Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

59
Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak Laporan Kasus Fakultas Kedokteran Umum Universitas Mulawarman TUBERCULOSIS PARU PADA ANAK disusun oleh Yunita Rapa’ 06.55358.00301.09 Pembimbing Dr. Suryantini, Sp. A 1

Transcript of Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

Page 1: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak Laporan KasusFakultas Kedokteran UmumUniversitas Mulawarman

TUBERCULOSIS PARU PADA ANAK

disusun oleh

Yunita Rapa’

06.55358.00301.09

Pembimbing

Dr. Suryantini, Sp. A

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Umum

Universitas Mulawarman

2011

1

Page 2: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Myocobacterium tuberculosis. Penyakit ini bersifat sistemik sehingga dapat mengenai

hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan

lokasi infeksi primer. 1

Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan, diperkirakan jumlah kasus TB

anak per tahun adalah 5-6 % dari kasus total TB. Pada negara berkembang TB pada

anak berusia < 15 tahun adalah 15% dari seluruh kasus TB, sedangkan di negara

maju, angkanya lebih rendah, yaitu 5-7 %. Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999,

jumlah kasus TB baru di Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan

kematian sekitar 140.000 orang per tahun. Penyebab utama meningkatnya

tuberkulosis di dunia di antaranya karena kurangnya kepatuhan kepada program

penanggulangan tuberkulosis, diagnosis dan pengobatan yang tidak adekuat.2,3

Selain itu, gizi buruk masih merupakan masalah serius di Indonesia, walaupun

pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data Susenas

menunjukkan bahwa jumlah balita yang BB/U < -3 SD Z-score WHO-NCHS sejak

tahun 1989 meningkat dari 6,3% menjadi 7,2% pada tahun 1992 dan mencapai

puncaknya 11,6% pada tahun 1995. Gizi buruk ini sering disebut juga kurang energi

protein (KEP) berat. Terdapat 3 bentuk KEP berat secara klinis yaitu marasmus,

kwashiorkor, dan marasmik-kwashiorkor. Hal ini dapat terjadi karena asupan kalori

yang inadekuat (kurangnya asupan energi dan protein dalam makanan yang tidak

memenuhi angka kecukupan gizi). Pada umumnya Tuberculosis paru sering

menyebabkan gizi buruk yang akan disertai dengan penyakit infeksi seperti diare,

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), serta penyakit infeksi lainnya. Data dari

WHO menunjukkan bahwa 54% angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi

2

Page 3: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

buruk, 19% diare, 19% Infeksi Saluran Pernafasan Akut, 18% perinatal, 7% campak,

5% malaria dan 32% penyebab lain.4,5

Deteksi dini pada anak-anak yang mengalami kelainan neurologis sangatlah

penting pada setiap tahapan yang dilalui anak sejak dari dalam kandungan sampai

dengan anak tumbuh dan berkembang, sehingga pelayanan kesehatan pada anak perlu

dilakukan sedini mungkin untuk deteksi dini apabila terjadi gangguan pada tahap-

tahap tersebut, mengingat bahwa anak merupakan generasi penerus bangsa dan

Negara.6

Anak memiliki suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak

konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan anak dengan

dewasa. Anak bukan dewasa kecil karena pada anak menunjukkan ciri-ciri

pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usianya, sehingga masa tumbuh

kembang anak merupakan masa yang penting. Pertumbuhan adalah bertambahnya

ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik

dan struktur panjang tubuh sebagian atau keseluruhan sehingga dapat diukur dengan

satuan panjang dan berat. Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi

tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan

bahasa serta sosisalisasi dan kemandirian.16

Pertumbuhan terjadi secara simultan dengan perkembangan. Berbeda dengan

pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf

pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya perkembangan sistem

neuromuskuler, kemampuan berbicara, emosi dan sosialisasi. Kesemua fungsi

tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh. Banyak faktor baik

internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi keberhasilan tumbuh kembang

anak. Salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak tersebut adalah

kematangan sistem saraf, mulai dari otak sampai dengan saraf tepi. Perkembangan

dari susunan sistem saraf anak sejak dari dalam kandungan hingga masa tumbuh

kembang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang bersifat positif dan negatif. Pada

3

Page 4: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

kondisi cerebral palsy (CP) mendapatkan pengaruh yang negatif, sehingga

mengakibatkan gangguan perkembangan susunan saraf pusatnya.6

Cerebral palsy (CP) adalah kelainan postur tubuh dan gangguan

perkembangan motorik yang banyak ditemukan pada anak-anak dalam prakterk

rehabilitasi, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Gangguan

perkembangan motorik ini terjadi karena otak mengalami kerusakan pada masa

perkembangan dini. Pada umumnya kelainan CP disertai dengan gangguan bicara,

pendengaran, penglihatan, strabismus, kejang maupun retardasi mental. Pada

umumnya kerusakan yang terjadi pada kondisi CP terdapat pada korteks serebri,

ganglia basalis dan serebellum. Kelainan yang disebabkan oleh kerusakan tersebut

bersifat non progresif dan kerusakannya tidak berlanjut lagi, tetapi penderita

menunjukkan manifestasi klinik berupa kelainan postur dan gerak yang masih dapat

berubah akibat maturasi sesuai dengan perkembangan umur.6,7,8,9,10

Kapan otak dikatakan matur, sampai saat ini masih menjadi kontroversi. Otak

dianggap matang kira–kira pada usia 4 tahun, sedangkan menurut The American

Academy for Cerebral Palsy batas kematangan otak adalah 5 tahun. Adapula

beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa kematangan otak terjadi pada usia 8 –

9 tahun.12

Di Amerika, prevalensi penderita CP dari yang ringan hingga yang berat

berkisar antara 1,5 sampai 2,5 tiap 1000 kelahiran hidup. Angka ini didapatkan

berdasarkan data yang tercatat pada pelayanan kesehatan, yang dipastikan lebih

rendah dari angka yang sebenarnya. (Kuban, 1994) Suatu penelitian pada anakusia

sekolah, prevalensi CP ditemukan 1,2 – 2,5 anak per 1.000 populasi. Sedikitnya 5.000

kasus baru CP terjadi tiap tahunnya. (Gordon, 1987; Gilroy, 1992) Dari kasus

tersebut 10 % sampai 15 % CP didapatkan adanya kelainan otak yang biasanya

disebabkan oleh infeksi atau trauma setelah bulan pertama kehidupan.11,12

Di Indonesia, prevalensi penderita CP diperkirakan sekitar 1 – 5 per 1.000

kelahiran hidup. Di YPAC Surakarta tercatat 58 penyandang CP pada peride

Desember 2007 sampai dengan Mei 2008. Bayi laki–laki mempunyai resiko

4

Page 5: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

terjadinya CP lebih besar daripada perempuan. Seringkali terdapat pada anak

pertama. Hal ini mungkin dikarenakan kelahiran pertama lebih sering mengalami

kelahiran macet. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi berat badan lahir rendah

dan kelahiran kembar. Umur ibu seringkali lebih dari 40 tahun, terlebih lagi pada

multipara.14

Dalam laporan kasus ini akan dibawakan mengenai tuberkulosis paru dan

adanya gangguan tumbuh kembang yang mengarah ke cerebral palsy pada anak.

1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah :

1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.

2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan yang

terdapat pada kasus.

3. Melatih mahasiswa dalam melaporkan dengan baik suatu kasus yang didapat.

5

Page 6: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

LAPORAN KASUS

Identitas pasien

Nama : An. D

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 10 bulan

Alamat : jl. Gerilya

Anak ke : 2 dari 2 bersaudara

MRS A. W Sjahranie : Tanggal 26 November 2010

Identitas Orang Tua • Nama Ayah : Tn. B• Umur : 30 tahun • Alamat : jl.gerilya• Pekerjaan : swasta • Pendidikan Terakhir : SMK• Golongan darah : Tidak diketahui• Ayah perkawinan ke : 1• Riwayat kesehatan ayah : tidak ada

• Nama Ibu : Ny.N• Umur : 28 tahun • Alamat : jl.Gerilya• Pekerjaan : IRT • Pendidikan Terakhir : SMK• Golongan darah : Tidak diketahui• Ibu perkawinan ke : 1• Riwayat kesehatan ayah : tidak ada

AnamnesaAnamnesa dilakukan secara alloanamnesa pada tanggal 06 Desember 2010

dengan ibu kandung pasien.

