lapsus ICU Ryan.ppt

38
PENANGANAN ANESTESI DI ICU PASIEN DENGAN PRE-EKLAMPSIA BERAT Oleh: Ryan Charmy Pratama (110 210 0006) Pembimbing : dr. Faisal Sommeng, SpAn, M.Kes

Transcript of lapsus ICU Ryan.ppt

PENANGANAN ANESTESI DI ICU PASIEN DENGAN PRE-EKLAMPSIA BERAT

Oleh: Ryan Charmy Pratama (110 210 0006)Pembimbing : dr. Faisal Sommeng, SpAn, M.Kes

IDENTITAS PASIEN

• Nama Pasien : Ny. W• Umur : 23 tahun• Berat : 70 kg• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga• Agama : Islam• Alamat : Jl. Goa Ria Kalang Tubun• No. CM : 120300• Tanggal Masuk RS : 11 Mei 2015 pukul 16.41• Tanggal Operasi : 11 Mei 2015

KEADAAN UMUM

• Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)

• Tekanan Darah : 160/90 mmHg

• Nadi : 110 x/ menit

• Suhu : 37,1oC

• Respirasi : 25x/ menit

ANAMNESIS

Keluhan Utama

•Nyeri perut tembus ke belakang

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan nyeri perut tembus ke belakang, pelepasan darah (+), lender (+), air ketuban (+) sejak pukul 13.30 WITA. Riwayat ANC (+), riwayat operasi section caesarea tahun 2011 dengan janin letak lintang.

Riwayat Penyakit Dahulu

•Riwayat batuk lama disangkal

•Riwayat asma atau sesak nafas disangkal

•Riwayat alergi obat disangkal

•Riwayat Hipertensi disangkal

•Riwayat Diabetes Mellitus disangkal

•Pasien tidak sedang dalam pengobatan suatu penyakit tertentu dan tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun.

• Riwayat Penyakit Keluarga

• Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal

• Riwayat penyakit hipertensi disangkal

• Kebiasaan / Lingkungan

• Riwayat merokok dan konsumsi alkohol disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK

• Kepala

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor Ø 2,5 mm,

Mulut : Bibir kering (+), pucat (-), pecah-pecah (-).• Leher : Deformitas (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)• Thorak : Inspeksi : dinding dada simetris (+)

Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus normal kanan kiri, krepitasi (-)

Auskutasi : vesikuler, BT : Rh +/+, Wh -/-, suara jantung S1 dan S2 normal, Bising : (-)

• Abdomen : TFU 39 cm, LP 101 cm, presentasi kepala, HIS 3x10 (30-35), DJJ 128 x/m, TBJ 3939 gr

• Ekstremitas :

Status Lokalis : Edema tungkai +/+

Deformitas -/-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Albumin : 2,9 g/dl

GDS : 226 mg/dl (high)

HbA1c : 6,0%

Gol. Darah : O

HBsAg : non reaktif

Urinalisis :– Glukosa : +/-

– Protein : +3

– Blood : +3

Lekosit : +2

HB : 12,7 g/dl

WBC : 22,5 x103

RBC : 4,9 x103

HCT : 39,8 %

PT : 12 detik

APTT : 31 detik

Ureum : 26 mg/dl

Kreatinin : 1,30 mg/dl

SGOT/SGPT : 29/15 U/L

KESIMPULAN

• Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik serta laboratorium, maka:

• Diagnosa pre-operatif : Impending gagal napas ec edema paru ec PEB

• Status operatif : ASA PS III

TINDAKAN ANESTESI

• Keadaan pre-operarif : Pasien wanita, 23 tahun dengan diagnosa Inpartu kala II + PEB. Keadaan umum pasien baik, tensi 160/ 90 mmHg, nadi 110 x/ menit, pernapasan 25 x/ menit, suhu afebris.

• Jenis Anestesi : anestesi regional, blok sub-arachnoid

• Persiapan praanestesi :• Persiapan khusus : pemberian oksigen 2 lpm dengan

nasal kanul• Premedikasi yang diberikan : Midazolam 2 mg

TINDAKAN ANESTESI• Anestesi yang diberikan :• Anestesi (spinal analgesia) 17.45 WITA

Menggunakan bupivacaine 0,5% 10 mg + 10 mg morfin dan 30 mg catapres• Maintenance

Pemberian O2 2 lpm. Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah sistolik berkisar antara 120 – 140 mmHg, dan 70 - 85 mmHg untuk diastolik, nadi berkisar antara 100 – 120 x/ menit. Infus RL 500 ml sebelumnya diberikan pada penderita untuk loading cairan pre-op.

