laporan+farmako-1

18

Click here to load reader

description

laporan tugas kelompok farmakologi obat-obat otonom

Transcript of laporan+farmako-1

Page 1: laporan+farmako-1

Laporan FarmakologiFarmakodinamik Obat-Obat Otonom

Kelompok F6

1. Angelina Sondang 102010289

2. Maria Jane N.A Mandagie 102010304

3. Lidya B.E Saptenno 102010319

4. angelina

5. Annisa Nur Fitriani 102010364

6.

7.

8.l

Page 2: laporan+farmako-1

FARMAKODINAMIK OBAT-OBAT OTONOM

Pendahuluan

Sistem syaraf otonom yang dikenal juga dengan nama sistem syaraf vegetatif, sistem

syaraf visceral atau sistem syaraf tidak sadar, sistem mengendalikan dan mengatur

kemauan. Sistem syaraf ini terdiri dari atas serabut syaraf-syaraf, ganglion-ganglion

dan jaringan syaraf yang mensyarafi jantung, pembuluh darah, kelenjar-kelenjar, alat-

alat dalaman dan otot-otot polos. Obat-obat yang sanggup mempengaruhi fungsi

sistem syaraf otonom, bekerja berdasarkan kemampunannya untuk meniru atau

memodifikasi aktivitas neurohimor-transmitor tertentu yang dibebaskan oleh serabut

syaraf otonom di ganglion atau sel-sel (organ-organ) efektor. Termasuk kelompok ini

pula adalah beberapa kelenjar (ludah, keringat dan pencernaan) dan juga otot jantung,

yang sebagai pengecualian bukan merupakan otot polos, tetapi suatu otot lurik.

Dengan demikian, sistem saraf otonom tersebar luas di seluruh tubuh dan fungsinya

adalah mengatur secara otomatis keadaan fisiologi yang konstan, seperti suhu badan,

tekanan, dan peredaran darah, serta pernapasan. Obat-obat otonom adalah obat yang

dapat memengaruhi penerusan impuls dalam sistem saraf otonom dengan jalan

mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan, atau penguraian neurotransmitter

atau memengaruhi kerjanya atas reseptor khusus. Akibatnya adalah dipengaruhinya

fungsi otot polos dan organ jantung dan kelenjar.

Tujuan:

- Untuk mengenal efek farmakodinamik, farmakokinetik, indikasi, kontra

indikasi dan efek samping berbagai obat otonom.

- Untuk memahami arti percobaan tersamar ganda-plasebo control

- Untuk dapat melakukan dan mengamati efek farmakodinamik obat otonom

pada orang percobaan dengan kerja sama kelompok yang baik

- Untuk dapat menginformasikan hal-hal yang perlu diketahui pasien sebelum

menggunakan obat otonom.

Page 3: laporan+farmako-1

Landasan teori :

ANTIMUSKARINIK

Antimuskarinik ini bekerja di alat yang dipersarafi serabut pascaganglion kolinergik.

Pada ganglion otonom dan otot rangka, tempat asetilkolin juga bekerja, penghambatan

oleh atropin hanya terjadi dengan dosis besar. Kelompok obat ini memperlihatkan

kerja yang hampir sama, tetapi dengan afinitas yang sedikit berbeda terhadap berbagai

alat; pada dosis kecil (sekitar 0,25 mg) misalnya, atropin hanya menekan sekresi air

liur, mucus bronkus, dan keringat. Sedangkan dilatasi pupil, gangguan akomodasi dan

penghambatan n. vagus terhadap jantung baru terlihat pada dosis yang lebih besar

(0,5-1,0 mg). Dosis yang lebih besar lagi diperlukan untuk menghambat peristaltis

usus dan sekresi kelenjar lambung. Penghambatan pada reseptor muskarinik ini mirip

denervasi serabut pascaganglion kolinergik dan biasanya efek adrenergic menjadi

lebih nyata.

Antimuskarinik memperlihatkan efek sentral terhadap susunan saraf pusat, yaitu

merangsang pada dosis kecil dan mendepresi pada dosis toksik.

