LAPORAN SKENARIO 1 SISTEMIK.doc
-
Upload
yoan-ayung-sagita -
Category
Documents
-
view
19 -
download
0
Transcript of LAPORAN SKENARIO 1 SISTEMIK.doc
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan rongga mulut dengan kesehatan organ-organ lain didalam tubuh
manusia sangatlah berkaikatan. Contohnya apabila terdapat penyakit periodontal
dalam rongga mulut seperti periodontitis, gingivitis, dan sebagainya dapat
bermanifestasi menjadi penyakit sistemik. Begitupula sebaliknya, kebanyakan
orang yang menderitapenyakit sistemik akan sangat beresiko untuk menederita
penyakit periodontal. Beberapa penyakit sistemik tersebut diantaranya adalah
Diabetes dan ESRD (End-Stage Renal Disease).
Diabetes Mellitus adalah penyakit gangguan metabolisme tubuh dimana
hormon insulin tidak bekerja sebagai mana mestinya. Insulin adalah hormon yang
diproduksi oleh kelenjar pankreas dan berfungsi untuk mengontrol kadar gula
dalam darah dengan mengubah karbohidrat, lemak dan protein menjadi energi.
Diabetes Mellitus dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu: Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM) disebut Diabetes Mellitus tipe 1, Serta Non insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Mellitus tipe 2. Pada penderita
Diabetes tipe 1, kelenjar pankreas tidak mampu memproduksi insulin sehingga
jumlah insulin beredar dalam tubuh tidak mencukupi kebutuhan, oleh karena
autoimun maupun idiopatik. Sedangkan pada Diabetes tipe 2, hormon Insulin
tetap diproduksi namun tidak dapat berfungsi dengan baik secara absolut maupun
relative.
ESRD (End-Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer, 2002:1448). Ginjal
tidak dapat berfungsi dengan baik kecuali dengan dialysis atau transplantasi
ginjal.
1.2 Skenario
1
SKENARIO 1. PENYAKIT PERIODONTAL YANG DIPICU OLEH
KELAINAN SISTEMIK
Seorang perempuan usia 37 tahun, sering merasa pusing dan giginya
banyak yang goyang. Perempuan tersebut datang ke praktek dokter gigi dengan
keluhan sering pusing dan lemas. Sudah beberapa bulan gejala semakin berat
sampai pernah hampir pingsan. Beliau sudah sering berobat ke puskesmas tetapi
kondisinya tidak berubah. Beberapa minggu ini beliau merasa mulutnya terasa
terbakar (burning sensation), gigi-giginya goyang dan gusi mudah berdarah
sehingga memutuskan untuk kontrol ke dokter gigi.
Dari anamnesis didapatkan bahwa perempuan tersebut suka
mengkonsumsi makanan padat energi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
penderita menderita oedema di tungkai bawah serta indeks masa tubuh (BMI) 30
BMI. Pada pemeriksaan rongga mulut terdapat kelainan periodontal, dimana
ditandai dengan banyaknya plak dan gigi posterior rahang atas dan rahang bawah
goyang serta gusi mudah berdarah apabila tersentuh. Dari hasil laboratorium
didapatkan bahwa konsentrasi protein, potassium, magnesium, dan phosphorus
saliva penderita pada batas-batas tidak normal. Karena curiga ada faktor sistemik,
maka dokter memutuskan untuk melakukan uji laboratorium untuk mengetahui
apakah penderita menderita diabetes tipe 2 atau bahkan ada gangguan End-stage
renal disease (ESRD)
1.3 Rumusan Masalah
Dari latar belakang dan skenario diatas, dapat dirumuskan beberapa
masalah, antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hubungan konsumsi makanan padat energi dengan
diabetes melitus?
2. Apa hubungan BMI pasien pada skenario dengan Diabetes melitus ?
3. Apakah oedema yang diderita pasien berhubungan dengan diabetes
melitus?
4. Mengapa pasien tersebut mengalami kelainan pada rongga mulutnya dan
apa kaitannya dengan diabetes melitus?
2
5. Apakah ketidaknormalan konsentrasi protein, potassium, magnesium,
dan phosphorus saliva berhubungan dengan kelainan yang diderita
pasien?
6. Bagaimana cara mengetahui apakah pasien tersebut menderita diabetes
tipe 2 atau ESRD ?
1.4 Tujuan Pembelajaran
Dari beberapa hal diatas, tujuan pembelajaran yang ingin kami capai, antara
lain sebagai berikut:
1. Memahami hubungan life style konsumsi makanan padat energi dengan
insulin resisten dan diabetes melitus
2. Memahami hubungan penyakit periodontal dengan diabetes tipe 2 dan
penyakit ginjal
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (diabetes) adalah suatu kondisi terganggunya
metabolisme didalam tubuh karena ketidakmampuan tubuh membuat atau
menyuplai hormon insulin sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan
kadar gula darah melebihi normal (Desriani, 2003).
2.1.2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Berdasarkan Perkeni (2006) diabetes, diklasifikasikan menjadi:
1. Diabetes Melitus Tipe-1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut,
yangdisebabkan oleh: autoimun dan idiopatik
2. Diabetes Melitus Tipe-2
Penderita diabetes melitus tipe-2 memiliki satu atau lebih keabnormalan di
bawah ini, antara lain:
a. Defisiensi insulin relatif: insulinyang disekresi oleh sel-β pankreas
untuk memetabolisme tidak mencukupi (Kumar et al, 2005).
b. Resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif (Perkeni, 2006).
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
Diabetes tipe ini dapat disebabkan karena beberapa hal, antara lain : defek
genetic fungsi sel beta, defek genetic kerja insulin penyakit eksokrin
pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab
imunologi yang jarang dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan
diabetes
a) Diabetes Melitus Kehamilan
Diabetes melitus kehamilan atau sering disebut dengan istilah
Diabetes Melitus Gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi
4
karbohidrat yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan
sedang berlangsung.
Faktor risiko diabetes tipe ini antara lain obesitas, adanya riwayat
DMG, gukosuria, adanya riwayat keluarga dengan diabetes, abortus
berulang, adanya riwayat melahirkan bayi dengan berat > 4 kg, dan
adanya riwayat preeklamsia. Penilaian adanya risiko diabetes melitus
gestasional perlu dilakukan sejak kunjungan pertama untuk pemeriksaan
kehamilannya.
2.2. Pengertian Diabetes Melitus Tipe 2
Dalam DM Tipe 2, pankreas dapat menghasilkan cukup jumlah insulin
untuk metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh tidak mampu untuk
memanfaatkan secara efisien. Seiring waktu, penurunan produksi insulin dan
kadar glukosa darah meningkat (Adhi, 2011). Diabetes mellitus sebelumnya
dikatakan diabetes tidak tergantung insulin atau diabetes pada orang dewasa.
Ini adalah istilah yang digunakan untuk individu yang relatif terkena diabetes
(bukan yang absoult) defisiensi insulin. Orang dengan jenis diabetes ini
biasanya resisten terhadap insulin. Ini adalah diabetes sering tidak
terdiagnosis dalam jangka waktu yang lama karena hiperglikemia ini sering
tidak berat cukup untuk memprovokasi gejala nyata dari diabetes. Namun
demikian, pasien tersebut adalah risiko peningkatan pengembangan
komplikasi macrovascular dan mikrovaskuler (WHO,1999). Faktor yang
diduga menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini
adalah adanya kombinasi antara kelainan genetik, obesitas, inaktifitas, faktor
lingkungan dan faktor makanan (Tjekyan, 2007).
2.2.2. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2
Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi
dalam 3-10 menit pertama setelah makan yaitu insulin yang disekresi pada
fase ini adalah insulin yang disimpan dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat
5
menurunkan glukosa darah sehingga merangsang fase 2 adalah sekresi insulin
dimulai 20 menit setelah stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih
banyak, tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana
pada orang normal. Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin
pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan produksi
glukosa oleh hati meningkat, sehingga kadar glukosa darah puasa meningkat.
Secara berangsur-angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan insulin akan
menurun. Dengan demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan gangguan
fase 1 yang menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di
mana tidak terjadi hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. Penelitian
menunjukkan adanya hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan
kadar insulin puasa. Pada kadar glukosa darah puasa 80-140 mg/dl kadar
insulin puasa meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa darah puasa
melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin tidak mampu meningkat lebih tinggi
lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel beta menyebabkan fungsinya
menurun. Pada saat kadar insulin puasa dalam darah mulai menurun maka
efek penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati khususnya
glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi glukosa hati makin
meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada puasa. Faktor-faktor yang
dapat menurunkan fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang didapat
(acquired) antara lain menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa
kandungan dan bayi, adanya deposit amilyn dalam sel beta dan efek toksik
glukosa (glucose toXicity) (Schteingart, 2005 dikutip oleh Indraswari, 2010).
Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap dapat
dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain sudah terjadi resistensi
insulin dalam beberapa tingkatan. Pada seorang penderita dapat terjadi
respons metabolik terhadap kerja insulin tertentu tetap normal, sementara
terhadap satu atau lebih kerja insulin yang lain sudah terjadi gangguan.
Resistensi insulin merupakan sindrom yang heterogen, dengan faktor genetik
dan lingkungan berperan penting pada perkembangannya. Selain resistensi
6
insulin berkaitan dengan kegemukan, terutama gemuk di perut, sindrom ini
juga ternyata dapat terjadi pada orang yang tidak gemuk. Faktor lain seperti
kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung lemak, juga dinyatakan
berkaitan dengan perkembangan terjadinya kegemukan dan resistensi insulin
(Indraswari, 2010).
7
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Mapping
8
LIFE STYLE
OBESITAS
INSULIN RESISTEN
DIABETES MELITUS
MANINFESTASI
ESRD PENY. PERIODONTA
L
DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, Kenneth J. 2003. Philips Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi.
Jakarta : EGC
Anusavice, Kenneth J. 2004. Philips Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi.
Jakarta : EGC
Dorland. 2003. Kamus Kedokteran Edisi 29. Jakarta : EGC
Powers JM, Wataha JC. 2008. Dental Materials Properties and Manipulation 9th
Ed. Missouri: Mosby Elsevier.
Yuliati, Anita. 2005. Viabilitas sel fibroblas BHK-21 pada permukaan resin
akrilik rapid heat cured. Jurnal Kedokteran Gigi pada Maj. Ked. Gigi.
(Dent J), Vol.38.No.2 April-Juni 2005:68-72.
9