkan
pentingnya infeksi pada masa balita. Di Indonesia, prevalensi infeksi
kuman Helicobacter pylori yang dinilai dengan urea breath test pada
pasien dispepsi dewasa, menunjukkan tendensi menurun. Di negara maju,
prevalensi infeksi kuman Helicobacter pylori pada anank sangat rendah.
Diantara orang dewasa prevalensi infeksi kuman Helicobacter pylori lebih
55
tinggi dari pada anak-anak tetapi lebih rendah dari pada di Negra
aberkembang yakni sekitar 30%.
Penggunaan antibiotika, terutama utuk infeksi paru dicurigai
mempengaruhi penularan kuman dikomunitas karena antibiotikan tersebut
mampu megeradikasi ifeksi Helicobacter pylori, walaupun persentase
keberhasilannya rendah. Pada awal infeksi oleh kuman Helicobacter pylori
mukosa lambung akan menunjukkan respons inflamasi akut. Secara
endoskopik sering tampak sebagai erosi dan tukak multipel antrum atau
lesi hemoragik. Gastritis akut akibat Helicobacter pylori sering diabaikan
oleh pasien sehingga penyakitnya berlanjut menjadi kronik.
Gangguan fungsi sistm imun dihubungkan dengan gastritis kronik
setelah ditemukan autoantibodi terhadap faktor intrinsik dan terhadap
secretory canalicular structure sel parietal pada pasien dengan anemia
pernisiosa. Antibodi terhadap sel parietal mempunyai korelasi yang lebih
baik dengan gastritis kronik korpus dalam berbagai gradiasi, dibandingkan
dengan antibodi terhadap faktor intrinsik. Pasien gastritis kronik yang
mengandung antibodi sel parietal dalam serumnya dan menderita anemia
pernisiosa, mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut : menderita
gastritis kronik yang secara histologis menujukkan gambaran gastritis
kronik atropik, predominasi kropus dan pada pemeriksaan darah
menunjukkan hipergastrinemia, pasien-pasien tersebut sering juga
menderita penyakit lain yang diakibatkan oleh gangguan fungsi sistem
imun. Masih harus dibuktikan bahwa infeksi kuman Helicobacter pylori
dapat menjadi pemacu reaksi imunologis tersebut. Kecurigaan terhadap
peran infkesi Helicobacter pylori diawali dengan kenyataan bahwa pasien
yang terinfeksi oleh kuman Helicobacter pylori mempunyai antibodi
terhadap secretory canalicular structure sel parietal jauh lebih tinggi dari
pada mereka yang tidak terinfeksi.
Terdapat beberapa jenis virus yang dapat menginfeksi mukosa
lambung misalnya enteric rotavirus dan calicivirus. Kedua jenis virus
tersebut dapat langsung menimbulkan gastroenteritis, tetapi secara
56
histopatologi tidak spesifik. Hanya cytomegalovirus yang dapat
menimbulkan gambaran histopatologi yang khas infeksi cytomegalovirus
pada gaster biasanya merupakan bagian dari infeksi pada banyak organ
lain, terutama pada organ muda dan imunocompromized.
Jamur Candida species, Histoplasma capsulatum dan Mukonaceae
dapat menginfeksi mukosa gaster hanya pada pasien imunocompromized.
Pasien yang sistem imunnya baik biasanya tidak dapat terinfeksi oleh
jamur. Sama dengan jamur, mukosa lambung bukan tempat yang mudah
terkena infeksi parasit.
Obat anti-inflamasi nonsteroid merupakan penyebab gastropati
yang amat penting. Gastropati akibat OAINS bervariasi sangat luas, dari
hanya berupa keluhan nyeri uluhati sampai pada tukak peptik dengan
komplikasi perdarahan saluran cerna bagian atas.(2)
Diagnosis
Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Mereka yang mempunyai keluhan
biasanya berupa keluhan yang tidak khas. Keluhan yang sering dihubug-
hubungkan dengan gastritis adalah nyeri panas dan pedih di ulu hati
disertai mual kadang-kadang sampai muntah. Keluhan-keluhan tersebut
sebenarnya tidak berkolerasi baik dengan gastritis. Keluhan-keluhan
tersebut juga tidak dapat digunakan sebagai alat evaluasi keberhasilan
pengobatan. Pemeriksaan fisis juga tidak dapat memberikan informasi
yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan
histopatologi. Sebaliknya biopsi dilakukan dengan sistematis sesuai
dengan update sydney system yang mengharuskan mencantumkan
topografi. Gambaran endoskopi yang dapat dijumpai adalah eritema,
eksudatif, flat-erosiaon, raised erosion, perdarahan, edematous rugae.
Perubahan-perubahan histopatologis selain menggambarkan perubahan
morfologi sering juga dapat menggambarkan proses yang mendasari,
misalnya otoimun atau resons adaptif mukosa lambung. Perubahan-
57
perubahan yang terjadi berupa degradasi epitel, hyperplasia foveolar,
infiltrasi neutrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel limpoid, atropi,
intestinal metaplasia, hyperplasia sel endokrin, kerusakan sel parietal.
Pemeriksaan histopatologi sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan
kuman Helicobacter pylori.(2)
Perjalanan ilmiah gastritis dan pengobatannya
Pengobatan gastritis akibat infeksi kuman Helicobacter pylori bertujuan
untuk melakukan eradikasi kuman tersebut. Pada saat ini indikasi yang
telah disetujui secara universal untuk melakukan eradikasi adalah infeksi
kuman Helicobacter pylori yang ada hubungannya dengan low grade B
cell lymphoma. Sedangkan pasien yang menderita dispepsia non tukak,
walaupun berhubungan dengan infeksi kuman Helicobacter pylori
eradikasi terhadap kuman tersebut masih menjadi perdebatan. Mereka
yang setuju berpendapat bahwa eradikasi kuman tersebut ditinjau dari
epidemiologi diharapkan dapat menekan kejadian atropi dan metaplasia
pada pasien – pasien yang sudah terinfeksi. Selanjutnya dapat mencegah
tukak peptik, kanker lambung dan limfoma. Mereka yang tidak setuju
menganggap bahwa belum cukup bukti eradikasi dapat berimplikasi
sedemikian luas. Eradikasi dilakukan degan kombinasi antara berbagai
antibiotik dan proton pump inhibitor (PPI). Antibiotika yang dianjurkan
adalah klaritomisin, amoksisilin, metronidazol dan tetrasiklin. Bila PPI
dan kombinasi 2 antibiotika gagal dianjurkan menambahkan bismuth
subsalisilat/subsitral (Tabel 1).
Tabel 1. Contoh regimen untuk Eradikasi Infeksi Helicobacter pylori
Obat 1 Obat 2 Obat 3 Obat 4
PPI Dosis
ganda
Klarithomisin
(2 x 500 mg)
Amoksisilin
(2 x 1000 mg)
PPI Dosis
ganda
Klarithomisin
(2 x 500 mg)
Metronidazol
(2 x 500 mg)
PPI Dosis Tetrasiklin Metronidazol Subsalisilat/subsitral
58
ganda (4 x 500 mg) (2 x 500 mg)
Regimen diberikan selama 1 minggu
Pengelolaan gastritis otoimun ditujukan pada 2 hal yakni defisiensi
kobalamin dan lesi pada mukosa gaster. Atrofi mukosa gaster merupakan
keadaan yang ireversibel. Kuman sering bersama – sama dengan penyakit
autoimun yang lain, sebaiknya penyakit yang menyertai tersebut diterapi.
Memperbaiki difisiensi kobalamin sering dapat memperbaiki komplikasi
yang timbul akibat difisiensi tersebut. Komplikasi yang berupa kelainan
patologik memang lebih sukar diatasi. Dipikirkan untuk melakukan
surveillance terhadap kemungkinan kanker dengan pemeriksaan
gastroskopi secara periodik.
Gastritis limfositik, sering ada hubungannya dengan infeksi
Helicobacter pylori, bila hal itu terbukti, eradikasi dapat dilakukan dan
sering kali membawa perbaikan. Belum ada terapi khusus untuk gastritis
limfositik idiopatik. PPI dosis standar dapat dicoba dan sering kali
memberikan perbaikan. Sedangkan gastritis limfositik yang menyertai
penyakit lain, misal enteropati gluten, pengelolaan ditujukan kepada
penyakit primer. (2)
GASTROPATI
Gastropati yang disebabkan oleh refluks empedu dan OAINS sering
disebut sebagai gastropati kimiawi atau gastropati reaktif atau gastritis tipe
C. Terdapat 3 kategori pasien gastropati kimiawi yakni : refluks empedu
setelah gastroektomi parsial, refluks empedu sebagai bagian dari sindrom
dismotilitas gastrointestinal dan pengguna obat anti-inflamasi nonsteroid
(OAINS) kronik yang akan dibicarakan disini adalah gastropati OAINS,
sedangkan yang lain akan dibicarakan pada sindrom dispepsia.
GASTROPATI OAINS
59
OAINS adalah salah satu obat yang paling sering diresepkan. Obat ini
dianggap sebagai first line therapy untuk arthritis dan digunakan secara
luas pada kasus trauma, nyeri pasca pembedahan dan nyeri-nyeri yang
lain. Sebagian besar efek samping OAINS pada saluran cerna bersifat
ringan dan reversibel. Hanya sebagian kecil yang menjadi berat yakni
tukak peptic, perdarahan saluran cerna dan perforasi. Resiko utuk
mendapatkan efek samping OAINS tidak sama untuk semua orang. Faktor
resiko yang penting adalah : usia lanjut, digunakan bersama-sama dengan
steroid, riwayat pernah mengalami efek samping OAINS, dosis tinggi atau
kombinasi lebih satu macam OAINS dan disabilitas.
Tabel 2. Faktor resiko untuk mendapatkan efek samping OAINS
Terbukti sebagai faktor resiko
- Usia lanjut > 60 tahun
- Riwayat pernah menderita tukak
- Digunakan bersama-sama dengan steroid
- Dosis tinggi atau menggunakan 2 jenis OAINS
- Menderita penyakit sistemik yang berat
Mungkin sebagai faktor resiko
- Bersama-sama dengan infeksi Helicobacter pylori
- Merokok
Meminum alkohol
Patofisiologi Gastropati OAINS
Efek samping OAINS pada saluran cerna tidak terbatas pada
lambung. Efek samping pada lambung memang yang paling sering terjadi.
OAINS merusak muosa lambung melalui 2 mekanisme yaitu : topikal dan
sistemik. Kerusakan mukosa secara topikal terjadi karena OAINS bersifat
asam dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk
mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik OAINS tampaknya
60
lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi
prostaglandin menurun OAINS secara bermakna menekan prostaglandin.
Seperti diketahui prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang
amat penting bagi mukosa lambung. Efek sitoproteksi itu dilakukan
dengan cara menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi mukosa
dan ion bikarbonat dan meningkatkan epithelial defense. Aliran darah
mukosa yang menurun menimbulkan adhesi netrolit pada endotel
pembuluh darah mukosa dan memacu lebih jauh proses imunologis.
Radikal bebas dan protease yang dilepaskan akibat proses imunologis
tersebut akan merusak mukosa lambung.
Diagnosis Gastropati OAINS
Spektrum klinis gastropati OAINS meliputi suatu keadaan klinis yang
bervariasi sangat luas, mulai yang paling ringan berupa keluhan
gastrointestinal discontrol. Secara endoskopi akan dijumpai kongesti
mukosa, eeosi-erosi kecil kadang-kadang disertai perdarahan kecil-kecil.
Lesi seperti itu dapat sembuh sendiri. Kemampuan mukosa mengatasi lesi-
lesi ringan akibat rangsangan kemis sering disebut adaptasi mukosa. Lesi
yang lebih berat dapat berupa erosi dan tukak multipel, perdarahan luas
dan perforasi saluran cerna.
Secara histopatologis tidak khas. Dapat menjadi regenerasi
epitelial, hiperplasi foveolar, edema lamina propria dan ekspansi serabut
otot polos ke arah mukosa. Ekspansi dianggap abnormal bila sudah
mencapai kira-kira sepertiga bagian atas. Tanpa informasi yang jelas
tentang konsumsi OAINS gambaran histopatologi seperti ini sering disebut
sebagai gastropati reaktif.(2)
Pengelolaan
Evaluasi sanat penting karena sebagian besar gastropati OAINS ringan
dapat sembuh sendiri walaupun OAINS tetap diteruskan. Antagonis
reseptor H2 (ARH2) atau PPI dapat mengatasi rasa sakit dengan baik.
61
Harus hati-hati menggunakan ARH2 pada pasien yang harus
menggunakan OAINS jangka lama ARH2 ternyata mampu mencegah
timbulnya komplikasi berat OAINS pada saluran cerna atas.
Pasien yang dapat menghentikan gangguan OAINS, obat-obat anti tukak
seperti golongan sitoproteksi, ARH2 dan PPI dapat diberikan dengan hasil
yang baik. Sedangkan pasien yang tidak mungkin menhentikan OAINS
dengan berbagai pertimbangan sebaiknya menggunakan PPI. Mereka yang
mempunyai faktor resiko untuk mendapat komplikasi berat, sebaiknya
diberi terapi pencegahan menggunakan PPI atau misoprostol. Misoprostol
adalah analog prostaglandin. Pemberiannya dapat mengimbangi
penurunan produksi prostaglandin akibat OAINS. Sayangnya efek
samping obat ini sangat mengganggu, sehingga penggunaanya terbatas.
TUKAK GASTER
Definisi
Tukaka gaster jinak adalah suatu gambaran bulat atau semi bulat/oval,
ukuran > 5 mm kedalaman sub mukosal pada mukosa lambung akibat
terputusnya kontinuitas/integritas mukosa lambung. Tukak gaster
merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai denga indurasi
dengan dasar tukak dtutupi debris.
Patofisiologi tukak peptik
Faktor asam lambung “No acid No ulcer” Schwarst 1910; Pengaturan
Sekresi Asam Lambung pada Sel Parietal
Sel parietal/sel oxyntic mengeluarkan asam lambung HCl, sel
peptik/zimogen mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl dirubah jadi
pepsin dimana HCl dan pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin mileu
pH < 4 (sangat agresif terhadap mukosa lambung). Bahan iritan akan
menimbulkan efek barier mukosa dan terjadi difusi balik ion H+. histamin
terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul
62
dilatasi dan peningkatan pembuluh darah kapiler, kerusakan mukosa
lambung, gastritis akut/kronik dan tukak gaster.
Membran plasma sel epitel lambung terdiri dari lapisan-lapisan
lipid bersifat pendukung barier mukosa. Sel parietal dipengaruhi faktor
genetik, yaitu seseorang dapat mempunyai massa sel parietal yang
besar/sekresi lebih banyak. Tukak gaster yang letaknya dekat pilorus atau
dijumpai bersamaan dengan tukak duodeni/antral gastritis biasanya
disertai hipersekresi asam, sedangkan bila lokasinya pada tempat lain di
lambung/pangastritis biasanya disertai hiposekresi asam.
Shuy and Sun : Balance Theory 1974 :
Tukak terjadi bila terjadi gangguan keseimbangan antara faktor
agresif/asam & pepsin dengan defensif (mukus, bikarbonat, aliran darah,
PG), bisa faktor agresif meningkat atau faktor defensif menurun.
Helicobacter pylori (Hp), “No HP No Ulcer’’ Warren and Marshall
1983
HP adalah kuman patogen ram negatif berbentuk batang/spiral,
microaerofilik berflagela hidup pada permukaan epitel, mengandung
urease (Vac A, cag A, PAI dapat mentras lokasi cag A kedalam sel host),
hidup diantrum, migrasi ke proksimal lambung dapat berubah menjadi
kokoid suatu bentuk dorman bakteri. Infeksi kuman HP akut dapat
menimbulkan pan gastritis kronik diikuti atrofi sel mukosa korpus dan
kelenjar, metaplasia intestinal dan hipoasiditas. Proses ini dipengaruhi oleh
faktor host, lamanya infeksi (lokasi, respons inflamasi, genetik), bakteri
(virulensi, struktur, adhesin, porins, enzim (urease Vac A, cag A, dll) dan
lingkungan (asam lambung, OAINS, empedu dan faktor iritan lainnya) dan
terbentuklah gastritis kronis tukak gaster, Mucosal Associated Lymphoid
Tissue (MALT) limfoma dan kanker lambung.
HP dapat menyebabkan gastritis kronis aktif tipe B dan tukak
peptikum. Bakteri Hp ini merupakan keluarga dari Campylobacter yang
digambarkan pertama kali oleh Marshall pada tahun 1983. HP merupakan
63
penyebab terbanyak dari tukak pada antrum gaster dan tukak duodeni, dan
selanjutnya kuman ini berperan terbentuknya MALT.
Tukak gaster kebanyakan disebabkan infeksi HP (30-60%) dan
OAINS sedangkan tukak doudenum hampir 90% disebabkan oleh HP,
penyebab lain adalah Sindroma Zollinger Elison.
Kebanyakan kuman patogen memasuki barrier dari mukosa gaster,
tetapi HP sendiri jarang sekali memasuki epitel mukosa gaster ataupun
bagian yang lebih dalam dari mukosa tersebut. Biasanya infeksi HP yang
terjadi bersifat asimtomatik dimana diperkirakan terdapat dua miliar
penduduk menderita infeksi Hp. Terjadinya penyakit ataupun asimtomatik
tergantug kepada dua hal, yaitu faktor host dan adanya perbedaan genetik
dari strain HP yang ada.(2)
Bila HP bersifat patogen maka yang pertama kali terjadi adalah Hp
dapat bertahan di dalam suasana asam lambung; kemudian terjadi
penetrasi terhadap mukosa lambung, dan pada akhirnya Hp berkolonisasi
dilambung tersebut. Sebagai akibatnya Hp berploriferasi dan dapat
mengabaikan sistem mekanisme pertahanan tubuh yang ada. Pada keadaan
tersebut beberapa faktor dari Hp memainkan peranan penting diantaranya
urease memecah urea menjadi amoniak yang bersifat basa lemah yang
melindungi kuman tersebut terhadap mileu asam HCl.
Garis besar pengobatan tukak peptik adalah eradikasi kuman HP
serta pengobatan/pencegahan gastropati OAINS.
GAMBARAN KLINIS
Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispepsia. Dispepsia
adalah suatu sindroma klinik / kumpulan keluhan beberapa penyakit
saluran cerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa /
terapan, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati, dan cepat merasa kenyang.
Dispepsia secara klinis dibagi atas : 1). Dispepsia akibat gangguan
motilitas; 2). Dispepsia akibat tukak; 3). Dispepsia akibat refluks; 4).
Dispepsia tidak spesifik.
64
Pada dispepsia akibat gangguan motilitas keluhan yang paling
menonjol adalah perasaan kembung, rasa penuh ulu hati setelah makan,
cepat merasa kenyang disertai sendawa. Pada dispepsia akibat refluks
keluhan yang menonjol berupa perasaan nyeri ulu hati dan rasa seperti
terbakar, harus disingkirkan adanya pasien kardiologis.
Pasien tukak peptik memberikan ciri – ciri keluhan seperti nyeri
ulu hati, rasa tidak nyaman/discomfort disertai muntah. Pada tukak
duodeni rasa sakit timbul waktu pasien merasa lapar, rasa sakit bisa
membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang setelah makan dan
minum obat antasida (Hunger Pain Food Relief = HPFR). Rasa sakit tukak
gaster timbul setelah makan, berbeda dengan tukak duodeni yang merasa
enak setelah makan, rasa sakit tukak gaster sebelah kiri dan rasa sakit
tukak duodeni sebelah kanan garis tengah perut. Rasa sakit bermula pada
satu titik (pointing sign) akhirnya difus bisa menjalar kepunggung. Ini
kemungkinan disebabkan penyakit bertambah berat atau megalami
komplikasi berupa penetrasi tukak ke organ pankres.
Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat menegakkan
diagnosis tukak gaster karena dispepsia nontukak juga bisa menimbulkan
rasa sakit yang sama, juga tidak dapat digunakan lokasi sakit sebelah kiri
atau kanan tengah perut. Adapun tukak akibat obat OAINS dan tukak pada
usia lanjut/manula biasanya tidak menimbulkan keuhan, hanya diketahui
melalui komplikasinya berupa perdarahan dan perforasi. Muntah kadang
timbul pada tukak peptik disebabkan edema dan spasme seperti tukak
kanal pilorik (obstruksi gastric outlet). Tukak prepilorik dan duodeni bisa
menimbulkan gastric outlet obstruction melalui terbentuknya
fibrosis/oedema dan spasme.(2)
Pemeriksaan Fisis
Tukak tanpa komplikasi jarang menunjukkan kelainan fisik. Rasa
sakit/nyeri ulu hati, dikiri garis tengah perut, terjadi penurunan berat badan
merupakan tanda fisik yang dapat dijumpai pada tukak gaster tanpa
komplikasi. Nilai ramalan untuk tanda fisik ini kurang berarti. Perasaan
65
sangat nyeri, nyeri tekan perut, perut diam tanpa terdengar peristaltik usus
merupakan tanda peritonitis. Goncangan perut atau succusion splashing
dijumpai 4 – 5 jam setelah makan disertai muntah – muntah yang
dimuntahkan biasanya makanan yang dimakan beberapa jam sebelumnya
merupakan tanda adanya retensi cairan lambung, dari komplikasi
tukak/gastric outlet obstruction atau stenosis pilorus. Takikardi, syok
hipofolemik, tanda dari suatu perdarahan. Laboratorium tidak ada yang
spesifik untuk penyakit tukak gaster.
TUKAK DUODENUM
Etiologi dan Patofisiologi
Etiologi tukak duodenum (TD) yang telah diketahui sebagai faktor
agresif yang merusak pertahanan mukosa adalah helicobacter pylori, obat anti
imfalamasi non-steroid, asam lambung/pepsin dan faktor-faktor lingkungan
serta kelainan satu atu beberapa faktor pertahanan yang berpengaruh pada
kejadian TD.(2)
Faktor-faktor agresif
Helicobacter pylori, asam labung /pepsin,pada kerusakan mukosa
helicobacter pylori adalah bakteri gram negatif yang dapat hidup disusana
asam dalam labung/duodenum (antrum, korpus, dan bulbus)berbentuk
kurva/S-shaped dengan ukuran panjang sekitar 3 µm dan diameter 0,5 µm,
mempunyai satu atau lebih flagel pada salah satu ujungnya. Bakteri ini
ditularkan secara feko-oral atau oral-oral. Didalam labmung antrum, bakteri
ini berada padalapisan mukus pada permukaan epitel yang sewaktu-waktu
dapat, menembus sel-sel epitel/antar epitel.
Bila terjadi infeksi H pylori, maka bateri ini akan melekat pada
permukaan epitel denga bantuan adhesin sehingga dapat lebih efektif merusak
mukosa dengan melepaskan sejumlah zat sehingga terjadi gastritis akut yang
dapat berlanjut menjadi gastritis kronik aktif atau duodenitis kronik aktif.
Untuk terjadi kelainan selanjutnya yang lebih beras seperti tukak atau kangker
66
lambung ditentukan oleh vilurensi H pylori, dan faktor-faktor lain, baik dari
host sendiri,maupun adanya gangguan fisiologi lambung/duodenum.
Walaupun infeksi H pylori memiliki prevalensi yang tinggi, dimana
lebih dari 50% pendudukdunia dikatakan terinfeksi, terutama masyarakat
dengan tingkat kesehatan lingkungan yang rendah, namun hanya sebagian
kecil yang menunjukan gejala klinik yang lebih berat seperti TP
(TD,TL),kanker lambung atua MALT limfoma.
Apabila terjadi infeksi H pylori, hs akan memberi respon untuk
mengeliminasi/memusnahkan bkayeri ini melalui mobilitas sel-sel PMN/
llimfosit yang menginfiltrasi mukosa secara intensif denga mengeluarkan
bermacam-macam mediator inflamasi atau sitokinin, seperti interleukin 8,
gamma interferon alfa, tumor nekrosis factor dan lain-lain yang bernama
sama dengan reaksi imun yang timbul justru akan menyebabkan kerusakan
sel-sel epitel gastroduodenal yang lebih parah namuntidak berhsil
mengeliminasi bakteri dan infeksi menjadi kronik.
Seperti diketahui bahwa setelah H pylori berkoloni secara stabil
terutama dia antrum, maka bakteri ini kan mengeluarkan bermacam-macam
sitotoksin yang secra langsung dapat merusak epitel mukosa
gastroduodenal,seperti vacualating cytotoxsin (Vac A gen) yang menyebabkan
vakuolisasi sel-sel epitel cytotoxsin associated gen A (Cag A gen). Disamping
itu, H pylori juga melepaskan bermacam-macam enzim psfolirase . sitotoksin
dan enzim-enzimini paling bertanggung-jawab terhadap kerusakan sel-sel
epitel. Cag A gen merupakan pertanda vilurensi H pylori dan hampir selalu
ditemukan peptik.
H pylori yang terkonsentrasi terutama dalam antrummenyebabkan
antrum predominant gastritis sehingga terjadi kerusakan pada D sel yang
mengeluarkan somatostasin, yang fungsinya mengerem produksi gastrin
akibat kerusakan sel-sel D, produksi somatostasin menurun sehingga produksi
gastrin akan meningkat yang merangsang sel-sel pariental mengeluarkan asam
lambung yang berlebihan. Asam lambung masuk kedalam duodenum sehingga
67
keasaman meningkat menyebabkan duodenitis (kronik aktif) yang dapat
berlanjut menjadi tukak duodenum.
Asam lambung yang tinggi dalam duodenum dapat menimbulkan
gastrik metaplasia yang dapat merupakan tempat hidup H pylori dan sekaligus
dapat memprosukdi asam sehingga lebih menambah keasaman dlama
duodenum. Keasaman yang tinggi akan menekan produksi mukus dan
bikarbonat, menyebabakan daya tahan mukosa lebih menurun dan
mempermudah terbentuknya tukok duodenum.
Defek/imflamasi pada mukosa yang terjadi pada infeksi h pylori atau
akibat OAINS akan memudahkan difusi balik asam/pepsin kedalam
mukosa/jaringan sehingga memperberat kerusakan jaringan. Pada patogenesin
TD, maka asam labung yang berlebihan merupakan faktor utama terjadinya
tukak sedangkan faktor lainnyamerupakan faktor pencetus.(2)
Obat antiimflamasi non-steroid (OAINS). Obat antiimflamasi non-
steroid dan asam asetil salisilat (acethyl salcylic acid -ASA) merupakan salah
satu obat yang paling sering digunakan dalam berbagai keperluan, seperti anti
piretik, anti imflamasi, analgesik, antitrombotik dan kemoprevensi kanker
kolorektal. Pemakaian OAINS/ASA secara kronik dan reguler dapat
menyebabkan terjadinya resiko perdarahan gastrointestinal 3 kali lipat
dibanding yang bukan pemakai. Pada usia lanjut, pengguna OAINS/ASA
dapat meningkatkan angka kematian akibat terjadinya komplikasi berupa
perdarahan atau perforasi dari tukak.
Pemakaian OAINS/ASA bukan hanya dapat menyebabkan kerusakan
struktural pada gastroduodenal, tetapi juga pada usus halus dan usus besar
berupa imflamasi,ulserasi atau perforasi.
Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama gastroduodenal
penggunaan OAINS/ASA adalah akibat efek toksis/iritasi langsung pada
mukosa yang merangkap OAINS/ASA yang bersifat asam sehingga terjadi
kerusakan epitel dalam berbagai tingkat, namun yang paling untam adalah
efek OAINS/ASA yang menghambat kerja dari enzim siklooksigenase
68
(COX)pada asam arakidonat sehingga menekan produksi
prostaglandin/prostasiklin. Seperti diketahui, poataglandin endogen sangat
berperan/berfungsi dalam memelihara keutuhan mukosa dengan mengatur
aliran darah mukosa, foliferasi sel-sel epitel, sekresi mukus dan bikarbonat,
mengatur fungsi immunosit mukosa serta sekresi basal asam lambung.
Sampai saat ini dikenal 2 jenis isoenzim siklooksigenase (COX)
yaitu COX-1 dan COX-2.
COX-1 ditemukan terutama dalam gastrointestinal, juga dalam
ginjal,endotelin, otak dan trombosit; dan berperan penting dalam
pembentukan postaglandin dari asam arakodonat. COX-1 merupakan
house-keeping dalam saluran cerna gastrointestinal.
COX-2 ditemukan dalam otak dan ginjal,yang juga bertanggung jawab
dalam respon imflamasi/injuri.
Kerusakan mukosa akibat hambatan produksiprostaglandin pada
penggunaan OAINS/ASA melalui 4 tahap :menurunkan sekresi asam dan
poliferasi sel-sel mukosa, berkurangnya aliran daarah mukosa dan kerusakan
mikrovaskuler yang di perberat oleh kerja sama platelet dan mekanisme
koogulasi.(2)
Endotel vaaskular secara terusmenerus menghasilkan vasodilatasi
prostaglandin E dan I, yang apabila terjado gamgguan dan hambatan (COX-1)
akan timbul vasokontriksi sehingga aliran darah menurun yang menyebabkan
nekrose epitel.
Hambatan COX-2 men yebanbkan peningkatan perlekatan leukosit
PMN pada endotel vaskular gastroduodenal dan mesenterik, dimulai denga
pelepasa prostease,radikal bebas oksigen sehingga memperberat kerusakan
epitel dan endotel. Perlekatan leokosit PMN menimbulkan statis aliran
mikrovaskular, iskemia dan berakhir dengan kerusakan mukosa/tukak peptik.
Titik sentral kerusakan mukosa gastrduodenal pada penggunaan
OAINS/ASA berada pada kerusakan mikrovaskular yang merupakan
kerjasama antar COX-1 dan COX-2.
69
Bebrapa faktor resikoyangmemudahkan terjadinya TD/tukak peptik pada
penggunaan OAINS adalah ;
Umur tua (˃ 60 tahun)
Riwayat tentang adanya tukak peptik sebelumnya
Dispepsi kronik
Intoleransi terhadap penggunaan OAINS sebelumnya
Jenis, dosis dan lamanya penggunaan OAINS
Penggunaan secara bersamaan denga kortokosteroid,
antikoagulasidan penggunaan dua jenis OAINS bersamaan
Penyakit jantung lainya yang diderita oleh pemakai OAINS
penting untuk diketahui bahwa tukak peptik yang terjadi pada
pengguna OAINS, sering tidak bergejala dan baru dapat diketahui
setelah terjadi komplikasi seperti perdarahan atau perforasi saluran
cerna.
Beberapa faktor lingkungan atau penyakit lain yang dapat
merupan faktor resiko terjadinya tukak duodenum, yaitu; a. Merokok
(tembakau,sigaret) meningkatkan kerentanan terhadap infeksi H pylori
dengan menurunkan faktor pertahanan dan menciptakan miliu yang sesuai
untuk H pylori. b. Faktor stres, malnutrisi, makanan tinggi garam,
defisiensi vitamin. c. Beberapa penyakait tentu dimana prevalensi tukak
duodenum meningkat sperti sindrom Zollinger Elison, mastositosis
sistemik, penyakit Chron dan hiperparatiroidsme. d. Faktor genetik.
FAKTOR-FAKTOR DEFENSIF
Apabila terjadi gangguan satu atau beberapa dari faktor pertahanan
mukosa, maka daya tahan mukosa akan menurun sehingga mudah dirusak
olek faktor agresif yang menyebabkan terjadinya TD/TP.(2)
Ada 3 faktor pertahanan yang berfungsi memelihara daya tahan
mukosa gastroduodenal, yaitu :
a). Faktor preepitel terdiri dari ;
70
Mukus dan bikarbonat yang bergunan untuk menahan pengaruh
asam lambung/pepsin
Mucoid cap, yaitu suatu struktur yang terdiri dari mukus dan
fibrin, yang terbentuk sebagai respon terhadap rangsangan
imfalamasi.
Aktif surface phospholipid yang berperan untuk meningkatkan
hidropobisitas membran nsel dan meningkatkan viskositas mukus
b). Faktor epitel
Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak, dimana terjadi migrasi
sel-sel yang sehat kedaerah yang rusak untuk perbaikan
Pertahanan seluler yaitu kemampuan untuk memelihara electrical
gradien dan mencegas pengasaman sel.
kemampuan trnsporter asam basa untuk mengangkut bikarbonat ke
dalam lapisan mukus dan jaringan subepitel dan untuik mendorong
asam keluar jaringan
faktor pertumbuhan, postaglandin dan nitrit oksida
c). Faktor subepitel
aliran darah (mikrosirkulasi) yangt berperan mengangkut nutrisi,
oksigen dan bikarbonat ke epitel sel
prostaglandin endogen menekan perlekatan dan ekstravasasi
leukosit yang merangsang reaksi imflamasi jaringan.
Gambaran Klinis
Gambaran klinik TD sebagai salah satu bentuk dispepsia organik
adalah sindrom dispepsia, berupa nyeri dan atau rasa tidak nyaman
(discomfort) pada epigastrium
Anamnesia. Gejala-gejala TD memiliki periode remisi dan
eksaserbasi, menjadi tenang berminggu-minggu saamapi berbulan-bulan
kemudian terjadi eksaserbasi beberapa minggu merupakan gejala khas.
71
Nyeri epigastrium merupakan gejala yang paling dominan,
walaupun sensitifitas dan spesifitasnya sebagai marker adanya ulserasi
mukosa rendah.
Nyeri seperti rasa terbakar, nyeri rasa lapar,rasa sakit/tidak nyaman
yang mengganggu dan tidak terlokalisasi ; biasanya terjadi setalah 90
menit- 3 jam post prandial dan nyeri dapat berkurang sementara sesudah
makan, minum susu atau minum atasida. Hal ini menunjukan adanya
peranan asam lambung/pepsin dalam patogenesis TD.
Nyeri yang spesifik pada 75% pasien TD adalah nyari yang timbul
dini hari, antara tengah malam dan jam 3 dini hari yang dapat
membangunkan pasien.
Pada TD umumnya, apabila gejala mual dan muntah timbul secara
perlahan tetapi menetap mengenai seluruh perut perlu dicurigai suatu
perforasi.
Pada TP umunya, apabila gejala mual dan muntah timbul secara
perlahan tetapi menetap, maka kemungkinan terjadi komplikasi obstruksi
pada outlet
Sepuluh persen dari TP (TD), khususnyakausa OAINS
menimbulkan komplikasi (perdarahan/perforasi) tanpa adanya keluhan
nyeri sebelumnya sehingga anamnesis mengenai penggunaan OAINS
perlu ditanyakan pada pasien.
Tinja berwarna seperti teer (melena)harus diwaspadai sebagai
suatu perdarahan tukak pada dispepsi kronik, sebagai pedoman untuk
membedakan antara dispepsi fungsional dan dispepsi organik sepeprti TD,
yaitu pada TD dapat ditemukan gejala peringatan (alarm sympotom) antara
lain berupa :
umur ˃45-50 tahun keluhan muncul pertama kali
adanya perdarahan hematemesisi/melena
BB menurun ˃10%
Anoreksia/rasa cepat kenyang
Riwayat tukak peptik sebelumnya
72
Muntah yang persisten
Anemia yang tidak diketahui penyebabnya
Pemeriksaan fisik. Tidak banyak tanda fisik yang dapat
ditemukan selain kemungkinan adanya nyeri palpasi epigastrium, kecuali
bila sudah terjadi komplikasi.
DIAGNOSA
Diagnosa pasti tuksk duodenum dilakukan dengan pemerisaan
endskopi saluran cerna bagian atas dan sekaligus dilakukan biopsi
lambung untuk deteksi H pylori atau dengan pemeriksaan foto barium
kontras ganda.(2)
Diagnoso banding
Dispepsia non ulcer
Tukak lambung
Penyakit pengkreatobilier
Penyakit chorn’s pada gastroduodenal
Tumorsaluran cerna bagian atas
komplikasi
komplikasi yang dapat timbul umunya adalah:
Perdarahan : hematemesis/melena dengantanda syok apabila
perdarahan masif dan perdarahan tersembunyi yang kronik
menyebabkan anemia defisiensi Fe
Perforasi : nyeri perut menyeluruh sebagai tanda peritonitis
Penetrasitukak yang mengenai pankreas: timbul nyeri tiba-tiba tembus
kebelakang
Obstruksi outletbila ditemuan gejala mual + muntah, perut kembung
dan adanya suara deburan sebagai tanda retensia udara dan ciran, dsn
berat badan menurun
Keganasan dalam duodenum
Menejemen
73
Pada umumnya menejemen dan pengobatan tukak peptik/TD
dilakukan secara medikamentosa, sedangkan cara pembedahan dilakukan
apabila terjadi komplikasi seperti perforasi, obstruksi danpendarahan yang
tidak dapat diatasi.
Tujuan dari pengobatan adalah 1. Menghilangkan gejala-gejala
terutama nyeri epigastrium 2. Mempercepat penyembuhan tukak
secarasempurna 3. Mencegah terjadinya komplikasi 4. Mencegah
terjadinya kekambuhan.
Penggunaan obat-obatan
TD kausa H pylori. untuk mencapai tujuan terapi, maka eradikasi
H.pylori merupakan tujuan utama. Walaupaun antibiotik mungkin cukup
untuk terapi TD dengan H.pylori, namun kombinasi dengan penghambat
pompa proton (PPI) dengan 2 jenis antibiotik (triple therapy) merupakan
cara terapi tebaik.
Kompinasi tersebut adalah :
a. PPI 2 x 1 (tergantung mg preparat tang dipakai)
Amiksilin 2 x 1 g/hari
Klaritomisin 2 x 500 mg
b. PPI 2 x 1
Amoksilin 2 x 1 g/hari
Metronidazom 2 x 500 mg
c. PPI 2 x 1
Klaritomisin 2 x 500 mg/hari
Metronidazom 2 x 500 mg
Masing-masing diberikan selam 7-10 hari
Jenis-jenis preparat dan kemasan PPI yang ada: omeprazol 20mg,
rabebrazol 10mg, pantoprazol 30mg, dan osomeprazol magnesium
20/40mg.
H.pylori disertai penggunaan OAINS. Eradikasi H.pylori sebagai
tindakan utama tetap dilakukan dan bila mungkin OAINS spesifik COX-2
74
inhibitor yang mempunyai efek merugikan lebih kecil pada
gastroduodenal.
Penyembuhan akan tetap sama pada TDP kausa H.pylori sendiri
atau bersama-sama dengan OAINS yaitu dengan menggunakan PPI untuk
meningkatkan pH lambung diatas 4. Penggunaan OAINS terus-menerus
setelah eradikasi H.pylori perli diberikan PPI sebagai upaya pencegahan
terjadinya komplikasi.
TD kausa OAINS. Penggunaan OAINS terutama yang memblokir
kerja COX-1 akan meningkatkan kelainan struktur gastroduodenal. Oleh
karena itu penggunaan OAINS pada pasien-pasien dengan kelainan
muskuloskeletal yang lama harus disertai dengan obat-obatan yang dapat
menekan produksi asam lambung seperti reseptor antagonis H2 (H2RA)
atau PPI dan diupayakan pH lambung diatas 4 atau dengan menggunakan
obatsintetik prostaglandin (misoprostal 200 µg/hari) sebagai sitoprotektif
apabila penggunaan OAINS tidak dapat dihentikan.
Pencegahan /meminimalkan efek sampaing OAINS, yaitu
Jika mungkin menghentikan pemakaian OAINS , walaupun biasanya
tidak memungkinkan pada penyakit atritis seperti osteoatritis (OA),
rematod atritis (RA).
Menggunakan preparat OAINS (prodrg, OAINS terikat pada bahan
lain seperti Nitrit Oxide (NO))
Pemberian obat spesifik COX-2 inhibitor walaupun hal ini tidak 100%
mencegah efek samping pada gastroduodenal.
Pemberian obat secara bersamaan dengan pemberian OAINS seperti
H2RA, PPI atau prostaglandin
TD non-H.pylori non- OAINS. Pada TD yang hanya disebabkan
oleh peningkatan asam lambung , maka terapi dilakuna dengan
memberikan obat yang dapat menetralisir asam lambung dalam lumen atau
obat yang menekan produksi asam lambung dan yang terbaik adalah PPI.
75
Antasida. Obat ini dapat meyembuhakan tukak namun dosis biasanya
lebih tinggi dan digunakan dalam jangka waktu yang lebih lama dan
lebih sering (tujuh kali sehari dengan dosis total 1008 mEq/hari)
dengan komplikasi diare yang mungkin terjadi. Dari penelitian lain
antasida sabagai obat untuk menetralisir asam, cukup diberikan 120-
240 mEq/hari dalam dosis terbaik.
H2 Receptor Antagonis (H2RA). Obat ini berperan menghambat
pengaruh histamin sebagai mediator untuk sekresi asam melalui
reseptor-2 pada sel pariental, tetapi kurang berpengaruh terhadap
sekresi asam melalui pengaruh kolinergik atau gastrin prostaglandin.
Beberapa jenis preparat yang dapat digunakan seperti :
- Cimetidin 2 x 400mg/hari atau 1 x 800mg pada malam hari
- Ranitidin diberikan 300mg sebelum tidur malam atau 2 x 150mg/hari
- Famotidin diberikan 40mg sebelum tidur malam atau 2 x 20mg/hari
Masing-masing diberikan selama 8-12 minggu depan dengan
penyembuhan sekitar 90%.
Proton pump inhibitor (PPI). Merupakan obat pilihan untuk PTP,
diberikan sekali sehari sebelum sarapan pagi atau juka perlu 2 kali sehari
sebelum makan pagi dan malam hari, selama 4 minggu dengan tingkat
penyembuhan di atas 90%.
Obat lain seperti sukralfat 2 x 2 gr sehari, atau 4 x 1 gr sehari berfungsi
menutup permukaan tukak sehingga menghindari iritasi/pengaruh asam-
pepsin dan gram empedu; dan disamping itu mempunyai efek tropik.
Pemeriksaan penunjang : Radiologi dan Endoskopi
Pemeriksaan radiologi dengan barium meal kontras gandu dapat di
gunakan untuk menegakkan diagnosa tukak peptik, tetapi akhir-akhir ini
berhubung para ahli radiologi sudah lebih memantapkan diri pada
radiologi intervensional dan pakar gastroenterologi sudah
mengembangkan diri sedemikian maju dalam bidang diagnostik dan terapi
76
endoskopi maka untuk diagnostik tukak peptik lebiih dianjurkan
pemeriksaan endoskopi. Disamping itu untuk memastikan diagnosa
keganasan tukak gaster harus dilakukan pemeriksaan histopatologi,sitologi
brushing dengan biopsimelalui endoskopi.
Biopsi diambil dari pinggiran atau dasar tukak minimal 4 sampel
untuk 2 kuadran, bila ukuran tukak besar diambil sampel dari 3 kuadran
dari dasar, pinggir dan sekitar tukak (minimal 3 x 2= 6 sampel). Dengan
ditemukan kuman helicobacter pylori sebagai etiologi tukak peptik maka
dianjurkan pemeriksaan tes CLO, serologi, dan UBT dengan biopsi
melalui endoskopi.
Gambaran radiologi suatu tukak berupa creater/kawah dengana
batas jelas disertai lipatan mukosa yang teratur keluar dari pingiran tukak
dan niche dan gambaran suatu proses keganasan lambung biasanya
dijumpai suatu filling defect. Gambaran endoskopi untuk suatu tukak jinak
berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa licin dan normal
disertai lipatan yang teratur keluar dari pinggiran tukak. Gambaran tukak
gaster akibat keganasan adalah: boorman I/ polipoid. B-II/ulceratif,
B-III/infiltratif, B-IV/linitis plastika (scirrhus). Karena tingginya kejadian
keganasan pada tukak gaster (70%) maka dianjurkan untuk dilakukan
biaopsi dan endoskopi ulang setelah 8-12 minggu terapi eradikasi.
Kelebihan endoskopi dibanding radiologi: 1). Lesi kecil diameter
˂0,5 cm dapat dilihat, dilakukan pembuatan foto dokumentasi adanya
tukak, 2). Lesi yang ditutupi noleh gumpalan darah dengan penyemprotan
air dapat dilihat, 3). Radiologi tidak dapat memastikan apakah suatu tukak
ganas atau tidak, tidakdapat menentukak adanya kuman HP sebagai
penyebab tukak
Sugesti seseorang menderita penyakit tukak perlu dipikirkan bila
ditemukan : 1). Adanya riwayat tukak pasien dalam keluarga, 2). Rasa
sakit klasik dengan keluhan spesifik, 3). Faktor predisposisi seperti
pemakaian OAINS, perokok berat dan alkohol, 4). Adanya penyakit
77
seperti PPOK dan sirosis hati, 5).adanya hasil positif kuman HP dari
serologi/ IgG anti HP atau UTB.
DIAGNOSIS
Diagnosa tukak gaster ditegakkan berdasarkan : 1). Pengamatan
klinis, sispepsia (sakit dan discomport), kelainan fisik yang dijumapi,
sugesti pasien tukak. 2). Hasil pemeriksaan penunjang (radiologi dan
endoskopi). 3). Hasil biopsi untuk pemeriksaan tes CLO, histopatologi
kuman HP.diferensial diagnosa tukak peptik; 1). Dispepsia non tukak;2).
Dispepsia fungsional;3). Tumor lambung/saluran cerna atas
proksimal;4).gastroesofageal refluks disease (GERD); 5). Penyakit
vascular; 6). Penyakit pangkreato bilier;7). Penyakit gastroduodenal
Crohan’s .
Komplikasi tukak
Komplikasi menurun setelaah datangnya obat ARH2/ PPI dan
terapi eradikasi kuman HP. Komplikasi terdiri atas: 1). Perdarahan ;2).
Perforasi/penetrasi;3). Obtruksi/stenosis.
Perdarahan. Insiden 15-25%, meningkat pada usia lanjut (˃60
tahun) akibat adanya penyakit degeneratif dan meningkatnya pemakaian
OAINS (20% tanpa simtom dan tanda penyakit sebelumnya). Sebagian
besar perdarahan berhenti sepontan,sebagian memerlukan tindakan
endoskopi terpi, bila gagal dilanjutkan dengan tindakan operasi (5% dari
pasien yang memerlukan transpusi darah). Pantozol/PPI 2 amp/ 100 cc
NaCL0. 9 drips selam 10 jam secara pariental dan diteruskan beberapa
hari dapat menurunkan kejadian ulang perdarahan, pemberian transfusi
dengan memperhatikan tanda-tanda hemodinamik: 1). Tekanan darah
sistol ˂100 mmHg; 2). HB ˂10 gr%; 3). Nadi ˃100/menit; 4). HT˂ 30/jam
duanjrkan pemberian transfusi dengan darah segar sampai HT≥ 30.
Perforasi,rasa sakit tiba-tiba,sakit berat,sakit difus pada perut.
Insidensi 6-7%, hanya 2-3%mengalami peprforasi terbuka ke peritoneum,
10% tanoa keluahan/tanda perforasi dan 10% disertai perdarahan tukak
dengan mortalitas yang meningkat. Insiden perfrasi meningkat pada usia
78
lanjut karna peroses aterosklerosis dan meningkatnya pengunaan OAINS
perforasi tukak gaster biasanya kelobus kiri hati, dapat menimbulkan
vistula gastro kolik. Penetrasi adalah suatu bentuk perforasi yang tidak
terbuka/tanpa pengeluaran isi lambung karna tertutup oleh omentum/organ
perut disekitar. Terapi perforasi: dekompresi, pemasangan nasogatrik tube
,aspirasi cairan lambung terus menerus, pasien dipuasakan, diberi nutrisi
parenteral total dan pemberian antibiotik diikuti tindakan operasi.
Stenosis pilorik/gastric oulet obstruction:insidensi 1-2% dari
pasien tukak. Keluhan pasien akibat obsruksi mekaniaka berupa cepat
kenyang, muntah berisi makan tak tercerana,mual,sakit oerut setelah
makan/post prandial,berat badan turun.(2)
Kejadian obstruksi bisa temporel akibat peradangan daerah
peripilorik timbul odema,spasme. Ini kana membaik bila keradangan
sembuh. Pengahambatan pompa proton (PPI) amp dalam 100cc NaCL 0,9
diberiselam 10 jam dan dapat diteruskan selama beberapa hari (7-10 hari)
hingga obtruksi hilang
Bisa obstruksi permanen akibat fibrosa dari suatu tukak sehingga
mekanisme pergerakan antro duodenal terganggu.
Terapi: dekompresi, pasang nasogatrik tube, dan aspirasi isi
lambung, puasa/TPN, dilanjutkan dengan pemasangan balon dilatasi
dengan endoskopi dan bila gagal dilakukan tindakan opersi pilorplasti.
TERAPI
Tujuan terapi adalah: 1). Menghilangkan
keluhan/simtom(sakit/dispepsia) ;2). Menyembuhkan/memperbaiki
kesembuhan tukak;3). Mencegah krkambuhan/rekurensi tukak;4).
Mencegah komplikasi walaupun tukak gaster atau tukak duodeni sedikit
berbeda dalam patofisiologi tetapi respon terhadap terpi sama. Tukak
gaster biasanya ukurannya lebih besar, akibatnya memerlukan waktu terapi
yang lebih lama. Untuk pengobatan tukak gaster sebaiknya dilakukan
biopsi untuk menyingkirkan adanya suatu keganasan/kanker lambung.
79
Terapi terdiri dari: 1). Non-medikamentosa,2). Medikamentosa,3).
Tindakan opersi.
Non medikamentosa
Istirahat. Secara umum pasien tukak dianjurkan pengobatan rawat
jalan, bila kurang berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap
dirumah sakit. Di inggris 25% pasien tukak peptik dengan keluhan tanpa
pengbatan bisa bekerja normal, 50% pasien tukak dengan keluhan, disertai
pengobatan bisa bekerja normal, sedang 25% dengan komplikasi harus
rawat inap/rumah sakit. Penyembuhan akan lebih cepat dengan rawat inap
walauapun mekanismenya belum jelas, kemungkinan oleh bertambahnya
jam istirahat berkurangnya refluks empedu, stres dan penggunaan
analgetik. Stres dan kecemasan memegang peran dalam peningkatan asam
lambung dan penyakit tukak. Walaupun masih ada saling silang pendapat
mengenai hibungan stres dengan asam lambung, sebainya pasien hidup
tenang dan menerima stres dengan wajar.
Secara klinik pasien dengan keluhan dispepsia (tidak mempunyai
simtom alarem dan usia dibawah 45 tahun).dapat dilakaukan terapi
empiris;1). Dismotolitas like,keluhan cepat kenyang/rasa penuh diberi
prokinetik, antasida, ARH2/PPI;2). Refluks like, rasa terbakar ulu hati
diberi prokinetik PPI/dosis ganda; 3). Ulcer like,keluhan nyeri, muntah
sakit tengah malam/HPFR diberi PPI/ARH2;4). Tidak jelas diberi terapi
campuran.
Selain melakukan terapi empiris pada pasien dispepsia
univestigated dapat dilakukan pendekatan melalui 3 cara;
1. Empiris, berdasarkan simtom predominal (tidak ada tanda alarem
dan umur ˂40 tahun)
2. Test and treat (priksa HP dengan UBT, serologi, validate)dan bila
HP(+) diberi terapi eradikasi.
3. Prompet endoskopi (˃55%) investigated dispepsia (ada tanda
alarem,umur ˃40 tahun). Terapi berdasarkan lesi yang dijumpai.
80
Diet. Makanan lunak apalagi bubur sering , makanan yang
mengandung susu tidak lebih baik dari makanan biasa, karena makanan
halus dapat bmerangsang pengeluaran asam lambung. Cabai, makanan
merangsang, makanan yang mengandung asam akan menimbulkan rasa
sakit pada beberapa pasien tukak dan disapepsia non tukak, walaupun
belum didapat bukti keterkaitanya. Pasien kemungkinan mengalami
intoleransi terhadap beberapa jenis makanan tertentu atau makanan
tertentu mempengaruhi motilitas gaster. Dalam hal ini dianjurkan
pemberian makanan dalam jumlah yang moderat atau menghindari
makanan tersebut. Pandangan masa kini makanan tidak mempengaruhi
kesembuhan tukak. Beberapa penelitian menganjurkan makanan biasa,
lunak, tidak merangsang dan diet seimbang.
Merokok menghalangi penyembuhan tukak gaster kronik,
menghambat sekresi bikarbonat pangkreas, menambah keasaman bulbul
duodeni, menambah refluks duodenogastrik akibat relaksasi sfingter
pilorus sekaligus meningkatkan kekambuhan tukak. Merokok tidak
mempengaruhi sekresi asam lambung tetapi memperlambat kesembuhan
luka tukak serta meningkatkan angka kematian karena efek peningkatak
kekambuhan penyakit saluran pernafasan, penyakit paru ostruksi menahun
(PPOM) dan penyakit jantung koroner.(2)
Alkohol belum terbukti mempunyai bukti yang merugikan.air jeruk
yanag asam, coca cila, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik
pada mukosa lambung tetapi dapat menambah sekresi asam lambung dan
belum jelas dapat menghalangi npenyembuhan tukak dan sebaiknya
diminum jangan sewaktu perut kosong. Perubahan gaya hidup dan
pekerjaan kadang-kadang menimbulkan kekambuhan penyakit tukak.
Obat-obatan. OAINS sebaiknya dihindarai. Pemberian secara
parenteral (supositoria dan injeksi) tidak terbukti lebih aman. Bila
diperlukakn dosisi OAINS diturunkan atau dikombinasi dengan
ARH2/PPI/misoprostrol. Pada saat ini sudah tersedia COX-2 inhibitor
yang relatif untuk penyakit OA/RA yang kurang menimbulkan keluhan
81
perut. Pemakaian aspirin dosis kecil untuk pasien kardiovaskular belum
terjamin tidak terjadi kerusakan mukosa lambung. Penggunaan
parasetamol dan kodein sebagai analgetik dapat dipetimbangkan.
Garis besar pengobatan tukak lambung saat ini dengan melakukan
eradikasi PH dan pencegahan/pengobatan OAINS .
Memdikamentosa
Antasida.pada saat ini antasida sudahjarang ditemukan, antasida
sering digunakan untuk menghilangkan keluhan rasa sakit/dispepsia. Pada
masa lalu sebelum kita kenal adanya ARH2 yang dapat memblokir
pengeluaran asam, antasida adalah obat satu-satunya untuk tukak peptik.
Preparat yang mengandung magnesium dapat menyebabkan BAB/tidak
berbentuk/liise, tidak dianjurkan pada gagal ginjal karena menimbulkan
hipermagnesemia dan kehilangan fosfat sedangkan alumunium
menyebabkan konstipasi dam neurotoksik tapi bila kombinasi kedua
komponen saling mengilangkan efek samping sehingga tidak terjadi diare,
ataupun konstipasi.(2)
Dosis: 3 x 1 tablet, 4x 30 cc (3 kali sehari dan sebelum tidur 3 jam
setelah makan). Efek samping berinteraksi dengan obat digitalis,INH,
barbiturat, silsilat dan kinidin. Antasida yang mengandung calcium
carbonat menibulkan MAS/Milk Alkaline syndrome (hiperkalasemia,
hiperfosfatemia,renal calcinosis) dan berprogresif kearah gagal ginjal.
Obat penangkal kerusakan mukus
Koloid Bismuth (coloid Bismuth Subsitrat/ CBS dan bismuth
SubSalisilat/BSS). Mekanisme kerja belum jelas, kemungkinan
membentuk lapisan penangkal bersama protein pada dasar tukak dan
melindunginya terhadap pengaruh asam dan pepsin, berikatan dengan
pepsin sendiri, merangsang sekresi PG, bikarbonat, mukus. Efek samping
jangka panjang dosis tinggi khusus CBS neuro toksik.
82
Obat ini mempunyai efek penyembuhan hampir sama dengan
ARH2 serta adanya efek bakterisida terhadap helicobacter pylori sehingga
kemungkinan relaps berkurang.
Dosis : 2 x 2 tablet sehari. Efek samping tinja berwarna
kekhitaman sehingga menimbulkan keraguan dengan perdarahan.
Sukralfat. Suatu komplek garam sukrosa dimana grup hidroksil
diganti dengan aluminium hidroksida dan sulfat.
Mekanisme kerja kemungkinan melalui pelepasan kutub
aluminium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul
protein membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar tukak, yang
melindungi tukak dari pengaruh progresif asam dan pepsin. Efek lain
membantu sintesa prostaglandin, kerja sama dengan EGF, menambah
sekresi bikarbonat dan mukus, meningkatkan daya pertahanan dan
perbaikan mukosal. Efek samping knstipasi, tidak dianjurkan pada gagal
ginjal kronik. Dosis :4 x 1 gram sehari.
Prostaglandin. Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam
lambungmenambah sekresi mukus, bikarbonat dan meningkatkan aliran
darah mukosa serta pertahanan dan perbaikan mukosa. Efek penekana
sekresi asam lambung kurang kuat dibandingkan dengan ARH2. Biasanya
digunakn sebagai penangkal terjadinya tukak gaster pada pasien yang
mengunakan OAINS. PGE1/misoprostal yang telah diakui oleh FDA.
Dosis 4 x 200 mg atau 2 x 400 mg pagi dan malam hari. Efek
samping diare, mual, muntah dan menimbulkan kontraksi otot
uterus/perdarahan sehingga tidak dianjurkan pada perempuan yang bakal
hamil dan yang menginginkan kehamilan.
Antagonis reseptor H2/ARH2 (simetidin, ranitidin, pamotidin,
nizatidin), stuktur homolok dengan histamin. Mekanisme kerjanya
memblokir efek histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat
dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung. Inhibisi ini bersifat
reversibel. Pengurangan sekresi asam posprandial dan dukturnal, yaitu
83
sekresi noktirnal lebih dominan dalam rangka penyembuhan dan
kekambuhan tukak /sikardial.
Dosis terapeutik :
Simetidin : dosis 2 x 400 mg atu 800 gr malam hari
Ranitidin : 300 mg malam hari
Nizatidin : 1 x 300 mg malam hari
Famotidin : 1 x 40 mg malam hari
Roksatidin : 2 x 75 mg atau 150 malam hari
Dosis terapetik dari keempat ARH2 dapat menghambat sekresi
asam dalam potensi yang masih sama, tetapi efek samping simetidin lebih
besar dari fomatidin karena dosis terapeutik lebih besar.
Dosis pemeliharaan : simetidin 400 mg dan ranitidin 150 mg,
nizatidin 150 mg, roksatidin 75 mg malam hari. Efek samping sangat kecil
antara lain agranulositosis, pansitopenia,neutropenia anemia dan
trombositopenia (0,01 s/d 0,2 %), genekomastia, konfusi mental khusus
pada usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dijummpai terutama
pemberian simetidin.
Pronton pump inhibitor /PPI (omeprazol, lansoprazol,
pantoprazol, rabeprazol, esomesoprazol). Omeprazol dan lansoprazol obat
terlama digunakan, keasaman labil dalam bentuk enterik coated granules,
dipecah dalam usus dengan pH 6. Rabebprazol dan pantoprazole enterik
coated tablet, lipofilik terperangkap kedalam sistem tubolovesikular dan
kanalikuli.
Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim K+H+- ATPase
yang akan memecah K+H+- ATP menghasilkan energi yang digunakan
untuk mengeluarkan asam HCL dari kanalikuli sel pariental kedalam
lumen lambung.
Esomeprazole adalah sangat potensial karena punya isomir optik S
dan R. Efek penekanan asam PPI maksimal 2-6 jam dan lamanya efek
kerja 72-96 jam. PPI mengganggu absorpsi daro pbat ampisilin,
ketonazole, besi dan oksigen.
84
Dosis :
Omeprazole 2x20 mg/standard dosis atai 1 x 40 mg/double dosis
Lansoprazole/pantoprazol 2 x 40 mg/standard dosis atau 1 x 60
mg/double dosis
Pengunaan jangka panjang dapat menimbulkan gastrin darah dan
dapat menimbulkan tumor karsinoma pada tikus percobaan sebelum
terbukti pada manusia. Rabeprazol, esomesiprazole pantoprazol sebaiknya
jangan dikombinasi dengan pengunaan walfarin, penitoin dan diazepam.
PPI mencegas pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli,
mnyebabkan pengurangan rasa sakit pasien tukak, mengurangi aktifitas
faktor agresif pepsin dengan pH˃4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh
regime triple drings.(2)
PENATALAKSANAA INFEKSI HELICOBACTER PYLORI
Seleksi khusus Pasien dengan HP positif yang mendapat terapi
eradikasi dibagi menjadi 3 kelompok :
Sangat dianjurkan : tukak duodeni, tukak gaster, pasca reseksi
kanker lambung dini, limfoma MALT.
Dianjurkan : dispepsia tipe tukak, gastritis kronik aktif berat
(gambaran PA, gastripati OAINS, gastritis erosiva berat,grastisitis
hipertropik).
Tidak dianjurkan : pasien asimtomatik (kelompk studi HP indonesia,
KSHPI) saat ini beberapa konsensus telah disepakati antara lain : NIH/
national institute of health consensus development (USA), America
Digestive Health Foundation, Europea Maastrich Consensus, Asia Pacific
Consensus Conference, KSHPI Indonesia (Kelompok Studi HP Indonesia)
Konsensus :HP pada tukak peptik dianjurkan umtuk dieradikasi,
tidak tergantung apakah episode pertama atu tidak keparahan keluhan,
terdapatnya faktor pemberat seperti OAINS atau sedang masa renisi
tukak. Tukak dengan HP positif (serologi validated & UBT), dianjurkan
untuk dieradikasi MALT limfoma akan mengalami kesembuhan lebih
85
separuhnya bila dieradikasi HP. Eradikasi HP pada dispepsia non tukak
untuk mencegah keganasan lambung atau pasien GERD dimana
pemakaian obat harus diberi waktu lama masih kontropersial.
Terapi dual dengan antibiotik
Seandainya akan diberikan terapi dual antara PPI/ARH2 dengan
salah satu antibiotik tidak dianjurkan karena : efek eradikasi sangan
minimla kurang dari 80% dan cepat menimbulkan resisten kuman
Regimen terapi
Terapi tripel. Secara historis regimen terapi eradikasi yang pertama
digunakan adalah : bismuth, metronidazon, tetrasiklin. Regimen triple
terapi (PPI 2 x 1, amoksilin 2 x 1000, kloritromisin 2 x 500, metronidazol
3 x 500, tetrasiklin 4 x 500) yang banyak digunakan saat ini :
1. Proton pump inhibitor (PPI) 2 x 1 + amoksilin 2 x 1000 +
kloritromisin 2 x 500 regimen terbaik
2. PPI 2 x 1 + metronidazol 3 x 500 kloritromisin 2 x 500 (bila alergi
penisilin )
3. PPI 2 x 1 + metronidazol 3 x 500 + amoksilin 2 x 1000 kombinasi
yang termurah
4. PPI 2 x 1 + metronidazol 3 x 500 + tetrasiklin 4 x 500 bila alergi
terhadap klaritronisisndan penisilin
Dari laporan-laporan uji klinis di berbagai negara, obat golongan
PPI mempunyai efek yang hampir sama dalam terapi eradikasi HP.
Dosis
PPI (omeprazol) 2 x 20 mg
Amoksilin 2 x 1000 mg
Klaritromisin 2 x 500 mg
Metronidazol 3 x 500 mg
Tetrasiklin 4 x 500 mg
Bismuth 4 x 120 mg
86
Lama pengobatan eradikasi HP 1 minggu (esomesoprazoli), 5 hari
labebrazoli. Ada anjuran lama pengobatan eradikasi 2 minggu, untuk
kesembuhan tukak, bisa dilanjutkan pemberian PPI selama 3 – 4 minggu
lagi. Keberhasilan eradikasi sebaiknya diatas 90%. Efek samping triple terpi
20-30%.
Kegagalan pengobatan eradikasi biasanya karena timbulnya efek
samping dan compliance dan resisten kuman. Infeksi dalam waktu 6 bulan
pasca erasikasi biasanya suatu rekrudensi dengan infeksi kuman lain.
Tujuan eradikasi HP : 1). Mengurangi keluhan/ simtom, 2).
Penyembuhan tukak, 3). Mencegah kekekambuhan (4% dibanding 59% TL,
6% dibanding 67%/TB).
Eradikasi selain dapat mencegah kekambuhan tukaka juga mencegah
perdarahan dan keganasan.
Terpi kuadrupel. Jika gagal dengan terapi triple maka dianjurkan
memberikan regimen terapi kuadrupel yaitu : PPI 2 kali sehari, bismuth
subsalisilat 4 x 2 tab, MNZ 4 x 250, tetrasiklin 4 x 500, bila bismuth tidak
tersedia diaganti denga triple terapi.
Kombinasi PPI, amoksilin dan ripabutin selama 10 hari hasil ˃80%
tereradikasi pada pasien yang telah resisten dapat dianjurkan, bila belum
juga berhasil dianjurkan pultur dan tes sensitifitas.
Tukak gaster reprakter adalah tukak yang belum sembuh walaupun
telah diberi terapi eradikasi penuh selama 14 hari diikuti pemberian PPI
selama 10 minggu lagi (total 12 minggu) dengan sarat :1). Obat tetap
dimakan / kompliance. 2). Bukan suatu keganasan; 3). Tidak sedang
mengalami infeksi HP, tidak mengunakan OAINS dan bukan perokok berat;
4). Diagnosa benar (bukan crohan’s, SZE, amicloidosis sarcaidosis, TBC,
sipilis) bukan keganasan
Tukak reprakter bisa sembuh lebih 90% bila dosis PPI ditingkatkan/
dosis ganda omeprazole 40 gr, Lansoprazole 60 mg bila inipun masih gagal
dilakukan tindakan oprasi elektif.
87
Untuk daerah resistensi yang tinggi terhadap metronidazol, maka
dapat digantikan dengan regimen PPI + bismuth + tetrasiklin +
amoksilin.bila bismuth tidak tersedia diganti dengan triple druges. (PPI,
amoks, clary)
TINDAKAN OPERASI.
1. Elektif (tukak reprakter/gagal pengobatan)
2. Darurat (komplikasi ; perdarahan, perforasi,stenosis, pilorik)
3. Tukak gaster dengan sangkaan keganasan (corpus dan pundus, 70%
keganasan)
Tindakan operasi saat ini prekuensinya menurun akibat
keberhasilan terapi medikal mentosa dan endoskop terapi. Tukak refrakter
saat ini jarang dijumpai.
Prosedur perasi yang dilakukan pada penyakit tukak gaster
ditentukan adanya penyertaan tukak duodenum : 1. Tukak antrum
dilakukan anterektomi (termasuk tukaknya) dan bilroth 1 anastomosis/
gastroduodenostomi, bila disertai TD dilakukan pagotomi. Tingginya
kejadian rekurensi tukak pasca operasi maka prosedur ini kurang
diminati.2. tukak gaster dekat EG juncetion tindakan operasi dilakukan
lebih radikal/subtotal gastrektomi dengan roux-en-Y/esofagogastro
jejunostomi (prosedur csendo). Bila keadaan pasien kurang baik lokasi
tukak. Proksimal dilakukan prosedur Kelling Madlener termasuk
anterektomi,biopsi tukak intraoperatif dan vagotomi, rekurensi tukak 30%.
Komplikasi operasi :
Primer akibat perubahan anatomi gaster paska operasi
Semakin radikal tindakan operasi semakin kurang kekambuhan
tukak tapi semakinj meningkat komplikasi paska operasi.
Morbiditas operasi ˂1-5% motalitas ˂1%
1. Tukak rekurensi/kambuh
2. Sindrom afferen loop
3. Sindrom dumping
88
4. Diare paska vagotomi
5. Gastropati refluks empedu (belum terbukti refluks menyebabkan
tukak, terapi cisapride)
6. Malabsorbsi dan maldigestif
7. Adenokarsinoma lambung (refluks alkali, proliferase
bakteri,hiposiditas,endoskopi ulangan dilakukan untuk mendeteksi
timbulnya keganasan)
PROBLEM KHUSUS TUKAK GASTER
Tukak stres (stress ulcer)
Dijumpai erosi yang multipel pada daerah pundus dan korpus
lambungyang biasanya tanpa keluahan/asimtomatik. Kadang-kadang
disertai hematemesis atau melena. Konfirmasi diagnosa lebih baik dengan
endoskopi karena letak tukak stres agak superfisial kadang-kadang ditutupi
gumpalan darah yang tidak akan dilihat dengan foto lambung. Tukak stres
sering dijumpai pada kasus-kasus berat yang dirawat di unit gawat darurat
yang biasanya akibat luka bakar/curling’s ulcer.
Bagaiman timbulnya suatu tukak sters belum jelas, kemungkinan
akibat kurang baiknya sirkulasi darah kelambung/renjatan, pengaruh
garam empedu dan malnutrisi. Tidak dijumpai adanya hipersekresi asam
lambung dan luka biasanya sembuh dalam bebrapa hari.
Tukak akibat obat/drug induced ulcer/gastrotopi OAINS
Terapi tukak gastropati OAINS intervasi pengobatan :
Mencegah timbulnya tukak (selektip Cox2 inhibitor)/profilaksis
(misoproston 4 x 250 / PPI pada gastropati OAINS menyembuhkan
tukak aktif (OAINS distop diberi ARH2/PPI,OAINS diteriskan
diberi PPI)
Infeksi helicobacter pylori (eradikasi bila tukak aktif atu pernah
menderita tukak peptik ).
89
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Sistem pencernaan atau gastrointestinal terdiri dari beberapa organ, yaitu
mulut, esofagus, gaster, colon dan anus.Sistem pencernaan akan terganggu apabila
salah satu atau beberapa organ pencernaan terjadi inflamasi, kerusakan, maupun
ketidak normalan.
Salah satu tanda dan gejala dari gangguan saluran cerna adalah muntah
darah, BAB hitam dll, dan yang perlu di lakukan adalah membedakan apakah hal
tersebut berasal dari gangguan system pencernaan atas atau bawah
Beberapa penyakit saluran cerna adalah Gastroesofageal refluks disease,
gastritis, tukak gaster, tukak duodenum. Dan memiliki penanganan yang berbeda
dari setiap penyakit.
90
DAFTAR PUSTAKA
1. Scanlon, Valerie. 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3. Jakarta:
EGC
2. Setyohadi, Bambang (dkk). 2006. Ilmu penyakit Dalam (edisi keempat).
Jakarta. Departememen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
3. Sudoyo, W. Aru (Ed). 2009. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM, Jilid I,
Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. Hlm: 480 – 523
4. Shaheen NJ, Ritcher JE. (2009). “Barret oesophagus”. Lancet 373 (9666): 850
5. Blecker E, Schepke M, Sauerbruch T. (2005). “The role of endoscopy in
portal hypertension”. Dig Dis 23 (1): 11
6. Parva M, Finnegan M, Keiter C, Mercogliano G, Perez CM. (2009). “Mallory-
Weiss tear diagnosed in the immediate postpartm period: a case report”. J
Obstet Gynaecol Can 31 (8): 740
7. Orditura M, Galizia G, Sforza V, Gambardella V, Fabozzi A, Laterza MM,
Andreozzi F, Ventriglia J, Savatano B, Mabilia A, Lieto E, Ciardiello F, De
Vita F. (2014). “Treatment of gastric cancer”. World Journal of
Gastroenterology 20 (7): 1635
91