Banyak sekali antikolinergik disintesis dengan maksud mendapatkan obat dengan

efek selektif terhadap gangguan tertentu disertai efek samping yang lebih ringan. Saat

ini terdapat antimuskarinik yang digunakan untuk: (1) mendapatkan efek perifer tanpa

efek sentral, misalnya, antispasmodic; (2) penggunaan local pada mata sebagai

mediatrikum; (3) memperoleh efek sentral misalnya, obat untuk penyakit Parkinson;

(4) efek bronkodilatasi; dan (5) memperoleh efek hambatan pada sekresi lambung dan

gerakan saluran cerna.

ALKALOID BELLADONA

Atropin (campuran d- dan l- hioslamin) dan skopolamin (l- hiosin) merupakan dua

alkaloid aktif. Atropin terutama ditemukan pada Atropa belladonna dan Datura

stramonium, sedangkan skopolamin terutama diperoleh dari Hyoscyamus niger.

Alkaloid-alkaloid ini merupakan ester organic dari asam atropat dengan tropanol atau

skopin (basa organik).

Farmakodinamik

Atropin sebagai prototip antimuskarinik akan dibicarakan sebagai contoh

antimuskarinik lain akan disebut bila ada perbedaan.

Page 4: laporan+farmako-1

Hambatan oleh atropin bersifat reversible dan dapat diatasi dengan pemeberian

asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase. Atropin

memblok asetilkolin endogen maupun eksogen. Skopolamin memiliki efek depresi

sentral yang lebih besar dari pada atropin, sedangkan efek perifer terhadap jantung,

usus dan otot bronkus lebih kuat dipengaruhi oleh atropin.

Susunan saraf pusat. Atropin merangsang medulla oblongata dan pusat lain di otak.

Dalam dosis 0,5 mg (untuk orang Indonesia mungkin 0,3 mg) atropin merangsang n.

vagus dan frekuensi jantung berkurang. Efek penghambatan sentral pada dosis ini

belum terlihat. Depresi yang timbul khusus dibeberapa pusat motorik dalam otak

dapat menghilangkan tremor yang terlihat pada parkinsonisme. Perangsangan

respirasi terjadi sebagai akibat dilatasi bronkus, tetapi dalam hal depresi respirasi oleh

sebab tertentu, atropin tidak berguna merangsang respirasi. Bahkan pada dosis yang

besar sekali atropin menyebabkan depresi napas, eksitasi, disorientasi, delirium,

halusinasi dan perangsangan lebih jelas di pusat-pusat yang lebih tinggi. Lebih lanjut

lagi terjadi depresi dan paralisis medulla oblongata.

Skopolamin memperlihatkan efek terapi yang berlainan, yaitu euphoria, amnesia, dan

kantuk. Kadang terjadi idiosinkrasi berupa kegelisahan, delirium, dan halusinasi

dengan dosis terapi.

Pada orang tua, antikolinergik terutama yang efek sentralnya kuat dapat menyebabkan

sindrom demensia. Secara tiba-tiba pasien kehilangan orientasi tempat, waktu dan

personal. Ini dapat merupakan trauma psikis bagi pasien dan keluarganya.

Mata. Alkaloid belladona menghambat m. constrictor pupillae dan m. cilliaris lensa

mata, sehingga menyebabkan midriasis dan siklopegia (paralisis mekanisme

akomodasi). Midriasis mengakibatkan fotofobia, sedangkan siklopegia menyebabkan

hilangnya daya melihat jarak dekat.

Midriasis oleh alkaloid belladona dapat diatasi oleh pilokarpin, eserin, atau DFP.

Tekanan intraocular pada mata yang normal tidak banyak mengalami perubahan.

Tetapi pada penderita glaucoma, penyaluran dari cairan intraocular akan terhambat,

terutama pada glaucoma sudut sempit, sehingga dapat meninggikan tekanan

intraocular. Hal ini disebabkan karena dalam keadaan midriasis, muara saluran

Schlemm yang terletak disudut bilik depan mata menyempit, sehingga terjadi

bendungan cairan bola mata.