• Intra Op

Pasien bernapas spontan dengan pemberian oksigen 2 lpm menggunakan nasal kanul dan pasien alami perdarahan ±800cc, cairan infus RL 1500cc

Keadaan post operasi : Operasi selesai dalam waktu 90 menit, urin yang keluar via kateter 300cc bernafas spontan adekuat dan jalan nafas bersih.

RUANG PACU

• Pasien dipindah ke ruang pemulihan dan diobservasi

- Airway : Clear

- Breathing : Vesikuler 22 x/ menit, BT : Rh +/+, Wh -/-

- Circulation :

TD : 140/80 mmHg

HR : 90 x/ menit• - VAS : 0/10

 

Pasien langsung dipindahkan ke ruang ICU untuk mendapatkan pengawasan yang lebih intensif.

ICU Hari I

•Awasi tanda vital•Oksigen via ventilator, RR 12 x/ menit•IVFD RL 1500 cc/ 24 jam

– F : puasa 8 jam

– A : Morfin 1 mg/ jam/ sp

– S : Midazolam 2 gr/ jam/ sp

– T : (-)

– H : Head up 30 derajat

– U : Omeprazole 40 g/ 12 jam/ iv

– G : target GDS 120 – 180 mg/dl

•Meropenem 1 gr/ 8 jam/ iv•Paracetamol 1 gr/ 8 jam/ iv•Furosemide 20 gr/ 8 jam/ iv•cek Hb post op, darah rutin, Albumin, dan Elektrolit

ICU Hari II

• Awasi tanda vital

• Oksigen via ventilator, RR 12 x/ menit

• IVFD RL 1500 cc/ 24 jam dan Dextrose 5% 500cc/ 24 jam– F : Peptisol 4 x– A : Morfin 1 mg/ jam/ sp– S : (-)– T : (-)– H : Head up 30 derajat– U : Omeprazole 40 g/ 12 jam/ iv– G : target GDS 120 – 180 mg/dl

• Meropenem 1 gr/ 8 jam/ iv

• Paracetamol 1 gr/ 8 jam/ iv

• Furosemide 20 gr/ 8 jam/ iv

ICU Hari III

• Awasi tanda vital• Oksigen via nasal kanul• IVFD RL 1000 cc/ 24 jam

– F : Peptisol 4 x

– A : (-)

– S : (-)

– T : (-)

– H : Head up 30 derajat

– U : (-)

– G : target GDS 100 - 180 mg/dl

• Meropenem 1 gr/ 8 jam/ iv• Tramadol 2x50mg tab (3 hari)

Skor Pemulihan Pasca Anestesi

Skor > 8 dapat dipindahkan ke bangsal

DEFINISI

Preeklampsia adalah kelainan malfungsi endotel pembuluh darah atau vaskular yang menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu, mengakibatkan terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel yang menimbulkan terjadinya hipertensi, edema nondependen, dan dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1 pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu.

Trias pre eklampsia

• Hipertensi ) tekanan darah yang menetap ≥ 140/90 mmHg pada wanita yang sebelumnya normotensif)

• Proteinuria (> 300 mg/24 jam atau ≥ +1 pada urinalisis bersih tanpa infeksi traktus urinarius)

• Edema yang bermakna

FAKTOR RESIKO

• Usia• Paritas• Faktor Genetik• Diet/gizi• Tingkah laku/sosioekonomi• Hiperplasentosis• Mola hidatidosa• Obesitas• Kehamilan multiple

ETIOLOGI

• Peran Prostasiklin dan Tromboksan

• Peran Faktor Imunologis

• Peran Faktor Genetik

• Iskemik dari uterus.

• Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.

PATOFISIOLOGI

• Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler

• Hipovolemia Intravaskuler

• Vasokonstriksi pembuluh darah

MANIFESTASI KLINIK

Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia dan merupakan penyebab utama kematian.

Edema paru bisa diakibatkan oleh kardiogenik ataupun non-kardiogenik dan biasa terjadi setelah melahirkan. Pada beberapa kasus terjadinya edema paru berhubungan dengan adanya peningkatan cairan yang sangat banyak.