Keluhan Utama : Batuk

6

Page 7: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

Riwayat Penyakit Sekarang :

Batuk dialami pasien sejak 1 bulan sebelum MRS, batuk berdahak, dahak

berwarna putih dan sulit dikeluarkan, darah (-), sesak (-), suara nafas berbunyi grok-

grok. Batuk juga disertai demam yang naik turun, menggigil (-), mengigau (-),

berkeringat (-). Pasien mengalami penurunan berat badan sejak sakit karena nafsu

makannya menurun.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah dirawat di RS A 1 bulan yang lalu dan didiagnosa

bronkopnemonia. Pasien juga sejak umur 3 bulan jika menangis lama membiru dan

kaku pada tangan,tetapi jika langsung digendong tidak jadi mebiru dan kaku. Saat

berumur 3 bulan ibu merasa anaknya mengalami keterlambatan dalam perkembangan

anaknya sehingga membawa anaknya ke dr. Spesialis saraf dan dilakukan CT scan

kepala didapatkan otak mengecil dan mendapatkan pengobatan anti kejang serta rutin

melakukan terapi rehabilitasi.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang menderita batuk lama atau mendapatkan pengobatan

6 bulan.

Riwayat Sosio-Ekonomi Keluarga :

Pasien diasuh oleh orang tua, ayah bekerja sebagai pegawai perusahaan, dan

ibu tidak bekerja. Penghasilan keluarga tetap, kurang lebih Rp 6.000.000/bulan.

Keluarga pasien tinggal di daerah Gerilya. Rumah terbuat dari kayu, beratap

seng, ventilasi dan pencahayaan cukup. WC yang digunakan berada di dalam rumah.

7

Page 8: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

Riwayat Saudara-Saudaranya :

Hamil ke

Kondisi saat Lahir

Jenis Persalinan

UsiaSehat/ Tidak

Umur Meninggal

Sebab Meninggal

1 Aterm Spontan 4 tahun sehat

Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :

Berat badan lahir : 3000 gr

Panjang badan lahir : 51 cm

Berat badan sekarang : 5,4 kg (saat masuk RS)

Tinggi badan sekarang : 66 cm

Gigi keluar : 6 bulan

Tersenyum : ibu lupa

Miring : 6 bulan

Tengkurap : belum bisa

Duduk : belum bisa

Merangkak : belum bisa

Berdiri : belum bisa

Berjalan : belum bisa

Berbicara 2 suku kata : -

Masuk TK : -

Sekarang kelas : -

Makan Minum anak :

ASI : 0 bulan – 7 bulan

Dihentikan : 7 bulan

Susu sapi/buatan : SGM / Nutrilon ( 4 sendok takar dalam 120 ml,

3 kali sehari)

Buah : 6 bulan

Bubur susu : 6 bulan (3 kali sehari 5-6 sendok)

8

Page 9: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

Tim saring : -

Makanan padat, lauknya : -

Pemeliharaan Prenatal

Periksa di : Bidan

Obat-obatan yang sering diminum : Vitamin

Riwayat Kelahiran :

Lahir di : RS, ditolong oleh : bidan

Berapa bulan dalam kandungan : 9 bulan

Jenis partus : spontan, langsung menangis

Pemeliharaan postnatal :

Periksa di : Posyandu

Keadaan anak : sehat

Keluarga berencana : Ya, metode suntik

IMUNISASI

Imunisasi Usia saat imunisasi

I II III IV Booster I Booster II

BCG (+) //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////

Polio (+) (+) (+) (+) - -

Campak - - //////////// //////////// //////////// ////////////

DPT (+) (+) (+) //////////// - -

Hepatitis B (+) (+) (+) ////////// - -

9

Page 10: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

PEMERIKSAAN FISIK

(Dilakukan pada tanggal 6 Desember 2010)

Kesan umum : sakit sedang

Kesadaran : E4M6V5

Tanda Vital

Frekuensi nadi : 130x/menit, regular, kuat angkat

Frekuensi napas : 28x/menit, regular

Temperatur : 37,30C

Berat badan : 5,4 kg

Panjang Badan : 66 cm

Status Gizi : Gizi Buruk (kurva CDC di bawah 3 SD)

Lingkar kepala : 42 cm (mikrochepal= < 2 SD)

Kepala

Rambut : Hitam

Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Sianosis (-/-), Refleks

Cahaya (+/+), Pupil: Isokor (3mm/3mm).

Hidung : Sumbat (-), Sekret (-)

Telinga : Bersih, Sekret (-)

Mulut : Lidah bersih, faring Hiperemis(-), mukosa bibir basah,

pembesaran Tonsil (-/-)

Leher

Pembesaran Kelenjar : Pembesaran KGB (+) konsistensi kenyal, mobile, berukuran 1

cm

Thoraks

10

Page 11: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

Pulmo

Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris, retraksi ICS (-)

Palpasi : Fremitus raba dekstra sama dengan sinistra

Perkusi : Sonor di semua lapangan paru

Auskultasi : bronkovesikuler, Ronki (+/+), wheezing (-/-)

Cor:

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V MCL sinistra, thrill (-)

Perkusi : Batas jantung

Kanan : ICS III, 3 cm dari right parasternal line

Kiri : ICS V left midclavicular line

Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Palpasi : Soefel, nyeri tekan (-), organomegali (-), turgor kulit baik.

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Genitalia : Dalam batas normal

Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-), hipotoni

PEMERIKSAAN PENUNJANG

11

Page 12: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

Pemeriksaan darah saat pasien masuk tanggal 26 november 2010

Hemoglobin : 10,6 gr/dl

Leukosit : 2100 /mm3

Hematokrit : 34,3 %

Trombosit : 287.000/mm3

Foto Thorax AP & Lateral (tgl. 26 november 2010)

Pada pembacaan didapatkan:

• Cor : besar dan bentuk normal

• Pulmo : Infiltrat Hilus Kiri

• Kedua sinus tajam

• Kesimpulan: Bronchopneumonia

Tes Widal (tgl. 30 novomber 2010)

Pada tes widal didapatkan hasil:

• Salmonella Typhi (O & H) = Negatif

• Salmonella paratyphi A (O & H) = Negatif

• Salmonella paratyphi B (O & H) = Negatif

• Salmonella paratyphi C (O & H) = Negatif

Cek ECHO (tgl. 3 desember 2010)

Pada ECHO tidak ada kelainan (ECHO normal).

Mantoux test (tgl. 6 desember 2010)

Pada hasil mantoux tes didapatkan indurasi dengan diameter 10 mm.

Kultur Urine dan kultur darah (tgl. 27 desember 2010)

a. Pada hasil kultur urine didapatkan:

12

Page 13: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

• kuman E. Coli sebanyak 600.000/ml/24 jam

• pewarnaan gram: batang gram negatif

• kepekaan antibiotik: Meropenem 26 mn

b. Hasil kultur darah : tidak ditemukan pembiakan.

Skor TB (tgl 6 desember 2010)

Parameter Skor

Kontak TB 0

Uji Tuberkulin 3 (10 mm)

Status Gizi 2 (klinis Gizi Buruk)

Demam tanpa sebab yang jelas 1 (1 bulan)

Batuk 1 (1 bulan)

Pembesaran KGB 1 (KGB colli)

Pembengkakan tulang/sendi -

Foto 1

Total 9

Diagnosis sementara : TB paru

Diagnosa lain : Cerebral Palsy

ISK

PENATALAKSANAAN : (tgl. 26 november 2010)

- Mucopect syr 3x1 ½ cth

13

Page 14: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

- Sanmol syr 4x 0,6 ml

- gentamycin 2x 15 mg

- inj.Cefotaxim 3x200 mg

- Dexa 3x 1,5 mg

Prognosa : Dubia at bonam

PEMBAHASAN

14

Page 15: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

Diagnosis tuberculosis paru, ISK, dan cerebral palsy pada laporan kasus ini

ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

yang dilakukan.

