Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri
-
Upload
wahyu-aprillia -
Category
Documents
-
view
460 -
download
48
Transcript of Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri
LAPORAN DISKUSI TUTORIAL
SKENARIO 1
PROSES PENUAAN SERTA PERUBAHAN STRUKTUR
DAN FUNGSI TUBUH PADA LANSIA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 18
Aryo Seno (G0010030) M. Maulana Shofri (G0010116)
Annisa Pertiwi (G0010024) Maulidina Kurniawati (G0010122)
Chumaidah N A (G0010044) Nurul Dwi Utami (G0010144)
Endang Susilowati N (G0010072) Rukmana Wijayanto (G0010170)
Firza Fatchya (G0010082) Wahyu Aprillia (G0010194)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jatuh adalah kejadian mendadak yang mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring atau terduduk dilantai/tanah atau tempat lebih rendah tanpa disadari.
Berdasarkan survai di masyarakat AS, sekitar 30% lansia umur lebih dari 65
tahun jatuh setiap tahunnya, separuh dari angka tersebut mengalami jatuh
berulang. Kematian akibat jatuh sangat sulit untuk diidentifikasi karena sering
tidak disarari oleh keluarga. Komplikasi yang sering dialami adalah 1% fraktur
kolum femoris, 5% fraktur tulang iga,perlukaan jaringan lunak, subdural
hematom, hemarthroses, memar, dan keseleo otot.
Ini adalah skenarionya
Seorang wanita, geriatri, dengan berat badan 55 kg, TB 163 cm, tiba-tiba
jatuh. Nafsu makan menurun, keinginan untuk minum berkurang. Sejak 3 hari
yang lalu lutut kanan pasien terasa sakit jika digerakkan sehingga pasien
kesulitan berjalan, dan sering bengkak-bengkak pada kaki. Penderita juga
mengeluh mata kabur sejak usia 60 tahun, dan pendengaran juga sudah
berkurang penderita selama ini tinggal sendirian di rumah dengan pencahayaan
yang kurang. Tiga tahun ini penderita sering lupa. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 190/80 mmHg.
Pada hasil laboratorium kadar gula darah sewaktu 250 mg,dL, Hb=8,1 gr%,
kreatinin 2,3 mg/dL. Hasil pemeriksaan urin rutin: proteinuria +2. Terapi yang
didapat adalah meloxicam 2x7,5 mg dan dexametason 3x1 tablet, antalgin 3x1
tablet untuk mengurangi rasa nyeri, bisoprolol 1x10 mg, furosemid 1-0-0.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana patogenis kelainan-kelainan pada skenario?
2. Perubahan-perubahan apa saja yang terjadi dari dewasa ke lansia?
3. Bagaimana proses penuaan secara fisiologi dan anatomi?
4. Apa penyebab hipertensi pada geriatri?
5. Bagaimana hasil analisis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang?
Berapa harga rujukan normal pada geriatri?
C. Tujuan
1. Mengetahui patogenis kelainan-kelainan pada skenario
2. Mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi dari dewasa ke lansia
3. Mengetahui proses penuaan secara fisiologi dan anatomi
4. Mengetahui penyebab hipertensi pada geriatri
5. Mengetahui hasil analisis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dan
harga rujukan normal pada geriatri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PROSES PENUAAN (AGING)
1. Penuaan Seluler (Cellular Senescence)
Penuaan seluler dan apoptosis adalah suatu proses yang terjadi selama
masa hidup organism kompleks seperti mamalia. Apoptosis terutama penting
pada saat perkembangan embryo. Keduanya diperkirakan memberikan
kontribusi terhadap penuaan dan/atau keadaan patologis yang berkaitan
dengan penuaan. Penuaan seluler menghentikan proliferasi dari sel yang
mengalami kerusakan atau berisiko mengalami transformasi maligna,
sedangkan apoptosis mengeliminasi sel tersebut (Campisi, 2007).
Terdapat tiga tipe sel, yaitu:
1) Mitotically competent cells, yaitu sel-sel yang tetap memiliki
kemampuan untuk membelah, seperti sel keratinosit pada lamina
basalis epidermis kulit, sel epitel pada GIT, liver, dan organ
epithelial lainnya, sel endotel dan otot polos pada pembuluh, dan
fibroblast.
2) Postmitotic cells, yaitu sel-sel yang telah kehilangan kemampuan
untuk berploriferasi sebagai konsekuensi dari proses diferensiasi,
seperti sel neuron dewasa, sel osteosit, dan sel miokard.
3) Quiescent cells, yaitu mitotically competent cell yang berada dalam
kondisi tidak aktif membelah, namun jika mendapat stimulasi
tertentu, dapat kembali aktif membelah. Contohnya adalah
hepatosit.
Dari ketiga tipe sel tersebut, hanya mitotically competent cells yang dapat
mengalami penuaan seluler (cellular senescence) yang bersifat irreversible
dan akan menjadi postmitotic cells. Sedangkan kondisi tidak aktif membelah
pada quiescent cells bersifat reversible (Campisi, 2007).
Terdapat pula istilah replicative senescence, yaitu suatu fenomena
dimana sel tetap dalam kondisi viable, namun sel tidak menginisiasi replikasi
DNA untuk melakukan mitosis pada saat terpapar mitogen fisiologis.
Replicative senescence ini merupakan suatu bagian spesifik dari cellular
senescence (Campisi, 2007).
Respon penuaan dirangsang oleh sinyal-sinyal seperti; disfungsi
telomere, kerusakan DNA nontelomer, chromatin perturbations, ekspresi
onkogen tertentu, dan sinyal mitogenik yang kuat (dapat ditimbulkan dari
ekspresi onkogen tertentu). Cellular senescence berperan sebagai
mekanisme pengaman agar sel-sel yang berpotensi onkogenik tidak
meneruskan siklus selnya sehingga tidak berkembang menjadi tumorigenesis
(Campisi, 2007).
Fenotipe dari sel yang mengalami penuaan terdiri dari tiga
karakteristik, yaitu:
1) Penghentian proliferasi sel yang irreversible, sebagai akibat dari
represi gen-gen yang penting dalam progresi siklus sel dan ekspresi
berlebihan dari gen-gen yang menghambat progresi siklus sel.
2) Resistensi dari apoptosis, hal ini dapat menjelaskan mengapa
dalam makhluk hidup sel yang mengalami penuaan tetap ada dan
terakumulasi seiring waktu.
3) Perubahan fungsional, seperti perbesaran ukuran sel, peningkatan
biogenesis dari lysosome, menurunnya tingkat pembentukan dan
degradasi protein, sering munculnya lobulated nuclear
morphology, dan ekspresi β-galactosidase yang berasosiasi dengan
penuaan. Terdapat juga perubahan pada ekspresi gen yang spesifik
terhadap tipe sel tertentu, seperti:
o Sel epitel adreno-cortical pada manusia yang mengalami
penuaan, kehilangan kemampuan untuk menginduksi 17α-
hydroxylase, suatu enzim kunci dalam biosintesis kortisol.
o Dermal fibroblast yang mengalami penuaan mengalami
kenaikan ekspresi collagenase (matrix metalloproteinase-1
(MMP-1)) dan stromelysin (MMP-3) yang dapat menguraikan
matriks protein extraseluler.
o Sel endothelial pada manusia yang mengalami penuaan,
mengalami upregulasi interleukin-1a dan downregulasi ekspresi
thymosin-b-10. Uniknya, sel endotel yang mengekspresi β-
galactosidase dan kekurangan thymosin-b-10 ditemukan pada
dasar lesi atherosclerosis, berimplikasi pada peran senescent
endothelial cells pada atherogenesis.
Selain itu, sel yang mengalami penuaan juga mengalami
overekspresi gen-gen yang mengkode protein-protein yang akan
disekresikan, sehingga dapat mempengaruhi sel-sel disekitarnya
dan lingkungan mikro jaringan lokal disekitarnya (Campisi, 2007).
2. Penuaan Sebagai Akibat dari Penuaan Seluler dan Kematian Sel
Peran pasti penuaan seluler dan kematian sel pada proses penuaan
sampai sekarang belum dapat dijawab dengan pasti. Namun dapat
diperkirakan bahwa gangguan fungsi pada sel yang menua dapat
mempengaruhi sel-sel di sekitarnya dan dapat menjadi dasar dari penyakit-
penyakit yang berkaitan dengan usia lanjut. Sedangkan pada kematian sel,
efek yang paling membahayakan adalah terjadinya kematian sel pada
jaringan postmitotic, dimana sel-selnya tidak dapat digantikan. Selain itu,
ketika tua, proses apoptosis menjadi kurang efisien pada mitotically
competent tissue, meskipun mekanismenya belum jelas. Hal ini akan
menimbulkan peningkatan jumlah sel yang rusak maupun mengalami
disfungsi seiring penuaan (Campisi, 2007).
3. Teori-teori Penuaan
a. Teori Penuaan secara Molekuler
1) Codon Restriction
Teori ini berdasar pada hipotesis bahwa akurasi dari proses
translasi akan terganggu seiring dengan terjadinya penuaan.
2) Regulasi Gen
Teori ini diajukan oleh Kanungo, tahun 1975, dengan hipotesis
bahwa penuaan disebabkan oleh adanya perubahan pada ekspresi
gen-gen setelah tercapainya kedewasaan reproduksi.
3) Dysdifferentiation
Teori ini diajukan oleh Cutler, tahun 1982. Teori ini mengatakan
bahwa akumulasi bertahap dari kerusakan molekuler yang acak
akan mengganggu regulasi normal dari aktivitas gen, kemudian
berpotensi memicu tahapan-tahapan jejas sebagai konsekuensinya.
Kesalahan pada sintesis protein diakibatkan oleh kerusakan
molekuler, yang akan mengakibatkan ekspresi gen yang abnormal.
Selain itu sel juga mungkin membentuk protein yang berbeda dari
protein karakteristik sel tersebut akibat dari kurang ketatnya peran
dari gen kontrol.
4) Teori Error Catastrophe
Ide dasar dari teori ini dikemukakan pada tahun 1963, yaitu
kemampuan sel untuk memproduksi protein fungsional bergantung
tidak hanya pada spesifikasi genetik yang tepat, namun juga pada
‘alat-alat’ yang dibutuhkan untuk membentuk protein tersebut.
Sehingga, teori ini mengemukakan adanya kemungkinan terjadi
kesalahan dalam transfer informasi pada tempat lain selain DNA.
Kemudian, akumulasi dari banyak kesalahan-kesalahan kecil pada
proses sintetis dan enzimatis pada sel akan mengakibatkan suatu
kondisi dimana sel tidak dapat lagi bertahan.
5) Mutasi Somatik dan Kerusakan DNA
Konsep dari teori ini adalah bahwa integritas dari genome adalah
faktor yang mengatur proses penuaan. Sehingga, baik mutasi
(perubahan pada sekuens polynucleotide yang tetap tidak
terkoreksi) maupun kerusakan DNA (perubahan kimiawi pada
struktur double-helix yang tidak sepenuhnya diperbaiki) dapat
mendasari proses penuaan dan menentukan tingkat penuaannya
(Carey dan Zou, 2007).
b. Teori Penuaan secara Seluler
1) Hipotesis Radikal Bebas
Teori ini pertama dikemukakan oleh Harman pada tahun 1956
dan merupakan teori yang paling banyak diterima. Teori ini
mengemukakan bahwa radikal bebas di dalam sel merusak
makromolekul sel kemudian mengakibatkan penuaan dan bahkan
hingga kematian sel. Radikal bebas adalah molekul yang mengandung
elektron tak berpasangan dan reaktif. Sumber dari radikal bebas dapat
endogen maupun eksogen. Terdapat dua kelompok utama dari radikal
bebas, yaitu ROS (reactive oxygen species, seperti superoxide radical,
hydrogen peroxide, hydroxyl radical) dan RNS (reactive nitrogen
species, seperti nitric oxide) (Carey dan Zou, 2007).
Radikal bebas dapat berekasi dengan berbagai makromolekul,
seperti DNA, protein, dan lipid, kemudian menyebabkan kerusakan
pada molekul-molekul tersebut. Lipid merupakan molekul yang paling
sensitif terhadap radikal bebas karena adanya struktur bisallylic pada
asam lemak tidak jenuh rantai ganda. Peroksidasi lipid dapat
menyebabkan kerusakan pada membran sel dan hilangnya kesatuan sel
karena lipid merupakan komponen penting dari membran sel dan
berbagai lipoprotein (Carey dan Zou, 2007).
Kaitan antara radikal bebas dan penuaan diperkirakan pada
adanya pembentukan radikal bebas endogen yang dibentuk di dalam
sel sehingga berakibat adanya kerusakan kumulatif pada sel.
Kerusakan intraseluler ini berupa penurunan fisiologis yang terjadi
pada proses penuaan (Carey dan Zou, 2007).
Meskipun demikian, terdapat argument pro dan kontra mengenai
teori ini, seperti tercantum pada tabel di bawah ini yang dicuplik dari
Carey dan Zou, tahun 2007.
2) Teori Apoptosis
Proses apoptosis melibatkan hal-hal di bawah ini;
- Dissolusi membran
- Pengerutan sel
- Fragmentasi protein
- Kondensasi kromatin
- Degradasi DNA diikuti dengan fagositosis dari bagian-bagian
sel yang mengalami apoptosis oleh sel-sel di sekitarnya.
Alzheimer’s dan sel yang rusak oleh karena stroke mengalami
kematian sel dengan cara apoptosis. Diperkirakan bahwa setiap sel dari
organisme multiseluler membawa informasi yang dibutuhkan untuk
menentukan kematian sel itu sendiri. Namun, kaitan apoptosis dan
penuaan menitikberatkan pada kapan dan pada kondisi seperti apa
proses apoptosis dapat dipicu (Carey dan Zou, 2007).
B. PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANJUT USIA
a. Perubahan - Perubahan Fisik
1. Sel.
o Lebih sedikit jumlahnya.
o Lebih besar ukurannya.
o Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler.
o Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati.
o Jumlah sel otak menurun
o Terganggunya mekanisme perbaikan sel
o Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.
2. Sistem Persarafan.
o Berat otak menurun 10-20%. (Setiap orang berkurang sel saraf otaknya
dalam setiap harinya).
o Cepatnya menurun hubungan persarafan.
o Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan
stres.
o Mengecilnya saraf panca indra.Berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya saraf penciumdan perasa, lebih sensitif
terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
o Kurang sensitif terhadap sentuhan.
3. Sistem Pendengaran.
o Presbiakusis ( gangguan dalam pendengaran ). Hilangnya kemampuan
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau
nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata,
50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.
o Otosklerosis akibat atrofi membran tympani .
o Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya
keratin.
o Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa/stres.
4. Sistem Penglihatan.
o Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
o Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
o Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak.
o Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.
o Hilangnya daya akomodasi.
o Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya.
o Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.
5. Sistem Kardiovaskuler.
o Elastisitas dinding aorta menurun.
o Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
o Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini menyebabakan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
o Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh
darah perifer untuk oksigenisasi,. Perubahan posisi dari tidur ke duduk
atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun,
mengakibatkan pusing mendadak.
o Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer.
6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh.
o Temperatur tubuh menurun ( hipotermia ) secara fisiologis akibat
metabolisme yang menurun.
o Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
akibatnya aktivitas otot menurun.
7. Sistem Respirasi
o Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
o Menurunnya aktivitas dari silia.
o Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas
pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
o Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
o Kemampuan untuk batuk berkurang.
o Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan
pertambahan usia.
8. Sistem Gastrointestinal.
o Kehilangan gigi akibat Periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk
dan gizi yang buruk.
o Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecapm di
lidah terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit.
o Eosephagus melebar.
o Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
o Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
o Daya absorbsi melemah.
9. Sistem Reproduksi.
o Menciutnya ovari dan uterus.
o Atrofi payudara.
o Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun
adanya penurunan secara berangsur-angsur.
o Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal
kondisi kesehatan baik.
o Selaput lendir vagina menurun.
10. Sistem Perkemihan
o Ginjal
o Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui
urin, darah yang masuk ke ginjal disaring di glomerulus (nefron).
Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%.
o Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil
meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.
11. Sistem Endokrin.
o Produksi semua hormon menurun.
o Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate),
dan menurunnya daya pertukaran zat.
o Menurunnya produksi aldosteron.
o Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen,
dan testosteron.
12. Sistem Kulit ( Sistem Integumen )
o Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
o Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses
keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis.
o Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
o Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
o Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi.
o Pertumbuhan kuku lebih lambat.
o Kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya.
o Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
13. Sistem Muskuloskletal
o Tulang kehilangan density ( cairan ) dan makin rapuh.
o Kifosis
o Pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas.
o Persendiaan membesar dan menjadi kaku.
o Tendon mengerut dan mengalami skelerosis.
o Atrofi serabut otot ( otot-otot serabut mengecil ).Otot-otot serabut
mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram
dan menjadi tremor.
o Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh.
b. Perubahan - Perubahan Mental.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental.
o Perubahan fisik, khususnya organ perasa.
o Kesehatan umum
o Tingkat pendidikan
o Keturunan (Hereditas)
o Lingkungan
1. Kenangan (Memory).
o Kenangan jangka panjang: Berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu
mencakup beberapa perubahan.
o Kenangan jangka pendek atau seketika: 0-10 menit, kenangan buruk.
2. IQ (Inteligentia Quantion).
o Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.
o Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor, terjadi
perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari
faktor waktu.
c. Perubahan-perubahan Psikososial.
1. Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun (purna
tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain :
o Kehilangan finansial (income berkurang).
o Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi,
lengkap dengan segala fasilitasnya).
o Kehilangan teman/kenalan atau relasi.
o Kehilangan pekerjaan/kegiatan.
2. Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality)
3. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak
lebih sempit.
4. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
5. Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya
biaya pengobatan.
6. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
7. Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.
8. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
9. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-
teman dan family.
10. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep diri. (Graf, 2006).
C. KELAINAN TERKAIT PROSES PENUAAN
Jatuh
Jatuh merupakan hal sering terjadi pada lanasi terkait dengan morbiditas dan
mortalitasnya. Jatuh bisa menyebabkan luka, patah tulang, hilangnya kepercayaan
dan kemandirian, depresi serta kematian (Anderson, 2008)
Faktor risiko jatuh meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan biasanya
berhubungan dengan kondisi kesehatan dan penuaan. Dalam CDC (2004) faktor
risiko tersebut antara lain sebagai berikut.
Faktor Biologis
- Gangguan mobilitas seperti kelemahan otot dan gangguan keseimbangan
- Penyakit kronis, seperti arthritis dan stroke
- Gangguan penglihatan
- Hilangnya sensasi di kaki
Faktor Perilaku/Kebiasaan
- Kemalasan
- Efek samping obat
- penggunaan alcohol
Faktor Lingkungan
- keadaan lantai yang berbahaya
- ukuran dan jenis alat bantu yang salah
Sementara itu menurut Anderson (2008) faktor risiko jatuh antara lain :
• Kelemahan ekstremitas bawah
• Riwayat jatuh
• Gangguan keseimbangan
• Penurunan penglihatan
• Arthritis sendi ekstremitas bawah
• Hipotensi postural
• Konsumsi obat-obatan
• Penurunan fungsi kognitif
• Inkontinensia
• Usia di atas 65 tahun
Sistem Indra
Proses penuaan akan mempengaruhi semua indra manusia, namun yang paling
banyak dipengaruhi adalah pendengaran dan penglihatan.
Pendengaran
Seiring dengan bertambahnya usia, struktur di dalam telinga mulai berubah dan
terjadi penurunan fungsi. Kemampuan seseorang untuk mendengar akan berkurang,
selain itu juga terdapat gangguan dalam menjaga keseimbangan baik ketika duduk,
berdiri, dan berjalan. Gangguan pendengaran yang terkait dengan umur yaitu
presbikusis. Kemampuan mendengar telinga akan menurun, terutama pada frekuensi
tinggi. Salah satu faktor yang memengaruhi keadaan ini adalah hormon aldosteron.
Pada lansia penderita presbikusis didapatkan memiliki level aldosteron yang rendah.
Aldosteron memiliki efek untuk mengontrol transport ion kalium(K+) dan klor(Cl-) di
koklea melalui kanal ion Na+-K+-ATPase yang berfungsi untuk menjaga fungsi
pendengaran. Selain presbikusis gangguan pendengaran yang sering muncul pada
usia lansia yaitu tinnitus. Penumpukan kotoran telinga yang terlalu lama juga dapat
menimbulkan gangguan pendengaran seiring dengan bertambahnya usia (Dugdale,
2012).
Penglihatan.
Seiring dengan penuaan, struktur bola mata juga berubah. Kornea menjadi
kurang sensitive, sehingga apabila terdapat luka menjadi tidak terlalu diperhatikan.
Pupil akan bereaksi lebih lambat ketika berada dalam keadaan gelap maupun terang,
lensa menguning, dan tidak fleksibel. Ketajaman visual mata secara bertahap
menurun. Masalah yang paling umum terjadi adalah gangguan melihat pada objek
jarak dekat, yang disebut dengan presbiopia. Selain itu, seiring dengan penuaan
vitreus humor mata akan menyusut, yang akan mengakibatkan adanya floaters atau
semacam partikel-partikel kecil dalam medan penglihatan. Pada kebanyakan kasus,
adanya floaters ini tidak mengurangi daya penglihatan. Selain itu pada lansia,
biasanya penglihatan perifer mulai terganggu, mereka akan kesulitan untuk melihat
orang di samping mereka. Kelemahan otot bola mata juga merupakan perubahan pada
orang yang sudah lanjut usia sehingga lapang pandang orang usia lanjut lebih sempit
(Dugdale, 2012). Lima penyebab utama gangguan penglihatan pada usia lanjut adalah
presbyopia, katarak, glaukoma, degenerasi macular, dan retinopati diabetic (Loh dan
Ogle, 2004)
Ada dua teori penyebab presbyopia yaitu (1) pengerasan atau sklerosis dari
substansi lensa, atau (2) penurunan elastisitas otot siliar dan koroid. Lensa secara
bertahap menjadi lebih tebal dan kehilangan fleksibilitas dari waktu ke waktu
mengakibatkan kegagalan untuk akomodasi cahaya pada objek dari berbagai jarak.
Presbyopia merupakan gangguan penglihatan yang biasa terjadi pada lansia tetapi
biasanya tidak menyebabkan kebutaan. Katarak berkaitan dengan kekeruhan lensa
yang menyebabkan gangguan penglihatan, merupakan gangguan penglihatan yang
sering terjadi pada lansia dan biasanya menyebabkan kebutaan. Normalnya lensa
mata manusia itu jernih dan lentur, namun seriring bertambahnya usia, lensa bisa
menjadi keruh dan kehilangan kelenturannya. Faktor risiko katarak antara lain yaitu
diabetes mellitus, merokok, konsumsi alcohol, trauma, riwayat penyakit keluarga,
paparan sinar matahari/radiasi UVB, terapi steroid, dan uveitis (Loh dan Ogle, 2004).
Demensia
Hilangnya memori merupakan bagian normal dari proses penuaan, dan biasanya
hal tersebut disertai dengan penurunan kemampuan untuk menyerap informasi (Mc
Culloh et al., 2012).
Demensia kerap terjadi pada usia lanjut. Dikatakan American Academy of
Neurology (2010) bahwa 10% orang usia lebih dari 65 tahun, dan 50% usia lebih dari
85 tahun mengalami demensia. Demensia merupakan gangguan yang ditandai dengan
penurunan progresif fungsi kognitif otak, seperti memori, penalaran, bahasa,
kemampuan berpikir, kemampuan spasial dan orientasi, serta penanganan tugas-tugas
kompleks, yang mengganggu aktivitas sehari-hari (Mc Culloh et al., 2012).
Alzheimer merupakan bentuk demensia yang paling sering terjadi pada lansia
(60-80%). Penyakit ini ditandai oleh perubahan patologis di otak yang mengakibatkan
hilangnya memori, kemampuan berpikir, dan kemampuan bahasa, serta perubahan
perilaku, yang pada akhirnya menyebabkan hilangnya kemampuan fungsional
sesorang (Mc Culloh et al., 2012; Fernandez et al., 2010; Alzheimer’s Association,
2012).
Sementara itu, demensia non-Alzheimer adalah gangguan yang ditandai oleh
masalah dengan memori dan fungsi kognitif lainnya ditambah gejala klinis yang unik
(Mc Culloh et al., 2012.
Tahapan demensia
Tahap awal/Early stage
Beberapa gejala yang terlihat jelas pada demensia tahap awal ini adalah:
Lupa ingatan jangka pendek atau peristiwa yang baru-baru ini terjadi.
Kesulitan dalam melakukan tugas-tugas yang kompleks, misalnya membayar
tagihan, atau mengelola keuangan.
Lupa akan sejarah pribadi seseorang.
Menjadi murung atau menarik diri, terutama dalam situasi yang menantang
sosial atau mental
Tahap pertengahan/Mid stage
Pada tahap ini penurunan fungsi memori dan berpikir mulai terlihat. Individu
mulai memerlukan bantuan orang lain.
Individu tidak dapat mengingat alamat mereka sendiri, nomor telepon,
atau sekolah tempat mereka lulus.
Menjadi bingung tentang di mana mereka berada atau hari apa itu.
Terdapat gangguan dalam perhitungan aritmatik.
Membutuhkan bantuan dalam memilih pakaian yang tepat
Masih mengingat tentang keluarga dan diri mereka sendiri.
Belum memerlukan bantuan untuk makan atau menggunakan toilet.
Tahap akhir/Late Stage
Pada tahap ini memori terus memburuk, perubahan kepribadian dapat
terjadi, dan individu memerlukan bantuan dalam aktivitas sehari-hari.
Mengingat nama mereka sendiri, tetapi mengalami kesulitan dengan
sejarah pribadi mereka.
Mampu membedakan wajah yang akrab dan asing, tetapi mengalami
kesulitan mengingat nama pasangan atau pengasuhnya.
Membutuhkan bantuan dalam berpakaian dengan baik. Apabila tanpa
pengawasan dapat menggunakan piyama saat siang, dan memakai
sepatu pada kaki yang salah.
Perubahan pola tidur, misalnya, tidur di siang hari dan menjadi gelisah
di malam hari.
Membutuhkan bantuan dalam menggunakan toilet.
Memiliki kesulitan dalam berkemih
Perubahan perilaku, termasuk kecurigaan dan delusi, perilaku
kompulsif, dan perilaku berulang (seperti tangan meremas-remas).
Cenderung suka tersesat kalau bepergian.
Tahap Akhir/ End Stage
Pada tahap akhir penyakit ini, individu dapat:
Mampu mengucapkan kata-kata tapi mungkin perlu bantuan dalam
kegiatan sehari-hari, termasuk makan dan menggunakan toilet.
Kehilangan kemampuan untuk menanggapi lingkungan mereka atau
untuk bercakap-cakap.
Kehilangan kemampuan untuk tersenyum, untuk duduk tanpa dukungan,
dan untuk menahan kepala mereka.
Kehilangan kemampuan, untuk mengontrol gerakan:
Refleks menjadi abnormal.
Otot tumbuh kaku.
Gangguan menelan.
(Mc Culloh et al., 2012)
Orang dengan demensia berada pada peningkatan risiko masalah kesehatan
fisik dan semakin tergantung pada pelayanan kesehatan, perawatan sosial dan pada
orang lain (Fernandez et al., 2010).
Gangguan sendi
Secara singkat mekanisme rasa nyeri atau sakit dimulai dari stimulasi
nociceptor oleh stimulus noxious pada jaringan, yang nantinya akan dirubah menjadi
potensial aksi. Proses ini disebut transduksi atau aktifasi reseptor. Selanjutnya
potensial aksi tersebut akan ditransmisikan menuju neuron susunan saraf pusat yang
berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari
neuron aferen primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu dorsalis ini
neuron aferen primer bersinap dengan neuron susunan saraf pusat. Dari sini jaringan
neuron tersebut akan naik ke atas di medulla spinalis menuju batang otak dan
thalamus. Selanjutnya terjadi hubungan timbal balik antara thalamus dan pusat-pusat
yang lebih tinggi di otak yang mengurusi respon persepsi dan afektif yang
berhubungan dengan nyeri. Tetapi rangsangan nociceptif tidak selalu menimbulakn
persepsi nyeri dan sebaliknya persepsi nyeri tidak bisa terjadi tanpa stimulasi
nosiseptif. Terdapat prose modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri
tersebut, tempat modulasi sinyal yang paling diketahui adalah pada kornu dorsalis
medulla spinalis. Proses terakhir adalah persepsi, dimana pesan nyeri direlai menuju
ke otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan (Setiyohadi et al,
2009). Pada proses inflamasi misalnya pada arthritis, proses nyeri terjadi karena
stimulus nosiseptor akibat pembebasan berbagai mediator biokimiawi selama proses
inflamasi terjadi (Soenarto, 2009).
Kaki Bengkak
Pembengkakan pada kaki merupakan masalah umum yang biasa terjadi pada
lansia. Adanya akumulasi cairan yang abnormal di pergelangan kaki dan kaki
menyebabkan edema. Dengan meningkatnya usia, pembuluh darah berhenti berfungsi
normal. Akibatnya, cairan terjebak ke dalam ruang intraseluler. Faktor yang berperan
adalah kadar protein (albumin) dalam darah yang rendah, fungsi pompa jantung
menurun, sumbatan pembuluh darah atau pembuluh limfe, penyakit liver dan ginjal
kronis, posisi tungkai terlalu lama tergantung (gravitasi). Kaki yang bengkak
kemungkinan merupakan tanda dari gagal jantung, gagal ginjal, atau gangguan hepar,
dimana dalam kondisi ini ada terlalu banyak cairan dalam tubuh (Dugdale, 2013)
Nafsu Makan Menurun
Seiring bertambahnya usia, individu menjadi kurang aktif dan terjadi perubahan
fisiologis yang menyebabkan pergeseran komposisi tubuh, dengan peningkatan
proporsi lemak tubuh, penurunan massa otot dan cairan ekstraseluler. Meskipun
prevalensi obesitas tinggi pada lansia, akan tetapi perhatian utama pada lansia adalah
penurunan asupan makanan dan hilangnya motivasi untuk makan. Hal ini
menunjukkan adanya masalah terkait dengan pengaturan keseimbangan energi dan
kontrol asupan makanan. Asupan energi yang kurang menyebabkan penurunan berat
badan, yang dapat disebabkan oleh faktor social, fisiologis, atau kombinasi keduanya.
Kemiskinan, kesepian, dan isolasi sosial merupakan faktor sosial yang dominan
berkontribusi terhadap kurangnya asupan makanan pada orang tua (Donini et al.,
2003; Noel and Reedy, 2005). Pada lansia, aktifitas fisiknya menurun dan terjadi
perubahan metabolisme. Dengan demikian, orang tua akan kesulitan dalam mengatur
asupan makanan sehingga menyebabkan anorexia in aging atau anoreksia pada
penuaan, yaitu sebuah sindrom penurunan berat badan yang tidak direncanakan dan
kekurangan energy protein (KEP) (Champion, 2011).
