Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

63
LAPORAN DISKUSI TUTORIAL SKENARIO 1 PROSES PENUAAN SERTA PERUBAHAN STRUKTUR DAN FUNGSI TUBUH PADA LANSIA DISUSUN OLEH : KELOMPOK 18 Aryo Seno (G0010030) M. Maulana Shofri (G0010116) Annisa Pertiwi (G0010024) Maulidina Kurniawati (G0010122) Chumaidah N A (G0010044) Nurul Dwi Utami (G0010144) Endang Susilowati N (G0010072) Rukmana Wijayanto (G0010170) Firza Fatchya (G0010082) Wahyu Aprillia (G0010194)

Transcript of Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

Page 1: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL

SKENARIO 1

PROSES PENUAAN SERTA PERUBAHAN STRUKTUR

DAN FUNGSI TUBUH PADA LANSIA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 18

Aryo Seno (G0010030) M. Maulana Shofri (G0010116)

Annisa Pertiwi (G0010024) Maulidina Kurniawati (G0010122)

Chumaidah N A (G0010044) Nurul Dwi Utami (G0010144)

Endang Susilowati N (G0010072) Rukmana Wijayanto (G0010170)

Firza Fatchya (G0010082) Wahyu Aprillia (G0010194)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2013

Page 2: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jatuh adalah kejadian mendadak yang mengakibatkan seseorang mendadak

terbaring atau terduduk dilantai/tanah atau tempat lebih rendah tanpa disadari.

Berdasarkan survai di masyarakat AS, sekitar 30% lansia umur lebih dari 65

tahun jatuh setiap tahunnya, separuh dari angka tersebut mengalami jatuh

berulang. Kematian akibat jatuh sangat sulit untuk diidentifikasi karena sering

tidak disarari oleh keluarga. Komplikasi yang sering dialami adalah 1% fraktur

kolum femoris, 5% fraktur tulang iga,perlukaan jaringan lunak, subdural

hematom, hemarthroses, memar, dan keseleo otot.

Ini adalah skenarionya

Seorang wanita, geriatri, dengan berat badan 55 kg, TB 163 cm, tiba-tiba

jatuh. Nafsu makan menurun, keinginan untuk minum berkurang. Sejak 3 hari

yang lalu lutut kanan pasien terasa sakit jika digerakkan sehingga pasien

kesulitan berjalan, dan sering bengkak-bengkak pada kaki. Penderita juga

mengeluh mata kabur sejak usia 60 tahun, dan pendengaran juga sudah

berkurang penderita selama ini tinggal sendirian di rumah dengan pencahayaan

yang kurang. Tiga tahun ini penderita sering lupa. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan tekanan darah 190/80 mmHg.

Pada hasil laboratorium kadar gula darah sewaktu 250 mg,dL, Hb=8,1 gr%,

kreatinin 2,3 mg/dL. Hasil pemeriksaan urin rutin: proteinuria +2. Terapi yang

didapat adalah meloxicam 2x7,5 mg dan dexametason 3x1 tablet, antalgin 3x1

tablet untuk mengurangi rasa nyeri, bisoprolol 1x10 mg, furosemid 1-0-0.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana patogenis kelainan-kelainan pada skenario?

2. Perubahan-perubahan apa saja yang terjadi dari dewasa ke lansia?

Page 3: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

3. Bagaimana proses penuaan secara fisiologi dan anatomi?

4. Apa penyebab hipertensi pada geriatri?

5. Bagaimana hasil analisis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang?

Berapa harga rujukan normal pada geriatri?

C. Tujuan

1. Mengetahui patogenis kelainan-kelainan pada skenario

2. Mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi dari dewasa ke lansia

3. Mengetahui proses penuaan secara fisiologi dan anatomi

4. Mengetahui penyebab hipertensi pada geriatri

5. Mengetahui hasil analisis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dan

harga rujukan normal pada geriatri

Page 4: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PROSES PENUAAN (AGING)

1. Penuaan Seluler (Cellular Senescence)

Penuaan seluler dan apoptosis adalah suatu proses yang terjadi selama

masa hidup organism kompleks seperti mamalia. Apoptosis terutama penting

pada saat perkembangan embryo. Keduanya diperkirakan memberikan

kontribusi terhadap penuaan dan/atau keadaan patologis yang berkaitan

dengan penuaan. Penuaan seluler menghentikan proliferasi dari sel yang

mengalami kerusakan atau berisiko mengalami transformasi maligna,

sedangkan apoptosis mengeliminasi sel tersebut (Campisi, 2007).

Terdapat tiga tipe sel, yaitu:

1) Mitotically competent cells, yaitu sel-sel yang tetap memiliki

kemampuan untuk membelah, seperti sel keratinosit pada lamina

basalis epidermis kulit, sel epitel pada GIT, liver, dan organ

epithelial lainnya, sel endotel dan otot polos pada pembuluh, dan

fibroblast.

2) Postmitotic cells, yaitu sel-sel yang telah kehilangan kemampuan

untuk berploriferasi sebagai konsekuensi dari proses diferensiasi,

seperti sel neuron dewasa, sel osteosit, dan sel miokard.

3) Quiescent cells, yaitu mitotically competent cell yang berada dalam

kondisi tidak aktif membelah, namun jika mendapat stimulasi

tertentu, dapat kembali aktif membelah. Contohnya adalah

hepatosit.

Dari ketiga tipe sel tersebut, hanya mitotically competent cells yang dapat

mengalami penuaan seluler (cellular senescence) yang bersifat irreversible

Page 5: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

dan akan menjadi postmitotic cells. Sedangkan kondisi tidak aktif membelah

pada quiescent cells bersifat reversible (Campisi, 2007).

Terdapat pula istilah replicative senescence, yaitu suatu fenomena

dimana sel tetap dalam kondisi viable, namun sel tidak menginisiasi replikasi

DNA untuk melakukan mitosis pada saat terpapar mitogen fisiologis.

Replicative senescence ini merupakan suatu bagian spesifik dari cellular

senescence (Campisi, 2007).

Respon penuaan dirangsang oleh sinyal-sinyal seperti; disfungsi

telomere, kerusakan DNA nontelomer, chromatin perturbations, ekspresi

onkogen tertentu, dan sinyal mitogenik yang kuat (dapat ditimbulkan dari

ekspresi onkogen tertentu). Cellular senescence berperan sebagai

mekanisme pengaman agar sel-sel yang berpotensi onkogenik tidak

meneruskan siklus selnya sehingga tidak berkembang menjadi tumorigenesis

(Campisi, 2007).

Fenotipe dari sel yang mengalami penuaan terdiri dari tiga

karakteristik, yaitu:

1) Penghentian proliferasi sel yang irreversible, sebagai akibat dari

represi gen-gen yang penting dalam progresi siklus sel dan ekspresi

berlebihan dari gen-gen yang menghambat progresi siklus sel.

2) Resistensi dari apoptosis, hal ini dapat menjelaskan mengapa

dalam makhluk hidup sel yang mengalami penuaan tetap ada dan

terakumulasi seiring waktu.

3) Perubahan fungsional, seperti perbesaran ukuran sel, peningkatan

biogenesis dari lysosome, menurunnya tingkat pembentukan dan

degradasi protein, sering munculnya lobulated nuclear

morphology, dan ekspresi β-galactosidase yang berasosiasi dengan

penuaan. Terdapat juga perubahan pada ekspresi gen yang spesifik

terhadap tipe sel tertentu, seperti:

Page 6: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

o Sel epitel adreno-cortical pada manusia yang mengalami

penuaan, kehilangan kemampuan untuk menginduksi 17α-

hydroxylase, suatu enzim kunci dalam biosintesis kortisol.

o Dermal fibroblast yang mengalami penuaan mengalami

kenaikan ekspresi collagenase (matrix metalloproteinase-1

(MMP-1)) dan stromelysin (MMP-3) yang dapat menguraikan

matriks protein extraseluler.

o Sel endothelial pada manusia yang mengalami penuaan,

mengalami upregulasi interleukin-1a dan downregulasi ekspresi

thymosin-b-10. Uniknya, sel endotel yang mengekspresi β-

galactosidase dan kekurangan thymosin-b-10 ditemukan pada

dasar lesi atherosclerosis, berimplikasi pada peran senescent

endothelial cells pada atherogenesis.