Pada tanggal 6 Desember dilakukan anamnesa pada pasien didapatkan batuk

dialami pasien sejak 1 bulan sebelum MRS, batuk berdahak, dahak berwarna putih

dan sulit dikeluarkan, darah (-), sesak (-), suara nafas berbunyi grok-grok. Batuk juga

disertai demam yang naik turun, menggigil (-), mengigau (-), berkeringat (-). Pasien

mengalami penurunan berat badan sejak sakit karena nafsu makannya menurun.

Patogenesis TB sangatlah kompleks, sehingga manisfestasi klinis TB sangat

bervariasi dan bergantung pada beberapa faktor. Faktor yang berperan adalah kuman

TB, penjamu, serta interaksi keduanya. Anak kecil seringkali tidak menunjukkan

gejala walaupun sudah tampak pembesaran kelenjar hilus pada foto Rontgen thoraks.2

Manisfestasi klinis TB terbagi 2 yaitu manisfestasi sistemik dan lokal.

Manisfestasi sistemik inilah yang dapat kita ketahui dari anamnesa kepada pasien.

Sebagian besar anak dengan TB tidak memperlihatkan gejala dan tanda selama

beberapa waktu. Sesuai dengan sifat kuman TB yang lambat membelah, manisfestasi

klinis TB umumnya bertahap dan perlahan. Salah satu gejala sistemik yang sering

terjadi adalah demam. Temuan demam pada pasien TB berkisar antara 40-80% kasus.

Biasanya demam hilang timbul dalam jangka waktu yang cukup lama. Manisfestasi

sistemik lain yang sering dijumpai adalah anoreksia, berat badan tidak naik

(turun,tetap,atau naik tetapi tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan), dan malaise

(letih,lemah,lesu). Keluhan ini sulit diukur dan mungkin terkait dengan penyakit

penyerta.2

Pada sebagian besar kasus TB paru pada anak, tidak ada manisfestasi

respiratorik yang menonjol. Selain itu, batuk berulang dapat timbul karena anak

dengan TB mengalami penurunan imunitas tubuh, sehingga mudah mengalami

infeksi respiratorik akut (IRA) berulang.2

Pada pneumonia maupun bronkopneumonia, gejala yang timbul biasanya

mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran nafas akut bagian atas.

15

Page 16: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus menerus, sesak, kebiruan disekitar

mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi) dan nyeri dada. Biasanya anak lebih

suka berbaring pada sisi yang sakit.6

Pasien pada kasus ini berjenis kelamin laki-laki, dengan usia 10 bulan, dengan

berat badan 5,4 kg. Gejala yang dialami pasien pada awalnya adalah batuk berdahak

tanpa disertai pilek dan berlangsung lebih dari tiga minggu. Tidak ada demam tinggi,

hanya sumer-sumer. Demam berlangsung selama lebih dari dua minggu yang tidak

disertai keringat malam. Kemudian pasien tidak didapatkan sesak nafas, akan tanpa

disertai nafas berbunyi grok-grok akibat dahak yang sulit dikeluarkan serta pasien

memiliki riwayat bronkopnemonia saat berusia 9 bulan dan biru sejak umur 3 bulan

dan tidak memiliki riwayat kontak dengan keluarga yang mengalami batuk lama serta

mendapatkan pengobatan 6 bulan. Pada follow up hari ke 32 sampai dengan 35

perawatan didapatkan pasien mengalami demam yang naik turun tanpa sebab yang

jelas.

Pada pemeriksaan fisik pertama lakukan pada saat pasien diruangan

perawatan hari ke-sebelas. Gejala bronkopnemoni yang ditemukan pada pasien ini

adalah ronki diseluruh lapangan paru namun tidak disertai dengan adanya sesak.

Sedangkan untuk TB paru ditemukan adanya pembesaran kelenjar di daerah leher

sinistra sebanyak 1 buah,konsistensinya kenyal berukuran 1 cm dan mobile.

Pada pneumonia maupun bronkopneumonia, gambaran klinis pada bayi dan

anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, tapi secara umum adalah sebagai

berikut:6

Gejala infeksi umum, yaitu demam ≥ 390C, sakit kepal gelisah, malaise,

penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah,

diare.

Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada,

takipnea, nafas cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi,

suara nafas melemah dan ronki. Gambaran klinis bronkopneumonia pada neonatus

16

Page 17: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

dan bayi kecil tidak khas, lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Mencakup

serangan apnea, sianosis, merintih, nafas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah,

tidak mau minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta dan demam.6

Pada TB paru gejala spesifik bergantung pada organ. Pembesaran kelenjar

limfe superfisialis sebagai manisfestasi TB sering dijumpai. Kelenjar yang sering

terkena adalah kelenjar limfe colli anterior atau posterior, tetapi juga dapat terjadi di

aksila, inguinal, submandibula, dan supraklavikula. Secara klinis, karakteristik

kelenjar yang dijumpai biasanya multiple, unilateral, tidak nyeri tekan, tidak hangat

pada perabaan, mudah digerakkan, dan dapat saling melekat satu sama lain.2

Pada pemeriksaan fisis, didapatkan berat badan pasien ini adalah 5,4 kg dan

tinggi badan 66 cm. Diagnosis malnutrisi berat relatif lebih mudah ditegakkan, sesuai

dengan kriteria WHO/NCHS (Z-score) tahun 1999, yang pada pasien menunjukkan

rasio berat badan menurut tinggi badan adalah -3 SD. Hal ini berarti telah terjadi

defisiensi nutrisi berat saat ini.

Menurut literature, Malnutrisi energi protein berat didiagnosis melalui

penilaian status gizi dan adanya gejala klinis sesuai jenis malnutrisinya. Berdasarkan

kriteria WHO/NCHS tahun 1999, malnutrisi energi protein berat bila berat badan

menurut umur (BB/U) ≤60% baku median WHO-NCHS dan/atau berat badan

menurut tinggi badan (BB/TB<70% baku median WHO-NCHS.8

Keadaan penderita yang tidak disertai edema menggambarkan bahwa

penderita telah mengalami kekurangan kalori dan protein berat, atau dikenal dengan

tipe marasmus. Menurut literature, gejala klinis malnutrisi energi protein berat secara

garis besar dibedakan dalam 3 tipe, yaitu marasmus, kwashiorkor atau marasmik-

kwashiorkor.

Pada pasien ini, terjadinya marasmus dapat diakibatkan dari beberapa faktor

pemberian makanan yang kurang terlihat pada intake (makan dan minum) sehari-hari

pasien, terjadinya infeksi pada pasien kasus sering mengalami batuk dan pilek

berulang, dan penyapihan terlalu dini. Hal ini sesuai dengan literature yang ada, di

mana secara garis besar penyebab marasmus meliputi masukan makanan yang

17

Page 18: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

kurang, infeksi, kelainan struktur bawaan, prematuritas dan penyakit pada masa

neonatus, pemberian ASI, gangguan metabolik, tumor hypothalamus, penyapihan,

dan urbanisasi.5,6,9

Dari pemeriksaan laboratorium darah lengkap saat pasien datang ditemukan

leukosit yang menurun 2100/mm3, menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi pada

pasien, hemoglobin 10,6 g/dl, hematokrit 34,3 %, trombosit 287.000/mm3. Menurut

literatur penyebab rendahnya jumlah sel darah putih termasuk: Influenza, lupus

eritematosus sistemik, limfoma Hodgkin, beberapa jenis kanker, malaria tipus, TBC,

demam berdarah, infeksi rickettsial, pembesaran limpa, kekurangan folat, psittacosis

dan sepsis. Banyak penyebab lain ada, seperti kekurangan mineral tertentu seperti

tembaga dan seng. Sedangkan untuk bronkopneumonia didapatkan adanya

leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN,

hitung jenis bergeser ke kiri.2,3

Foto rontgen harus diambil dari 2 sisi yaitu postero-anterior dan lateral.