Berbagai macam faktor, baik fisiologis, patologis, psikologis, dan sosiologis
(misalnya depresi, kehilangan kontak social, penyakit kronis, dan obat-obatan) yang
menyebabkan anoreksia pada penuaan dan malnutrisi. Depresi, yang sering dikaitkan
dengan masalah sosial, adalah masalah psikologis yang umum pada orang tua dan
penyebab signifikan kehilangan nafsu makan (Champion, 2011; Donini et al., 2003).
Pengurangan asupan makanan mungkin disebabkan karena dorongan untuk
makan/ rasa lapar berkurang akibat kebutuhan yang lebih rendah, atau karena rasa
kenyang muncul lebih cepat. Anoreksia fisiologis ini juga tidak hanya bergantung
pada penurunan kualitas makan seiring penuaan tetapi juga pada regulasi hormon dan
neurotransmiter yang dipengaruhi dari asupan makanan. Terdapat peningkatan
konsentrasi cholecystokinin yang terjadi seiring penuaan pada manusia. Selain itu,
studi pada hewan menunjukkan bahwa adanya penurunan opioid dan neuropeptide Y
dan juga nitric oxide seiring berjalannya usia, yang menyebabkan dorongan rasa lapar
berkurang.
Faktor fisik seperti gangguan periodontal (misal : rusaknya gigi, gigi tanggal,
gigi palsu) yang mana juga terkait perubahan rasa dan bau dapat mempengaruhi
pilihan makanan dan membatasi jenis serta jumlah makanan yang dimakan orang tua.
Kondisi medis umum pada orang tua seperti penyakit gastrointestinal, sindrom
malabsorpsi, infeksi akut dan kronis, dan hypermetabolism sering menyebabkan
anoreksia, defisiensi mikronutrien, dan peningkatan kebutuhan energi protein. Selain
itu, konsumsi sejumlah obat-obatan dapat menyebabkan malabsorpsi nutrisi,
gangguan gastrointestinal, dan hilangnya nafsu makan.
Kekurangan energi protein dikaitkan dengan gangguan fungsi otot, penurunan
massa tulang, disfungsi kekebalan tubuh, anemia, penurunan fungsi kognitif,
penyembuhan luka yang buruk, pemulihan dari operasi yang tertunda, yang pada
akhirnya meningkatkan morbiditas dan mortalitas lansia. Anoreksia penuaan ini
secara fisiologis juga merupakan faktor risiko kurang energi protein (KEP) pada
lansia (Dondini et al., 2003)
D. HIPERTENSI
1. Epidemiologi
Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu penyakit yang
menyebabkan peningkatan kematian pada usia dewasa. Salah satu penyebab
utama tren penyakit kardiovaskuler adalah perubahan pola tekanan darah dan
meningkatnya prevalensi hipertensi karena usia. Menurut Seventh Report of the
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment
of High Blood Pressure (JNC-7), hipertensi terjadi pada lebih dari 2/3 individu
yang berumur lebih dari 65 tahun. Sedngkan data dari Framingham Heart
Study, laki-laki dan perempuan yang tidak menderita hipertensi pada umur 55
tahun diprediksi beresiko menjadi hipertensi 93% dan 91% menjadi hipertensi
pada umur 80 tahun.
2. Patofisiologi
a. Kekakuan arteri
Arteri yang elastis akan berubah seiring bertambahnya usia, yaitu
dilatasi atau mengeras (kaku). Fraktur dari elastic lamellae terlihar di
aorta yang menua dan dapat terjadi baik pada dilatasi atau pada
pengerasan arteri. Kekakuan arteri kebanyakan disebabkan karena
hiperplasia dari tunika intima. Arteri yang kaku akan menurunkan
kapasintasi dan keterbatasan recoil dan menyebabkan arteri tidak mampu
menampung selama siklus jantung. Selain itu, selama sistole pembuluh
darah arteriosklerotik gagal untuk mengembang dan gagal untuk
mengimbangi tekanan yang ditimbulkan jantung, sehingga tekanan darah
sistolik naik. Di sisi lain, kehilangan recoil selama diastole menyebabkan
penurunan diastole. Kekakuan pada arteri tidak hanya disebabkan karena
penebalan dinding arteri tapi juga dikarenakan endothelium-derived
vasoactive mediators seperti endothelin 1 dan penurunan bioaviability
dari NO (Nitric Oxide), yang berperan dalam disfungsi endotel).
b. Neurohormonal dan disregulasi autonomik
Mekanisme neurohormonal seperti sistem renin-angiotensin-
aldosteron akan menurun seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini
berhubungan dengan efek umur dan efek nefrosklerosis pada aparatus
jugstaglomular. Selain itu kadar aldosteron plasma juga menurun jika
umur bertambah. Akibatnya pasien geriatri dengan hipertensi akan lebih
beresiko hiperkalemi karena obat. Konsentrasi norepinefrin plasma akan
meningkat 2x pada geriatri, yang dikarenakan adanya mekanisme
kompensasi dari penurunan β-adrenergic karena reaksi penuaan.
c. Penuaan ginjal
Penuaan ginjal ditandai dengan berkembangnya
glomerulosklerosis dan fibrosis interstitial, yang mana berhubungan
dengan penurunan GFR dan penurunan mekanisme hemostatik lain. umur
berkaitan dengan menurunnya aktivitas pompa sodium/potasium dan
pompa kalsium ADP yang menyebabkan kelebihan kalsium dan sodium
intraseluler, sehingga meningkatkan vasokonstriksi dan retensi vaskular.
Peningkatan sensitivitas garam ditandai dengan peningkatan tekanan
darah yang mana merupakan respon dari overload sodium pada lansia dan
obesitas sebagai akibat dari keterbatasan fungsi ginjal untuk mngeluarkan
overload sodium.
3. Diagnosis dan Klasifikasi
Diagnosis hipertensi harus berdasarkan 3 kali pengukuran dalam 2 kali visit yang
berbeda. Sebagian besar hipertensi merupakan hipertensi esensial. Namun penting
untuk mengetahui penyebab dari hipertensi (hipertensi sekunder).
(Lionakis et al., 2012).
BAB III
PEMBAHASAN
Proses penuaan akan terjadi sejalan dengan bertambahnya usia seseorang. Ada
banyak teori yang mengemukakan proses terjadinya penuaan, mulai dari tingkat sel
sampai molekuler.
Pada skenario seorang wanita geriatrik, dengan berat badan 55 kg, tinggi badan
163 cm, tiba-tiba jatuh. Jatuh tiba-tiba pada orang tua merupakan hal yang sering
terjadi. Jatuh ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor biologis,
perilaku/ kebiasaan, dan lingkungan. Kelemahan ekstremitas bawah, riwayat jatuh,
gangguan keseimbangan, penurunan penglihatan, arthritis sendi ekstremitas bawah,
hipotensi postural, konsumsi obat-obatan, penurunan fungsi kognitif, inkontinensia,
dan usia di atas 65 tahun.
Wanita pada skenario mengalami penurunan nafsu makan dan keinginan untuk
minum. Hal tersebut dapat disebabkan oleh faktor social, fisiologis, atau kombinasi
keduanya. Kemiskinan, kesepian, dan isolasi sosial merupakan faktor sosial yang
dominan berkontribusi terhadap kurangnya asupan makanan pada orang tua. Selain
itu aktifitas fisiknya menurun dan terjadi perubahan metabolisme. Depresi, yang
sering dikaitkan dengan masalah sosial, adalah masalah psikologis yang umum pada
orang tua dan penyebab signifikan kehilangan nafsu makan. Regulasi hormon dan
neurotransmiter yang dipengaruhi dari asupan makanan. Terdapat peningkatan
konsentrasi cholecystokinin yang terjadi seiring penuaan pada manusia. Selain itu,
studi pada hewan menunjukkan bahwa adanya penurunan opioid dan neuropeptide Y
dan juga nitric oxide seiring berjalannya usia, yang menyebabkan dorongan rasa lapar
berkurang. Faktor fisik seperti gangguan periodontal (misal : rusaknya gigi, gigi
tanggal, gigi palsu) yang mana juga terkait perubahan rasa dan bau dapat
mempengaruhi pilihan makanan dan membatasi jenis serta jumlah makanan yang
dimakan orang tua. Kondisi medis umum pada orang tua seperti penyakit
gastrointestinal, sindrom malabsorpsi, infeksi akut dan kronis, dan hypermetabolism
sering menyebabkan anoreksia, defisiensi mikronutrien, dan peningkatan kebutuhan
energi protein. Selain itu, konsumsi sejumlah obat-obatan dapat menyebabkan
malabsorpsi nutrisi, gangguan gastrointestinal, dan hilangnya nafsu makan. Hal ini
akan dapat menyebabkan kekurangan energy protein (KEP). Anorexia in aging atau
anoreksia pada penuaan, yaitu sebuah sindrom penurunan berat badan yang tidak
direncanakan dan kekurangan energi protein (KEP).