Selain itu, sel yang mengalami penuaan juga mengalami

overekspresi gen-gen yang mengkode protein-protein yang akan

disekresikan, sehingga dapat mempengaruhi sel-sel disekitarnya

dan lingkungan mikro jaringan lokal disekitarnya (Campisi, 2007).

2. Penuaan Sebagai Akibat dari Penuaan Seluler dan Kematian Sel

Peran pasti penuaan seluler dan kematian sel pada proses penuaan

sampai sekarang belum dapat dijawab dengan pasti. Namun dapat

diperkirakan bahwa gangguan fungsi pada sel yang menua dapat

mempengaruhi sel-sel di sekitarnya dan dapat menjadi dasar dari penyakit-

penyakit yang berkaitan dengan usia lanjut. Sedangkan pada kematian sel,

efek yang paling membahayakan adalah terjadinya kematian sel pada

jaringan postmitotic, dimana sel-selnya tidak dapat digantikan. Selain itu,

ketika tua, proses apoptosis menjadi kurang efisien pada mitotically

competent tissue, meskipun mekanismenya belum jelas. Hal ini akan

Page 7: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

menimbulkan peningkatan jumlah sel yang rusak maupun mengalami

disfungsi seiring penuaan (Campisi, 2007).

3. Teori-teori Penuaan

a. Teori Penuaan secara Molekuler

1) Codon Restriction

Teori ini berdasar pada hipotesis bahwa akurasi dari proses

translasi akan terganggu seiring dengan terjadinya penuaan.

2) Regulasi Gen

Teori ini diajukan oleh Kanungo, tahun 1975, dengan hipotesis

bahwa penuaan disebabkan oleh adanya perubahan pada ekspresi

gen-gen setelah tercapainya kedewasaan reproduksi.

3) Dysdifferentiation

Teori ini diajukan oleh Cutler, tahun 1982. Teori ini mengatakan

bahwa akumulasi bertahap dari kerusakan molekuler yang acak

akan mengganggu regulasi normal dari aktivitas gen, kemudian

berpotensi memicu tahapan-tahapan jejas sebagai konsekuensinya.

Kesalahan pada sintesis protein diakibatkan oleh kerusakan

molekuler, yang akan mengakibatkan ekspresi gen yang abnormal.

Selain itu sel juga mungkin membentuk protein yang berbeda dari

protein karakteristik sel tersebut akibat dari kurang ketatnya peran

dari gen kontrol.

4) Teori Error Catastrophe

Ide dasar dari teori ini dikemukakan pada tahun 1963, yaitu

kemampuan sel untuk memproduksi protein fungsional bergantung

tidak hanya pada spesifikasi genetik yang tepat, namun juga pada

‘alat-alat’ yang dibutuhkan untuk membentuk protein tersebut.

Sehingga, teori ini mengemukakan adanya kemungkinan terjadi

kesalahan dalam transfer informasi pada tempat lain selain DNA.

Page 8: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

Kemudian, akumulasi dari banyak kesalahan-kesalahan kecil pada

proses sintetis dan enzimatis pada sel akan mengakibatkan suatu

kondisi dimana sel tidak dapat lagi bertahan.

5) Mutasi Somatik dan Kerusakan DNA

Konsep dari teori ini adalah bahwa integritas dari genome adalah

faktor yang mengatur proses penuaan. Sehingga, baik mutasi

(perubahan pada sekuens polynucleotide yang tetap tidak

terkoreksi) maupun kerusakan DNA (perubahan kimiawi pada

struktur double-helix yang tidak sepenuhnya diperbaiki) dapat

mendasari proses penuaan dan menentukan tingkat penuaannya

(Carey dan Zou, 2007).

b. Teori Penuaan secara Seluler

1) Hipotesis Radikal Bebas

Teori ini pertama dikemukakan oleh Harman pada tahun 1956

dan merupakan teori yang paling banyak diterima. Teori ini

mengemukakan bahwa radikal bebas di dalam sel merusak

makromolekul sel kemudian mengakibatkan penuaan dan bahkan

hingga kematian sel. Radikal bebas adalah molekul yang mengandung

elektron tak berpasangan dan reaktif. Sumber dari radikal bebas dapat

endogen maupun eksogen. Terdapat dua kelompok utama dari radikal

bebas, yaitu ROS (reactive oxygen species, seperti superoxide radical,

hydrogen peroxide, hydroxyl radical) dan RNS (reactive nitrogen

species, seperti nitric oxide) (Carey dan Zou, 2007).

Radikal bebas dapat berekasi dengan berbagai makromolekul,

seperti DNA, protein, dan lipid, kemudian menyebabkan kerusakan

pada molekul-molekul tersebut. Lipid merupakan molekul yang paling

sensitif terhadap radikal bebas karena adanya struktur bisallylic pada

asam lemak tidak jenuh rantai ganda. Peroksidasi lipid dapat

menyebabkan kerusakan pada membran sel dan hilangnya kesatuan sel

Page 9: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

karena lipid merupakan komponen penting dari membran sel dan

berbagai lipoprotein (Carey dan Zou, 2007).

Kaitan antara radikal bebas dan penuaan diperkirakan pada

adanya pembentukan radikal bebas endogen yang dibentuk di dalam

sel sehingga berakibat adanya kerusakan kumulatif pada sel.

Kerusakan intraseluler ini berupa penurunan fisiologis yang terjadi

pada proses penuaan (Carey dan Zou, 2007).

Meskipun demikian, terdapat argument pro dan kontra mengenai

teori ini, seperti tercantum pada tabel di bawah ini yang dicuplik dari

Carey dan Zou, tahun 2007.

2) Teori Apoptosis

Proses apoptosis melibatkan hal-hal di bawah ini;

- Dissolusi membran

- Pengerutan sel

Page 10: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

- Fragmentasi protein

- Kondensasi kromatin

- Degradasi DNA diikuti dengan fagositosis dari bagian-bagian

sel yang mengalami apoptosis oleh sel-sel di sekitarnya.

Alzheimer’s dan sel yang rusak oleh karena stroke mengalami

kematian sel dengan cara apoptosis. Diperkirakan bahwa setiap sel dari

organisme multiseluler membawa informasi yang dibutuhkan untuk

menentukan kematian sel itu sendiri. Namun, kaitan apoptosis dan

penuaan menitikberatkan pada kapan dan pada kondisi seperti apa

proses apoptosis dapat dipicu (Carey dan Zou, 2007).

B. PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANJUT USIA

a. Perubahan - Perubahan Fisik

1. Sel.

o Lebih sedikit jumlahnya.

o Lebih besar ukurannya.

o Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler.

o Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati.

o Jumlah sel otak menurun

o Terganggunya mekanisme perbaikan sel

o Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.

2. Sistem Persarafan.

o Berat otak menurun 10-20%. (Setiap orang berkurang sel saraf otaknya

dalam setiap harinya).

o Cepatnya menurun hubungan persarafan.

o Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan

stres.

Page 11: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

o Mengecilnya saraf panca indra.Berkurangnya penglihatan, hilangnya

pendengaran, mengecilnya saraf penciumdan perasa, lebih sensitif

terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.

o Kurang sensitif terhadap sentuhan.

3. Sistem Pendengaran.

o Presbiakusis ( gangguan dalam pendengaran ). Hilangnya kemampuan

pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau

nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata,

50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.

o Otosklerosis akibat atrofi membran tympani .

o Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya

keratin.

o Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami

ketegangan jiwa/stres.

4. Sistem Penglihatan.

o Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.

o Kornea lebih berbentuk sferis (bola).

o Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak.

o Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap

kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.

o Hilangnya daya akomodasi.

o Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya.

o Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.

5. Sistem Kardiovaskuler.

o Elastisitas dinding aorta menurun.

o Katup jantung menebal dan menjadi kaku.

Page 12: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

o Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini menyebabakan

menurunnya kontraksi dan volumenya.

o Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh

darah perifer untuk oksigenisasi,. Perubahan posisi dari tidur ke duduk

atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun,

mengakibatkan pusing mendadak.

o Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh

darah perifer.