Saluran napas. Alkaloid belladona mengurangi secret hidung, mulut, faring, dan

bronkus. Pemakaiannya adalah pada medikasi preanestetik untuk mengurangi sekresi

Page 5: laporan+farmako-1

lendir pada jalan napas. Sebagai bronkodilator atropin tidak berguna dan jauh lebih

lemah dari epinefrin atau aminofilin. Ipratropium bromida memperlihatkan

bronkodilatasi berarti secara khusus.

Sistem kardiovaskular. Pengaruh atropin terhadap jantung bersifat bifasik. Dengan

dosis 0,25-0,5 mg yang biasa digunakan, frekuensi jantung berkurang, namun

disebabkan karena perangsangan n.vagus. Bradikardi biasanya tidak nyata dan tidak

disertai perubahan tekanan darah atau curah jantung. Pada dosis lebih dari 2 mg, yang

biasanya hanya digunakan pada keracunan insektisida organofosfat, terjadi hambatan.

vagus dan timbul suatu takikardi. Atropin dalam hal ini juga lebih efektif daripada

skopolamin. Obat ini juga dapat menghambat bradikardi yang ditimbulkan oleh obat

kolinergik. Atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah

secara langsung, tetapi dapat menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin atau esterkolin

yang lain. Atropin tidak berefek pada sirkulasi darah bila diberikan sendiri, karena

pembuluh darah hampir tidak dipersarfi parasimpatik. Dilatasi kapiler pada bagian

muka dan leher terjadi dengan dosis yang besar dan toksik. Kelainan ini mungkin

dapat dikacaukan dengan penyakit yang menyebabkan kemerahan kulit di daerah

tersebut, vasodilatasi ini disertai dengan naiknya suhu kulit. Hipotensi orostatik

kadang-kadang dapat terjadi setelah pemberian dosis 2 mg.

Saluran cerna. Karena bersifat menghambat peristaltis lambung dan usus, atropin

juga disebut obat antispasmodic. Penghambatan terhadap asetilkolin eksogen (atau

esterkolin) terjadi lengkap, tetapi terhadap asetilkolin endogen hanya terjadi parsial.

Atropin menyebabkan berkurangnya sekresi liur dan sebagian juga sekresi lambung.

Pada tukak peptic, atropin sedikit saja mengurangi sekresi HCl, karena sekresi asam

ini lebih di bawah kontrol fase gaster dari pada n. vagus. Atropin hampir tidak

mengurangi sekresi cairan pancreas, empedu, dan cairan usus, yang lebih banyak

dikontrol oleh factor hormonal.

Farmakokinetik

Alkaliod belladona mudah diserap dari semua tempat kecuali dari kulit. Pemberian

atropin sebagai obat tetes mata, terutama pada anak dapat menyebabkan absorpsi

dalam jumlah yang cukup besar lewat mukosa nasal, sehingga menimbulkan efek

sistemik dan bahkan keracunan, Untuk mencegah hal ini perlu dilakukan penekanan

kantus internus mata setelah penetesan obat agar larutan atropin tidak masuk ke

rongga hidung, terserap dan menyebabkan efek sistemik. Dari sirkulasi darah, atropin

Page 6: laporan+farmako-1

cepat memasuki jaringan dan kebanyakan mengalami hidrolisis enzimatik oleh hepar.

Sebagian diekskresi melalui ginjal dalam bentuk asal.

Antikolinergik sintetik yang merupakan ammonium kuartener, misalnya skopolamin

metilbromida, lebih sulit diabsorpsi sehingga perlu diberikan dalam dosis yang lebih

besar (2,5 mg), tetapi efek sentralnya tidak sekuat atropin karena tidak melewati

sawar darah otak.

Absorpsi pirenzepin tidak lengkap (20-30%) dan dipengaruhi adanya makanan dalam

lambung. Masa paruh dieliminasi sekitar 11 jam. Sebagian besar pirenzepin dieksresi

melalui urin dan feses dalam bentuk senyawa awalnya.

Pada pasien gagal ginjal, kadar obat meningkat 30-40%, namun belum menyebabkan

efek toksik. Hemodialisis tidak banyak bermanfaat untuk mempercepat ekskresi obat

pada keracunan pirenzepin.

Toleransi

Toleransi pada manusia dapat terjadi, misalnya pada penderita parkinsonisme, yang

sering mendapat dosis yang tinggi sekali. Adiksi dan habituasi tidak jelas tampak,

kadang-kadang terlihat gejala muntah-muntah, berkeringat dan salivasi pada penderita

parkinsonisme yang pengobatannya dihentikan secara mendadak.

Efek Samping

Efek samping antimuskarinik hampir semuanya merupakan efek farmakodinamik

obat. Pada orang muda efek samping mulut kering, gangguan miksi, meteorisme

sering terjadi tetapi tidak membahayakan. Pada orang tua efek sentral terutama

sindrom demensia, dapat terjadi. Memburuknya retensi urin pada pasien dengan

hipertrofi prostat dan penglihatan pada pasien glaucoma, menyebabkan obat ini

kurang dapat diterima. Efek samping sentral kurang pada pemberian antimuskarinik

yang bersifat ammonium kuartener. Walaupun demikian selektivitas hanya berlaku

pada dosis rendah dan pada dosis toksik semuanya dapat terjadi. Muka merah setelah

pemberian atropin bukan alergi melainkan efek samping sehubungan efek samping

vasodilatasi pembuluh darah di wajah. Alergi terhadap atropin tidak sering ditemukan.

ADRENERGIK

Obat-obat yang merangsang system saraf simpatis disebut dengan andrenergik, agonis

andrenergik, atau simpatomimetik karena obat-obat ini menyerupai neurotransmitter

simpatis (epinefrin dan norepinefrin). Obat-obat ini bekerja pada satu tempat atau

lebih dari reseptor andrenergik yang menjadi perantara respons utama.

Page 7: laporan+farmako-1

Kerja obat adrenergic dapat dibagi dalam tujuh jenis: (1) perangsangan perifer,

terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa dan terhadap kelenjar liur dan

keringat; (2) penghambatan perifer, terhadap otot polos usus, bronkus dan pembuluh

darah otot rangka; (3) perangsangan jantung, dengan akibat peningkatan denyut

jantung dan kekuatan kontraksi; (4) perangsangan SSP, misalnya perangsangan

pernapasan, peningkatan kewaspadaan, aktivitas psikomotor, dan pengurangan nafsu

makan; (5) efek metabolic, misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot,

lipolisis dan pengelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak; (6) efek endokrin,

misalnya mempengaruhi sekresi insulin, rennin, dan hormon hipofisis; dan (7) efek

prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan pengelepasan neurotransmitter

NE dan Ach (secara fisiologis, efek hambatan lebih penting).

Salbutamol (Albuterol)

Albuterol sulfat (Proventil) adalah selektif untuk reseptor adrenergic beta-2, sehingga

responsnya hanya bronkodilatasi. Seorang klien penderita asma dapat memberikan

respons lebih baik jika memakai albuteril dari pada isoproterenol karena kerja

utamanya adalah reseptor beta-2. Dengan menggunakan simpatomimetik selektif,

maka lebih sedikit respons yang tidak diinginkan. Tetapi dosis tinggi dari albuteril

dapat mempengaruhi reseptor beta-1, sehingga menyebakan peningkatan denyut

jantung.

Farmakodinamik

Farmakokinetik

Albuterol sulfat baik diabsorpsis melalui saluran gastrointestinal dan dimetabolisme

intensif oleh hati. Waktu paruh dari obat sedikit berbeda-beda dari rute pemberian

(rute oral 2,5 jam dan inhalasi 4 jam).

Efek Samping

Efek samping seringkali timbul jika dosis obat dinaikan atau obat nonselektif (bekerja

pada beberapa reseptor). Efek samping yang sering timbul pada obat-obat adrenergic

adalah hipertensi, takikardi, palpitasi, aritmia, tremor, pusing, kesulitan berkemih,

mual, dan muntah.

Alat:

- Tensimeter

Page 8: laporan+farmako-1

- Stetoskop

- Termometer

- Penggaris

- Gelas ukur

- Gelas beaker

- Metronom

Bahan:

- Ekstrak belladonna 30mg

- Efedrin 25mg

- Propranolol 20 mg

- Plasebo

Cara kerja:

1. Orang percobaan (OP) yang telah dipilih diminta berbaring di atas meja

laboratorium dengan tenang, lakukan pengukuran tekanan darah, frekuensi

nadi, frekuensi nafas, suhu tubuh, ukuran lebar pupil.

2. Pengukuran tanda-tanda vital diulang setelah jeda 5 menit lalu diambil rata-

ratanya sebagai parameter dasar.

3. Ukur produksi saliva yang dirangsang dengan mengunyah permen karet

selama 5 menit, kemudian saliva ditampung dalam gelas beaker.

4. Liur yang banyak busanya ditambahkan 1 ml alcohol 70%, sehingga busa

berkurang dan permukaan air liur lebih mudah diukur.

5. Pengukuran air liur dilakukan dengan cara menuangkan air liur ke dalam gelas

ukur yang berisi 5 ml air kemudian hasil yang terbaca di gelas ukur dikurangi

5 ml (air) dan banyaknya alcohol yang ditambahkan saat menghilangkan busa,

lalu dicatat sebagai parameter dasar.

6. Gelas beaker dicuci setiap selesai menampung air liur.

7. Sebelum minum obat, OP diminta untuk berlari ditempat sesuai bunyi

metronome, selama 2 menit (dengan kecepatan 120 kali angkat kaki/menit,

yaitu 60 kali kaki kanan, dan 60 kali kaki kiri), dengan manset tensimeter tetap

terikat pada lengan atas (untuk mempermudah dan mempercepat pengukuran).

Kaki harus diangkat cukup tinggi, 30 cm dari lantai, sehingga dengan latihan

fisik ini tekanan darah sistolik meningkat 30 mmHg dan denyut nadi 30-50

kali/menit.

Page 9: laporan+farmako-1

8. Setelah berlari ditempat selama 2 menit, OP segera berbaring dan dilakukan

lagi pengukuran tanda-tanda vital, dan dicatat sebagai parameter setelah

latihan fisik.

9. Kode obat yang sudah didapat dari instruktur dicatat kodenya, kemudian OP

diminta untuk meminumnya.

10. Sambil OP berbaring dilakukan lagi pengukuran tanda-tanda vital dan

produksi saliva pada menit ke 20, 40, dan 60.

11. Pada menit ke 60, OP diminta melakukan latihan fisik yang sama, kemudian

segera dilakukan lagi pengukuran tanda-tanda vital.

12. Seluruh hasil percobaan dicatat dan diperkirakan obat otonom apa yang

diminum OP.

Hasil dan pembahasan :

Orang Percobaan I : Dionisius Batubara

Kode obat : 48

Parameter 20 menit 40 menit 60 menit

Tekanan darah 120/ 70 mmHg 110/ 60 mmHg 120/ 50 mmHg

Frekuensi nadi 74 kali/ menit 71 kali/ menit 76 kali/ menit

Frekuensi

napas

19 kali/ menit 21 kali/ menit 23 kali/ menit

Diameter pupil 0, 6 cm 0, 4 cm 0,2 cm

Suhu 35, 3˚ C 35, 9˚ C 36˚ C

Saliva 17 mL 17 mL 17 mL

Setelah latihan

fisik

Tekanan darah

Frekuensi nadi

150/ 60 mmHg

125 kali/ menit

160/ 70 mmHg

142 kali/ menit

Tekanan darah awal : 110/ 60

Frekuensi nadi : 68 kali/ menit

Diameter pupil : 0, 5 cm

Suhu : 36 ˚ C

Saliva : 15mL

Page 10: laporan+farmako-1

Tebakan obat : Efedrin

Obat sebenarnya : Salbutamol

Pada percobaan ini, kami menebak obat yang diminum OP adalah efedrin.

Hal yang mendasari tebakan kami adalah ketika menganalisa tekanan darah dan

frekuensi nadi OP yang meningkat setelah meminum obat.

Efedrin merupakan agonis reseptor α dan β1 dan β2, dan dapat merangsang

pelepasan norepinefrin dari neuron simpatis. Efek perifer efedrin melalui kerja

langsung dan melalui pelepasan NE endogen.

Efedrin menstimulasi detak jantung dan cardiac output, sehingga menaikkan tekanan

darah. Efek kardiovaskular efedrin menyerupai efek epinefrin tetapi berlangsung kira-

kira 10 kali lebih lama. Tekanan sistolik meningkat, dan biasanya juga tekanan

diastolic juga sehingga tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan darah ini

sebagian disebabkan oleh vasokonstriksi, tetapi terutama oleh stimulasi jantung.

Denyut jantung mungkin tidak berubah akibat refleks kompensasi vagal terhadap

kenaikan tekanan darah.

Efek samping efedrin meliputi hipertensi, terutama pada pemberian parenteral atau

pemberian oral dengan dosis lebih besar dari yang direkomendasikan. Efek samping

lain termasuk insomnia dan takikardi pada pengobatan berulang. Efedrin tidak boleh

dipakai pada pasien dengan gangguan kardiovaskular.

Namun pada kenyataannya, tebakan yang benar adalah salbutamol.

Salbutamol juga merupakan golongan simpatomimetik yang selektif terhadap

adrenoreseptor hanya saja obat ini mempunyai sifat yang lebih efektif dengan masa

kerja lebih lama dan efek samping lebih kecil daripada bentuk nonselektif (adrenalin,

efedrin, dan isoprendlin).

Kesalahan dalam tebakan kami mungkin disebabkan oleh prosedur kerja yang kurang

baik.

Orang Percobaan II : Richard

Kode obat : 129

Page 11: laporan+farmako-1

Tebakan obat : Plasebo

Obat sebenarnya : Ekstrak belladona

Parameter

Sebelum

minum

obat

Setelah minum obat

20’ 40’ 60’

Tekanan Darah110/70

mmHg

110/

70

mmHg

110/

70

mmHg

110/ 70

mmHg

Frekuensi Nadi82 x /

menit

88 x /

menit

86 x /

menit

82 x /

menit

Frekuensi Napas20 x /

menit

20 x/

menit

20 x /

menit

17 x /

menit

Suhu 35,8˚C 35˚C 35,7˚C 35˚C

Diameter Pupil 0,6 cm0, 4

cm

0, 2

cm0,3 cm

Saliva 16 mL 19 mL 18 mL 18 mL

Lari:

Tekanan Darah

Frekuensi Nadi

160/60

mmHg

122x/menit

150/70

mmHg

119x/menit

Gejala Subjektif - - - -

Kelompok kami menebak obat yang diminum adalah placebo karena tidak terjadi

perunahan yang nyata pada data percobaan dari orang percobaan. Ekstrak belladonna

seharusnya memberikan efek menekan sekresi air liur, sedangkan pada data

percobaan didapatkan sekresi air liur yang meningkat. Diameter pupil juga tidak

mengalami pembesaran (midriasis), padahal seharusnya ekstrak belladonna

menyebabkan midriasis pada pupil. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan orang

percobaan melakukan puasa dalam waktu kurang dari 4 jam. Sehingga waktu dari

absorbs obat kurang dapat terlihat.

Kesimpulan :

Page 12: laporan+farmako-1

Farmakodinamik obat-obat otonom sangat bervariasi dan banyak kegunaanya. Namun

juga banyak efek sampingnya. Sayang tidak banyak dari efek farmakodinamik ini

yang dapat diamati dengan aman untuk praktikum farmakologi. Namun diharapkan

dengan melakukan dan mengamati sendiri efek farmakodinamik dari obat otonom

yang dipilih untuk praktikum ini, mahasiswa dapat lebih mengerti dan mendalami

kerja obat-obat otonom sebagai bekal pengetahuannya dalam praktek sehari-hari

kelak

Refrensi :

Tjay TH, Rahardja K. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Gramedia;2002.h.29-45.