Gambaran foto thoraks pada TB tidak khas, kelainan-kelainan radiologis pada TB

dapat dijumpai pula pada penyakit lain, sebaliknya foto rontgen yang normal tidak

dapat menyingkirkan diagnosis TB. Dengan demikian, pemeriksaan foto thoraks saja

tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TB. Secara umum gambaran radiologis

yang sugestif TB adalah pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa

infiltrat, konsolidasi segmental atau lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat,

atelektasis, kavitas, efusi pleura dan tuberkuloma. Sedangkan pada bronkopnemonia

ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa bercak infiltrat yang

dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan

peribronkial. Pada pasien, foto rontgen diambil dalam 2 posisi dengan intepretasi

infiltrat pada hilus kiri yang terdeteksi sebagai bronkopnemonia.2,3,6

Uji tuberkulin adalah alat diagnosis TB yang sudah sangat lama dikenal, tetapi

hingga saat ini masih mempunyai nilai diagnostic yang tinggi terutama pada anak,

dengan sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%. Tuberculin merupakan komponen

protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenic yang kuat. Jika disuntikkan secara

18

Page 19: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB, maka akan terjadi reaksi

indurasi di lokasi suntikan. Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberculin tidak dapat

menentukan tingkat aktivitas dan beratnya proses penyakit. Pengukuran uji tuberculin

cara Mantoux dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan hiperemi/ eritemanya.

Secara umum, hasil uji tuberculin dengan diameter indurasi ≥10 mm dinyatakan

positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Apabila diameter indurasi 0-4 mm,

dinyatakan uji tuberculin negative dan diameter 5-9 mm dinyatakan positif

meragukan.2

Diagnosis pada pasien ini dapat disimpulkan dari hasil anamnesis berupa

adanya batuk lama, tanpa disertai sesak, dan demam naik-turun. Pada pemeriksaan

fisis didapatkan batuk berdahak, tidak ada sesak, ada peningkatan suhu tubuh lebih

dari normal, ditemukan pembesaran kelenjar di daerah colli sinistra sebanyak 1

buah,konsistensinya kenyal berukuran 1 cm, dan mobile; serta pada auskultasi

didapatkan ronki diseluruh lapangan paru. Pemeriksaan penunjang dengan melihat

hasil foto thorax AP-Lateral didapatkan interpretasi infiltrat pada hilus kiri; hasil

mantoux tes didapatkan indurasi dengan diameter 10 mm serta menggunakan score

TB untuk mendiagnosis TB, sedangkan untuk menentukan tipe Kurang Energi

Protein (KEP) dengan menggunakan score Mc Laren.

UKK Respirologi IDAI 2008 menyusun sistim skoring yang dapat digunakan

sebagai uji tapis bila sarana memadai. Bila skor ≥6, beri OAT selama 2 bulan, lalu

evaluasi. Bila respon positif maka terapi diteruskan, tetapi bila tidak ada respon, rujuk

ke rumah sakit untuk ditinjau lebih lanjut.2

Pada penderita perhitungan sistem skoring diagnosis TB anak bernilai 9.

Menurut literature, bila skor ≥6, dilakukan pemberian OAT selama 2 bulan, lalu

evaluasi. Bila respon positif maka terapi diteruskan sesuai dengan terapi lini pertama

pengobatan TB pada anak.2

Pada pengobatan TB dibagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif (2 bulan

pertama) dan sisanya seebagai fase lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah

minimal tiga macam obat pada fase intensif (2 bulan pertama) dan dlanjutkan dengan

19

Page 20: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

dua macam obat pada fase lanjutan (4 bulan atau lebih). Berbeda dengan orang

dewasa, OAT diberikan setiap hari, bukan dua atau tiga kali dalam seminggu.2

Prinsip penatalaksaan TB anak adalah lebih cepat mengobati daripada

terlambat agar komplikasi tidak terjadi. Bila dianamnesis dan diperiksa, anak

kemungkinan besar menderita TB maka beri OAT selama 2 bulan. Lalu, observasi

apakah terdapat perbaikan klinis. Respon anak terhadap OAT (farmakokinetik)

berbeda dengan dewasa. Toleransi anak terhadap dosis OAT per kilogram berat

badan lebih tinggi. Efek samping hepatitis akibat isoniazid dan rifampisin lebih

banyak ditemukan pada anak. Maka dari itu, dianjurkan untuk memeriksa rutin uji

faal hati sebelum pengobatan, setelah 2 minggu dan 1 bulan pengobatan.2

Dosis OAT pada anak harus mengacu pada dosis per kilogram berat badan.

Karena OAT yang tersedia di pasaran berbentuk tablet untuk orang dewasa, maka

saat diberikan kepada anak, tablet itu harus digerus menjadi puyer. Tak hanya itu,

isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid tidak boleh dicampur menjadi satu puyer sebab

dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin. Pemberian OAT pada teori sesuai

dengan laporan kasus dengan dosis yang diberikan kepada pasien yaitu INH 50 mg

1x1, RIF 75 mg 1x1, PZA 150 mg 1x1 dibuat puyer secara terpisah.

Sebaiknya pasien kontrol setiap bulan dan untuk evaluasi hasil pengobatan

dilakukan setelah 2 bulan terapi yang dilakukan dengan cara yaitu evaluasi klinis,

evaluasi radiologis dan pemeriksaan LED. Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi

klis, yaitu mnghilangnya atau membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada pada

awal pengobatan, seperti penambahan BB yang bermakna, hilangnya demam,

hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan. Evaluasi radiologis dalam 2-3 bulan

pengobatan, tidak perlu dilakukan secara rutin. Apabila respon pengobatan baik,

maka pengobatan dilanjutkan ke fase lanjutan selama 4 bulan dengan dosis INH 50

mg 1x1 dan RIF 75 mg 1x1. Namun, jika respon setelah 2 bulan kurang baik, yaitu

gejala masih ada dan tidak terjadi penambahan, maka OAT tetap diberikan sambil

dilakukan eveluasi lebih lanjt mengapa tidak ada perbaikan dan dapat dirujuk ke

sarana yang kesehatan yang lebih tinggi atau ke konsultan paru anak.

20

Page 21: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, OAT dapat menimbulkan berbagai

efek samping. Efek samping yang cukup sering terjadi pada pemberian isoniasid dan

rifampisin adalah gangguan gastrointestinal, hepatotoksisitas, ruam, dan gatal, serta

demam. Salah satu efek samping yang perlu diperhatikan adalah hepatotoksisitas,

sehingga perlu dilakukan evaluasi efek samping pengobatan selain evaluasi hasil

pengobatan.

Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai

sesegera mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan

meningitis. Antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti

kombinasi beta-laktam/ klavulanat dengan aminoglikosida, atau sefalosporin generasi

ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral

selama 10 hari.1,6

Pemberian injeksi Dexametason 3x1,5 mg iv telah sesuai dengan dosis dan

berat badan yaitu dalam rentang 0,1-0,2 mg/kgBB/dosis. Penggunaan antibiotik pada

kasus ini adalah injeksi gentamicin 2x 15 mg iv dan injeksi Cefotaxim 3x150 mg iv.

Pemberian gentamicin diluar rentang dosis yaitu 2,5-5/kg BB/ hari yang seharusnya

6,75-13,5 mg/kali sedangkan cefotaxim sudah sesuai dengan rentang dosis yaitu 50-

100/kg BB/hari. Pada pasien ini pun terdapat gizi kurang, maka merupakan indikasi

untuk pemberian antibiotik segera saat tanda awal bronkopneumonia didapatkan,

yaitu dengan pilihan antibiotik sefalosporin generasi ketiga, seperti Cefotaxim.

Penentuan skor Mc laren sebagai system diagnosis untuk menentukan tipe

Kurang Energi Protein.10 Penilain ini dilakukan berdasarkan gejala klinis yang di

dapat serta hasil pemeriksaan laboratorium. Berdasarkan tabel skor Mc Laren,

penderita mengalami marasmus karena skor bernilai 2 atau 3 yaitu kadal albumin 3,8

g% dan protein total 6,0 mg/dl.

Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi

kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa

komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan

21

Page 22: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

yang baik, sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok,

asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit.5

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan hasil pemeriksaan laboratorium

pada penderita tidak di dapatkan tanda bahaya dan tanda penting berupa syok, letargis

dan muntah/diare/dehidrasi. Sehingga tindak lanjut yang dilakukan berupa mengobati

infeksi dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dan mulai pemberian cairan dan

makanan sesuai dengan penatalaksanaan gizi buruk yaitu tahap stabilisasi, tahap

transisi dan tahap rehabilitasi.

Fase stabilisasi : E = 80- 100 kkal/kgBB/hr, Protein = 1-1,5 gr/kgBB/hari,

cairan 130 ml/kgBB/hari.

Perhitungan pemberian cairan dan makanan dengan Berat Badan : 5,4 Kg

Energi : 80 – 100 kkal/kgBB/hr

: 432 – 540 kkal/hr

Protein : 1 – 1,5 gram/kgBB/hr

: 5,4 – 8,1 gram/hr

Cairan : 130 ml/KgBB/hr (tanpa edema)

: 702 ml/hr

Sesuai dengan perhitungan formula yang tepat pada pasien adalah F75 diberikan

12x60cc atau Modified Skim Coconut Oil/Modisco dengan pemberian 12x60 cc.

Sehingga kalori yang didaptkan pasien adalah 576 kkal

Pada tahap stabilisasi tidak diberikan pemberian tablet Fe. Namun vitamin A

pada hari 1 diberikan tanpa melihat ada atau tidaknya gejala defisiensi Vitamin A.

Vitamin A diberikan sesuai dengan usia < 6 bulan 50.000 SI, 6-11 bulan 100.000 SI

dan 1-5 tahun 200.000 SI. Vitamin lain dapat diberikan seperti asam folat dengan

pemberian hari pertama 5 mg/hari selanjutnya diberikan asam folat 1 mg/hari,

vitamin B kompleks diberikan sebanyak 1 tablet/hari dan vitamin C BB < 5 kg

sebanyak 50 mg/hari dan BB ≥ 5 kg 100 mg/hari. Menurut literature Anak yang

menderita KEP biasanya juga mengalami defisiensi mikronutrien, yang berpengaruh

22

Page 23: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

buruk terhadap proses tumbuh kembang. Defisiensi mikronutrien yang sering terjadi

adalah defisiensi besi, iodium, asam folat, vitamin D, dan vitamin A.5

Fase transisi : E = 100-150 kkal/kgBB/hr, Protein = 2-3 gr/kgBB/hari, cairan

150 ml/kgBB/hari.

Perhitungan pemberian cairan dan makanan dengan Berat Badan : 5,4 Kg

Energi : 100 – 150 kkal/kgBB/hr

: 540 – 810 kkal/hr

Protein : 2 – 3 gram/kgBB/hr

: 10,8 – 16,2 gram/hr

Cairan : 150 ml/KgBB/hr (tanpa edema)

: 810 ml/hr

Sesuai dengan perhitungan formula yang tepat pada pasien adalah F100 diberikan 6x

135 cc akan tetapi pada pasien hanya diberikan susu LLM 12 x 60 cc yang artinya

kalorinya hanya 7,2 x 66 = 475,2 kkal.

Fase rehabilitasi : E = 150- 220 kkal/kgBB/hr, Protein = 3-4 gr/kgBB/hari,

cairan 150-200 ml/kgBB/hari.

Perhitungan pemberian cairan dan makanan dengan Berat Badan : 5,4 Kg

Energi : 150- 220 kkal/kgBB/hr

: 810- 1188 kkal/hr

Protein : 3-4 gram/kgBB/hr

: 16,2 – 21,6 gram/hr

Cairan : 150-200 ml/KgBB/hr (tanpa edema)

: 810-1080 ml/hr

Sesuai dengan perhitungan formula yang tepat pada pasien adalah F135 3x100 dan

ditambah makanan lumat. Pada pasien ini diberikan:

- SGM 4x60cc = 2,4 x 60 cc= 144 kkal

-LLM 8x60cc= 4,8x 66 cc= 316,8 kkal

-makanan lumat = 3x 125cc = 375kkal +

835,8 kkal

23

Page 24: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

Infeksi Saluran Kemih (ISK) dapat mengenai semua orang, mulai bayi baru

lahir sampai dengan orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan.ISK lebih

sering dtemukan pada bayi atau anak kecil dibandingkan dengan dewasa. Pada bayi

sampai umur tiga bulan, ISK lebih sering pada laki-laki daripada perempuan, tetapi

selanjutnya lebih sering pada perempuan daripada laki-laki.13

ISK terjadi sebagai akibat masuknya kuman ke dalam saluran kemih.

Biasanya kuman berasal dari tinja atau dubur, masuk ke saluran kemih bagian bawah

atau uretra, kemudian naik ke kandung kemih dan dapat sampai ke

ginjal. Kuman dapat juga masuk ke saluran kemih melalui aliran darah dari tempat

lain yang melebar, terdapat sumbatan saluran kemih, kandung kemih yang membesar

dan lain-lain. Sama seperti penyakit infeksi lainnya, ISK akan lebih mudah terjadi

pada anak dengan gizi buruk atau sistem kekebalan tubuh anak rendah. Gambaran

ISK pada bayi tidak spesifik, sehingga kecurigaan besar ISK perlu dicurigai pada bayi

/ anak dengan demam tak jelas dalam 3 hari. Gejala klinik ISK anak juga tergantung

kepada berat ringanya reaksi radang yang ditimbulkannya, letak infeksi dan umur

penderita. Bayi dan anak kecil dapat mengalami demam berulang-ulang, diare,

muntah, nyeri abdomen dan berat badan tidak naik.13

Pasien pada kasus ini berjenis kelamin laki-laki, dengan usia 10 bulan, dengan

berat badan 5,4 kg. Gejala yang dialami pasien pada awalnya adalah batuk berdahak

tanpa disertai pilek dan berlangsung lebih dari tiga minggu. Tidak ada demam tinggi,

hanya sumer-sumer. Demam berlangsung selama lebih dari dua minggu yang tidak

disertai keringat malam. Kemudian pasien tidak didapatkan sesak nafas, disertai nafas

berbunyi grok-grok akibat dahak yang sulit dikeluarkan serta pasien memiliki riwayat

bronkopnemonia saat berusia 9 bulan dan biru sejak umur 3 bulan dan tidak memiliki

riwayat kontak dengan keluarga yang mengalami batuk lama serta mendapatkan

pengobatan 6 bulan. Pada follow up hari ke 32 sampai dengan 35 perawatan

didapatkan pasien mengalami demam yang naik turun tanpa sebab yang jelas, dan

dilakukan kultur urine (hari ke-32) didapatkan hasil bahwa ditemukan adanya kuman

E.coli sebanyak 600.000/ml/24 jam. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan

24

Page 25: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

pemeriksaan penunjang yang telah disebutkan di atas, pasien didiagnosa ISK. Hal ini

mungkin dikarena adanya tirah baring yang lama dan kurangnya dalam menjaga

kebersihan pasien selama dirawat di RS.

Pada penderita ISK terapi harus dimulai setelah mengambil kultur urin.

Medikasi oral yang dipakai untuk anak > 3 bulan dengan ISK sederhana adalah

Amoksisilin, kotrimoxazol dan cefalosporin. Quinolone harus dihindari pada

medikasi 1st line ; dapat dipakai sesuai dengan hasil sensitivitas urin. Lama terapi

biasanya : 10-14 hari untuk bayi dan anak dengan ISK kompleks dan 7-10 hari untuk

infeksi sederhana.13

Pada pasien ini telah dilakukan uji sensitifitas kultur urin (hari ke-32) dan

didapatkan kepekaan terhadap antibiotik Meropenem dengan diameter hambatan 26

mm. Dosis yang digunakan pada pasien ini adalah 3x60 mg iv telah sesuai dengan

rentang dosis meropenem yaitu 10-20 mm/kg BB/kali dan lama terapinya juga sesuai

dengan literatur yaitu selama 8 hari.

Pada tanggal 6 desember, dilakukan anamnesa tentang riwayat kelahiran

pasien oleh ibu pasien, didapatkan bahwa pasien lahir dengan spontan, cukup bulan

(aterm), bidan yang membantu persalinan mengatakan bahwa bayinya normal, sehat,

dang langsung menangis (tidak ada ketubah keruh atau bayi tidak menangis saat

lahir). Namun beberapa jam kemudian, pasien langsung panas tinggi selama 3 hari

tanpa disertai kejang dan dibawa ke puskesmas untuk diobati dan terus kontrol ke

puskesmas selama 2 bulan. Ketika pasien berumur 3 bulan, ibu pasien mengatakan

bahwa kepala pasien dapat miring ke kiri maupun ke kanan, namun tidak dapat

mengangkat kepala dan tidak dapat melihat, sehingga ibu pasien berinisiatif ke

dokter spesialis saraf dan oleh dokter spesialis saraf dilakukan rekam otak dan CT-

Scan kepala.

Dari pemeriksaan tersebut didapatkan bahwa otak pasien mengecil sehingga

rongga kepala sebagian besar diisi oleh cairan kepala. Dari dokter spesialis saraf,

pasien diberi obat anti kejang. Karena ibu pasien merasa bahwa perkembangan

anaknya lebih lambat daripada anak pada umumnya dan dianjurkan oleh teman ibu

25

Page 26: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

pasien untuk membawa pasien ke pusat rehabilitasi untuk mengobati pasien, dan

ketika pasien berumur 9 bulan, ibu pasien membawa pasien ke pusat rehabilitasi. Di

pusat rehabilitasi, pasien mendapatkan pengobatan fisioterapi berupa terapi dengan

menggunakan bola dan terapi untuk melatih otot tangan dan kaki pasien, dan untuk

terapi bicara tidak dilakukan.

Cerebral palsy (CP) adalah suatu kelainan gerakan dan postur yang dak

progresif, oleh karena suatu kerusakan/ gangguan pada otak yang sedang

berkembang/ belum matang. CP dapat disebabkan faktor genetik maupun faktor

lainnya. Apabila ditemukan lebih dari satu anak yang menderita kelainan ini dalam

suatu keluarga, maka kemungkinan besar disebabkan faktor genetik. Waktu

terjadinya kerusakan otak secara garis besar dapat dibagi pada masa pranatal,

perinatal dan postnatal.17,18,19,20,21

Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak lemah (hanya tidur dan belum bisa

bangun sendiri), pada kedua tungkai (tangan dan kaki) fleksi, hipotoni, lemas dan

lemah (floopy). Berdasarkan gejala di atas, mengarah pada CP dengan tipe

atonik/hipotonik. Selain itu, dilakukan pengamatan dan penilaian pertumbuhan

melalui pengukuran status gizi dengan metode Z score didapatkan hasil status gizi

buruk (<-3SD) dan lingkar kepala dengan melihat kurva Nellhaus didapatkan hasil

lingkar kepala mikrosephal (<-2SD). Pada pasien didapatkan mikrosephal

kemungkinan dikarenakan adanya riwayat ibu yang memelihara kucing selama

mengandung pasien sehingga mengarah kepada infeksi intrauterine (infeksi TORCH

khususnya toxoplasmosis), namun selama hamil ibu pasien tidak mengalami demam

atau sakit selama hamil (asimptomatis). Berdasarkan literature yang ada penyebab

mikrosphal salah satunya dapat akibat dari adanya infeksi congenital yang bias

disebabkan oleh TORCH.4 Hal ini sesuai dengan literature yang ada, sehingga

penyebab dari mikrosephal pada pasien kemungkinan disebabkan oleh adanya infeksi

congenital oleh TORCH dan untuk memastikan adanya infeksi TORCH harus

26

Page 27: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

dilakukan pemeriksaan untuk infesi TORCH pada ibu pasien, namun pemeriksaan ini

tidak dilakukan.

Pada pemeriksaan perkembangan, dilakukan dengan menggunakan Kuesioner

Pra Skrining Perkembangan (KPSP) yang meliputi aspek gerak kasar (motorik kasar),

gerak halus (motorik halus), kemampuan bicara serta sosialisasi dan kemandirian

sesuai dengan usia anak, atau dapat menggunakan metode Denver II.

Tujuan skrining/pemeriksaan perkembangan anak menggunakan KPSP adalah

untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan. Pemeriksaan

ini dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan, guru/ petugas PADU terlatih. Jadwal

skrining/pemeriksaan KPSP rutin adalah pada umur 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36,

42, 48, 54, 60, 66, dan 72 bulan. 16

Pada pasien ini dilakukan skrining/pemeriksaan kuesioner pra skrining

perkembangan (KPSP). Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 7 Desember 2010, dan

pasien berusia 10 bulan 4 hari (3 Maret 2010) ketika dilakukan pemeriksaan tersebut

sehingga usia pasien dibulatkan menjadi 10 bulan. Pada kolom kuesioner tidak

didapatkan usia 10 bulan sehingga pasien dimasukkan ke dalam kolom kuesioner

umur 9 bulan. Kemudian diajukan 10 pertanyaan kepada ibu pasien untuk dijawab.

Dari 10 pertanyaan yang dijawab, didapatkan total jawaban ‘Ya’ berjumlah 1 buah

pada aspek bicara dan bahasa, sedangkan jawaban ’Tidak’ berjumlah 9 buah pada

aspek gerak kasar, gerak halus, dan social dan kemandirian. Berdasarkan interpretasi

hasil KPSP, pasien kemungkinan ada penyimpangan. Bila tahapan perkembangan

terjadi penyimpangan, lakukan tindak lanjut berupa rujukan ke rumah sakit dengan

menuliskan jenis dan jumlah penyimpangan perkembangan (gerak kasar, gerak halus,

bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian). 16

Deteksi dini penyimpangan perkembangan anak juga dilakukan tes daya

dengar (TDD), tes daya lihat (TDL), serta deteksi dini penyimpangan mental

emosional. Tujuan tes daya dengar adalah untuk menemukan gangguan pendengaran

sejak dini, agar dapat segera ditindaklanjuti untuk meningkatkan kemampuan daya

27

Page 28: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

dengan dan bicara anak. Jadwal TTD adalah setiap 6 bulan pada bayi umur kurang

dari 12 bulan dan setiap 6 bulan pada anak umur 12 bulan ke atas.

Pemeriksaan tes daya dengar dilakukan dengan terlebih dahulu menanyakan

tanggal kelahiran pasien dan didapatkan usia pasien 10 bulan 4 hari sehingga di

bulatkan menjadi 10 bulan. Kemudian cocokkan usia pasien dengan kolom kuesioner

usia 9-12 bulan. Pada kolom kuesioner usia 9-12 bulan terdapat 4 perintah yang harus

dilakukan oleh ibu/petugas, dan didapatkan jawaban ‘Ya’ sebanyak 4 buah. 16

Berdasarkan interpretasi hasil tes daya dengar, pasien tidak mengalami gangguan

pendengaran.

Pada tes daya lihat dilakukan untuk mendeteksi secara dini kelainan daya lihat

agar segera dapat dilakukan tindak lanjut sehingga kesempatan untuk memperoleh

ketajaman daya lihat mendaji lebih besar. Jadwal tes daya lihat dilakukan setiap 6

bulan pada anak usia prasekolah umur 36 sampai 72 bulan. Pada pasien ini tidak

dilakukan tes daya lihat karena usia pasien belum mencukupi untuk dapat dilakuakn

tersebut. 16 Tetapi untuk memeriksa daya lihat, petugas melakukan tes refleks cahaya

serta tes pupil, dan didapatkan refleks cahaya positif (+/+) dengan pupil isokor

3mm/3mm, dan refleks kornea positif (+/+).

Deteksi dini penyimpangan mental emosional adalah kegiatan/ pemeriksaan

untuk menemukan secara dini adanya masalah mental emosional, autism, dan

gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas pada anak, agar dapat segera

dilakukan tindakan intervensi. Ada beberapa jenis alat yang dapat digunakan untuk

tes tersebut, yaitu: kuesioner masalah mental emosional (KMME) bagi anak usia 36-

72 bulan, ceklis autis anak prasekolah (Checklist for Autism in Todller/CHAT) bagi

anak usia 18-36 bulan, dan formulir deteksi dini gangguan pemusatan perhatian dan

hiperaktivitas (GPPH).16 Pada pasien ini tidak dilakukan karena usia pasien belum

mencukupi untuk dilakukan tes tersebut.

Pada metode Denver II yang dilakukan pada pasien sesuai dengan usia 10

bulan, didapatkan bahwa pada sektor bahasa pasien dapat bereaksi terhadap bel,

bersuara, dan menoleh ke bunyi icik-icik; dan pada sektor personal sosial pasien

28

Page 29: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

dapat tersenyum spontan. Sedangkan pada sektor motorik kasar dan motorik halus,

pasien tidak dapat melakukan sesuai dengan gerakan yang ada di metode Denver II.

Pada pemeriksaan penunjang telah dilakukan rekam otak (EEG) dan CT-Scan

kepala oleh dokter spesialis saraf ketika pasien berusia 3 bulan. Pada EEG didapatkan

gambaran spike/wave epileptikus dan pada CT-Scan kepala terdapat gambaran

penumpukan cairan pada rongga kepala.

Pada umumnya untuk mendiagnosa suatu CP pada usia di bawah 6 bulan

memang sangat sulit oleh karena pada usia dibawah 6 bulan tidak banyak didapatkan

fase perkembangan baru. Namun, tanda awal CP dapat tampak pada usia < 3 tahun,

dan orang tua sering mencurigai ketika kemampuan perkembangan motorik tidak

normal. Bayi dengan CP sering mengalami keterlambatan perkembangan, seperti

tengkurap, duduk, merangkan, berjalan, atau tersenyum. Selain itu, dalam

mendiagnosa suatu CP diperlukan pemeriksaan kemampuan motorik bayi dan melihat

kembali riwayat medis, mulai dari riwayat kehamilan, persalinan, dan kesehatan bayi.

Perlu juga dilakukan pemeriksaan refleks dan mengukur perkembangan lingkar

kepala anak. Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan CT-Scan kepala, MRI

kepala dan USG kepala untuk menunjang diagnose CP.26,27

Pada beberapa literature yang ada disebutkan bahwa untuk membuka

alternative baru dari kekaburan di dalam penegakkan diagnose, Levine melakukan

suatu studi untuk mencari standar dari criteria untuk diagnose CP untuk kasus berusia

di atas 1 tahun. Kelainan klinis motorik oleh Levine, dibagi atas 6 kategori besar:28

1. Pola gerak dan postur

2. Pola gerak oral

3. Strabismus

4. Tonus otot

5. Evolusi dari reaksi postural dan “Landmark”

6. Deep tendon reflex, refleks primitif dan refleks plantar.

29

Page 30: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

Namun sebagian besar dokter akan menunda diagnose formal/ diagnosa

definitif hingga anak berusia 2 tahun dan dilakukan oleh neonatologist, dokter anak

atau komunitas dokter anak yang telah berpengalaman dalam mendignosis CP.29

Pada pasien ini dapat disimpulkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan

pemeriksaan penunjang didapatkan adanya gangguan dalam perkembangan yang

mengarah ke diagnosa sementara berupa CP, namun tetap dipantau terus sampai usia

2 tahun untuk mendapatkan diagnosa definitif.

Perlu ditekankan pada orang tua penderita CP, bahwa tujuan dari pengobatan

bukan membuat anak menjadi seperti anak normal lainnya. Tetapi mengembangkan

sisa kemampuan yang ada pada anak tersebut seoptimal mungkin, sehingga

diharapkan anak dapat melakukan aktifitas sehari–hari tanpa bantuan atau hanya

membutuhkan sedikit bantuan saja.15

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

didapatkan pasien mengalami gangguan perkembangan pada aspek gerak kasar, gerak

halus, serta sosialisasi dan kemandirian. Untuk itu diperlukan terapi untuk

meningkatkan aspek-aspek tersebut, seperti melakukan stimulasi-stimulasi sesuai

dengan umur anak, namun pada pasien ini tidak dapat dilakukan karena berdasarkan

skrining KPSP didapatkan pasien kemungkinan ada penyimpangan yang diharuskan

untuk merujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk rehabilitasi medis. Dapat

diberikan obat–obatan sesuai dengan kebutuhan anak, seperti obat-obatan anti kejang

maupun untuk spastic.15 Pada pasien telah diberikan obat anti kejang dan ini sesuai

dengan literature di atas, namun untuk pengobatan spastic diberikan karena pasien

tidak mengalami spastic. Serta pasien diberikan Nootropil (Piracetam) pada hari ke-

19 perawatan sebagai nutrisi otak karena dapat memperbaiki fungsi kognitif seperti

memori, perhatian, dan intelegensia.

Pada pusat rehabilitasi medis dapat dilakukan fisoterapi berupa latihan

penguatan otot (stretching), latihan penguatan dan peningkatan daya tahan otot

(endurance), latihan luas gerak sendi (ROM exercise), latihan duduk, latihan berdiri,

latihan pindah (transfer activity) dan latihan berjalan.15,22,23,24,25 Pada pasien ini telah

30

Page 31: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

melakukan fisioterapi sesuai dengan yang telah dijelaskan diliteratur, berupa latihan

penguatan otot (stretching) dan latihan penguatan dan peningkatan daya tahan otot

(endurance). Fisioterapi yang telah dilakukan adalah sebanyak 4 kali pertemuan (2x

seminggu) ketika usia 9 bulan, namun terhenti dikarenakan pasien harus rawat inap di

rumah sakit, dan akan berencana melanjutkan fisioterapi ketika keluar dari rumah

sakit.

Pada penatalaksaan pasien ini multikompleks dan butuh perencanaan

penatalaksaan untuk ke depannya, sehingga dalam menangani anak dengan CP, harus

memahami berbagai aspek dan diperlukan kerjasama multidisiplin seperti disiplin

anak, saraf, mata, THT, bedah orthopedi, bedah syaraf, psikologi, rehabilitasi medis,

ahli wicara, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa. Disamping itu juga harus

disertakan peranan orangtua dan masyarakat. Secara garis besar, penatalaksanaan

penderita CP adalah sebagai berikut:

1. Aspek Medis

a. Aspek Medis Umum

- Gizi

Gizi yang baik perlu bagi setiap anak, khususnya bagi penderita CP.

Karena sering terdapat kelainan pada gigi, kesulitan menelan, sukar

untuk menyatakan keinginan untuk makan. Pencatatan rutin

perkembangan berat badan anak perlu dilaksanakan.

- Hal–hal yang sewajarnya perlu dilaksanakan seperti imunisasi,

perawatan kesehatan dan lain–lain. Konstipasi sering terjadi pada

penderita CP. Dekubitus terjadi pada anak–anak yang sering tidak

berpindah–pindah posisi.

b. Fisioterapi

Latihan luas gerak sendi, stretching, latihan penguatan dan

peningkatan daya tahan otot, latihan duduk, latihan berdiri, latihan pindah,

latihan jalan.

c. Terapi dengan obat–obatan

31

Page 32: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

Dapat diberikan obat–obatan sesuai dengan kebutuhan anak, seperti

obat–obatan untuk relaksasi otot, anti kejang, untuk spastic, athetosis,

ataksia, psikotropik dan lain–lain.

d. Konsul Mata

Diperkirakan hamper 50% penderita CP mempunyai masalah dengan

kelainan mata dan strabismus paling sering dijumpai (75%), sehingga

pasien dapat dikonsulkan ke dokter spesialis mata untuk mendeteksi

secara dini apakah ada gangguan dalam penglihatannya.

e. Konsul THT

Adanya gangguan pendengaran umumnya dijumpai pada penderita CP

sehingga pada pasien ini juga dapat dikonsulkan ke dokter spesialis THT

untuk mendeteksi secara dini apakah ada gangguan dalam

pendengarannya.

f. Terapi Okupasi

Terutama untuk latihan melakukan aktifitas sehari–hari, evaluasi

penggunaan alat–alat bantu, latihan keterampilan tangan dan aktifitas

bimanual. Latihan bimanual ini dimaksudkan agar menghasilkan pola

dominan pada salah satu sisi hemisfer otak.

g. Terapi Wicara

Angka kejadian gangguan bicara pada penderita CP diperkirakan

berkisar antara 30 % - 70 %. Gangguan bicara disini dapat berupa

disfonia, disritmia, disartria, disfasia dan bentuk campuran. Terapi wicara

dilakukan oleh terapis wicara.

h. Terapi melalui pembedahan ortopedi

Banyak hal yang dapat dibantu dengan bedah ortopedi, misalnya

tendon yang memendek akibat kekakuan/spastisitas otot, rasa sakit yang

terlalu mengganggu dan lain–lain yang dengan fisioterapi tidak berhasil.

Tujuan dari tindakan bedah ini adalah untuk stabilitas, melemahkan otot

yang terlalu kuat atau untuk transfer dari fungsi.

32

Page 33: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

i. Ortotik

Dengan menggunakan brace dan bidai (splint), tongkat ketiak, tripod,

walker, kursi roda dan lain–lain. Masih ada pro dan kontra untuk program

bracing ini. Secara umum program bracing ini bertujuan :

- Untuk stabilitas, terutama bracing untuk tungkai dan tubuh

- Mencegah kontraktur

- Mencegah kembalinya deformitas setelah operasi

- Agar tangan lebih berfungsi

2. Aspek Non Medis

a. Pendidikan

Mengingat selain kecacatan motorik, juga sering disertai kecacatan

mental, maka pada umumnya pendidikannya memerlukan pendidikan khusus

(Sekolah Luar Biasa).

b. Pekerjaan

Tujuan yang ideal dari suatu rehabilitasi adalah agar penderita dapat

bekerja produktif, sehingga dapat berpenghasilan untuk membiayai hidupnya.

Mengingat kecacatannya, seringkali tujuan tersebut sulit tercapai. Tetapi

meskipun dari segi ekonomis tidak menguntungkan, pemberian kesempatan

kerja tetap diperlukan, agar menimbulkan harga diri bagi penderita CP.

c. Problem sosial

Bila terdapat masalah sosial, diperlukan pekerja sosial untuk

membantu menyelesaikannya.

d. Lain–lain

Hal–hal lain seperti rekreasi, olahraga, kesenian dan aktifitas–aktifitas

kemasyarakatan perlu juga dilaksanakan oleh penderita ini.

Penderita, keluarga dan pegasuh merupakan kunci dari keberhasilan terapi,

mereka seharusnya lebih terliba jauh pada semua tingkat rencana, pembuatan

keputusan, dan mengaplikasikan terapi. Suatu penelitian menunjukkan bahwa

33

Page 34: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

dukungan keluarga dan determinasi personal adalah predictor-prediktor yang sangat

penting untuk mencapai kemajuan jangka panjang.

KESIMPULAN

Penegakkan diagnosa pada kasus Tuberculosis paru ini berdasarkan

anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang telah sesuai dengan

literatur. Dimana TB paru menjadi diagnosa utama dan ISK sebagai diagnosa lain

34

Page 35: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

yang didapatkan selama perawatan di rumah sakit serta telah diterapi sesuai dengn

literature yang ada. Adanya gangguan dalam tumbuh kembang didapatkan dari

anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dan mengarah ke cerebral

palsy sebagai diagnosa lain, namun tetap dipantau terus selama 2 tahun sampai

didapatkan diagnose definitif berupa CP. Penatalaksanaan yang diberikan juga sesuai

dengan literatur yang ada berupa medikamentosa, dan fisioterapi untuk mengatasi

gangguan tumbuh kembang anak tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I. Jakarta : Badan

Penerbit IDAI, 2004.

35

Page 36: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

2. IDAI. Pedoman Nasional Tuberculosis Anak edisi II. Jakarta : UKK

Respirologi PP IDAI, 2008.

3. Widodo, E, Sukma, M, dan Alwi, U. Pemeriksaan Biopsi Aspirasi Kelenjar

untuk Membantu Diagnosis Tuberkulosis Anak. Cermin Dunia Kedokteran

No. 137. 2002.

4. Nelson, W.E. Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 volume 1. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 1996.

5. Hernawati, I. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta : Departemen

Kesehatan, 2007.

6. Ismail, S. Ciri-ciri Kelainan Neurologis yang Mudah Dikenali. Dalam:

Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak

XXXIV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1995 ; 1-10.

7. Gans, MB. Rehabilitation of The Pediatric Patient. Dalam : Delisa JA.

Rehabilitation Medicine Principle and Practice, 2nd ed. Philadlphia :

Lippincott Company. 1993 : 623-641.

8. Stempien, LM., Spira DG. Rehabilitation of Children and Adult with Cerebral

Palsy. Dalam : Branddom RL, eds. Physical Medicine & Rehabilitation.

Philadelphia : W.B. Saunders Company, 1996 ; 1113-1132.

9. Rusman, BS. Disorder of Motor Execution I Cerebral Palsy. Dalam : David

RB, eds. Pediatric Neurology for The Children, 1985 ; 469-479.

10. Menkes, JH. Textbook of Chil Neurology. 4th ed. Philadelphia : Lea and

Febringer, 1990 : 302-316.

11. Adam, RD., Victor, M. Normal Development and Deviation in Development

of The Nervous System. Dalam : Principles of Neurology. 2nd ed. New York :

Mc Graw Hill Book Co, 1981 ; 387 – 412.

12. Gilroy, John M.D. Cerebral Palsy. Dalam : Basic Neurology. 2nd ed.

International, 1992 ; 64 – 66.

13. Rusdidjas, R.R. Infeksi Saluran Kemih dalam: Buku Ajar Nefrologi Anak:

Edisi 2: Alatas H,dkk : IDAI : Jakarta, 2002.

36

Page 37: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

14. Soetjiningsih, dr. DSAK. Tumbuh Kembang Anak. IG.N. Gde Ranuh, editor.

Jakarta : ECG, 1995 ; 223 – 235.

15. Hamid, T., Satori, Dhewi Wahani. Ilmu Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi

(Physiatry). 1st ed. Surabaya : Unit Rehabilitasi Medik RSUD Dr.

Soetomo/FK UNAIR, 1992 ; 117-143.

16. Tim Revisi & Pengarah. Buku Pedoman Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini

Tumbuh Kembang Balita tahun 2005. Jakarta : Tim Revisi & Pengarah Buku

Pedoman Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Balita,

2005.

17. Hanifa, Wiknjosastro. Ilmu Kebidanan. Editor Abdul Bari Syaifuddin,

Trijatmo Rachimdani. Edisi ke-3, Cetakan ke-6. Jakarta : Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002; 193 – 201.

18. Nelson, KB, Swaiman KF, Russman BS.. Cerebral Palsy. In Swaiman KF.

Ed. Pediatric Neurology : Principles and Practice. St Louis : Mosby. 1994;

pp :312– 5.

19. Gilroy John, M.D, John Stirling Meyer, B.Sc., M.Sc., M.D. Pediatric

Neurology in Medical. Third Edition. New York : Macmillan Publishing Co.,

Inc. 1979; pp : 118 – 123.

20. Fletcher NA, Foley J. Parental Age, Genetic Mutation and Cerebral Palsy.

Journal of Medical Genetic. 1993; Vol 30 (1):44-46. (abstrak)

21. Blair, Eve., Fiona J. Stanley. An Epidemiological Study of Cerebral Palsy in

Western Australia, 1956 – 1975. III : Postnatal Aetiology. Develop Med Child

Neurol, 1982; 24:575 – 585.

22. Deaver, GG. Cerbral Palsy : Methods of Evaluation anf Treatment.

Rehabilitation Monograph IX. Institute of Physical Medicine and

Rehabilitation. New York University. Bellevue Medical Center. 1952.

37

Page 38: Lapsus IKA TB Pada Anak.docx

23. Rusk, HA. Rehabilitation Medicine. St. Louis. CV. Mosby. 1977; 474-495.

24. Sterling HM. Rehabilitation in Cerebral Palsy. In : Licht S (ed):

Rehabilitation and Medicine. Baltimore-Maryland. Waverly Press. 1968; 411-

427.

25. Syllabus. American Academy of Physical Medicine and Rehabilitation. Study

Guide. 1977-1983.

26. Blasco, PA. Preterm Birth: To Correct or Not To Correct. Dev Med Child

Neurol. 1989; 31: 816-821.

27. Capute, AJ., Accardo PJ. The Infant Neurodevelopmental Assessment. A

Clinical Interpretive Manual for CAT-CLAMS in The First Two Years OF

Life, part 2. Curr Probl pediatric.1996; 26: 238-257.

28. Levine, MS. Cerebral Palsy Diagnosis in Children Over Age 1 Year. Standart

Criteria. Arch Phys Med Rehabilitation. 1980; 61: 358-389.

29. Jean-Piere Lin. The Cerebral Palsies : A Physiological Approach. J Neurol

Neurosurg Psychiatry. 2003; 74(Suppl I):123 – 129.

38