6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh.

o Temperatur tubuh menurun ( hipotermia ) secara fisiologis akibat

metabolisme yang menurun.

o Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas

akibatnya aktivitas otot menurun.

7. Sistem Respirasi

o Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.

o Menurunnya aktivitas dari silia.

o Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas

pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.

o Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.

o Kemampuan untuk batuk berkurang.

o Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan

pertambahan usia.

8. Sistem Gastrointestinal.

o Kehilangan gigi akibat Periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk

dan gizi yang buruk.

o Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecapm di

lidah terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit.

o Eosephagus melebar.

Page 13: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

o Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.

o Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.

o Daya absorbsi melemah.

9. Sistem Reproduksi.

o Menciutnya ovari dan uterus.

o Atrofi payudara.

o Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun

adanya penurunan secara berangsur-angsur.

o Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal

kondisi kesehatan baik.

o Selaput lendir vagina menurun.

10. Sistem Perkemihan

o Ginjal

o Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui

urin, darah yang masuk ke ginjal disaring di glomerulus (nefron).

Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%.

o Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil

meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.

11. Sistem Endokrin.

o Produksi semua hormon menurun.

o Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate),

dan menurunnya daya pertukaran zat.

o Menurunnya produksi aldosteron.

o Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen,

dan testosteron.

12. Sistem Kulit ( Sistem Integumen )

o Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.

Page 14: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

o Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses

keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis.

o Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.

o Rambut dalam hidung dan telinga menebal.

o Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi.

o Pertumbuhan kuku lebih lambat.

o Kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya.

o Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.

13. Sistem Muskuloskletal

o Tulang kehilangan density ( cairan ) dan makin rapuh.

o Kifosis

o Pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas.

o Persendiaan membesar dan menjadi kaku.

o Tendon mengerut dan mengalami skelerosis.

o Atrofi serabut otot ( otot-otot serabut mengecil ).Otot-otot serabut

mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram

dan menjadi tremor.

o Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh.

b. Perubahan - Perubahan Mental.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental.

o Perubahan fisik, khususnya organ perasa.

o Kesehatan umum

o Tingkat pendidikan

o Keturunan (Hereditas)

o Lingkungan

Page 15: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

1. Kenangan (Memory).

o Kenangan jangka panjang: Berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu

mencakup beberapa perubahan.

o Kenangan jangka pendek atau seketika: 0-10 menit, kenangan buruk.

2. IQ (Inteligentia Quantion).

o Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.

o Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor, terjadi

perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari

faktor waktu.

c. Perubahan-perubahan Psikososial.

1. Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas

dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun (purna

tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain :

o Kehilangan finansial (income berkurang).

o Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi,

lengkap dengan segala fasilitasnya).

o Kehilangan teman/kenalan atau relasi.

o Kehilangan pekerjaan/kegiatan.

2. Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality)

3. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak

lebih sempit.

4. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).

5. Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya

biaya pengobatan.

Page 16: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

6. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.

7. Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.

8. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.

9. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-

teman dan family.

10. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran

diri, perubahan konsep diri. (Graf, 2006).

C. KELAINAN TERKAIT PROSES PENUAAN

Jatuh

Jatuh merupakan hal sering terjadi pada lanasi terkait dengan morbiditas dan

mortalitasnya. Jatuh bisa menyebabkan luka, patah tulang, hilangnya kepercayaan

dan kemandirian, depresi serta kematian (Anderson, 2008)

Faktor risiko jatuh meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan biasanya

berhubungan dengan kondisi kesehatan dan penuaan. Dalam CDC (2004) faktor

risiko tersebut antara lain sebagai berikut.

Faktor Biologis

- Gangguan mobilitas seperti kelemahan otot dan gangguan keseimbangan

- Penyakit kronis, seperti arthritis dan stroke

- Gangguan penglihatan

- Hilangnya sensasi di kaki

Faktor Perilaku/Kebiasaan

- Kemalasan

- Efek samping obat

- penggunaan alcohol

Faktor Lingkungan

- keadaan lantai yang berbahaya

- ukuran dan jenis alat bantu yang salah

Sementara itu menurut Anderson (2008) faktor risiko jatuh antara lain :

• Kelemahan ekstremitas bawah

Page 17: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

• Riwayat jatuh

• Gangguan keseimbangan

• Penurunan penglihatan

• Arthritis sendi ekstremitas bawah

• Hipotensi postural

• Konsumsi obat-obatan

• Penurunan fungsi kognitif

• Inkontinensia

• Usia di atas 65 tahun

Sistem Indra

Proses penuaan akan mempengaruhi semua indra manusia, namun yang paling

banyak dipengaruhi adalah pendengaran dan penglihatan.

Pendengaran

Seiring dengan bertambahnya usia, struktur di dalam telinga mulai berubah dan

terjadi penurunan fungsi. Kemampuan seseorang untuk mendengar akan berkurang,

selain itu juga terdapat gangguan dalam menjaga keseimbangan baik ketika duduk,

berdiri, dan berjalan. Gangguan pendengaran yang terkait dengan umur yaitu

presbikusis. Kemampuan mendengar telinga akan menurun, terutama pada frekuensi

tinggi. Salah satu faktor yang memengaruhi keadaan ini adalah hormon aldosteron.

Pada lansia penderita presbikusis didapatkan memiliki level aldosteron yang rendah.

Aldosteron memiliki efek untuk mengontrol transport ion kalium(K+) dan klor(Cl-) di

koklea melalui kanal ion Na+-K+-ATPase yang berfungsi untuk menjaga fungsi

pendengaran. Selain presbikusis gangguan pendengaran yang sering muncul pada

usia lansia yaitu tinnitus. Penumpukan kotoran telinga yang terlalu lama juga dapat

menimbulkan gangguan pendengaran seiring dengan bertambahnya usia (Dugdale,

2012).

Penglihatan.

Page 18: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

Seiring dengan penuaan, struktur bola mata juga berubah. Kornea menjadi

kurang sensitive, sehingga apabila terdapat luka menjadi tidak terlalu diperhatikan.

Pupil akan bereaksi lebih lambat ketika berada dalam keadaan gelap maupun terang,

lensa menguning, dan tidak fleksibel. Ketajaman visual mata secara bertahap

menurun. Masalah yang paling umum terjadi adalah gangguan melihat pada objek

jarak dekat, yang disebut dengan presbiopia. Selain itu, seiring dengan penuaan

vitreus humor mata akan menyusut, yang akan mengakibatkan adanya floaters atau

semacam partikel-partikel kecil dalam medan penglihatan. Pada kebanyakan kasus,

adanya floaters ini tidak mengurangi daya penglihatan. Selain itu pada lansia,

biasanya penglihatan perifer mulai terganggu, mereka akan kesulitan untuk melihat

orang di samping mereka. Kelemahan otot bola mata juga merupakan perubahan pada

orang yang sudah lanjut usia sehingga lapang pandang orang usia lanjut lebih sempit

(Dugdale, 2012). Lima penyebab utama gangguan penglihatan pada usia lanjut adalah

presbyopia, katarak, glaukoma, degenerasi macular, dan retinopati diabetic (Loh dan

Ogle, 2004)

Ada dua teori penyebab presbyopia yaitu (1) pengerasan atau sklerosis dari

substansi lensa, atau (2) penurunan elastisitas otot siliar dan koroid. Lensa secara

bertahap menjadi lebih tebal dan kehilangan fleksibilitas dari waktu ke waktu

mengakibatkan kegagalan untuk akomodasi cahaya pada objek dari berbagai jarak.

Presbyopia merupakan gangguan penglihatan yang biasa terjadi pada lansia tetapi

biasanya tidak menyebabkan kebutaan. Katarak berkaitan dengan kekeruhan lensa

yang menyebabkan gangguan penglihatan, merupakan gangguan penglihatan yang

sering terjadi pada lansia dan biasanya menyebabkan kebutaan. Normalnya lensa

mata manusia itu jernih dan lentur, namun seriring bertambahnya usia, lensa bisa

menjadi keruh dan kehilangan kelenturannya. Faktor risiko katarak antara lain yaitu

diabetes mellitus, merokok, konsumsi alcohol, trauma, riwayat penyakit keluarga,

paparan sinar matahari/radiasi UVB, terapi steroid, dan uveitis (Loh dan Ogle, 2004).

Demensia

Page 19: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

Hilangnya memori merupakan bagian normal dari proses penuaan, dan biasanya

hal tersebut disertai dengan penurunan kemampuan untuk menyerap informasi (Mc

Culloh et al., 2012).

Demensia kerap terjadi pada usia lanjut. Dikatakan American Academy of

Neurology (2010) bahwa 10% orang usia lebih dari 65 tahun, dan 50% usia lebih dari

85 tahun mengalami demensia. Demensia merupakan gangguan yang ditandai dengan

penurunan progresif fungsi kognitif otak, seperti memori, penalaran, bahasa,

kemampuan berpikir, kemampuan spasial dan orientasi, serta penanganan tugas-tugas

kompleks, yang mengganggu aktivitas sehari-hari (Mc Culloh et al., 2012).

Alzheimer merupakan bentuk demensia yang paling sering terjadi pada lansia

(60-80%). Penyakit ini ditandai oleh perubahan patologis di otak yang mengakibatkan

hilangnya memori, kemampuan berpikir, dan kemampuan bahasa, serta perubahan

perilaku, yang pada akhirnya menyebabkan hilangnya kemampuan fungsional

sesorang (Mc Culloh et al., 2012; Fernandez et al., 2010; Alzheimer’s Association,

2012).

Sementara itu, demensia non-Alzheimer adalah gangguan yang ditandai oleh

masalah dengan memori dan fungsi kognitif lainnya ditambah gejala klinis yang unik

(Mc Culloh et al., 2012.

Tahapan demensia

Tahap awal/Early stage

Beberapa gejala yang terlihat jelas pada demensia tahap awal ini adalah:

Lupa ingatan jangka pendek atau peristiwa yang baru-baru ini terjadi.

Kesulitan dalam melakukan tugas-tugas yang kompleks, misalnya membayar

tagihan, atau mengelola keuangan.

Lupa akan sejarah pribadi seseorang.

Menjadi murung atau menarik diri, terutama dalam situasi yang menantang

sosial atau mental

Tahap pertengahan/Mid stage

Page 20: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

Pada tahap ini penurunan fungsi memori dan berpikir mulai terlihat. Individu

mulai memerlukan bantuan orang lain.

Individu tidak dapat mengingat alamat mereka sendiri, nomor telepon,

atau sekolah tempat mereka lulus.

Menjadi bingung tentang di mana mereka berada atau hari apa itu.

Terdapat gangguan dalam perhitungan aritmatik.

Membutuhkan bantuan dalam memilih pakaian yang tepat

Masih mengingat tentang keluarga dan diri mereka sendiri.

Belum memerlukan bantuan untuk makan atau menggunakan toilet.

Tahap akhir/Late Stage

Pada tahap ini memori terus memburuk, perubahan kepribadian dapat

terjadi, dan individu memerlukan bantuan dalam aktivitas sehari-hari.

Mengingat nama mereka sendiri, tetapi mengalami kesulitan dengan

sejarah pribadi mereka.

Mampu membedakan wajah yang akrab dan asing, tetapi mengalami

kesulitan mengingat nama pasangan atau pengasuhnya.

Membutuhkan bantuan dalam berpakaian dengan baik. Apabila tanpa

pengawasan dapat menggunakan piyama saat siang, dan memakai

sepatu pada kaki yang salah.

Perubahan pola tidur, misalnya, tidur di siang hari dan menjadi gelisah

di malam hari.

Membutuhkan bantuan dalam menggunakan toilet.

Memiliki kesulitan dalam berkemih

Perubahan perilaku, termasuk kecurigaan dan delusi, perilaku

kompulsif, dan perilaku berulang (seperti tangan meremas-remas).

Cenderung suka tersesat kalau bepergian.

Tahap Akhir/ End Stage

Pada tahap akhir penyakit ini, individu dapat:

Page 21: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

Mampu mengucapkan kata-kata tapi mungkin perlu bantuan dalam

kegiatan sehari-hari, termasuk makan dan menggunakan toilet.

Kehilangan kemampuan untuk menanggapi lingkungan mereka atau

untuk bercakap-cakap.

Kehilangan kemampuan untuk tersenyum, untuk duduk tanpa dukungan,

dan untuk menahan kepala mereka.

Kehilangan kemampuan, untuk mengontrol gerakan:

Refleks menjadi abnormal.

Otot tumbuh kaku.

Gangguan menelan.

(Mc Culloh et al., 2012)

Orang dengan demensia berada pada peningkatan risiko masalah kesehatan

fisik dan semakin tergantung pada pelayanan kesehatan, perawatan sosial dan pada

orang lain (Fernandez et al., 2010).

Gangguan sendi

Secara singkat mekanisme rasa nyeri atau sakit dimulai dari stimulasi

nociceptor oleh stimulus noxious pada jaringan, yang nantinya akan dirubah menjadi

potensial aksi. Proses ini disebut transduksi atau aktifasi reseptor. Selanjutnya

potensial aksi tersebut akan ditransmisikan menuju neuron susunan saraf pusat yang

berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari

neuron aferen primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu dorsalis ini

neuron aferen primer bersinap dengan neuron susunan saraf pusat. Dari sini jaringan

neuron tersebut akan naik ke atas di medulla spinalis menuju batang otak dan

thalamus. Selanjutnya terjadi hubungan timbal balik antara thalamus dan pusat-pusat

yang lebih tinggi di otak yang mengurusi respon persepsi dan afektif yang

berhubungan dengan nyeri. Tetapi rangsangan nociceptif tidak selalu menimbulakn

persepsi nyeri dan sebaliknya persepsi nyeri tidak bisa terjadi tanpa stimulasi

nosiseptif. Terdapat prose modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri

Page 22: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

tersebut, tempat modulasi sinyal yang paling diketahui adalah pada kornu dorsalis

medulla spinalis. Proses terakhir adalah persepsi, dimana pesan nyeri direlai menuju

ke otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan (Setiyohadi et al,

2009). Pada proses inflamasi misalnya pada arthritis, proses nyeri terjadi karena

stimulus nosiseptor akibat pembebasan berbagai mediator biokimiawi selama proses

inflamasi terjadi (Soenarto, 2009).

Kaki Bengkak

Pembengkakan pada kaki merupakan masalah umum yang biasa terjadi pada

lansia. Adanya akumulasi cairan yang abnormal di pergelangan kaki dan kaki

menyebabkan edema. Dengan meningkatnya usia, pembuluh darah berhenti berfungsi

normal. Akibatnya, cairan terjebak ke dalam ruang intraseluler. Faktor yang berperan

adalah kadar protein (albumin) dalam darah yang rendah, fungsi pompa jantung

menurun, sumbatan pembuluh darah atau pembuluh limfe, penyakit liver dan ginjal

kronis, posisi tungkai terlalu lama tergantung (gravitasi). Kaki yang bengkak

kemungkinan merupakan tanda dari gagal jantung, gagal ginjal, atau gangguan hepar,

dimana dalam kondisi ini ada terlalu banyak cairan dalam tubuh (Dugdale, 2013)

Nafsu Makan Menurun

Seiring bertambahnya usia, individu menjadi kurang aktif dan terjadi perubahan

fisiologis yang menyebabkan pergeseran komposisi tubuh, dengan peningkatan

proporsi lemak tubuh, penurunan massa otot dan cairan ekstraseluler. Meskipun

prevalensi obesitas tinggi pada lansia, akan tetapi perhatian utama pada lansia adalah

penurunan asupan makanan dan hilangnya motivasi untuk makan. Hal ini

menunjukkan adanya masalah terkait dengan pengaturan keseimbangan energi dan

kontrol asupan makanan. Asupan energi yang kurang menyebabkan penurunan berat

badan, yang dapat disebabkan oleh faktor social, fisiologis, atau kombinasi keduanya.

Kemiskinan, kesepian, dan isolasi sosial merupakan faktor sosial yang dominan

berkontribusi terhadap kurangnya asupan makanan pada orang tua (Donini et al.,

Page 23: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

2003; Noel and Reedy, 2005). Pada lansia, aktifitas fisiknya menurun dan terjadi

perubahan metabolisme. Dengan demikian, orang tua akan kesulitan dalam mengatur

asupan makanan sehingga menyebabkan anorexia in aging atau anoreksia pada

penuaan, yaitu sebuah sindrom penurunan berat badan yang tidak direncanakan dan

kekurangan energy protein (KEP) (Champion, 2011).

Berbagai macam faktor, baik fisiologis, patologis, psikologis, dan sosiologis

(misalnya depresi, kehilangan kontak social, penyakit kronis, dan obat-obatan) yang

menyebabkan anoreksia pada penuaan dan malnutrisi. Depresi, yang sering dikaitkan

dengan masalah sosial, adalah masalah psikologis yang umum pada orang tua dan

penyebab signifikan kehilangan nafsu makan (Champion, 2011; Donini et al., 2003).

Pengurangan asupan makanan mungkin disebabkan karena dorongan untuk

makan/ rasa lapar berkurang akibat kebutuhan yang lebih rendah, atau karena rasa

kenyang muncul lebih cepat. Anoreksia fisiologis ini juga tidak hanya bergantung

pada penurunan kualitas makan seiring penuaan tetapi juga pada regulasi hormon dan

neurotransmiter yang dipengaruhi dari asupan makanan. Terdapat peningkatan

konsentrasi cholecystokinin yang terjadi seiring penuaan pada manusia. Selain itu,

studi pada hewan menunjukkan bahwa adanya penurunan opioid dan neuropeptide Y

dan juga nitric oxide seiring berjalannya usia, yang menyebabkan dorongan rasa lapar

berkurang.

Faktor fisik seperti gangguan periodontal (misal : rusaknya gigi, gigi tanggal,

gigi palsu) yang mana juga terkait perubahan rasa dan bau dapat mempengaruhi

pilihan makanan dan membatasi jenis serta jumlah makanan yang dimakan orang tua.

Kondisi medis umum pada orang tua seperti penyakit gastrointestinal, sindrom

malabsorpsi, infeksi akut dan kronis, dan hypermetabolism sering menyebabkan

anoreksia, defisiensi mikronutrien, dan peningkatan kebutuhan energi protein. Selain

itu, konsumsi sejumlah obat-obatan dapat menyebabkan malabsorpsi nutrisi,

gangguan gastrointestinal, dan hilangnya nafsu makan.

Kekurangan energi protein dikaitkan dengan gangguan fungsi otot, penurunan

massa tulang, disfungsi kekebalan tubuh, anemia, penurunan fungsi kognitif,

Page 24: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

penyembuhan luka yang buruk, pemulihan dari operasi yang tertunda, yang pada

akhirnya meningkatkan morbiditas dan mortalitas lansia. Anoreksia penuaan ini

secara fisiologis juga merupakan faktor risiko kurang energi protein (KEP) pada

lansia (Dondini et al., 2003)

D. HIPERTENSI

1. Epidemiologi

Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu penyakit yang

menyebabkan peningkatan kematian pada usia dewasa. Salah satu penyebab

utama tren penyakit kardiovaskuler adalah perubahan pola tekanan darah dan

meningkatnya prevalensi hipertensi karena usia. Menurut Seventh Report of the

Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment

of High Blood Pressure (JNC-7), hipertensi terjadi pada lebih dari 2/3 individu

yang berumur lebih dari 65 tahun. Sedngkan data dari Framingham Heart

Study, laki-laki dan perempuan yang tidak menderita hipertensi pada umur 55

tahun diprediksi beresiko menjadi hipertensi 93% dan 91% menjadi hipertensi

pada umur 80 tahun.

2. Patofisiologi

a. Kekakuan arteri

Arteri yang elastis akan berubah seiring bertambahnya usia, yaitu

dilatasi atau mengeras (kaku). Fraktur dari elastic lamellae terlihar di

aorta yang menua dan dapat terjadi baik pada dilatasi atau pada

pengerasan arteri. Kekakuan arteri kebanyakan disebabkan karena

hiperplasia dari tunika intima. Arteri yang kaku akan menurunkan

kapasintasi dan keterbatasan recoil dan menyebabkan arteri tidak mampu

menampung selama siklus jantung. Selain itu, selama sistole pembuluh

darah arteriosklerotik gagal untuk mengembang dan gagal untuk

mengimbangi tekanan yang ditimbulkan jantung, sehingga tekanan darah

sistolik naik. Di sisi lain, kehilangan recoil selama diastole menyebabkan

Page 25: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

penurunan diastole. Kekakuan pada arteri tidak hanya disebabkan karena

penebalan dinding arteri tapi juga dikarenakan endothelium-derived

vasoactive mediators seperti endothelin 1 dan penurunan bioaviability

dari NO (Nitric Oxide), yang berperan dalam disfungsi endotel).

b. Neurohormonal dan disregulasi autonomik

Mekanisme neurohormonal seperti sistem renin-angiotensin-

aldosteron akan menurun seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini

berhubungan dengan efek umur dan efek nefrosklerosis pada aparatus

jugstaglomular. Selain itu kadar aldosteron plasma juga menurun jika

umur bertambah. Akibatnya pasien geriatri dengan hipertensi akan lebih

beresiko hiperkalemi karena obat. Konsentrasi norepinefrin plasma akan

meningkat 2x pada geriatri, yang dikarenakan adanya mekanisme

kompensasi dari penurunan β-adrenergic karena reaksi penuaan.

c. Penuaan ginjal

Penuaan ginjal ditandai dengan berkembangnya

glomerulosklerosis dan fibrosis interstitial, yang mana berhubungan

dengan penurunan GFR dan penurunan mekanisme hemostatik lain. umur

berkaitan dengan menurunnya aktivitas pompa sodium/potasium dan

pompa kalsium ADP yang menyebabkan kelebihan kalsium dan sodium

intraseluler, sehingga meningkatkan vasokonstriksi dan retensi vaskular.

Peningkatan sensitivitas garam ditandai dengan peningkatan tekanan

darah yang mana merupakan respon dari overload sodium pada lansia dan

obesitas sebagai akibat dari keterbatasan fungsi ginjal untuk mngeluarkan

overload sodium.

3. Diagnosis dan Klasifikasi

Page 26: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

Diagnosis hipertensi harus berdasarkan 3 kali pengukuran dalam 2 kali visit yang

berbeda. Sebagian besar hipertensi merupakan hipertensi esensial. Namun penting

untuk mengetahui penyebab dari hipertensi (hipertensi sekunder).

Page 27: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

(Lionakis et al., 2012).

Page 28: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

BAB III

PEMBAHASAN

Proses penuaan akan terjadi sejalan dengan bertambahnya usia seseorang. Ada

banyak teori yang mengemukakan proses terjadinya penuaan, mulai dari tingkat sel

sampai molekuler.

Pada skenario seorang wanita geriatrik, dengan berat badan 55 kg, tinggi badan

163 cm, tiba-tiba jatuh. Jatuh tiba-tiba pada orang tua merupakan hal yang sering

terjadi. Jatuh ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor biologis,

perilaku/ kebiasaan, dan lingkungan. Kelemahan ekstremitas bawah, riwayat jatuh,

gangguan keseimbangan, penurunan penglihatan, arthritis sendi ekstremitas bawah,

hipotensi postural, konsumsi obat-obatan, penurunan fungsi kognitif, inkontinensia,

dan usia di atas 65 tahun.

Wanita pada skenario mengalami penurunan nafsu makan dan keinginan untuk

minum. Hal tersebut dapat disebabkan oleh faktor social, fisiologis, atau kombinasi

keduanya. Kemiskinan, kesepian, dan isolasi sosial merupakan faktor sosial yang

dominan berkontribusi terhadap kurangnya asupan makanan pada orang tua. Selain

itu aktifitas fisiknya menurun dan terjadi perubahan metabolisme. Depresi, yang

sering dikaitkan dengan masalah sosial, adalah masalah psikologis yang umum pada

orang tua dan penyebab signifikan kehilangan nafsu makan. Regulasi hormon dan

neurotransmiter yang dipengaruhi dari asupan makanan. Terdapat peningkatan

konsentrasi cholecystokinin yang terjadi seiring penuaan pada manusia. Selain itu,

studi pada hewan menunjukkan bahwa adanya penurunan opioid dan neuropeptide Y

dan juga nitric oxide seiring berjalannya usia, yang menyebabkan dorongan rasa lapar

berkurang. Faktor fisik seperti gangguan periodontal (misal : rusaknya gigi, gigi

tanggal, gigi palsu) yang mana juga terkait perubahan rasa dan bau dapat

mempengaruhi pilihan makanan dan membatasi jenis serta jumlah makanan yang

dimakan orang tua. Kondisi medis umum pada orang tua seperti penyakit

gastrointestinal, sindrom malabsorpsi, infeksi akut dan kronis, dan hypermetabolism

Page 29: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

sering menyebabkan anoreksia, defisiensi mikronutrien, dan peningkatan kebutuhan

energi protein. Selain itu, konsumsi sejumlah obat-obatan dapat menyebabkan

malabsorpsi nutrisi, gangguan gastrointestinal, dan hilangnya nafsu makan. Hal ini

akan dapat menyebabkan kekurangan energy protein (KEP). Anorexia in aging atau

anoreksia pada penuaan, yaitu sebuah sindrom penurunan berat badan yang tidak

direncanakan dan kekurangan energi protein (KEP).

Rasa nyeri pada lutut kanan pasien kemungkinan disebabkan adanya proses

inflamasi misalnya pada arthritis, proses nyeri terjadi karena stimulus nosiseptor

akibat pembebasan berbagai mediator biokimiawi selama proses inflamasi terjadi.

Kaki yang bengkak bisa menjadi tanda dari gagal jantung, gagal ginjal, atau

gangguan hepar. Mekanisme yang terlibat adalah mulai tidak normalnya fungsi

pembuluh darah secara normal pada lansia, penignkatan kadar protein darah yang

rendah, fungsi pompa jantung yang menurun, sumbatan pembuluh darah atau

pembuluh limfe, penyakit liver dan ginjal kronis, atau posisi tungkai terlalu lama

tergantung (gravitasi) yang kemudian akan akumulasi cairan abnormal di pergelangan

kaki.

Pada skenario, keluhan utama pada wanita tersebut adalah tiba-tiba jatuh. Jatuh

sering terjadi pada lansia, banyak faktor yang berperan didalamnya, baik faktor

intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik dalam diri lansia sendiri seperti gangguan

gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope, dan

dizziness, serta faktor ekstrinsik meliputi keadaan lantai yang tidak rata, tersandung

benda-benda, penglihatan kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya

(Martono dan Pranaka, 2011).

Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan dari beberapa faktor,

dalam skenario ini, menurut kami, adalah :

1. Gabungan antara lingkungan yang jelek, dalam skenario ini adalah rumah

wanita ini kurang pencahayaannya dan kelainan-kelainan akibat proses menua

yaitu mata kabur.

Page 30: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

2. Hipotensi ortostatik meliputi hipovolemia, disfungsi otonom, dan pengaruh

obat-obatan hipotensi yang sering wanita ini konsumsi untuk mengurangi

hipertensinya.

3. Obat-obatan diuretik

Pada skenario dapat kita lihat bahwa pasien mendapatkan terapi furosemid

yang merupakan golongan diuretik kuat.

4. Gangguan neuromuskular

Di dalam skenario disebutkan bahwa 3 hari yang lalu lutut kanan pasien nyeri

jika digerakkan sehingga sulit berjalan, hal ini menunjukkan terjadi gangguan

neuromuskular dengan bentuk kekakuan sendi.

Penderita dinyatakan tiga tahun ini sering lupa. Proses menua tidak dengan

sendirinya menyebabkan terjadinya dementia. Penuaan menyebabkan terjadinya

perubahan anatomi dan biokimia di susunan syaraf pusat(Martono dan Pranaka, 2011.

Pada beberapa penderita tua terjadi penurunan daya ingat dan gangguan psikomotor

yang masih wajar yang disebut dengan benign senescent forgetfullness atau dalam

pustaka lain disebut perburukan kognitif ringan (Mild cognitive impairment adalah

diagnosis fisik dan mungkin digambarkan dengan kelompok dengan penyebab

kerusakan yang patogen. Pasien memiliki masalah ingatan objektif tetapi tanpa

disertai dengan gangguan aktivitas sehari-hari. Secara struktural, otak dengan MCI

mengalami pengurangan neuron entorhinal cortex, berkurangnya volume

hipocampus, dan berkurangnya integritas substansi putih) (Topiwala dan Ebmeier,

2012). Keadaan ini dapat dikenali oleh keluarga atau teman karena sering mengulang-

ulang pertanyaan yang sama atau lupa pada kejadian yang baru terjadi.

Memburuknya fungsi kognitif ringan MMSE dapat digunakan untuk membantu

menentukan gangguan kognitif sehingga dapat ditindak lanjuti dengan pemeriksaan

lain(Martono dan Pranaka, 2011).

Penderita sejak 3 hari yang lalu merasakan nyeri pada lutut kanan jika

digerakkan sehingga pasuen kesulitan berjalan. Nyeri adalah suatu sensasi yang

Page 31: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

disebabkan karena rusaknya jaringan. Pada pasien terjadi nyeri nosiseptif yang

merupakan nyeri yang timbul akibat peradangan, deformasi mekanik, atau perlukaan

progresif. Jenis nyeri ini bereaksi baik dengan obat analgesik dan upaya non-

farmakologik. Wanita berusia lebih dari 55 tahun merupakan faktor risiko

osteoartritis yang dapat dilihat dalam skenario ini. penyakit OA adalah hasil dari

peristiwa mekanik dan biologik yang mengakibatkan tidak stabilnya perangkai

normal dari degradasi dan sintesis kondrosit kartilago artikuler, matrix extraseluler,

dan tulang subkondral. Meskipun keadaan tersebut diawali oleh berbagai faktor,

termasuk genetik, pertumbuhan, metabolik, dan traumatik. Penyakit OA

menyebabkan perubahan-perubahan meliputi perlunakkan, fibrilasi, ulserasi,

hilangnya kartilago artikuler, sklerosis, dan tulang subkondral memadat seperti

gading, osteofit dan kista subkondral. Gejala klinis dari OA adalah adanya nyeri

sendi, gerakan terbatas, perasaan abnormal pada tekanan, krepitus kadang-kadang ada

efusi, dan berbagai derajat dari peradangan tanpa efek sistematis(Martono dan

Pranaka, 2011).

Penderita juga mengeluhkan mata kabur. Mata sendiri disusun atas struktur

optik dan persarafan, kedua bagian ini mengalami penurunan fungsi saat tua.

Penurunan fungsi optik dapat menyababkan penurunan kapasitas visual pada lansia

sedangkan penuaan retina menyebabkan kebutaan (Meisami E, et al, 2007).

Penelitian tentang penuaan pada kornea berdasarkan aspek biokimia dan

perubahan struktur biokimia menunjukkan bahwa penurunan secara berangsur-angsur

pada metabolisme tinggi energi di kornea yang menua sebagaimana penurunan

phosphomonoesters, phosphocreatine, and ATP, diikuti dengan penurunan

orthophosphate anorganik. Penuaan kornea diikuti dengan kehilangan keratosit dan

densitas sel endotel. Pembesaran kolagen fibril secara 3 dimensi sepanjang garis axial

terdapat pada stroma kornea yang mengalami penuaan. Pembesaran ini disebabkan

oleh penurunan sudut curam molekuler sebagaimana fibril. Hal ini menyatakan

bahwa peningkatan jumlah fibril karena perbesaran intermolecular Bragg spacing

disebabkan oleh glycation induced cross-linkages (Meisami E, et al, 2007).

Page 32: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

Ketika terjadi penuaan opasitas lensa meningkat sehingga menurunkan

transparansi dan meningkatkan refraksi. Crystallin fiber yang terdapat di bagian

anterior lensa tidak mengalami regenerasi selama pertumbuhan dan penuaan dan

cenderung mengalami glycasi, carboaminasi, dan deaminasi. Hal ini meningkatkan

ikatan silang antar crystallin, membuat elastisitasnya menurun, lebih padat, tidak

tembus cahaya dan kekuningan. Penuaan juga mengakibatkan berubahnya protein

lensa sebagaimana akibat dari perusakan oksidatif oleh protein antioksidan seperti

glutathione (GSH) dan askorbat, yang mana berkurang konsentrasinya pada lensa

yang mengalami penuaan. Pada retina, pada penelitian yang dilakukan oleh Del

Priore melaporkan bahwa terjadi peningkatan proporsi apoptosis sel epitel pigmen

retina terutama di macula pada lansia (Meisami E, et al, 2007).

Penuaan tersebut diperberat dengan adanya hipoksia dan stres oksidatif. Lensa

mata berlokasi di lingkungan hipoglikemia dan hipoksia, penuaan lensa dengan

diabetes mungkin memperburuk kondisi ini. Kondisi hipoksia dan glukosa rendah

dapat menginduksi unfolded protein response (UPR) yang menghasilkan reactive

oxygen species (ROS) di lensa epitel lensa mata (LECs). Kondisi ini juga

menginduksi Nrf2-dependent antioxidant-protective UPR, produksi ROS dan

apoptosis. LECs tikus yang berada di regio anterior bagian tengah adalah daerah yang

paling tidak mudah terkena UPR, sedangkan di zona germinal (dimana terjadi

proliferasi LECs) adalah lokasi yang mudah terkena. Karena sel cortical lens fiber

dideferensiasi dari LECs setelah onset diabetes, sel ini memiliki level Nrf2 lebih

rendah, lalu teroksidasi menyebabkan katarak pada korteks lensa (Elanchezhian, et

al., 2012).

Dikeluhkan pula pada waniti pendengaran juga berkurang. Kehilangan fungsi

pendengaran berkaitan dengan usia (ARHL) disebut dengan presbikusis. Salah satu

faktor yang memengaruhi keadaan ini adalah hormon aldosteron. Pada lansia

penderita presbikusis didapatkan memiliki level aldosteron yang rendah. Aldosteron

memiliki efek untuk mengontrol transport ion kalium(K+) dan klor(Cl-) di koklea

melalui kanal ion Na+-K+-ATPase yang berfungsi untuk menjaga fungsi pendengaran.

Page 33: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

Delesi enzim antioksidan Cu/Zn superoxide dismutase juga memengaruhi penuaan

auditorik dan presbikusis pada tikus. Ekspresi enzim SOD1 sekurang-kurangnya 50

% dari level optimal dibutuhkan untuk kelangsungan neuron koklear dan stria

vascularis dan mencegah presbikusis (Meisami E, et al, 2007.

Pada skenario, wanita ini mengalami hipertensi karena nilai sistol >30 mmHg

dan diastol >85 mmHg. Pada lansia, terjadi kekakuan arteri akibat hiperplasia tunika

intima, sehingga terjadi penurunan kapasitas dan keterbatasan recoil dan

menyebabkan arteri tidak mampu menampung selama siklus jantung. Kekakuan pada

arteri tidak hanya disebabkan karena penebalan dinding arteri tapi juga dikarenakan

endothelium-derived vasoactive mediators seperti endothelin 1 dan penurunan

bioaviability dari NO (Nitric Oxide), yang berperan dalam disfungsi endotel).

Mekanisme neurohormonal juga memengaruhi terjadinya hipertensi pada wanita

lansia ini. Seiring dengan bertambahnya usia, berhubungan dengan dan efek

nefrosklerosis pada aparatus jugstaglomular, sistem renin-angiotensin-aldosteron

akan menurun sehingga risiko hiperkalemia bertambah ketika pemberian obat

(Lionakis et al., 2012).

Sejak 3 hari yang lalu, lutut kanan pasien terasa sakit jika digerakkan sehingga

pasien kesulitan berjalan dan sering bengkak-bengkak pada kedua kaki. Lutut pasien

yang sakit kemungkinan mengarah pada osteoartritis (OA) yang merupakan penyakit

degeneratif tersering pada pasien usia lanjut. Adapun keadaan bengkak-bengkak pada

kedua kaki bisa disebabkan oleh tiga hal yaitu, karena jatuh, karena kerusakan ginjal

dan karena gangguan pada jantung. Apabila karena jatuh, akan ditemukan tanda-

tanda inflamasi disekitar bagian tubuh yang terbentur. Apabila karena kerusakan

ginjal, maka bengkak akan tejadi disemua bagian tubuh yang didahului dengan

pembengkakan yang khas pada kedua kelopak mata. Sedangkan bila karena gangguan

jantung, maka bagian tubuh yang mengalami pembengkakan terlebih dahulu adalah

kaki.

3 tahun ini pasien sering lupa. Pada beberapa orang usia lanjut akan terjadi

penurunan daya ingat dan gangguan psikomotor yang masih wajar sehingga disebut

Page 34: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

sifat pelupa benigna akibat penuaan (benign senescent forget fullness). Keadaan ini

tidak menyebabkan gangguan pada aktivitas hidup sehari-hari dan juga tidak bersifat

progresif. Kondisi ini biasanya ditandai dengan sering mengulang pertanyaan yang

sama atau lupa pada kejadian yang baru terjadi. Sehingga dalam hal ini perlu

diobservasi beberapa bulan untuk membedakannya dengan dementia yang

sebenarnya. Apabila gangguan daya ingat bertambah progresif disertai dengan

gangguan intelek lain misalnya gangguan pembicaraan, maka kemungkinan besar

diagnosis dementia dapat ditegakkan sehingga perlu penatalaksanaan lebih lanjut.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 190/80 mmHg. Kondisi

hipertensi pada usia lanjut dapat dibedakan menjadi 2, yaitu hipertensi dan hipertensi

sistolik terisolasi. Disebut hipertensi bila tekanan sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan

diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi terjadi bila tekanan sistolik > 160

mmHg dan tekanan diastolik < 90 mmHg. Berdasarkan hal ini, maka tekanan darah

pasien dalam skenario termasuk hipertensi sistolik terisolasi. Keadaan ini disebabkan

karena pada usia lanjut, terjadi kekakuan aorta dan pembuluh darah arteri besar.

Sebagai komplikasi hipertensi, dapat terjadi kelainan organ-organ tubuh antara lain :

jantung (gagal jantung dan left ventrikel hypertrofi), cerebrovaskuler (transient

iskemik attack atau stroke), pembuluh darah tepi (aneurisma), ginjal (serum kretainin

diatas 1,5 mg%, proteinuria dapat +1 atau lebih), dan retinopati (perdarahan atau

eksudat). Adapun berdasarkan pemeriksaan laboratorium, kadar kreatinin pasien

dalam skenario adalah 2,3 mg/dl. Nilai ini melebihi batas normal kadar kreatinin pada

wanita usia lanjut. Kadar normal serum kreatinin pada wanita usia produktif adalah

0,6 – 1,1 mg/dl. Adapun pada lansia, kadar ini akan menurun akibat penurunan massa

otot dan penurunan produksi kreatinin. Selain karena kondisi hipertensi, kenaikan

serum kreatinin juga menandakan adanya penurunan fungsi ginjal karena seharusnya

kreatinin difiltrasi oleh glomerulus. Serum kreatinin juga dapat meningkat kadarnya

dalam urin pada penggunaan beberapa obat, seperti misalnya pengobatan yang

didapatkan oleh pasien dalam skenario. Pasien dalam skenario mendapatkan obat

meloxicam 2 x 7,5 mg. Obat meloxicam sendiri merupakan obat golongan AINS

Page 35: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

(Anti Inflamasi Non Steroid) yang berfungsi untuk mengurangi nyeri, bengkak dan

kekakuan. Salah satu efek samping dari penggunaan obat ini adalah meningkatkan

kadar serum kreatinin dalam urin. Sehingga, peningkatan kadar serum kreatinin pada

pasien dalam skenario dapat disebabkan karena kondisi hipertensi, penurunan fungsi

ginjal dan penggunaan obat.

Selain serum kreatinin, dari hasil pemeriksaan laboratorium juga diperoleh

kadar gula darah sewaktu 250 mg/dl, Hb 8,1 gr%, dan hasil pemeriksaan urin rutin :

proteinuria +2. Kadar normal gula darah sewaktu adalah ≤ 200 mg/dl. Maka kadar

gula darah sewaktu pasien dalam skenario melebihi batas normal. Untuk menentukan

adanya diabetes melitus pada pasien, perlu dilakukan pemeriksaan lain seperti

pemeriksaan kadar gula darah 2 jam post prandial dan pemeriksaan gula darah puasa

selain juga pemeriksaan lain untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Kadar Hb

pasien dalam skenario termasuk rendah, adapun kadar normal Hb pada wanita adalah

11,5 – 16,5 gr%. Sehingga pasien dalam skenario mengalami anemia. Hasil

pemeriksaan urin rutin menunjukkan proteinuria +2. Padahal normalnya, dalam urin

tidak ditemukan protein, sehingga urin normal jernih. +2 menunjukkan bahwa urin

keruh ringan dan berbutir dimana kadar protein didalamnya sekitar 0,05 – 0,2% atau

sekitar 100mg. Adanya proteinuria menunjukkan adanya kerusakan glomerulus,

karena glomerulus yang normal akan memfiltrasi protein sehingga tidak ditemukan

protein dalam urin.

Dalam skenario, terapi yang didapat pasien selain meloxicam 2 x 7,5 mg

adalah dexametason 3 x 1 tablet, antalgin 3 x 1 tablet, bisoprolol 1 x 10 mg dan

furosemid 1-0-0. Dexametason adalah golongan kortikosteroid yang berfungsi

sebagai anti inflamasi. Antalgin merupakan golongan analgesik antipiretik yang

berfungsi untuk mengurangi nyeri hebat misalnya karena luka atau pembedahan dan

juga untuk demam tinggi. Bisoprolol adalah golongan β blocker yang berfungsi

sebagai anti hipertensi. Adapun furosemid merupakan golongan diuretik kuat yang

berfungsi untuk menurunkan tekanan darah yang sudah sangat tinggi dan tidak

terkontrol dan juga untuk mengurangi bengkak. Pada pasien usia lanjut, pilihan

Page 36: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

pertama obat anlagesiknya adalah parasetamol baru kemudian opioid. Untuk prinsip

pengobatan hipertensi pada usia ≥ 55 tahun yaitu : diet rendah garam sampai ˂ 6

gram per hari, jika cara pertama tidak berhasil maka digunakan diuretik golongan

tiazid atau kalsium channel blocker, pilihan selanjutnya bila cara kedua tidak berhasil

adalah kombinasi 2 obat (ACE-inhibitor + kalsium channel blocker atau ACE-

inhibitor+ diuretik tiazid). Adapun β blocker bukan pilihan terapi awal, tetapi

merupakan terapi alternatif bila pasien kontra indikasi dengan ACE-inhibitor.

Selanjutnya, furosemid digunakan bila pasien kontra indikasi dengan diurteik tiazid.

Kontra indikasi diuretik tiazid adalah pasien dengan penurunan fungsi ginjal.

Sehingga pada pasien usia lanjut, perlu memperhatikan prinsip pengobatan karena

pada usia lanjut sudah terjadi beberapa penurunan fungsi organ, sehingga

farmakokinetik dan farmakodinamik obat dapat memengaruhi organ-organ dan sistem

dalam tubuh.

Page 37: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Terjadinya berbagai proses patologi pada lansia memiliki

banyak penyebab. Penyebab yang multifaktorial seperti

faktor fisik, sosial, psikologis, biologis, dapat

bermanifestasi menjadi berbagai gejala /sindrom geriatri.

2. Secara molekuler, proses penuaan terjadi akibat produksi

hasil metabolisme sel berupa ROS (Reactive Oxygen

Species). ROS menyebabkan mutasi sel, translasi protein

non fungsional, metabolisme sel terganggu, sehingga

menyebabkan penuaan hingga kematian sel.

B. Saran

Kegiatan diskusi tutorial sudah berjalan dengan baik,

namun mahasiswa sebaiknya mempelajari skenario diskusi

dengan lebih dalam, terutama dalam hal patogenesis

penyakitnya.

Page 38: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

DAFTAR PUSTAKA

Alzheimer's Association. 2012 Alzheimer's disease facts and figures. Alzheimers

Dement. 2012;8(2):131-168.

American Academy of Neurology. 2010. Detection, Diagnosis And Management

Of Dementia.

http://www.aan.com/professionals/practice/pdfs/dementia_guideline.pdf -

diakses April 2013

Anderson KE. 2008. Falls in the elderly. J R Coll Physicians Edinb, 38:138–43

Campisi J. 2007. Cellular senescence, cell death, and transgenic mouse model of

aging. In: Timiras P.S. (ed). Physiological Basis of Aging and Geriatrics.

4th ed. New York: Informa Healthcare, pp: 41-53

Carey J.R and Zou S. 2007. Theories of life span and aging. In: Timiras P.S. (ed).

Physiological Basis of Aging and Geriatrics. 4th ed. New York: Informa

Healthcare, pp: 55-68

CDC. 2008. Preventing Falls : How to Develop Community-based Fall

Prevention Programs for Older Adults. Georgia : National Center for

Injury Prevention and Control

Champion, Angela. 2011. Anorexia of Aging. Annals of Long-Term Care:

Clinical Care and Aging. 19(10):18-24.

Page 39: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

Delirium in the Older Person: A Medical Emergency. (2006). VIHA.

Physiological Aging Changes. www.viha.ca/mhas/resources/delirium/

diaskes tanggal 01 April 2013

Donini LM, Savina C, Cannella C. 2003. Eating Habits and Appetite Control in

the Elderly: The Anorexia of Aging. International Psychogeriatrics;

15(1) : 73-87 http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?

fromPage=online&aid=273926 – diakses April 2013.

Dugdale David C. 2013. Foot, leg, and ankle swelling.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003104.htm - diakses

April 2013.

Dugdale, David C. 2012. Aging changes in the senses.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/004013.htm - diakses

April 2013.

Fernandez RL, Leal J, Gray A. 2010. DEMENTIA 2010 The prevalence,

economic cost and research funding of dementia compared with other

major diseases. University of Oxford. www.alzheimers-research.org.uk

Graf, C. (2006).Functional decline in hospitalized older adults. ANJ, 106(1), 58-

67;

Loh KY dan Ogle J. 2004. Age Related Visual Impairment in the Elderly. Med J

Malaysia, 59(4) : 562-569.

Martono H, Pranaka K. 2011. Buku ajar geriatri ilmu kesehatan usia lanjut edisi

ke 4. Jakarta: balai penerbit FKUI.

Mc Culloh DK, Cohen A, Amante C, Arnold B, Bharani N, Birmingham K,

Boudreau D et al. 2012. Dementia and Cognitive Impairment Diagnosis

Page 40: Laporan Tutorial Skenario 1 Geriatri

and Treatment Guideline. Group Health Cooperative.

http://www.ghc.org/all-sites/guidelines/dementia.pdf - diakses April 2013.

Meisami E, Brown CM, Emerle HF Dalam Timiraz. 2007. Physiological basis of

aging and geriatrics fourth edition. New York : informa healthcare

Noel M, Reedy M. Nutrition and aging. Prim Care. 2005;32(3):659-669

Nikolaos Lionakis, Dimitrios Mendrinos, Elias Sanidas, Georgios Favatas and

Maria Georgopoulou. 2012. Hypertension in the elderly. World J Cardiol.

2012 May 26; 4(5): 135-147.

R Elanchezhian, P Palsamy, CJ Madson, ML Mulhern, DW Lynch, AM Troia, J

Usukura and T hinohara. 2012. Low glucose under hypoxic conditions

induces unfolded protein response and produces reactive oxygen species

in lens epithelial cells. Cell Death and Disease (2012) 3, e301;

doi:10.1038/cddis.2012.40

Topiwala A, Ebmeier KP. 2012. Vascular changes and brain plasticity: a new

approach to neurodegenerative diseases. Am J Neurodegener Dis

2012;1(2):152-159. www.AJND.us /ISSN:2165-591X/AJND1205002

Setiyohadi Bambang, Sumariyono, Yoga I Kasjmir, Harry Isbagio, Handono

Kalim. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing

Soenarto. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing