Lapsus TIK

36
BAB 1 PENDAHULUAN Ilmu anestesi melingkupi segala usaha untuk mempertahankan hidup dasar manusia. Oleh karena itu ilmu anestesi tidak hanya mencakup penanganan keadaan vital pasien di meja operasi tetapi lebih luas lagi. Salah satu ruang lingkup anestesi adalah terapi intensif. Terapi intensif adalah usaha kedokteran gawat darurat yang berorientasi pada usaha oksigenasi darurat, usaha pemulihan atau pemeliharaan fungsi sirkulasi dan fungsi serebral yang dilakukan secara simultan di ruang terapi intensif pada pasien yang mengalami kegagalan mendadak fungsi respirasi, sirkulasi, dan fungsi serebral yang masih memiliki harapan hidup. 1 Pada pasien dengan cedera kepala, tekanan intrakranial (TIK) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diobservasi karena bisa menyebabkan terjadinya cedera otak sekunder. Otak berada di dalam rongga kepala yang dibatasi oleh tulang tengkorak yang tidak fleksibel sehingga apabila terjadi peningkatan tekanan dalam otak, cairan yang mengelilingi otak tidak akan bisa kemana-mana. Hal ini akan mengganggu cerebral bloof flow (CBF) dan mengakibatkan terjadinya iskemik otak yang akan berakibat fatal bagi pasien. 2 Observasi terhadap peningkatan tekanan intrakranial paling sering dilakukan untuk memonitor 1

Transcript of Lapsus TIK

Page 1: Lapsus TIK

BAB 1

PENDAHULUAN

Ilmu anestesi melingkupi segala usaha untuk mempertahankan hidup dasar

manusia. Oleh karena itu ilmu anestesi tidak hanya mencakup penanganan

keadaan vital pasien di meja operasi tetapi lebih luas lagi. Salah satu ruang

lingkup anestesi adalah terapi intensif. Terapi intensif adalah usaha kedokteran

gawat darurat yang berorientasi pada usaha oksigenasi darurat, usaha pemulihan

atau pemeliharaan fungsi sirkulasi dan fungsi serebral yang dilakukan secara

simultan di ruang terapi intensif pada pasien yang mengalami kegagalan

mendadak fungsi respirasi, sirkulasi, dan fungsi serebral yang masih memiliki

harapan hidup.1

Pada pasien dengan cedera kepala, tekanan intrakranial (TIK) merupakan

salah satu faktor penting yang perlu diobservasi karena bisa menyebabkan

terjadinya cedera otak sekunder. Otak berada di dalam rongga kepala yang

dibatasi oleh tulang tengkorak yang tidak fleksibel sehingga apabila terjadi

peningkatan tekanan dalam otak, cairan yang mengelilingi otak tidak akan bisa

kemana-mana. Hal ini akan mengganggu cerebral bloof flow (CBF) dan

mengakibatkan terjadinya iskemik otak yang akan berakibat fatal bagi pasien.2

Observasi terhadap peningkatan tekanan intrakranial paling sering

dilakukan untuk memonitor keadaan intrakranial karena pencegahan dan kontrol

terhadap peningkatan tekanan intrakranial serta pemeliharaan cerebral perfusion

pressure (CPP) merupakan tujuan terapi dasar pada cedera kepala.2 Oleh karena

itu pasien cedara kepala yang berisiko mengalami gangguan perfusi aliran darah

ke otak sebaiknya dirawat du ruang terapi intensif untuk memperbaiki fungsi

respirasi, sirkulasi, dan fungsi serebral.

Fisiologi tekanan intrakranial serta mekanisme terjadinya peningkatan

tekanan intrakranial (hipertensi intrakranial) pada cedera kepala penting diketahui

sehingga kita mampu menangani pasien cedera kepalan dengan TIK yang tinggi.

1

Page 2: Lapsus TIK

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Pengenalan anatomi tengkorak berguna untuk memahami akibat dari

terjadinya cedera kepala dan patofisiologi terjadinya peningkatan TIK.

2.1.1 Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP, yaitu3,4:

1. Skin atau kulit, mengandung banyak kelenjar keringat dan kelenjar

minyak serta folikel rambut.

2. Connective tissue atau jaringan ikat, memiliki banyak pembuluh

darah dan saraf.

3. Aponeurosis, yaitu jaringan ikat yang berhubungan langsung

dengan tengkorak,

4. Loose areolar tissue, menyerupai spons karena berisi banyak ruamg

potensial yang bisa banyak menyerap cairan yang terbentuk akibat

cedera atau infeksi.

5. Pericranium, merupakan jaringan ikat padat yang membentuk

periosteum eksternal dari neurokranium.

2.1.2 Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak merupakan kerangka kepala, dibagi menjadi dua,

yaitu neurokranium dan viserokranium. Neurokranium adalah rangka

yang membungkus otak dan meningen. Neurokranium terdiri dari

kalvaria dan basis kranii. Neurokranium pada orang dewasa dibentuk

oleh delapan jenis tulang yaitu frontal, ethmoid, sphenoid, occipital,

temporal, dan parietal.3 Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga

cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan pada bagian dasara otak

akibat cedera akselerasi dan deselerasi.

2.1.3 Meningen

2

Page 3: Lapsus TIK

Selaput meningen menutupi otak terletak di bagian dalam kranium.

Fungsi meningen, yaitu untuk melindungi otak; membentuk kerangka

yang menyokong arteri, vena, dan sinus vena; serta membatasi ruang

subarachnoid yang memiliki fungsi vital bagi otak. Meningen terdiri

dari tiga lapis jaringan ikat, yaitu:

1. Dura mater: lapisan fibrosa eksternal yang tebal dan kuat.

2. Arachnoid mater: lapisan intermediet yang tipis.

3. Pia mater: lapisan internal bervaskuler yang lembut.3

Arachnoid dipisahkan dari pia mater oleh ruang subarachnoid

yang mengandung cerebrospinal fluid (CSF) yang merupakan cairan

yang berfungsi mempertahankan keseimbangan cairan ekstraseluler di

otak. 3

Dura mater melekat dengan tulang tengkorak. Jika terjadi proses

yang patologis, yaitu darah dari robekan pembuluh darah meningeal

mendorong periosteum sehingga menjauhi kranium, maka akan

terbentuk ruangan yang disebut epidural. Dura mater tidak melekat erat

dengan lapisan arachnoid di bawahnya sehingga terdapat ruang

potensial yang disebut dengan ruang subdural yang sering terjadi

perdarahan jika terjadi trauma.3

2.1.4 Otak

Otak manusia terdiri atas serebrum, serebelum, dan batang otak.

Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh

falks serebri yaitu lipatan dura mater yang berada di inferior sinus

sagitalis inferior. Batang otak terdiri dari mesencepalon, pons, dan

medulla oblongata. Mesencepalon dan pons bagian atas berisi sistem

aktivasi retikulasi yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan.

Pada medulla oblongata terdapat pusat vital kardiorespiratorik yang

terus memanjang sampai medulla spinalis dibawahnya. Jika terjadi lesi

walapun sedikit saja pada batang otak mampu menimbulkan defisit

neurologis yang berat. Sayangnya lesi pada batang otak tidak dapat

terlihat dengan jelas pada CT scan. Serebelum bertanggung jawab

3

Page 4: Lapsus TIK

dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan dan terletak di dalam fosa

posterior, berhubungan dengan medulla spinalis batang otak dan kedua

hemisfer serebri.

2.1.5 Cairan Serebrospinal

Cairan serebrospinal atau cerebrospinal fluid (CSF) merupakan cairan

jernih yang memiliki kandungan mirip plasma darah. CSF dibentuk di

choroid plexus dari keempat ventrikel otak dengan laju sekresi 400-500

ml per hari. Pleksus koroideus terletak utamanya dalam ventrikel

lateralis baik kanan maupu kiri, mengalir menuju foramen Munro ke

dalam ventrikel ketiga. Selanjutnya dalam ventrikel ketiga melanjutkan

diri melalui akuaduktus Sylvius menuju ventrikel keempat. Lalu keluar

dari system ventrikel dan masuk ke dalam ruang subarachnoid yang

berada di seluruh permukaan otak dan medulla spinalis.3,5

CSF akan diserap ke dalam sirkulasi vena melalui arachnoid

granulation yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Overproduksi

CSF, obstruksi aliran CSF, dan gangguan penyerapan CSF

mengakibatkan terjadinya kelebihan cairan pada ventrikel otak dan

pembesaran kepala sehingga terjadi kondisi yang disebut obstructive

hydrocephalus.3,6

Bersama-sama dengan meningen dan kalvaria, CSF berfungsi

sebagai bantalan untuk melindungi otak dari benturan. CSF

menyediakan nutrisi untuk otak tetapi mengandung lebih sedikit protein

dan memiliki kandungan ion yang berbeda dibandingkan dengan

plasma darah. CSF di ruang subarachnoid memberikan daya apung

terhadap otak sehingga mencegah berat otak menekan akar saraf cranial

dan pembuluh darah melawan permukaan dalam kranium.3

2.1.6 Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang

supratentorial dan ruang infratentorial. Mesensefalon (midbrain)

menghubungkan hemisfer serebri dan batang otak dan berjalan melalui

4

Page 5: Lapsus TIK

celah lebar tentorium serebeli yang disebut insisura tentorial. Nervus

okulomotor berjalan di sepanjang tentorium, dan saraf ini dapat tertekan

pada keadaan herniasi otak yang umunya diakibatkan oleh adanya

massa supratentorial atau edema otak. Sedangkan serabut parasimpatik

yang berfungsi sebagai konstriktor pupil berada pada permukaan nervus

okulomotor. Paralisis pada serabut ini akan mengakibatkan dilatasi

pupil, jika penekanan ini terus berlanjut maka akan menimbulkan gejala

deviasi bola mata ke lateral dan bawah.

Bagian otak besar yang sering mengalami herniasi melalui insisura

tentorial adalah sisi medial lobul temporalis yang disebut Girus Unku

juga menyebabkan penekanan traktus piramidalis yang berjalan pada

otak tengah. Traktus piramidalis atau traktus motorik penyilang garis

tengah menuju sisi berlawan pada level foramen magnum, sehingga

penekanan pada traktus ini menyebabkan paresis otot sisi tubuh

kontralateral.. dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegia kontralateral

sikenal sindrom klasik herniasi tentorial.5

2.2 Fisiologi

2.2.1 Tekanan Intrakranial

Tekanan intrakranial (TIK) merupakan tekanan dalam kranium

termasuk otak dan cairan serebrospinal (CSF), yang menggambarkan

tekanan pembuluh darah intrakranial. TIK dipertahankan secara

dinamis melalui produksi dan absorpsi CSF. Tekanan CSF dipengaruhi

oleh perubahan tekanan intratorakal dan intra abdominal secara tiba-

tiba, misalnya ketika seseorang batuk ataupun pada manuver valsava.

Satuan TIK diukur dalam millimeter air raksa (mmHg). Saat istirahat

dengan posisi supinasi, nilai TIK pada orang dewasa berkisar antara 10-

15 mmHg dan menjadi lebih negatif pada posisi vertikal. Perubahan

TIK dipengaruhi oleh perubahan volume satu atau lebih unsur-unsur

yang ada dalam kranium. Hipertensi intrakanial adalah peningkatan

tekanan intrakranial.5

5

Page 6: Lapsus TIK

Berbagai proses patologis dapat mengakibatkan kenaikan ataupun

penurunan TIK yang selanjutnya akan mengganggu fungsi otak dan

tentunya berdampak buruk terhadap kesembuhan penderita. TIK tidak

hanya menunjukkan adanya suatu masalah yang serius tetapi justru

sering merupakan masalah utamanya. TIK normal pada saat istirahat

kurang lebih 10 mmHg (136mmH2O), TIK lebih tinggi dari 20 mmHg

dianggap tidak normal dan mulai memerlukan tindakan sedangkan TIK

lebih dari 40 mmHg termasuk dalam kenaikan TIK berat. Semakin

tinggi TIK setelah cedera kepala, semakin buruk prognosisnya.

Demikian pula durasi terjadinya peningkatan TIK, semakin lama akan

semakin memperburuk prognosis.2,7,8,10

2.2.2 Doktrin Monro-Kellie

Doktrin Monro-Kellie menyatakan bahwa volume total dalam kranium

selalu tetap karena tulang tengkorak tidak elastis sehingga tidak bisa

mengembang jika ada penambahan volume. Pada kondisi normal,

volume intrakranial terdiri dari 80% jaringan otak, 10% CSF, dan 10%

darah. Peningkatan volume dari salah satu komponen ini, atau adanya

tambahan komponen patologis (misalnya hematom intrakranial), akan

menimbulkan kompensasi melalui penurunan volume dari komponen

lainnya untuk mempertahankan tekanan.2,9

Bila terdapat penambahan masa seperti hematoma akan

menyebabkan tergesernya CSF dan darah vena keluar dari ruangan

intrakranial dengan volume yang sama, TIK akan tetap normal. Namun

jika mekanisme kompensasi ini terlampaui maka kenaikan volume

sedikit saja akan menyebabkan kenaikan TIK yang tajam. Oleh karena

itu semua upaya ditujukan untuk menjaga agar TIK penderita tetap pada

garis datar kurva volume-tekanan dan tidak membiarkannya sampai

melewati titik dekompensasi.2,9

6

Page 7: Lapsus TIK

Gambar 1. Tekanan intrakranial akan tetap normal dengan peningkatan volume sampai titik dekompensasi tercapai. Di atas volume kritis ini, TIK akan meningkat dengan cepat.

2.2.3 Tekanan Perfusi Serebral

Tekanan perfusi serebral (cerebral perfusion pressure/ CPP) adalah

tekanan aliran darah ke otak, normalnya konstan karena adanya

autoregulasi. Tetapi jika nilai MAP (mean arterial pressure) atau ICP

(intracranial pressure) abnormal, tekanan perfusi serebral dihitung dari

pengurangan tekanan intrakranial terhadap MAP.10

Dapat ditulis dalam rumus:

CPP= MAP-ICP

Mempertahankan tekanan darah yang adekuat pada penderita cedera

kepala sangat penting karena setelah dilakukan berbagai penelitian

disebutkan bahwa tekanan perfusi otak adalah indikator yang sama

pentingnya dengan TIK. Peningkatan TIK menyebabkan penurunan

CPP dan aliran darah serebral yang bisa mengakibatkan iskemik

serebral sekunder.9 CPP kurang dari 70 mmHg umunya berkaitan

prognosis buruk pada penderita cedera kepala. Pada keadaan TIK tinggi

sangat penting untuk tetap mempertahankan tekanan darah yang

normal. Beberapa penderita tertentu bahkan membutuhkan tekanan

darah diatas nilai normal untuk mempertahankan CPP yang adekuat.

7

Page 8: Lapsus TIK

Mempertahankan CPP adalah prioritas yang sangat penting dalam

penatalaksanaan cedera kepala berat.

2.2.4 Aliran Darah Otak

Aliran darah otak normalnya 50 mL/100 gr jaringan otak per menit.

Bila aliran darah otak menurun sampai 20-25 mL/100gr/menit maka

aktifitas EEG akan hilang dan pada nilai 5mL/100gr/menit sel-sel otak

mengalami kematian dan terjadilah kerusakan sel yang menetap.5 Pada

penderita non trauma, fenomena autoregulasi mempertahankan aliran

darah pada tingkat yang konstan apabila MAP (mean arterial pressure)

berada dikisaran 50-160 mmHg. Bila MAP dibawah 50 mmHg, aliran

darah otak sangat berkurang dan bila MAP diatas 160 mmHg terjadi

dilatasi pasif pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah

meningkat. Mekanisme autoregulasi sering mengalami gangguan pada

penderita cedera otak sekunder karena iskemia akibat hipotensi yang

tiba-tiba. Sekali mekanisme kompensasi tidak bekerja diikuti kenaikan

TIK yang curam, perfusi otak akan berkurang jauh terutama pada

keadaan hipotensi.10 Oleh karena itu bila terdapat hematom intrakranial,

haruslah dikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah yang adekuat

tetap harus dipertahankan.

2.3 Hipertensi Intrakranial

Pada cedera kepala, TIK dapat mengancam nyawa bila meningkat sangat tinggi.

Namun anak-anak mampu mentoleransi TIK yang lebih tinggi dalam jangka

waktu yang lebih panjang. Peningkatan TIK pada cedera kepala paling banyak

disebabkan oleh hematom intrakranial atau edema serebral. Bila keadaan ini

berlanjut, maka dapat menyebabkan hidrosefalus, herniasi serebral, dan penurunan

aliran darah serebral. Hal ini dapat menyebabkan reflek bradikardi.4,5,6

Peningkatan TIK yang minimal akibat mekanisme kompensasi disebut dengan

hipertensi intrakranial stadium 1. Penambahan volume lesi lebih dari 100-120 ml

akan meningkatkan TIK secara drastis. Ini disebut sebagai hipertensi intrakranial

8

Page 9: Lapsus TIK

stadium 2. Tanda-tanda dari hipertensi intrakranial stadium 2, yaitu penekanan

oksigenasi neuronal dan vasokonstriksi sistemik arteriolar yang menyebabkan

peningkatan MAP dan CPP. Hipertensi intrakranial stadium 3 ditandai dengan

peningkatan TIK yang terus menerus, dengan perubahan TIK yang dramatis

namun sedikit terjadi perubahan volume. Pada stadium 3 ini jika nilai TIK

mendekati MAP, perfusi otak akan semakin buruk. Respon tubuh terhadap

penurunan CPP adalah peningkatan tekanan darah sistemik dan dilatasi pembuluh

darah otak. Hal ini menyebabkan peningkatan volume intrakranial yang makin

menambah kenaikan TIK dan menurunkan CPP. Hasil akhir dari keadaan ini

adalah penurunan aliran dan perfusi serebral yang menyebabkan iskemia dan

infark otak. Perubahan neurologis pada pasien dengan TIK tinggi terjadi akibat

hipoksia dan hiperkapnea yang menyebabkan penurunan kesadaran, nafas

Cheyne-Stoke, hiperventilasi, dilatasi pupil dan rentang tekanan darah melebar.

2.3.2 Patofisiologi

Jika ada salah satu atau lebih komponen yang ada di dalam kranium dan

kanalis vertebra seperti dura, otak, darah atau cairan serebrospinal

meningkat, maka akan meningkatkan TIK. Seperti yang dikatakan

hipotesis Monro-Kellie bahwa jika ada salah satu volume komponen

yang meningkat maka volume komponen lain harus berkurang.

Peningkatan volume otak yang minimal tidak segera meningkatkan TIK

karena kemampuan CSF untuk dapat dikeluarkan ke dalam kanalis

spinalis. Namun jika TIK mencapai 25 mmHg, sedikit saja kenaikan

volume otak menyebabkan adanya gejala dan tanda peningkatan TIK.

Hal ini terjadi karena kegagalan compliance intrakranial.4,5

Cedera kepala merupakan problem yang sangat serius dengan

resiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Kerusakan pada otak

terjadi segera setelah trauma itu terjadi (kerusakan primer) dan

beberapa saat akibat iskemik serebral (kerusakan sekunder). Edema

serebral, hipotensi, dan kondisi hipoksia merupakan penyebab dari

kerusakan sekunder. Dalam unit perawatan intensif, peningkatan TIK

9

Page 10: Lapsus TIK

paling sering terjadi setelah cidera kepala difus dan menyebabkan

iskemia serebral akibat gangguan perfusi.4,5

Salah satu bahaya utama dari peningkatan TIK adalah iskemia

dengan penurunan CPP. Satu kali TIK mencapai tekanan sistemik rata-

rata, terjadi perburukan perfusi serebral. Respon tubuh terhadap

penurunan CPP adalah peningkatan tekanan darah sistemik dan dilatasi

pembuluh darah serebral. Hal ini akan menyebabkan peningkatan

volume serebral yang akan menyebabkan kenaikan TIK, menurunkan

CPP lebih jauh sehingga terbentuklah lingkaran setan. Hasil dari

keadaan ini adalah penurunan aliran serta perfusi darah yang difus yang

berakhir sebagai iskemia dan infark otak. Peningkatan TIK juga dapat

menyebabkan perdarahan intrakranial lebih cepat yang dapat

menambah peningkatan TIK.4,5,6

Kenaikan TIK yang tajam, jika disebabkan oleh adanya massa

misal hematom, bisa menyebabkan pergeseran garis median (midline

shift), dimana keadaan tersebut merupakan keadaan yang berbahaya

karena bagian otak bergeser pada salah satu sisi yang dapat

menyebabkan pembengkakan hemisfer serebral. Midline shift menekan

ventrikel sehingga terjadilah hidrosefalus. Prognosis akan lebih buruk

pada pasien dengan midline shift dibandingnkan dengan yang tidak.

Resiko lain yang dapat terjadi adalah herniasi (biasanya uncal atau

tonsilar). Pada herniasi uncal, unkus dari hippocampus tertekan ke arah

tentorium cerebella sehingga akan menekan batang otak. Jika terjadi

penekanan batang otak, terjadi depresi nafas dan dapat berakibat fatal.

Herniasi ini sering disebut “conning”.1,3,4,5

Penyebab morbiditas pada pasien dengan TIK tinggi adalah infark

otak global disertai penurunan kendali nafas karena herniasi.

2.3.3 Etiologi

Penyebab dari peningkatan tekanan intrakranial diklasifikasikan

berdasarkan mekanisme peningkatan TIK, antara lain:

10

Page 11: Lapsus TIK

1. Efek adanya massa seperti tumor otak, infark dengan edema,

kontusio, perdarahan subdural atau epidural, atau abses dapat

menyebabkan perubahan bentuk otak.

2. Pembengkakan otak secara general dapat terjadi pada keadaan

iskemia-anoksia, gagal hati akut, enchepalopati hipertensif,

pseudotumor serebri, hiperkarbia, dan sindrom Reye

hepatoserebral. Kondisi tersebut menurunkan tekanan perfusi

serebral dengan midline shift minimal.

3. Peningkatan tekanan vena bisa disebabkan oleh thrombosis venus

sinus, gagal hati, atau obstruksi vena mediastinal superior atau vena

jugular.

4. Obstruksi aliran dan/atau absorpsi CSF dapat menyebabkan

hidrosefalus (blockade ventrikel atau ruang subaraknoid), penyakit

meningeal (infeksi, karsinoma, granuloma, atau perdarahan),

ataupun obstruksi pada sinus sagittalis superior (penurunan

absopsi).

5. Peningkatan produksi CSF dapat terjadi pada meningitis,

perdarahan subaraknoid, atau tumor plexus koroid.

6. Idiopatik hipertensi intrakranial

7. Thrombosis sinus venus serebral

8. Gagal hati akut

2.3.4 Tanda dan Gejala

2.3.5 Penatalaksanaan Hipertensi Intrakranial Di Ruang Terapi Intensif

2.4 Cedera Kepala

2.4.1 Klasifikasi

2.4.2 Patofisiologi

2.4.3 Pemeriksaan Penunjang

11

Page 12: Lapsus TIK

2.4.4 Penatalaksanaan

2.5 Perawatan Intensif Pasca Operasi pada Cedera Kepala

2.5.1 Pemeliharaan Cerebral Perfussion Pressure (CPP)

2.5.2 Terapi Terhadap Hipertensi

2.5.3 Support Ventilasi

2.5.4 Terapi Cairan dan Nutrisi

2.5.6 Sedasi

2.5.7 Hipotermia

2.5.8 Pencegahan dan Pengobatan Terhadap Kejang

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

12

Page 13: Lapsus TIK

Nama : Nengah Sutri

Tempat tanggal lahir : Gelgel, 23 Mei 1958

Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pegawai swasta

Alamat : Br. Tangkas Desa Gelgel Klungkung

Suku : Bali

Agama : Hindu

Tanggal MRS : 23 Mei 2010

3.2 Heteroanamnesis

Keluhan utama: Pasien datang tidak sadar setelah kecelakaan lalu lintas pukul 14.00 (23 Mei 2010). Pasien naik sepeda motor dan diserempet truk. Pasien mengenakan helm saat mengendarai motor.

MOI: pasien dibonceng suami dengan mengendarai sepeda motor lalu diserempet truk dari samping.

Riwayat penyakit sistemik : hipertensi (+) 1 tahun kontrol tidak teratur, diabetes mellitus (-), penyakit jantung (-), asma (-).

Riwayat alergi obat : (-)

Riwayat operasi sebelumnya: (-)

Makan minum terakhir kurang labih sekitar pukul 09.00 (23 Mei 2010)

3.3 Pemeriksaan Fisik

Berat Badan : 75 kg

B1 (SSP) : GCS E1VxM3, hematom ocular sinistra, anemi -/-,

ikterus -/, reflek pupil +/+ anisokor kanan > kiri

B2 (Respirasi) : RR 20 kali/menit, vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing

-/-, Mallampati sulit dievaluasi.

B3 (Kardiovaskuler) : TD 100/70 mmHg, nadi 80 kali/menit, S1S2 tunggal

regular, murmur (–)

B4 (Gastrointestinal) : Distensi (-), bising usus (+) normal

B5 (Urogenital) : BAK spontan(-)

13

Page 14: Lapsus TIK

B6 (Muskuloskeletal) : sulit dievaluasi

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap (20/04/2010 pukul 17.08 Wita)

WBC : 9,6 103/µL

RBC : 3,58 106/ µL

HGB : 11 g/dL

HCT : 31,7%

PLT : 283 103/µL

Kimia Darah (20/04/2010 pukul 17.55 Wita)

SGOT : 13,4 IU/L

SGPT : 41,92 IU/L

Albumin : 1,861 g/dL

Serum kratinin: 0, 806 mg/dL

GDS : 133,4 mg/dL

Natrium : 134,2 mmol/L

Kalium : 4,654 mmol/L

Analisa Gas Darah (20/04/2010 pukul 17.55 Wita)

pH : 7,37

pCO2 : 31 mmHg

pO2 : 93 mmHg

Hct : 30 %

HCO3 : -17,9 mmol/L

TCO2 : 18,9 mmol/L

BE (B) : -6,5 mmol/L

SO2c : 97 %

THbc : 9,3 g/dL

14

Page 15: Lapsus TIK

Natrium : 138 mmol/L

Kalium : 5,1 mmol/L

Rontgen Femur Dekstra : Fraktur femur dekstra 1/3 tengah transversal

Rontgen Genu Dekstra : Open Fraktor Proksimal tibia dekstra epiphisiolisis SH IV

Rontgen Thorak AP : Cor dan Pulmo dalam batas normal

CT Scan : Tidak ada focal lesi

3.5 Diagnosis Kerja

Cedera kepala berat + cephalhematom region temporoparietal + epidural hemorrhage (EDH) temporal + laserasi temporal + edema serebri

3.6 Penatalaksanaan

MRS

IVFD NaCl 28 tetes permenit

Norages 3 x 1gr

Rantim 3 x 1 ampul

Neurotam 12 gram

Lentoin 3 x 1 ampul

Observasi penurunan GCS dan peningkatan tekanan intracranial

Rawat insensif

Pemasangan dower kateter jika gagal dilakukan open sistostomy

3.7 Catatan Proses Tindakan Operasi IRD

1. Pasien memasuki kamar operasi pada pukul 21.40 (20/04/2010) akan

dilakukan tindakan sistostomi dan debridement

2. Jenis anestesi yang digunakan alah anestesi general dengan pemasangan

pipa endotrakeal dengan posisi supinasi

3. Induksi dimulai pada pukul 21.45 (20/04/2010) diikuti dengan dimulainya

operasi pada pukul 22.00 (20/04/2010)

15

Page 16: Lapsus TIK

4. Operasi pertama open sistostomi selesai pada pukul 22.55 (20/04/2010)

dilanjutkan operasi kedua yakni debridement selesai pada pukul 00.25

(21/04/2010)

5. Total waktu operasi 55 menit dengan waktu anestesi 1 jam 15 menit.

3.8 Perawatan di Ruang Intensif

Tanggal 21/04/2010

Status Present (pukul 02.30 Wita)

SSP : dalam pengaruh obat, reflek pupil +/+ isokor

Respirasi : ventilator support, vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Kardiovaskuler: TD 160/103 mmHg N 59 kali/menit S1S2 tunggal regular murmur(-)

Gastrointestinal: distensi (-), bising usus normal

Urogenital : DK melalui sistostomi, produksi urin (+)

Muskuloskeletal: CF femur dekstra 1/3 tengah transversal + OF proximal tibia dekstra

Pemeriksaaan Penunjang

Darah lengkap (21/04/2010 pukul 03.28 Wita)

WBC : 10,9 103/µL

RBC : 3,48 106/ µL

HGB : 10,8 g/dL

HCT : 30,6%

PLT : 187 103/µL

Analisa Gas Darah (21/04/2010 pukul 03.45 Wita)

pH : 7,25

pCO2 : 47 mmHg

pO2 : 68 mmHg

Hct : 28 %

16

Page 17: Lapsus TIK

HCO3 : 20,60 mmol/L

TCO2 : 22 mmol/L

BE (B) : -6,3 mmol/L

SO2c : 90 %

THbc : 8,7 g/dL

Natrium : 140 mmol/L

Kalium : 4,8 mmol/L

Planning : monitoring AGD + Elektrolit, cek lab lengkap

Target : MABD 60-120 mmHg, produksi urin 1-2 cc/kgBB/jam

Treatment : cefotaxime 2x1gr, gentamicin 2x80 mg, ranitidine 3x50mg, neurotam 1x12gr, kutoin 3x1 ampul

Status Present (pukul 07.00 wita)

SSP : dalam pengaruh obat, reflek pupil +/+ isokor

Respirasi : ventilator support, vesokuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Kardiovaskuler: TD 140/83 mmHg N 143 kali/menit S1S2 tunggal regular murmur(-)

Gastrointestinal: distensi (-), bising usus normal

Urogenital : produksi urin 300cc/4 jam

Muskuloskeletal: CF femur dekstra 1/3 tengah transversal + OF proximal tibia dekstra

Pemeriksaaan Penunjang

Kimia Darah (21/04/2010 pukul 07.14 Wita)

Total Protein : 4,854 g/dL

Albumin : 3,07g/dL

Globulin : 1,784 g/dL

BUN : 13,24 mg/dL

Serum kratinin: 0, 589 mg/dL

17

Page 18: Lapsus TIK

GDS : 122,7 mg/dL

Klorida : 110,7 mmol/L

Analisa Gas Darah (21/04/2010 pukul 06.46 Wita)

pH : 7,04

pCO2 : 93 mmHg

pO2 : 260 mmHg

Hct : 32 %

HCO3 : 25,1 mmol/L

TCO2 : 28 mmol/L

BE (B) : -6,5 mmol/L

SO2c : 100 %

THbc : 9,9 g/dL

Natrium : 141 mmol/L

Kalium : 4,7 mmol/L

Analisa Gas Darah (21/04/2010 pukul 11.49 Wita)

pH : 7,37

pCO2 : 43 mmHg

pO2 : 159 mmHg

Hct : 29 %

HCO3 : 24,9 mmol/L

TCO2 : 26,2 mmol/L

BE (B) : -0,5 mmol/L

SO2c : 99 %

THbc : 9 g/dL

Natrium : 137 mmol/L

Kalium : 4,5 mmol/L

18

Page 19: Lapsus TIK

Darah lengkap (21/04/2010 pukul 18.44 Wita)

WBC : 10,1 103/µL

RBC : 2,72 106/ µL

HGB : 8,4 g/dL

HCT : 24,2 %

PLT : 174 103/µL

Pukul 12.00 Wita dilakukan pemasangan CVC Subklavia kanan dikulit 15 cm CVP 15 cmH2O

Planning : monitoring AGD + Elektrolit, usul nutrisi enteral

Target : MABD 60-120 mmHg, produksi urin 1-2 cc/kgBB/jam

Treatment : cefotaxime 2x1gr, ranitidine 3x50mg, pratophyl 1x12gr, kutoin 3x100mg, norages 3x1gr, fentanyl 500mg

Tanggal 22/04/2010

Status Present (pukul 07.00 Wita)

SSP : dalam pengaruh obat, reflek pupil +/+ isokor

Respirasi : ventilator support, vesokuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Kardiovaskuler: TD 115/60 mmHg N 100 kali/menit S1S2 tunggal regular murmur(-)

Gastrointestinal: distensi (-), bising usus normal

Urogenital : urin 3200cc/24 jam

Muskuloskeletal: CF femur dekstra 1/3 tengah transversal + OF proximal tibia dekstra

Pemeriksaaan Penunjang

Darah lengkap (22/04/2010 pukul 22.25 Wita)

WBC : 10,9 103/µL

RBC : 3,48 106/ µL

HGB : 10,8 g/dL

HCT : 30,6%

19

Page 20: Lapsus TIK

PLT : 187 103/µL

Analisa Gas Darah (22/04/2010 pukul 05.42 Wita)

pH : 7,55

pCO2 : 29 mmHg

pO2 : 186 mmHg

Hct : 26 %

HCO3 : 25,40 mmol/L

TCO2 : 26,3 mmol/L

BE (B) : 3,1 mmol/L

SO2c : 100 %

THbc : 8,1 g/dL

Natrium : 138 mmol/L

Kalium : 4,1 mmol/L

Analisa Gas Darah (22/04/2010 pukul 15.21 Wita)

pH : 7,61

pCO2 : 26 mmHg

pO2 : 196 mmHg

Hct : 31 %

HCO3 : 26,1 mmol/L

TCO2 : 26,9 mmol/L

BE (B) : 5 mmol/L

SO2c : 100 %

THbc : 9,6 g/dL

Natrium : 142 mmol/L

Kalium : 3,5 mmol/L

Analisa Gas Darah (22/04/2010 pukul 20.50 Wita)

20

Page 21: Lapsus TIK

pH : 7,37

pCO2 : 29 mmHg

pO2 : 195 mmHg

Hct : 20 %

HCO3 : 16,8 mmol/L

TCO2 : 17,7 mmol/L

BE (B) : -7,8 mmol/L

SO2c : 100 %

THbc : 6,2 g/dL

Natrium : 146 mmol/L

Kalium : 5,2 mmol/L

Darah lengkap (22/04/2010 pukul 22.25 Wita)

WBC : 9,52 103/µL

RBC : 3,66 106/ µL

HGB : 10,4 g/dL

HCT : 31,3%

Planning : monitoring AGD + Elektrolit

Target : MABD 60-120 mmHg, produksi urin 1-2 cc/kgBB/jam

Treatment :nutrisi enteral (inpepsa 3x CI), pratrophyl 1x 12gr, ceftriakson 2x1gr, ranitidine 3x50mg, norages 3x1gr, kutoin 3x100mg, fasix 4x1 ampul, manitol 4x100cc, fentanyl 500mg, anesfar 500mg

Tanggal 23/04/2010

Status Present (pukul 07.00 Wita)

SSP : dalam pengaruh obat, reflek pupil +/+ isokor

Respirasi : ventilator support, vesokuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- SpO2 100%

Kardiovaskuler: TD 119/72 mmHg N 74 kali/menit S1S2 tunggal regular murmur(-)

21

Page 22: Lapsus TIK

Gastrointestinal: distensi (-), bising usus normal

Urogenital : urin 2050cc/24 jam

Muskuloskeletal: CF femur dekstra 1/3 tengah transversal + OF proximal tibia dekstra

Pemeriksaaan Penunjang

Analisa Gas Darah (23/04/2010 pukul 07.00 Wita)

pH : 7,37

pCO2 : 51 mmHg

pO2 : 168 mmHg

Hct : 46 %

HCO3 : 29,5 mmol/L

TCO2 : 31,1 mmol/L

BE (B) : 3,1 mmol/L

SO2c : 99 %

THbc : 14,3 g/dL

Natrium : 142 mmol/L

Kalium : 3,7 mmol/L

Analisa Gas Darah (23/04/2010 pukul 11.07 Wita)

pH : 7,43

pCO2 : 52 mmHg

pO2 : 172 mmHg

Hct : 36 %

HCO3 : 34,5 mmol/L

TCO2 : 36,1 mmol/L

BE (B) : 8,8 mmol/L

SO2c : 100 %

22

Page 23: Lapsus TIK

THbc : 11,2 g/dL

Natrium : 140 mmol/L

Kalium : 3 mmol/L

Planning : monitoring AGD + Elektrolit, usul thorak AP

Target : MABD 60-120 mmHg, produksi urin 1-2 cc/kgBB/jam

Treatment :nutrisi enteral (inpepsa 3x CII), pratrophyl 1x 12gr,phenytoin 3x100mg, ceftriakson 2x1gr, ranitidine 3x50mg, norages 3x1gr, kutoin 3x100mg, fasix 4x1 ampul, manitol 4x100cc, fentanyl 500mg, anesfar 500mg.

Tanggal 24/04/2010

Status Present (pukul 07.00 Wita)

SSP : dalam pengaruh obat,somnolen, motorik(+), reflek pupil +/+ isokor

Respirasi : ventilator support, vesokuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- SpO2 100%

Kardiovaskuler: TD 106/62 mmHg N 82 kali/menit S1S2 tunggal regular murmur(-)

Gastrointestinal: distensi (-), bising usus normal, NGT warna kuning kehijauan

Urogenital : urin 2250cc/24 jam

Muskuloskeletal: CF femur dekstra 1/3 tengah transversal + OF proximal tibia dekstra

Pemeriksaaan Penunjang

Analisa Gas Darah (24/04/2010 pukul 06.17 Wita)

pH : 7,44

pCO2 : 42 mmHg

pO2 : 165 mmHg

Hct : 33 %

HCO3 : 28,5 mmol/L

23

Page 24: Lapsus TIK

TCO2 : 29,8 mmol/L

BE (B) : 3,9 mmol/L

SO2c : 100 %

THbc : 10,2 g/dL

Natrium : 144 mmol/L

Kalium : 3,8 mmol/L

Analisa Gas Darah (24/04/2010 pukul 16.39 Wita)

pH : 7,46

pCO2 : 46 mmHg

pO2 : 79 mmHg

Hct : 37 %

HCO3 : 32,7 mmol/L

TCO2 : 34,1 mmol/L

BE (B) : 7,8 mmol/L

SO2c : 96 %

THbc : 11,5 g/dL

Natrium : 144 mmol/L

Kalium : 3,4 mmol/L

Planning : monitoring AGD + Elektrolit

Target : MABD 60-120 mmHg, produksi urin 1-2 cc/kgBB/jam

Treatment :nutrisi enteral (inpepsa 3x CII), pratrophyl 1x 12gr,phenytoin 3x100mg, ceftriakson 2x1gr, ranitidine 3x50mg, norages 3x1gr, kutoin 3x100mg, farsix 4x1 ampul, manitol 4x100cc, fentanyl 500mg, anesfar 500mg.

Tanggal 25/04/2010

Status Present (pukul 07.00 Wita)

SSP : apatis, reflek pupil +/+ isokor

24

Page 25: Lapsus TIK

Respirasi : spontan PET O2 5 lpm, vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- SpO2 95%

Kardiovaskuler: TD 126/84 mmHg N 90 kali/menit S1S2 tunggal regular murmur(-)

Gastrointestinal: distensi (-), bising usus normal

Urogenital : urin 3450cc/24 jam

Muskuloskeletal: CF femur dekstra 1/3 tengah transversal + OF proximal tibia dekstra

Planning : monitoring AGD + Elektrolit, usul stop mannitol

Target : MABD 60-120 mmHg, produksi urin 1-2 cc/kgBB/jam

Treatment :nutrisi enteral (inpepsa 3x CII), pratrophyl 1x 12gr,phenytoin 3x100mg, ceftriakson 2x1gr, ranitidine 3x50mg, norages 3x1gr, kutoin 3x100mg, farsix 4x1 ampul, fentanyl 500mg

Tanggal 26/04/2010

Status Present (pukul 07.00 Wita)

SSP : apatis, ansietas (+) reflek pupil +/+ isokor

Respirasi : spontan PET O2 5 lpm, vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- SpO2 95%

Kardiovaskuler: TD 137/82 mmHg N 90 kali/menit S1S2 tunggal regular murmur(-)

Gastrointestinal: distensi (-), bising usus normal

Urogenital : urin 3450cc/24 jam

Muskuloskeletal: CF femur dekstra 1/3 tengah transversal + OF proximal tibia dekstra

Planning : trakeostomi, AGD dan elektrolit, darah lengkap

Target : MABD 60-120 mmHg, produksi urin 1-2 cc/kgBB/jam

Treatment :nutrisi enteral (inpepsa 3x CII), pratrophyl 1x 12gr,phenytoin 3x100mg, ceftriakson 2x1gr, ranitidine 3x50mg, norages 3x1gr, kutoin 3x100mg, farsix 4x1 ampul, fentanyl 500mg, anesfar kalau perlu.

25

Page 26: Lapsus TIK

Tanggal 27/04/2010

Status Present (pukul 07.00 Wita)

SSP : gelisah

Respirasi : spontan trakeostimi 5 lpm, vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/- SpO2 95%

Kardiovaskuler: TD 151/75 mmHg N 116 kali/menit S1S2 tunggal regular murmur(-)

Gastrointestinal: distensi (-), bising usus normal

Urogenital : urin 1700cc/24 jam

Muskuloskeletal: skin traksi femur + tibia dekstra

Planning : monitoring vital sign, produksi urin

Target : MABD 60-120 mmHg, produksi urin 1-2 cc/kgBB/jam

Treatment :nutrisi enteral (inpepsa 3x CII), pratrophyl 1x 12gr,phenytoin 3x100mg, ceftriakson 2x1gr, ranitidine 3x50mg, norages 3x1gr, kutoin 3x100mg, farsix 4x1 ampul, fentanyl 500mg, anesfar kalau perlu.

26