Hal ini juga dapat berhubungan dengan penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin yang dihasilkan oleh hati.

KLASIFIKASI (ACOG)

Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut: •Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal. •Proteinuria kuantitatif ≥ 300 mg perliter dalam 24 jam atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter atau midstream.

Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut: •Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

•Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.

•Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam/kurang dari 0,5 cc/kgBB/jam.

•Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.

•Terdapat edema paru dan sianosis

•Hemolisis mikroangiopatik

•Trombositopeni (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat)

•Gangguan fungsi hati.

•Pertumbuhan janin terhambat.

•Sindrom HELLP.

DIAGNOSIS

Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat ≥ 140/90 mmHg pada preeklampsia ringan dan ≥ 160/110 mmHg pada preeklampsia berat. Selain itu kita juga akan menemukan takikardia, takipneu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, sampai tanda-tanda pendarahan otak

Pada Penemuan Laboratorium:•Proteinuria Pada penderita preeklampsia ringan kadarnya secara kuantitatif yaitu ≥ 300 mg perliter dalam 24 jam atau secara kualitatif +1 sampai +2 pada urine kateter atau midstream. Sementara pada preeklampsia berat kadanya mencapai ≥ 500 mg perliter dalam 24 jam atau secara kualitatif ≥ +3.•Pada pemeriksaan darah, hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat hemokonsentrasi. Trombositopenia juga biasanya terjadi. Penurunan produksi benang fibrin dan faktor koagulasi bisa terdeksi. Asam urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl. Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat dehidrogenase bisa sedikit meningkat dikarenakan hemolisis

Tinjauan Pustaka• Kriteria Masuk ICU• Pasien prioritas 1

– Pasien sakit kritis, tidak stabil, yang membutuhkan terapi intensiv, ex: bantuan ventilasi, infus kontinu, obat vasoaktif.

• Pasien prioritas 2– Pasien tidak dalam keadaan kritis tapi kondisinya

membutuhkan pemantauan intensif. Ex : pasien dengan penyakit dasar jatung, paru, dan ginjal dengan komplikasi medis berat/ mengalami pembedahan besar.

• Pasien prioritas 3– Pasien sakit kritis, tidak stabil, penyakit primer maupun

akut terjadi secara bersamaan yang mempersulit kesembuhan pasien. Ex : pasien dengan metastase ganas dan komplikasi infeksi

KLASIFIKASI STATUS FISIK PENDERITA

Berdasarkan ASA (American Society of Anaesthesiologist) :

ASA I : Penderita yang sehat normal ASA II : Penderita yang mempunyai penyakit sistemik ringan sampai sedang, orangtua > 60 tahun, anak < 1 tahun.ASA III : Penderita dengan penyakit sistemik berat, harus selalu minum obat untuk kelangsungan hidupnya dan aktifitas sehari-hari terbatas.ASA IV : Penderita dengan penyakit sistemik yang berat dengan aktifitas yang sangat terbatas dan mengancam kehidupan.ASA V : Penderita dengan penyakit yang sudah sangat berat, yang tidak dapat diharapkan hidup dalam waktu 24 jam dengan atau tanpa operasi.

Terapi Cairan

• Rumus Holiday Segar• 4 x 10 kg pertama• 2 x 10 kg kedua• 1 x sisa berat badan

• 4 x 10 = 40• 2 x 10 = 20• 1 x 50 = 50 +

110 cc/jam110 : 4 = 28 tetes/menit

Tujuan terapi cairan :

1.Mengganti cairan yang hilang2.Mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung3.Mencukupi kebutuhan per hari4.Mengatasi syok5.Mengoreksi dehidrasi6.Mengatasi kelainan akibat terapi lain

Dampak Pasca Pembedahan

Pembedahan menimbulkan efek bifasik pada tubuh manusia1. Intra op trauma jaringan produksi sejumlah input

nosiseptif2. Post op terjadi respon inflamasi memberikan input

noksius

Tipe nyeri pascabedah adalah: Nyeri nosiseptif

– Nyeri somatik– Nyeri viseral

Nyeri non nosiseptif atau“Neuropathic pain”

NYERI PASCA BEDAH

Menilai Derajat Nyeri

Manajemen Nyeri Pasca Bedah

Tinjauan Pustaka

Mencegah atau meminimalkan terjadinya sensitisasi perifer dan sensitisasi sentral

Sensitisasi perifer dapat ditekan dengan:Local anesthetics : NSAIDs (COX1 or COX2)

Sensitisasi sentral dapat ditekan dengan:Opioid (morfin, petidin, fentanyl, tramadol)

Kombinasi keduanya (balans analgesia)NSAIDs + opioid Mengurangi dosis analgesia optimal Mengurangi efek samping, Mengurangi efek sedasi, Mengurangi efek mual dan muntah

Terapi Nyeri Pasca Bedah

• Obat pilihan untuk atasi nyeri pasca bedah adalah Morfin, karena morfin dapat menyebar ekstensif dalam cairan serebrospinal karena karakter hidrofilik.

Analgesik non-narkotik :

1.NSAID > analgesik, anti inflamasi2.Ketorolak : ketorolak 30 mg IM = 10 mg morfin = 100 petidin. Efek analgesia dimulai 10 menit setelah penyuntikan dan berlangsung 4-6 jam3.Klonidin : dikombinasi dengan opioid atau analgesik atau dengan analgesik lokal. Diberikan 4-6 mcg/kg/iv sesaat sebelum oprasi

Lanjutan

Terapi Adjuvant1. Kortikosteroid : mempertinggi taraf alam

perasaan yang sedang menurun, bersifat anti inflamasi, anti emetik, meningkatkan nafsu makan.

2. Anti-Konvulsan : meringankan nyeri neuropatik3. Anti-Depresan : meringankan nyeri neuropatik4. Neuroleptik : membantu sindrom nyeri kronik,

anti emetik, anti konstipasi5. Psikostimulan : mengurangi sedasi dari opioid

Terapi CairanTujuan : fasilitasi vena terbuka, pemberian cairan pemeliharaan, nutrisi parenteral dan koreksi terhadap kelainan akibat terapi yang lain

• Diperkirakan puasa < 3 hari : berikan cairan nutrisi dasar yang mengandung air + elektrolit+ kabohidrat + asam amino esensial

• Diperkirakan puasa > 3 hari : berikan cairan nutrisi yang berisi air + elektrolit + karbohidrat + dosis di naikkan + asam amino dan pada hari ke-5 ditambah emulsi lemak

• Pada keadaan tertentu, misalnya pada status nutrisi pra bedah yang buruk segera diberikan nutrisi parenteral total.

Manajemen Nutrisi

Tinjauan Pustaka

“Pemberian makan berlebihan tidak meningkatkan manfaat nutrisi malah memiliki

efek yang merugikan.” Rekomendasi pemberian makanan pada pasien-pasien kritis : 25 kalori total/kgBB/hari 27 kalori total/kgBB/hari jika disertai SIRS Protein dengan jumlah 1,2 hingga 1,5 g/kgBB/hari.

K. Total 70 x 25 = 1750 kkal/hari

K. Protein70 x 1,2 = 84 kkal/ hari 21 gr/hari

Ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrisi yantg adekuat melalui traktus GI; ini dapat diakibatkan oleh

- Reseksi usus halus masif/ short bowel syndrome (paling tidak di permulaan) - Enteritis radiasi - Diare berat - Steatorhea Obstruksi usus Katabolisme berat dengan atau tanpa malnutrisi setelah traktus GI tidak

digunakan dalam 5-7 hari Ketidakmampuan untuk mendapatkan akses enteral Ketidakmampuan untuk mendapatkan nutrien/ cairan yang cukup secara enteral Pankreatitis yang disertai nyeri abdomen Perdarahan GI persisten Akut Abdomen/ileus Operasi GI yang lama Trauma yang memerlukan pengulangan prosedur operasi

INDIKASI PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL

Kriteria Keluar ICU

Pasien prioritas 1– Dipindahkan jika tidak dibutuhkan lagi terapi intensif atau

terapi intensif mengalami kegagalan sehingga prognosis jangka pendek buruk dan mengalami sedikit kemungkinan untuk pulih kembali atau sedikit keuntungan terapi intensif diteruskan.

Pasien Prioritas 2– Dipindahkan jika hasil pemantauan intensif menunjukkan

bahwa terapi intensif tidak dibutuhkan lagi

Pasien prioritas 3– Dipindahkan jika terapi intensif tidak dibutuhkan dan

pemantauan intensif seterusnya tidak dibutuhkan lagi, tetapi dapat dipindahkan lebih awal jika diketahui kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil atau keuntungan dari terapi intensif seterusnya sangat sedikit

TERIMA KASIH