Rasa nyeri pada lutut kanan pasien kemungkinan disebabkan adanya proses
inflamasi misalnya pada arthritis, proses nyeri terjadi karena stimulus nosiseptor
akibat pembebasan berbagai mediator biokimiawi selama proses inflamasi terjadi.
Kaki yang bengkak bisa menjadi tanda dari gagal jantung, gagal ginjal, atau
gangguan hepar. Mekanisme yang terlibat adalah mulai tidak normalnya fungsi
pembuluh darah secara normal pada lansia, penignkatan kadar protein darah yang
rendah, fungsi pompa jantung yang menurun, sumbatan pembuluh darah atau
pembuluh limfe, penyakit liver dan ginjal kronis, atau posisi tungkai terlalu lama
tergantung (gravitasi) yang kemudian akan akumulasi cairan abnormal di pergelangan
kaki.
Pada skenario, keluhan utama pada wanita tersebut adalah tiba-tiba jatuh. Jatuh
sering terjadi pada lansia, banyak faktor yang berperan didalamnya, baik faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik dalam diri lansia sendiri seperti gangguan
gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope, dan
dizziness, serta faktor ekstrinsik meliputi keadaan lantai yang tidak rata, tersandung
benda-benda, penglihatan kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya
(Martono dan Pranaka, 2011).
Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan dari beberapa faktor,
dalam skenario ini, menurut kami, adalah :
1. Gabungan antara lingkungan yang jelek, dalam skenario ini adalah rumah
wanita ini kurang pencahayaannya dan kelainan-kelainan akibat proses menua
yaitu mata kabur.
2. Hipotensi ortostatik meliputi hipovolemia, disfungsi otonom, dan pengaruh
obat-obatan hipotensi yang sering wanita ini konsumsi untuk mengurangi
hipertensinya.
3. Obat-obatan diuretik
Pada skenario dapat kita lihat bahwa pasien mendapatkan terapi furosemid
yang merupakan golongan diuretik kuat.
4. Gangguan neuromuskular
Di dalam skenario disebutkan bahwa 3 hari yang lalu lutut kanan pasien nyeri
jika digerakkan sehingga sulit berjalan, hal ini menunjukkan terjadi gangguan
neuromuskular dengan bentuk kekakuan sendi.
Penderita dinyatakan tiga tahun ini sering lupa. Proses menua tidak dengan
sendirinya menyebabkan terjadinya dementia. Penuaan menyebabkan terjadinya
perubahan anatomi dan biokimia di susunan syaraf pusat(Martono dan Pranaka, 2011.
Pada beberapa penderita tua terjadi penurunan daya ingat dan gangguan psikomotor
yang masih wajar yang disebut dengan benign senescent forgetfullness atau dalam
pustaka lain disebut perburukan kognitif ringan (Mild cognitive impairment adalah
diagnosis fisik dan mungkin digambarkan dengan kelompok dengan penyebab
kerusakan yang patogen. Pasien memiliki masalah ingatan objektif tetapi tanpa
disertai dengan gangguan aktivitas sehari-hari. Secara struktural, otak dengan MCI
mengalami pengurangan neuron entorhinal cortex, berkurangnya volume
hipocampus, dan berkurangnya integritas substansi putih) (Topiwala dan Ebmeier,
2012). Keadaan ini dapat dikenali oleh keluarga atau teman karena sering mengulang-
ulang pertanyaan yang sama atau lupa pada kejadian yang baru terjadi.
Memburuknya fungsi kognitif ringan MMSE dapat digunakan untuk membantu
menentukan gangguan kognitif sehingga dapat ditindak lanjuti dengan pemeriksaan
lain(Martono dan Pranaka, 2011).
Penderita sejak 3 hari yang lalu merasakan nyeri pada lutut kanan jika
digerakkan sehingga pasuen kesulitan berjalan. Nyeri adalah suatu sensasi yang
disebabkan karena rusaknya jaringan. Pada pasien terjadi nyeri nosiseptif yang
merupakan nyeri yang timbul akibat peradangan, deformasi mekanik, atau perlukaan
progresif. Jenis nyeri ini bereaksi baik dengan obat analgesik dan upaya non-
farmakologik. Wanita berusia lebih dari 55 tahun merupakan faktor risiko
osteoartritis yang dapat dilihat dalam skenario ini. penyakit OA adalah hasil dari
peristiwa mekanik dan biologik yang mengakibatkan tidak stabilnya perangkai
normal dari degradasi dan sintesis kondrosit kartilago artikuler, matrix extraseluler,
dan tulang subkondral. Meskipun keadaan tersebut diawali oleh berbagai faktor,
termasuk genetik, pertumbuhan, metabolik, dan traumatik. Penyakit OA
menyebabkan perubahan-perubahan meliputi perlunakkan, fibrilasi, ulserasi,
hilangnya kartilago artikuler, sklerosis, dan tulang subkondral memadat seperti
gading, osteofit dan kista subkondral. Gejala klinis dari OA adalah adanya nyeri
sendi, gerakan terbatas, perasaan abnormal pada tekanan, krepitus kadang-kadang ada
efusi, dan berbagai derajat dari peradangan tanpa efek sistematis(Martono dan
Pranaka, 2011).
Penderita juga mengeluhkan mata kabur. Mata sendiri disusun atas struktur
optik dan persarafan, kedua bagian ini mengalami penurunan fungsi saat tua.
Penurunan fungsi optik dapat menyababkan penurunan kapasitas visual pada lansia
sedangkan penuaan retina menyebabkan kebutaan (Meisami E, et al, 2007).
Penelitian tentang penuaan pada kornea berdasarkan aspek biokimia dan
perubahan struktur biokimia menunjukkan bahwa penurunan secara berangsur-angsur
pada metabolisme tinggi energi di kornea yang menua sebagaimana penurunan
phosphomonoesters, phosphocreatine, and ATP, diikuti dengan penurunan
orthophosphate anorganik. Penuaan kornea diikuti dengan kehilangan keratosit dan
densitas sel endotel. Pembesaran kolagen fibril secara 3 dimensi sepanjang garis axial
terdapat pada stroma kornea yang mengalami penuaan. Pembesaran ini disebabkan
oleh penurunan sudut curam molekuler sebagaimana fibril. Hal ini menyatakan
bahwa peningkatan jumlah fibril karena perbesaran intermolecular Bragg spacing
disebabkan oleh glycation induced cross-linkages (Meisami E, et al, 2007).
Ketika terjadi penuaan opasitas lensa meningkat sehingga menurunkan
transparansi dan meningkatkan refraksi. Crystallin fiber yang terdapat di bagian
anterior lensa tidak mengalami regenerasi selama pertumbuhan dan penuaan dan
cenderung mengalami glycasi, carboaminasi, dan deaminasi. Hal ini meningkatkan
ikatan silang antar crystallin, membuat elastisitasnya menurun, lebih padat, tidak
tembus cahaya dan kekuningan. Penuaan juga mengakibatkan berubahnya protein
lensa sebagaimana akibat dari perusakan oksidatif oleh protein antioksidan seperti
glutathione (GSH) dan askorbat, yang mana berkurang konsentrasinya pada lensa
yang mengalami penuaan. Pada retina, pada penelitian yang dilakukan oleh Del
Priore melaporkan bahwa terjadi peningkatan proporsi apoptosis sel epitel pigmen
retina terutama di macula pada lansia (Meisami E, et al, 2007).
Penuaan tersebut diperberat dengan adanya hipoksia dan stres oksidatif. Lensa
mata berlokasi di lingkungan hipoglikemia dan hipoksia, penuaan lensa dengan
diabetes mungkin memperburuk kondisi ini. Kondisi hipoksia dan glukosa rendah
dapat menginduksi unfolded protein response (UPR) yang menghasilkan reactive
oxygen species (ROS) di lensa epitel lensa mata (LECs). Kondisi ini juga
menginduksi Nrf2-dependent antioxidant-protective UPR, produksi ROS dan
apoptosis. LECs tikus yang berada di regio anterior bagian tengah adalah daerah yang
paling tidak mudah terkena UPR, sedangkan di zona germinal (dimana terjadi
proliferasi LECs) adalah lokasi yang mudah terkena. Karena sel cortical lens fiber
dideferensiasi dari LECs setelah onset diabetes, sel ini memiliki level Nrf2 lebih
rendah, lalu teroksidasi menyebabkan katarak pada korteks lensa (Elanchezhian, et
al., 2012).
Dikeluhkan pula pada waniti pendengaran juga berkurang. Kehilangan fungsi
pendengaran berkaitan dengan usia (ARHL) disebut dengan presbikusis. Salah satu
faktor yang memengaruhi keadaan ini adalah hormon aldosteron. Pada lansia
penderita presbikusis didapatkan memiliki level aldosteron yang rendah. Aldosteron
memiliki efek untuk mengontrol transport ion kalium(K+) dan klor(Cl-) di koklea
melalui kanal ion Na+-K+-ATPase yang berfungsi untuk menjaga fungsi pendengaran.
Delesi enzim antioksidan Cu/Zn superoxide dismutase juga memengaruhi penuaan
auditorik dan presbikusis pada tikus. Ekspresi enzim SOD1 sekurang-kurangnya 50
% dari level optimal dibutuhkan untuk kelangsungan neuron koklear dan stria
vascularis dan mencegah presbikusis (Meisami E, et al, 2007.
Pada skenario, wanita ini mengalami hipertensi karena nilai sistol >30 mmHg
dan diastol >85 mmHg. Pada lansia, terjadi kekakuan arteri akibat hiperplasia tunika
intima, sehingga terjadi penurunan kapasitas dan keterbatasan recoil dan
menyebabkan arteri tidak mampu menampung selama siklus jantung. Kekakuan pada
arteri tidak hanya disebabkan karena penebalan dinding arteri tapi juga dikarenakan
endothelium-derived vasoactive mediators seperti endothelin 1 dan penurunan
bioaviability dari NO (Nitric Oxide), yang berperan dalam disfungsi endotel).
Mekanisme neurohormonal juga memengaruhi terjadinya hipertensi pada wanita
lansia ini. Seiring dengan bertambahnya usia, berhubungan dengan dan efek
nefrosklerosis pada aparatus jugstaglomular, sistem renin-angiotensin-aldosteron
akan menurun sehingga risiko hiperkalemia bertambah ketika pemberian obat
(Lionakis et al., 2012).
Sejak 3 hari yang lalu, lutut kanan pasien terasa sakit jika digerakkan sehingga
pasien kesulitan berjalan dan sering bengkak-bengkak pada kedua kaki. Lutut pasien
yang sakit kemungkinan mengarah pada osteoartritis (OA) yang merupakan penyakit
degeneratif tersering pada pasien usia lanjut. Adapun keadaan bengkak-bengkak pada
kedua kaki bisa disebabkan oleh tiga hal yaitu, karena jatuh, karena kerusakan ginjal
dan karena gangguan pada jantung. Apabila karena jatuh, akan ditemukan tanda-
tanda inflamasi disekitar bagian tubuh yang terbentur. Apabila karena kerusakan
ginjal, maka bengkak akan tejadi disemua bagian tubuh yang didahului dengan
pembengkakan yang khas pada kedua kelopak mata. Sedangkan bila karena gangguan
jantung, maka bagian tubuh yang mengalami pembengkakan terlebih dahulu adalah
kaki.
3 tahun ini pasien sering lupa. Pada beberapa orang usia lanjut akan terjadi
penurunan daya ingat dan gangguan psikomotor yang masih wajar sehingga disebut
sifat pelupa benigna akibat penuaan (benign senescent forget fullness). Keadaan ini
tidak menyebabkan gangguan pada aktivitas hidup sehari-hari dan juga tidak bersifat
progresif. Kondisi ini biasanya ditandai dengan sering mengulang pertanyaan yang
sama atau lupa pada kejadian yang baru terjadi. Sehingga dalam hal ini perlu
diobservasi beberapa bulan untuk membedakannya dengan dementia yang
sebenarnya. Apabila gangguan daya ingat bertambah progresif disertai dengan
gangguan intelek lain misalnya gangguan pembicaraan, maka kemungkinan besar
diagnosis dementia dapat ditegakkan sehingga perlu penatalaksanaan lebih lanjut.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 190/80 mmHg. Kondisi
hipertensi pada usia lanjut dapat dibedakan menjadi 2, yaitu hipertensi dan hipertensi
sistolik terisolasi. Disebut hipertensi bila tekanan sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan
diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi terjadi bila tekanan sistolik > 160
mmHg dan tekanan diastolik < 90 mmHg. Berdasarkan hal ini, maka tekanan darah
pasien dalam skenario termasuk hipertensi sistolik terisolasi. Keadaan ini disebabkan
karena pada usia lanjut, terjadi kekakuan aorta dan pembuluh darah arteri besar.
Sebagai komplikasi hipertensi, dapat terjadi kelainan organ-organ tubuh antara lain :
jantung (gagal jantung dan left ventrikel hypertrofi), cerebrovaskuler (transient
iskemik attack atau stroke), pembuluh darah tepi (aneurisma), ginjal (serum kretainin
diatas 1,5 mg%, proteinuria dapat +1 atau lebih), dan retinopati (perdarahan atau
eksudat). Adapun berdasarkan pemeriksaan laboratorium, kadar kreatinin pasien
dalam skenario adalah 2,3 mg/dl. Nilai ini melebihi batas normal kadar kreatinin pada
wanita usia lanjut. Kadar normal serum kreatinin pada wanita usia produktif adalah
0,6 – 1,1 mg/dl. Adapun pada lansia, kadar ini akan menurun akibat penurunan massa
otot dan penurunan produksi kreatinin. Selain karena kondisi hipertensi, kenaikan
serum kreatinin juga menandakan adanya penurunan fungsi ginjal karena seharusnya
kreatinin difiltrasi oleh glomerulus. Serum kreatinin juga dapat meningkat kadarnya
dalam urin pada penggunaan beberapa obat, seperti misalnya pengobatan yang
didapatkan oleh pasien dalam skenario. Pasien dalam skenario mendapatkan obat
meloxicam 2 x 7,5 mg. Obat meloxicam sendiri merupakan obat golongan AINS
(Anti Inflamasi Non Steroid) yang berfungsi untuk mengurangi nyeri, bengkak dan
kekakuan. Salah satu efek samping dari penggunaan obat ini adalah meningkatkan
kadar serum kreatinin dalam urin. Sehingga, peningkatan kadar serum kreatinin pada
pasien dalam skenario dapat disebabkan karena kondisi hipertensi, penurunan fungsi
ginjal dan penggunaan obat.
Selain serum kreatinin, dari hasil pemeriksaan laboratorium juga diperoleh
kadar gula darah sewaktu 250 mg/dl, Hb 8,1 gr%, dan hasil pemeriksaan urin rutin :
proteinuria +2. Kadar normal gula darah sewaktu adalah ≤ 200 mg/dl. Maka kadar
gula darah sewaktu pasien dalam skenario melebihi batas normal. Untuk menentukan
adanya diabetes melitus pada pasien, perlu dilakukan pemeriksaan lain seperti
pemeriksaan kadar gula darah 2 jam post prandial dan pemeriksaan gula darah puasa
selain juga pemeriksaan lain untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Kadar Hb
pasien dalam skenario termasuk rendah, adapun kadar normal Hb pada wanita adalah
11,5 – 16,5 gr%. Sehingga pasien dalam skenario mengalami anemia. Hasil
pemeriksaan urin rutin menunjukkan proteinuria +2. Padahal normalnya, dalam urin
tidak ditemukan protein, sehingga urin normal jernih. +2 menunjukkan bahwa urin
keruh ringan dan berbutir dimana kadar protein didalamnya sekitar 0,05 – 0,2% atau
sekitar 100mg. Adanya proteinuria menunjukkan adanya kerusakan glomerulus,
karena glomerulus yang normal akan memfiltrasi protein sehingga tidak ditemukan
protein dalam urin.
Dalam skenario, terapi yang didapat pasien selain meloxicam 2 x 7,5 mg
adalah dexametason 3 x 1 tablet, antalgin 3 x 1 tablet, bisoprolol 1 x 10 mg dan
furosemid 1-0-0. Dexametason adalah golongan kortikosteroid yang berfungsi
sebagai anti inflamasi. Antalgin merupakan golongan analgesik antipiretik yang
berfungsi untuk mengurangi nyeri hebat misalnya karena luka atau pembedahan dan
juga untuk demam tinggi. Bisoprolol adalah golongan β blocker yang berfungsi
sebagai anti hipertensi. Adapun furosemid merupakan golongan diuretik kuat yang
berfungsi untuk menurunkan tekanan darah yang sudah sangat tinggi dan tidak
terkontrol dan juga untuk mengurangi bengkak. Pada pasien usia lanjut, pilihan
pertama obat anlagesiknya adalah parasetamol baru kemudian opioid. Untuk prinsip
pengobatan hipertensi pada usia ≥ 55 tahun yaitu : diet rendah garam sampai ˂ 6
gram per hari, jika cara pertama tidak berhasil maka digunakan diuretik golongan
tiazid atau kalsium channel blocker, pilihan selanjutnya bila cara kedua tidak berhasil
adalah kombinasi 2 obat (ACE-inhibitor + kalsium channel blocker atau ACE-
inhibitor+ diuretik tiazid). Adapun β blocker bukan pilihan terapi awal, tetapi
merupakan terapi alternatif bila pasien kontra indikasi dengan ACE-inhibitor.
Selanjutnya, furosemid digunakan bila pasien kontra indikasi dengan diurteik tiazid.
Kontra indikasi diuretik tiazid adalah pasien dengan penurunan fungsi ginjal.
Sehingga pada pasien usia lanjut, perlu memperhatikan prinsip pengobatan karena
pada usia lanjut sudah terjadi beberapa penurunan fungsi organ, sehingga
farmakokinetik dan farmakodinamik obat dapat memengaruhi organ-organ dan sistem
dalam tubuh.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Terjadinya berbagai proses patologi pada lansia memiliki
banyak penyebab. Penyebab yang multifaktorial seperti
faktor fisik, sosial, psikologis, biologis, dapat
bermanifestasi menjadi berbagai gejala /sindrom geriatri.
2. Secara molekuler, proses penuaan terjadi akibat produksi
hasil metabolisme sel berupa ROS (Reactive Oxygen
Species). ROS menyebabkan mutasi sel, translasi protein
non fungsional, metabolisme sel terganggu, sehingga
menyebabkan penuaan hingga kematian sel.
B. Saran
Kegiatan diskusi tutorial sudah berjalan dengan baik,
namun mahasiswa sebaiknya mempelajari skenario diskusi
dengan lebih dalam, terutama dalam hal patogenesis
penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alzheimer's Association. 2012 Alzheimer's disease facts and figures. Alzheimers
Dement. 2012;8(2):131-168.
American Academy of Neurology. 2010. Detection, Diagnosis And Management
Of Dementia.
http://www.aan.com/professionals/practice/pdfs/dementia_guideline.pdf -
diakses April 2013
Anderson KE. 2008. Falls in the elderly. J R Coll Physicians Edinb, 38:138–43
Campisi J. 2007. Cellular senescence, cell death, and transgenic mouse model of
aging. In: Timiras P.S. (ed). Physiological Basis of Aging and Geriatrics.
4th ed. New York: Informa Healthcare, pp: 41-53
Carey J.R and Zou S. 2007. Theories of life span and aging. In: Timiras P.S. (ed).
Physiological Basis of Aging and Geriatrics. 4th ed. New York: Informa
Healthcare, pp: 55-68
CDC. 2008. Preventing Falls : How to Develop Community-based Fall
Prevention Programs for Older Adults. Georgia : National Center for
Injury Prevention and Control
Champion, Angela. 2011. Anorexia of Aging. Annals of Long-Term Care:
Clinical Care and Aging. 19(10):18-24.
Delirium in the Older Person: A Medical Emergency. (2006). VIHA.
Physiological Aging Changes. www.viha.ca/mhas/resources/delirium/
diaskes tanggal 01 April 2013
Donini LM, Savina C, Cannella C. 2003. Eating Habits and Appetite Control in
the Elderly: The Anorexia of Aging. International Psychogeriatrics;
15(1) : 73-87 http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?
fromPage=online&aid=273926 – diakses April 2013.
Dugdale David C. 2013. Foot, leg, and ankle swelling.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003104.htm - diakses
April 2013.
Dugdale, David C. 2012. Aging changes in the senses.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/004013.htm - diakses
April 2013.
Fernandez RL, Leal J, Gray A. 2010. DEMENTIA 2010 The prevalence,
economic cost and research funding of dementia compared with other
major diseases. University of Oxford. www.alzheimers-research.org.uk
Graf, C. (2006).Functional decline in hospitalized older adults. ANJ, 106(1), 58-
67;
Loh KY dan Ogle J. 2004. Age Related Visual Impairment in the Elderly. Med J
Malaysia, 59(4) : 562-569.
Martono H, Pranaka K. 2011. Buku ajar geriatri ilmu kesehatan usia lanjut edisi
ke 4. Jakarta: balai penerbit FKUI.
Mc Culloh DK, Cohen A, Amante C, Arnold B, Bharani N, Birmingham K,
Boudreau D et al. 2012. Dementia and Cognitive Impairment Diagnosis
and Treatment Guideline. Group Health Cooperative.
http://www.ghc.org/all-sites/guidelines/dementia.pdf - diakses April 2013.
Meisami E, Brown CM, Emerle HF Dalam Timiraz. 2007. Physiological basis of
aging and geriatrics fourth edition. New York : informa healthcare
Noel M, Reedy M. Nutrition and aging. Prim Care. 2005;32(3):659-669
Nikolaos Lionakis, Dimitrios Mendrinos, Elias Sanidas, Georgios Favatas and
Maria Georgopoulou. 2012. Hypertension in the elderly. World J Cardiol.
2012 May 26; 4(5): 135-147.
R Elanchezhian, P Palsamy, CJ Madson, ML Mulhern, DW Lynch, AM Troia, J
Usukura and T hinohara. 2012. Low glucose under hypoxic conditions
induces unfolded protein response and produces reactive oxygen species
in lens epithelial cells. Cell Death and Disease (2012) 3, e301;
doi:10.1038/cddis.2012.40
Topiwala A, Ebmeier KP. 2012. Vascular changes and brain plasticity: a new
approach to neurodegenerative diseases. Am J Neurodegener Dis
2012;1(2):152-159. www.AJND.us /ISSN:2165-591X/AJND1205002
Setiyohadi Bambang, Sumariyono, Yoga I Kasjmir, Harry Isbagio, Handono
Kalim. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing
Soenarto. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing